Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN ACUTE LONG OEDEMA (ALO)

A. PENGERTIAN
 Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di
ekstravaskular dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan, yaitu :
1. Peningkatan tekanan hidrostatis.
2. Peningkatan permaebilitas kapiler paru.( Arif Muttaqin, 2018 )
 Acute Lung Oedema (ALO) adalah akumulasi cairan di paru yang terjadi secara
mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam, 2016).
 Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di
rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan
ancaman gagal napas.
 Acute Lung Oedema (ALO) adalah terkumpulnya cairan ekstravaskuler yang patologis
di dalam paru. (Soeparman;767).

B. ETIOLOGI
Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a) Peningkatan tekanan kapiler paru :
- Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral).
- Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel
kiri.
- Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan
arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b) Penurunan tekanan onkotik plasma.
- Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing
enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c) Peningkatan tekanan negatif intersisial :
- Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
- Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d) Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
 Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda.
Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun
sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah
Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada
penderita Payah Jantung Kiri Kronik.

1. Cardiogenic pulmonary edema


Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan
pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung
memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang
buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang
buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit
atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep
jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah
yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru.Ini dapat, pada
gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke
alveoli ketika tekanan membesar.

2. Non-cardiogenic pulmonary edema4


Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan
oleh hal berikut:
a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari
respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menjurus pada alveoli yang
bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
b. kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,
trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok
kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat
pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah
lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan
yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure
yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi
cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
f. Paru yang mengembang secara cepat dapat menyebabkan re-expansion
pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural
effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat
berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral
pulmonary edema).
g. Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis
dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang
mungkin menyebabkan pulmonary edema.
h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary
edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah
berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau
transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau
eclampsia pada wanita-wanita hamil.
D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini
mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang
secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus
dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah
lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas
yang biasa (dyspnea on exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau
kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada
pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru
dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal,
sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang
berkoresponden pada muncratan cairan dalam alveoli selama bernapas).

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas
CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat
bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin
adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup
pada saat inspirasi.
Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial.Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial,
akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi.Sering terdapat
takhipnea.Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi
takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat.Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja.
Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia,
tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory
acidemia. Pada keadaan ini morphin harus digunakan dengan hati-hati (Ingram and
Braunwald, 1988).

E. PATOFISIOLOGI
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi
ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar
pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan
pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-
pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk
menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala
sel-sel darah). Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di
paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-
paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli.
Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan
karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan
keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan
pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-
dindig ini kehilangan integritasnya. Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi
dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah
dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan
dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan
bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk
sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-
pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang
berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic
pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-
cardiogenic pulmonary edema.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- EKG
- Laboratorium

 Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.
 Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
 Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim
jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.

- Xray thorax
- Posisi ½ duduk
- Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi
CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
- Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
- Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 –
10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin
intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka
dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak
memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan
klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang
tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan
perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
- Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
- Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan
tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1
ml/kgBB/jam.
- Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
- Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
- Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak
berhasil dengan oksigen.
- 10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
- 11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.
G. KOMPLIKASI
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin timbul dari
komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang mendasarinya.
Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan pengoksigenan darah yang
dikompromikan secara parah oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia)
dapat secara potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke
organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak.

H . DIAGNOSA PENUNJANG

1. Pemeriksaan Fisik
 Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
 Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan
paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
 Takikardia dengan S3 gallop.
 Murmur bila ada kelainan katup.
2. Elektrokardiografi.
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa
ditemukan.
3. Laboratorium
 Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
 Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
 Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung
(CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari
vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang
yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari
dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang
lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang
signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru
yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari
pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang
penyebab yang mungkin mendasarinya.

4. Gambaran Radiologi yang ditemukan :


 Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
 Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
 Kranialisasi vaskuler
 Hilus suram (batas tidak jelas)
 Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)

Gambar hasil radiologi

Gambar 1 : Edema Intesrtitial


Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).
Gambar 2 : Kardiomegali dan edema paru
Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
Edema “ butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)

Gambar 3 : Bat’s Wing


Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai
kelainan sebelumnya, contoh : emfisema).

» Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel


(hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan
umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
» Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari
pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam
darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari
BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau
lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-
nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai
penyebabnya.
» Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter)
yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui
ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau
pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari
paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam
pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure
dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema,
sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-
cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan
interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).

I. PENATALAKSANAAN
- Posisi ½ duduk.
- Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
- Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
- Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
- Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10
menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena
mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
- Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai
dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90
mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama
dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
- Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).
- Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4
jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
- Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit
atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis
dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
- Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
- Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan
oksigen.
- Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur
dinding ventrikel / corda tendinae.
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas :
b. Umur : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan
remaja/dewasa muda
c. Riwayat Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-
batuk disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan
dapat terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan
masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal
mungkin ditemui pada klien
e. Pemeriksaan fisik
a) Sistem Integumen
Subyektif :-
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder),
banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
b) Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar
stridor, ronchii pada lapang paru,
c) Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah
menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
d) Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e) Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan
otot aksesoris pernafasan
f) Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
g) Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
f. Studi Laboratorik :
a) Hb : menurun/normal
b) Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
c) Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

2. Diagnosa Keperawatab
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan jumlah secret
2. Gangguan pertukaran gas b.d. peningkatan hambatan difusi O2-CO2
3. Kerusakan komunikasi verbal b.d pemasangan endotrakeal
4. Intoleransi aktivitas b.d. hipoksemia
5. Resti infeksi b.d bersihan jalan napas tidak efektif
4. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial.
Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai

5. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil,
sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti
jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison. 2011. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit


Buku Kedokteran EGC
2. Price & Wilson. 2010. Patofisiologi Volume 2 Ed. 6 : EGC penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta
3. Departemen Kesehatan RI (2014). Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Depkes ;
Jakarta.
4. Carpenito, Lynda Juall. 2016. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
5. Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Edisi
kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
6. Irmawan. 2010. Diagnosis dan Pengelolaan Edema Paru Kardiogenik Akut.
http://www.dunia-kesehatan.com/
7. Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai