Anda di halaman 1dari 108

HALAMAN JUDUL

PENERAPAN TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP


PENURUNAN NYERI KEPALA PADA ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN HIPERTENSI DI RSUD POSO

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program Pendidikan


Diploma III Kesehatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan
Prodi D-III Keperawatan Poso

OLEH :
HIDAYAT
PO0220216049

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PALU


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN POSO
TAHUN 2019

i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui untuk di uji oleh tim penguji
Poltekkes Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Prodi D-III Keperawatan Poso.

Nama : Hidayat
NIM : PO0220216016

Poso, 24 Juli 2019

Pembimbing I

T a s n i m. S.Kep.Ns. M M
NIP : 196301041984032001

Poso, 24 Juli 2019

Pembimbing II

Agusrianto, S.Kep. Ns. MM


NIP : 197307271997031002

Mengetahui
Ketua Program Studi

Abdul Malik Lawira,.S.Kep,Ns,M.Kes


NIP : 197111021996031001

ii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI

Karya Tulis Ilmiah ini telah dipertahankan didepan tim penguji Poltekkes
Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Prodi D-III Keperawatan Poso pada tanggal
29 Juli 2019.

Nama : Hidayat
NIM : PO 0220216016
Tim Penguji

Abdul Malik Lawira, S.Kep. Ns,M.Kes Penguji I


NIP : 1971110219960310001

Dafrosia Darmi Manggasa,S.Kep,Ns.M.Biomed Penguji II


NIP.198106082005012003

Dewi Nurviana, S.Kep. Ns. M.Kep. Sp. Kep. MB Penguji III


NIP : 198511102010122003

Mengetahui Menyetujui
Direktur Politeknik Kesehatan Palu Ketua Jurusan Keperawatan

Nasrul, SKM., M.Kes Selvi Alfrida mangundap,S.Kp.M,Si


Nip. 196804051988021001 NIP:196604191989032002

iii
POLTEKKES KEMENKES PALU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIII KEPERAWATAN

Hidayat, 2019. Penerapan Terapi Relaksasi Otos Progresif Terhadap


Penurunan Nyeri Kepala pada Asuhan Keperawatan Pasien dengan
Hipertensi di RSUD Poso. Kecamatan Poso Kota Utara Kabupaten
Poso. Karya Tulis Ilmiah Program Studi DIII Keperawatan Poso
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palu. Pembimbing (1) T
a s n i m (2) Agusrianto.

ABSTRAK

(xii + 93 halaman + 7 tabel + 9 lampiran)

Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan


gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah, seperti : penyakit jantung koroner,
penyakit gagal jantung atau payah jantung, hipertensi dan stroke. hasil Riskesdas
2018, prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18
tahun keatas sebanyak 34,1%. Tujuan Untuk melaksanakan Asuhan Keperawatan
komprehensif pada pasien hipertensi dengan penerapan teknik relaksasi otot
progresif di RSUD Poso. Jenis Penelitian menggunakan metode Deskriptif.
Subjek Studi Keperawatan yaitu satu pasien hipertensi yang mengalami nyeri
kepala. Hasil Penelitian terapi relaksasi dapat menurunkan nyeri kepala pasien
hipertensi. Kesimpulan selama pemberian terapi relaksasi otot progresif pada
pasien dengan hipertensi bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus.
Saran Bagi tenaga kesehatan untuk lebih membantu dalam menerapkan dan
mengajarkan serta menjelaskan manfaat relaksasi otot progresif pada pasien yang
mengalami nyeri.

Kata Kunci : Terapi relaksasi otot progresif, Hipertensi, Nyeri Kepala


Daftar Pustaka : 15 (2012-2018)

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih peneliti panjatkan kehadirat ALLAH SWT,

karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nyalah sehingga peneliti dapat menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah penelitian ini. Adapun judul Karya Tulis Ilmiah ini adalah

“Penerapan Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Nyeri

Kepala Pada Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Hipertensi Di RSUD Poso

”, yang diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan

Program Diploma III Keperawatan di Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Palu Program Studi Keperawatan Poso.

Peneliti menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna

karena dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah penelitian ini peneliti banyak

menemukan kesulitan dan hambatan, namun berkat bantun dan masukkan saran dari

semua pihak akhirnya peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Untuk

itu peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada ayah dan ibu selaku orang

tua yang tercinta yang telah banyak berkorban dan selalu memberi nasehat, arahan

serta mendoakan peneliti sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini, dan pada

kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Nasrul, SKM,M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Palu.

2. Selvi Alfrida Mangundap, S.Kep. M,Si Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik

Kesehatan Kementrian Kesehatan Palu

v
3. Abdul Malik Lawira, S.Kep. Ns. M.Kes. Ketua Program Studi Keperawatan

Politekknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palu Prodi D-III Keperawatan

Poso

4. Pembimbing 1, Tasnim,S.Kep.Ns MM yang selalu sabar dan tidak pernah lelah

memberikan masukan dan bimbingannya,

5. Pembimbing 2 sekaligus Pembimbing Akademik, Agusrianto,S.Kep.Ns.MM

yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian penulisan

Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Dewi Nurviana, S.Kep. Ns. M.Kep. Sp. Kep. MB, wali kelas yang telah banyak

mengajarkan dan membantu dalam pembelajaran dan perkuliahan.

7. Kepada sahabat-sahabat saya Moh Rifaldi, Moh Fadel, Wardianto, Moh Rizky

Pratama, Franly Rexi, Riky Pratama, Moh Farhan Syafi’i

8. Kepada teman-teman seangkatan 2016 yang selalu menyemangati dan

memberikan dukungan sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

ini.

Penulis menyadari dengan segala keterbatasan pengetahuan dan

kemampuan yang dimiliki penulis maka Karya Tulis Ilmia ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka dari itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat

diharapkan penulis untuk dijadikan sebagai perbaikan dalam penyusunan hasil

penelitian.

Poso, Juli 2019

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ...................................................................... iii
ABSTRAK ..........................................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ v
DAFTAR ISI......................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL...............................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 4
D. Manfaat Penulisan ................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 6
A. Tinjauan Hipertensi ................................................................................................. 6
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan ............................................................................. 17
C. Nyeri ..................................................................................................................... 29
D. Terapi Relaksasi Otot Progresif ............................................................................ 39
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................... 50
A. Jenis Penelitian...................................................................................................... 50
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ............................................................................... 50
C. Subjek Studi Keperawatan .................................................................................... 50
D. Fokus Studi ........................................................................................................... 50
E. Definisi Operasional ............................................................................................. 50
F. Cara pengumpulan data......................................................................................... 51
G. Etika penelitian ..................................................................................................... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................. 54

vii
A. Gambaran Lokasi Penelitian ................................................................................. 54
B. Identitas Klien ....................................................................................................... 54
C. Hasil Penelitian ..................................................................................................... 54
D. Pembahasan........................................................................................................... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................ 85
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 85
B. Saran ..................................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 87

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Klasifikasi Hipertensi ............................................................................. 7

Tabel 2. 2 Intervensi Keperawatan........................................................................ 25

Tabel 4. 1 Hasil pemeriksaan Laboratorium ......................................................... 59

Tabel 4. 2 Terapi yang diberikan .......................................................................... 59

Tabel 4. 3 Analisa Data ......................................................................................... 60

Tabel 4. 4 Intervensi Keperawatan........................................................................ 63

Tabel 4. 5 Implementasi & Evaluasi Keperawatan ............................................... 66

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Biodata Penulis

Lampiran 2 : Pernyataan Keaslian Tulisan

Lampiran 3 : Surat Permohonan Izin Pengambilan Data Awal

Lampiran 4 : Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 5 : Surat Keterangan Telah Selesai Melaksanakan Penelitian

Lampiran 6 : Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 7 : Penjelasan Sebelum Penelitian

Lampiran 8 : Format Asuhan Keperawatan

Lampiran 9 : Jadwal Penelitian

Lampiran 10 : SOP Teknik Relaksasi Otot Progresif

Lampiran 11 : Dokumentasi

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Skala Wong Baker ............................................................................ 37


Gambar 2. 2 Numeral Ratting Scale ..................................................................... 38
Gambar 2. 3 Melatoh otot tangan .......................................................................... 41
Gambar 2. 4 Melatih otot tangan bagian belakang. .............................................. 42
Gambar 2. 5 Melatih otot biseps ........................................................................... 42
Gambar 2. 6 Melatih otot bahu ............................................................................. 43
Gambar 2. 7 Melemaskan otot wajah .................................................................... 43
Gambar 2. 8 Gerakan otot dahi ............................................................................. 44
Gambar 2. 9 Mengendurkan otot rahang............................................................... 44
Gambar 2. 10 mengendurkan otot mulut.............................................................. 45
Gambar 2. 11 Untuk merilekskan otot leher ......................................................... 45
Gambar 2. 12 Melatih otot leher depan ................................................................. 46
Gambar 2. 13 Melatih otot punggung ................................................................... 46
Gambar 2. 14 Melemaskan otot dada .................................................................... 47
Gambar 2. 15 Melatih otot perut ........................................................................... 48
Gambar 2. 16 Melatih otot kaki ............................................................................ 48
Gambar 2. 17 Melatih otot betis............................................................................ 49

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pola kejadian penyakit saat ini telah mengalami perubahan yang ditandai

dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi ditandai

dengan perubahan pola penyakit dan kematian yang semula didominasi oleh

penyakit infeksi beralih ke penyakit non infeksi (Non-communicable

disease)(Tarigan et al, 2016). Secara global Noncommunicable Disease (NCD)

atau penyakit tidak menular penyebab kematian setiap tahunnya adalah penyakit

kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan

gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah, seperti : penyakit jantung

koroner, penyakit gagal jantung atau payah jantung, hipertensi dan stroke(World

Health Organization, 2018).

Hampir 1 milyar orang diseluruh dunia memiliki tekanan darah tinggi.

Hipertensi adalah salah satu penyebab utama kematian dini diseluruh dunia. Di

tahun 2020 sekitar 1,56 milyar orang dewasa akan hidup dengan hipertensi.

Hipertensi membunuh hampir 8 milyar orang setiap tahun di dunia dan 1,5 juta

orang setiap tahunnya di kawasan Asia Timur – Selatan. Sekitar sepertiga dari

orang dewasa di Asia Timur – Selatan menderita hipertensi(WHO 2015 dalam

Fajri, 2017).

Data Riskesdas 2013 menunjukan bahwa sekitar 25,8% penduduk

Indonesia mengidap hipertensi. Di tahun 2016, Survei Indikator Kesehatan

Nasional (Sirkesnas) menyebut adanya kenaikan persentase penduduk yang

1
2

mengidap hipertensi menjadi 32,4%. Kemudian dari hasil Riskesdas 2018,

prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun

keatas sebanyak 34,1%(Kemenkes, 2018). Berdasarkan Profil Kesehatan Dinas

Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah bahwa kasus hipertensi pada tahun 2015

sebesar 3,61% meningkat menjadi 5,03% pada tahun 2016 dan 27,8% tahun

2017(Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, 2017)

Peningkatan kejadian hipertensi tidak terlepas dari perubahan perilaku

masyarakat. Jika hipertensi tidak ditangani dengan baik maka akan

menyebabkan komplikasi penyakit seperti gagal ginjal, gagal jantung, stroke dan

retinopati hipertensif(Murdyastuti, 2012).

Berdasarkan penjelasan tersebut kasus hipertensi harus mendapatkan

penanganan yang serius. Secara umum, penanganan hipertensi dapat dilakukan

secara farmakologis dan nonfarmakologis. Penanganan secara farmakologis

dilakukan dengan pemberian obat analgesik dan obat penurun tekanan darah.

Selain penanganan secara farmakologis, cara lain adalah dengan manajemen

nyeri non farmakologi dengan melakukan teknik relaksasi, yang merupakan

tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri.

Manajemen nyeri dengan tindakan relaksasi mencakup relaksasi otot, nafas

dalam, masase, meditasi dan perilaku(Triyanto, 2014)

Relaksasi otot progresif merupakan teknik relaksasi yang memusatkan

perhatian pada suatu aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang

kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk

mendapatkan perasaan rileks. Pada latihan relaksasi ini perhatian individu


3

diarahkan untuk membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot

dilemaskan dan dibandingkan ketika otot – otot dalam kondisi tegang(Davis

2014 dalam Nuraini 2015). Dari penelitian yang dilakukan Rahmasari, 2015

penurunan intensitas nyeri kepala tension type sebelum dan sesudah dilakukan

relaksasi otot progresif pada 55 responden kelompok perlakuan mengalami

penurunan intensitas nyeri sebesar 4 skor nyeri dan pada kelompok kontrol

mengalami penurunan intensitas nyeri sebesar 3 skor nyeri.

Dari data rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Poso pada tahun 2017

penderita hipertensi yang dirawat di ruangan Rosella sebanyak 26 orang pasien

dan pada tahun 2018 menurun menjadi 22 pasien(RSUD Poso). Berdasarkan

pengalaman penulis selama melaksanakan praktik klinik di RSUD Poso,

intervensi terapi relaksasi otot progresif belum diterapkan untuk pasien

hipertensi yang mengalami nyeri kepala dan dari uraian diatas, maka penuls

tertarik untuk melakukan Studi Kasus tentang penerapan terapi relaksasi otot

progresif terhadap penurunan nyeri kepala pada asuhan keperawatan pasien

dengan hipertensi di RSUD Poso.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut : “Bagaimana penerapan terapi relaksasi otot progresif

terhadap penurunan nyeri kepala pada asuhan keperawatan pasien dengan

hipertensi di RSUD Poso.?”


4

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk melaksanakan Asuhan Keperawatan komprehensif pada pasien

hipertensi dengan penerapan teknik relaksasi otot progresif di RSUD Poso.

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan hipertensi

b. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

hipertensi.

c. Dapat menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan hipertensi.

d. Dapat melakukan tindakan keperawatan yang komprehensif pada pasien

dengan hipertensi.

e. Dapat melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan hipertensi.

D. Manfaat Penulisan

1. Rumah Sakit

Hasil studi kasus ini menjadi masukkan dalam memberikan asuhan

keperawatan yang komprehensif terutama pada pasien dengan hipertensi.

2. Institusi Pendidikan

Hasil studi kasus ini menjadi sumber informasi dan sebagai bahan bacaan di

perpusstakaan bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan

peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan datang.


5

3. Penulis

Hasil studi kasus ini menjadi pengalaman dalam mengimplementasikan

tindakan terapi relaksasi otot progresif pada asuhan keperawatan pasien

dengan hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diatolik diatas 90 mmHg

(Brunner & Suddart, 2015 dalam Fajri 2017)

Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan

gagal ginjal. Disebut sebagai “pembunuh diam – diam” karena orang dengan

hipertensi sering tidak menampakkan gejala (Nurarif dan Kusuma, 2015).

2. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan,yaitu :

a. Hipertensi primer (hipertensi esensial)

Hipertensi primer disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui

penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu : genetik,

lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem renin angiotensin dan

peningkatan Na+ dan Ca intraseluler. Faktor – faktor yang meningkatkan

resiko yaitu : obesitas, merokok, alkohol, polistemia, asupan lemak jenuh

dalam jumlah besar, dan stres.

b. Hipertensi sekunder

Penyebab dari hipertensi sekunder meliputi : koarktasio aorta, stenosis

arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, pemakaian preparat kontrasepsi


7

oral, kokain, epoetin alfa dan hipertensi yang ditimbulkan oleh

kehamilan(Nurarif dan Kusuma 2015)

3. Klasifikasi Hipertensi

Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan menjadi :

Tabel 2. 1 Klasifikasi Hipertensi


No. kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

1 Optimal <120 <80


2 Normal 120 – 129 80 – 84
3 High Normal 130 – 139 85 – 89
4 Hipertensi
Grade 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Grade 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
Grade 3 (berat) 180 – 209 110 -119
Grade 4 (sangat berat) >210 >120
Sumber : Nurarif dan Kusuma 2015

4. Faktor – faktor resiko hipertensi

Faktor – faktor resiko hipertensi yang tidak dapat diubah dan yang dapat

diubah oleh penderita hipertensi menurut Black dan Hawks adalah sebagai

berikut :

a. Faktor – faktor resiko yang tidak dapat diubah

1) Riwayat keluarga

Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu, pada

seseorang dengan riwayat keluarga, beberapa gen berinteraksi

dengan yang lainnya dan juga lingkungan yang dapat menyebabkan

tekanan darah naik dari waktu ke waktu. Klien dengan orang tua

yang memiliki hipertensi berada pada resiko hipertensi yang lebih

tinggi pada usia muda.


8

2) Usia

Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30 – 50 tahun.

Peristiwa hipertensi meningkat dengan usia 50 – 60% klien yang

berumur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari

140/90 mmHg. Diantara orang dewasa, pembacaan tekanan darah

sistolik lebih daripada tekanan darah diastolik karena merupakan

prediktor yang lebih baik untuk kemungkinan kejadian di masa

depan seperti penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung, dan

penyakit ginjal.

3) Jenis kelamin

Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita

sampai kira kira usia 55 tahun. Resiko pada pria dan wanita hampir

sama antara usia 55 sampai 74 tahun, wanita beresiko lebih besar.

4) Etnis

Peningkatan prevalensi hipertensi diantara orang berkulit hitam

tidaklah jelas, akan tetapi peningkatannya dikaitkan dengan kadar

renin yang lebih rendah, sensitivitas yang lebih besar terhadap

vasopressin, tingginya asupan garam, dan stres lingkungan.

b. Faktor – faktor resiko yang dapat diubah

1) Diabetes melitus

Hipertensi telah terbukti terjadi dua kali lipat pada klien diabetes

melitus karena diabetes mempercepat ateroklerosis dan

menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah.


9

2) Stress

Stress meningkatkan resistensi vaskuler perifer dan curah jantung

serta menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Stress adalah

permasalahan persepsi, interpretasi orang terhadap kejadian yang

menciptakan banyak stressor dan respon stress.

3) Obesitas

Obesitas terutama pada tubuh bagian atas, dengan meningkatnya

jumlah lemak disekitar diafragma, pinggang, dan perut, dihubungkan

dengan pengembangan hipertensi. Kombinasi obesitas dengan faktor

– faktor lain dapat ditandai dengan sindrom metabolis yang juga

meningkatkan resiko hipertensi.

4) Nutrisi

Kelebihan mengkonsumsi garam bisa menjadi pencetus hipertensi

pada individu. Diet tinggi garam menyebabkan pelepasan hormon

natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara tidak langsung

meningkatkan tekanana darah. Muatan natrium juga menstimulasi

mekanisme vasopressor didalam sistem saraf pusat. Penelitian juga

menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalsium, kalium, dan

magnesium dapat berkontribusi dalam pengembangna hipertensi.

5) Penyalahgunaan obat

Merokok sigaret, mengkonsumsi banyak alkohol, dan beberapa

penggunaan obat terlarang merupakan faktor – faktor resiko

hipertensi. Pada dosis tertentu nikotin dalam rokok sigaret serta obat
10

seperti kokain dapat menyebabkan naiknya tekanan darah secara

langsung.

5. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls

yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik

ini, neuro preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut

saraf paska ganglion ke pembuluh darah. Berbagai faktor seperi kecemasan

dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap

rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap

norepineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut

dapat terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla

adrenal mengsekresi epineprin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks

adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yangg dapat memperkuat

respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi

angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat yang pada gilirannya merangsang


11

sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi

natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume

intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung menjadi pencetus keadaan

hipertensi.

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah

perifer bertanggung jawab paa perubahan tekanan darah yang terjadi pada

lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi ateroklerosis, hlangnya elastisitas

jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang

pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh

darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya

dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume

sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan

perifer(Brunner dan Suddart, 2015 dalam Fajri 2017).


12

6. Pathway

B.
Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin,
Aliran darah makin
merokok, stress, kurang olahraga, genetik, Beban kerja jantung
cepat keseluruh tubuh
alkohol, konsentrasi garam, dan obesitas meningkat
sedangkan nutrisi dalam
sel sudah mencukupi
kebutuhan
Kerusakan vaskuler
pembuluh darah
Hipertensi Tekanan sistemik
darah meningkat

Perubahan struktur Metode koping


Perubahan situasi krisis situasional tidak efektif

Penyumbatan Ketidakefektifan
Informasi yang Defisiensi
pembuluh darah koping
minim pengetahuan

vasokontriksi Ansietas

Resistensi pembuluh Nyeri kepala


darah meningkat
Resiko
Gangguan sirkulasi Ketidakefektifan
Suplai O2 Otak perfusi jaringan
Otak menurun otak

Ginjal Retina Pembuluh darah

Vasokontriksi Spasme arteriol


pembuluh darah Sistemik Koroner

Resiko cedera
Blood flow darah vasokontriksi Iskemia miokard
menurun

Penurunan curah Afterload meningkat Nyeri


Respon RAA jantng
meningkat

Fatigue
merangsang Kelebihan volume
aldosteron cairan
Intoleransi aktivitas
+
Retensi NA Edema

Sumber : Nurarif dan Kusuma 2015


13

7. Manifestasi klinis

Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun

selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan

pada retina, seperti perdarahan, eksudat(kumpulan cairan), penyempitan

pembuluh darah, dan pada kasus berat edema pupil (edema pada dsikus

optikus).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan

gejala sampai bertahun – tahun. Gejala bila ada biasanya menunjukkan

adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem

organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah yang bersangkutan.

Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling menyertai

hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon peningkatan

beban kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri(Brunner dan Suddart,

2015 dalam Fajri 2017).

Crowin, 2000 dalam Wijaya dan Putri 2013, menyebutkan bahwa

sebagian besar gejala klinis yang timbul, yaitu :

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang – kadang disertai mual dan muntah

akibat peningkatan tekanan intrakranial.

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.

c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf.

d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan

kapiler.
14

8. Komplikasi hipertensi

Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang akan

menyebabkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ yang mendapat

suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada

organ – organ tubuh menurut Wijaya dan Putri 2013, sebagai berikut.

a. Jantung

Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan penyakit

jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan

meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya

yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak lagi mampu

memompa sehingga banyaknya cairan yang tertahan di paru maupun

jaringan tubuh yang lan dapat menyebabkan sesak nafas atau edema.

Kondisi ini disebut gagal jantung.

b. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak menimbulkan resiko stroke, apabila

tidak diobati resiko terkena stroke tujuh kali lebih besar.

c. Ginjal

Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi dapat

menyebabkan kerusakan sistem penyaringan di dalam ginjal akibat

lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat – zat yang tidak

dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi

penumpukan di dalam tubuh.


15

d. Mata

Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan

dapat menimbulkan kebutaan.

9. Pentalaksanaan

Ridwan amirudin (2007) dalam Wijaya & Putri (2013),

menjelasakan bahwa penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari

berbagai macam cara modifikasi gaya hidup sangat penting dalam

mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan hipertensi dengan non

farmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk

menurunkan tekanan darah yaitu :

a. Mempertahankan Berat Badan Ideal

Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), mengatasi obesitas

juga dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol namun

kaya dengan serat dan protein, dan jika berhasil menurunkan berat

badan 2,5-5 kg maka tekanan darah diastolik dapat diturunkan

sebanyak 5 mmHg.

b. Kurangi Asupan Natrium

Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), pengurangan

konsumsi garam menjadi ½ sendok teh/hari dapat menurunkan

tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekanan distolik sebanyak 2,5

mmHg.
16

c. Batasi Konsumsi Alkohol

Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), konsumsi alkohol

harus dibatasi karena konsumsi alkohol berlebihan dapat

meningkatkan tekanan darah. Para peminum berat mempunyai resiko

mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari pada mereka yang

tidak meminum beralkohol.

d. Diet yang Mengandung Kalium dan Kalsium

Kaplan (2006) dalam Wijaya & Putri (2013), pertahankan asupan diet

potassium (>90 mmol (3500 mg)/hari) dengan cara konsumsi diet

tinggi buah dan sayur seperti : pisang, alpukat, papaya, jeruk, apel,

kacang-kacangan, kentang dan diet rendah lemak dengan cara

mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total. Sedangkan menurut

Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013), kalium dapat

menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah natrium

yang terbuang bersama urine. Dengan mengonsumsi buah-buahan

sebanyak 3-5 kali dalm sehari, seseorang bisa mencapai asupan

potassium yang cukup.

e. Menghindari Merokok

Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), merokok memang

tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya hipertensi,

tetapi merokok dapat menimbulkan resiko komplikasi pada pasien

hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari

rokok karena dapat memperberat hipertensi.


17

f. Penurunan Stress

Sheps (2005) dalam Wijaya & Putri (2013), stress memang tidak

menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika episode stress

sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang sangat

tinggi.

g. Terapi Pijat

Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), pada prinsipnya pijat

yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk memperlancar

aliran energi dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan

komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua jalur energi tidak

terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka resiko

hipertensi dapat ditekan.

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah pertama yang paling penting dalam

proses keperawatan. Jika langkah ini tidak ditangani dengan baik, maka

perawat akan kehilangan kontrol atas langkah-langkah selanjutnya dari

proses keperawatan (Herdman dan Kamitsuri, 2017).

a. Riwayat Kesehatan/Keperawatan

Keluhan utama : Nyeri dada, nyeri kepala, sesak nafas dan edema.

Riwayat Kesehatan Digunakan untuk mengumpulkan data tentang

kebiasaan yang mencerminkan refleksi perubahan dan sirkulasi

oksigen.
18

1) Nyeri : lokasi, durasi, awal pencetus, kualitas, kuantitas, faktor

yang memperberat/memperingan nyeri dan tipe nyeri.

2) Integritas neurovaskuler : mengalami panas, mati rasa dan

perasaan geli.

3) Status pernafasan : sukar bernafas, nafas pendek, orthopnoe,

paroxysmal nocturnal dyspnoe dan efek latihan pada pernafasan.

4) Gangguan sirkulasi peningkatan berat badan, perdarahan dan

pasien sudah lelah.

5) Riwayat kesehatan sebelumnya : penyakit yang pernah diderita,

obat-obat yang digunakan dan potensial penyakit katurunan,

kebiasaan pasien, diet, latihan, merokok dan minuman.

Riwayat Perkembangan

Struktur sistem kardiovaskuler berubah sesuai usia.

1) Efek perkembangan fisik denyut jantung

2) Produksi zat dalam darah

3) Tekanan darah

Riwayat Sosial

1) Cara hidup pasien

2) Latar belakang pendidikan

3) Sumber-sumber ekonomi

4) Kebudayaan dan etnik

Riwayat Psikologis

Informasi tentang status psikologi penting untuk mengembangkan

rencana Asuhan Keperawatan.


19

b. Pola Kesehatan Fungsional (Gordon)

1) Pola persepsi kesehatan dan penanganan kesehatan

Klien merasakan kondisi kesehatan dan bagaimana cara

menangani.

2) Pola nutrisi/metabolik

Gambaran pola makan dan kebutuhan cairan berhubungan

dengan kebutuhan metabolic dan suplai nutrisi.

3) Pola eliminasi

Gambaran pola fungsi pembuangan (BAB, BAK dan melalui

kulit).

4) Pola aktifitas/olah raga

Gambaran pola aktifitas, olah raga, santai dan rekreasi.

5) Pola tidur & istirahat

Gambaran pola tidur, istirahat dan relaksasi.

6) Pola kognitif dan Perseptual.

Gambaran pola konsep diri klien dan persepsi terhadap dirinya.

7) Pola peran/hubungan

Gambaran pola peran dalam berpartisipasi/berhubungan dengan

orang lain.

8) Pola seksualitas/reproduksi

Gambaran pola kenyamanan/tidak nyaman dengan pola

seksuksualitas dan gambaran pola reproduksi.

9) Pola koping/toleransi stress


20

Gambaran pola koping klien secara umum dan efektifitas dalam

toleransi terhadap stress.

10) Pola nilai & keyakinan

Gambaran pola nilai-nilai, keyakinan termasuk aspek spiritual,

dan tujuan yang dapat mengarahkan, menentukan pilihan dan

keputusan.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Jantung

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum dan khusus

pada jantung. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik khusus pada

jantung, maka penting terlebih dahulu melihat pasien secara

keseluruhan/keadaan umum termasuk mengukur tekanan darah,

denyut nadi, suhu badan dan frekuensi pernafasan.

Keadaan umum secara keseluruhan yang perlu dilihat adalah :

a) Bentuk badan : gemuk atau kurus.

b) Sianosis

c) Sesak nafas

d) Keringat dingin

e) Oedema kelopak mata

f) Asites

g) Bengkak pada pergelangan kaki/tungkai

h) Clubbing pada ujung jari-jari tangan.


21

Pada pasien khususnya penyakit jantung amat penting melakukan

pemeriksaan nadi adalah :

a) Kecepatan per menit

b) Kuat dan lemahnya

c) Teratur atau tidak

d) Isi setiap denyut sama kuat atau tidak.

Inspeksi

a) Lihat dan perhatikan impuls dari iktus kordis

Mudah terlihat pada pasien yang kurus dan tidak terlihat pada

pasien yang gemuk atau emfisema pulmonum. Yang perlu

diperhatikan adalah titik impuls maksimum (point of

maximum impuls). Normalnya berada pada ruang

intercostals V pada garis midklavikular kiri. Apabila impuls

maksimum ini bergeser ke kiri berarti ada pembesaran

jantung kiri atau jantung terdorong atau tertarik ke kiri.

b) Toraks/dada

Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada

“veussure cardiac” dinding toraks di bagian jantung

menonjol menandakan penyakit jantung kongenital.

Benjolan ini dapat dipastikan dengan teknik perabaan.

c) Vena jugularis eksterna kiri dan kanan

Pasien setengah duduk dengan kemiringan + 45o, leher

diluruskan dan kepala menoleh sedikit ke kiri pemeriksa di


22

kanan pasien, perhatikan vena jugularis ekterna yang terletak

dileher apakah terisi penuh/sebagian, dimana batas atasnya,

bergerak naik turun. Dalam keadaan normal vena jugularis

yang terisi disebabkan oleh : payah jantung kanan (dengan

atau tanpa jantung kiri), tekanan intra toraks yang meninggi,

temponade jantung, tumor mediastinum yang menekan vena

cava superior.

Palpasi

Palpasi dapat mengetahui dan mengenal ukuran jantung dan

denyut jantung. Point of maximum impuls di palpasi untuk

mengetahui getaran yang terjadi ketika darah mengalir

melalui katup yang menyempit atau mengalami gangguan.

Dengan posisi pasien tetap terlentang kita raba iktus kordis

yang kita amati pada inspeksi.

Perabaan dilakukan dengan dua jari (telunjuk dengan jari

tengah) atau dengan telapak tangan. Yang perlu dinilai

adalah : lebar impuls iktus kordis, kekuatan dan daya

angkatnya. Normal iktus kordis tidak melebihi dua jari. Iktus

kordis yang kuat dan melebar tanda dari pembesaran otot

jantung akibat latihan (atlet), hipertensi, hipertiroid, atau

kelainan katup jantung.


23

Perkusi

Dengan posisi paisen tetap berbaring/terlentang kita lakukan

pemeriksaan perkusi. Tujuannya adalah untuk menentukan

batas jantung. Teknik perkusi menuntut teknik dan

pengalaman, diperlukan keterampilan khusus. Pemeriksa

harus mengetahui apa yang disebut sonor, redup dan timpani.

Auskultasi

Pemeriksaan auskultasi untuk menentukan denyut jantung,

irama jantung, bunyi jantung, murmur dan gesekan (rub).

Bunyi jantung perlu dinilai kualitas dan frekuensinya. Bunyi

jantung merupakan refleksi dari membuka dan menutupnya

katup dan terdengar dititik spesifik dari dinding dada. Bunyi

jantung I (S1) dihasilkan oleh penutupan katup

antrioventrikuler (mitral dan trikuspidalis). Bunyi jantung II

(S2) disebabkan oleh penutupan katup semilunar (aorta dan

pulmonal). Bunyi jantung III (S3) merupakan pantulan

vibrasi ventrikuler dihasilkan oleh pengisian ventrikel ketika

diastol dan mengikuti S1. Bunyi jantung IV (S4) disebabkan

oleh tahanan untuk mengisi ventrikel pada diastol yang

lambat karena meningkatnya tekanan diastol ventrikel atau

lemahnya penggelembungan ventrikel. Bunyi bising jantung

disebabkan oleh pembukaan dan penutupan katup jantung

yang tidak sempurna. Murmur adalah bunyi hasil vibrasi


24

dalam jantung dan pembuluh darah besar disebabkan oleh

bertambahnya turbulensi aliran.

2) Pembuluh Darah

Inspeksi

Pada pemeriksaan ini untuk mengobservasi warna, ukuran dan

sirkulasi perifer.

Palpasi

Untuk mengetahui suhu, edema dan denyutan.

Auskultasi

Pada pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendengar bunyi

arteri.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah menetapkan masalah berdasarkan

hasil yang di dapatkan dari pasien melalui wawancara, pemeriksaan fisik

ataupun dari pemeriksaan yang menunjang dalam penetapan masalah

keperawatan (Wilkinson, 2012).

a. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokontriksi,

hipertrofi/rigisitas ventrikuler, iskemia miokard.

b. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia.

c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen.

d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.

e. Ansietas.
25

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah perencanaan tindakan keperawatan

berdasarkan masalah keperawatan yang didapat. Melalui perencanaan

keperawatan suatu masalah dapat diselesaikan berdasarkan

penanganannya masing-masing (Wilkinson, 2012).

Tabel 2. 2 Intervensi Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil
Diagnosa Keperawatan Intervensi (NIC)
(NOC)
Penurunan curah jantung NOC Cardiac Care
Definisi : ketidakadekuatan 1. Cardiac pump 1. Evaluasi adanya nyeri
darah yang dipompa oleh effectiveness dada
jantung untuk memenuhi 2. Circulation status 2. Catat adanya distritmia
kebutuhan metabolik tubuh. 3. Vital sign status jantung
Batasan Karakteristik : Kriteria hasil : 3. Catat adanya tanda dan
1. Perubahan 1. Tanda vital dalam gejala penurunan cardiac
Frekuensi/irama jantung rentang normal output
- Aritmia (tekanan darah, nadi, 4. Monitor status
- Bradikardi, takikardi respirasi) kardiovaskuler
- Perubahan EKG 2. Dapat mentoleransi 5. Monitor status
- Palpitasi aktivitas, tidak ada pernafasan yang
2. Perubahan Preload kelelahan menandakan gagal
- Penurunan tekanan 3. Tidak ada edema jantung
vena central (central paru, perifer dan tidak 6. Monitor abdomen
venous pressure) ada asites sebagai indicator
- Penurunan tekanan 4. Tidak ada penurunan penurunan perfusi
arteri paru (pulmonary kesadaran. 7. Monitor balance cairan
artery wedge pressure, 8. Monitor adanya
PAWP) perubahan tekanan darah
- Edema, keletihan 9. Monitor respon pasien
- Peningkatan CVP terhadap efek
- Peningkatan PAWP pengobatan atiaritmia
- Distensi vena jugular 10. Atur periode latihan
- Murmur dan istirahat untuk
- Peningkatan berat menghindari kelelahan
badan 11. Monitor toleransi
3. Perubahan Afterload aktivitas pasien
- Kulit lembab 12. Monitor adanya
- Penurunan nadi perifer dispnea, fatigue,
- Penurunan resistensi takipnea dan ortopnea
vaskular paru 13. Anjurkan untuk
menurunkan stress
26

(pulmonary vascular
resistance, PVR)
- Penurunan resistensi
vaskular sistemik
(systemic vascular
resistance, SVR)
- Dispnea
- Peningkatan PVR
- Peningkatan SVR
- Oliguria
- Pengisian kapiler
memanjang
- Perubahan warna kulit
4. Perubahan Kontraktilitas
- Batuk, crakle
- Penurunan indeks
jantung
- Ortopnea
- Dispnea paroksimal
nokturnal
- Penurunan left
ventricular stroke work
indeks (LVSWI)
- Penurunan stroke
volume indeks (SVI)
- Bunyi S3 dan bunyi S4
5. Perilaku/emosi
- Ansietas, gelisah
faktor yang berhubungan
1. Perubahan afterload
2. Perubahan kontraktilitas
3. Perubahan frekuensi
jantung
4. Perubahan preload
5. Perubahan irama jantung
Nyeri akut NOC NIC
Definisi : pengalaman 1. Pain level Pain management
sensori dan emosional yang 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian
tidak menyenangkan yang 3. Comfort level nyeri secara
muncul akibat kerusakan Kriteria hasil : komprehensif
jaringan yang actual atau 1. Mampu mengontrol 2. Observasi reaksi non
potensial atau digambarkan nyeri (tahu penyebab verbal dari
dalam hal kerusakan nyeri, mampu ketidaknyamanan
sedemikian rupa. menggunakan teknik 3. Gunakan teknik
Batasan Karakteristik : non farmakologi komunikasi terapeutik
1. Perubahan selera makan
27

2. Perubahan tekanan darah untuk mengurangi untuk mengetahui


3. Perubahan frekuensi nyeri) pengalaman nyeri klien
jantung 2. Melaporkan bahwa 4. Kaji kultur yang
4. Perubahan frekuensi nyeri berkurang mempengaruhi respon
pernafasan dengan manajemen nyeri
5. Laporan isyarat nyeri 5. Evaluasi pengalaman
6. Diaphoresis 3. Mampu mengenali nyeri masa lampau
7. Perilaku distraksi nyeri (skala, 6. Evaluasi bersama pasien
8. Mengekspresikan intensitas, frekuensi dan tim kesehatan lain
perilaku dan tanda nyeri) tentang kontrol nyeri
9. Sikap melindungi area 4. Menyatakan rasa masa lampau
nyeri nyaman setelah nyeri 7. Kontrol lingkungan yang
10. Fokus menyempit berkurang dapat mempengaruhi
11. Indikasi nyeri yang nyeri seperti suhu
dapat dialami ruangan dan kebisingan
12. Perubahan posisi untuk 8. Kurangi faktor presipitas
menghindari nyeri nyeri
13. Dilatasi pupil 9. Pilih dan lakukan
14. Melaporkan nyeri penanganan nyeri
secara verbal (farmakologi, non
Faktor yang berhubungan : farmakologi)
1. Agen cedera (mis, 10. Kaji tipe dan sumber
biologis, zat kimia, fisik, nyeri untuk
psikologis) menentukan intervensi
11. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
12. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
13. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
14. Tingkatkan istirahat
monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Kontrol Volume Cairan NOC NIC
Definisi : peningkatan 1. Electrolit and acid Fluid management
retensi cairan isotonik base balance 1. Timbang
Batasan Karakteristik : 2. Fluid balance popok/pembalut jika
1. Berat badan meningkat 3. Hydration diperlukan
pada waktu yang singkat Kriteria hasil : 2. Pertahankan catatan
2. Asupan berlebihan 1. Terbebas dari edema, intake dan output yang
dibanding output afusi, anasarca akurat
3. Tekanan darah berubah, 2. Bunyi nafas bersih, 3. Pasang urine kateter jika
tekanan arteri pulmonalis tidak ada diperlukan
dispneu/orthopneu
28

berubah, peningkatan 3. Terbebas dari distensi 4. Monitor status


CVP vena jugularis, reflex hemodinamik termasuk
4. Edema, kemungkinan hepatojugular (+) CVP, MAP, PAP dan
berkembang ke anasarca 4. Terbebas dari PCWP
5. Distensi vena jugularis kelelahan, kecemasan 5. Monitor indikasi
6. Perubahan pada pola atau kebisingan retensi/kelebihan cairan
nafas, dyspnoe/sesak 5. Menjelaskan indikator (cracles, CVP, edema,
nafas, orthopnoe, suara kelebihan cairan distensi vena leher dan
nafas abnormal (rales asites)
atau crakles), 6. Kaji lokasi dan luas
kongesti/kemacetan paru, edema
pleural effusion 7. Monitor masukan
7. Hb dan hematorit 8. Makanan/cairan dan
menurun, perubahan hitung intake kalori
elektrolit, khususnya harian
perubahan berat jenis 9. Monitor status neutrisi
8. Suara jantung S3 10. Berikan diuretic sesuai
9. Refleks hepatojugular interuksi
positif 11. Kolaborasi dokter jika
10. Oliguria, azotemia tanda cairan berlebih
11. Perubahan status muncul memburuk
mental, kegelisahan, 12.
kecemasan
Faktor yang berhubungan :
1. Gangguan mekanisme
regulasi
2. Kelebihan asupan cairan
3. Kelebihan asupan
natrium
Intoleransi Aktivitas NOC NIC
Definisi : ketidakcukupan 1. Energy conservation Energy management
energi secara fisiologis 2. Self care : ADLs 1. Observasi adanya
maupun psikologis untuk Kriteria Hasil : pambatasan klien dalam
meneruskan atau 1. Berpartisipasi dalam melakukan aktivitas
menyelesaikan aktivitas aktivitas fisik tanpa 2. Dorong klien untuk
yang diminta atau aktivitas disertai peningkatan mengungkapkan
sehari-hari. tekanan darah, nadi perasaan terhadap
Batasan Karakteristik : dan RR keterbatasan
1. Melaporkan secara 2. Mampu melakukan 3. Kaji adanya faktor yang
verbal adanya kelelahan aktivitas sehari-hari menyebabkan kelelahan
atau kelemahan (ADLs) secara 4. Monitor nutrisi dan
2. Respon abnormal dari mandiri sumber energi yang
tekanan darah atau nadi adekuat
terhadap aktivitas 5. Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik
29

3. Perubahan EKG yang dan emosi secara


menunjukan aritmia atau berlebihan
iskemia 6. Monitor respon
4. Adanya dispneu atau kardiovaskuler terhadap
ketidaknyamanan saat aktivitas
beraktivitas 7. Monitor pola tidur dan
Faktor yang berhubungan : lamanya tidur/istirahat
1. Tirah baring atau pasien.
imobilisasi
2. Kelemahan menyeluruh
3. Ketidakseimbangan
antara suplai oksigen
dengan kebutuhan
4. Gaya hidup yang
dipertahankan
Resiko Ketidakefektifan NOC NIC
Perfusi Jaringan Serebral 1. Circulation status Peripheral sensation
Definisi : berisiko 2. Tissue prefusion : management
mengalami penurunan cerebral 1. Monitor adanya daerah
sirkulasi jaringan otak yang Kriteria Hasil : tertentu yang hanya peka
dapat mengganggu 1. Mendemonstrasikan terhadap panas, dingin,
kesehatan status sirkulasi yang tajam, tumpul
ditandai dengan : 2. Monitor adanya paretese
a. Tekanan sistol dan 3. Instruksikan keluarga
diastol dalam untuk mengobservasi
rentang yang kulit jika ada laserasi
diharapkan 4. Batasi gerakan pada
b. Menunjukkan kepala, leher dan
fungsi sensori punggung
motorik kranial
yang utuh : tingkat
kesadaran
membaik, tidak
ada gerakan
involunter

C. Nyeri

1. Pengertian Nyeri

Nyeri adalah pengalaman pribadi, subyektif, yang dipengaruhi oleh

budaya, persepsi seseorang, perhatian dan variabel-variabel psikologis

lain, yang mengganggu perilaku berkelanjutan dan memotivasi setiap


30

orang untuk menghentikan rasa tersebut (Judha, 2010 dalam Andarmoyo,

2013).

Pada orang hipertensi sering mengalami nyeri kepala (Sidharta,

2009 dalam Astuty, 2014). Nyeri kepala pada hipertensi disebut sebagai

nyeri kepala vaskular, karena disebabkan oleh adanya gangguan vaskular

atau gangguan kontraktilitas pembuluh darah di kepala (Wiguna. P, 1990

dalam Astuty, 2014).

Nyeri kepala hipertensi disebabkan oleh pergeseran jaringan

intrakranial yang peka nyeri akibat meninggginya tekanan intrakranial.

Nyeri kepala tidak hanya disebabkan oleh hipertensi saja, banyak faktor-

faktor yang mempengaruhi terjadinya nyeri kepala. Nyeri kepala

merupakan cara tubuh untuk memberi alarm bahwa ada sesuatu yang tidak

beres sedang terjadi dengan kesehatan kita. Ada rasa sakit yang tidak perlu

dirisaukan, tapi ada pula yang merupakan sinyal penting dan tidak boleh

diabaikan. Mengalami nyeri kepala yang sangat hebat secara tiba-tiba bisa

menjadi salah satu tanda adanya penyakit serius di dalam tubuh. Dr.

Anrich Burger menjelaskan ada delapan kemungkinan indikasi ketika kita

merasakan sakit di kepala, yaitu seperti dikutip Fari Helath 24 yaitu stroke,

infeksi bakteri, glocoma, sakit kepala cluster, trauma temporal, arteritis

dan keracunan (Astuty, 2014).

2. Klasifikasi Nyeri

Manurut Andarmoyo, 2013 sebagai berikut :


31

a. Nyeri berdasarkan durasi

1) Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cidera akut,

penyakit atau intervesi bedah yang memiliki awitan yang cepat,

dengan intensitas yang bervariasi (dari ringan sampai berat) dan

berlangsung untuk waktu singkat.

2) Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermitten yang

menetap sepanjang suatu bperiode tertentu.

b. Nyeri berdasarkan asal

1) Nyeri Nosiseptif

Nyeri nosiseptif (nociceptive pain) adalah nyeri yang

diakibatkan oleh aktivitas atau sensitisasi nosiseptor perifer yang

merupakan reseptor khusus yang menghantarkan stimulus

noxious.

2) Nyeri Neouropatik

Nyeri neuropatik adalah hasil suatu cedera atau abnormalitas

yang didapat pada struktur saraf perifer maupun sentral.

c. Nyeri berdasarkan lokasi

1) Superfisial atau kutaneus

Superfisial atau kutaneus adalah nyeri yang disebabkan stimulus

kulit.
32

2) Visceral dalam

Visceral dalam adalah nyeri yang terjadi akibat stimulus organ-

organ internal.

3) Nyeri alih

Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri visceral

karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri.

4) Radiasi

Radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat awal

cidera kebagian tubuh yang lain.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri

a. Usia

Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri

dan prosedur tindakan yang dilakukan perawat yang menyebabkan

nyeri. Sebab, mereka belum dapat mengucapkan kata-kata untuk

mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada

orang tua atau petugas kesehatan. Pada sebagian anak, terkadang

segan untuk mengungkapkan keberadaan nyeri yang dialami

disebabkan mereka takut akan tindakan perawat yang harus mereka

terima nantinya.

Pada pasien lansia, seorang perawat harus melakukan

pengkajian secara lebih rinci ketika seorag lansia melaporkan adanya

nyeri. Pada kondisi lansia sering kali memiliki sumber nyeri lebih dari
33

satu. Terkadang penyakit yang berbeda-beda yang diderita lansia

menimbulkan gejala yang sama, sebagai contoh nyeri dada tidak

selalu mengindikasikan serangan jantung. Nyeri dada dapat timbul

karena gejala arthriritis pada spinal dan gejala pada gangguan

abdomen. Sebagian lansia terkadang pasrah terhadap apa yang mereka

rasakan. Mereka menganggap hal tersebut merupakan konsekuensi

penuaan yang tidak bisa dihindari.

Meskipun banyak lansia mencari perawatan kesehatan karena

nyeri, yang lainnya enggan unuk mencari bantuan bahkan ketika

mengalami nyeri hebat, karena mereka menganggap bahwa nyeri yang

dirasakan adalah bagian dari proses penuaan yang normal yang terjadi

pada setiap lansia. Diperkirakan lebih dari 85% dewasa tua

mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan kronis yang dapat

menyebabkan nyeri. Lansia cenderung untuk mengabaikan nyeri dan

menahan nyeri yang berat dalam waktu yang lama sebelum

melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan. Lansia yang

lainnya tidak mencari perawatan karena merasa takut nyeri tersebut

menandakan penyakit yang serius atau takut kehilangan kontrol.

b. Jenis kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna

dalam berespon terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis

kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam mengekspresikan

nyeri. Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis kelamin dalam


34

memaknai nyeri (misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki

harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan

boleh menangis dalam situasi yang sama.

c. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara

individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan

dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi

bagaimana bereaksi terhadap nyeri.

Budaya dan etnisitas berpengaruh bagaimana seseorang

merespon terhadap nyeri. Sejak dini pada masa kanak-kanak, individu

belajar dari sekitar mereka respon nyeri yang bagaimana yang dapat

dierima atau tidak diterima. Sebagai contoh, anak dapat belajar bahwa

cedera akibat olah raga tidak diperkirakan akan terlalu menyakitkan

dibandingkan dengan cedera akibat kecelakaan motor. Sementara

yang lainnya mengajarkan anak stimulasi apa yang diperkirakan akan

menimbulkan nyeri dan respon peilaku apa yang diterima.

Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai

budaya pasien dari budaya lain. Harapan dan nilai-nilai budaya

perawat dapat mencakup menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan,

mencari pereda nyeri dengan segera dan memberikan deskripsi

lengkap terhadap nyeri. Harapan budaya pasien mungkin saja

menerima orang untuk meringis atau menangis ketika merasa nyeri,

untuk menolak tindakan pereda nyeri yang tidak menyembuhkan


35

penyebab nyeri, dan untuk menggunakan kata sifat seperti “tidak

tertahankan” dalam menggambarkan nyeri. Pasien dari latar belakang

budaya lainnya bisa bertingkah secara berbeda, seperti diam seribu

bahasa ketimbang mengekspresikan nyeri dengan suara keras.

Perawat harus bereaksi terhadap persepsi nyeri pasien dan bukan pada

perilaku nyeri karena perilaku berbeda dari satu pasien dengan pasien

lainnya.

d. Makna nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi

pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal

ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu

tersebut. Individu akan mengekspresikan nyeri dengan cara yang

berbeda-beda, apabila nyeri tersebut member kesan ancaman, suatu

kehilangan, hukuman dan tantangan. Misalnya, seorang wanita yang

sedang bersalin akan mengekspresikan nyeri berbeda dengan seorang

wanita yang mengalami nyeri akibat cedera karena pukulan

pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri akan di persepsikan klien

dengan makna nyeri.

e. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri

dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat

dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya


36

pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang

menurun.

f. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas

seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat

menimbulkan sesuatu perasaan ansietas.

g. Pengalaman sebelumnya

Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian

episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat

maka ansietas atau bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya,

apabila individu mengalami nyeri dengan jenis yang sama berulang-

ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan,

akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan

akibatnya, klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan

yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri.

h. Gaya koping

Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian

maupun keseluruhan atau total. Klien seringkali menemukan berbagai

cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis

nyeri.

i. Dukungan keluarga dan sosial

Faktor yang mempengaruhi nyeri ialah kehadiran orang-orang

terdekat klien dan bagaiman sikap mereka terhadap klien. Individu


37

yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga

atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan atau

perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang

yang dicintai klien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan

(Prasetya, 2010 dalam Astuty, 2014).

4. Penilaian Respon Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri (skala nyeri) adalah gambaran tentang seberapa

parah nyeri dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri sangat

subyektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang

sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda (Tamsuri,

2007). Intensitas nyeri seseorang dapat diukur dengan menggunakan skala

nyeri (Smeltzer dan Bare, 2002). Skala nyeri tersebut adalah :

a. Skala Wong Baker/Faces Pain Score

Terdiri dari 6 gambar skala wajah kartun yang bertingkat dari

wjah yang tersenyum untuk ‘tidak ada nyeri’ sampai wajah yang

berlinang air mata untuk ‘nyeri paling buruk’. Kelebihan dari skala

wajah ini yaitu anak dapat menunjukkan sendiri rasa nyeri yang

dialaminya sesuia dengan gambar yang telah ada dan membuat usaha

mendeskripsikan nyeri menjadi lebih sederhana.

Gambar 2. 1 Skala Wong Baker


38

b. Numeral Ratting Scale (NRS)

Suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa nyerinya

sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala numeral dari 0-10.

Angka 0 berarti ‘no pain’ dan 10 berarti ‘severe pain’ (nyeri hebat).

Numeric Ratting Scale lebih digunakan sebagai alat pendeskripsi kata.

Gambar 2. 2 Numeral Ratting Scale

Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum

dan setelah intervensi terapeutik. Ketika menggunakan Numeric

Ratting Scale, skala 0-3 mengindikasikan nyeri ringan, 4-6 nyeri

sedang, dan 7-10 nyeri hebat.

Ket : 0 : Tidak ada nyeri

1 : Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan

2 : Nyeri seperti melilit atau terpukul

3 : Nyeri seperti perih

4 : Nyeri seperti kram atau kaku


39

5 : Nyeri seperti tertekan atau bergerak

6 : Nyeri seperti terbakar atau tertusuk-tusuk

7, 8, 9 : Sangat nyeri, tetapi masih dapat di kontrol oleh klien

10 : Sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol

D. Terapi Relaksasi Otot Progresif

1. Pengertian Terapi Relaksasi Otot Progresif

Relaksasi otot progresif (Progresive Muscle Relaxtation) adalah

terapi relaksasi dengan gerakan mengencangkan dan melemaskan otot-otot

pada satu bagian tubuh pada satu waktu untuk memberikan perasaan

relaksasi secara fisik. Gerakan mengencangkan dan melemaskan secara

progresif kelompok otot ini dilakukan secara berturut-turut. Dengan

mengetahui lokasi dan merasakan otot yang tegang, maka kita dapat

merasakan hilangnya ketegangan sebagai salah satu respon kecemasan

dengan lebih jelas (Rochmawati, 2014).

2. Tujuan Terapi Relaksasi Otot Progresif

Setyoadi dan Kushariyadi (2011) dalam Prasetya (2016) menyatakan

bahwa tujuan dari teknik ini adalah :

a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,

tekanan darah tinggi, frekuensi jantung dan laju metabolik.

b. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.

c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang teradi ketika klien sadar dan

tidak memfokus perhatian seperti relaks.

d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.

e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.


40

f. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia

ringan dan gagap ringan.

3. Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) dalam Prasetya (2016)

bahwa indikasi dari terapi relaksasi otot progresif, yaitu :

a. Klien yang mengalami insomnia.

b. Klien sering stres.

c. Klien yang mengalami kecemasan.

4. Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) dalam Prasetya (2016) prosedur

untuk melakukan teknik ini yaitu :

a. Persiapan

Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan yang

tenang dan sunyi.

1) Pahami tujuan, manfaat dan prosedur.

2) Posisikan tubuh secara nayaman yaitu berbaring dengan mata

tertutup menggunakan bantal dibawah kepala dan lutut atau

duduk dikursi dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri.

3) Lepaskan aksesoris yang digunakan seperti kacamata, jam dan

sepatu.

4) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya

mengikat.
41

b. Prosedur

1) Gerakan 1 : ditunjukkan untuk melatih otot tangan.

Gambar 2. 3 Melatoh otot tangan


a) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

b) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi

ketegangan yang terjadi.

c) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10

detik.

d) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat

membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan

relaks yang dialami.

e) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.


42

2) Gerakan 2 : ditunjukkan untuk melatih otot tangan bagian

belakang.

Gambar 2. 4 Melatih otot tangan bagian belakang.


a) Tekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan

sehingga otot ditangan bagian belakang dan lengan bagian

bawah menegang.

b) Jari-jari menghadap ke langit-langit.

3) Gerakan 3 : ditunjukkan untuk melatih otot biseps (otot besar

pada bagian atas pangkal lengan).

Gambar 2. 5 Melatih otot biseps


a) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.

b) Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot

biseps akan menjadi tegang.


43

4) Gerakan 4 : ditunjukkan untuk melatih otot bahu supaya

mengendur.

Gambar 2. 6 Melatih otot bahu


a) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga

menyentuh kedua telinga.

b) Fokuskan perhatian gerakan pada kontrak ketegangan yang

terjadi di bahu punggung atas dan leher.

5) Gerakan 5 dan 6 : ditunjukkan untuk melemaskan otot-otot wajah

(seperti dahi, mata, rahang dan mulut).

Gambar 2. 7 Melemaskan otot wajah


44

a) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis

sampai otot terasa kulitnya keriput.

Gambar 2. 8 Gerakan otot dahi


b) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan

di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan

mata.

6) Gerakan 7 : ditunjukkan untuk mengendurkan ketegangan yang

dialami oleh otot rahang.

Gambar 2. 9 Mengendurkan otot rahang


a) Katupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga

terjadi ketegangan disekitar otot rahang.


45

7) Gerakan 8 : ditunjukkan untuk mengendurkan otot-otot disekitar

mulut.

Gambar 2. 10 mengendurkan otot mulut.


a) Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan

ketegangan disekitar mulut.

8) Gerakan 9 : ditunjukkan untuk merilekskan otot leher bagian

depan maupun belakang.

Gambar 2. 11 Untuk merilekskan otot leher


a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudian otot leher bagian depan.

b) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.


46

c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa

sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang

leher dan punggung atas.

9) Gerakan 10 : ditunjukkan untuk melatih otot leher bagian depan.

Gambar 2. 12 Melatih otot leher depan


a) Gerakan membawa kepala ke muka.

b) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan

ketegangan di daerah leher bagian muka.

10) Gerakan 11 : ditunjukkan untuk melatih otot punggung.

Gambar 2. 13 Melatih otot punggung


a) Angkat tubuh dari sandaran kursi.

b) Punggung dilengkungkan.
47

c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,

kemudian relaks.

d) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil

membiarkan otot menjadi lurus.

11) Gerakan 12 : ditunjukkan untuk melemaskan otot dada.

Gambar 2. 14 Melemaskan otot dada


a) Tarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara

sebanyak-banyaknya.

b) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan

dibagian dada sampai turun ke perut, kemudian di lepas.

c) Saat tegangan dilepas, lakukan nafas normal dengan lega.

Ulangi sekali lagi sehingga dapat di rasakan perbedaan antara

kondisi tegang dan relaks.


48

12) Gerakan 13 : ditunjukkan untuk melatih otot perut.

Gambar 2. 15 Melatih otot perut


a) Tarik dengan kuat perut ke dalam.

b) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu

dilepaskan bebas.

c) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.

13) Gerakan 14 : ditunjukkan untuk melatih otot-otot kaki (seperti

paha dan betis).

Gambar 2. 16 Melatih otot kaki


a) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.
49

b) Lanjut dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga

ketegangan pindah ke otot betis.

Gambar 2. 17 Melatih otot betis


c) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu di lepas.

d) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.


BAB III
METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode Deskriptif dengan pendekatan

studi kasus untuk mengeksplorasi penerapan terapi relaksasi otot progresif

terhadap penurunan nyeri kepala pada asuhan keperawatan pasien dengan

hipertensi di RSUD Poso.

2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Studi Kasus ini dilaksanakan dari tanggal 10 Juli sampai 15 Juli 2019 di

Ruangan Rosella RSUD Poso

3. Subjek Studi Keperawatan

Subjek dalam penelitian ini yaitu satu pasien hipertensi yang mengalami

nyeri kepala

4. Fokus Studi

Fokus studi yang digunakan adalah penerapan terapi relaksasi otot

progresif terhadap penurunan nyeri kepala pada asuhan keperawatan pasien

dengan hipertensi pada satu orang pasien

5. Definisi Operasional

1. Studi kasus penerapan prosedur keperawatan :

a. Asuhan Keperawatan Pasien Hipertensi

Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada

praktik keperawatan yang komprehensif dan di berikan secara langsung

50
51

kepada pasien dengan Hipertensi di mulai dari tahap pengkajian,

diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

b. Penurunan nyeri

Penurunan nyeri adalah kriteria hasil yang diharapkan dalam

pelaksanaan penerapan terapi relaksasi otot progresif yang diukur

menggunakan Numeric Rating Scale.

c. Terapi relaksasi otot progresif

Terapi relaksasi otot progresif adalah terapi yang dilakukan dengan cara

meregangkan otot – otot untuk memberikan efek relaksasi fisik tanpa

menggunakan imajinasi ataupun sugesti yang terdiri dari lima belas

gerakan dengan setiap gerakannya dilakukan selama sepuluh detik dan

diulangi sebanyak dua kali.

6. Cara pengumpulan data

1. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari sumber asli atau pertama dan

melalui :

a. Wawancara

b. Observasi dan pemeriksaan fisik

c. Studi dokumentasi

2. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal

mencari dan data yang di ambil yaitu data penderita hipertensi dari :

a. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah

b. Dinas Kesehatan Kabupaten Poso

c. Rumah Sakit Umum Daerah Poso


52

3. Etika penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus memahami prinsip-prinsip

etika dalam penelitian karena penelitian yang digunakan menggunakan subyek

manusia, dimana setiap manusia memiliki hak masing-masing yang tidak bisa

dipaksa. Adapun etika dalam penelitian:

a. Informed concernt

Sebelum melakukan tindakan yang akan diberikan maka pasien

harus mendatangani surat persetujuan. Dimana didalam surat persetujuan

tersebut sudah dijelaskan maksud dan tujuan dari tindakan yang akan

diberikan.

b. Anomity (tanpa nama)

Salah satu etika keperawatan yang harus dilakukan oleh perawat

adalah menjaga kerahasian pasien. Maka dari itu dalam melakukan

penelitian perawat harus menjaga kerahasian pasien dengan tidak

mencantumkan nama responden. Data yang tampilkaan menggunakan

inisial untuk menjaga privasi pasien.

c. Prinsip autonomy

Prinsip autonomy didasarkan pada keyakinan bahwa individu

mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri.Dalam

melakukan tindakan perawat harus jujur dan mengungkapkan sesuai dengan

kenyataan ynag ada


53

d. Prinsip confidientiality (Kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, data yang

telah didapatkan harus dijaga kerahasiannya.

e. Prinsip Beneficence dan Nonmaleficence

Dalam memberikan tindakan perawat harus berbuat artinya dalam

melakukan tindakan harus mempertimbangkan apakah tindakan tersebut

berbahaya atau tidak kepada pasien serta tidak merugikan pasien.

f. Prinsip justices

Prinsip ini menekankan pada aspek keadilan dimana dalam

melakukan penelitian perawat tidak memandang dari segi ras, suku, agama,

ekonomi dan lain-lain.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Rumah Sakit Umum Daerah Poso, yang

merupakan Rumah Sakit Rujukan di Kabupaten Poso, ruangan atau tempat

penelitian berada di ruang Rosella. Ruangan Rosella adalah ruang perawatan

kelas III untuk penyakit dalam, terdiri dari 1 Nurse Station, 2 bangsal laki – laki

dan 2 bangsal perempuan.

B. Identitas Klien

Klien bernama Ny. E usia 50 tahun, seorang ibu rumah tangga, berstatus

menikah, agama kristen, suku mori dan alamat di Desa Taripa Kecamatan

Pamona Kabupaten Poso. Ny. E masuk di RSUD Poso pada tanggal 06 juli 2019,

nomor rekam medik 078096, dengan diagnosa Hipertensi. Selama dirawat yang

bertanggung jawab atas Ny. E adalah keponakannya Ny. S yang berusia 28

tahun, bekerja sebagai pegawai swasta dengan pendidikan terakhir SMA dan

alamat di kelurahan bonesompe.

C. Hasil Penelitian

1. Pengkajian

a. Riwayat kesehatan :

1) Alasan masuk rumah sakit : badan terasa lemas dan nyeri pada

kepala

2) Keluhan utama : nyeri kepala.

54
55

3) Riwayat keluhan utama :

Tiga hari yang lalu klien mengeluh tiba tiba merasa lemas tidak

mampu berdiri dan merasakan nyeri pada kepalanya. Klien

mengatakan nyeri kepalanya muncul tiba tiba setelah selesai

beraktivitas, nyeri dirasakan seperti ditekan dari kepala belakang

sampai ke leher. Kemudian klien juga mengeluh pusing. pada tanggal

06 Juli 2019 pukul 10.00 wita, klien dibawa oleh keluarganya ke IGD

RSUD Poso.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Saat dikaji Klien mengatakan nyeri kepalanya muncul bila berganti

posisi, nyeri terasa seperti di tekan dikepala bagian belakang, skala nyeri

6, nyeri dirasakan hilang timbul dan bertambah parah saat berpindah

posisi. Klien lebih sering berbaring, terlihat memegangi kepala bagian

belakang dan berkeringat. Klien mengatakan badannya masih lemas dan

sulit untuk berganti posisi, jantung berdebar - debar dan jika ingin ke

kamar mandi klien di bantu oleh anak atau cucunya. Klien terlihat gelisah

dan sering berkeringat serta selalu menanyakan tentang penyakitnya saat

ini.

c. Riwayat Kesehatan yang dahulu

Klien pernah dirawat di RS Sinar Kasih Tentena pada tahun 2018 dengan

penyakit maag. Klien tidak memiliki alergi makanan, minuman maupun

obat – obatan.
56

d. Pemeriksaan fisik

Pada Pemeriksaan fisik didapatkan hasil, bahwa keadaan umum lemah

tingkat kesadaran klien sadar penuh atau composmentis (E : 4, V : 5, M

: 6). saat dilakukan pemeriksaan tanda – tanda vital didapatkan tekanan

darah : 180/100 mmHg, denyut nadi : 90 kali per menit, pernapasan : 22

kali per menit dan suhu badan 37.0°C.

1) Kepala : Bentuk kepala mesocepal, kulit kepala bersih, tidak ada lesi

dan tidak ada jejas, rambut klien mudah rontok, terdapat nyeri tekan

pada kepala bagian belakang

2) Mata : Pada mata, palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis,

sklera tidak ikterus, pupil isokor, dan reflek cahaya positif.

3) Hidung : Bentuk hidung klien simetris, tidak ada polip dalam saluran

pernapasan, tidak ada luka, tidak ada peradangan, tidak terdapat

sekret, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada nafas cuping hidung.

4) Mulut : Mulut klien terlihat kotor, mukosa bibir kering. Jumlah gigi

klien tidak lengkap dengan warna kuning kecoklatan.

5) Telinga : Telinga klien bersih, tidak terdapat serumen. Tidak ada luka,

tidak menggunakan alat bantu pendengaran

6) Leher : Pada leher Tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada nyeri

tekan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak teraba

pembesaran limfe.

7) Dada : Pada pemeriksaan dada, Bentuk dada simetris kiri dan kanan,

pengembangan dada seirama antara ekspirasi dan inspirasi, bunyi


57

nafas vesikuler tidak ada ronchi, tidak ada nyeri dada bunyi jantung

reguler.

8) Abdomen : Pemeriksaan abdomen inspeksi perut simetris, tidak ada

luka tau jejas, umbilicus tidak menonjol, auskultasi bising usus 22 kali

permenit, perkusi pekak pada kuadran kanan atas dan timpani kuadran

kiri atas, kiri bawah dan kanan bawah . Palpasi pada kuadran kanan

atas, hepar tidak teraba dan tidak terdapat nyeri tekan. Pada kuadran

kiri atas limpa tidak teraba, pada kuadran kiri bawah ginjal tidak dan

pada palpasi kuadran kanan bawah tidak teraba teraba ginjal serta

tidak terdapat nyeri tekan pada apendiks

9) Ekstremitas : Ekstremitas atas kekuatan otot kanan dan kirinya

normal, dapat melawan gravitasi dengan tahanan penuh selama 10

detik, tonus otot kiri dan kanan masing – masing 5, pada ekstremitas

bawah kekuatan otot kanan dan kiri juga normal dimana klien dapat

melawan gravitasi dengan tahanan penuh selama 10 detik dan tonus

otot kiri dan kanan masing – masing 5. Pada ekstremitas atas dan

bawah teraba hangat, tidak terdapat edema, tidak ada luka, terpasang

infus dengan cairan RL 20 tpm pada tangan kiri.

e. Pemeriksaan pola fungsi

Pemeriksaan pola fungsi pada Ny. E dilakukan melalui metode

wawancara langsung pada keluarga pasien dan didapatkan hasil, persepsi

kesehatan keluarga pasien mengatakan jika Ny. E sakit keluarga akan

membawa ketempat pelayanan kesehatan. Pola metabolik keluarga


58

pasien mengatakan pada saat sehat pasien makan 3 kali sehari secara

teratur, pada saat sakit klien makan tetap 3 kali sehari. Pada saat sehat

keluarga pasien mengatakan pasien minum 6 kali sehari, dan pada sakit

keluarga pasien minum 3 kali sehari. Pola eliminasi BAB keluarga pasien

mengatakan sebelum sakit pasien BAB 2 kali sehari warna kuning

dengan bau khas feces, dan pada saat sakit keluarga pasien mengatakan

pasien BAB 1 kali sehari warna kecoklatan dengan bau khas feses

sedangkan Pola BAK keluarga pasien mengatakan sebelum dan saat

pasien sakit BAK klien 3-4 kali sehari berwarna warna kuning.

Pola aktivitas keluarga pasien mengatakan sebelum sakit pasien

melakukan aktivitas ringan seperti memasak bersih halaman dan

halaman rumah, dan pada saat sakit keluarga pasien mengatakan pasien

hanya terbaring lemah tidak dapat melakukan aktivitas. Pola istirahat dan

tidur keluarga pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidur siang 2 jam

sehari dan tidur malam 7-8 jam sehari, pada saat sakit keluarga pasien

mengatakan karena sakit pasien selalu berbaring dan tidak ada waktu-

waktu tertentu jika pasien terbangun. Data psikologis, keluarga pasien

mengatakan pasien selalu gelisah dan khawatir jika kondisinya

bertambah parah. data sosiologis keluarga pasien mengatakan pasien

masih jelas dalam berkomunikasi, data spiritual keluarga pasien

mengatakan biasanya pasien jarang melakukan ibadah karena

kesehatanya terganggu.
59

f. Pemeriksaan penunjang

Tabel 4. 1 Hasil pemeriksaan Laboratorium


Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Nilai normal
WBC 9.2 4.0/10.0
LYM 1.3 1.0/5.0
MON 0.5 0.1/1.0
GRA 7.5 2.0/8.0
LYM% 13.6 52.0/75.0
MON% 4.9 4.00/6.00
GRA% 51.5 12.0/16.0
RBC 4.48 37.0/48.0
HGB 13.4 80.0/97.0
HCT 40.6 26.5/33.5
MCV 90.6 31.5/35.0
MCH 29.9 26.5/33.5
MCHC 33.0 31.5/35.0
RDW 13.6 10.0/16.0
PLT 179 150/400
MPV 8.0 6.5/11.0
PCT 0.143 0.150/0.500
PDW 13.3 10.0/18.0
Urea mg/dl 7.5 10.0-50.0
Creatinine mg/dl 0.71 0.50-0.90
Glucose mg/dl 271.7 75.0-140.0

g. Terapi yang diberikan

Tabel 4. 2 Terapi yang diberikan


Dosis/jalur
No Terapi Manfaat
pemberian
Cairan Ringer Untuk memenuhi
1. 20 tpm/IV
Laktat kebutuhan cairan tubuh
Untuk mengatasi gangguan
2. alprazolam 0.5mg 2X1/PO kecemasan dan serangan
panik
Meredakan gejala nyeri ulu
hati akibat refluks asam
lambung dan mencegah
3. Pumpicel 1x40 mg/IV
tukak lambung serta
memperbaiki kerusakan di
dalam lambung.
Untuk menurunkan
4. amlodipin 1 X 1 Tablet/PO
tekanan darah tinggi dan
60

mengatasi serangan angna


pectoris
5. Vastigo 2 X 1 Tablet / PO Untuk mengatasi vertigo
Digunakan untuk
1
mengatasi nyerinringan
.6. ketorolac. amp/12jam/intra
sampai nyeri sedang pada
vena
jangka pendek.
Digunakan untuk
1gr/12 mencegah serta mengobati
7. ambacim
jam/intravena infeksi penyakit yang
disebabkan oleh bakteri.

2. Analisa Data

Tabel 4. 3 Analisa Data


No. Data Etiologi Masalah
1 Ds : Peningkatan Nyeri akut
- Klien mengeatakan tekanan
nyeri kepalanya vaskuler
muncul saat berganti
posisi
- Klien mengatakan
nyeri terasa seperti di
tekan dikepala bagian
belakang
- Klien mengatakan
nyeri dirasakan terus
hilang timbul
Do :
- Klien terlihat
memegangi kepala
bagian belakang
- Klien terlihat
berkeringat.
- Skala nyeri 6
- Tanda tanda vital :
TD : 180/100 mmHg
HR : 90 kali per menit
RR : 22 kali per menit
Suhu badan 37.5°C.
2 Ds : Kelemahan Intoleransi
- Klien mengatakan aktivitas
badannya masih lemas
- Klien mengatakan sulit
untuk berganti posisi,
61

- Klien mengatakan
jantungnya berdebar –
debar
- Klien mengeluh nyeri
setelah beraktivitas
Do :
- Keadaan umum :
lemah
- Klien terlihat dibantu
saat bangun dan BAK
dan makan
- Klien terlihat lebih
sering berbaring
3 Ds : Perubahan Ansietas
- Klien mengatakan pada status
jantungnya berdebar – kesehatan
debar
- keluarga pasien
mengatakan pasien
selalu gelisah
- keluarga klien
mengatakan klien
khawatir jika
kondisinya bertambah
parah
Do :
- klien terlihat gelisah
- klien selalu berkeringat
- klien mudah
tersinggung
- Tanda tanda vital :
TD : 180/100 mmHg
HR : 90 kali per menit
RR : 22 kali per menit
Suhu badan 37.5°C.

3. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intravaskuler

yang ditandai :

Ds :

1) Klien mengatakan nyeri kepalanya muncul saat berganti posisi


62

2) Klien mengatakan nyeri terasa seperti di tekan dikepala bagian

belakang

3) Klien mengatakan nyeri dirasakan terus hilang timbul

Do :

1) Klien terlihat memegangi kepala bagian belakang

2) Klien terlihat berkeringat.

3) Skala nyeri 6

4) Tanda tanda vital : TD : 180/100 mmHg, HR : 90 kali per menit,

RR : 22 kali per menit dan Suhu badan 37.5°C.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan yang ditandai

dengan :

Ds :

1) Klien mengatakan badannya masih lemas

2) Klien mengatakan sulit untuk berganti posisi,

3) Klien mengatakan jantungnya berdebar – debar

Do :

1) Keadaan umum : lemah

2) Klien terlihat dibantu saat bangun dan BAK dan makan

3) Klien terlihat lebih sering berbaring

c. Ansietas berhubungan dengan Perubahan pada status kesehatan yang

ditandai dengan :

Ds :

1) Klien mengatakan jantungnya berdebar – debar


63

2) keluarga pasien mengatakan pasien selalu gelisah

3) keluarga klien mengatakan klien khawatir jika kondisinya

bertambah parah

Do :

1) klien terlihat gelisah

2) klien selalu berkeringat

3) klien mudah tersinggung

4) Tanda tanda vital :

5) TD : 180/100 mmHg

6) HR : 90 kali per menit

7) RR : 22 kali per menit S

8) uhu badan 37.5°C.

4. Intervensi keperawatan

Tabel 4. 4 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan kriteria
No Intervensi (NIC)
keperawatan hasil (NOC)
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri
peningkatan Tindakan keperawatan a. Lakukan pengkajian
tekanan vaskuler selama 5 x 24 jam, nyeri secara
Ds : diharapkan tingkat komperhensif yang
- Klien nyeri berkurang dari meliputi lokasi,
mengeluh sedang (3) menjadi karakteristik,
nyeri kepala ringan(5) onset/durasi,
dan terasa dengan kriteria : frekuensi, kualitas,
berat di 1. Mampu mengontrol intensitas atau
bagian leher nyeri (tahu beratnya nyeri dan
belakang, penyebab nyeri) faktor pencetus
- Klien 2. Mampu b. Monitor tanda tanda
mengatakan menggunakan tehnik vital
nyeri nonfarmakologi c. Gunakan strategi
kepalanya untuk mengurangi komunikasi teraupetik
muncul nyeri) untuk mengetahui
ketika pengalaman nyeri dan
64

duduk dan 3. Melaporkan bahwa sampaikan


beraktivitas nyeri berkurang penerimaan pasien
- Klien dengan terhadap nyeri
mengatakan menggunakan d. Ajarkan penggunaan
nyeri terasa managemen nyeri teknik non
seperti di 4. Mampu mengenali farmakologi (seperti,
tekan nyeri (skala, terapi musik, relaksasi
dikepala intensitas, frekuensi napas dalam, dan
bagian dan tanda nyeri) merubah posisi seperti
belakang posisi semi fowler).
- Klien e. Gunakan metode
mengatakan penilaian yang sesuai
nyeri dengan tahapan
dirasakan perkembangan yang
terus – memungkinkan untuk
menerus dan memonitor perubahan
hilang nyeri dan akan dapat
ketika membantu
berbaring mengidentifikasi
Do : faktor pencetus aktual
- Klien dan potensial
terlihat (misalnya, catatan
memegangi perkembangan,
kepala catatan harian)
bagian
belakang
- Klien
terlihat
berkeringat.
- Tanda tanda
vital :
TD :
180/100
mmHg
HR : 80 kali
per menit
RR : 20 kali
per menit
Suhu badan
37.5°C.

2 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat


aktivitas b.d Tindakan keperawatan kemampuan pasien
kelemahan selama 5 x 24 jam untuk berpindah dari
Ds : tempat tidur, berdiri,
65

- Klien diharapkan masalah ambulasi, dan


mengatakan intoleransi aktivitas dari melakukan ADL
badannya sedang menjadi ringan 2. Kaji respon emosi,
masih lemas dengan kriteria : sosial dan spiritual
- Klien 1. Berpartisipasi dalam terhadap aktivitas
mengatakan aktivitas yang 3. Evaluasi motivasi dan
sulit untuk dinginkan atau keinginan pasien
berganti diperlukan untuk meningkatkan
posisi, 2. Melaporkan aktivitas
- Klien peningkatan 4. Pantau dan
mengatakan toleransi aktivitas dokumentasikan pola
jantungnya yang dapat diukur. tidur pasien dan
berdebar – lamanya waktu tidur
debar dalam jam
Do : 5. Bantu pasien untuk
- Keadaan mengubah posisi
umum : secara berkala, jika
lemah perlu
- Klien 6. Instruksikan pasien
terlihat tentang tehknik
dibantu saat penghematan energi
bangun dan misalnya,
BAK dan menggunakan kursi
makan saat mandi, duduk
- Klien saat menyisir atau
terlihat lebih menyikat gigi,
sering melakukan istirahat
berbaring dengan perlahan.

3 Ansietas b.d Setelah dilakukan Penurunan ansietas


perubahan status perawatan selama 5 x 24 1. Kaji dan
kesehatan jam diharapkan masalah dokumentasikan
Ds :
ansietas teratasi dari tingkat ansietas pasien
- Klien
mengatakan sedang menjadi ringan 2. Pada saat ansietas
jantungnya Dengan kriteria : berat dampingi
berdebar – - Ansietas berkurang pasien, bicara dengan
debar - Menunjukan tenang, dan berikan
- keluarga pengendalian diri ketenangan serta rasa
pasien - Menggunakan nyaman
mengatakan tehnik relaksasi 3. Dampingi pasien
pasien untuk meredakan selama prosedur untuk
selalu ansietas meningkatkan
gelisah keamanan dan
- keluarga mengurangi rasa takut
klien
66

mengatakan 4. Beri dorongan kepada


klien pasien untuk
khawatir mengungkapkan
jika secara verbal pikiran
kondisinya dan perasaan untuk
bertambah mengeksternalisasikan
parah ansietas
Do : 5. Sediakan informasi
- klien terlihat menyangkut diagnosis
gelisah terapi dan prognosis
- klien selalu penyakit
berkeringat 6. Instruksikan pasien
- klien mudah tentang penggunaan
tersinggung teknik relaksasi
- Tanda tanda 7. Jelaskan semua
vital : prosedur termasuk
TD : sensasi yang biasanya
180/100 dialami selama
mmHg prosedur
HR : 80 kali 8. Informasikan tentang
per menit gejala ansietas
RR : 20 kali
per menit
Suhu badan
37.5°C

5. Implementasi dan evaluasi keperawatan

Tabel 4. 5 Implementasi & Evaluasi Keperawatan


Hari/tanggal dan Implementasi
No
waktu keperawatan Evaluasi (SOAP)
Dx
pelaksanaan
1 Rabu, 10 juli 1. Melakukan S:
2019 pengkajian nyeri - klien mengatakan
secara komperhensif bersedia untuk di kaji
yang meliputi lokasi, - klien masih
07.30 karakteristik, merasakan
onset/durasi, nyeri di kepalanya
frekuensi, kualitas,
intensitas atau O:
beratnya nyeri dan - klien terlihat Meringis
faktor pencetus - skala nyeri 5
menggunakan skala - nyeri bertambah saat
numerik nyeri duduk
09.00 2. Memberikan tindakan - Pasien melakukan
non farmakologi tindakan yang
67

untuk mengurangi diajarkan


nyeri menggunakan A:
terapi relaksasi otot Masalah nyeri akut
progresif nilai 3 dari target 5
09.15 3. Memonitoring P:
perubahan tingkat Lanjutkan intervensi
nyeri dan
mengidentifikasi
factor pencetus nyeri
2 07.30 1. Mengobservasi S:
keadaan umum klien - Klien mengatakan
08.00 2. mengkaji tingkat badannya masih
kemampuan pasien lemah
untuk berpindah dari - Klien mengeluh
tempat tidur, berdiri, nyeri saat bergerak
ambulasi, dan di tempat tidur
melakukan ADL O:
selama dirawat - Keadaan umum
09.00 3. Memberi dorongan lemah
pasien untuk - Pasien hanya bisa
melakukan aktivitas berbaring
perawatan diri seperti- Pasien dibantu oleh
mandi cucunya untuk
4. Melakukan beraktivitas seperti
pengkajian mengenai mandi dan makan
respon pasien - Denyut nadi lemah
terhadap aktivitas 76x/menit
A:
Masalah intoleransi
aktivitas nilai 3 dari
target 5
P:
Lanjutkan intervensi
3 07. 30 1. mengkaji tingkat S:
ansietas pasien - Pasien mengatakan
menggunakan skala khawatir jika
HARS penyakitnya
2. memberi dorongan bertambah gawat
- kepada pasien untuk O:
mengungkapkan - Klien terlihat cemas
secara verbal pikiran - Skala HARS 21
dan perasaan untuk (sedang)
mengeksternalisasikan - Klien melakukan
ansietas teknik relaksasi
09.00 nafas dalam
A:
68

3. mendampingi pasien, Masalah ansietas nilai 3


bicara dengan tenang dari target 5
- dengan pasien P:
4. mengajarkan klien Lanjutkan intervensi
tentang tentang teknik
relaksasi nafas dalam

1 15.30 1. Menggunakan strategi S:


komunikasi teraupetik - Klien mengatakan
untuk mengetahui nyeri kepalanya
pengalaman nyeri dan belum berkurang
menyampaikan - Klien mengatakan
penerimaan pasien nyeri seperti di
terhadap nyeri tekan di kepala
15.30 2. Melakukan belakang
pengkajian nyeri P:
secara komperhensif - Klien terllihat
yang meliputi lokasi, belum menguasai
karakteristik, gerakan – gerakan
onset/durasi, terapi relaksasi
frekuensi, kualitas, otot progresif
intensitas atau - Skala nyeri 6
beratnya nyeri dan - Ekspresi wajah
faktor pencetus meringis bila nyeri
menggunakan skala Datang
numerik nyeri A:
16.00 3. Mengajarkan tindakan Masalah nyeri akut
non farmakologi nilai 3 dari target 5
untuk mengurangi P:
nyeri menggunakan Lanjutkan intervensi
terapi relaksasi otot
progresif
2 Kamis,11 juli S:
2019 1. Mengobservasi - Klien mengatakan
07.00 keadaan umum klien masih lemah
2. Memberi dorongan - Klien mengatakan
pasien untuk berjalan di tuntun
- melakukan aktivitas cucunya ke kamar
perawatan diri mandi
(mandi) - Klien mengatakan
07.15 3. Menginstruksikan dibantu cucunya
pada pasien tentang saat mandi
tehnik penghematan - Klien mengatakan
energi. Sepert dibantu cucunya
menggunakan kursi saat makan
69

saat mandi dan sikat O:


gigi - KU : lemah
08.30 4. Membantu pasien - Klien terlihat masih
untuk duduk sering berbaring
09.30 5. Memonitor respon - Denyut nadi
kardiovaskuler pada 80x/menit
pasien setelah - Klien terlihat
beraktivitas berkeringat
- Aktivitas masih
dibantu
A:
Masalah intoleransi
aktivitas nilai 3 dari
target 5
P:
Lanjutkan intervensi
1 07.00 1. Melakukan S:
pengkajian nyeri - Klien mengatakan
secara komperhensif masih merasa nyeri
yang meliputi lokasi, - Klien mengatakan
karakteristik, nyeri di kepala
onset/durasi, belakang
frekuensi, kualitas, - Klien mengatakan
intensitas atau nyeri seperti
beratnya nyeri dan tertekan
faktor pencetus O:
menggunakan skala - Klien terlihat masih
numerik nyeri meringis saat nyeri
2. Memberikan tindakan nya muncul
non farmakologi - Skala nyeri 6
09.00 untuk mengurangi (sedang)
nyeri menggunakan - Klien terlihat
- terapi relaksasi otot melakukan tindakan
progresif yang di ajarkan
3. Memonitoring A:
09.30 perubahan tingkat Masalah nyeri nilai 3
nyeri dan dari target 5
mengidentifikasi P:
factor pencetus nyeri Lanjutkan intervensi

3 15.00 1. mengkaji tingkat S:


ansietas pasien - Pasien mengatakan
menggunakan skala paham tentang
HARS penyakitnya
15.20
70

