Anda di halaman 1dari 32

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

KELOMPOK STAF MEDIS (KSM) : INTERNA


RSUD SINJAI
2019

DIABETES MELITUS
1. Pengertian (Definisi) Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang
ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada :
1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa
hepatik) dan di jaringan perifer (otot dan lemak).
2. Sekresi insulin oleh sel beta pancreas atau keduanya.

Klasifikasi Diabetes melitus (DM) :


1. DM tipe 1 (destruksi sel B, umumnya diikuti defisiensi insulin
absolute) :
 Immune-mediated
 Idiopatik
2. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi isulin
dengan defisiensi insulin relative sampai predominan defek
sekretorik dengan resistensi insulin
3. Tipe spesifik lain :
 Defek genetik pada fungsi sel B
 Defek genetik pada kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopati
 Diinduksi obat atau zat kimia
 Infeksi
 Bentuk tidak lazim dari Immune-mediated DM
 DM gestasional
2. Anamnesis 1. Keluhan khas DM : poliuria,polidipsia,polifagia,penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan,gatal,mata kabur,disfungsi
ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita

1. Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan fisis lengkap termasuk :


1. Tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar pinggang.
2. Tanda neuropati
3. Mata (visus,lensa mata dan retina)
4. Gigi mulut
Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki, kulit dan kuku)
4. Kriteria Diagnosis
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200mg/dl atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl atau
3. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 200 mg/dl pada 2 jam
sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO.

5. Diagnosis Terdiri dari :


1. Diagnosis DM
2. Diagnosis komplikasi DM
3. Diagnosis penyakit penyerta
4. Pemantauan pengendalian DM

1
6.Diagnosis Banding 1. Hiperglikemia reaktif
2. Toleransi glukosa terganggu (TGT)
3. Glukosa darah puasa terganggu(GDPT)

7. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium :


Penunjang 1. Hb, leukosit, hitung jenis keukosit, laju endap darah
2. Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan
3. Uranalisis rutin, proteinuria 24 jam,kreatinin
4. SGPT, albumin/globulin
5. Kolesterol Total, kolesterol LDL, Kolesterol HDL, Trigleserida
Pemeriksaan penunjang lainnya :
1. EKG
2. Foto thorax
8. Terapi Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi :
Karbohidrat 60-70 %, protein 10-15 %, dan lemak 20-25%.
Jumlah kolesterol disarankan < 300mg/hr. Diusahakan lemak berasal dari
sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA : Mono unsaturated Fatty Acid),
dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid), dan asam lemak jenuh.
Jumlah kandungan serat + 25 g/hr, diutamakan serat larut.
Jumlah kalori basal per hari :
 Laki-laki : 30 kal/kg BB idaman
 Wanita : 25 kal/kg BB idaman
Penyesuaian (terhadap kalori basal/hari)
 Status gizi :
 BB gemuk - 20%
 BB lebih -10%
 BB kurang +20%
 Umur > 40 tahun - 5%
 Stres metabolik ( infeksi,operasi,dll) : + ( 10 s/d 30%)
 Aktivitas :
 Ringan + 10%
 Sedang + 20%
 Berat + 30%
 Hamil
 Trimester I,II +300 kal
 Trimester III/laktasi +500 kal

Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit). Prinsip : continous –Rythmical-Interval-
Progressive-Endurance.
Intervensi Farmakologis
Obat Hipoglikemia oral (OHO) :
 Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfoniurea, glinid
 Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
 Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa

Insulin

Terapi kombinasi :

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
2
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa
darah. Kalau dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum
tercapai, perlu kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang
berbeda mekanisme kerjanya
Pengelolaan DM tipe 2 gemuk :
Non-farmakologis evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis)
Sasaran tidak tercapai : penekanan kembali tata laksana non
farmakologis
evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis).
Sasaran tidak tercapai : + 1 macam OHO
evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis).
Sasaran tidak tercapai : kombinasi 2 macam OHO, antara
Biguanid/Penghambat glukosidase α/glitazon
evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis).
Sasaran tidak tercapai : kombinasi 3 macam OHO:
Biguanid+Penghambat glukosidase α+ glitazon atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam
evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):
Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai :
kombinasi 4 macam OHO:
Biguanid+Penghambat glukosidase α + glitazon + Secretagogue
atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam
evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):
Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai :
Insulin
Atau
Terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam
Sasaran terapi kombinasi OHO + insulin tidak tercapai :
Insulin
Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir

Pengelolaan DM tipe 2 tidak gemuk :


Non farmakologis evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis)
Sasaran tidak tercapai : non farmakologis + secretagogue
Evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan
Klinis)

Sasaran tidak tercapai : kombinasi 2 macam OHO, antara


Secretagogue + penghambat glukosidase
α /Biguanid /Glitazon
Evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan
Klinis)
Sasaran tidak tercapai : Kombinasi 3 macam OHO
Secretagogue + penghambat
glukosidase α+Biguanid /Glitazon atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari +
Insulin malam
Evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan
Klinis)
Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai :
Kombinasi 4 macam OHO :
Secretagogue+penghambat

3
glukosidase α+Biguanid+Glitazon atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari +
Insulin malam
Evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan
Klinis)
Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai :
Insulin , atau
Terapi Kombinasi OHO siang hari +Insulin malam
Evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan Klinis)

Sasaran terapi kombinasi OHO + insulin tidak tercapai :


Insulin
Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir.

9. Edukasi Meliputi pemahaman tentang :


Penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM,
penyulit DM, intervensi farmakologis dan non-farmakologis,
hipoglikemia,masalah khusus yang dihadapi,cara mengembangkan system
pendukung dan mengajarkan keterampilan, cara mempergunakan fasilitas
perawatan kesehatan.

