Anda di halaman 1dari 46

ISBN : 979– 3556–20-X

PENGELOLAAN TERUMBU BUATAN

DIREKTORAT JENDERAL PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL


DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
JL. MEDAN MERDEKA TIMUR NO. 16 JAKARTA PUSAT
TELP. (021) 3519070 ext. 1010
http://www.dkp.go.id

DIREKTORAT JENDERAL PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL


DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2004
KATA PENGANTAR bahan peledak dan racun untuk menangkap ikan, pengambilan
terumbu karang untuk bahan bangunan, pencemaran perairan oleh
lumpur dan pencemaran oleh limbah kimia, minyak dan sebagainya,
Ekosistem terumbu karang terbentuk dari simbiosa berbagai sangat besar perannya dalam perusakan ekosistem terumbu karang.
organisme laut yang membentuk jaring-jaring makanan yang
kompleks. Sebagai suatu ekosistem alami, terumbu karang memiliki Tingkat kerusakan terumbu karang yang diamati berdasarkan
fungsi dan peranan penting bagi kesuburan perairan laut. Fungsi dan persentasi penutupan karang hidup dan biota hidup lainnya menurut
manfaat terumbu karang sangat besar baik yang bersifat lestari Suharsono dan Sukarno (1992) menggambarkan bahwa dari 24
maupun yang tidak. Terumbu karang berfungsi sebagai breeding, lokasi yang tersebar di Perairan Indonesia, 6 % berada dalam kondisi
nursery dan feeding ground bagi banyak spesies ikan lepas pantai sangat baik, 22 % baik, 33,5 % sedang dan 39,5 % dalam keadaan
maupun ikan-ikan karang, invertebrata dan reptilia. Peran terumbu rusak. Sementara itu menurut KLH (1993), 14 % ekosistem terumbu
karang dalam melindungi pesisir dari serangan ombak dan abrasi karang di Indonesia sudah mencapai tingkat mengkhawatirkan, 46%
pantai juga sangat penting. Terumbu karang tidak hanya telah mengalami kerusakan, 33 % dalam keadaan baik dan hanya 7
mematahkan energi gelombang melalui gelombang pecah, tetapi % dalam keadaan sangat baik.
juga menjadi sumber suplai material bagi pesisir (biogenic
sediment). Hilang dan rusaknya terumbu karang hampir selalu Selama ini terumbu karang sering dimanfaatkan secara semena-mena
diikuti dengan meningkatnya abrasi pantai. Manfaat lestari lainnya menggunakan teknik pemanfaatan yang merusak dengan bahan-
antara lain: wisata bahari, mariculture, bioteknologi, ikan hias, bahan kimia, peledak dan ditambang untuk berbagai keperluan.
kawasan lindung, penelitian dan pendidikan. Manfaat tak lestari Menurut beberapa estimasi, luas terumbu karang di Indonesia
antara la in: penambangan material, cara penangkapan ikan dan berkisar antara 60.000 km2 hingga 85.000 km2 . Dari luasan tersebut,
pengumpulan organisme yang merusak (penggunaan bom dan 73 % mengalami kerusakan dan hanya 28 % yang kondisinya masih
sianida) dan perluasan daratan (reklamasi). baik. Pemulihan kembali terumbu karang yang telah rusak
memerlukan waktu yang sangat lama. Karang keras memerlukan
Ekosistem terumbu karang sekaligus juga merupakan ekosistem waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk dapat membentuk terumbu
yang sangat rentan. Menurut laporan LIPI (1993), dari 85.700 km2 karang yang kuat.
luas terumbu karang yang ada di Indonesia, tinggal 6,48% yang
kondisinya masih sangat baik dan 22,53% baik. Kerusakan Salah satu alternatif untuk mengatasi kerusakan terumbu karang
ekosistem terumbu karang terjadi karena proses alam maupun alami adalah dengan melakukan upaya percepatan proses
gangguan antropogenik. Proses alam yang dapat merusak ekosistem rehabilitasi/regenerasi biota karang, yaitu melalui pelaksanaan
ini antara lain karena gangguan atmosferik (badai muson, siklon kegiatan penanaman dan pengelolaan terumbu buatan. Terumbu
tropis, ENSO), peningkatan turbiditas karena sedimentasi dari buatan sudah sejak lama dikembangkan oleh masyarakat untuk
gunung api bawah laut maupun sedimen yang terbawa sungai, menarik ikan-ikan agar berkumpul di sekitar terumbu karang.
gempa bumi, tsunami dan gangguan biologis seperti munculnya Berbagai bahan digunakan untuk membuat terumbu buatan, seperti
predator (sea thorn) dan coral bleaching. Tetapi perusakan yang kendaraan bekas (becak, mobil), kapal-kapal bekas, besi tua,
lebih berbahaya adalah karena proses antropogenik. Penggunaan bongkaran bangunan, rumpun bambu yang diberi pemberat maupun

i ii
struktur yang dibuat secara khusus seperti reef ball, hollow box,
piramida beton dan sebagainya, untuk kemudian ditenggelamkan ke
dasar laut. Terumbu buatan dibuat dengan memanfaatkan sifat ikan
yang cenderung berkumpul di sekitar benda-benda asing di dekat
dasar laut. Di negara maju terumbu buatan dibuat secara besar-
besaran dan meliputi areal yang luas (beberapa puluh hektar hingga
beberapa belas kilometer persegi).

Terumbu buatan juga telah dikembangkan oleh para ahli teknik


pantai untuk perlindungan pantai dengan nama pemecah ge lombang
bawah air (submerged breakwater). Bahan penyusun terumbu buatan
dapat berupa batu alam ataupun batu buatan (tetrapod, hexapod,
kubus, beton dan sebagainya). Terumbu buatan dibuat terutama
untuk mereduksi energi gelombang yang menuju ke pantai (tempat
tertentu yang dilindungi) dengan memecah gelombang yang
melewati bagian atas terumbu buatan tersebut. Dengan pecahnya
gelombang ini sebagian energi gelombang akan hilang menjadi
turbulensi, suara ataupun panas.

Oleh karena itu, kehadiran buku Pedoman Pengelolaan Terumbu


Buatan ini menjadi semakin bermakna dalam upaya meningkatkan
dan melestarikan sumberdaya laut. Diharapkan dengan adanya
pedoman ini pengelolaan terumbu buatan dapat terwujud dan lebih
terarah sehingga tujuannya dalam upaya pelestarian terumbu karang
serta mendorong peran serta Pemerintah Daerah dan masyarakat
dalam mitigasi dan rehabilitasi terumbu karang dapat terwujud.

Direktur Jenderal Pesisir dan


Pulau-Pulau Kecil,

Widi A. Pratikto

iii
DAFTAR ISI 2.2.2. Jenis-Jenis Bahan Untuk Membuat Terumbu 10
Buatan
2.2.2.1. Bahan Alami 10
KATA PENGANTAR i 2.2.2.2. Bahan Buatan 10

DAFTAR ISI iv BAB III. PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN TERUMBU 12


BUATAN
DAFTAR GAMBAR vii 3.1. Perencanaan Terumbu Buatan 12
3.1.1. Penentuan Lokasi 13
DAFTAR FOTO viii 3.1.1.1. Sosial Ekonomi 14
3.1.1.2. Geologi dan Geomorfologi Laut 16
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PESISIR DAN PULAU- 3.1.1.3. Hidro-Oseanografi 17
PULAU KECIL 3.1.1.4. Kualitas Air Laut 19
NOMOR: SK.64C/P3K/IX/2004 TENTANG ix 3.1.1.5. Biologi Lingkungan 21
PEDOMAN PENGELOLAAN TERUMBU BUATAN 3.1.2. Pemilihan Jenis Terumbu Buatan Berdasarkan
Target Ikan 23
LAMPIRAN I : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PESISIR DAN 3.2. Pembuatan Terumbu Buatan Dari Beton 25
PULAU-PULAU KECIL 1 3.3. Penempatan dan Penenggelaman 26
NOMOR: SK.64C/P3K/IX/2004 TENTANG 3.4. Pemeliharaan, Pemanfaatan, dan Pengawasan Terumbu 28
PEDOMAN PENGELOLAAN TERUMBU BUATAN Buatan
BAB I. PENDAHULUAN 1 3.4.1. Pemeliharaan 29
1.1. Latar Belakang 1 3.4.2. Pemanfaatan 30
1.2. Tujuan dan Sasaran 2 3.4.3. Pengawasan 31
1.3. Ruang Lingkup 3
1.4. Peristilahan 3 BAB IV. LEMBAGA YANG BERTANGGUNG JAWAB 32

BAB II. TERUMBU KARANG DAN TERUMBU BUATAN 5 BAB V. PENUTUP 33


2.1. Terumbu Karang 5
2.1.1. Klasifikasi Terumbu Karang 5 LAMPIRAN II : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PESISIR 34
2.1.2. Fungsi dan Manfaat Terumbu Karang 6 DAN PULAU-PULAU KECIL
2.1.3. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi NOMOR: SK.64C/P3K/IX/2004 TENTANG
Keberadaan Karang 7 PEDOMAN PENGELOLAAN TERUMBU BUATAN
2.1.4. Kerusakan pada Terumbu Karang 9 Jenis-Jenis Bahan Untuk Membuat Terumbu Buatan 34
2.2. Terumbu Buatan 9 1. Bahan Alami 34
2.2.1. Fungsi dan Manfaat Terumbu Buatan 9 2. Bahan Buatan 35

iv v
LAMPIRAN III : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PESISIR 38
DAN PULAU-PULAU KECIL
NOMOR: SK.64C/P3K/IX/2004 TENTANG
PEDOMAN PENGELOLAAN TERUMBU BUATAN
Pembuatan Terumbu Buatan dari Beton 38
1. Terumbu Buatan dengan Beton Ringan 38
2. Terumbu Buatan dengan Model Halter, Kubah dan 40
Piramid

UCAPAN TERIMA KASIH 44

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PESISIR DAN PULAU-


PULAU KECIL
NOMOR: 192/P3K-DKP/V/2001 TENTANG
PANITIA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BUATAN

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model-model terumbu buatan yang dikembangkan oleh DKP 49


- Tipe Piramid 49
- Tipe Tumpukan Balok dengan Kubah 49
- Tipe Tumpukan Balok dengan Plat dan Kubah 53
- Tipe Halter 54
- Tipe Kubah 55
- Tipe Piramid 56

Gambar 2. Model-model terumbu buatan 57


- Tipe Cylindical 57
- Tipe Piramid 57
- Tipe Piramid Berongga 57
- Tipe Kubus Berongga 58
- Tipe FP 58
- Tipe Fukushima 58
- Tipe Nagasaki 58
- Tipe Kubus Terbuka 59
- Tipe Pipa Terbuka 60
- Tipe Pipa Modifikasi 61
- Tipe Kubus Piramid 61
- Tipe Piramid Jumbo 61
- Tipe Piramid Modifikasi 62
- Tipe Modifikasi 62
- Tipe Octogonal 62
- Tipe Kubus Modifikasi 62
- Tipe Shrimp Shelter 63
- Tipe Hokkaido 63
- Tipe Modifikasi 63
- Tipe Ibaragi 63
- Tipe Kubus Terbuka Modifikasi 64
- Kubus Piramid 64
- Tipe Modifikasi 64
- Terumbu Buatan di Pulau Lanzarote 64
- Terumbu Buatan Modifikasi 65
- Terumbu Buatan di Falconora 66

vii
DAFTAR FOTO

Foto 1. Modular dengan Beton Ringan 40

Foto 2. Model Halter dan Kubah 42

Foto 3. Model Piramid 42

viii
5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah;
7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
KEPUTUSAN Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
DIREKTUR JENDERAL PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Pusat dan Daerah;
NOMOR: SK.64C/P3K/IX/2004 8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
TENTANG tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom;
PEDOMAN PENGELOLAAN TERUMBU BUATAN
9. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002
tentang Usaha Perikanan;
DIREKTUR JENDERAL PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL,
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
228/M Tahun 2001;
Menimbang : a. Bahwa guna mengatasi kerusakan terumbu
karang alami, perlu dilakukan rehabilitasi biota 11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
karang melalui pengelolaan terumbu buatan 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
secara terencana, terpadu dan berkelanjutan; Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan
b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan Pedoman Tata Kerja Departemen, sebagaimana telah
Pengelolaan Terumbu Buatan dengan Keputusan diubah dengan Keputusan Presiden Republik
Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil; Indonesia Nomor 45 Tahun 2002;
12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang
109 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tugas
Perikanan;
Unit Eselon I Departemen, sebagaimana telah
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang diubah dengan Keputusan Presiden Republik
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Indonesia Nomor 47 Tahun 2002;
Ekosistemnya;
13. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Nomor KEP.24/MEN/2002 tentang Teknik dan
Penataan Ruang; Tata Cara Penyusunan Peraturan Perundang-
undangan di Lingkungan Departemen Kelautan
4. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang
dan Perikanan;
Perairan Indonesia;
14. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

viii ix
Nomor KEP.05/MEN/2003 tentang Organisasi
dan Tata Kerja di Lingkungan Departemen
Kelautan dan Perikanan;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL


PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN
TERUMBU BUATAN

PERTAMA : Memberlakukan Pedoman Pengelolaan Terumbu


Buatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Keputusan ini.
KEDUA : Pedoman sebagaimana dimaksud pada diktum
PERTAMA digunakan sebagai acuan bagi pejabat,
aparat, dan/atau masyarakat luas dalam
melaksanakan pengelolaan terumbu buatan yang
terencana, terpadu, dan berkelanjutan.
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 21 September 2004

Direktur Jenderal Pesisir dan


Pulau-Pulau Kecil,

Widi A. Pratikto

x
LAMPIRAN I:Keputusan Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Mengingat kondisi kerusakan terumbu karang dan mempertimbangkan
Kecil potensi terumbu karang yang semestinya dapat dinikmati oleh bangsa
Nomor: SK.64C/P3K/IX/2004 Indonesia khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya, berbagai
Tentang Pedoman Pengelolaan Terumbu Buatan program mitigasi kerusakan terumbu karang telah, sedang dan akan
dilakukan oleh Pemerintah. Program mitigasi kerusakan terumbu karang
dapat dilakukan secara (a). alami dengan cara menjaga kualitas perairan
BAB I disekitar tempat tumbuh terumbu karang, dan (b). secara buatan melalui
PENDAHULUAN penanaman terumbu buatan.

Terumbu buatan merupakan struktur atau kerangka yang sengaja


1.1. Latar Belakang ditempatkan ke dalam laut sebagai tempat berlindung dan habitat bagi
organisme laut, antara lain sebagai rumpon dan penempel larva karang,
Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang sangat kaya akan atau sebagai perlindungan pantai. Disamping itu juga merupakan strategi
keanekaragaman hayati. Ekosistem ini merupakan simbiosa berbagai alternatif rehabilitasi sumberdaya terumbu karang dan lingkungan
organisme laut yang membentuk jaring-jaring makanan yang kompleks. habitatnya, dengan pengadaan habitat baru dalam ruang laut dan
Sebagai suatu ekosistem alami, terumbu karang memiliki fungsi dan penyediaan lapisan substrat bagi kawasan makan untuk ikan, krustasea
peranan penting bagi kesuburan perairan laut dan pada gilirannya bagi dan moluska.
perekonomian masyarakat pesisir.
Mitigasi dengan cara penanaman terumbu buatan sudah mulai dilakukan
Manfaat terumbu karang secara langsung adalah sebagai habitat di Indonesia. Namun demikian pelaksanaannya belum optimal terutama
sumberdaya ikan, batu karang, pariwisata, wahana penelitian dan terkait dengan penetapan lokasi penanaman, bahan yang digunakan serta
pemanfaatan biota perairan, sedangkan secara tidak langsung berfungsi peranserta masyarakat setempat. Guna meningkatkan efektivitas dan
sebagai bahan penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati dan lain efisiensi pengelolaan terumbu buatan perlu disusun Pedoman Pengelolaan
sebagainya. Terumbu Buatan.

Ekosistem terumbu karang serta biota yang berasosiasi dengan terumbu 1.2. Tujuan dan Sasaran
karang tersebut sangat sensitif terhadap berbagai hal seperti: (1) aliran air
tawar yang berlebihan yang dapat menurunkan nilai salinitas perairan; (2) Tujuan Pedoman ini adalah (i) meningkatkan pemahaman semua pihak
beban sedimen dapat menggangu biota; (3) suhu ekstrim, yaitu suhu terhadap pengelolaan terumbu buatan, (ii) mendorong peranserta
diluar batas suhu toleransi terumbu karang; (4) polusi; (5) badai siklon Pemerintah Daerah dan Masyarakat dalam mitigasi dan rehabilitasi
dan jangkar perahu nelayan (6) beban nutrien yang berlebihan yang terumbu karang melalui penanaman terumbu buatan, dan (iii)
menyebabkan berkembangnya alga secara berlebihan sehingga dapat meningkatkan upaya-upaya pelestarian terumbu karang.
menutupi dan membunuh organisme koral atau dapat menghalangi sinar
matahari sehingga tingkat fotosistesis dari koral akan menurun; (7) Sasaran Pedoman ini adalah (i) terwujudnya peningkatan pemahaman
eksploitasi terumbu karang melalui penambangan. semua pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan terumbu buatan,

1 2
(ii) meningkatnya peranserta Pemerintah Daerah dan Masyarakat dalam Terumbu buatan
rangka mitigasi dan rehabilitasi terumbu karang menggunakan metode adalah habitat buatan yang dibangun di laut dengan maksud
penanaman terumbu buatan, dan (iii) tercapainya peningkatan upaya- memperbaiki ekosistem yang rusak, sehingga dapat memikat jenis-
upaya pelestarian terumbu karang di Indonesia. jenis organisme laut untuk hidup dan menetap; biasanya terbuat dari
timbunan bahan-bahan seperti bekas ban mobil, cetakan semen/beton,
1.3. Ruang Lingkup bangkai kerangka kapal, badan mobil bekas, bambu dan sebagainya.

Ruang lingkup Pedoman ini adalah pendahuluan, peristilahan umum,


terumbu karang dan terumbu buatan, prinsip-prinsip pengelolaan terumbu
buatan, lembaga yang bertanggung jawab serta penutup.

1.4. Peristilahan

Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan :

Mitigasi kerusakan terumbu karang


adalah upaya pencegahan dan perbaikan kerusakan terumbu karang
baik yang dilakukan secara non struktural melalui penyadaran,
sosialisasi dan peningkatan pemahaman masyarakat terhadap manfaat
terumbu karang, maupun yang dilakukan secara struktural melalui
transplantasi atau melalui penanaman terumbu buatan.
Rehabilitasi
adalah proses perbaikan ekosistem atau populasi yang telah rusak ke
kondisi yang tidak rusak, yang mungkin berbeda dari kondisi semula.
Sumberdaya pesisir
adalah sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan jasa-jasa
lingkungan yang terdapat di wilayah pesisir. Sumberdaya alam terdiri
atas sumberdaya hayati dan non hayati. Sumberdaya hayati antara lain
ikan, rumput laut, padang lamun, hutan mangrove dan terumbu
karang serta biota perairan lainnya; sedangkan sumberdaya non hayati
terdiri dari lapisan lahan pesisir, permukaan air, sumberdaya di dasar
laut seperti minyak bumi dan gas, pasir, timah dan mineral lainnya.

3 4
BAB II atau pantai, serta pada umumnya terdapat perairan yang
TERUMBU KARANG DAN TERUMBU BUATAN dalam/laguna di antara terumbu dan daratan. Terumbu karang
penghalang terjadi karena adanya penurunan pantai, sehingga
terpisahkan garis pantai yang baru oleh suatu laguna.
2.1 Terumbu Karang
c. Terumbu Karang Atol
2.1.1 Klasifikasi Terumbu Karang
Terumbu karang atol merupakan bentukan karang yang terjadi
Terumbu karang merupakan komunitas organisme laut yang unik karena proses biologis dan tektonis, mula -mula terbentuk di
dan telah terorganisasi dan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga sekeliling gunung api di laut. Selanjutnya, karena proses tektonik
bentuk utama sebagai berikut: gunung api mengalami penurunan sehingga lokasinya semakin jauh
dari daratan. Apabila proses penurunan terus berlangsung hingga
a. Terumbu Karang Tepi daratan tenggelam, maka yang tersisa adalah cincin terumbu karang
yang mengelilingi laguna.
Terumbu karang tepi atau dikenal juga sebagai terumbu karang
pantai adalah terumbu karang yang berada dekat dan sejajar dengan 2.1.2 Fungsi dan Manfaat Terumbu Karang
garis pantai. Pada jenis ini, terdapat celah yang sempit dan relatif
dangkal antara terumbu karang dan pantai. Daerah antara terumbu Secara umum, manfaat terumbu karang adala h sebagai berikut:
dan daratan pantai biasanya merupakan laguna dangkal. Berdasar
1. Pelindung pantai dari angin, pasang surut, arus dan badai.
konsep pertumbuhan terumbu karang, terumbu karang tepi
merupakan bentuk terumbu yang relatif muda dan merupakan 2. Sumber plasma nuftah dan keanekaragaman hayati yang
bentuk dasar yang kemudian dapat berkembang menjadi terumbu diperlukan bagi industri pangan, bioteknologi dan kesehatan.
karang atol dan terumbu karang penghalang. 3. Tempat hidup ikan-ikan, baik ikan hias maupun ikan target,
yaitu ikan-ikan yang tinggal di terumbu karang.
Karena lokasinya yang terletak dekat dengan daratan maka
keberadaannya sangat bergantung pada kondisi dan proses 4. Tempat perlindungan bagi organisme laut.
lingkungan yang terjadi di daratan. Faktor lingkungan darat yang 5. Penghasil bahan-bahan organik sehingga memiliki produktivitas
paling berpengaruh terhadap keberadaan terumbu karang tepi organik yang sangat tinggi dan menjadi tempat mencari makan,
adalah proses-proses yang terjadi di muara sungai dan aktivitas tempat tinggal dan penyamaran bagi komunitas ikan.
manusia di pantai.
6. Bahan konstruksi jalan dan bangunan, bahan baku industri dan
b. Terumbu Karang Penghalang perhiasan, sebagai contoh karang batu.
7. Merupakan daerah perikanan tangkap dan wisata karang, yang
Karang penghalang serupa dengan karang tepi kecuali bahwa ada secara sosial ekonomi memiliki potensi yang tinggi.
jarak yang cukup jauh antara formasi karang jenis ini dan daratan

5 6
8. Perlindungan pantai terhadap erosi gelombang, karena dengan perairan dekat pantai umumnya menurun sehingga produktivitas
adanya terumbu karang, gelombang pecah terjadi sebelum karang juga menurun.
mencapai pantai, sehingga pantai terlindung dari energi yang
merusak. c. Cahaya matahari

2.1.3 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Keberadaan Keberadaan terumbu karang sebagai penghasil energi primer sangat
Terumbu Karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesa. Oleh
sebab itu keberadaan cahaya matahari merupakan faktor yang
Berbagai persyaratan lingkungan yang dibutuhkan untuk sangat penting bagi keberadaan terumbu karang. Dalam hal ini
mendukung keberadaan terumbu karang adalah sebagai berikut : ketebalan lapisan photic atau lapisan yang masih ditembus sinar
matahari menentukan kedalaman zona karang. Pada perairan yang
a. Suhu jernih, tingkat kecerahan air tinggi dan cahaya matahari dapat
menembus hingga dalam, karang dapat tumbuh hingga perairan
Terumbu karang dijumpai pada perairan yang suhunya tidak terlalu yang dalam.
dingin hingga suhu rerata sekitar 18o C. Oleh karena itu, terumbu
karang terdapat dalam wilayah yang luas di perairan tropis. d. Sedimen dan substrat dasar
Walaupun denikian, toleransi penyusun karang terhadap perubahan
suhu berbeda antara satu spesies karang dengan spesies karang Substrat dasar dibutuhkan oleh terumbu karang untuk menempel.
lainnya. Beberapa spesies tidak dapat mentoleransi perubahan suhu Sedimen merupakan unsur penting bagi kehidupan karang, namun
lebih dari 5o C dalam waktu yang lama. Bahkan kenaikan suhu laten sedimentasi/siltasi yang terlampau besar dari daratan merupakan
sebesar 3o C secara terus menerus dapat menimbulkan pemutihan ancaman besar bagi kehidupan karang. Lumpur halus dalam bentuk
karang yang sangat merusak karang. Upwelling atau naiknya massa sedimen terlarut yang mengendap akan menutupi pori-pori
air di bagian bawah perairan akibat perbedaan suhu sangat binatang karang dan menyebabkan kematian.
mendorong peningkatan produktivitas pertumbuhan terumbu
karang. Oleh karena itu, terumbu karang yang subur umumnya e. Nutrisi
dijumpai di perairan yang mengalami upwelling musiman.
Kelimpahan nutrisi, terutama fosfat dan nitrogen, dibutuhkan
b. Salinitas sebagai unsur utama bagi kehidupan karang. Sumber nutrisi
tersebut dapat berasal dari darat ataupun dari substrat dasar laut
Salinitas berpengaruh besar terhadap produktivitas terumbu karang. serta air laut dalam yang terangkat karena proses upwelling.
Di perairan Indonesia debit sungai sangat besar pengaruhnya pada
salinitas perairan pantai, yang pada gilirannya mempengaruhi f. Sirkulasi air
pertumbuhan terumbu karang, terutama karang tepi. Pada musim
penghujan di mana debit sungai meningkat dengan pesat, salinitas Sirkulasi air dibutuhkan oleh terumbu karang dan mahluk hidup
lainnya yang bersimbiosa dalam komunitas karang untuk

7 8
membawa oksigen, nutrisi, spora, telur serta larva biota tersebut. Fungsi tambahan terumbu buatan di antaranya adalah sebagai
Adanya sirkulasi/arus air yang tidak terlalu deras sangat penting berikut:
bagi penyebaran dan pertumbuhan karang.
1) Untuk melindungi organisme kecil, anak ikan (juvenil) dan ikan
muda terhadap pemanenan dan penangkapan dini.
2.1.4 Kerusakan pada Terumbu Karang
2) Untuk melindungi daerah asuhan terhadap cara-cara
Kerusakan terumbu karang secara langsung mengurangi fungsi- pemanfaatan dan penangkapan yang bersifat merusak.
fungsi alaminya sebagai telah disebutkan dimuka. Apabila 3) Mengurangi laju erosi pantai dalam jangka panjang.
kerusakan ini tidak segera diatasi maka potensi ekonomi dan
lingkungan terumbu karang yang sangat besar dikhawatirkan akan 4) Dalam jangka panjang, meningkatkan produktivitas alami
hilang. melalui suplai habitat baru bagi ikan dan organisme yang
menempel secara permanen atau organisme kecil serta
2.2 Terumbu Buatan menyediakan substrat bagi pertumbuhan karang baru dan
berbagai jenis biota yang akan merupakan sumber makanan bagi
Terumbu buatan adalah struktur atau kerangka yang sengaja diletakkan ke ikan.
dalam laut yang ditujukan sebagai tempat berlindung dan habitat bagi
organisme laut (sebagai rumpon dan penempel larva karang), atau sebagai 2.2.2 Jenis – Jenis Bahan Untuk Membuat Terumbu Buatan
perlindungan pantai.
2.2.2.1 Bahan Alami
2.2.1 Fungsi dan Manfaat Terumbu Buatan
Bahan alami yang biasa digunakan untuk membuat terumbu
Fungsi utama terumbu buatan adalah sebagai berikut: buatan adalah sebagai berikut:
1) Restorasi atau rehabilitasi fungsi-fungsi penting terumbu karang (a) Kayu dan bambu;
alami yang rusak, yang ada di sekitarnya. (b) Kulit kerang;
(c) Batu pecah atau batu gamping.
2) Untuk menarik dan mengumpulkan organisme (ikan dan bukan
ikan) sehingga upaya penangkapannya lebih mudah dan efisien. Uraian secara rinci sebagaimana terlampir dalam lampiran II.
3) Melindungi daerah penangkapan tradisional dari beroperasinya
kapal pukat (trawl). 2.2.2.2 Bahan Buatan
4) Membuka peluang baru bagi usaha pariwisata bahari dalam
Bahan alami yang biasa digunakan untuk membuat terumbu
bentuk kegiatan penyelaman, snorkeling, pemancingan dan
buatan adalah sebagai berikut:
sebagainya.

9 10
(a) Beton BAB III
(b) Bahan bekas yang tidak terpakai PRINSIP-PRINSIP
(c) Bahan pengendap elektronis PENGELOLAAN TERUMBU BUATAN

Uraian secara rinci sebagaimana terlampir dalam


Lampiran II.
Prinsip-prinsip pengelolaan terumbu buatan terdiri dari (i) perencanaan,
(ii) pembuatan, (iii) penempatan dan penenggelaman, dan (iv)
pemanfaatan. Pengelolaan terumbu buatan dimulai sejak penetapan tujuan
penempatan terumbu buatan hingga terjaminnya keberlanjutan kehidupan
terumbu itu sendiri. Karena terumbu buatan ditujukan untuk kepentingan
masyarakat maka masyarakat harus diikutsertakan sejak dari perencanaan,
pemasangan, pemeliharaan dan pengawasan terumbu buatan.

3.1 Perencanaan Terumbu Buatan

Perencanaan terumbu buatan harus dilakukan sebelum dilaksanakan


pembuatan dan pemasangan terumbu buatan. Perencanaan tersebut
dimulai dengan penentuan tujuan dan sasaran. Tujuan dan sasaran
tersebut menentukan pemilihan lokasi, desain terumbu, pembuatan dan
konstruksi, sistem pemanfaatan, efektivitas dan kegunaan serta
keterlibatan masyarakat dalam program terumbu buatan.

Program terumbu buatan dengan tujuan untuk mitigasi dan rehabilitasi


terumbu karang memerlukan pengetahuan ekologi secara menyeluruh
mengenai lokasi dan penyebab kerusakan terumbu karang. Pemahaman
tentang ekologi lingkungan di lokasi tersebut merupakan dasar dalam
memilih dan membuat simulasi terhadap bahan dan material yang akan
digunakan. Perencanaan terumbu buatan sebagai habitat baru bagi
ekosistem laut memiliki konsep bahwa fungsi terumbu buatan harus
memiliki atau paling tidak mendekati fungsi-fungsi fisik, bio-ekologi dan
estetika, serta fungsi sosial budaya dan ekonomi terumbu karang alami.

Penerapan teknologi terumbu buatan untuk peningkatan populasi ikan


komersial memerlukan informasi tentang keberadaan lokasi khusus untuk

11 12
ikan-ikan komersial tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam 11. Scallop, mussel atau clam beds,
penentuan tujuan dan sasaran program adalah kemungkinan konflik yang 12. Kehidupan dasar perairan yang sudah ada (wilayah laut
akan muncul dalam pemanfaatan terumbu buatan, misalnya antara olah menyangga pertumbuhan sponges, sea fans, koral dan
raga pemancingan dan penyelaman dengan kepentingan nelayan. Untuk kumpulan invertebrata yang pada umumnya terdapat pada
menghindari hal-hal tersebut, maka diperlukan pengaturan oleh batuan),
Pemerintah setempat mengenai pemanfaatannya. Pendekatan lain untuk
menghindari konflik tersebut adalah menempatkan terumbu buatan jauh
Dalam menentukan lokasi penempatan terumbu buatan perlu
dari pantai atau lokasi yang tidak mudah dijangkau oleh nelayan.
dilakukan kajian terhadap kondisi (i) sosial ekonomi, (ii) geologi
Penempatan terumbu buatan dilakukan secara menyebar, ditempatkan
dan geomorfologi laut, (iii) hidro-oseanografi, (iv) kualitas air laut,
pada dasar perairan yang luas dan datar dengan dasar pasir atau pasir
dan (v) biologi lingkungan.
campur. Pada dasarnya perencanaan terumbu buatan memanfaatkan sifat
dasar ikan yang cenderung berkumpul atau tertarik pada benda-benda 3.1.1.1 Sosial Ekonomi
yang ada di dasar laut. Kecenderungan ikan berkumpul di sekitar terumbu
karang sudah dikenal oleh masyarakat sejak lama dan dimanfaatkan untuk Aspek sosial ekonomi yang perlu dikaji meliputi :
membuat rumpon. 1. Perkiraan kegunaan terumbu buatan;
2. Jumlah penduduk;
3.1.1 Penentuan Lokasi 3. Mata pencaharian;
4. Tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya ikan;
Penentuan lokasi penanaman terumbu buatan harus menghindari 5. Infrastruktur;
kawasan sebagai berikut: 6. Adat istiadat.
1. Alur pelayaran,
Pembuatan terumbu buatan yang ditujukan sebagai
2. Lokasi kegiatan militer,
pengumpul ikan memerlukan informasi tambahan sebagai
3. Perairan yang memiliki kualitas air rendah (tercemar) seperti berikut:
tingkat kelarutan oksigen rendah, daerah pengerukan dan 1. Target spesies ikan yang diprioritaskan;
sebagainya, 2. Jarak dari pelabuhan atau alur masuk pelayaran terdekat;
4. Dasar laut dengan topografi yang tidak rata, 3. Metoda dan daerah penangkapan ikan tradisional.
5. Jalur pipa migas, kabel bawah laut dan lain-lain,
Untuk peningkatan produksi ikan komersial maka lokasi
6. Zona inti kawasan konservasi,
yang paling sesuai adalah daerah dengan komunitas
7. Zona Penambangan, penduduk nelayan dan infrastruktur yang memadai.
8. Pada terumbu karang yang masih baik, Terumbu buatan yang ditujukan untuk alternatif lokasi
9. Pada lapisan penting dari rumput laut atau makroalgae, penangkapan, cagar alam, daerah pembesaran atau habitat
10. Oyster reefs (kecuali untuk penggantian simpanan pada shell), pemijahan harus dilokalisir dalam bentuk zona pengelolaan
khusus dan diatur sedemikian rupa guna meminimalkan

13 14
aktivitas perikanan hingga batas waktu tertentu untuk dapat pengidentifikasian pusat kebutuhan pengguna, areal dan
dimanfaatkan secara terbuka. sistem penerimaan air perlu dikaji. Terumbu sebaiknya
direncanakan pada areal dimana tersedia penunjang fasilitas
Terumbu buatan untuk perikanan komersial dapat akses publik dan infrastruktur.
ditempatkan tidak jauh dari pelabuhan. Namun demikian,
aspek konservasi harus tetap dipertimbangkan. Terumbu 3.1.1.2 Geologi dan Geomorfologi Laut
yang ditujukan untuk perlindungan, pemeliharaan dan
pemijahan ikan sebaiknya dikelola untuk meminimasi Untuk menentukan lokasi berdasarkan aspek geologi,
tekanan penangkapan. diperlukan kajian yang meliputi identifikasi jenis sedimen
dan karakter dasar laut. Kajian ini sangat penting sebab akan
Pembuatan terumbu buatan yang ditujukan sebagai berpengaruh pada kestabilan dan daya tahan terumbu buatan.
penghadang trawl, memerlukan informasi tambahan tentang Dasar laut dengan jenis sedimen lunak seperti lempung,
sejauh mana kapal-kapal trawl beroperasi di lokasi tersebut endapan lumpur dan gundukan pasir sedapat mungkin
dan tingkat potensi konflik antar nelayan dihindari karena dapat berakibat terjadinya penimbunan
terumbu buatan oleh sedimen atau tertutupi sebagian. Hal ini
Pembuatan terumbu buatan yang ditujukan sebagai dapat berakibat menurunnya dan bahkan hilangnya daya
kepentingan wisata bahari, memerlukan informasi tambahan dukung terumbu buatan sebagai habitat ikan.
sebagai berikut:
Dasar laut dengan batuan keras dan sedikit berpasir
1. Jenis kegiatan wisata bahari;
merupakan substrat yang paling baik untuk lokasi
2. Jumlah wisatawan yang berkunjung.
penempatan terumbu buatan. Lumpur dan pasir yang terlalu
berlebihan dapat mengganggu organisme dasar yang
Terumbu buatan untuk kepentingan wisata biasanya
bersimbiosis dengan struktur terumbu buatan yang
ditempatkan di daerah padat penduduk. Terumbu buatan juga
menutupinya. Demikian pula sedimentasi yang terjadi
cocok dibangun di daerah yang minim penduduk untuk
melalui kolom air (kekeruhan) dapat menurunkan komunitas
mendorong perekonomian setempat dan mengurangi tekanan
organisme penempel akibat berkurangnya penetrasi cahaya
perikanan. Terumbu buatan yang dibuat untuk penyelaman
matahari.
harus difokuskan pada pusat keramaian penduduk dimana
daerah tersebut potensial dan menyediakan penyewaan Ketersediaan jenis dasar yang diperoleh dari data sekunder
fasilitas selam. Terumbu untuk wisata sebaiknya hanya dapat digunakan dalam pemilihan awal lokasi. Oleh
ditempatkan secara aman terhadap kegiatan penyelaman dan karena itu diperlukan survei untuk mendapatkan data secara
pada lokasi tersebut mudah diawasi oleh pengelola terumbu. detail sebelum menentukan lokasi penempatan terumbu
buatan.
Terumbu buatan untuk penelitian, perlindungan organisme
air dan peruntukan lain bagi sebagian orang akan memiliki Dasar laut yang baik untuk penempatan terumbu buatan
kriteria penempatan yang lebih spesifik. Dalam setiap adalah daerah dengan bentuk permukaan dasar yang

15 16
beragam, seperti cekungan dan gundukan, palung dan bukit, 3) Kedalaman air laut berpengaruh dalam hal keselamatan,
serta batimetri yang kompleks. Daerah yang baik adalah target spesies, penggunaan akses menuju lokasi misalnya
daerah yang menyerupai keadaan pulau-pulau, teluk, alur di antara kapal nelayan kecil dan besar, nelayan komersial
permukaan air/daratan. Daerah dengan keragaman bentuk dan olah raga pemancingan, nelayan dan penyelam.
tekstur dan kontur pada umumnya memiliki pola arus yang
beragam baik kecepatan maupun arahnya. Keragaman 4) Kedalaman air juga berpengaruh pada komposisi spesies
tersebut akan mendorong keanekaragaman habitat dan pada terumbu buatan, termasuk semua organisme penempel
penghuninya. yang bersimbiosis dengan karang, tumbuhan yang hidup
dan kumpulan ikan.
Namun demikian, lokasi penempatan terumbu buatan
diusahakan berada pada dasar yang agak rata dan Informasi data gelombang juga diperlukan, meskipun besarnya
mempunyai tekstur dasar yang keras dan tidak berlumpur. interaksi gelombang dengan suatu terumbu buatan sulit
Jenis tekstur dasar ini dapat diidentifikasi berdasarkan ditentukan. Namun yang jelas bahwa parameter gelombang
pengukuran kecepatan arus dan pengambilan sampel merupakan parameter yang dapat merusak terumbu buatan,
sedimen dasar. tergantung pada tinggi gelombang, kecepatan gelombang,
kedalaman terumbu, serta kepadatan dan gesekan material
3.1.1.3 Hidro-Oseanografi dengan gelombang. Parameter gelombang dapat menyebabkan
terjadinya proses pengadukan sedimen dasar pada terumbu
Penentuan lokasi penempatan terumbu buatan harus buatan atau ketidakstabilan material terumbu buatan yang
memperhatikan kajian hidro-oseanografi yang meliputi dapat berakibat pergeseran dari posisi awal. Dengan demikian
desain terumbu buatan harus didasarkan pada data kedalaman
kedalaman air, tinggi gelombang, kecepatan dan arah arus,
dan kondisi gelombang untuk menjaga kestabilan.
serta data pasang surut. Informasi rinci kedalaman air
diperlukan untuk beberapa alasan, yaitu:
Data karakteristik arus baik arus pasut ataupun arus musim
1) Terumbu buatan harus ditempatkan pada kedalaman yang juga sangat penting sebab dapat digunakan dalam menentukan
cukup untuk menghindari terjadinya gangguan terhadap desain dan pemilihan material terumbu buatan. Terumbu harus
sistem navigasi laut. Paling tidak keselamatan kapal yang didesain agar tahan terhadap kehancuran dan pergerakan yang
digunakan dalam survei penempatan. Oleh karena itu, mungkin diakibatkan oleh arus. Idealnya, diperlukan kajian
selain data kedalaman di lokasi penempatan juga secara teknis mengenai desain dan jenis material.
diperlukan data kedalaman di sekitar lokasi. Data
kedalaman juga dapat digunakan dalam Terumbu buatan untuk perikanan yang ditempatkan
disepanjang area dengan arus yang optimal akan menciptakan
2) kegiatan pemilihan bahan dan desain materia l, pemberian aliran maksimum yang membawa nutrien atau makanan,
tanda navigasi kapal dan metode pemberian tanda. kelarutan oksigen yang tinggi dan meningkatkan ketersediaan
makanan untuk organisme terumbu serta dapat meningkatkan

17 18
daya perekat untuk telur-telur ikan. Jika cukup besar, maka 1. Suhu. Faktor utama yang mempengaruhi keberadaan
akan menarik dan mengkonsentrasikan makanan ikan dan juga terumbu karang adalah suhu. Karang tidak pernah tumbuh
pemangsanya yang merupakan target para nelayan. di perairan yang suhunya kurang dari 18o C. Perairan
tropis dengan suhu sekitar 25o C – 31o C adalah tempat
Pertama, untuk ikan jenis penetap di terumbu karang, daerah yang paling sesuai untuk pertumbuhan karang.
dekat lokasi upwelling dengan suplai plankton dan benthos
2. Penyinaran matahari. Sinar matahari penting bagi alga
yang kaya merupakan lokasi yang ideal. Kedua, untuk ikan
karang zooxanthellae dan plankton untuk proses
jenis yang menyenangi aliran massa air harus menjadi
fotosintesa periphyton. Karena itu terumbu karang tidak
perhatian utama di samping kelimpahan unsur hara sebagai
dapat tumbuh di perairan yang dalam, kurang mendapat
bahan makanan ikan, dengan fluktuasi kadar garam dan suhu
sinar matahari dan perairan yang keruh.
yang tidak tinggi lebih disukai oleh ikan. Daerah yang
merupakan pertemuan gelombang dalam dan pasang-surut 3. Kejernihan air. Kejernihan air mempengaruhi penetrasi
merupakan daerah ikan yang baik. Ketiga, jenis ikan yang sinar matahari dan pada akhirnya mempengaruhi proses
sangat sensitif terhadap gerakan massa air, mereka tidak fotosintesa. Sedimentasi dari daratan atau kegiatan
berpindah dari aliran massa air kecuali untuk makan atau manusia akan merusak terumbu karang.
memijah. Oleh karena itu aliran massa yang besar merupakan 4. Salinitas. Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan
lokasi yang tepat untuk ikan jenis ini. dengan salinitas sama atau mendekati salinitas air laut
normal. Karena itu karang hanya sedikit dapat tumbuh di
Keadaan dasar laut yang perlu diperhatikan adalah kelimpahan dekat muara sungai besar.
bahan organik seperti benthos dan detritus, serta keadaan arus.
Suhu dan salinitas serta fluktuasinya harus mendukung 5. Oksigen terlarut (DO). Terumbu karang akan tumbuh
pertumbuhan organisme laut. Kecepatan arus di lokasi tidak secara optimal pada perairan dengan oksigen terlarut
boleh melebihi 3 km/jam. Terumbu karang tidak dapat tumbuh kurang lebih 5 mg/l.
dengan baik pada daerah yang berarus kuat dan daerah yang 6. Faktor lainnya seperti BOD, tingkat polusi dan faktor
sering mengalami badai dan angin ribut. Pemasangan terumbu biologi yang akan mempengaruhi produktivitas biologi
harus menghadang aliran arus sehingga bangunan terumbu dan fungsi terumbu buatan.
akan memotong pergerakan ikan yang biasanya mengikuti
arus.
Data kualitas air dapat diperoleh dari pemerintah daerah dan
instansi terkait lain. Jika data tersebut tidak tersedia, maka
3.1.1.4 Kualitas Air Laut diperlukan survei secara la ngsung untuk mendapatkan data
mengenai kualitas perairan yang akan dijadikan lokasi
Kualitas air yang harus menjadi pertimbangan dalam penempatan terumbu buatan.
menentukan lokasi penempatan terumbu buatan :

19 20
3.1.1.5 Biologi Lingkungan 3. Kondisi perairan memenuhi persyaratan hidup terumbu
karang seperti kecerahan, sirkulasi, kadar oksigen dan
Efektivitas terumbu buatan secara garis besar ditentukan oleh salinitas,
proses biologi yang dapat meningkatkan kondisi habitat 4. Jauh dari terumbu karang asli yang masih dalam kondisi
untuk simbiosis organisme avertebrata dan spesies ikan serta baik, paling kurang sekitar 500 meter hingga 1 km dari
kemampuan terumbu buatan untuk meningkatkan terumbu karang asli,
penangkapan komersial atau rekreasi pemancingan. Hal ini
berarti kondisi biologi perairan merupakan faktor kunci 5. Berdekatan dengan sumber makanan biota laut alternatif
dalam menentukan lokasi penempatan terumbu buatan. seperti hutan mangrove dan hamparan rumput laut.
Sebaiknya jauh dari muara sungai serta aliran lumpur
Konstruksi terumbu buatan perlu disesuaikan dengan target baik dari sungai maupun sumber-sumber bersedimentasi
spesies, kumpulan spesies serta memahami sejarah lainnya,
kehidupannya. Dengan demikian diharapkan populasinya 6. Hindari daerah dengan arus bawah air yang kuat serta
dapat meningkat atau ekologinya dapat dibangun kembali di aliran air yang tercemar dari sumber-sumber pencemaran
lokasi terumbu buatan. Disamping itu, persyaratan di darat dan laut,
lingkungan atau habitat spesies tersebut perlu diidentifikasi 7. Ditempatkan pada lokasi terumbu karang yang rusak
secara tepat. Jika spesies yang ditargetkan sensitif pada karena pengeboman, penambangan atau tangkap lebih
temperatur, salinitas, tingkat kelarutan oksigen, kekeruhan (overfishing),
air laut dan pencemaran serta jenis makanan tertentu maka
parameter tersebut harus digunakan di dalam penentuan 8. Ditempatkan pada lokasi yang mempunyai dasar laut batu
lokasi dan kriteria desain terumbu buatan. Sebagai contoh, berpasir atau pasir berbatu,
untuk spesies ikan-ikan demersal (dasar) maka ukuran
terumbu buatan harus rendah dan sedang, memiliki lubang Pertimbangan ekologis lain yang perlu dipertimbangkan
dan rongga yang bervariasi serta mampu menjadi tempat adalah kecocokan habitat untuk ikan yang menjadi target
perlindungan anak ikan (juvenile) dan ikan dewasa. pembuatan terumbu buatan tersebut. Oleh karena itu,
informasi mengenai aspek biologis dan siklus hidup ikan
Mempertimbangkan karakteristik perairan Indonesia, kriteria target termasuk pola migrasinya perlu diketahui. Peletakan
umum bagi lokasi penempatan terumbu buatan adalah terumbu buatan sebaiknya dilakukan pada jalur lintasan ikan
sebagai berikut: tersebut sehingga akan memikat ikan-ikan yang melintas.
Selanjutnya kondisi fisik dan kimiawi air seperti suhu, kadar
1. Pada kedalaman dengan kisaran 0 – 35 meter yang masih garam, kedalaman, kecerahan, arus harus diperhatikan agar
terdapat penetrasi sinar matahari, sesuai dengan kebutuhan habitat ikan target. Faktor-faktor
2. Pada dasar laut yang rata, keras, kurang berpasir dan tidak tadi diusahakan mendukung tahapan pertumbuhan ikan yang
berlumpur, diharapkan berkumpul di sekitar terumbu buatan.

21 22
Pemilihan lokasi harus pula disesuaikan dengan jenis ikan 3) Zat kimia (chemotaxis) yang terlarut dalam air merupakan
yang menjadi sasaran. Untuk ikan yang menetap, terumbu penarik bagi beberapa jenis avertebrata dan ikan untuk
buatan akan berfungsi sebagai perluasan habitatnya. Oleh mendekati atau menjauhinya;
karena itu lokasi yang tepat adalah daerah dengan distribusi
4) Gravitasi (balance-taxis): kemampuan ikan untuk tetap tegak di
larva yang tinggi serta daerah-daerah yang baik untuk
dalam air;
berpijah ikan target.
5) Aliran air (flow-taxis): kemampuan ikan mengenali aktivitas di
Untuk ikan yang menyukai gerakan air, lokasi pada jalur sekitarnya dari aliran air dan fluktuasinya;
lintasan ikan tersebut baik pada tingkat larva, anakan 6) Sentuhan (contact-taxis): membantu ikan mengenali posisinya
maupun dewasa merupakan lokasi yang harus dipilih. Dalam melalui hubungan dengan benda-benda yang ada di dasar
hal ini terumbu buatan akan berfungsi sebagai daerah perairan;
mencari makan bagi ikan-ikan tersebut untuk tumbuh besar.
Sedangkan untuk jenis ikan yang sangat sensitif terhadap 7) Tekanan (osmotaxis): membantu ikan mengenali lingkungan
gerakan massa air, lokasi yang harus ditetapkan adalah jalur dan posisi benda-benda di sekitarnya serta berkomunikasi
lintasan ikan dewasa. dengan kelompoknya;
8) Suara (audio -taxis): kecenderungan beberapa spesies ikan
3.1.2 Pemilihan Jenis Terumbu Buatan Berdasarkan Target tertarik pada suara tertentu.
Ikan
Sebagai ilustrasi, apabila spesies ikan yang menjadi target adalah
Dalam pemilihan jenis terumbu buatan, pemahaman terhadap sifat jenis ikan yang tertarik pada cahaya, maka pendaran cahaya
ikan dalam merespon lingkungan sangat diperlukan. Masing- melalui rongga-rongga terumbu buatan menjadi penting.
masing spesies ikan memiliki sifat ketertarikan (taksis) yang Sebaliknya bila spesies ikan tertarik pada olakan arus, maka olakan
berbeda-beda terhadap lingkungannya. Berdasar sumber taksisnya, yang ditimbulkan oleh terumbu buatan menjadi faktor utama
dapat dibedakan beberapa jenis taksis sebagai berikut: perancangan. Mengingat setiap spesies ikan memiliki
kecenderungan yang khas, maka terumbu karang yang bentuk dan
1) Cahaya (phototaxis): kecenderungan beberapa spesies ikan sifatnya beragam akan cenderung mengumpulkan berbagai jenis
tertarik pada cahaya/sumber cahaya, seperti ikan ekor kuning ikan dibanding bentuk yang seragam.
dan bawal;
2) Tempat gelap (anti-phototaxis): kecenderungan beberapa Secara umum terdapat tiga jenis reaksi ikan terhadap terumbu
spesies ikan untuk bersembunyi/mencari tempat yang gelap. buatan :
Umumnya ikan-ikan dasar perairan memiliki sifat ini, juga ikan- 1. Jenis ikan yang cenderung berhubungan langsung dengan
ikan nokturnal; terumbu buatan. Ikan-ikan ini berkumpul di dalam rongga-
rongga terumbu buatan serta menempel pada terumbu buatan
(seperti ikan batu dan kerapu).

23 24
2. Jenis ikan-ikan yang tidak secara langsung berhubungan dengan mengembangkan terumbu buatan modular dengan beton ringan, model
terumbu buatan, tetapi berkumpul dan berenang secara halter, model kubah dan piramid.
berkelompok di sekitar terumbu buatan atau di dekat dasar di
sekeliling terumbu buatan (red sea-bream, crimson sea-bream, Saat ini terdapat ± 60 model terumbu buatan yang terbuat dari beton.
parrot bass, flounder, sole, blanquillo). Dalam pedoman ini dijelaskan tentang pembuatan terumbu buatan
3. Jenis ikan-ikan yang berenang di dekat permukaan air atau modular dengan beton ringan, model halter, model kubah dan piramid.
lapisan air di atas terumbu buatan, relatif jauh dari terumbu Secara lengkap sebagaimana terlampir dalam lampiran III.
buatan (misalnya ikan ekor kuning, sarden, skipjack, dorado).
3.3 Penempatan dan Penenggelaman
Jenis terumbu buatan yang akan dibuat harus disesuaikan dengan
jenis ikan yang menjadi target pembuatan terumbu buatan. Untuk Penempatan dan penenggelaman terumbu buatan merupakan tahapan
ikan jenis pertama, maka terumbu buatan dibuat dengan rongga dan setelah pemilihan model terumbu buatan dan konstruksinya. Kegiatan ini
ukuran lubang yang cukup untuk mengakomodasi berbagai ukuran meliputi kegiatan mobilisasi terumbu buatan dari lokasi pembuatan ke
ikan selama tahap pertumbuhannya. lokasi penempatan dan penenggelaman. Kegiatan mobilisasi dapat
dilakukan dengan alat angkut yang sesuai dengan ukuran dan berat dari
Ikan jenis kedua cenderung responsif terhadap rangsangan cahaya masing-masing tipe terumbu buatan yang dipilih.
dan suara yang terdapat pada gurat sisi ikan. Untuk ikan jenis ini
diperlukan jarak bebas dan rongga yang cukup besar antar unit Penempatan dan penenggelaman terumbu buatan dengan modular beton
terumbu buatan untuk memudahkan ikan mengenali keberadaan ringan, tipe halter dan tipe kubah cukup menggunakan kapal motor,
terumbu buatan tetapi tidak lebih besar dari 2 m. Pada malam hari, sedangkan untuk penanaman terumbu buatan piramid dibutuhkan kapal
ketika cahaya terbatas maka ikan-ikan tersebut akan meninggalkan yang memiliki peralatan seperti mobile crane untuk mobilisasi terumbu
terumbu buatan. Ikan-ikan yang tetap tinggal mengandalkan buatan dari darat ke atas dek kapal, atau kapal yang dilengkapi dengan
perubahan tekanan air yang diakibatkan oleh olakan di sekitar main gantry untuk mobilisasi terumbu buatan dari darat ke lokasi
terumbu buatan. Oleh karena itu, struktur rongga-rongga terumbu penempatan serta menempatkan terumbu buatan di bawah permukaan laut
buatan diusahakan menimbulkan olakan arus laut di sekitar secara tepat dan akurat.
terumbu buatan.
Untuk menjamin keberhasilan penempatan dan penenggelaman secara
3.2 Pembuatan Terumbu Buatan Dari Beton akurat dan tepat, kegiatan ini perlu didukung ketersediaan peta navigasi
laut, peta lokasi penempatan dan sistem penentuan posisi yang akurat.
Dengan memperhatikan keuntungan dan kelamahan masing-masing Penempatan yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya pergeseran
bahan yang telah diuraikan dalam Bab 3, maka dalam pedoman ini lokasi penempatan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keberhasilan
disarankan untuk membuat terumbu buatan dari beton. Desain terumbu program terumbu buatan. Selain peralatan transportasi, dibutuhkan pula
buatan hendaknya dipilih yang paling sederhana dan ekonomis tanpa peralatan pendukung lainnya, seperti peralatan penentu posisi
mengabaikan pertimbangan aspek teknisnya. Dari bermacam modul (GPS/DGPS, kompas, kamera bawah air), pengukur kedalaman laut
terumbu buatan yang ada, saat ini Departemen Kelautan dan Perikanan (echosounder), pendeteksi dasar laut secara real time (video bawah air),

25 26
peralatan selam (SCUBA), mobile atau permanent crane, tali temali, alat terumbu buatan dapat ditempatkan di dasar secara perlahan-lahan untuk
tulis dan sebagainya. menghindari pengadukan di dasar laut, masuknya bahan terlalu dalam ke
dasar laut dan pecahnya bahan di dasar laut. Selanjutnya, tali sling main
Kegiatan penurunan terumbu buatan dari atas kapal ke dasar laut perlu granty ditarik kembali ke atas dek kapal segera setelah bahan terumbu
dilakukan secara hati-hati. Hal ini perlu diperhatikan karena kecerobohan buatan dipastikan telah sampai di dasar laut.
dapat menyebabkan terjadinya penumpukan dan pecahnya terumbu
buatan setelah mencapai dasar laut. Setiap penempatan satu buah terumbu Setiap unit terumbu buatan yang sampai di dasar perairan dicatat posisi
buatan di dasar laut dilakukan pengambilan posisi dengan sistem DGPS dengan GPS/DGPS, sistem jaringan dan fotografi dengan tanda-tanda
(Differential Global Positioning System). Hal ini diperlukan antara lain terdekat. Pemberian posisi dengan banyak cara ini dimaksudkan untuk
untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan evaluasi dan monitoring, dan memudahkan pencarian ulang dalam rangka pelaksanaan monitoring
sebagai informasi navigasi laut dan pemberian tanda, serta memudahkan maupun pengelolaan dimasa-masa yang akan datang.
para pengguna dan pengelola dalam pemanfaatannya dimasa-masa yang
akan datang. 3.4 Pemeliharaan, Pemanfaatan, dan Pengawasan Terumbu
Buatan
Penempatan dan penenggelaman terumbu buatan modular dari modular
beton ringan, tipe halter dan tipe kubah dilakukan dengan cara membawa Apabila terumbu buatan telah dibuat, ditempatkan dan ditenggelamkan
bagian perbagian kedalam perahu motor, kemudian dibawa ke lokasi yang pada suatu lokasi tertentu maka tahapan penting yang perlu dilakukan
telah ditentukan dan ditenggelamkan satu persatu secara perlahan-lahan adalah pemeliharaan, pemanfaatan dan pengawasan.
yang selanjutnya dirakit/dipasang di dalam air sesuai dengan desain yang
telah direncanakan. Pengelolaan terumbu buatan pasca penempatan merupakan tanggung
jawab semua pihak yang terlibat dalam program ini termasuk nelayan
Terumbu buatan dengan beton yang memiliki bobot berat seperti piramid, setempat, pemerintah daerah maupun berbagai pihak terkait lainnya.
bahan terumbu buatan yang telah dibuat diangkut menggunakan kapal
ukuran besar yang memiliki peralatan bantu seperti disebutkan diatas. 3.4.1 Pemeliharaan
Bahan terumbu buatan tersebut kemudian diangkut ke lokasi yang telah
ditentukan. Posisi penempatan dan penenggelaman lebih dahulu Pemeliharaan terumbu buatan merupakan bagian penting dari
ditentukan berdasarkan data awal hasil survei pendahuluan. Selanjutnya, pelaksanaan program terumbu buatan. Pelaksanaan pemeliharaan
dilakukan input waypoint dalam sistem navigasi sebagai acuan secara umum dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
keberangkatan kapal menuju ke lokasinya. Setelah sampai pada lokasi
1) Pemeliharaan agar sesuai dengan persyaratan perizinan
dilakukan pengecekan ulang kedalaman, bentuk topografi dasar laut dan
jenis sedimen dasar laut. Apabila lokasi awal telah didapat dan hasil Ruang lingkup kegiatan pemeliharaan ini terkait dengan upaya
pengecekan ulang dilakukan, kemudian diturunkan pelampung mentaati persyaratan sesuai ketentuan perizinan yang berlaku,
permukaan sebagai titik patok (titik pusat). Dengan menggunakan main baik mengenai bahan maupun perangkat pendukung lain yang
gantry seluruh bahan terumbu buatan di tempatkan ke dasar laut dengan dibutuhkan dalam rangka mencapai keberhasilan program
bantuan peralatan release. Penggunaannya dimaksudkan agar bahan terumbu buatan. Sebagai contoh, kriteria tentang pelampung

27 28
yang ditempatkan pada lokasi penempatan dan penenggelaman diketahui keadaan apakah terumbu buatan masih utuh atau
terumbu buatan. Pada kasus-kasus tertentu pelampung sebagai tertutup oleh lumpur atau mungkin hilang.
tanda lokasi terumbu karang kemungkinan bergeser posisinya, 2. Menambah atau mengganti daun-daun kelapa apabila diketahui
sehingga diharapkan pemeliharaan dapat dilakukan dengan cara ada terumbu buatan yang rusak maka perlu dilakukan
menempatkan kembali pelampung pada lokasi yang sebenarnya. penggantian dengan pembuatan yanng baru. Untuk melakukan
2) Pemeliharaan tingkat efektivitas terumbu buatan pemeliharaan dan pengawasan terumbu buatan diperlukan
bantuan tenaga-tenaga penyelam.
Pemeliharaan dengan maksud meningkatkan efektivitas terumbu
buatan antara lain dilakukan dalam rangka memperbaiki kondisi Apabila memungkinkan pencatatan informasi tersebut seharusnya
lingkungan dan kondisi terumbu karang itu sendiri. Untuk dilakukan sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan setempat, yang
kasus-kasus tertentu terumbu karang mengalami pengelupasan melibatkan masyarakat nelayan, pengguna sumberdaya setempat
struktur, terbenam di dasar laut, permasalahan biologi yang dan sebagainya.
menyebabkan daya pikat terumbu buatan menurun, dan
sebagainya. Oleh karena permasalahan tersebut secara langsung 3.4.2 Pemanfaatan
mempengaruhi efektivitasnya maka perlu dilakukan
pemeliharaan yang terencana dengan baik. Potensi ekonomi pemanfaatan terumbu buatan cukup tinggi karena
3) Pemeliharaan dalam rangka dokumentasi program terumbu keberadaan ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Penangkapan ikan
buatan pada kawasan terumbu buatan sebaiknya dilakukan setelah terumbu
buatan berumur delapan bulan karena setelah terumbu buatan
Dokumentasi seluruh tahapan program terumbu buatan yang berumur delapan bulan diharapkan ikan-ikan telah terbiasa dengan
akurat merupakan hal penting untuk menentukan tingkat habitatnya yang baru, serta populasi ikan telah berkembang dan
efektivitas terumbu dan biaya program jangka panjang. melimpah sehingga mudah untuk ditangkap. Namun demikian
Kegiatan dokumentasi ini setidaknya mencakup pencatatan tipe praktek penangkapan ikan wajib memperhatikan keberlanjutan
bahan, tanggal penempatan, lokasi berbagai bahan pada terumbu populasi ikan dan pertumbuhan karang sehingga tidak sampai
dan keberadaan spesies ikan disekitarnya. terjadi tangkap lebih.
Secara sederhana dapat diuraikan cara pemeliharaan terumbu Dalam satu kurun waktu tertentu disediakan waktu untuk ikan
buatan, sebagai berikut: melakukan regenerasi tanpa gangguan dari manusia. Pada masa ini
1. Setelah terumbu buatan dipasang perlu dilakukan pemeliharaan sebaiknya tidak dilakukan penangkapan. Lama waktu tidak
setiap empat bulan sekali untuk memeriksa perkembangan dilakukan penangkapan disesuaikan dengan kondisi setempat,
habitat ikan dan pertumbuhan karang serta kondisi terumbu tetapi disarankan minimal selama empat bulan dalam kurun satu
buatan. Pemeliharaan dapat dilakukan dengan menambah daun- tahun.
daun kelapa pada tiap terumbu buatan dasar agar dapat
mempercepat pembentukan periphyton dan lebih menarik bagi
ikan. Dengan melakukan pemeliharaan semacam ini juga dapat

29 30
Penggunaan alat tangkap yang diijinkan mengikuti peraturan yang BAB IV
berlaku dan dih indari menggunakan alat dan metode tangkap yang LEMBAGA YANG BERTANGGUNG JAWAB
merusak, seperti bom, racun, jaring, dan lain-lain.

Secara nasional Pengelolaan Terumbu Buatan menjadi tanggung jawab


bersama antara Pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan dan
Perikanan dengan Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
3.4.3 Pengawasan (Dinas Kelautan dan Perikanan) serta masyarakat dimana terumbu buatan
ditempatkan.
Pengawasan terumbu buatan dilakukan melalui monitoring
terhadap perkembangan, pemanfaatan, dan keamanan terumbu Perencanaan terumbu buatan diinisiasi oleh Pemerintah, Pemerintah
buatan. Monitoring terhadap perkembangan terumbu buatan perlu Provinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota dengan melibatkan
dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan biota masyarakat.
penempel yang terjadi serta perkembangan komunitas ikan yang
terbentuk. Monitoring tersebut dilakukan secara visual maupun Pembuatan, penempatan, dan penenggelaman terumbu buatan dilakukan
metode lainnya. Untuk merekam keadaan komunitas terumbu oleh kelompok nelayan setempat atau oleh pelaksana yang ditetapkan
buatan dapat digunakan kamera bawah air. dengan pendampingan dari Dinas Perikanan dan Kelautan.

Pengawasan terhadap keamanan terumbu buatan sebaiknya Pemanfaatan terumbu buatan dilakukan dengan penyusunan rencana
dilaksanakan oleh kelompok setempat. Dalam musyawarah kegiatan yang meliputi antara lain pembentukan kelompok organisasi
kelompok perlu dibicarakan cara pengawasan dan pengamanan pengelola, aturan main, jadwal pemanenan dan sistem pengawasan.
terumbu buatan tersebut. Rencana kegiatan harus disepakati oleh seluruh anggota kelompok.
Pemanfaatan terumbu buatan dilakukan berdasarkan prinsip kelestarian
dan keberlanjutan dan hanya dapat dilakukan oleh kelompok nelayan
yang dibentuk masyarakat dan pihak lain atas persetujuan kelompok yang
bersangkutan.

Pengawasan pemanfaatan terumbu buatan secara internal oleh kelompok


dan secara eksternal dilakukan oleh petugas pengawas sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

31 32
BAB V
PENUTUP LAMPIRAN II : Keputusan Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
Nomor: SK.64C/P3K/IX/2004
Pedoman ini dikeluarkan untuk menjadi arahan bagi Pemerintah dan Tentang Pedoman Pengelolaan Terumbu Buatan
Pemerintah Daerah dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya dalam
menyusun perencanaan pengelolaan terumbu buatan yang secara ekologi
dapat dipertanggungjawabkan. JENIS – JENIS BAHAN UNTUK MEMBUAT TERUMBU
BUATAN

1. Bahan Alami
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 21 September 2004 Bahan alami yang biasa digunakan untuk membuat terumbu buatan
adalah kayu dan bambu, kulit kerang, dan batu pecah. Bahan-bahan
tersebut umumnya sudah dikenal oleh nelayan tradisional karena
bahan-bahannya yang murah dan mudah didapat, dan pemasangannya
Direktur Jenderal Pesisir dan yang relatif mudah.
Pulau-Pulau Kecil,
Keuntungan dan kerugian pemanfaatan masing-masing bahan adalah
sebagai berikut:

(a) Kayu dan bambu


Widi A. Pratikto
Para nelayan membuat rumpon untuk menarik ikan dengan
menggunakan kayu-kayu bekas yang dirakit sampai setinggi 3
meter dan ditenggelamkan di laut.

Keuntungan penggunaan kayu dan bambu ini adalah mudah


diperoleh dan dibuat. Sedangkan kekurangannya antara lain adalah
mudah lapuk dan tidak stabil sehingga perlu tambahan pemberat
(jangkar).

33 34
dengan baik pada lingkungan tempatnya. Beton adalah bahan
(b) Kulit kerang campuran antara bahan semen, agregat, dan air.
Keuntungan penggunaan beton antara lain :
Kulit kerang sebagai terumbu buatan digunakan untuk 1) dapat menyatu dengan sangat baik pada lingkungan la ut,
mengumpulkan kerang. Setelah tiga atau empat tahun, kumpulan 2) sangat kuat, stabil, dan tahan lama,
kerang ini dapat menjadi terumbu karang dan disebut sebagai 3) dapat dirancang dan dicetak dalam berbagai bentuk,
oyster reefs. 4) memiliki permukaan yang baik bagi menempelnya organisme
karang,
Keuntungan penggunaan kulit kerang antara lain : 5) dapat dirancang agar berfungsi juga sebagai peredam energi
1) tidak mengganggu alur pelayaran karena profilnya yang rendah, gelombang.

2) tidak mengganggu alat penangkap ikan nelayan. Kelemahan penggunaan beton antara lain :
1) karena material beton cukup berat, maka pemindahan dan
Kekurangan penggunaan kulit kerang adalah relatif sulit diperoleh pemasangannya memerlukan alat-alat khusus,
dalam jumlah besar. 2) biayanya cukup mahal,
3) Penempatannya perlu memperhatikan daya dukung dasar laut di
(c) Batu pecah atau batu gamping lokasi penempatan.
Bahan batu pecah merupakan bahan terbaik kedua sebagai pemikat
(b) Bahan bekas yang tidak terpakai
ikan setelah bahan beton.
Bahan terumbu dari rangka-rangka atau material lain yang sudah
Keuntungan penggunaan bahan ini antara lain :
tidak terpakai memiliki banyak sekali variasi, antara lain bangkai
1) batu pecah umumnya cukup berat sehingga relatif sulit bergeser,
kapal, jembatan, drum, dan rig.
2) kuat dan tahan lama,
Keuntungan penggunaan bahan ini antara lain adalah :
Kekurangan penggunaan bahan ini antara lain :
1) mudah didapat,
1) batu pecah bukanlah bahan alam yang tersedia siap pakai, 2) biaya relatif murah.
2) transportasi dan pemasangannya memerlukan alat berat.

2. Bahan Buatan Kekurangan penggunaan bahan ini antara lain karat dan residu
logam serta minyak dapat mencemari dasar laut.
(a) Beton

Salah satu bahan yang sudah terbukti sangat baik digunakan


sebagai bahan terumbu buatan adalah beton, karena dapat menyatu

35 36
(c) Bahan pengendap elektronis LAMPIRAN III: Keputusan Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
Bahan ini berupa anyaman kawat besi berbentuk jaring-jaring yang Nomor: SK.64C/P3K/IX/2004
disepuh (galvanisir) dengan tembaga dan selanjutnya diberi aliran Tentang Pedoman Pengelolaan Terumbu Buatan
listrik DC bertegangan rendah. Bahan tersebut dapat menghasilkan
endapan unsur magnesium dan kalsium.
PEMBUATAN TERUMBU BUATAN DARI BETON
Keuntungan penggunaan bahan ini antara lain dapat mempercepat
proses penempelan dan pertumbuhan karang.
Terumbu Buatan dari Beton terdiri dari 2 jenis yaitu:
Kekurangan penggunaan bahan ini antara lain:
1) biaya relatif mahal, 1. Terumbu Buatan dengan Beton Ringan;
2) spesies yang menempel terbatas pada jenis-jenis karang 2. Terumbu Buatan Model Halter, Kubah dan Piramid
bercabang,
3) membutuhkan aliran listrik yang terus menerus.
1. Terumbu Buatan dengan Beton Ringan

Untuk modul ringan dengan berat antara 20 – 30 kg (Foto 1), bahan-


bahan yang diperlukan adalah kerikil, semen, dan air. Kerikil
Ditetapkan di : Jakarta sebaiknya batu pecah dengan diameter 0,5 – 1 cm agar mempunyai
Pada tanggal : 21 September 2004 ikatan yang lebih kuat. Semen digunakan adalah semen dengan daya
ikat yang baik.
Pada model ini, dimensi terumbu buatan biasanya berukuran panjang x
lebar = 60 x 60 cm, dengan ketebalan keping/elemen 5 cm. Untuk 1
Direktur Jenderal Pesisir dan unit terumbu buatan modular (terdiri dari 4 keping/elemen beton
Pulau-Pulau Kecil, ringan) mempunyai volume 0,038 m3 dan berat 76 kg.
Peralatan pokok yang digunakan antara lain cetakan dan pengaduk
beton. Cetakan dapat dibuat dari bahan papan kayu atau plat besi, paku
Widi A. Pratikto dan plastik. Ukuran cetakan disesuaikan dengan dimensi beton yang
akan dibuat, yaitu panjang x lebar x tinggi/tebal = 60 x 60 x 5 cm.
Agar lebih praktis, cetakan dibuat dari papan kayu dan dibuat beberapa
unit sekaligus sehingga dapat mempercepat proses pencetakan. Dalam
hal ini, plastik digunakan sebagai alas waktu mencetak beton.

37 38
Pengadukan beton dapat dilakukan secara manual menggunakan di tempat yang teduh. Bila terdapat bagian yang patah dapat
cangkul dan cetok, atau secara mekanis dengan alat pengaduk beton. diperbaiki dengan menambal menggunakan pasta semen.
d. Merangkai modular beton ringan
Langkah-langkah pembuatan terumbu buatan model ini adalah: Apabila beton telah keras, pengeringan kurang lebih 21 hari, dapat
diangkut ke lapangan. Pengangkutan dapat dilakukan dengan
a. Membuat cetakan beton
menyusun secara miring lembaran-lembaran beton ringan pracetak
Menyiapkan tulangan praktis dari besi tulangan diameter 6 mm tersebut di dalam bak truk atau alat angkut lainnya. Sebaiknya
sesuai bentuk cetakan. Tulangan berupa tulangan tunggal, lembaran-lembaran tidak ditumpuk. Bila terpaksa ditumpuk maka
mengingat dimensi beton yang cukup kecil dan fungsinya sebatas tinggi tumpukan sebaiknya tidak lebih dari 5 susun.
agar beton tidak mudah pecah atau patah. Tulangan dipotong ± 4
Setelah sampai di lokasi, lembaran-lembaran dapat dirangkai
kali ukuran panjang/lebar cetakan untuk tulangan keliling, dan
membentuk kubus atau bentuk lainnya yang diinginkan.
untuk tulangan di tengah sepanjang lebar cetakan. Pada tiap sudut,
Perangkaian dilakukan dengan tulangan diameter 6 mm yang
tulangan keliling cukup dibengkokkan. Pengikatan/perangkaian
dimasukkan dalam lubang yang telah disediakan pada samping
antar tulangan dengan kawat ram dilakukan pada pertemuan ujung-
lembaran beton. Setelah tulangan dimasukkan, diisi dengan pasta
pangkal tulangan keliling dan pertemuan tulangan keliling dengan
semen. Selain itu antara lembaran beton dapat direkat dengan pasta
ujung tulangan tengah.
semen-pasir.
b. Menyiapkan campuran beton ringan
Kerikil diameter < 1 cm dibersihkan dari kotoran dengan
mencuci/menyemprot dengan air. Semen dan kerikil dicampur dan
diaduk dengan pengaduk (cetok, cangkul, atau alat lainnya) hingga
merata. Setelah rata sambil terus diaduk dituangkan air sedikit demi
sedikit. Perbandingan air dan semen diperkirakan sehingga
campuran/adukan beton mudah dikerjakan (tidak terlalu encer atau
terlalu liat). Setelah campuran merata, dituangkan ke dalam a. Modular bentuk kubus b. Modular bentuk sirip ikan
cetakan kira-kira setengah tebal cetakan. Letakkan besi tulangan Foto 1. Modular dengan Beton Ringan
dan tuangkan sisa adukan hingga mencapai tebal yang diinginkan. (Dok.: Dinas Perikanan dan Kelautan DI Yogyakarta)
c. Mengeringkan campuran beton ringan
Selama dalam cetakan, tempatkan di tempat yang teduh dan bila 2. Terumbu Buatan Model Halter, Kubah dan Piramid
perlu tutup dengan kain yang selalu dibasahi. Paling cepat satu
minggu setelah beton dituangkan, cetakan dapat dibuka. Kepingan Model piramid di samping untuk rehabilitasi terumbu karang juga
beton hasil cetakan dapat ditumpuk tegak sambil diangin-anginkan terutama ditujukan untuk menghadang trawl. Terumbu buatan model
halter sesuai untuk ikan yang mempunyai sifat ketertarikan cahaya.
Terumbu buatan model kubah atau tipe yang lain yang menciptakan

39 40
ruangan yang gelap sesuai untuk ikan yang mempunyai ketertarikan sedikit hingga penuh dengan mengetuk-ketuk dinding cetakan
terhadap gelap. secara perlahan-lahan agar adukan tersebut dapat masuk merata
keseluruh cetakan.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan terumbu buatan model
halter, kubah dan piramid adalah pasir, kerikil/batu split, semen, dan
air. Kerikil sebaiknya dari batu pecah dengan ukuran diameter 2 – 3
cm agar mempunyai ikatan yang lebih kuat. Komposisi perbandingan
pasir : split : semen = 2 : 2 : 3. Pelaksanaan konstruksi bahan
terumbu buatan dibagi menjadi 2 tahapan kegiatan, yaitu tahapan
pembuatan rangka (besi dan cetakan/pengecoran) dan tahapan
pengecoran.
Intercoreef JICA, DKP DKP
Langkah-langkah pembuatan terumbu buatan model ini adalah:
a. Model Halter b. Model Kubah
a. Membuat rangka besi dari besi beton
Pembuatan disesuaikan dengan material besi berdasarkan diameter Foto 2. Model Halter dan Kubah
masing-masing tipe bahan (Foto 2 dan 3). Setelah pemotongan
dilakukan kemudian dirangkai dan diikat dengan kawat baja
sehingga membentuk rangkaia n besi bahan terumbu karang buatan.
Apabila besi sudah siap, rangkaian tersebut dirapikan satu persatu
untuk pengecoran.
b. Membuat bekisting/cetakan beton
Bahan yang digunakan berupa papan tripleks (plywood) 9 mm,
kemudian dipotong-potong sesuai ukuran yang telah ditentukan.
Potongan kayu reng 3 x 4 cm sesuai dengan ukuran kebutuhan
digunakan sebagai penguat bekisting/cetakan beton. Selanjutnya,
dibuat rangkaian cetakan bagian dalam dengan ukuran yang sesuai DKP

dengan tipe bahan terumbu buatan. Setelah itu dibuat rangkaian


cetakan bagian luar untuk menutup rangakaian cetakan dalam. Foto 3. Model Piramid

c. Menyiapkan campuran beton dan pengecoran


d. Membuka cetakan beton dan mengeringkan
Campuran beton disesuaikan dengan komposisi dan takaran
Setelah pengecoran selesai dilaksanakan, selanjutnya tunggu proses
campuran beton yang akan digunakan yaitu 2 : 2 : 3. Pengadukan
pengerasan. Selama dalam cetakan, tempatkan di tempat yang
beton dapat dilakukan secara manual menggunakan cangkul dan
teduh dan bila perlu tutup dengan kain yang selalu dibasahi.
cetok, atau secara mekanis dengan alat pengaduk beton.
Pembukaan cetakan beton harus dilaksanakan secara hati-hati agar
Selanjutnya ditambahkan air dan bahan penguat rekatan beton.
tidak terjadi kerusakan pada permukaan beton yang telah dibuat.
Tuangkan adonan beton tersebut kedalam cetakan sedikit demi

41 42
Selanjutnya dilakukan pengeringan selama 28 hari. Setelah itu
beton terumbu buatan tersebut siap untuk ditempatkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 21 September 2004

Direktur Jenderal Pesisir dan


Pulau-Pulau Kecil,

Widi A. Pratikto

43
UCAPAN TERIMA KASIH 12. Dr. Ir. Subandono Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP
Diposaptono, M. Eng
13. Dr. Ir. Hartanta Tarigan Dit. Teknologi Kelautan, BRKP,
Saya selaku Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil maupun DKP
selaku pribadi, dengan ini mengucapkan terima kasih dan penghargaan 14. Ir. Sapta Putra Ginting , M.Sc, Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP
setinggi-tingginya atas masukan, tanggapan, saran dan kritik yang Ph.D
membangun dalam proses konsultasi dan sosialisasi penyusunan
Pedoman Pengelolaan Terumbu Buatan ini sehingga dikeluarkannya 15. Ir. Raja Pasaribu, M.Sc Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP
Keputusan: SK.64C/P3K/IX/2004 tentang Pedoman Pengelolaan 16. Ir. M. Eko Rudianto, Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP
Terumbu Buatan. Ucapan terima kasih ini secara khusus ditujukan M.Bus(IT)
kepada yang terhormat : 17. Ir. Yaya Mulyana Direktur Konservasi dan Taman
Nasional Laut, DKP
1. Prof.Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, Menteri Kelautan dan Perikanan 18. Tini Martini, SH.M.Soc.Sci Kabag Hukum Bantuan Hukum,
M.S DKP
2. Prof. Dr. Etty R. Agoes, S.H Staf Ahli Menteri Bidang Hukum, 19. Darmanta, SH Kabag Perundang-undangan, DKP
DKP 20. Hanung Cahyono, SH, LLM Kabag Hukum Laut, DKP
3. Ir. Ali Supardan, M.Sc Sesditjen P3K, DKP 21. Supranawa, SH, MPA Kabag Perjanjian dan Tata
4. Ir. H. Irwandi Idris, M.Si Direktur Bina Pesisir, Ditjen P3K, Perizinan, DKP
DKP 22. Drs. Aminoel Siddiq Nasution Kasubdit Hubungan Pusat dan
5. Dr. Ir. Alex S.W. Retraubun, Direktur Pemberdayaan Pulau- Daerah, DKP
M.Sc Pulau Kecil, Ditjen P3K, DKP 23. Ir. Badruddin Ditjen Perikanan Tangkap, DKP
6. Ir. Saut P. Hutagalung, M.Sc Ka. Biro Perencanaan dan KLN, 24. Ir. Andry Indryasworo, MM Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP
DKP 25. Ir. Sudibyo, MM Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP
7. Drs. Sudaryono Asdep Meneg LH, KLH 26. Agung Tri Prasetyo, SSi, MA Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP
8. Drs. Sumarsono, M.DM Ditjen. Bangda, Depdagri 27. Firdaus Agung K, ST Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP
9. Dr.Laks.TNI Makmur Dishidros 28. Zuleha Ernas, SSi Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP
Sulaiman, S.I.P, M.M 29. Fegi Nurhabni, ST Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP
10. Dr. Ir. Sugiarta Wirasentosa, Direktur Pengawasan Ekosistem 30. Prita Dwi Wahyuni, SSi Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP
M.Sc Laut, DKP
31. Ir. A. Haris Lain Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP
11. Narmoko Prasmadji, S.H, Kepala Biro Hukum dan
M.A Perundangan, DKP 32. Enggar Sadtopo, ST, MT Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP

44 45
33. M. Alhaqurahman Isa, S.T. Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP 58. Ir. Drs. Mohamad Rahardjo Kepala Dinas Perikanan dan
34. Erva Kurniawan, S.T. Dit. Bina Pesisir, Ditjen P3K, DKP Kelautan DKI
35. Ir. Harun Alrasyid, MM Biro Perencanaan dan KLN, DKP 59. Ir. Ati Kasubdin, Dinas Perikanan dan
36. Mufti Manurus, SE Biro Keuangan, DKP Kelautan Jabar
37. Dr. Ir. Tony Ruchimat Ditjen. P3K, DKP 60. Ir. H. Agus Hasan Kepala Dinas Perikanan dan
Kelautan Banten
38. Ir. Didi Sadili Ditjen. P3K, DKP
61. Dr. Ivone Dit Tata Ruang P3K
39. Dr. Ir. Ridwan Jamaludin, Direktur TPSA, BPPT
MSc 62. Ir. Sudaryati Ditjen Perikanan Tangkap
40. Ir. Budianto Ontowirjo, MSc BPDP – BPPT 63. Ir. Nina Nirmalasari Ditjen Perikanan Tangkap
41. Dra. Novi Irawati Kepala BPDP-BPPT 64. Ir. Suharman Ismail Ditjen Perikanan Tangkap
42. Dr. Ir. Dinar catur MSc BPPT 65. Dr. Budi Sulistiyo BRKP
43. Ir. Velly Asvaliantina. MSc BPPT 66. Dr. Endroyono SE, MM Ditjen Perikanan Tangkap, DKP
44. Ir. Bambang Pramudiyanto, Kantor Meneg LH 67. Dr. Ir. Gegar Sapta Prasetya Kabag Perencanaan BRKP
MSc 68. Ir. Suryanto BRKP
45. Dr. Ir. Suharsono. LIPI 69. Ir. Purwadi Ka. Dinas Kelautan & Perikanan
46. Ir. Trismadi, Msi Dishidros Kab. Pandeglang
47. Ir. Agus Dermawan Ditjen. P3K, DKP 70. Ir. Ubaidillah Ka. Dinas Kelautan & Perikanan
Kab. Serang
48. Ir. Obertua Butar-Butar, Msi Ditjen. Bangda, Depdagri
71. Ir. Odi Suwandi Ka. Dinas Kelautan & Perikanan
49. Dipl. Ing. Basri M. Gani UPT Baruna Jaya, BPPT
Kab. Bekasi
50. M. Ilyas UPT Baruna Jaya, BPPT
72. Ir. I Made Sudarsana Dinas P & K Prop. Bali
51. Ir. Suharman Ismail Dit. Prasarana Tangkap, Ditjen.
73. Ir. Saleh Purwanto Dinas P & K Prop. Bali
Tangkap, DKP
74. Ir. I Ketut Sudiarta, Msi Yayasan Giri Baruna Lestari
52. Ir. Dasminto Kantor Meneg LH
75. Hery Yusamandra, SSi Yayasan Minang Bahari
53. Dr. Ir. Detriech Bengen PKSPL-IPB
76. Ir. Ikhsan B. Wahyono Baruna Jaya
54. Dr. Ir. Nizam UGM
77. Ir. Imran Telapak
55. Prof. Dr. Dedy Sudarma IPB
78. Ir. Ery Damayanti IMA
56. Dr. Djoko Purwanto IPB
79. Ir. Nina Jaring Pela
57. Ir. Rita Kepala Dinas Kelautan dan
Perikanan Jakarta Utara

46 47
Ucapan terima kasih khusus saya sampaikan kepada (Alm) Markus Juli
Harsanto, S.STPi. atas dedikasinya yang tak terhingga dalam
melaksanakan tugas mitigasi kerusakan terumbu karang.

Ucapan terima kasih dan penghargaan ini juga saya sampaikan kepada
berbagai pihak yang karena keterbatasan kami tidak dapat disebut satu
persatu sebagaimana di atas.

Tersusunnya Pedoman ini tidak lepas dari partisipasi aktif berupa kritik
maupun saran-saran yang sangat bermanfaat dalam penyempurnaan
materi yang telah diberikan oleh saudara-saudara sekalian. Semoga
usaha dan kerja keras Saudara dapat bermanfaat bagi terlaksananya
program pengembangan pesisir dan pantai di Indonesia dan membantu
dalam mewujudkan kesejahteraan masarakat pesisir.

Direktur Jenderal Pesisir dan


Pulau-Pulau Kecil,

Widi A. Pratikto

48
MODEL-MODEL TERUMBU BUATAN YANG
DIKEMBANGKAN OLEH DKP

Tipe Tumpukan Balok Dengan Kubah – Tampak Atas

Tipe Piramid

Tipe Tumpukan Balok Dengan Kubah – Tampak


Samping
Tipe Tumpukan Balok dengan Kubah

49 50
A

Tipe Tumpukan Balok – Tampak Depan

Tipe Tumpukan Balok – Tampak Atas

Tipe Tumpukan Balok – Tampak Samping

Tipe Tumpukan Balok - Detail A

51 52
PELAT BETON 40 X 40 X 5 CM

PIPAΦΦ5
PIPA CM
5 CM

Tipe Tumpukan Balok Dengan Plat Dan Kubah RANGKA KUBUS


BETON 40 X 40 X 40 CM 1,5 M

Tipe Halter

Tipe Tumpukan Balok Dengan Plat Dan Kubah –


Tampak Atas

53 54
Tampak Depan Tampak Samping

Tampak Samping
Tampak Depan

Tampak Bawah Tampak Atas


Tampak Bawah Tampak Atas
Tipe Kubah
Tipe Piramid

55 56
MODEL-MODEL TERUMBU BUATAN

Tipe Cylindrical Tipe Piramid


Tipe Kubus Berongga Tipe FP

Tipe Piramid Tipe Piramid Berongga Tipe Fukushima Tipe Nagasaki

57 58
Tipe Kubus Terbuka

Tipe Pipa Terbuka


Tipe Kubus Terbuka

59 60
Tipe Pipa Modifikasi

Tipe Piramid
Modifikasi Tipe Modifikasi

Tipe Kubus Piramid Tipe Piramid Jumbo

Tipe Kubus
Tipe Octogonal Modifikasi

61 62
Tipe Shrimp Shelter Tipe Hokkaido Tipe Kubus Terbuka Kubus Piramid
Modifikasi

Tipe Modifikasi Terumbu Buatan di


Tipe Modifikasi Tipe Ibaragi
Pulau Lanzarote

63 64
Terumbu Buatan di Falconora

Terumbu Buatan Modifikasi

65 66
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 177
KEPUTUSAN Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas
Departemen;
DIREKTUR JENDERAL PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
NOMOR : 192/P3K-DKP/V/2001 6. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18
Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyusunan Peraturan
TENTANG Perundang-undangan di Lingkungan Departemen
Kelautan dan Perikanan;
PANITIA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BUATAN 7. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
KEP.01/MEN/2001 Tahun 2000 tentang Organisasi
DIREKTUR JENDERAL PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL dan Tata Kerja Departemen Kelautan dan Perikanan.
Menimbang : a. Bahwa pada saat ini terjadi kerusakan ekosistem
terumbu karang sampai pada tingkat yang MEMUTUSKAN:
mengkhawatirkan;
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PESISIR DAN
b. Bahwa untuk mengatasi laju kerusakan tersebut PULAU-PULAU KECIL TENTANG PANITIA
dipandang perlu dibentuk panitia pengelolaan PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BUATAN
terumbu karang buatan secara terpadu;
c. Bahwa kepanitiaan tersebut perlu ditetapkan dengan PERTAMA : Menyelenggarakan Pengelolaan Terumbu Karang Buatan.
keputusan Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau KEDUA : Membentuk Panitia Pengelolaan Terumbu Karang Buatan
Kecil. dengan susunan keanggotaan sebagaimana tersebut dalam
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Lampiran Keputusan ini
Pemerintahan Daerah; KETIGA : Tim sebagaimana dimaksud pada diktum KEDUA
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor mempunyai tugas:
234/M Tahun 2000 sebagaimana telah diubah
a. Pengarah memberikan arahan dan petunjuk kepada
dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Tim Teknis dan Tim Pelaksana dalam Pengelolaan
Nomor 289/M Tahun 2000; Terumbu Karang Buatan.
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor b. Tim Teknis melakukan kajian terhadap masukan-
165 Tahun 1999 tentang Kedudukan, Tugas, masukan dari berbagai pihak terkait dan
Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja menyempurnakan rumusan pengelolaan terumbu
Departemen sebagaimana telah diubah sesuai karang buatan; serta melakukan sosialisasi dengan
dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia
instansi dan pihak terkait.
Nomor 172 Tahun 2000;
c. Tim Pelaksana mempersiapkan dan melaksanakan Lampiran : Keputusan Direktorat Jenderal Pesisir dan
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan Pulau-pulau Kecil
pengumpulan data, informasi dan tanggapan dari Nomor : 192/P3K-DKP/V/2001
pihak terkait; dan menyelenggarakan kegiatan Tentang : Panitia Pengelolaan Terumbu Karang Buatan.
pengelola an terumbu karang buatan.
KEEMPAT : Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
diktum KEDUA, panitia bertanggungjawab atas SUSUNAN PANITIA PENGELOLAAN TERUMBU KARANG
penyelenggaraan, konsultasi dan sosialisasi penyusunan BUATAN
pengelolaan terumbu karang buatan, serta menyampaikan
laporan kepada Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil. A. PENGARAH

KELIMA : Masa kerja Panitia Penyelenggara sebagaimana dimaksud 1. Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Ketua)
pada diktum KEDUA terhitung sejak tanggal ditetapkannya 2. Sekretaris Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan (Anggota)
Keputusan ini sampai pelaksanaan Pengelolaan Terumbu 3. Ketua Badan Riset Kelautan dan Perikanan (Anggota)
Karang Buatan selesai. 4. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (Anggota)
KEENAM : Biaya yang timbul sebagai akibat ditetapkannya Keputusan 5. Direktur Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan (Anggota)
ini dibebankan pada Anggaran Proyek Pengembangan Pesisir dan Perikanan
dan Pantai Tahun Anggaran, Direktorat Jenderal Pesisir dan
Pulau-pulau kecil. B. TIM TEKNIS

KETUJUH : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan No NAMA JABATAN JABATAN
ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan 1. Ir. Irwandi Idris, M.Si Direktur Bina Pesisir Ketua
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. 2. Ir. Hartanta Tarigan, Ph.D Kepala Pusat Riset Wakil Ketua
Teknologi Kelautan
3. Dr. Ir. Subandono Kasubdit Pengendalian Sekretaris
Diposaptono, M.Eng Pencemaran Laut
Ditetapkan di Jakarta 4. Laksma. TNI H.M. Makmur Kadis Hidros, TNI-AL Anggota
Pada Tanggal 22 Mei 2001 Sulaeman, SI.P., M.M
5. Dr. Ir. Sugiarta Wirasantosa Direktur Pengawasan Anggota
Ekosistem Laut
Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 6. Dr. Alex S.W. Retraubun, Direktur Pemberdayaan Anggota
M.Sc Pulau-pulau Kecil
7. Ir. Suharyadi Salim, M.Sc Direktur Sumberdaya Anggota
Ikan
8. Drs. Sudaryono Direktur Pengendalian Anggota
Rokhmin Dahuri
Kerusakan Pantai dan
Laut, Bapedal
9. Drs. Sumarsono, MDM Direktur Pembinaan Anggota Laut
Keserasian 11. Mayor Laut (KH) Ir. Trismadi, Kasie Kartografi Anggota
Pembangunan Daerah, M.Si Dishidros, TNI AL
Ditjen Bangda 12. Ir. Harun Al Rasyid, M.M Kabag Pengendalian Anggota
10. Narmoko Prasmaji, S.H., M.A Kepala Biro Hukum dan Anggota 13. Drs. Aswandi Buhara, B.Sc., Direktorat Sumberdaya Anggota
Organisasi M.M Ikan
11. Ir. Saut P. Hutagalung, M.Sc Kepala Biro Anggota 14. Ir. Obertua Butar-Butar, M.Si Kasubdit Bina Bangunan Anggota
Perencanaan dan Pesisir dan Gugus
Kerjasama Luar Negeri Kepulauan, Ditjen
12. Dr.Ir. Iwan Gunawan, M.Sc Kapus Teknologi Anggota Bangda
Inventarisasi 15. Dr. Ir. Dinar Catur Istiyanto, Balai Pengkajian Anggota
Sumberdaya Alam, M.Eng Dinamika Pantai-BPPT
BPPT 16. Ir. M. Ilyas UPT-Baruna Jaya BPPT Anggota

C. TIM PELAKSANA
Ditetapkan di Jakarta
No NAMA INSTANSI JABATAN Pada Tanggal 22 Mei 2001
1. Dr.Ir. Subandono Disaptono, Kasubdit Pengendalian Ketua
M.Eng Pencemaran Laut
2. Ir. Sapta Putra Ginting, M.Sc Kasubdit Pengelolaan Wakil Ketua Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
Pesisir Terpadu
3. Ir. M. Eko Rudianto, M. Kasubdit Anggota
Bus(IT) Pendayagunaan
Kawasan Pesisir
4. Ir. Bambang Pramudianto, Kasubdit Pengendalian Anggota Rokhmin Dahuri
M.Sc Pesisir, Bapedal
5. Ir. Adi Priana Hasmi Pasaribu Kasubdit Mitigasi Anggota
Lingkungan
6. Drs. Iwan Setiawan, M.Si Kasubdit Akses Anggota
Pengelolaan
Sumberdaya Berbasis
Masyarakat
7. Dr. Ir. Suharsono Coremap-LIPI Anggota
8. Dipl. Ing. Basrie M. Ganie Ka. UPT Baruna Jaya Anggota
9. Ir. Nasfri Adisyahmeta Yusar, Kabag Anggaran Anggota
M.M
10. Ir. Agus Dermawan Kasubdit Suaka dan Anggota
Kawasan Konservasi

Anda mungkin juga menyukai