Anda di halaman 1dari 42

TUGAS RADIOLOGI

Preceptor:
dr. Karyanto, Sp. Rad

Disusun oleh:
Wasiatul Ilma
1818012107

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RAIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
1
DAFTAR PERTANYAAN

1. Proses terjadinya:
a. Sinar x dan skematiknya
b. Foto rontgen
2. Sebutkan diferensial diagnosa dan ciri- ciri radiologis bayangan opak/
semiopak pada paru! (minimal 15)
3. Sebutkan diferensial diagnosa dan ciri- ciri radiologis bayangan lusen pada
paru! (minimal 10)
4. Kelainan tulang pada foto thorax (Kongenital, infeksi, neoplasma, trauma,
dan degeneratif)
5. Kelainan pada jantung yang terlihat pada rontgen thorax
6. Klasifikasi tuberculosa
7. Patofisiologi dan gambaran radiologi tb pada anak
8. Perbedaan spondilitis TB dan non-TB
9. Sebutkan macam- macam lesi metastasis pada foto thorax!
10. Terangkan indikasi, kontraindikasi, persiapan, pelaksanaan pada
pemeriksaan:
a. BNO IVP
b. Colon in loop

2
1. Proses terjadinya:
a. Sinar x dan skematiknya

Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan


gelombang radio, panas, cahaya, dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panjang
gelombang sangat pendek. Panjang gelombang 0,01-10 Å, sehingga sinar-X
mempunyai daya tembus sangat besar. Proses terjadinya sinar x:

 Katoda (filament) dipanaskan (besar dari 20.0000C) sampai menyala


dengan mengalirkan listrik yang berasal dari transformator.
 Karena panas electron-elektron dari katoda (filamen) terlepas.
 Sewaktu dihubungkan dengan transformator tegangan tinggi (dibutuhkan
hingga 125.000 V untuk menghasilkan sinar x), elektron-elektron
gerakannya dipercepat menuju anoda karena adanya beda potensial yang
berpusat di focusing cup dan timbul tumbukan tak kenyal sempurna antara
electron dan anoda.

 Awan-awan elektron dipaksa untuk dihentikan pada target (sasaran)


sehingga terbentuk panas (99%) dan sinar x (1%)
 Pelindung (perisai) timah akan mencegah keluarnya sinar x, sehingga sinar
x yang terbentuk hanya dapat keluar melalui jendela.
 Panas yang tinggi pada target (sasaran) akibat benturan electron dihilangkan
dengan radiator pendingin.
 Sinar X yang keluar akan mengakibatkan gambaran kehitaman.pada film.

3
 Gambar yang diproduksi oleh sinar x merupakan hasil dari perlemahan sinar
x oleh material yang dilewati. Secara umum semakin tinggi densitas (jumlah
gram per meter kubik) maka akan semakin tinggi kemampuan untuk
menyerap sinar x. Semakin tinggi densitas maka hasil gambaran pada film
akan kearah putih, sedangkan semakin rendah densitas maka hasil gambaran
pada film akan kearah hitam.

b. Foto Rontgen

Bayangan laten yang terbentuk pada film radiografi dihasilkan oleh berkas
sinar X sesudah menembus objek mengenai film atau berasal dari berkas
cahaya tampak yang dihasilkan pada proses emisi cahaya dari interaksi
radiasi sinar X dengan lembar penguat. Berkas radiasi sinar-X yang
mengenai objek sebagian diserap oleh objek dan sisanya diteruskan
(menembus objek). Berkas cahaya yang diteruskan tersebut mengenai
emulsi film sehingga terbentuk bayangan objek. Berkas cahaya sinar X
yang menembus objek akan diserap oleh lembar penguat dan dipancarkan
kembali dalam bentuk cahaya tampak. Berkas cahaya tampak tersebut
selanjutnya mengenai emulsi film sehingga terbentuk bayangan laten.

Film roentgen yang sudah disinar (di dalam kaset)  dibawa ke kamar
gelap. Film kemudian dikeluarkan dan digantung pada film hanger yang
sesuai dengan ukuran film. Pertama, film dimasukkan ke dalam cairan
pembangkit  film dicelupkan dalam bak berisi air pembilas dengan
tujuan untuk mencuci alkali yang melekat pada film  film dimasukkan
4
ke dalam cairan penetap. Pengeringan film dilakukan di dalam kamar yang
bebas debu, dapat dilakukan dengan kipas angin atau dryer khusus.

Computed Radiography (CR) merupakan suatu sistem atau proses untuk


mengubah sistem analog pada konvensional radiografi menjadi digital
radiografi. Posisi film dan kaset sebagai reseptor pada radiografi
konvensional pada CR digantikan oleh imaging plate. Proses pembentukan
gambar yang terjadi pada imaging plate melalui beberapa tahapan:

1) Exposure
Imaging Plate diletakkan didalam kaset, setelah itu dilakukan eksposi
dengan menggunakan sinar X. Sinar X yang menembus obyek akan
mengalami atenulasi sehingga enersi dari sinar X tersebut ditangkap
oleh imaging plate dalam bentuk data digital.

2) Stimulate
Bayanggan tersebut kemudian distimulasi dengan Photo Stimulable
Phosphor (PSP) yang fungsinya untuk mengubah bayangan laten pada IP
menjadi cahaya tampak.

3) Read (pembacaan)
Dengan menggunakan Photo Multiplier, cahaya tampak tersebut
ditangkap dan digandakan serta diperkuat intensitasnya kemudian diubah
menjadi sinyal elektrik. Kemudian sinyal-sinyal ini direkonstruksikan
menjadi sebuah gambaran yang dapat dilihat oleh layar monitor.

