Anda di halaman 1dari 15

Pelarangan Santri Salafiyah (NU BANGIL) Untuk Membeli di

Tokoh Wahabi dalam Perspektif Filsafat Ilmu

Abstrak

Pelarangan santri di Pesantren salafiyah bangil untuk membeli di tokoh wahabi oleh
pengurus pesantren hal ini dikarenakan melihat citra wahabi dimasyrakat yang
merupakan penghasil aliran radikal dan Pondok pesantren salafiya beranggapan
dengan melakukan pelarangan dapat mengurangi aliran yang di anggap radikall
tersebut. Penulisan ini merupakan kajian pustaka dari beberapa lteratur berdasarkan
filsafat keilmuan yang di analisa penulis secara kualitatif deskriptif dalam
menjelaskan kasus pelaranga yang dilakukan Pesantren salafiyah bangil terhadap
para santrinya.

Keyword : Salafiyah, Bangil, Wahabi


Pelarangan Santri Salafiyah (NU BANGIL) Untuk Membeli di

Tokoh Wahabi dalam Perspektif Filsafat Ilmu

Abstract

Prohibition of students in Salafiyah Islamic boarding schools to buy in Wahabi

figures by boarding school officials is because seeing the Wahabi image in the

community which is a producer of radical flow and Salafiya Islamic Boarding

School believes that by prohibiting it can reduce the flow that is considered radical.

This writing is a literature review of several literature based on scientific philosophy

analyzed by the author in a qualitative descriptive manner in explaining the case of

the prohibition carried out by Pesantren Salafiyah Bangil to his students

Keyword : Salafiyah, Bangil, Wahabi


Pelarangan Santri Salafiyah (NU BANGIL) Untuk Membeli di

Tokoh Wahabi dalam Perspektif Filsafat Ilmu

A. Profil Pondok Pesatren Salafiyah Bangil

Pondok Pesantren salafiyah Bangil terletak di Jl. Musing No.643, Kauman,

Kec. Bangil, Pasuruan, Jawa Timur 67153, Indonesia. Pesantren ini berdiri pada

tahun 1366M oleh KH. Abd. Rokhim.

Sejarah singkat tentang pesantren salafiyah bangil yaitu, KH. Abd. Rokhim

Rohani mulai merintis Pesantren dengan dengan sarana yang sangat sederhana:

Sebuah rumah dan surau yang memiliki 3 ruang kecil. Jauh dari kesempurnaan,

namun sarat dengan keoptimisan. Materi yang beliau berikan lebih

dititikberatkan pada penguasaan gramatikal bahasa arab sebagai instrumen

penting dalam memahami kandungan kitab-kitab klasik. Jadwal pembelajaran

pun belum tertata secara sistematis, tergantung waktu senggang Kyai. Metode

yang digunakan juga bersifat tradisional, yaitu sistem sorogan (lebih fokus pada

pengembangan kemampuan perseorangan santri di bawah bimbingan kyai) dan

wetonan (santri mendengar dan menyimak kitab yang dibacakan kyai).

Penerus pada periode kedua adalah KH. Khoiron Khusein. Beliau dikenal

produktif dan inovatif dalam pengembangan pendidikan pesantren. Wujud

konkritnya ialah dengan mendirikan Madrasah Diniyah (pada tahun 1961 M)

yang kemudian pada tahun 1978 M ditambah dengan Madrasah Tsanawiyah

(MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) yang pola pendidikannya selain melestarikan

unsur-unsur utama pesantren juga memasukkan materi-materi umum dalam

muatan kurikulumnya. Di bawah kepemimpinan KH. Khoiron inilah PP.

Salafiyah mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik dalam segi kualitas
maupun kuantitasnya. Salah satu gagasan beliau yang paling menonjol adalah

ditugaskannya santri yang telah menyelesaikan jenjang MA untuk

mengembangkan ilmu dan mengabdikan dirinya pada masyarakat yang

bertempat di beberapa pesantren di Jawa Timur dan Madura.

KH. Harisun Baihaqi AR. menjadi elemen paling esensial dalam

pengelolaan Salafiyah periode ke-3. Dengan dibantui KH. Zubair Rasul terus

mengembangkan potensi santri disamping mengupayakan pembenahan sarana

dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran, diantaranya menambah

lokal asrama, kelas dan kamar mandi. Beliau juga membentuk dewan penasehat

yang terdiri dari ibu nyai Hj. Khilyah, Ibu nyai Hj. Istiqomah dan ustdz. Hj.

Suroyyah.
B. Pelarangan Santri Membeli di Tokoh Wahabi

Pelarangan yang dikelurkan pesatren Salafiyah terhadap santri dalam

melakukan kegiatan jual beli dikarenakan. Banyaknya santri yang melakukan

kegiatan transaksi jual beli di tokoh wahabi dan memberikan income yang besar

kepada tokoh wahabi. Di Bangil sendiri sebagai salah satu pesantren besar yang

memiliki santri yang banyak membuat pesantren membentengi diri dengan

melakukan pelarangan membeli di tokoh wahabi untuk tetap mempertahankan

ideologi pesantren salafiyah Bangil.

Dengan adanya isu-isu yang juga beredar di masyarakat dimana wahabi di

cap sebagai salah satu bentuk organisasi atau aliran yang menghasilkan

radikalisme, dengan cara pelarangan pesantren juga meanggap dapat

mengurangi angkat radikal karna menurunnya pendapatan dari badan usaha

milik tokoh wahabi.

C. Alasan Pelarangan

Alasan pesantren Salafiyah bangil melarang santri dalam melakukan pembelian

di Tokoh wahabi di karenakan :

1. Wahabi di anggap merupakan aliran yang menghasilkan radikalisme

2. Pesantren menganggap dengan pelarangan yang dilakukan membuat

berkurangnya radikalisme di Indonesia khususnya bangil.

3. Pendapatan tokoh wahabi yang berasal dari santri-santri PP. Salafiyah cukup

besar

D. Strategi Pondok Pesantren dalam menghadapi aliran-aliran selain NU di

Bangil
Siagian dalam bukunya “Analisis Serta Perumusan Kebijakan dan Strategi

Organisasi” merumuskan delapan langkah yang menjadi keharusan dalam

membentuk suatu kebijakan, yaitu :

1. Merumuskan tujuan yang hendak dicapai

2. Menetapkan berbagai sasaran

3. Menetapkan berbagai kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai

sasaran.

4. Mengembangkan sistem dan mekanisme kerja yang tepat

5. Mengalokasikan sumber dana, daya, peralatan serta tenaga manusia

6. Memonitor hasil yang dicapai

7. Melakukan berbagai perubahan organisasional apabila diperlukan,

8. Menata hubungan antar manusia dalam organisasi sedemikian rupa agar

mereka dapat bergerak sebagai suatu kesatuan yang bulat. (Stainer, 1988)

Penolakan terhadap pemikiran kelompok Islam radikal yang meyakini

penggunaan kekerasan sebagai upaya bela diri atas nama Islam sama sekali tidak

mendapatkan pembenaran hukum oleh karena bertentangan dengan caracara dan

metode yang berlaku pada masyarakat umum. Bahkan menodai kesucian ajaran

Islam. Memang benar bahwa ajaran Islam mengakui penerapan hukum pidana

Islam dengan sistem hukum lain, termasuk peperangan sebagai jihad

diperbolehkan. Namun, tidaklah semudah dengan apa yang diklaimkan kelompok

radikal.

Penolakan ini membuat PP Salafiyah memiliki strategi dalam melakukan

pembentengan dari aliran-aliran dengan cara memberikan pemahaman kepada para


santri dengan teknik pembelajaran yang di pakai oleh PP salafiyah yaitu pengkajian

berbagai kitab klasik yang membahas fiqh (Mabadi' Fiqhiyah, taqrib, fath al

muin), nahwu (awamil, al ajrumiyah, kawakib ad durriyah mutammimah al

ajrumiyah), sharaf (amtsilah tasrifiyah, al maufuud, al kailani), tarikh (khulashoh

nur al yaqin), tafsir (al jalalain, ash showi), tauhid (Aqidah islamiyah, jawahir

kalamiyah, kifayah al awam, ad dasuqi), hadist ( arbain an nawawi, riyadh as

sholihin) dan lain sebaginya.

E. Pelarangan Pondok Salafiyah dari perspektif Filsafat ilmu

Filsafat Ilmu

Secara umum dapat dikatakan bahwa sejak perang dunia ke 2, yang telah

menghancurkan kehidupan manusia, para Ilmuwan makin menyadari bahwa

perkembangan ilmu dan pencapaiannya telah mengakibatkan banyak penderitaan

manusia , ini tidak terlepas dari pengembangan ilmu dan teknologi yang tidak

dilandasi oleh nilai-nilai moral serta komitmen etis dan agamis pada nasib manusia

, padahal Albert Einstein pada tahun 1938 dalam pesannya pada Mahasiswa

California Institute of Technology mengatakan “ Perhatian kepada manusia itu

sendiri dan nasibnya harus selalu merupakan perhatian pada masalah besar yang

tak kunjung terpecahkan dari pengaturan kerja dan pemerataan benda, agar buah

ciptaan dari pemikiran kita akan merupakan berkah dan bukan kutukan terhadap

kemanusiaan (Jujun S Suriasumantri, 1999 : 249 ).

Dalam bidang ilmu pendidikan, dasar metafisika yang terkait dengan objek ilmu

pendidikan dapat ditemui dalam keberadaan aliran-aliran besar dalam ilmu

pendidikan. Aliran-aliran besar dalam ilmu pendidikan itu misalnya dapat ditemui
dalam aliran pendidikan behavioristik yang menganut paham monisme

materialistik dan aliran pendidikan transpersonal yang cenderung bersifat plural.

Dasar epistemologi ilmu atau dasar filsafat pengetahuan ilmu berarti bahwa

suatu ilmu harus memiliki kriteria dasar bagi penentuan suatu pengetahuan dapat

disebut sebagai pengetahuan ilmiah. Dalam bidang ilmu pendidikan, dasar

epistemologi ilmu terkait dengan objek kajian ilmu pendidikan, metode

pemerolehan pengetahuan dalam ilmu pendidikan, batas-batas pengetahuan ilmu

pendidikan, dan validitas pengetahuan ilmiah dalam ilmu pendidikan (kriteria

kebenaran suatu pengetahuan ilmiah).

Filsafat yang mengedepankan eksplorasi logika yang insyaf, radikal dan bebas

ternyata tidak selamanya mampu memberikan solusi terbaik kepada manusia.

Filsafat dari waktu ke waktu tidak pernah mengalami kemajuan (passif). filusuf

hanya bisa berfikir tanpa bisa mengekspresikan hasil pemikirannya dalam bentuk

yang lebih praktis. inilah yang membingungkan. Maka lahirlah Ilmu (sains) yang

menjadi cabang atau pemekaran dari filsafat itu sendiri yang tidak hanya

mengandalkan kekuatan logika semata, tetapi sudah berupaya menjabarkan dengan

bukti2 empiris dan rasional melalui riset-riset atau uji coba yang dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya. Namun lagi-lagi hal itu tidak cukup untuk

menjawab dan menyelesaikan problematika kehidupan karena kerapkali dijumpai

teori (ilmu) yang tidak sesuai dengan realita, pun sebaliknya, realita tidak

selamanya harus dibarengi dengan teori. Oleh karena itu manusia terus mencari

solusi guna menjawab tantangan-tantangan tersebut, yaitu dengan agama. Agama

lahir sebagai pedoman dan panduan bagi kehidupan manusia. Agama lahir tidak
dengan rasio, riset, dan uji coba belaka melainkan lahir dari proses penciptaan dzat

yang berada di luar jangkauan akal manusia dan penelitian pada objek-objek

tertentu.

a. Sikap (Tindakan)

Orang memiliki sikap terhadap segala sesuatu – politik, makanan, anak-

anak, film, apa saja. Sikap adalah sebuah keyakinan megenai orang,

kelompok, gagasan, atau tindakan. Beberapa sikap bersifat eksplisit: kita

menyadarinya, mereka membentuk kesadaran kita dalam mengambil

tindakan atau keputusan dan dapat diukur dengan kuesioner laporan tentang

diri sendiri. Lainnya bersifat implisit: kita tidak menyadari, mereka mampu

memeganruhi tingkah laku kita dengan cara yang tidak kita sadari dan dapat

diukur melalui cara-cara tidak langsung. Sikap seseorang bisa berubah saat

kita mengalami pengalaman baru, dan sikap terkadang berubah karena kita

secara rasional memutuskan bahwa kita salah mengenai sesuatu.

Tindakan yang di ambil PP salafiyah bangil yang melakukan pelarangan

bagi santrinya melakukan pembelian di tempat tokoh wahabi secara

perspektif filsafat dimana tindakan ini berhubungan dengan etika. Etika

berasal dari kata Ethos dari Yunani yang berati watak dan Mores yang

memiliki arti cara hidup dalam adat. Etika adalah suatu pengkajian secara

mendalam tentang sistem nilai yang di berikan oleh orang lain.

cara yang dilakukan PP dalam melakukan tindakan pelarangan ini secara

harfiahnya menurut konteks filsafat nilai menjadi suatu hal yang kurang baik

hal ini dikkarenakan secara estetika yang dihasilkan dari pelarangan tersebut
merupakan jadi pembatas antar manusia. Manusia yang sebagai makhuk

sosial dan memiliki hak perlakuan yang sama secara hukum.

b. Konteks sosial

Konteks sosial merupakan dari kata sosial yaitu Kata sosial, dari kata latin

societas, yang artinya masyarakat. Kata societas dari kata socius,yang artinya

teman, dan selanjutnya antara manusia yang satu dengan manusia yang lain

dalam bentuknya yang berbeda Misalnya;

a. Keluarga

b. Sekolah

c. Organisasi,dan sebagainya.

Pengaruh lingkungan tidak bersifat memaksa, namun tidak dapat dipungkiri

bahwa peran lingkungan cukup besar dalam perkembangan individu.

Konteks sosial ini di bagi menjadi dua lingkungan sosial yaitu :

Lingkungan sosial primer, yaitu lingkungan sosial di mana terdapat

hubungan yang erat antara anggota yang satu dengan anggota yang lain,

anggota yang satu saling kenal mengenal dengan baik dengan anggota yang

lain. Oleh karena di antara anggota telah ada hubungan yang erat, maka

sudah tentu pengaruh dari lingkungan sosial ini akan lebih mendalam bila di

bandingkan dengan lingkungan sosial yang hubungannya tidak erat.

Lingkungan sosial sekunder, yaitu lingkungan sosial yang berhubungan

anggota yang satu dengan anggota yang lain agak longgar. Pada umumnya

anggota satu dengan angota lain kurang atau tidak saling kenal mengenal.
Karena itu, pengaruh lingkungan sosial sekunder akan kurang mendalam bila

dibandingkan dengan pengaruh lingkungan sosial primer.

Pengaruh lingkungan sosial, baik primer maupun sekunder sangat kompleks

dalam perkembangan individu, hal ini secara mendalam dibicarakan

tersendiri dalam psikologi sosial. Hubungan individu dengan lingkungannya

ternyata tidak hanya berjalan sebelah, dalam arti hanya lingkungan saja yang

mempunyai pengaruh terhadap individu. Hubungan antara individu dengan

lingkungannya terdapat hubungan yang saling timbal – balik, yaitu

lingkungan dapat mempengaruhi individu, tetapi sebaliknya individu juga

dapat mempengaruhi lingkungannya.

c. Historis pelarangan

Secara historis pelarangan ini terjadi karna citra dimasyarakat yang meangap

wahabi merupakan aliran radikal yang menghasilkan anti pemikiran barat

serta keras dalam melakukan aksi-aksi yang mengecam masyarakat. Karna

hal tersebut PP. Salafiyah melakukan pelarangan yang diambil sebagai sikap

untuk memerangi dan membentengi dari aliran-aliran yang diluar NU.

d. Kekuasaan

Kekuasaan senantiasa ada dalam setiap masyarakat baik yang masih

bersahaja maupun sudah besar atau rumit susunannya. Akan tetapi walaupun

ada kekuasaan tidak dapat dibagi arata kepada semua anggota masyarakat.

Justru karena pembagian yang tidak merata itulah timbulah makna yang

pokok dari kekuasaan, yaitu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain

untuk kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.


Kekuasaan memiliki definisi kemampuan untuk melakukan mempengaruhi

pihak lain agar mengikuti kehendak pemegang kekuasaan baik secara

sukarela atau terpaksa. Kekuasaan dapat di artikan sebagai bentuk power

atau kekuatan.

Akar dari kekuasaan adalah kehendak. Ini kiranya sejalan dengan pandangan

Nietzsche yang melihat hidup sebagai kehendak untuk berkuasa (Der Wille

zur Macht). Kekuasaan lalu terwujud melalui tindakan dan keputusan. Setiap

tindakan dan keputusan selalu terjadi dalam kerangka sosial. Begitu pula

setiap tindakan dan keputusan selalu memiliki dampak yang bersifat sosial.

Dilihat dari peranan kekuasaan yang dimiliki PP. Salafiyah dalam

melakukan tindakan pelarangan terhadap santri untuk membeli ditokoh

wahabi merupakan salah satu bentuk pemegang kekuasaan dalam

memberikan pengaruh terhadap para santri untuk tidak melakukan

pembelian terhadap tokoh wahabi.

e. Ideologi

Ideologi dibentuk dari dua kata. Ideo berarti pemikiran, khayalan, konsep,

keyakinan. Dan logi berarti logika, ilmu, pengetahuan. Secara harfiah,

ideologi bisa diartikan ilmu tentang keyakinan dan gagasan. Akan tetapi,

ideologi berbeda dengan ilmu secara umum.

Ilmu, dalam kaitannya dengan ideologi, mengandung keyakinan-keyakinan

dan gagasan-gagasan yang ditaati oleh kelompok, kelas sosial, ras atau

sebuah bangsa.
Ideologi melibatkan kita untuk menggarap masalah-masalah dan isu-isu

dalam kerangka memanfaatkannya, mengupas, membongkar kemudian

menyempurnakannya utk kepentingan kita.

Ideologi yang dianut oleh PP.Salafiyah yaitu ahlul sunnah wal jamaah ( NU),

dimana ideologii ini berbeda dngan ideologi yang dianut oleh paham wahabi,

perbedaan ini sendiri membuat PP salafiyah memberikan benteng diri untuk

aliran-aliran yang masuk dalam lingkungan meliputi jalur perdagangan jual

beli yang dilarang oleh pesantren salafiah terhadap santrinya untuk membeli

barang dari tokoh salafiyah.


F. Daftar Pustaka

Abidin Zainal, Filsafat Manusia, Memahami Manusia Melalui Filsafat, Bandung:

PT. Remaja Rosda Karya, 2000.

Achmadi Asmoro, Pengantar Filsafat Umum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Ahmad Zaenal Abidin, Riwayat Hidup Ibn Rusyd, Jakara: Bulan Bintang, 1975.

Al-Ahwani Ahmad Fuad, Filsafat Islam,Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997.

Al-Ahwany Ahmad Fu`ad, al-Falsafah al-Islamiyyah, Kairo: Maktaba alSaqafiyyat,

1962.

Al-Ghamimi Abu al-Wafa, Sufi Dari Zaman ke Zaman, terj Afif Muhmmad,

Bandung: Pustaka Setia, 1998.

Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, Mesir: Dar al-Ma’arif, 1966.

Al-Iraqi Muhammad Athif, Al-Naz’ah al-Aqliyah fi Falsafah Ibn Rusyd, Kairo: Dar

al-Ma;arif, 1979.

Aminrazavi Mehdi, Pendekatan Rasional Suhrawardi Terhadap Problem Ilmu

Pengetahuan, dalam jurnal Al-Hikmah, Bandung: edisi 7 Desember, 1992.

Ammar Hasan Abu, Ringkasan Logika Muslim, Jakarta: Yayasan al-Muntazhar, cet

1, 1992.

Bakhtiar Amsal, Filsafat Agama, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Cress Donal A, Discourse on method and Meditations on First Philosophy

(Cambridge: Hackett Publishing Company Indianapolis, 1980.

Daudy Ahamad, Kuliah Filsafat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1986.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Ensiklopedia Nasional Indonesia,

Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1994.

Descartes Rene, Diskursus dan Metode, terj. Ahmad Faridl Ma’ruf, Yogyakarta:

IRCiSoD, 2012.

Drajat Amroeni, Suhrawardi:kritik falsafah paripatetik, Yogyakarta: PT LKis

Pelangi Aksara, 2005.

Fakhry Majid, Sejarah Filsafat Islam, tej, Mulyadhy Kartanegara, Jakarta: Pustaka

Jaya, 1987.

Lavine T. Z, Pertualangan Filsafat Dari Socrates Ke Sarte, Yogyakarta: Jendela,

2002.

Leaman Oliver, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1988.

Madjid Nurcholis, Islam Doktrin dan Pradaban, Jakarta: Paramadina, 1992.

Madkur Ibrahim, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Anda mungkin juga menyukai