Anda di halaman 1dari 6

PENENTUAN TITIK RETAK KLORINASI PADA PROSES DESINFEKSI DI UNIT

IPA CIPAKU

Almira NP 1) *, Mamay Maslahat 2) dan Ruly Satriadi3)


1)
Program Studi Kimia, FMIPA, Universitas Nusa Bangsa Jl. KH Soleh Iskandar KM 4
Cimanggu Tanah Sareal, Bogor 16166;
2)
WTP & Reservoir Cipaku Jl. Kp. Sukawarna No.34, RT.01/RW.03, Cipaku, Kec.
Bogor Sel., Kota Bogor, Jawa Barat 16133;
*
e-mail: almeeranpa@gmail.com

ABSTRACT
Determination of Break Point Chlorination on Desinfection Process
at Cipaku IPA Unit
Clean water is a problem, the condition of water that can be consumed is safe water. Disinfection is the removal of
microbes that become germs. One of the disinfection processes is chlorination. The purpose of this study is to determine the
break point chlorination to determine the dose of chlorine that must be added to the processing unit. The results of testing
pH ± 7, temperature ± 24 ℃, and turbidity ˂ 0.5 NTU. The result of break point chlorination analysis is 0.6 mg / L. The
remaining chlorine is 0.4 mg / L, so a chlorine addition dose of 1.0 mg / L is obtained. After the disinfection process, the
water does not contain E. Coli bacteria or Total Coliform.

Keywords: Water, Disinfection, Chlorination, and Break Point Chlorination

ABSTRAK
Air bersih menjadi permasalahan, syarat air yang dapat di konsumsi yaitu air yang aman. Desinfeksi merupakan
pemusnahan mikroba yang menjadi bibit penyakit. Salah satu proses desinfeksi adalah klorinasi. Tujuan dari penelitian ini
menentukan titik retak klorinasi untuk mengetahui dosis klor yang harus ditambahkan ke dalam unit pengolahan. Hasil dari
pengujian pH ± 7, suhu ±24 ℃, dan kekeruhan ˂ 0,5 NTU. Hasil analisis titik retak klorinasi adalah 0,6 mg/L. Sisa klor yang
ada 0,4 mg/L, sehingga diperoleh dosis pembubuhan klor sebesar 1,0 mg/L. Setelah proses desinfeksi, air tersebut sudah
tidak mengandung bakteri E.Coli ataupun Total Coliform.

Kata kunci : Air, Desinfeksi, Klorinasi, dan Titik Retak Klorinasi

PENDAHULUAN

Air menjadi kebutuhan primer bagi setiap manusia. Oleh karena itu, kebutuhan air bersih
sangat meningkat. Namun demikian, keterbatasan sumber air bersih menjadi permasalahan sehingga
dicari sumber mata air lain yang dapat di konsumsi. Syarat air yang dapat di konsumsi yaitu air yang
aman.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan adalah Instansi pengolah dan
pendistribusi air bersih ke wilayah Kota Bogor. Dengan demikian, PDAM bertanggung jawab
terhadap kualitas air yang di distribusikan kepada konsumen. Sumber air baku yang diolah berasal
dari beberapa sungai. Air baku yang digunakan untuk unit IPA Cipaku berasal dari air sungai
Cisadane. Air baku mengandung mikroba dan zat-zat organik lainnya yang dapat mengakibatkan
penyakit.
Desinfeksi merupakan pemusnahan mikroba yang menjadi bibit penyakit. Salah satu proses
desinfeksi adalah klorinasi. Klorinasi merupakan pembubuhan klor atau senyawa klor ke dalam
air. Klorinasi juga merupakan salah satu cara desinfeksi yang bersifat kimia, yaitu dengan
menggunakan klor sebagai desinfektannya. Cara klorinasi merupakan cara yang memuaskan
untuk melakukan desinfeksi air dengan kontaminasi tidak terlalu berat (Winarno, 1986). Titik
Retak Klorinasi ditentukan untuk mengetahui dosis klor yang harus ditambahkan ke dalam unit
pengolahan sehingga klor tersebut berfungsi sebagai desinfektan.
BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah air bersih hasil olahan, air setelah proses desinfeksi, kaporit
berbentuk serbuk Ca(OCl)2, dan tablet N,N-dietil-p-fenilendiamin (DPD No. 1). Alat-alat yang
digunakan meliputi peralatan gelas, neraca Sartorius, turbidimeter, TDS meter, pH meter, dan
Spektrofotometer Shimadzu UV- PharmaSpec 1700.