4) Erasure (penghapusan)
Data gambar pada imaging plate secara otomatis akan dihapus
oleh Intense Light sehingga imaging plate dapat digunakan kembali.

5
2. Sebutkan diferensial diagnosa dan ciri- ciri radiologis bayangan opak/
semiopak pada paru! (minimal 15)

Diferensial
No Gambaran Radiologi
diagnosis
1. Abses paru Satu/ multi kavitas berdinding
tebal, dapat ditemukan permukaan
udara dan cairan di dalamnya.
Bayangan batas tidak tegas
(irreguler), dinding mengalami
granulomatous/ radang/ jaringan
atelektasis, bila berhubungan
dengan bronkus air fluid level (+),
sering dekat dengan permukaan
pleura (fistula bronchopleura).
2. Bronkitis kronik -Bronkitis kronis ringan: corakan
peribronkial yang ramai/
bertambah di bagian basal paru
oleh penebalan dinding bronkus
dan peribronkus.
-Bronkitis kronis sedang juga
disertai emfisema, sedangkan
bronkitis kronis golongan berat
ditemukan hal-hal tersebut diatas
dan disertai cor pulmonale
(komplikasi bronkitis kronis).

6
3. Efusi pleura Perselubungan homogen
menutupi struktur paru bawah
yang biasanya relative radioopak
dengan permukaan atas
cekung ,berjalan dari lateral atas
kearah medial bawah. Jaringan
paru akan terdorong kearah
sentral/hilus dan kadang
mendorong mediastinum kearah
kontralateral.
4. Atelektasis Bayangan lebih suram (densitas
tinggi) pada bagian paru, baik
lobaris, segmental, atau seluruh
paru, dengan penarikan
mediastinum kearah atelektasis,
sedangkan diafragma tertarik
keatas dan sela iga menyempit.
5. Bronkopneumoni Bercak infiltrat pada lapangan
bawah /tengah paru.

6. Pneumonia Densitas berkabut, biasanya di


rheumatic daerah parahiler dan di lapangan
tengah paru. Bayangan ini dapat
menyatu atau bercak yang tidak
rata dan acap kali berhubungan
dengan perubahan basal
menunjukkan kongesti paru.

7
7. Pneumonia Gambaran bronchial cuffing:
interstitial penebalan dan edema pada
dinding bronkiolus. Corakan
bronkovaskular meningkat,
hiperaerasi, bercak-bercak infiltrat
dan efusi pleura juga ditemukan.
8. Pneumonia Bayangan perselubungan
alveolar homogen berdensitas tinggi pada
non segmental/ segmental, lobus
paru/ pada sekumpulan segmen
lobus yang berdekatan, berbatas
tegas. Air bronchogram biasanya
ditemukan diantara konsolidasi.
9. Tuberkulosis paru Bercak berawan disertai kavitas pada kedua lapangan paru.
aktif

10. Tuberkulosis paru Bercak berawan pada kedua


lama aktif lapangan paru atas yang disertai
kavitas, bintik-bintik kalsifikasi,
garis fibrosis yang menyebabkan
retraksi hilus ke atas.

8
11. Tuberkulosis paru Bintik-bintik kalsifikasi serta garis
lama tenang fibrosis pada kedua lapangan paru
atas.

12. Tuberkulosis Bercak-bercak granuler pada


miliar seluruh lapangan kedua paru

13. Tumor paru Perselubungan homogen yang


berbatas tegas pada daerah paru.

14. Metastasis paru Gambaran bayangan bulat


berukuran millimeter- centimeter,
tunggal (soliter)/ ganda (multiple),
batas tegas (coin lesion) pada
kedua lapang paru. Bayangan
dapat mengandung kalsifikasi.
Dapat terdapat pembesaran
kelenjar mediastinum, penekanan
trakea, bronkovaskular kasar
unilateral/ bilateral/ gambaran
garis-garis densitas tinggi halus.

9
15. Edema paru Perselubungan atau perbercakan
di 2/3 medial (perihilar) kedua
paru (bilateral) yang memberikan
gambaran “bat wings
appearance”.

3. Sebutkan diferensial diagnosa dan ciri- ciri radiologis bayangan lusen


pada paru! (minimal 10)

Diferensial
No Gambaran Radiologi
Diagnosis
1. Emfisema Toraks berbentuk silindrik.
Bayangan paru lebih radiolusen
pada seluruh paru/ lobaris/
segmental, corakan jaringan paru
tampak lebih jelas, vascular paru
relative jarang. Diafragma letak
rendah dengan bentuk datar dan
peranjakan yang berkurang.
Jantung ramping, sela iga
melebar.
2. Bronkiektasis Bronkovaskular kasar yang
umumnya terdapat di lapang
bawah paru/ gambaran garis
translusen yang panjang
menuju ke hilus dengan
bayangan konsolidasi
sekitarnya akibat peradangan
 (honey comb appearance)

10
3. Pneumotoraks Bayangan radiolusen tanpa
struktur paru (avascular pattern)
dengan batas paru berupa garis
radioopak tipis berasal dari
pleura viseral. Jika
pneumotoraks luas  menekan
jaringan paru kearah hilus (paru
menjadi kuncup) dan mendorong
mediastinum ke kontralateral.
Sela iga menjadi lebih lebar.
4. Flail chest Bayangan udara yang terlihat
akibat kontusio paru.Gambaran
fraktur kosta yang multipel.

5. Kista Paru Tampak hilus normal, corakan


paru bertambah,
rongaluscen/opak berdinding
tipis reguler, soliter/multipel di
kedua lapang paru

6. COPD Thoraks berbentuk


silindrik,diafragma letak rendah
dengan bentuk datar, bayangan
lebih radiolusen, sela iga
melebar, gambaran fibrosis dan
vaskular paru relatif jarang;
corakan jaringan paru tampak
lebih jelas

11
7. Bula emfisematus Terdapat area fokal dengan
gambaran radioluscent yang
jelas karena dilapisi oleh sebuah
dinding tipis. Fluid level
memungkinkan adanya infeksi
dalam bula. Karakteristik dalam
foto thoraks lain: paru hiper
ekspansi dan pendataran kedua
hemidiafragma.
8. Idiopatik Emfisema dengan hipoplasi
hiperluscent arteri pulmonalis dan gambaran
bronkiektasis; tanpa
penambahan ukuran paru.

9. Stenosis Bayangan radiolusen


pulmonary pada bagian aorta akibat
pengecilan aorta serta
arteri pulmonalis
menonjol. Pembuluh
darah paru berkurang
dan tampak kecil.
10. Congenital lobar Lobus yang overdistensi
emphysema akibat terkumpulnya
udara defisiensi segmen
dari kartilago bronkial 
bronkomalacia  udara
bagian distal terjebak.
Bayangan lusen pada
lobus yang terkena 
pergeseran mediastinum
ke arah paru normal.
12
4. Kelainan tulang pada foto thorax (Kongenital, infeksi, neoplasma,
trauma, dan degeneratif) (minimal 15)

a. Kongenital

Skoliosis kongenital
b. Trauma

Fraktur vertebrae servikal

c. Tumor

Vertebral metastase; absent pedicle

13
d. Infeksi

Spondilitis TB
e. Degenerasi

Spondylosis

5. Kelainan pada jantung yang terlihat pada rontgen thorax

Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar


berdasarkan pada ada atau tidak adanya sianosis, yang dapat ditentukan
melalui pemeriksaan fisik. Klasifikasi penyakit jantung bawaan menjadi PJB
sianotik dan PJB asianotik tersebut sering dikenal dengan klasifikasi klinis.
Tapi bagi kelainan jantung kongenital yang lebih komplek bentuknya,
klasifikasi segmental mungkin lebih tepat –suatu pendekatan diagnosis
berdasarkan anatomi dan morfologi bagian-bagian jantung secara rinci dan
runut.

14
Penyakit jantung bawaan asianotik atau non sianotik umumnya memiliki
kelainan yang lebih sederhana dan tunggal sedangkan tipe sianotik biasanya
memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan bervariasi.
a. ASD
Rontgen dada biasanya menunjukkan temuan non spesifik, seperti
pembesaran atrium kanan, ventrikel kanan, pembuluh darah paru, atrium

Gambar. Gambaran Thoraks PA pada ASD: sedikit peningkatan pada arteri pulmonalis marking dengan
ukuran jantung yang normal. Segmen arteri pulmonal utama adalah convex

kiri, dan segmen proksimal SVC. ASD dapat memberikan gambaran foto
thorax normal dalam tahap awal ketika ASD kecil. Dapat juga
memberikan gambaran tanda-tanda peningkatan aliran paru (peningkatan
aliran paru atau vaskularisasi shunt), pembuluh darah paru membesar,
vaskularisasi upper zone prominen, tanda-tanda akhir dari hipertensi arteri
paru, pembesaran ruang jantung : atrium kanan, ventrikel kanan dengan
catatan atrium kiri normal dalam ukuran dan arkus aorta kecil normal.

b. Ventricular Septal Defect (VSD)


VSD diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi atau fisiologisnya. Bila
berdasarkan klasifikasinya, VSD terjadi pada bagian membranous dan
muscular pada septum ventrikel. VSD membranous dapat dibagi menjadi
VSD defek suprakristal, perimembranous, dan malalignment. VSD
muscular dapat terjadi di region inlet atau outlet atau dalam bagian
trabekular septum. VSD secara fisiologinya dibagi berdasarkan ukuran
defek dan resistensi vaskuler relatif dalam sirkulasi sistemik dan pulmonal.
15
Gradien bertekanan tinggi muncul melewati VSD restriktif kecil, dengan
tekanan arteri pulmoner normal atau sedikit meningkat dan pirau kiri ke
kanan yang dominan. VSD nonrestriktif besar mengakibatkan tekanan
ventrikel kanan dan ventrikel kiri memiliki tekanan yang sama dengan
hipertensi pulmonal (yang disebabkan tidak adanya obstruksi jalur keluar
ventrikel kanan) dan pirau dua arah. VSD yang terkecil (maladie de Roger)
dikarakteristikkan dengan pirau yang tidak signifikan secara hemodinamik,
murmur yang keras, dan risiko menengah-tinggi terhadap kejadian
endokarditis.

Gambar. Foto thorax PA pada pasien VSD

c. Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Tabel 1. Klasifikasi PDA


Perbandingan
Hipertrofi Ventrikel dan Tekanan Arteri Sirkulasi
Tingkat Saturasi Oksigen
Atrium Kiri Pulmonal Pulmonal-
Sistemik
I Tidak ada Normal Normal <1,5
II Minimal 30-60 mmHg Normal 1,5-2,5
>60 mmHg,
Signifikan + hipertrofi
tetapi masih di
III ventrikel kanan yang Kadang sianosis >2,5
bawah tahanan
minimal
sistemik
Lebih tinggi
Hipertrofi biventrikel +
IV daripada tahanan Sianosis <1,5
atrium kiri
sistemik

Gambaran foto toraks PDA tergantung besar kecilnya PDA yang terjadi.

16
 Bila PDA kecil sekali, gambaran jantung dan pembuluh darah paru
normal

Gambar .Foto Thorak pada pasien dengan PDA kecil

Bila PDA cukup besar, maka gambaran radiologinya:

 Aorta descedens dan arkus tampak normal atau membesar sedikit dan
nampak menonjol pada proyeksi PA
 A. pulmonalis tampak menonjol lebar di samping aorta
 Pembuluh darah paru dan hilus nampak melebar, karena volume darah
yang bertambah
 Pembesaran atrium kiri
 Pembesaran ventrikel kanan dan kiri. Pada orang dewasa, gambaran
radiologi ini tampak jelas, tetapi pada anakanak tidak khas dan sulit
dinilai, karena biasanya jantung anak-anak masilh berbentuk bulat.
Pelebaran pembuluh darah paru untuk sebagian radiografi PA tidak
nampak karena tertutup oleh jantung, terutama di bagian sentral

Gambar.Gambaran radiologi pada pasien dengan PDA cukup besar. Tampak adanya penonjolan

aorta, pembesaran atrium kiri, hipertrofi ventrikel kiri

17
Bila keadaan telah lanjut dan timbul tanda hipertensi pulmonal, gambaran

radiologinya:

 Pembuluh darah paru bagian sentral melebar.


 Hilus melebar. Pembuluh darah paru perifer berkurang.
 Ventrikel kanan semakin besar karena adanya hipertrofi dan dilatasi.
 Arteri pulmonalis menonjol.
 Aorta descendens lebar dengan arkus yang menonjol.
 Atrium kiri nampak normal kembali. Pembesaran dari arkus aorta di
samping pembesaran a. pulmonalis adalah khas dan dapat dipakai
untuk membedakan PDA dari ASD atau VSD.

Gambar. Gambaran PDA dengan hipertensi pulmonal. Tampak gambaran khas hipertensi

pulmonal, yaitu pulmonary tree (Hilus melebar, pembuluh darah paru perifer berkurang)

Gambar. Kardiomegali dengan dilatasi Arteri Pulmonal. Terlihat pleothora pulmonal

bilateral/dilatasi pembuluh darah paru/pulmonary tree


18
Gambar .Terlihat gambaran PDA closure device, terletak pada tempat yang tepat, kardiomegaly,

penebalan kontur arteri pulmonal dan pleothora bilateral

d. Tetralogy of Fallot (TOF)

Gambar . Foto thorax PA pada pasien TOF

Gambar. Foto thorax PA pada pasien TOF

e. Coarctation of Aorta (COA)

Koartasio aorta adalah penyakit jantung bawaan berupa penyempitan


arkus aorta distal/ pangkal aorta desendens torakalis, baik diatas duktus
19
arteriosus (pre-ductal), di depan duktus arteriosus (juxta ductal) atau
dibawah duktus arteriosus (post ductal).

Gambar. Foto thoraks PA pada pasien koartasio aorta

Gambaran radiologik yang ditemukan pada pasien koartasio aorta

termasuklah pembesaran jantung kiri (hipertrofi ventrikel kiri) yang dinilai

dari peningkatan batas jantung kiri (gambar A). Kardiomegali dinilai dari

peningkatan Cardiothoracic Index yang lebih dari 0.5. Ditemukan juga

dilatasi arteri subklavika kiri (anak panah). Di gambar B, terlihat gambaran

penyempitan di aspek inferior tulang iga akibat dilatasi arteri interkosta

(inferior rib notching: Roesler sign)

6. Klasifikasi tuberculosa

Klasifikasi tuberculosis menurut Kementrian RI tahun 2014 :


a. Berdasarkan organ tubuh yang terkena

 Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan


(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput pleura) dan
kelenjar pada hilus.
 Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
20
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
salurankencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis

 Tuberkulosis paru BTA positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya


BTA positif
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif
d. 1 atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya
BTA negative dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.
 Tuberkulosis paru BTA negative

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative

b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis

c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT

d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi

pengobatan

c. Berdasarkan tingkat keparahan penyakit

 TB paru  BTA negative, foto toraks positif dibagi berdasarkan


tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.
Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan
atau keadaan umum pasien buruk.
21
 TB ekstra-paru
Dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

a. TB ekstra-paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe,


pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

f. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, peritonitis,


pleuritis, eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kemih, dan alat kelamin.

d. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

 Kasus baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4minggu)
 Kasus kambuh (Relaps)
Pasien tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur). Kasus setelah putus berobat (Default)
Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
 Kasus setelah gagal (failure)
Pasien yang hasil pemeriksaan dahkanya tetap positif.
e. Berdasarkan gambaran radiologis
 TB Primer/aktif

 TB post primer/laten/sekunder

22
Klasifikasi Gambaran Radiologi
TB Paru Primer  Terdapat penonjolan pada
hilum dekstra
Infeksi TB pertama yang (Hilaradenophaty)
biasanya asimtomatik dan  Memberi gambaran lebih
membaik sendirinya, simtoms pada lobus teratas paru
hanya sebatas gejala prodormal: dibanding lobus bawah
 Cavitasi langka
Gambaran radiologis menjukan
belang opak kecil pada lapang
paru tengah, disertai
limfadenopati hilar unilateral.

Dapat ditemukan
-Skar kalsifikasi kecil pada
parenkim di lapan paru tengah (
Kompleks Ghon)
- Kombinasi fokus Ghon dengan
kalsifikasi di KGB yang terlibat
disebut sebagai kompleks Ranke
- fokus Simon : fokus yang
tertahan di apeks
 Dapat ditemukan efusi
pleura besar asimtomatik

23
TB Paru Postprimer (TB  Terdapat kavitas pada
Reaktivasi) kedua lobus teratas.
 Terdapat “airspace
Gambaran radiologi yang disesase” pada lingula dan
dicurigai lesi TB inaktif: pada kedua lobus atas
• Fibrotik (panah hitam) Cavitas
• Kalsifikasi
• Schwarte atau penebalan (banyak gambaran lucen)
pleura

Terdapat perubahan progresif


dari bercak opak kecil menjadi
cavitas akibat proses kaseasi
 Kalsifikasi digambarkan
dan liquefikasi. Makin kronis
seperti bintik-bintik kapur
kavitas makin berdinding tebal
Tuberkel dan necrosis caseosa
merupakan tanda

7. Patofisiologi dan gambaran radiologi tb pada anak

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB
dalam percik renik (droplet nuclei) akan terhirup dan mencapai alveolus.
Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis nonspesifik sehingga tidak terjadi respons imunologis
spesifik. Akan tetapi pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat
dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman,
makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar
dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya
menyebabkan lisis makrofag.

Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan


fokus primer Ghon. Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui
saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang
mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini

24
menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus
bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer,
limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary
complex).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya


kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu
yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit.
Masa inkubasi TB bervariasi selama 2-12 minggu, biasanya berlangsung
selama 4-8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak
hingga mencapai jumlah 103 – 104 , yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas selular.

Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi.


Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB
terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji
tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun
yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup
dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular
spesifik (cellular mediated immunity, CMI).

Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya


akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional
juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya

25
biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat
tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi
tidak menimbulkan gejala sakit TB.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau
di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe
hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal infeksi, akan
membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil
(ball-valve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis.
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial
atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit
pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis,
yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa
inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar
secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung,
yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai
penyakit sistemik.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk


penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara
ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga
tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai
berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai

26
vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe
superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati,
tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap
hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses patologiknya.
Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian hari
dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik


generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke
seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis
penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. Tuberkulosis
diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang
beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata
terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi
infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun (balita) terutama di bawah
dua tahun. Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan
di dinding vaskuler pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah
besar kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit
TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized
hematogenic spread.

27
Gambaran Radiologis:
Infeksi TB
Primer Left Upper Lobe
Ghon Focus with
Left Hilar
Lymphadenopat
hy

Right Hilar
Lymphadenopat
hy

Infeksi TB
Laten Pasien
(LTBI) asimtomatik,
tidak terdapat
abnormalitas
pada foto thorax

Calcified Ghon
Focus

Calcified Right
Hilar Lymph
Nodes

28
Primary
Progressiv
e TB
Disease

Pulmonary
disease with
cavitation

Right Middle
Lobe infiltrate
with right hilar
lymphadenopath
y

Lymphadenopat
hy and lung
disease
displacing left
main bronchus

Right
paratracheal
lymphadenopath
y and cavitary
left lung disease

TB Milier Penyebaran
Milier

29
8. Perbedaan Spondilitis TB dan Non-TB

a. Spondylitis Tuberkulosis
Spondilitis tuberkulosis (Pott’s disease): infeksi kronik pada vertebra,
bersifat dekstruktif. Disebabkan oleh basil tuberkulosis yang menyebar
secara hematogen dari fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari paru
paru. Lesi biasanya pada korpus vertebra dan proses dapat bermula
pada 3 tempat, yaitu didekat diskus intervertebrata atas atau bawah
(tipe marginal), ditengah korpus (tipe sentral), dibagian anterior (tipe
anterior).Gambaran yang ditemukan meliputi penyempitan disk space,
pelibatan diskus sentralis dan kolap corpus anterior. Diperlukan

Gambar. Erosi endplate vertebra setinggi L3 & L4

pengambilan gambar dua arah, antero-posterior (AP) dan lateral (Lat).


Pada fase awal, akan tampak lesi osteolitik pada bagian anterior korpus
vertebra dan osteoporosis regional. Penyempitan ruang diskus
intervertebralis, menujukkan terjadinya kerusakan diskus.
Pembengkakan jaringan lunak disekitar vertebra menimbulkan
bayangan fusiform. Gambaran khas dari spondilitis TB adalah adanya
destruksi 2 atau lebih vertebra, erosi, kalsifikasi jaringan lunak dan
adanya paravertebral mass. Infeksi biasanya terdapat pada sudut
superior atau inferior anterior pada korpus vertebra berdekatan dengan
discovertebral junction. Terjadinya abses merupakan hal yang sering

30
terjadi dan semakin berkembangnya penyakit ini mengarah pada
kolapsnya satu atau lebih vertebra .

Gambar. Paravertebral mass (panah putih)

b. Spondilitis non TB (Ankylosing)


Penyakit inflamasi kronis terutama menyerang persendian kerangka aksial
(spine, sacroiliac joints) dan juga sendi perifer. Gambaran Radiografi (x-
rays) dapat memperlihatkan berkurangnya diskus vertebralis dan osteofit.
Tanda paling awal pada foto polos, adalah kesuraman dari sendi, melebar
sebelum akhirnya menyempit. Erosi tulang subchondral di sisi iliaka dari
sendi terlihat, ini diikuti oleh sclerosis subchondral dan proliferasi tulang,
erosi tulang subchondral dari sendi sakroiliaka biasanya terlihat dini di
bagian bawah sendi (karena bagian ini dilindungi oleh sinovium) dan di
sisi iliaka (karena tulang kartilago ini meliputi sisi sendi).

Gambar. Proyeksi lateral. Tampak erosi sudut anterior T12 dan L1


vertebralis. Tanda lesi Romanus (sudut mengkilap).

31
Lesi menunjukkan perubahan progresif yaitu “blurring” pada permukaan
tulang subchondral menjadi erosi ireguler pada tepi sendi sakroiliaka
(pseudowidening) untuk sclerosis, penyempitan, dan akhirnya fusi.
Sakroiliitis yang terlihat di Ankylosing Spondylosis biasanya bilateral,
simetris, dan secara bertahap progresif selama bertahun-tahun.

9. Sebutkan macam- macam lesi metastasis pada foto thorax!

Parenkim Paru
Pada parenkim paru, nodul metastasis soliter dan multipel cenderung didapati
pada bagian perifer dan diperkirakan berasal dari penyebaran hematogen.
Sebanyak 25% dari total metastasis ke paru adalah lesi soliter. Metastasis soliter
menyumbang sekitar 3-5% dari total nodul soliter paru. Jenis karsinoma primer
ekstratorakal yang paling sering memberikan gambaran metastasis soliter adalah
karsinoma kolon (biasanya rektosigmoid), sarkoma (terutama osteogenik),
karsinoma mammae, sel ginjal, testis, dan melanoma. Karsinoma vesika urinaria
dan hepatoma juga dapat memberikan gambaran metastasis soliter namun lebih
jarang.

Selain lesi soliter, metastasis kanker dapat memberikan gambaran lesi multipel.
Lesi metastasis multipel sering ditemukan terletak bilateral, berbatas tegas, dan
dengan ukuran yang bervariasi. Lapangan paru bagian bawah dan tengah lebih
sering terlibat karena daerah ini mendapat aliran darah yang lebih besar.
Computed tomography (CT) scan toraks dapat mendeteksi lesi metastasis kecil di
subpleura, apeks, atau sudut kostofrenikus serta menilai limfadenopati mediastinal
dengan baik. Pola radiografi dapat digunakan untuk memperkirakan kemungkinan
jenis kanker primernya, sebagai berikut.
Pola Radiografi Metastasis Kanker ke Parenkim Paru  Gambaran Radiologi
Perkiraan Asal Kanker Primer
 Cannonball Karsinoma kolorektal dan sel ginjal, sarkoma, melanoma,
koriokarsinoma.

32
 Milier  Karsinoma troid medular, melanoma, karsinoma sel ginjal,
karsinoma ovarium.
 Kavitasi  Karsinoma sel skuamosa (kanker kepala-leher pada pria dan
tumor genital pada wanita), karsinoma kolon, sarkoma osteogenik, karsinoma
pankreas, vesika urinaria.
 Pneumotoraks  Sarkoma osteogenik
 Kalsifikasi  Sarkoma osteogenik, kondrosarkoma.

Selain lewat jalur hematogen, tumor ekstratorakal juga dapat bermetastasis ke


parenkim paru melalui jalur endobronkial. Karsinoma leher dan kepala, sel ginjal,
mammae, kolorektal, dan melanoma merupakan jenis tumor ekstratorakal
tersering yang bermetastasis melalui jalur ini. Karsinoma serviks, karsinoma uteri,
sarkoma Kaposi, dan tipe sarkoma lainnya juga ditemukan walau lebih jarang.
Metastasis yang berasal dari melanoma memberikan gambaran hitam, sedangkan
yang berasal dari ginjal dengan kontras menunjukkan peningkatan enhancement.
Metastasis pada parenkim paru sulit dibedakan dari keganasan endobronkus jika
menggunakan CT scan semata.

a. Emboli Tumor di Paru


Metastasis tumor dapat menimbulkan emboli paru. Gambaran klinis dan
radiologinya sama dengan emboli paru biasa. Perlu dicatat, emboli di perifer
biasanya memberikan gambaran klinis gagal napas walau gambaran radiologi
masih normal. Diagnosis pasti ditegakkan dengan biopsi paru transbronkial atau
biopsi torakoskopi yang dipandu video. Gambaran histologi yang akan didapatkan
adalah emboli karsinomatosis multipel di distal arteri, vena, dan saluran limfe.

Kelenjar Getah Bening


Metastasis di rongga toraks tentunya mempunyai hubungan langsung dengan hilus
dan mediastinum. Manifestasi klinis penyebaran karsinoma melalui jalur limfogen
meliputi sesak napas dan batuk tidak produktif. Sesak napas sering kali
membahayakan dan memburuk dengan cepat, memberikan gambaran penurunan
fungsi kapasitas difusi paru, penurunan komplians dan volume paru, serta
33
hipoksemia. Tumor ekstratorakal yang sering menyebar ke hilus dan kelenjar
getah bening mediastinum antara lain berasal dari mammae, ginjal, prostat, testis,
dan tiroid. Sebuah autopsi serial melaporkan bahwa kanker payudara mengenai
sampai 71% kelenjar getah bening torakal. Getah bening yang terimbas lebih
ekstensif pada sisi ipsilateral dari kanker primernya.

Limfangitis karsinomatosis sering menyebabkan edema paru interstisial sehingga


memberikan gambaran corakan bronkovaskular yang kasar dan garis Kerley B
atau septum yang nyata. Gambaran linear dapat disertai komponen nodular yang
menghasilkan corak retikulonodular. CT scan resolusi tinggi dapat
memperlihatkan penebalan garis septum ireguler yang tersusun di banyak sisi.
Garis yang mencolok di bagian tengah dada disebut garis Kerley A. Penebalan
seperti kancing yang terdapat di sepanjang garis merupakan gambaran spesifik
untuk limfangitis karsinomatosis. Jenis tersering kanker primer ekstratorakal yang
berkaitan dengan metastasis limfangitis pulmonal adalah karsinoma payudara,
pankreas, gaster, dan kolon. Tumor sel germinal (terutama testis), karsinoma
prostat, dan karsinoma serviks juga dapat ditemukan walaupun lebih jarang. Dari
rongga intratorakal, karsinoma paru dan limfoma dapat memberikan gambaran
limfangitis.

Pleura
Pada pleura, tumor ekstratorakal yang bermetastasis dapat menimbulkan efusi.
Kanker primer yang paling sering menyebabkan efusi pleura maligna secara
berurutan berasal dari mammae, paru, limfe (limfoma Hodgkin), ovarium,
pankreas, gaster, dan ginjal (nefroma). Sementara itu, pada perikardium
metastasis tumor ekstratorakal yang dapat menimbulkan efusi perikardium
maligna secara berututan adalah kanker paru, payudara, hematologi, dan sisanya
berbagai tumor padat dari organ lain.

Tulang Iga dan Vertebra Torakal


Tulang-tulang yang membatasi rongga toraks tidak luput sebagai situs metastasis.
Tumor yang sering bermetastasis ke struktur ini antara lain tumor paru, prostat,

34
dan payudara. Pada kasus-kasus yang dicurigai sebagai metastasis ke iga, deteksi
dengan gabungan positron emission tomography/computed tomography (PET/CT)
lebih akurat dibanding bone scan. Apabila vertebra terlibat, magnetic resonance
imaging (MRI) akan lebih bermanfaat.

10. Terangkan indikasi, kontraindikasi, persiapan, pelaksanaan pada


pemeriksaan:
a. BNO IVP
 Indikasi
1. Batu saluran kemih
2. Infeksi ginjal kronis
3. Infeksi saluran kemih
4. Kelainan kongenital
5. Trauma abdomen
6. Hematuri
7. BPH
8. Disuria
9. Tumor
10. Check up, karena sakit pinggang yang lama

 Kontraindikasi
1. Alergi zat kontras
2. Gangguan fungsi ginjal
- Ureum> 60 mg %
- Kreatinin> 2 mg %
3. Infeksi akut saluran kencing
4. Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
5. Pasien memiliki kelainan atau penyakit jantung
6. Pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung
7. Multi myeloma
8. Neonatius
9. Retensi cairan berlebihan
35
10. DM parah/ tidak terkontrol
11. Penyakit hepar lanjut

 Persiapan
1. Persiapan Pasien
a. Pemeriksaan ureum kreatinin
- Ureum maksimum 60 mg %
- Kreatinin maksimum 2 mg %
b. Malam sebelum pemeriksaan pasien diberi laxantia (pencahar)
untuk membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah
ginjal.
c. Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum
pemeriksaan BNO-IVP dilakukan. Pasien tidak boleh minum
susu, makan telur serta sayur-sayuran yang berserat.
d. Pukul 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat),
dicampur 1 gelas air matang untuk urus-urus, disertai minum
air putih 1-2 gelas
e. Pasien tidak diberi minum sejak pukul 22.00 untuk
mendapatkan keadaan dehidrasi ringan
f. Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan tidak
banyak bicara guna meminimalisir gangguan udara dalam usus
saat pemeriksaan
g. Pada bayi dan anak diberi minum yang mengandung karbonat
untuk mendistensikan lambung dan gas
h. Pada pasien rawat inap dapat dilakukan lavement (klisma)
i. Pukul 08.00 pasien datangke unit radiologi untuk dilakukan
pemeriksaan, dan sebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta
buang air kecil untuk mengosongkan blass.
j. Informed consent mengenai prosedur pemeriksaan pada
keluarga pasien

36
2. Persiapan Alat dan Bahan
Wings needle No. 21 G (1 buah)
Spuit 20 cc (2 buah)
Kapas alkohol atau wipes
Plester
Marker R/L dan marker waktu
Media kontras Iopamiro (± 40–50 cc)
Obat-obatan emergency (antisipasi alergi media kontras)
Baju pasien
 Pelaksanaan
1. Pasien diminta untuk mengosongkan buli-buli
2. Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP, untuk melihat persiapan
pasien
3. Jika persiapan pasien baik/bersih, suntikkan media kontras melalui
intravena 1 cc saja, diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergis.
4. Jika tidak ada reaksi alergi spen yuntikan dapat dilanjutkan dengan
memasang alat compressive ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS
kanan dan kiri
5. Setelah itu lakukan fotonephogram dengan posisi AP supine 1
menit setelah injeksi media kontras untuk melihat masuknya media
kontraske collecting sistem, terutama pada pasien hypertensi dan
anak-anak.
6. Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine
menggunakan ukuran film24 x 30 untuk melihat pelvio caliseal dan
ureter proximal terisi media kontras.
7. Foto 15 menit post injeksidenganposisi AP supine menggunakan
film 24 x 30mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder
mulaiterisi media kontras
8. Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat
gambaran bladder terisi penuh media kontras. Film yang digunakan
ukuran 30 x 40.

37
9. Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis
radiologi, dibuat foto blast oblique untuk melihat prostate
(umumnya pada pasien yang lanjutusia).

Lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk
melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder.
Dengan posisi erect dapat menunjukan adanya ren mobile
(pergerakan ginjal yang tidak normal) pada kasus pos hematuri.

b. Colon in loop
Teknik pemeriksaan Colon in Loop adalah teknik pemeriksaan secara
radiologis dari usus besar dengan menggunakan media kontras. Tujuan
pemeriksaan Colon in Loop adalah untuk mendapatkan gambaran
anatomis dari colon sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa
suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada colon.
 Indikasi
Untuk melihat adanya kelainan pada colon :
a. Colitis: peradangan / Inflamasi pada mucosa colon.
b. Carcinoma: tumor
c. Polyp: penonjolan pada selaput lendir
d. Volvulus: penyumbatan isi usus karena terbelit nya usus
kebagian yang lain
e. Diverticulum: kantong yang menonjol pada dinding colon.
f. Megacolon: suatu kelainan konginetal yang terjadi karena tidak
adanya sel ganglion di plexus mientrik dan submukosa pada
segmen colon distal menyebabkan feses sulit melewati segmen
ganglionik
g. Invaginasi yaitu masuknya lumen usus bagian proximal
kedalam lumen usus bagian lebih distal yang diameternya lebih
besar.
h. Stenosis: penyempitan saluran usus

38
i. Atresia ani: tidak adanya saluran dari colon yang seharusnya
ada
j. Gangguan pola buang air besar
k. Nyeri daerah kolon
l. Kecurigaan massa daerah kolon
m. Melena
n. Kecurigaan obstruksi kolon

 Kontraindikasi
a. Ileus paralitik
b. Perforasi usus
c. Peritonitis
d. Ileus obstruktif lama (>8 jam)
e. Infeksi akut saluran cerna
f. Kolitis berat, dimana dinding abdomen menjadi sangat tipis dan
ditakutkan terja diperforasi

Tidak boleh dilakukan saat perdarahan intestinal aktif, adanya


perforasi (usus bocor), diarrhea profuse/berlebihan, atau panas tinggi.

 Persiapan
a. Persiapan Pasien
 Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan Colon in
Loop adalah untuk membersihkan colon dari feases, karena
bayangan dari feses dapat mengganggu gambaran dan
menghilangkan anatomi normal sehingga dapat memberikan
kesalahan informasi dengan adanya filling defect.
 Prinsip dasar pemeriksaan Colon in Loop memerlukan beberapa
persiapan pasien, yaitu :
1. Mengubah pola makanan pasien
2. Makanan hendaknya mempunyai konsistensi lunak, rendah
serat dan rendah lemak untuk menghindari terbentuknya

39
bongkahan-bongkahan tinja yang keras (48 jam sebelum
pemeriksaan)
3. Minum sebanyak-banyaknya
Absorbi air terbanyak terjadi pada kolon, dengan pemberian
air minum yang banyak dapat menjaga tinja selalu dalam
keadaan lembek
4. Pemberian obat pencahar
Apabila kedua hal diatas dijalankan dengan benar, maka
pemberian obat pencahar hanya sebagai pelengkap saja.
Pencahar mutlak diberikan pada pasien dengan keadaan :rawat
baring yang lama, sambelit kronis, orang tua (18 jam sebelum
pemeriksaan dan 4 jam sebelum pemeriksaan)
5. Seterusnya puasa sampai pemeriksaan agar kolon kosong
sehingga gambaran anatomi dari kolon terlihat dengan jelas,
30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin
0,25–1mg/oral untuk mengurangi pembentukan lender, 15
menit sebelum pemeriksaan pasien diberi injeksi obat yang
menunkan peristaltik usus sehingga saat mamasukan barium
tidak dikeluarkan kembali.

b. PersiapanAlat dan Bahan


1. Persiapan alat pada pemeriksaan Colon in Loop, meliputi :
 Pesawat x–ray siap pakai
 Kaset dan film sesuai dengan kebutuhan
 Marker
 Standar irigator dan irigator set lengkap dengan kanul
arektal
 Vaselin atau jelly
 Sarung tangan
 Penjepit atau klem
 Kassa
 Bengkok

40
 Apron
 Plester
 Tempat mengaduk media kontras
2. Persiapan bahan
 Media kontras, yang sering dipakai adalah larutan barium
dengan konsentrasi antara 12-25% W/V untuk kontras
tunggal dan 70 – 80 % W/V (Weight/Volume) untuk
kontras ganda. Banyak nyalarutan (ml) tergantung pada
panjang pendeknya colon, kurang lebih 600 – 800 ml
 Air hangat untuk membuat larutan barium
 Vaselin atau jelly, digunakan untuk menghilangi rasa sakit
saat kanula dimasukkan kedalam anus.

 Pelaksanaan
1. Catat tanda-tanda vital pasien, tekanan darah, denyut nadi, dan
hasil laboratorium
2. Dilakukan plain foto abdomen polos/BNO pendahuluan,
menggunakan kaset ukuran 30x40 cm, bila pasien berukuran besar
menggunakan kaset berukuran 43x35 cm.
3. Posisi pasien supine diatas meja pemeriksaan, kedua lengan
disamping tubuh, kaki lurus dengan lutut sedikit fleksi untuk
mobilisasi.
4. Posisi objek mid sagittal plane pada pertengahan meja, batas atas
processus xyphoideus dan batas bawah sympisis pubis
5. Central Ray: vertical; Center Point: umbilicus; FFD: 90 cm; Kv: 70
MAS.
6. Eksposisi: ekspirasi dan tahan napas supaya abdomen lebih tipis,
diafragma keatas sehingga abdomen terlihat jelas
7. Menyiapkan media kontras barium sulfat yang dicampur dengan
air, dengan perbandingan 1:8

41
8. Media kontras dimasukkan ketabung irrigator yang telah
tersambung dengan selang irrigator dan diletakkan pada
ketinggian1 meter dari tempat tidur pasien.
9. Memasukkan kanula yang telah diolesi vaselin ke anus pasien,
diklem dengan gunting klem.
10. Buka gunting klem sehingga barium masuk ke kolon sigmoid (± 5
menit). Tutup gunting klem pada selang irrigator. Lakukan
pemotretan dengan kaset 24x30 cm.
11. Pasien dipersilahkan BAB
12. Setelah itu dimasukkan media kontras negatif melalui anus pasien
dengan spuit (double kontras). Kemudian dilakukan pemotretan
dengan posisi AP.
13. Pemeriksaan Colon in Loop selesai.

42

Anda mungkin juga menyukai