10. Prognosis dubia


11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat
Rekomendasi B
13. Penelaah Kritis - dr.Hermawati Azikin, Sp.PD
- dr. H. Amaluddin, Sp.PD
- dr. Megawati, Sp.PD
- dr. Mutmainna S.
14. Indikator Medis Insiden : 2 – 5 % pertahun (DM tipe I);
Prevalensi : Di USA 4,4 - 17,9 % (rata-rata 8,2 %)

15. Kepustakaan 1. PERKENI, konsensus pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di indonesia,


2002
2. PERKENI, Petunjuk Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2, 2002
3. Suyono s. Type 2 Diabetes Mellitus is a B-cell Dysfunction, prosiding
Jakarta Diabetes Meeting 2002. The Recent Management in Diabetes and
its complications : from Molecular to Clinic. Jakarta 2-3 Nov 2002.
Simposium current Treatment in Internal Medicine 2000. Jakarta, 11-12
November 2000: 185-99.
4. The Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Report of the Expert Committee on the Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes care, Jan 2003;26 (Suppl.
1): S5-20.

Sinjai , 04 Januari 2018


Ketua Komite Medik Ketua KSM INTERNA

4
dr. Hikmawati Sp.S,. M.Kes dr. Hermawati Azikin, Sp.PD
NIP: 19720820 200212 2 005 NIP: 19731203 200212 2 005

Direktur RSUD SINJAI

dr. H. Amaluddin, Sp.PD


NIP : 19630618 198910 1 002

5
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : INTERNA
RSUD SINJAI
2018

TUBERKULOSIS PARU
1. Pengertian (Definisi) Tuberkulosis paru adalah infeksi paru yang menyerang
jaringan parenkim paru, disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis berdasarkan hasil
pemeriksaan sputum, TB dibagi dalam :
1. TB paru BTA positif : sekurangnya 2 dari 3
spesimen sputum BTA positif.
2. TB paru BTA negatif, dari 3 spesimen sputum
BTA negatif, foto thoraks positif.
Berdasarkan tingkat keparahan penyakt yang ditunjukkan
oleh foto thoraks , TB paru di bagi dalam :
1. TB paru dengan kelainan paru luas
2. TB paru dengan kelainan paru sedikit
Berdasarkan organ selain paru yang terserang, TB paru
dibagi dalam :
1. TB Paru extra paru ringan : TB kelenjar limfe,
TB tulang non-vertebra, TB sendi, TB adrenal
2. TB extra paru berat : meningitis, TB milier, TB
diseminata, perikarditis,pleuritis, peritonitis,TB
vertebra, TB usus, TB genitourinarius
Berdasarkan riwayat pengobatannya, TB paru dibagi
dalam :
1. Kasus baru
2. Kambuh (relaps)
3. Drop-out/default
4. Gagal terapi

2. Anamnesis Keluhan (tergantung derajat berat, organ terlibat, dan


komplikasi); batuk-batuk > 3 minggu, batuk berdarah,
sesak nafas, nyeri dada, malaise,lemah, berat badan turun,
nafsu makan turun, keringat malam, demam.
Gejala yang ditemukan (tergantung derajat berat, organ
terlibat, dan komplikasi); keadaan umum lemah,
kakeksia, takipneu, febris, paru : tanda-tanda konsolidasi
(redup, fremitus mengeras/melemah, suara nafas
bronchial/melemah, ronkhi basah/kering)

3. Pemeriksaan Fisis Paru : tanda-tanda konsolidasi


1. Redup, fremitus mengeras/melemah
2. Suara nafas bronchial/melemah
3. Ronkhi basah/kering)

6
4. Kriteria diagnosis 1. Anamnesis batuk-batuk > 3 minggu, batuk berdarah,
sesak nafas, nyeri dada, malaise,lemah, berat badan
turun, nafsu makan turun, keringat malam, demam.
2. Laboratorium : LED meningkat
3. Mikrobiologis :
1. BTA sputum positif minimal 2 dari 3 spesimen
SPS
2. Kultur Mycobacterium tuberculosis positif
(diagnosis pasti)
4. Radiologis :
1. Foto thoraks PA + lateral (hasil bervariasi) :
infiltrat, pembesaran KGB hilus/KGB paratrakeal,
milier,atelektasis, efusi
pleura,kalsifikasi,brokhiektasis, kavitas, destroyed
lung

5. Diagnosis 1.Berdasarkan anamnesis : Keluhan (tergantung derajat


berat, organ terlibat, dan komplikasi); batuk-batuk > 3
minggu, betuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada,
malaise,lemah, berat badan turun, nafsu makan turun,
keringat malam, demam.
2.Gejala yang ditemukan (tergantung derajat berat, organ
terlibat, dan komplikasi); keadaan umum lemah,
kakeksia, takipneu, febris, paru : tanda-tanda
konsolidasi (redup, fremitus mengeras/melemah, suara
nafas bronchial/melemah, ronkhi basah/kering).
3.Laboratorium : LED meningkat
4.Mikrobiologis : BTA sputum positif minimal 2 dari 3
spesimen SPS dan kultur Mycobacterium Tuberculosis
positif.
5.Radiologis : Foto thorax PA + lateral : infiltrate,
pembesaran KGB hilus/KGB paratrakeal,
milier,atelektasis,efusi pleura,kalsifikasi,
bronkhiektasis, kavitas, destroyed lung.
6. Diagnosis Banding 1. Pneumonia
2. Tumor/keganasan paru
3. Jamur paru
4. Penyakit paru akibat kerja

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium : LED


2. Mikrobiologis : BTA sputum.
1. Pada kategori 1 dan 3 : sputm BTA diulangi pada
akhir bulan ke 2, 4 dan 6
2. Pada kategori 2 : sputum BTA diulangi pada akhir
bulan ke 2, 5 dan 8.
3. Kultur BTA sputum diulangi pada akhir bulan ke 2
dan akhir terapi
3. Radiologis foto thoraks PA, lateral pada saat diagnosis
awal dan akhir terapi. Selama terapi : evaluasi foto
setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.

7
8. Terapi Obat anti TB (OAT) :
Kategori 1 : untuk
1. Penderita baru TB paru, sputum BTA positif
2. Penderita baru TB paru, sputum BTA negatif,
rotgen positif dengan kelainan paru luas
3. Penderita TB Extra paru berat diterapi dengan
4. 2 RHZE/4 RH-2 RHZE/4 R3H3- 2 RHZE/ 6 HE
Kategori 2 : untuk
1. Penderita kambuh
2. Penderita gagal
3. Penderita after default di terapi dengan :
- 2 RHZES/1 RHZE/ 5RHE

- 2 RHZES/1 RHZE/ 5R3H3E3


Kategori 3 : untuk
1. Penderita baru TB paru, sputum BTA negatif,
rotgen positif dengan kelainan paru tidak khas
2. Penderita TB Extra paru ringan diterapi dengan :
- 2 RHZ/ 4 RH

- 2 RHZ/ 4R3H3

- 2 RHZ/ 6 HE
Kategori 4 : untuk
1. Penderita TB kronik diterapi dengan
- H seumur hidup

- Bila mampu : OAT lini kedua.

9. Edukasi 1. Istirahat
2. Stop Merokok
3. Hindari Polusi
4. Nutrisi
5. Vitamin
10. Prognosis dubia tergantung derajat berat, kepatuhan pasien,
sensivitas bakteri, gizi, status imun, komorbidit
11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat Rekomendasi B
13. Penelaah Kritis - dr.Hermawati Azikin, Sp.PD
- dr. H. Amaluddin, Sp.PD

8
- dr. Megawati, Sp.PD
- dr. Mutmainna S.
14. Indikator Medis Insiden : 139/100.000 orang
Prevalensi : 219/100.000 orang

15. Kepustakaan 1. http://www.who.int/tb/publications/global_report/


2008/en/index.html
2. PAPDI, Panduan Pelayanan medik, Jakarta 2006.hal
109-11

Sinjai , 04 Januari 2018


Ketua Komite Medik Ketua KSM INTERNA

dr. Hikmawati Sp.S,. M.Kes dr. Hermawati Azikin, Sp.PD


NIP: 19720820 200212 2 005 NIP: 19731203 200212 2 005

Direktur RSUD SINJAI

dr. H. Amaluddin, Sp.PD


NIP : 19630618 198910 1 002

9
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : INTERNA
RSUD SINJAI
2018

INFEKSI SALURAN KEMIH


1. Pengertian (Definisi) Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat terbentuknya
koloni kuman di saluran kemih melalui cara hematogen dan
asending.
ISK sederhana/tak berkomplikasi: ISK yang terjadi pada
perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi
structural ataupun ginjal.
ISK berkomplikasi : ISK yang berlokasi selain di vesika
urinaria, ISK pada anak-anak, laki-laki atau ibu hamil.

2. Anamnesis ISK bawah :


1. Disuria terminal
2. Polakisuria
3. Nyeri suprapubik
ISK atas:
1. Nyeri pinggang
2. Demam
3. Menggigil
4. Mual dan muntah
5. Hematuria

3. Pemeriksaan Fisis Febris


Nyeri tekan suprapubik
Nyeri ketok sudut kostovertebra

4. Kriteria Diagnosis 1. Demam dan nyeri suprapubik


2. Nyeri tekan suprapubik dan nyeri ketok sudut kostovertebra
3. Pemeriksaan laboratorium :
Leukosuria (lebih dari 5 lekosit/LPB sedimen urin)
Hematuria ( 5-10 eritrosit /LPB sedimen urin)
Bakteriuria > 102 organisme koliform/ml urin plus piuria
(wanita)
> 105 organisme patogen/ml urin
5. Diagnosis Diagnosis berdasarkan anamnesis adanya keluhan nyeri
suprapubik, demam, menggigil, mual muntah, hematuria.
Pemeriksaan fisis : nyeri tekan suprapubik dan nyeri ketok sudut
kostovertebra.
Pemeriksaan penunjang : urinalisis, USG ginjal, Foto BNO-IVP
6. Diagnosis Banding 1. ISK sederhana
2. ISK berkomplikasi

7. Pemeriksaan 1. Urinalisis
Penunjang 2. Tes fungsi ginjal dan gula darah
3 . Foto BNO-IVP
4. USG ginjal

10
8. Terapi Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada; bila hasil
Resistensi kuman sudah ada, pemberian antimikroba disesuaikan
:
Antimikroba pada ISK : Trimetoprim-
sulfametoksazol,Trimetoprim,siprofloksasin,Levofloksasin,Nitro
furantoin makrokristal,Amoksisilin/klavulanat,Gentamicin.

9. Edukasi 1. Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik


2. Menjaga hygiene genitalia eksterna

10. Prognosis dubia


11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat Rekomendasi B
13. Penelaah Kritis - dr.Hermawati Azikin, Sp.PD
- dr. H. Amaluddin, Sp.PD
- dr. Megawati, Sp.PD
- dr. Mutmainna S.
14. Indikator Medis Insiden : > 7 juta pertahun (di USA)
15. Kepustakaan 1. PAPDI, Panduan Pelayanan medik, Jakarta 2006.hal 174-77.
2. Tessy A, et al. Infeksi Saluran Kemih. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II, Edisi III. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.2001. hal 369-76.
3. Www.harrisonspractice.com

Sinjai , 04 Januari 2018


Ketua Komite Medik Ketua KSM INTERNA

dr. Hikmawati Sp.S,. M.Kes dr. Hermawati Azikin, Sp.PD


NIP: 19720820 200212 2 005 NIP: 19731203 200212 2 005

Direktur RSUD SINJAI

dr. H. Amaluddin, Sp.PD


NIP : 19630618 198910 1 002
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : INTERNA
RSUD SINJAI
2018

Dispepsia
1. Pengertian (Definisi) Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang
terdiri atas nyeri ulu hati,mual, kembung, muntah, rasa
11
penuh atau cepat kenyang dan sendawa.
2. Anamnesis Terdapatnya kumpulan gejala yang terdiri atas :
1. Nyeri ulu hati
2. Mual Muntah
3. Kembung
4. Rasa penuh atau cepat kenyang

3. Pemeriksaan Fisis Nyeri epigastrium


4. Kriteria Diagnosis gejala yang terdiri atas nyeri ulu hati,mual, kembung,
muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa
Berdasarkan anamnesis terdapatnya kumpulan gejala
5. Diagnosis tersebut di atas.
6.Diagnosis Banding 1. Penyakit refluks gastroesofageal
2. Irritable Bowel syndrome
3. Karsinoma saluran cerna bagian atas
4. Kelainan Pankreas dan kelainan hati

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan fungsi hati


2. USG abdomen

8. Terapi 1. Suportif : nutrisi


2. Pengobatan empiric selama 4 minggu
3. Pengobatan berdasarkan etiologi
9. Edukasi Menghindari jenis makanan yang bisa mencetuskan
serangan dyspepsia.
1. Pola diet porsi kecil tetapi sering.
2. Makanan rendah lemak.
3. Hindari/kurangi makan makanan kopi, alkohol, pedis
10. Prognosis Dubia
11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat Rekomendasi B
13. Penelaah Kritis - dr.Hermawati Azikin, Sp.PD
- dr. H. Amaluddin, Sp.PD
- dr. Megawati, Sp.PD
- dr. Mutmainna S.
14. Indikator Medis Prevalensi berkisar 7-41%
Insidens pertahun sekitar 1-8%

15. Kepustakaan 1. Djojoningrat D, Dispepsia Fungsional.Buku Ajar Ilmu


penyakit Dalam Jilid II,Edisi ketiga : Jakarta, Balai
Penerbit FKUI, 2001.hal 153-7
2. PAPDI, Panduan Pelayanan medik, Jakarta :2006. Hal
301

Sinjai , 04 Januari 2018


Ketua Komite Medik Ketua KSM INTERNA

12
dr. Hikmawati Sp.S,. M.Kes dr. Hermawati Azikin, Sp.PD
NIP: 19720820 200212 2 005 NIP: 19731203 200212 2 005

Direktur RSUD SINJAI

dr. H. Amaluddin, Sp.PD


NIP : 19630618 198910 1 002

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


KSM : INTERNA
RSUD SINJAI
2018

ASMA BRONKIAL
1. Pengertian (Definisi) Asma bronchial adalah peyakit inflamasi kronik saluran
nafas yang ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang
dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan akibat
hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang melibatkan sel-sel dan elemen seluler terutama
13
mastosit, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, dan
epitel.
2. Anamnesis Pada riwayat penyakit ada keluhan : batuk, sesak nafas
dengan atau tanpa mengi, atau rasa berat di dada
3. Pemeriksaan Fisis Ekspirasi memanjang
Mengi
Hiperinflasi dada
Pernafasan cepat
4. Kriteria Diagnosis 1. Asma intermitten, gejala asma < 1 kali/minggu,
asimptomatik, APE diantara serangan normal, asma
malam< 2 kali/bulan, APE> 80%, variabilitas < 20%
2. Asma persisten ringan, gejala asma > kali/minggu, < 1
kali/hari, asma malam > 2 kali/bulan, APE > 80%,
variabilitas < 20-30%
3. Asma persisten sedang, gejala asma tiap hari, tiap hari
menggunakan beta 2 agonis kerja singkat, aktivitas
terganggu saat serangan, asma malam > 1 kali/minggu,
APE > 60% dan 80% prediksi atau , variabilitas >
30%.
4. Asma persisten berat, gejala asma terus menerus, asma
malam sering, aktivitas terbatas, dan APE <60%
prediksi atau , variabilitas > 30%. Asma eksaserbasi
akut dapat terjadi pada semua tingkatan derajat asma.
5. Diagnosis Diagnosis berdasarkan anamnesis adanya keluhan batuk,
sesak nafas dan rasa berat di dada
Pemeriksaa fisis berupa ekspirasi memanjang, mengi
Pemeriksaan penunjang laboratorium : jumlah eosinofil
dan sputum
Foto thoraks
6. Diagnosis Banding 1. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
2. Gagal jantung

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium : jumlah eosinofil dan sputum


2. Foto thoraks
8. Terapi 1. Asma intermitten tidak memerlukan obat pengendali
2. Asma persisten ringan memerlukan obat pengendali
kortikosteroi inhalasi (500 ug BDP atau ekuivalennya)
atau pilihan lainnya : teofilin lepas lambat, kromolin,
antileukotrien
3. Asma persisten sedang memerlukan obat pengendali
berupa kortikosteroid inhalasi (200-1000 ug
Budesonide propionate (BDP) atau ekuivalennya) di
tambah dengan beta 2-agonis aksi lama (LABA) atau
pilihan lain kortikosteroid inhalasi (500-1000 ug BDP
atau ekiuvalennya) + teofilin lepas lambat atau
kortikosteroid inhalasi (500-1000 ug BDP atau
ekuivalennya)+ LABA oral atau kortikosteroid inhalasi
dosis ditinggikan (> 1000 ug BDP atau ekuivalennya)
atau kortikosteroid inhalasi 500-1000 ug BDP atau

14
ekivalennya + antileukotrien.
4. Asma persisten berat memerlukan kortikosteroid
inhalasi (1000 ug BDP atau ekuivalennya) + LABA
Inhalasi + salah asatu pilihan berikut ;
- Teofilin lepas lambat
- Antileukotrien
- LABA oral
Sedangkan untuk penghilang sesak pada pasien dapat
diberikan inhalasi beta 2-agonis keja singkat etapi tidak
boleh lebih dari 3-4 kali sehari. Inhalasi antikolinergik,
agonis beta-2 kerja singkat oral dan teofilin lepas lambat
dapat diberikan sebagai pilihan lain selain agonis beta 2-
kerja singkat inhalasi. Bila terjadi eksaserbasi akut maka
tahap penatalaksanaannya sebagai berikut :
1. Oksigen
2. Inhalasi agonis beta 2 tiap 20 menit sampai 3 kali
selanjutnya tergantung respon terapi awal
3. Inhalasi antikolenergik (ipatropium bromida)
setiap 4-6 jam terutama pada obstruksi berat (atau
dapat diberikan bersama-sama dengan agonis beta
2)
4. Kortikosteroid oral atau parenteral dengan dosis
40-60 mg/hari setara prednison
5. Aminofilin tidak dianjurkan (bila diberikan dosis
awal 5-6mg/kgBB dilanjutkan infuse aminofilin
0,5-0,6mg/kgBB/jam.
6. Antibiotik bila ada infeksi sekunder
7. Pasien diobservasi 1-3jam kemudian dengan
pemberian agonis beta 2 tiap 60 menit. Bila setelh
masa observasi terus membaik pasien dapat
dipulangkan dengan pengobatan (3-5 hari);
inhalasi beta 2 agonis diteruskan, steroid oral
diteruskan, penyuluhan dan pengobatan
lanjut,antibiotik diberikan bila ada indikasi,
perjanjian control berobat.
8. Bila setelah observasi 1-2 jam tidak ada perbaikan
atau pasien termasuk golongan resiko tinggi :
pemeriksaan fisik tambah berat, APE (arus
puncak eskpirasi) > 50% dan 70% dan tidak ada
perbaikan hipoksemia (dari hasil analisis gas
darah) pasien harus dirawat
9. Edukasi Menghindari faktor pencetus
10. Prognosis tergantung berat gejala
11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat Rekomendasi B
13. Penelaah Kritis - dr.Hermawati Azikin, Sp.PD
- dr. H. Amaluddin, Sp.PD
- dr. Megawati, Sp.PD
- dr. Mutmainna S.
15
14. Indikator Medis prevalensi asma dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur,
status atopi, factor keturunan, serta factor lingkungan.
Prevalensi di Indonesia sekitar 5-7%
15. Kepustakaan 1. PAPDI, Panduan Pelayanan medik, Jakarta; 2006. hal
301.
2. Sundaru H, Asma bronchial.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II, edisi ketiga.Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.hal 21-32

Sinjai , 04 Januari 2018


Ketua Komite Medik Ketua KSM INTERNA

dr. Hikmawati Sp.S,. M.Kes dr. Hermawati Azikin, Sp.PD


NIP: 19720820 200212 2 005 NIP: 19731203 200212 2 005

Direktur RSUD SINJAI

dr. H. Amaluddin, Sp.PD


NIP : 19630618 198910 1 002

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


KSM : INTERNA
RSUD SINJAI
2018

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)


1. Pengertian (Definisi) Penyakit paru obstruktif kronik adalah penyakit yang
ditandai dengan adanya perlambatan aliran udara yang
tidak sepenuhnya reversible. Perlambatan aliran udara
umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan
respon inflamasi yang abnormal terhadap partikel atau
gas iritan (GOLD 2001)

16
2. Anamnesis Anamnesis riwayat paparan dengan factor resiko,
riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK,
riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS, komorbiditas,
dampak penyakit terhadap aktivitas,dll
Keluhan : sesak nafas, batuk-batuk kronis
Sputum produktif
Faktor resiko (+)
PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala
Riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS
sebelumnya
Komorbiditas
Dampak penyakit terhadap aktivitas

3. Pemeriksaan Fisis 1. Pernafasan pursed lips


2. Takipneu
3. Dada emfisematous atau barrel chest
4. Dengan tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
5. Bunyi nafas vesikuler melemah
6. Ekspirasi memanjang
7. Ronkhi kering atau wheezing
8. Bunyi jantung jauh

4. Kriteria Diagnosis Batuk kronis


Produksi sputum kronis
Sesak
Riwayat terpapar factor resiko, khususnya : asap rokok
dll
Foto toraks

5. Diagnosis Berdasarkan anamnesis adanya riwayat paparan dengan


faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya
,pemeriksaan fisis berupa takipneu, ekspirasi
memanjang, ronkhi kering atau wheezing. Pemeriksaan
penunjang foto thoraks.
6.Diagnosis Banding 1. Asma bronchial
2. Bronkiektasis
3. Gagal jantung kongestif
4. Pneumonia

7. Pemeriksaan Penunjang Foto thoraks


Bila eksaserbasi akut : Sputum Gram.

8. Terapi Terapi farmakologis :


a. Bronkhodilator
b. Steroid
c. Obat-obat tambahan lain :
mukolitik,antioksidan,imunoregulator
(imunostimulator, immunomodulator) : tidak rutin
9. Edukasi Motivasi berhenti merokok
10. Prognosis dubia

17
11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat Rekomendasi B
13. Penelaah Kritis dr. Hermawati Azikin, Sp.PD
dr. H. Amaluddin, Sp.PD

14. Indikator Medis Insiden : > 16 juta orang (di AS)


15. Kepustakaan 1. Celli BR, MacNee W, ATS/ERS Task Force.
Standards for the diagnosis and treatment of patients
with COPD: a summary of the ATS/ERS position
paper. Eur Respir J 2004; 23:932.
2. Global strategy for the diagnosis, management, and
prevention of chronic obstructive pulmonary disease:
Executive summary 2006. Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD).
http://www.goldcopd.org (Accessed on December
14, 2009).
3. PAPDI, Panduan Pelayanan Medik, Jakarta : 2006.
hal 105-107Www.harrisonspractice.com

Sinjai , 04 Januari 2018


Ketua Komite Medik Ketua KSM INTERNA

dr. Hikmawati Sp.S,. M.Kes dr. Hermawati Azikin, Sp.PD


NIP: 19720820 200212 2 005 NIP: 19731203 200212 2 005

Direktur RSUD SINJAI

dr. H. Amaluddin, Sp.PD


NIP : 19630618 198910 1 002

18
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
KSM : INTERNA
RSUD SINJAI
2018

PENYAKIT GINJAL KRONIK


1. Pengertian (Definisi) Penyakit ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat
menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut.
2. Anamnesis Lemas
Muntah
Mual
Sesak nafas
Pucat, BAK kurang

19
3. Pemeriksaan Fisis Anemis
Kulit kering
Edema tungkai atau palpebra
Tanda bendungan paru

4. Kriteria Diagnosis Kriteria penyakit ginjal kronik adalah :


1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau
lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG) berdasarkan
 Kelainan patologik atau
 Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada
komposisi darah atau urin, atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan.
2. LFG < 60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3
bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
5. Diagnosis Diagnosis berdasarkan anamnesis adanya keluhan lemas,
muntah, mual dan sesak nafas.
Pemeriksaan fisis ditemukan adanya anemis, edema
tungkai atau palpebra, kulit kering dan tanda bendungan
paru.
pemeriksaan penunjang : lab,USG Ginjal, EKG,
Radiologi.
6.Diagnosis Banding Gagal ginjal akut
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium : ureum, kreatinin,profil lipid, asam urat,
gula darah, albumin, globulin, HBsAg, Anti HCV, Anti
HIV
2. USG Ginjal
3. Radiologi :Foto polos abdomen, foto thoraks
4. EKG
8. Terapi Nonfarmakologis :
1. Pengaturan asupan protein
2. Pengaturan asupan kalori : 35 kal/kgBB ideal/hari
3. Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori
total dan mengandung jumlah yang sama antara
asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
4. Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari
kalori total
5. Garam (NaCl) :2-3 gr/hari
6. Kalium : 40-70mEq/kgBB/hari
7. Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari
8. Kalsium : 1400-1600 mg/hari
9. Besi : 10-18 mg/hari
10. Magnesium ; 200-300 mg/hari
11. Asam folat pasien HD : 5 mg
20
12. Air : jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible
water loss)
Farmakologis :
1. Kontrol tekanan darah :
1. Penghambat ACE atau antagonis reseptor
Angiotensin II evaluasi kreatinin dan
kalium serum, bila terdapat peningkatan
kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemi
harus dihentikan
2. Penghambat kalsium
3. Diuretik
2. Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari
pemakaian metformin dan obat-obat sufonilurea
dengan masa kerja panjang.
3. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 gr/dl
4. Kontrol hiperfosfatemin: kalsium karbonat
5. Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol
6. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3
20-22 mEq/l
7. Koreksi hiperkalemi Kontrol dislipidemia dengan
target LDL<100mg/dl, dianjurkan golongan statin
9. Edukasi Diet rendah protein
Diet rendah garam

10. Prognosis Dubia


11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat Rekomendasi B
13. Penelaah Kritis - dr.Hermawati Azikin, Sp.PD
- dr. H. Amaluddin, Sp.PD
- dr. Megawati, Sp.PD
- dr. Mutmainna S.
14. Indikator Medis Insiden : 1700/1 juta populasi
Prevalensi : 1 – 30 %

15. Kepustakaan 1. A population-based study of the incidence and


outcomes of diagnosed chronic kidney disease. Drey
N, Roderick P, Mullee M, Rogerson M Am J Kidney
Dis. 2003;42(4):677.
2. PAPDI, Panduan Pelayanan Medik, Jakarta : 2006. hal
157-59.
3. The prevalence and risk factors of microalbuminuria in
normoglycemic, normotensive adults. Choi HS, Sung
KC, Lee KB Clin Nephrol. 2006;65(4):256.

Sinjai , 04 Januari 2018


Ketua Komite Medik Ketua KSM INTERNA

21
dr. Hikmawati Sp.S,. M.Kes dr. Hermawati Azikin, Sp.PD
NIP: 19720820 200212 2 005 NIP: 19731203 200212 2 005

Direktur RSUD SINJAI

dr. H. Amaluddin, Sp.PD


NIP : 19630618 198910 1 002

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


KSM : INTERNA
RSUD SINJAI
2018

ULKUS PEPTIK
1. Pengertian (Definisi) Ulkus peptik adalah salah satu penyakit saluran cerna
bagian atas yang kronis.
2. Anamnesis Terdapat nyeri epigastrium, dyspepsia, nausea,
vomitus,anoreksia dan kembung
3. Pemeriksaan Fisis Nyeri palpasi yang terlokalisasi,kadang-kadang dapat
ditunjuk dengan satu jari di sebelah kanan garis tengah atau
pada garis tengah epigastrium
4. Kriteria Diagnosis Nyeri palpasi yang terlokalisasi pada epigastrium
5. Diagnosis 1. Faktor resiko : umur, penggunaan obat-obat aspirin atau
OAINS, kuman Helicobacter pylori
2. Diagnosis berdasarkan anamnesis adanya keluhan nyeri
epigastrium, dyspepsia, nausea, vomitus,anoreksia dan
kembung.pemeriksaan fisis terdapat nyeri palpasi yang
terlokalisasi pada epigastrium

22
6. Diagnosis Banding 1. Ulkus gaster
2. Ulkus duodenum
3. dispepsia non ulkus

7. Pemeriksaan Penunjang

8. Terapi Terapi tanpa komplikasi :


 Suportif : nutrisi
 Menghindari faktor resiko
 Pemberian obat-obatan : antasida,antagonis reseptor
H2,PPI,Pemberian obat-obatan untuk mengikat
asam empedu, pemberian obat-obatan untuk
meningkatkan faktor defensive, pemberian obat
untuk eradikasi kuman Helicobacter pylori,
prokinetik
Terapi dengan komplikasi :
Pada tukak yang berdarah dilakukan penatalaksanaan
umum atau suportif sesuai dengan penatalaksanaan
hematemesis melena secara umum.
9. Edukasi Menghindari makanan/minuman yang menyebabkan
timbulnya atau memperberat gejala sebaiknya makanan
dikunyah sampai halus, makan dalam porsi sedikit-sedikit,
dan bila perlu frekuensinya di tingkatkan.
10. Prognosis Dubia
11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat Rekomendasi B
13. Penelaah Kritis - dr.Hermawati Azikin, Sp.PD
- dr. H. Amaluddin, Sp.PD
- dr. Megawati, Sp.PD
- dr. Mutmainna S.
14. Indikator Medis Insiden : 0.1 - 0.3 % / tahun
Prevalensi : + 12 % laki-laki & 10 % wanita

15. Kepustakaan 1. Akil,H.A. Tukak duodenum.Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam, Jilid II, Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI
:Jakarta,2001.hal.139-47.
2. PAPDI, Panduan Pelayanan Medik, Jakarta : 2006. hal
299-300.
3. Risk of uncomplicated peptic ulcer among users of
aspirin and nonaspirin nonsteroidal antiinflammatory
drugs. García Rodríguez LA, Hernández-Díaz S Am J
Epidemiol. 2004;159(1):23.

Sinjai , 04 Januari 2018


Ketua Komite Medik Ketua KSM INTERNA

dr. Hikmawati Sp.S,. M.Kes dr. Hermawati Azikin, Sp.PD


NIP: 19720820 200212 2 005 NIP: 19731203 200212 2 005
23
Direktur RSUD SINJAI

dr. H. Amaluddin, Sp.PD


NIP : 19630618 198910 1 002

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


KSM : INTERNA
RSUD SINJAI
2018

ANEMIA HIPOPLASTIK/ANEMIA APLASTIK


1. Pengertian (Definisi) Anemia aplastik adalah anemia akibat aplasia sum-sum
tulang dimana jaringan hemopoesis diganti oleh jaringan
lemak.
2. Anamnesis 1. Riwayat paparan terhadap zat toksik (obat,lingkungan
kerja, hobi), menderita infeksi virus 6 bulan terakhir
(hepatitis,parvovirus), pernah mendapat transfusi darah
2. Gejala anemia : rasa lemas/lemah,pucat,pusing,sesak
nafas/gagal jantung, berkunang-kunang
3. Tanda-tanda infeksi : sering demam
4. Akibat trombositopenia : perdarahan (menstruasi
lama,epistaksis,perdarahan gusi, perdarahan di bawah
kulit, hematuria, buang air besar campur darah, muntah
darah).
3. Pemeriksaan Fisis Konjuctiva pucat
Takikardi

24
Tanda perdarahan

4. Kriteria Diagnosis 1. Anemia aplastik berat


Selularitas sum-sum tulang <25% dan terdapat 2 dari 3
gejala berikut :
1. Granulosit < 500/ul
2. Trombosit <20.000/ul
3. Retiukulosit < 10%
2. Anemia aplastik
1. Sum-sum tulang hipoplastik
2. Pansitopenia dengan satu dari tiga pemeriksaan
darah seperti pada anemia aplastik berat
5. Diagnosis 1. Anamnesis :
1. Riwayat paparan terhadap zat toksik
(obat,lingkungan kerja, hobi), menderita infeksi
virus 6 bulan terakhir (hepatitis,parvovirus), pernah
mendapat transfusi darah
2. Gejala anemia : rasa
lemas/lemah,pucat,pusing,sesak nafas/gagal
jantung, berkunang-kunang
3. Tanda-tanda infeksi : sering demam
4. Akibat trombositopenia : perdarahan (menstruasi
lama,epistaksis,perdarahan gusi, perdarahan di
bawah kulit, hematuria, buang air besar campur
darah, muntah darah).
2. Pemeriksaan fisis : Konjuctiva pucat,takikardi, tanda
perdarahan
3. Pemeriksaan penunjang : darah tepi lengkap ditemukan
pansitopenia, serologis virus (hepatitis, parvovirus)
4. Diagnosis pasti : sitologi dan histopatologi sumsum
tulang
6.Diagnosis Banding Mielofibrosis
2. Anemia hemolitik
3. Anemia defisiensi
4. Anemia karena penyakit kronik
5. Anemia karena penyakit keganasan sumsum tulang
6. Hipersplenisme
7. Leukemia akut
7. Pemeriksaan Penunjang Darah Rutin

25
8. Terapi Terapi penunjang :
1. Transfusi komponen darah (PRC dan/atau TC) sesuai
indikasi.
2. Menghindari dan mengatasi infeksi
3. Kortikosteroid :Prednison 1-2 mg/kgBB/hari
9. Edukasi

10. Prognosis Dubia, tergantung tingkat hipoplasianya


Pada umumnya pasien meninggal karena infeksi,
perdarahan atau komplikasi transfusi darah
11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat Rekomendasi B
13. Penelaah Kritis - dr.Hermawati Azikin, Sp.PD
- dr. H. Amaluddin, Sp.PD
- dr. Megawati, Sp.PD
- dr. Mutmainna S.
14. Indikator Medis Insiden bervariasi, berkisar antara 2-6 kasus persejuta
penduduk pertahun.
15. Kepustakaan 1. Aplastik anemie. Hematologie Klapper. 8th ed. Leids
Universitair Medisch Centrum Leiden. Juni 1999 : 12-
16.
2. PAPDI, Panduan Pelayanan Medik, Jakarta : 2006. hal
187-88.
3. Salonder, H. Anemia Aplastik. Dalam : suyono, S.
Waspandji, S. Lesmana, L. Alwi, S. Sundaru, H. dkk.
Buku Ajar ilmu penyakit Dalam, Jilid II. Edisi III. Balai
Penerbit FKUH. Jakarta 2001 : 501-8.
4. Widjanarko A. Anemia aplastik. In Samidibrata M,
Setiati S, Alwi I, Oemardi M, Gani RA, Mansjoer
A,eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di bidang ilmu
penyakit dalam Jakarta : Pusat Informasi dan penerbitan
Depertemen Ilmu penyakit Dalam FKUI-RSCM ; 1999.
P. 102-3.

Sinjai , 04 Januari 2018


Ketua Komite Medik Ketua KSM INTERNA

dr. Hikmawati Sp.S,. M.Kes dr. Hermawati Azikin, Sp.PD


NIP: 19720820 200212 2 005 NIP: 19731203 200212 2 005

Direktur RSUD SINJAI


26
dr. H. Amaluddin, Sp.PD
NIP : 19630618 198910 1 002

PANDUAN PRAKTIK KLINIS


KSM : INTERNA
RSUD SINJAI
2018

HIPERTENSI
1. Pengertian (Definisi) Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau
melebihi 140 mmHg sisitolik dan/atau sama atau melebihi 90
mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang makan
obat antihipertensi
2. Anamnesis Adanya keluhan: sakit kepala,epistaksis, sukar tidur, rasa
tegang di tengkuk, pusing dan migren.
3. Pemeriksaan Fisis Pengukuran tekanan darah yang dilakukan minimal 2 kali tiap
kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih .
Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk
menghindari kelainan pembuluh darah perifer.
4. Kriteria Diagnosis Adanya keluhan: sakit kepala,epistaksis, sukar tidur, rasa
tegang di tengkuk, pusing dan migren.
Klasifikasi TD systole TD diastole
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 dan <80
Pre hipertensi 120-139 atau 80-89
HT stage I 140-159 atau 90-99
HT stage II > 160 atau > 100
5. Diagnosis Diagnosis berdasarkan anamnesis adanya keluhan: sakit
kepala,epistaksis, sukar tidur, rasa tegang di tengkuk, pusing
dan migren.
27
Pemeriksaan fisis: pengukuran tekanan darah yang dilakukan
minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau
lebih
6.Diagnosis Banding 1. Peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertention
2. Rasa nyeri
3. Peningkatan tekanan intraserebral
4. Ensefalitis
5. Akibat obat
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Urinalisis, tes fungsi ginjal, gula darah, elektrolit, profil
lipid
2. Foto thoraks
3. EKG
4. Sesuai penyakit penyerta : asam urat, USG ginjal
8. Terapi  Modifikasi gaya hidup dengan target tekanan darah <
140/90 mmHg atau < 130/80 mmHg pada pasien DM atau
penyakit ginjal kronis. Bila target tidak tercapai maka
diberikan obat inisial.
 Obat inisial diberikan berdasarkan :
1. Hipertesi tanpa compelling indication
a. Pada HT stage I dapat diberikan diuretik.
Pertimbangkan pemberian penghambat ACE, penyekat
reseptor beta, penghambat kalsium, atau kombinasi
b. Pada HT stage II dapat diberikan kombinasi 2 obat
biasanya golongan diuretik, tiazid dan penghambat
ACE atau antagonis reseptor AII atau penyekat reseptor
beta atau penghambat kalsium.
2. Hipertensi dengan compelling indication
1. Gagal jantung obat yang direkomendasikan :
diuretik,penyekat reseptor beta,Penghambat ACE,
antagonis reseptor AII. Antagonis aldosteron.
2. Pasca infark miokard : penyekat reseptor
beta,Penghambat ACE, Antagonis aldosteron.
3. Resiko tinggi penyakit koroner :
diuretik,penyekat reseptor beta,Penghambat ACE,
dan penghambat kalsium.
4. DM : diuretik,penyekat reseptor
beta,Penghambat ACE, antagonis reseptor AII,
penghambat kalsium.
5. Penykit ginjal kronik : Penghambat ACE,
antagonis reseptor AII.
Pencegahan stroke berulang : diuretik, penghambat ACE.
9. Edukasi 1. Diet rendah garam
2. Menurunkan berat badan
3. Olahraga

28
4. Pembatasan minuman beralkohol

10. Prognosis Bonam


11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat Rekomendasi B
13. Penelaah Kritis - dr.Hermawati Azikin, Sp.PD
- dr. H. Amaluddin, Sp.PD
- dr. Megawati, Sp.PD
- dr. Mutmainna S.
14. Indikator Medis Insiden : 29 – 31 % (di USA)
Prevalensi : 28,7 % (di USA)
15. Kepustakaan 1. PAPDI, Panduan Pelayanan Medik, Jakarta : 2006. hal 168-
70.
2. The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure. Available at
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.p
df.
3. Trends in hypertension prevalence, awareness, treatment,
and control rates in United States adults between 1988-1994
and 1999-2004. Cutler JA, Sorlie PD, Wolz M, Thom T,
Fields LE, Roccella EJ Hypertension. 2008;52(5):818

Sinjai , 04 Januari 2018


Ketua Komite Medik Ketua KSM INTERNA

dr. Hikmawati Sp.S,. M.Kes dr. Hermawati Azikin, Sp.PD


NIP: 19720820 200212 2 005 NIP: 19731203 200212 2 005

Direktur RSUD SINJAI

dr. H. Amaluddin, Sp.PD


NIP : 19630618 198910 1 002

29
PANDUAN PRAKTIS KLINIS
KSM : INTERNA
RSUD SINJAI
2019
PNEUMONIA
(ICD X J.18.9)
1. Pengertian (Definisi) Peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dar
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius
dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
pertukaran gas setempat.

2. Anamnesis Demam, fatigue, malaise, sakit kepala, mialgia, athralgia,


batuk produktif/tidak produktif dengan sputum purulen, bisa
disertai darah.
Dapat dijumpai keluhan sesak napas, nyeri dada.

3. Pemeriksaan Fisis Perkusi paru pekak, Ronkhi nyaring, suara pernapasan


bronchial

4. Kriteria Diagnosis Secara klinis diagnosis pneumonia dapat ditegakkan bila


dipenuhi batasan sebagai berikut:
Adanya infiltrat pada foto thoraks disertai > 2 gejala berikut:
● fever > 38°C
● leukositosis > 10.000/mm3
● sputum purulen
● batuk, sesak, nyeri dada
● fisis: tanda konsolidasi
5. Diagnosis Pneumonia
6.Diagnosis Banding 1. BronkhitisAkut
2. BronkhitisKronikEksaserbasiAkut
3. Gagal Jantung
4. Emboli Paru
5. Pneumonitis Radiasi
30
7. Pemeriksaan Penunjang  Lab : darah lengkap, GDS (jika perlu), LED (jika perlu)
 X-Ray Thoraks

8. Terapi 1. Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen


2. Pemasangan Infus
3. Pemberian Antibiotik Injeksi maupun oral (selama 5 hari)
4. Pemberian Antipiretik (jika perlu)
5. Pemberian Ekspektoran / mukolitik (jika perlu)

9. Edukasi 1. Dianjurka untuk tidak merokok, beristirahat dan minum


banyak cairan

10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad Bonam


Ad sanationam : Dubia ad Bonam
Ad fumgsionam : Dubia ad Bonam

11. Tingkat Evidens II


12. Tingkat Rekomendasi A
13. Penelaah Kritis 1. dr. H. A. Amaluddin, Sp.PD
2. dr. Hermawati Azikin, Sp.PD
3. dr. Marlina Rays, Sp.PD
3. dr. Asria Rusdi
4. dr. Mutmainna S
14. Indikator Medis Pneumonia merupakan infeksi saluran napas bawah di
parenkim paru yang serius, dijumpai sekitar 15-20%.

15. Kepustakaan 1. Nasution, Sally A. et all. Pneumonia komunitas. Buku


Panduan Clinical Pathway.Edisi II. Jakarta.Interna
Publishing. 2015. 260-62p
2. Dahlan, Zul. Pneumonia. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi
VI. Jakarta: Internal Publishing; 2017. 1608-19p.
3. Nasution, Sally A. et all. Pneumonia Didapat di
Masyarakat. Panduan Praktek Klinik. Jakarta: Internal
Publishing; 2015. 774-84p.

Sinjai, 28 Agustus 2019


Ketua Komite Medik Ketua KSM Interna

dr.H ikmawati, Sp.S, M.Kes dr. Hermawati Azikin, Sp.PD


Nip. 19720820 200212 2 005 Nip. 19731203 200212 2 005

Direktur RSUD Sinjai

31
dr. H. Amaluddin, Sp.PD
Nip :19630618 198910 1 002

32

Anda mungkin juga menyukai