2. memberikan - Klien mengatakan


informasi kepada paham dengan
klien menyangkut gejala gejala
diagnosis terapi dan kecemasan
komplikasi dari O:
penyakitnya - Klien terlihat lebih
3. memberikan rileks
Informasi kepada - Skala ansietas 19
klien tentang gejala (ringan)
15.30 ansietas - Klien melakukan
4. mengInstruksikan teknik relaksasi
pasien tentang nafas dalam
penggunaan teknik A:
relaksasi nafas dalam Masalah ansietas nilai 5
dari target 5
P:
pertahankan intervensi
1 15.30 1. Melakukan S:
pengkajian nyeri - Klien mengatakan
secara komperhensif masih merasa nyeri
yang meliputi lokasi, di kepala bagian
karakteristik, belakang
onset/durasi, - Klien mengatakan
frekuensi, kualitas, nyeri dirasakan saat
16.00 intensitas atau ia duduk
beratnya nyeri dan O:
faktor pencetus - Skala nyeri 4
menggunakan skala (sedang)
07.00 numerik nyeri - Klien melakukan
2. Memberikan tindakan terapi relaksasi otot
non farmakologi progresif
untuk mengurangi A:
nyeri menggunakan Masalah nyeri akut nilai
terapi relaksasi otot 3 dari target 5
progresif P:
3. Memonitoring Lanjutkan intervensi
perubahan tingkat
nyeri dan
mengidentifikasi
factor pencetus nyeri
2 Jumat, 12 juli 1. Mengobservasi S:
2019 keadaan umum klien - Klien mengatakan
07.00 2. Memotivasi klien badannya masih
07.15 untuk beraktivitas lemah
secara mandiri - Klien mengatakan
sudah bisa berjalan
71

3. Melakukan perlahan ke kamar


pengkajian mengenai mandi sendiri
repon pasien terhadap
aktivitas, dipsnea atau O:
nyeri dada, keletihan - KU : lemah
dan kelemahan - Klien terlihat sudah
berlebihan , bisa duduk sendiri
diaphoresis ,pusing - Klie terlihat makan
sendiri
- Denyut nadi
80x/menit
A:
Masalah intoleransi
aktivitas nilai 4 dari
target 5
P:
Lanjutkan intervensi
1 07.00 1. Memberikan posisi S:
yang nyaman, seperti - Klien mengatakan
posisi semi fowler nyeri di kepala
2. Melakukan sudah berkurang
pengkajian nyeri - Klien mengatakan
secara komperhensif nyerinya di kepala
yang meliputi lokasi, bagian belakang
karakteristik, - Klien mengatakan
onset/durasi, nyeri seperti
09.00 frekuensi, kualitas, berdenyut
intensitas atau O:
beratnya nyeri dan - Klien terlihat lebih
09.30 faktor pencetus tenang
menggunakan skala - Skala nyeri 4
numerik nyeri (sedang)
3. memberi tindakan - Klien terlihat
farmakologi untuk melakukan tindakan
mengurangi nyeri yang di ajarkan
yaitu terapi relaksasi A:
otot progresif. Masalah nyeri akut
4. Memonitoring nilai 3 dari target 5
perubahan tingkat P:
nyeri dan Lanjutkan intervensi
mengidentifikasi
factor pencetus nyeri
1 Sabtu, 13 Juli 1. Menggunakan strategi S :
2019 komunikasi teraupetik - Klien mengatakan
07.30 untuk mengetahui nyeri di kepalanya
pengalaman nyeri dan sudah berkurang
72

menyampaikan walaupun saat


09.15 penerimaan pasien duduk
terhadap nyeri O:
2. Melakukan - Klien terlihat lebih
pengkajian nyeri nyaman saat duduk
secara komperhensif - Skala nyeri 3
yang meliputi lokasi, (ringan)
karakteristik, - Klien terlihat lebih
09.45 onset/durasi, tenang
frekuensi, kualitas, O:
09.50 intensitas atau Masalah nyeri akut nilai
beratnya nyeri dan 5 dari target 5
faktor pencetus P:
menggunakan skala Pertahankan intervensi
numerik nyeri
3. memberi tindakan
farmakologi untuk
mengurangi nyeri
yaitu terapi relaksasi
otot progresif
4. Memonitoring
perubahan tingkat
nyeri dan
mengidentifikasi
faktor pencetus nyeri
5. Menganjurkan pasien
untuk lebih sering
menggunakan teknik
relaksasi otot progrsif
jika sedang merasa
nyeri
1 Minggu 15 juli 1. Menggunakan strategi S:
2019 komunikasi teraupetik - Klien mengatakan
07.00 untuk mengetahui nyeri di kepalanya
pengalaman nyeri dan sudah berkurang
menyampaikan walaupun saat
07.15 penerimaan pasien duduk
terhadap nyeri O:
2. Melakukan - Klien terlihat lebih
pengkajian nyeri nyaman saat duduk
secara komperhensif - Skala nyeri 3
yang meliputi lokasi, (ringan)
08.00 karakteristik, - Klien terlihat lebih
onset/durasi, tenang
frekuensi, kualitas, O:
08.30 intensitas atau
73

beratnya nyeri dan Masalah nyeri akut nilai


faktor pencetus 5 dari target 5
menggunakan skala P:
numerik nyeri Pertahankan intervensi
3. memberi tindakan
farmakologi untuk
mengurangi nyeri
yaitu terapi relaksasi
otot progresif
4. Memonitoring
perubahan tingkat
nyeri dan
mengidentifikasi
faktor pencetus nyeri
2 07.00 1. Mengobservasi S:
keadaan umum klien - Klien mengatakan
- 2. Melakukan badannya mulai
pengkajian mengenai segar
repon pasien terhadap - Klien mengatakan
aktivitas, dipsnea akan rajin jalan
07.30 atau nyeri dada, pagi jika sudah
keletihan dan dirumah
kelemahan berlebihan, - Klien mengatakan
diaphoresis ,pusing tidak pusing
atau pingsan O:
3. Evaluasi motivasi dan - Keadaan umum
keinginan pasien membaik
untuk meningkatkan - klien terlihat segar
aktivitas - klien terlihat sering
berjalan di dalam
ruangan
A:
Masalah intoleransi
aktivitas nilai 5 dari
target 5
P:
Pertahankan Intervensi

1 14.30 1. Menggunakan strategi S:


komunikasi teraupetik - Klien mengatakan
untuk mengetahui nyerinya sangat
pengalaman nyeri dan berkurang
menyampaikan - Klien mengatakan
penerimaan pasien sudah bisa
terhadap nyeri beraktivitas seperti
15.00 biasa
74

2. Melakukan - klien mengatakan


pengkajian nyeri nyaman
secara komperhensif O:
yang meliputi lokasi, - Ekspresi wajah
karakteristik, Rileks
onset/durasi, - klien melakukan
frekuensi, kualitas, tindakan yang di
intensitas atau ajarkan
beratnya nyeri dan - Skala nyeri 1(nyeri
faktor pencetus ringan)
menggunakan skala A:
15.30 numerik nyeri Masalah nyeri akut
3. memberi tindakan nilai 5 dari target 5
farmakologi untuk P:
mengurangi nyeri Pertahankan Intervensi
yaitu terapi relaksasi
otot progresif
4. Memonitoring
perubahan tingkat
nyeri dan
mengidentifikasi
faktor pencetus nyeri
5. Menganjurkan pasien
untuk lebih sering
menggunakan teknik
relaksasi otot progrsif
jika sedang merasa
nyeri

D. Pembahasan

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 09 Juli 2019, penulis kesulitan

mendapatkan data yang spesifik karena saat dikaji klien kurang kooperatif.

Pada pengkajian pasien Ny. E didapatkan data bahwa pasien datang dengan

keluhan tiba tiba merasa lemas tidak mampu berdiri dan nyeri kepala.Klien

mengatakan nyeri kepalanya tiba tiba, nyeri terasa seperti di tekan dikepala

bagian belakang dengan skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kemudian
75

bertambah parah saat berpindah posisi. Menurut Nurarif 2015, gejala yang

lazim menyertai hipertensi yaitu nyeri kepala dan kelelahan, ini merupakan

gejala yang paling banyak mengenai pasien hipertensi. Sejumlah 90 % nyeri

kepala disebabkan karena kelainan vaskular, kontraksi otot, atau kombinasi

keduanya. Penyakit hipertensi menyebabkan konstriksi arteri intrakranial

dan ekstrakranial. Terdapat empat fase terjadinya nyeri kepala yaitu pertama

fase normal. Belum terjadi perubahan atau kerusakan arteri serebral dan

temporal. Kedua yaitu fase vasokonstriksi (aura). Terjadi vasokonstriksi

neurogenik lokal yang terinduksi karena stres di arteri serebral. Hal ini akan

menurunkan aliran darah ke otak menyebabkan iskemia lokal.

Prostaglandin dan tromboksan meningkat dan menyebabkan agregasi

platelet di sel dinding pembuluh darah. Pelepasan serotonin yang

menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah lebih meluas. Ketiga yaitu

fase dilatasi arteri parenkimal. Keadaan asidosis dan anoksia atau iskemia

lokal di jaringan serebral menyebabkan vasodilatasi arteri parenkim.

Kondisi ini dipengaruhi juga oleh faktor biologis dan neurogenik lainnya

seperti peningkatan aliran darah, peningkatan tekanan intrakranial yang

akan menyebabkan nyeri kepala. Fase keempat yaitu vasodilatasi (nyeri

kepala). Mekanisme kompensasi karena vasodilatasi pembuluh darah

parenkimal menyebabkan nyeri(Novitasari, 2018).

Data yang juga penulis temukan saat melakukan pengkajian dimana

klien lebih sering berbaring, terlihat memegangi kepala bagian belakang dan

berkeringat dan Klien mengatakan badannya masih lemas dan sulit untuk
76

berganti posisi. Gejala lain yang penulis temukan dari hasil pengkajian pada

Ny. E yang terdapat dalam teori Nurarif adalah Klien terlihat gelisah, sering

berkeringat, selalu menanyakan tentang penyakitnya saat ini dan khawatir

jika kondisinya bertambah parah. Hal tersebut adalah dampak psikologis

klien yang mengakibatkan timbulnya rasa cemas akan penyakit yang sedang

ia derita.

2. Diagnosa keperawatan

Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Ny. E, dapat

ditegakkan diagnosa prioritas diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan

dengan peningkatan tekanan vaskuler. Penulis mengangkat diagnosa nyeri

akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler karena penulis

menemukan data pengkajian pada Ny. E yaitu Klien mengatakan nyeri

kepalanya tiba tiba, dan data objektif nyeri terasa seperti di tekan dikepala

bagian belakang, skala nyeri 6, nyeri dirasakan hilang timbul dan bertambah

parah saat berpindah posisi. Dan saat dilakukan pemeriksaan tanda – tanda

vital didapatkan tekanan darah : 180/100 mmHg, denyut nadi : 90 kali per

menit, pernapasan : 20 kali per menit dan suhu badan 37.0°C. Nyeri akut yang

muncul pada penderita hipertensi disebabkan karena adanya peningkatan

tekana sistolik dan diastolik. Hal ini sesuai dengan teori Nurarif, 2015 yang

dimana nyeri akut biasanya datang tiba – tiba, umumnya menurun seiring

proses penyembuhan jika tidak ada penyakit sistemik.

Diagnosa keperawatan kedua adalah intoleransi aktivitas

berhubungan dengan kelemahan. Dari data pengkajian yang diperoleh data


77

subjektif Klien mengatakan badannya masih lemas dan sulit untuk berganti

posisi, klien mengeluh jantungnya berdebar - debar dan jika ingin ke kamar

mandi klien di bantu oleh anak atau cucunya. data objektif yang penulis

peroleh adalah KU lemah dan aktivitas dibantu oleh keluarga. Kemudian dari

hasil pemeriksaan tanda – tanda vital didapatkan tekanan darah : 180/100

mmHg, denyut nadi : 90 kali per menit.

Diagnosa ketiga adalah ansietas berhubungan dengan perubahan

status kesehatan. Menurut Nurarif 2015 salah satu diagnosa keperawatan

yang muncul pada pasien hipertensi adalah kecemasan. Data pengkajian yang

penulis temukan adalah klien selalu menanyakan tentang penyakitnya saat

ini dan dan keluarga klien mengatakan jika klien khawatir kondisinya

bertambah parah dengan data objektif klien terlihat gelisah dan selalu

berkeringat.

Adapun diagnosa keperawatan untuk hipertensi menurut Nurarif 2015

adalah Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan

afterload, vasokonstruksi, iskemia miokardia, hipertrofi/rigiditas (kekuatan)

ventrikuler. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,

ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen. Nyeri

akut, berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral. Koping

individual inefektif berhubungan dengan krisis situasional, perubahan hidup

beragam, relaksasi tidak adekuat, sistem pendukung tidak adekuat, sedikit

atau tak pernah olahraga, nutrisi buruk, harapan yang tak terpenuhi, kerja

berlebihan, persepsi tidak realistik, metode koping tidak efektif. Defisiensi


78

pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pegetahuan/ daya ingat,

misinterpretasi informasi, keterbatasan kognitif, menyangkal diagnosa.

Data yang terdapat dalam teori tetapi tidak ditemukan dalam kasus

yaitu: Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan

afterload, vasokonstruksi, iskemia miokardia, hipertrofi/rigiditas (kekuatan)

ventrikuler, koping individual inefektif berhubungan dengan krisis

situasional, dan defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya

pegetahuan/ daya ingat. Hal ini karena diagnosa yang diangkat pada kasus

berdasarkan keluhan yang dirasakan pasien, seperti yang kita ketahui bahwa

setiap manusia memiliki kebutuhan dan persepsi respon yang berbeda-beda

antara satu dengan yang lainnya.

3. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan ini dibuat berdasarkan keluhan, data subjektif

dan data objektif yang ada, karena data ini sangat mendukung dalam

memberikan asuhan keperawatan. Penyusunan intervensi keperawatan pada

Ny.E disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai oleh

penulis.

Diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan peningkatan

tekanan vaskuler. Intervensi yang diberikan adalah Lakukan pengkajian nyeri

secara komperhensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus Monitor

tanda tanda vital Gunakan strategi komunikasi teraupetik untuk mengetahui

pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri Ajarkan


79

penggunaan teknik non farmakologi (seperti, terapi musik, relaksasi napas

dalam, dan merubah posisi seperti posisi semi fowler). Gunakan metode

penilaian yang sesuai dengan tahapan perkembangan yang memungkinkan

untuk memonitor perubahan nyeri dan akan dapat membantu

mengidentifikasi faktor pencetus aktual dan potensial (misalnya, catatan

perkembangan, catatan harian). Tujuan dari tindakan ini adalah untuk

menurunkan nyeri kepala pada pasien hipertensi. Tujuan ini sesuai dengan

teori yaitu melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan teknik

relaksasi otot progresif.

Diagnosa keperawatan Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan. Intervensi yang penulis gunakan untuk diagnosa ini adalah Kaji

tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,

ambulasi, dan melakukan ADL Kaji respon emosi, sosial dan spiritual

terhadap aktivitas, Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk

meningkatkan aktivitas, Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan

lamanya waktu tidur dalam jam, Bantu pasien untuk mengubah posisi secara

berkala, jika perlu. Instruksikan pasien tentang tehknik penghematan energi

misalnya, menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir atau menyikat

gigi, melakukan istirahat dengan perlahan.

Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan status

kesehatan. Intervensi yang digunakan adalah Kaji dan dokumentasikan

tingkat ansietas pasien Pada saat ansietas berat dampingi pasien, bicara

dengan tenang, dan berikan ketenangan serta rasa nyaman, Dampingi pasien
80

selama prosedur untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi rasa takut

Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran

dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas Sediakan informasi

menyangkut diagnosis terapi dan prognosis penyakit Instruksikan pasien

tentang penggunaan teknik relaksasi Jelaskan semua prosedur termasuk

sensasi yang biasanya dialami selama prosedur dan Informasikan tentang

gejala ansietas.

4. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan kepada

pasien sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah ditetapkan, sehingga

kebutuhan pasien tersebut dapat terpenuhi.

Implementasi dilakukan sejak tanggal 10 – 15 Juli 2015 dimana

implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah

dirumuskan. Untuk diagnosa nyeri akut implentasi yang dilakukan pada hari

pertama sampai hari terakhir adalah Melakukan pengkajian nyeri secara

komperhensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus menggunakan

skala numerik nyeri Memberikan tindakan non farmakologi untuk

mengurangi nyeri menggunakan terapi relaksasi otot progresif.

Memonitoring perubahan tingkat nyeri dan mengidentifikasi factor pencetus

nyeri pada pagi dan sore hari. Dalam mengukur skala nyeri, penulis

menggunakan skala nyeri numerik. Intensitas nyeri skala ini ditunjukan


81

menggunakan angka dimana angka 1 – 3 adalah skala ringan, 4 – 6 skala

sedang, 7 – 9 skala berat dan 10 sangat berat.

Mengajarkan terapi relaksasi otot progresif kepada pasien

dimaksudkan untuk mengurangi nyeri kepala yang dirasakan oleh pasien.

Menurut Sucipto 2014, kelebihan dan keistimewaan dari teknik relaksasi otot

progresif ini yaitu menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher, sakit

kepela, nyeri punggung, frekuensi pernapasan metabolic, menurunkan denyut

nadi, mengurangi stress pada lansia, dan menurunkan kecemasan dengan

meningkatkan kontrol diri.

Untuk diagnosa yang kedua, implentasi yang penulis lakukan adalah

Mengobservasi keadaan umum klien mengkaji tingkat kemampuan pasien

untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan melakukan ADL

selama dirawat Memberi dorongan pasien untuk melakukan aktivitas

perawatan diri seperti mandi Melakukan pengkajian mengenai respon pasien

terhadap aktivitas. Implementasi penulis lakukan dari pukul 07.30 – 09.00

wita selama 5 hari untuk menilai apakah terjadi peningkatan toleransi

terhadap aktivitas klien.

Selanjutnya untuk diagnosa kecemasan, implementasi yang penulis

lakukan adalah mengkaji tingkat ansietas pasien menggunakan skala HARS,

memberi dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal

pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas dan mendampingi

pasien, bicara dengan tenang dengan pasien serta mengajarkan klien tentang

tentang teknik relaksasi nafas dalam.


82

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi pada Ny. E dilakukan menggunakan metode SOAP

(Subjectiv, Objective, Analiyze, planning) untuk mengetahui keefektifan dari

tindakan keperawatan yang telah dilakukan dengan memperhatikan tujuan

dan kriteria hasil sesuai dengan yang telah dirumuskan pada intervensi

keperawatan sebelumnya.

Evaluasi keperawatan yang dilakukan mulai hari rabu sampai dengan

hari minggu tanggal 15 juli 2019 diperoleh perubahan skala nyeri pada pasien,

yaitu pada hari pertama sebelum dilakukan tindakan relaksasi otot progresif

pasien mengeluh nyeri dengan skala nyeri 6(sedang), setelah dilakukan

tindakan relaksasi otot progresif sampai hari kedua, nyeri pasien belum

mengalami penurunan, yaitu tetap dengan skala 6. Skala nyeri pasien

mengalami penurunan secara berangsur-angsur hingga mencapai skala nyeri

1 dimulai pada hari ketiga sampai hari kelima. Pada hari pertama dan kedua,

tidak ditemukan adanya perubahan penurunan skala nyeri pada pasien

meskipun telah diberikan tindakan terapi relaksasi otot progresif. Ini

disebabkan adanya faktor lain yang mempengaruhi respon nyeri pada pasien.

Dapat dilihat dari hasil pengkajian, dimana pasien mengeluh merasa cemas

dan khawatir dengan kondisinya saat ini. Data tersebut didukung oleh teori

yang menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan

nyeri, diantaranya kecemasan. Dengan adanya kecemasan yang terjadi akan


83

mengakibatkan nyeri tetap atau bertambah. Menurut Anwar (2009)

kecemasan dapat diekspresikan melalui respons fisiologis, yaitu tubuh

memberi respons dengan mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis

maupun parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan mengaktifasi respons

tubuh, sedangkan sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan respons

tubuh. Reaksi tubuh terhadap kecemasan adalah “fight or flight” (reaksi fisik

tubuh terhadap ancaman dari luar), bila korteks otak menerima rangsang akan

dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan

hormon epinefrin (adrenalin) yang merangsang jantung dan pembuluh darah

sehingga efeknya adalah nafas menjadi lebih dalam, nadi meningkat, dan

tekanan darah meningkat serta menyebabkan vasokontriksi atau penyempitan

pembuuh darah. Bila pembuluh darah menyempit maka aliran arteri akan

terganggu. Pada jaringan yang terganggu akan terjadi penurunan O2

(oksigen) dan peningkatan CO2 (karbondioksida) kemudian terjadi

metabolisme anaerob dalam tubuh yang meningkatkan asam laktat dan

menstimulasi peka nyeri kapiler pada otak. Menurut Rahmasari (2015),

relaksasi otot progresif yang dilatih selama ±30 menit maka sekresi CRH

(Corticotropin Releasing Hormone) dan ACTH (Adrenocorticotropic

Hormon) di hipotalamus menurun. Penurunan sekresi kedua hormon ini

menyebabkan aktivitas saraf simpatiis menurun sehingga pengeluaran

adrenalin dan noradrenalin berkurang, akibatnya terjadi penurunan denyut

jantung, pembuluh darah melebar, tahanan pembuluh darah perifer


84

berkurang, penurunan pompa jantung sehingga tekanan darah arterial jantung

menurun dan nyeri kepala berurang.

Sedangkan pada hari ketiga sampai hari kelima sudah terdapat

penurunan nyeri pada pasien. Penurunan skala nyeri ini disebabkan

pemberian intervensi keperawatan dan kemampuan penggunaan terapi

relaksasi otot progresif yang baik.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Setelah melakukan penerapan terapi relaksasi otot progresif terhadap

penurunan nyeri kepala pada asuhan keperawatan pasien dengan hipertensi di

RSUD Poso, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengkajian pada Ny. E dengan Hipertensi didapatkan data nyeri kepala

2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. E adalah Nyeri akut

berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler, intoleransi aktivitas

berhubungan dengan kelemahan dan ansietas berhubungan dengan

perubahan status kesehatan.

3. Intervensi yang digunakan adalah manajemen nyeri untuk diagnosa nyeri

akut, manajemen energi untuk diagnosa intoleransi aktivitas dan penurunan

ansietas untuk diagnosa ansietas berhungan dengan perubahan status

kesehatan.

4. Implementasi keperawatan dilakukan selama 5 berdasarkan intervensi yang

telah dirumuskan pada setiap diagnosa keperawatan yang muncul.

5. Evaluasi keperawatan pada diagnosa nyeri akut dapat teratasi yang

ditunjukan dengan data subjektif Klien mengatakan nyerinya sangat

berkurang Klien mengatakan sudah bisa beraktivitas seperti biasa klien

mengatakan nyaman dan data objektif Ekspresi wajah Rileks klien

melakukan tindakan yang di ajarkan Skala nyeri 1(nyeri ringan).

85
86

B. Saran

1. Dapat memberikan pengetahuan pada pasien hipertensi, khusunya yang

mengalami gangguan rasa nyaman (nyeri) sehingga mampu menerapkan

teknik relaksasi relaksasi otot progresif baik secara mandiri maupun dengan

bimbingan.

2. Bagi tenaga kesehatan untuk lebih membantu dalam menerapkan dan

mengajarkan serta menjelaskan manfaat relaksasi otot progresif pada pasien

yang mengalami nyeri.

3. Bagi peneliti lain agar dapat mengambil studi kasus yang berhubungan

dengan penyakit hipertensi dengan gangguan yang lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

American Diabetes Asociation, (2012). Standart Of Medical Care in Diabetes-


2012. Diabetes Care, Volume 35, Suplement 1, January 2012.

Damayanti, Santi. 2015. Diabetes Mellitus & Penatalaksaan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi


Tengah, 2017

Dinas Kesehatan Kabupaten Poso. Profil Kesehatan Kabupaten Poso, 2015 - 2017

Elanda, welly. 2016. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang perawatan kaki


terhadap perilaku pasien diabetes melitus dalam merawat kaki diabetes di
wilayah kerja puskesmas andalas padang.

Friedman, M.M., Bowden, V.R., & Jones, E.G. (2010). Buku ajar keperawatan
keluarga:Riset, Teori, praktek. Jakarta: EGC.

Hidayat, Anas rahmad dan Isnani Nurhayati. 2014. Perawatan kaki pada penderita
diabetes melitus di rumah. Jurnal Permata Indonesia.Vol 5 Pp 49-54

International Diabetes Federation (IDF). 2014. International Diabetes Atlas.


International Diabetes Federation

Kurniawan, T. 2013. Effect of a self-management support program on diabetic foot


care behaviors. International Journal of Research in Nursing, 4(1), 14.

Notoatmodjo, S., 2014; Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam, 2011. Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.

Perkeni. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2


di Indonesia 2011. PB. Jakarta: Perkeni.

Polikandrioti, M. (2012). Exercise and Diabetes Melitus. Diunduh dari


http://www.hsj.gr/volume3/ issue3/331 pdf. Diakses pada 30 Juli 2019

Rekam Medik RSUD POSO, 2015 – 2017

Restyana N.R. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Artikel. Medical Faculty. Lampung
University.

87
88

Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%2018.pdf.
Diakses 30 Juli 2019.

Rowland, K. 2009. Wound Heding Prespective Diabetic Foot Ulcer. National


Healing Corporation, 6: (4)

Sari, Yunita. 2016. Perawatan Luka Diabetes. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soelistijo, soebagijo adi 2015. KONSENSUS pengelolaan dan pencegahan diabetes


melitus tipe 2 di indonesia 2015. Jakarta : PB. PERKENI

Windasari, Nur. N. 2014. Pendidikan Kesehatan Dalam Meningkatkan Kepatuhan


Merawat kaki Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II. Tesis Program Studi
Magister Keperawatan

Word Health Organitation (WHO), 2015. Fact Sheet Diabetes. dari


http://www.who.int/mediacentre/ diakses 30 Juli 2019
Surat Pernyataan Persetujuan Untuk Ikut Serta Dalam Penelitian
(Informed Consent)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Jenis kelamin :

Usia :

Alamat :

Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa:

Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya menyadari, mengerti dan

memahami tentang tujuan, manfaat dan resiko yang mungkin timbul dalam

penelitian ini, maka saya ikut serta dalam penelitian yang berjudul “Penerapan

terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan nyeri kepala pada asuhan

keperawatan dengan Hipertensi di RSUD Poso”.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan tanpa

paksaan dari pihak manapun.

Poso, 10 Juli 2019

Yang menyatakan

(.................................)
Jadwal Kegiatan Penelitian

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli


No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyusunan
1
judul

Penyusunan
2
proposal

3 Konsultasi

4 Perbaikan

5 Persetujuan

6 Ujian
proposal

7 Perbaikan

8 Perizinan
penelitian

9 Penelitian

10 Pengelolaan
data

11 Konsultasi
hasil

12 Ujian KTI

13 Perbaikan

14 Penyetoran
KTI
Alat ukur skala nyeri
numeric Rating Scale (NRS)
Penjelasan Sebelum Penelitian
1. Saya adalah Hidayat , mahasiswa dari Poltekkes Kemenkes Palu Jurusan
Keperawatan Prodi DIII Keperawatan Poso yang sedang melakukan penelitian
tugas akhir, dengan ini meminta bapak/ibu untuk berpartisipasi dengan sukarela
dalam penelitian yang berjudul Penerapan Edukasi Perawatan Kaki Terhadap
Pengetahuan Pasien Pada Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Kasus
Diabetes Melitus Di Desa Lanto Jaya
2. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan Penerapan Edukasi
Perawatan Kaki Terhadap Pengetahuan Pasien Pada Asuhan Keperawatan
Keluarga Dengan Kasus Diabetes Melitus Di Desa Lanto Jaya
3. manfaat bagi bapak/ibu klien adalah akan memperoleh pelayanan kesehatan
yang lebih memuaskan khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan dan
tindakan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
serta meningkatkan pengetahuan terutama mengenai penyakit yang diderita.
4. Tindakan yang akan dilakukan adalah mengajarkan perawatan kaki pada
keluarga dengan waktu 5 – 10 menit.
5. Partisipasi bapak/ibu bersifat sukarela, dan tidak ada paksaan.
6. Semua data yang telah diberikan selama penelitian disimpan dan dijaga
kerahasiaannya. Peneliti akan merahasiakan data bapak/ibu dengan cara
memberikan inisial sebagai pengganti nama klien yang berarti identitas
bapak/ibu hanya diketahui oleh peneliti. Untuk informasi lebih lanjut bapak/ibu
dapat menghubungi peneliti di nomor 082271315003.
Poso, Agustus 2019
Penulis

(Hidayat)
97

Anda mungkin juga menyukai