Metode Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan pada air hasil olahan di instalasi Cipaku PDAM Tirta Pakuan.
Sampel berupa air bersih hasil olahan dan air setelah proses desinfeksi dari unit instalasi pengolahan
Tirta Pakuan Bogor. Analisis pendahuluan meliputi penetapan pH, suhu, dan kekeruhan. Penetapan
pH menggunakan pH-meter, penetapan suhu menggunakan TDS meter, dan penetapan kekeruhan
menggunakan turbidimeter.
Analisis titik retak klorinasi menggunakan metode DPD-spektrofotometri diukur pada λ 515
nm dengan menetapkan konsentrasi residu klor aktif melalui perhitungan absorbansi dengan
persamaan garis linier yang didapatkan dari pembuatan kurva standar klor dengan varian 0.1; 0,2; 0,3;
0,4; 0,5; 0,6; 0,7 mg/L dari larutan induk klor 10 mg/L. Dalam penentuan titik retak klorinasi, sampel
air dalam sembilan labu ukur ditambahkan klor dengan varian konsentrasi 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6;
0,7; 0,8; 0,9 mg/L. Didiamkan selama 45 menit, kemudian diikuti dengan penambahan indikator DPD
no. 1, dan. Data residu klor diplot terhadap dosis klor yang diberikan sehingga didapatkan kurva yang
menunjukan titik balik minimum residu klor. Diikuti dengan uji mikrobiologi, dengan penetapan
E.coli dan Penetapan Total Coliform dengan metode membrane filter.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis kualitas air secara fisika dan mikrobiologi yang dikerjakan sebanyak dua kali
yaitu sebelum desinfeksi (air bersih hasil olahan) dan sesudah desinfeksi. Hasil analisis dibandingkan
dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI NO. 492/ PER/ IV/2010 tentang air minum.
Tabel 1. Perbandingan Nilai Kualitas Air Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI NO. 492/ PER/
IV/2010
Air Sebelum Air Setelah Proses
No Parameter Satuan ∗
Proses Desinfeksi Desinfeksi
Bakteri/ mL
1 E.Coli 0 80 0
sampel
Total Bakteri/ mL
2 Maks.10 136 0
Coliform sampel
3 pH -- 6.5 - 8.5 7,46 7,19
Suhu udara ±
4 Suhu ℃ 24,0 23,5
3
5 Kekeruhan NTU Maks. 5 0,42 0,42

Terlihat bahwa sampel air bersih sebelum proses desinfeksi terkandung bakteri E. Coli
sebanyak 80 Bakteri/mL sampel dan total Coliform sebanyak 136 Bakteri/mL sampel melebihi batas
yang ditetapkan standar Peraturan Menteri Kesehatan R.I NO. 492/ PER/ IV/2010. Setelah proses
desinfeksi air tersebut sudah tidak mengandung bakteri E.Coli ataupun Total Coliform , karena air
setelah klorinasi akan langsung di distribusikan ke pelanggan. Dengan arti, air distribusi tersebut
sudah memenuhi standar Keputusan Menteri Kesehatan RI NO. 492/ PER/ IV/2010.
pH pada kondisi sebelum klorinasi 7,46 sedangkan pada saat setelah klorinasi memiliki pH
7,19 yang berarti mengalami sedikit penurunan pH. Klorinasi akan efektif pada pH netral atau sedikit
asam Pada pH asam, asam hipoklorit (HOCl) akan terurai sedikit, namun pada pH basa, HOCl akan
terurai sempurna menjadi ion hipoklorit (OCl-) yang daya desinfeksinya lebih rendah dari HOCl
(Alaerts & Santika, 1997). Besarnya pH juga menjadi tanda bahwa ion hipoklorit atau asam
hipoklorit yang lebih banyak terbentuk.
Suhu yang diperoleh dari hasil analisis sebelum klorinasi 24,0℃ dan setelah klorinasi 23,5℃
. Desinfeksi dengan cara klorinasi akan lebih efektif pada suhu yang lebih tinggi dari 25oC (PDAM,
1992). Pada suhu tinggi zat padat yang menghalangi kontak antara desinfektan dengan bakteri akan
larut. Klorinasi akan berjalan baik pada suhu 25-27oC (Jonson, 1997).
Kekeruhan yang diperoleh pada saat sebelum klorinasi sebesar 0,42 dan setelah klorinasi
0,42. Yang berarti hasil kekeruhan sesuai dengan standar Keputusan Menteri Kesehatan RI NO. 492/
PER/ IV/2010. Jika kekeruhannya tinggi, partikel-partikel tersebut akan menghambat efisiensi
desinfektan.
Analisis titik retak klorinasi dilakukan dengan penggunaan desinfektan kaporit
Ca(OCl)2. Sebelum penentuan, dilakukan penetapan kadar klor aktif terlebih dahulu pada kaporit
sebagai sumber klor. Kadar klor aktif pada kaporit adalah 53,63%. Dalam penetapan titik klorinasi,
penambahan dosis klor aktif dengan konsentrasi residu klor berbanding lurus.
Tabel.2 Hasil Analisis Residu Klor Air Bersih Hasil Olahan
Dosis Klor Residu klor aktif Absorbansi
(mg Cl2/L) (mg Cl2/L)
0.1 0.0529 0.0062
0.2 0.0750 0.0084
0.3 0.0835 0.0093
0.4 0.1595 0.0168
0.5 0.2772 0.0286
0.6 0.2159 0.0225
0.7 0.2955 0.0304
0.8 0.4794 0.0487
0.9 0.5431 0.0551

