Anda di halaman 1dari 6

POPULISME KETIMPANGAN SOSIAL DAN EKONOMI RAKYAT KECIL

Disusun untuk memenuhi syarat Intermedit TrainingLatihan Kader II

DISUSUN OLEH :
YUSPAN. JR. HABIR

ESAY INTERMEDIATE TRAINING LATIHAN KADER ll


HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI) CABANG PALU
A. Pengertian Populisme Dan Ketimpangan Sosial Akibat Populisme Di Indonesia
1. Pengertian populisme
Populisme adalah sekelompok golongan yg memenjujung tinggi hak
dan keutamaan rakyat kecil atau juga kelompok yg ingin mementingkan
individunya`
2. Ketimpangan sosial akibat populisme di Indonesia.
Didalam demokrasi memunculkan temuan bahwa penerimaan
demokrasi di kalangan Islam politik tergantung pada keberlangsungan posisi
mereka. Perjuangan mereka di alam demokrasi dalam memperjuangkan
kemajuan sosial, ekonomi dan politik umat Muslim, sangat ìuktuatif.
Marginalisasi yang dilakukan sistem negara sekuler jelas menjadi
pukulan telak bagi kelompok Islam politik. Namun mereka, dalam beberapa
kesempatan, dipaksa harus berdamai dengan sistem tersebut.Basis sosial yang
kuat menjadi kunci keberhasilan populisme Islam model baru di sebuah
Negara adalah akibat keperintahan rezim otoriter yang tidak melihat rakyat
rakyat kecil hak hak mereka. Selain itu, kendaraan politik yang koheren dan
momentum yang tepat dapat mengunci loyalitas maupun kepentingan
kesatuan aliansi antar kelas yang pada dasarnya secara sosiologis
Kemampuan amal sebuah organisasi dalam membantu kelas-kelas
miskin yang kuat Islam model baru.Secara realities bahwa populisme adalah
suatu golongan atau kelompok yang mementingkan kepentingan hak ,dan
kepentingan rakyat kecil.akibat dari terjadinya populisme adalah akibat
sistem dari keperintahan yang tidak pro terhadap kepentingan rakyat kecil.
fenomena maraknya kemunculan populisme Islam tidak terlepas dari rasa
geram berkepanjangan atas janji-janji pembangunan dan kesejahteraan
kapitalisme global yang tak kunjung terwujud. Populisme Islam, membingkai
suatu gerakan dengan berbasis identitas kesamaan agama (umat Islam),
adalah manifestasi protes sekaligus menjadi semacam alternatif untuk
menyelesaikan persoalan ketidak adilan ekonomi yang terus menerus
berlangsung denga” berusaha merebut sumber daya dan kekuasaan di
Negara” (Hadiz, 2014, 2016). Penjelasan itu masih tetap mewarnai analisis
Hadiz ketika berbicara tentang fenomena Bela Islam. Sikap protes terhadap
Ahok berkorelasi positif dengan ekpresi solidaritas umat Islam dan
kemarahan atas kondisi keterpurukan sosial-ekonomi yang menjadi saluran
terwujudnya
marketing moral, “sebuah ruang yang mempertemukan simbol Islam yang
terus menerus dikonsumsi dan diproduksi sebagai ekspresi kemarahan
terhadap ketidakadilan status quo yang berlangsung. menyatakan melalui
gerakan PanIslamisme misalnya, namun sekarang lebih pada bagaimana
menciptakan narasi identitas yang berbasis pada umat Islam yang
terpinggirkan dari rezim politik hari ini. Populisme Islam di sini dipergunakan
sebagai lintasan dalam bergulat mendapatkan Dian Dwi Jayanto 5” kekuasaan
dan sumber daya di skala nasional. Entah melalui partai politik, organisasi
keagamaan hingga pada bentuk ekstrem berupa terorisme yang pada
gilirannya menjadikan populisme Islam sebagai kendaraan untuk
mendapatkan kekuasaan dan sumber daya juga menilai pertarungan model
populisme yang terJadi di Indonesia berlangsung antara populisme
berorientasi nasionalis dan Islam. Tentu hal ini tidak lepas dari akar
kesejarahan dari kekuatan dominan di Indonesia yang masih tetap tersisa.
Sebab, baik kekuatan kiri maupun liberal telah tersingkir dari panggung
politik dan tidak bisa mengalahkan kedigdayaan oligarki yang masih tetap
berjalan pasca reformasi. Kontestasi dari bentuk populisme tersebut masih
tetap tidak jauh dari kepentingan masing-masing oligarki untuk
mempertahankan cengkraman kekuasaan mereka. Contoh lain kajian yang
membahas populisme Islam di Indonesia adalah tulisan Savitri & Andriyanti
(2018). Mereka beragumen hampir sama dengan Hadiz tentang kompetisi
antara populisme Islam melawan kelompok nasionalisme yang pada dasarnya
sama-sama berusaha untuk mendapatkan kekuasaan dan seumber daya di
Indonesia. Mereka menambahkan analisisnya dengan menyertakan diskusi
kembalinya ideologi dan praktek fasisme baru untuk kepentingan akumulasi
modal. Dari berbagai yang uraian di atas, bagi Hadiz dan rekan rekannya,
populisme Islam di Indonesia tidak lepas dari dampak ketimpangan struktur
ekonomi kapital, peran oligarki mengambil kesempatan untuk menggunakan
identitas “umat” untuk mencapai kepentingannya, dan akhirnya fenomena
populisme Islam tidak jauh dari hanya sekedar bentuk baru dari cara yang
digunakan kelompok atau paham yg memenjunjung tinggi hak dan
kepentingan rakyat kecil .kelompok atau golongan bisa saja alurnya bertolak
belakang dengan tujuan yang di realisasikan oleh golongan atau paham
tersebut .bisa jadi paham tersebut ingin mengambil kekuasaan untuk
kepentingan golongan atau individu dari populisme di Indonesia relasi kuasa
yang sedang berlangsung dalam kehidupan sosial. Sehingga, ketika seseorang
yang kebetulan memiliki kekuasaan, maka di situ wacana itu bekerja.
Karakter kekuasaan dan pengaruh yang melekat di dalam pernyataan ini
menjadi tolak ukur penting sesuatu dianggap sebagai wacana atau tidak.
Sebaimana dijelaskan Mills (2007: 7), definisi umum yang paling banyak
dipakai tentang pengertian wacana adalah seluruh pernyataan dalam bentuk
tulisan maupun ucapan yang harus memiliki makna serta “pengaruh” di
dalam kehidupan nyata.
Dalam rangka menciptakan suatu wacana, kekuasaan tidaklah bersifat
tunggal, namun terdapat kekuasaan lain yang turut berebut menguasai wacana
tertentu. Wacana adalah hasil dari ekspresi dan manipulasi kekuasaan yang
berbeda-beda di dalam struktur sosial terutama terkait dengan kontestasi
wacana dari kekuasaan yang berbeda dalam dinamika politik Islam, akan
sangat membantu kita memahami tentang hal ini. Ia menyatakan, kata-kata
tidak secara otomatis memiliki kekuasaan, namun kekuasaan dan pengaruh
dari kata-kata berasal dari siapa yang mengucapkan. Selanjutnya, banyak
orang yang menerima itu sebagai kebenaran dan disinilah wacana atas kata-
kata itu bekerja. Bayat juga mengatakan ini adalah penjelasan untuk
menjembatani teori dan praktek gerakan sosial serta keterkaitan pernyataan
dan wacana. Seperti yang disinggung sebelumnya, Bayat juga menambah
penjelasan Foucault yang meyakini kata-kata otomatis memiliki kekuasaan.
Kata-kata adalah instrumen dari pergulatan berbagai kekuasaan tokoh yang
sebelumnya sudah memiliki pengaruh, baik terhadap komunitas mereka
sendiri maupun orang secara luas.
Bayat mencontohkan diskursus tentang salah satu topik politik Islam
yang senantiasa tidak habis diperdebatkan, apakah Islam setuju dengan
demokrasi atau tidak? Penjelasan ini tidak akan mendapatkan analisis yang
memuaskan ketika kita hanya mencari-cari jawaban dari segi teologis, entah
dari Quran maupun Hadist, yang berbicara demokrasi. Tapi, ini soal
kemampuan dan kapasitas seseorang dalam melakukan internalisasi suatu
intepretasi teologis atas demokrasi bagi kelompoknya dan umat Islam secara
luas. Baik yang menyatakan “Islam sesuai dengan demokrasi” atau yang
“Islam mengharamkan praktek demokrasi” pada dasarnya dua pernyataan itu
adalah pertarungan wacana tafsir atas ajaran Islam. Tolak ukur menilai mana
pernyataan yang paling berpengaruh dan hegemonik membangun kesadaran
umat Islam, itulah kemenangan suatu wacana..

3. Masalah yang mengakibatkan populisme di Indonesia

Populisme Islam model baru hanyalah sebuah bentuk ekspresi dalam


merespon perkembangan sistem ekonomi yang kerap berubah-ubah dan
cenderung merugikan, atau bahkan mengeksklusi, sebagian kelompok.
Apapun jenis populisme yang ada, kebanyakan dari mereka diikat oleh
persamaan rasa ketertindasan yang dilakukan oleh sistem – yang pada kasus
populisme Islam dilakukan oleh negara sekuler. Evolusi populisme Islam,
sebagaimana , kerap mengalami tingkat keberhasilan yang beragam,
tergantung konteks ruang dan waktu. Di satu sisi, kadangkala aliansi antar
kelas yang terbentuk di bawah panji-panji Islam dapat terwujud.
Didalam dinamika yang terjadi bahwa populisme adalah sekelompok
golongan atau paham yang menjunjung tinggi hak dan kepentingan dan
keutamaan hak rakyat kecil .populisme juga bisa merugikan rakyat kecil
apabilah kelompok ,golongan ,atau paham yang ingin mencapai tujuan atau
kekuasaan paham tersebut .populisme juga memiliki tujuan
yang mencapai jangka pendeknya. Di sisi yang lain, hal tersebut bahkan
tidak terwujud sepenuhnya atau bahkan tidak sama sekali.Tentu saja,
sebagian agen sosial populisme Islam model baru akan terus berjuang
mengupayakan aspirasi mereka untuk mendirikan semacam
masyarakat ideal yang dipandu oleh nilai-nilai Syariah Islam. Menurut
pengakuan Vedi R. Hadiz, ia sedikit terpengaruh cara pandang Clash
of Ignorance-nya Edward Said (2001). Pasalnya ada semacam kelesuan
dalam mewujudkan idealisme tersebut.
“EIN gespen ghet um in der welt der”populisme adalah (seekor
hantu yg sedang mengancam dunia) ernest gellener .ketimpangan sosial yang
mengakibatkan populisme ini muncul adalah kritikan atas sis.tem demokrasi
yang gagal menciptakan keadilan sosial yang menjadi pemimpin bagi
rakyatnya.dengan sikap elitism. Bila ditinjau dari perspektif di atas,
bangkitnya populisme
Islam model baru hanyalah sebuah bentuk ekspresi dalam merespon
perkembangan sistem ekonomi yang kerap berubah-ubah dan
cenderung merugikan, atau bahkan mengeksklusi, sebagian kelompok.
Apapun jenis populisme yang ada, kebanyakan dari mereka diikat oleh
persamaan rasa ketertindasan yang dilakukan oleh sistem – yang pada
kasus populisme Islam dilakukan oleh negara sekuler.
Evolusi populisme Islam, sebagaimana disinggung sedikit dalam
mengalami tingkat keberhasilan yang beragam,
tergantung konteks ruang dan waktu. Di satu sisi, kadangkala aliansi
antar kelas yang terbentuk di bawah panji-panji Islam dapat terwujud dan
mencapai tujuan jangka pendeknya. Di sisi yang lain, hal tersebut bahkan
tidak terwujud sepenuhnya atau bahkan tidak sama sekali.Tentu saja,
sebagian agen sosial populisme Islam model baru akan terus berjuang
mengupayakan aspirasi mereka untuk mendirikan semacam masyarakat ideal
yang dipandu oleh nilai-nilai Syariah Islam.
4. Dampak Yang Terjadi Karna Adanya Populisme.
Didalam sistem demokrasi ada beberapa unsur yg harus diperhatikan
ialah sebagai berikut :
a. Dampak negatif
Terbentuknya Negara yang berkepemimpinan tidak sesuai
syariat islam.yaitu populisme yang dijadikan sebagai ideolologi dimana
menempatkan nilai –nilai atau prinsip –prinsip dan kepentingan rakyat
kecil diatas segala – galanya dan menganggap bahwa nilai –nilai atau
prinsip –prinsip kepentingan yang menciderai suatu kepemerintahan
yang di tunggangi oleh kepentingan elite-elite dan organisasi yang
politik yang berkuasa tidak melihat situasi dan kondisi hak hak yang
menjadi kepentingan masyarakat kecil mereka tidak begitu komitmen
terhadap keadialan sosial ,ekonomi masyarakat kecil .
Artinya bahwa populisme yang dijadikan suatu ideologi untu
kepentingan rakyat –rakyat kecil diatas segala- galanya jika
kepemimpinan suatu Negara yang mengakibatkan ketimpangan sosial
,ekonomi dan ciderai oleh kepentingan elite –elite, organisasi politik
,paham,golongan yang berkuasa tidak sesuai dengan tujuan dan
realisasinya sebagai kepemerintahan demokrasi demi terwujudnya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia .
Maka disini terjadi kontradiksi dimana pemerintah yang
seharusnya mementingkan rakyat –rakyat kecil dimana realisasi untuk
menciptakan masyarakat keadilan sosial tidak terwujud maka paham
populisme akan menjadi aktor –aktor yang melembaga politik
memimpin dalam mengatasinya problem sruktural yang mendegradasi
sistem kepemerintahan.
Menurut paul taggar “mengembangkan populisme sebagai
bunglon yang dapat berubah-ubah warna kulit tergantung warna
lingkungan disaat dimana dirinya hinggap dimanapun keberadanannya
menyesuaikan dengan lingkungannya.
Dimana populisme berbahaya bagi demokrasi di Indonesia
karena apabila populisme berbalik tujuannya berimbas pada yang hanya
mementingkan elite –elite atau paham maupun golongan .

Anda mungkin juga menyukai