Dari data tersebut dilihat bahwa konsentrasi residu klor aktif naik dengan dosis klor yang
ditambahkan. Namun, konsentrasi residu klor terlihat mengalami penurunan saat penambahan dosis
0,6 mg/L dengan residu klor 0,225 mg/L dikatakan sebagai titik retak klorinasi.

0.6

0.5
Residu Klor (mg/L)

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Dosis Klor (mg/L)

Gambar 4 . Grafik titik Retak Klorinasi Air Bersih Hasil Olahan Cipaku

Berdasarkan pengamatan dari data dan grafik, maka diperoleh untuk titik retak klorinasi
dari air bersih hasil olahan Cipaku adalah 0,6 mg/L dengan penambahan dosis tersebut kestabilan
residu klor aktif dapat dipertahankan sampai melewati sistem jaringan distribusi. Diharapkan sisa klor
yang ada 0,4 mg/L dikarenakan proses pendistribusian air melalui pipa memerlukan waktu yang
cukup lama memungkinkan residu klor akan berkurang. Sehingga, diperoleh dosis pembubuhan klor
sebesar 1,0 mg/L.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa Titik retak klorinsai (Break Point
Chlorination) Air Bersih Hasil Olahan Cipaku adalah 0,6 mg Ca(OCl)2/L. Dan dosis pembubuhan
klor yang diperlukan adalah 1,0 mg Cl2/L. Dengan penetapan mikrobiologi pada air tersebut sudah
tidak mengandung bakteri E.Coli ataupun Total Coliform.
DAFTAR PUSTAKA

Andayuni. 2009. Pengolahan Air Minum Rumah Tangga. Departemen Kesehatan Indonesia. Jakarta.

APHA. 2005. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater. American Public
Association Washington DC. Edisi 21.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kasinius

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. A. Saptorahardjo (a.b.). Cet 1. Jakarta: UI-
Press. 195-218.

Kordi, K. 2007. Pengolahan Kualitas Air. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Laboratorium PDAM Tirta Pakuan. 2010. Standart Operation Procedur ISO 9001 :2008. PDAM
Tirta Pakuan. Bogor

Nur, M. A. & Hendra Adijuwana. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. IPB. Bogor.

Perusahaan Daerah Air Minum. 1992. Desinfeksi Air. Perusahaan Daerah Air Minum. Bogor.

Prihanto. 1999. Siklus Air. Penerbit VEDC. Malang

Saeni, M.S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB. Bogor.

Sawyer, C. N. & P. L Mc Carty. 1978. Chemistry for Environmental Engineering. Mc Graw-Hill


Book Company. New York. Edisi 3.

Sutrisno, C. T. & E. Suciastuti. 1991. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Rineka Cipta. Jakarta.

Tahid. 2002. Spektroskopi UV/Vis dan Aplikasinya. Pusat penelitian Kimia Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Bandung.

Tchobanoglous, G. & E. D. Schroeder. 1985. Water Quality. Addison-Wesley Publishing


Company. California.

Underwood, A.L & R.A. Day. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta. Edisi kelima.

Viessman, W. Jr, & M. J. Hammer. 1985. Water Supply and Pollution Control. Harper and Row
Publisher. New York. Edisi Kelima.

Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. PT Kalman Media
Pusaka. Jakarta. Edisi Kelima.
Winarno, F. G. 1986. Air Minum Untuk Industri Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai