Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUHAN

PNEUMONIA

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2019

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA


A. DEFINISI PNEUMONIA
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim
paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut
(ISNBA) (Silvia A. Prince). Dengan gejala batuk dan disertai dengan
sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri,
mycoplasma (fungi), dan aspiri substansi asing, berupa radang paru-paru
yang disertai eksudasi dan konsilidasi dan dapat dilihat melalui gambaran
radiologis (NANDA NIC-NOC, 2015).

Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang


disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan
oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011)

B. ETIOLOGI
Menurut Nanda Nic-Noc (2015) penyebaran infeksi terjadi melalui
droplet dan sering disebabkan oleh streptoccus pnemonia, melalui selang
infus oleh staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian ventilator
oleh P. Aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena
perubahan keadan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis,
polusi ligkungan, penggunaan antibiotic yang tidak tepat. Setelah masuk
paru-paru organisme bermultiplikasi dan jika telah berhasil mengahlahkan
mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Selani di atas penyebab
terjadinya pnemonia sesuai penggolongannya yaitu:
1. Bacteria: diplococcus pnemonia, pnemococcus, streptokokus
hemolyticus, streptokoccus aureus, hemophilus influinzae,
mycobacterium tuberkolusis, bacillus friedlander.
2. Virus: repiratory syncytial virus, adeno virus, V. Sitomegalik, V.
Influenza.
3. Mycoplasma pnemonia.
4. Jamur: histoplasma capsulatum cryptococcus neuroformans,
blastomyces dermatitides, coccidodies immitis, aspergilus species,
candida albicans.
5. Aspirasi: makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,
benda asing.
6. Pneumonia hipostatik.
7. Sindrom loefflet.

C. PATOFISIOLOGI
Jalan nafas secara normal steril dari benda asingdari area
sublaringeal sampai unit paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi
bakteri dengan beberapa mekanisme:
1. Filtrasi partikel dari hidung.
2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.
4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel
siliaris.
5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.
6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.
7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu
mekanisme pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius
terbawah melalui aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen
mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan edema ke
alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak
mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai
bakteri sampai darah atau pleura viseral.
Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan
paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak
terventilasi menjadi fisiologis right-to-leftshunt dengan ventilasi perfusi
yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi
meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia. (Bennete,
2013)
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley
et.al., 2011):
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida
maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.

3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)


Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)


Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

D. PATHWAY

Organisme
Normal (system Sel nafas bagian bawah Stapilokokus
pertahanan) pneumokokus
terganggu
Trombus
Eksudet masuk ke alveoli

Virus Toksin,coagulase
Alveoli

Kuman patogen mencapai Permukaan lapisan


Sel darah merah,
bronkioli terminalis merusak pleura tertutup
leukosit,pneumokokus
sel epitel bersilis, sel goblet tebal eksekudat
mengisi alveoli thrombus vena
pulmonalis
Cairan edema + leukosit
Leukosit +fibrin
mengalami Nekrosis
konsolidasi hemoragi
Konsilidasi paru
k
Leukositosis
Abses
Kapasitasital, pneumatocele
compliance Suhu tubuh meningkat (kerusakan
menurun,hemorogik jaringan parut)

Resiko kekurangan
Intoleransi aktivitas volume cairan hipertemi Ketidakefektifa
n pola nafas
Defisiensi pengetahuan

Produksi sputum meningkat

E. KLASIFIKASI Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Dalam buku NANDA NIC NOC 2015 klasifikasi pneumonia dapat dibagi
menjadi :
1. Klasifikasi berdasarkan antaomi. (IKA FKUI)

a. Pneumonia Lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari


satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal
sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
b. Penumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir
bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk
membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
c. Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses iflamasi yang terjadi di
dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial
serta interlobural.
2. Klasifikasi Pneumonia berdasarkaninang dan lingkungan:
a. Pneumonia Komunitas
Dijumpai pada H. Influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal
pada lansia, gram negative pada pasien dari rumah jompo, dengan
adanya PPOK, penyakit penyerta kardiopolmonal/jamak, atau
paska terapi antibiotika spectrum luas.
b. Pneumonia Nosokomial
Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat bert sakit, adanya resiko
untuk jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset
pneumonia.
c. Pneumonia Aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasi
bahan tosik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan
atau lambung edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh
bahan padat.

d. Pneumonia pada Gangguan Imun


Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab
infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau
mikroorganisme yang biasanya nonvirulen, berupa bakteri,
protozoa, parasit, virus, jamur dan cacing.
Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui
usia, pneumonia dapat diklasifikasikan:

1. Usia 2 bulan – 5 tahun


a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang
dilihat dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu
pada usia 2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih,
dan pada usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa
dapat disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada
bagian bawah dan tanpa adanya nafas cepat.
2. Usia 0 – 2 bulan
a. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian
bawah atau nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau
lebih.
b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada
bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling
sering terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5-
40,5 bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang
atau terkadang euphoria dan lebih aktif dari normal, beberapa anak
bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.
2. Meningismus, yaitu tanda-tanda mengingeal tanpa infeksi meninges.
Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit
kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda
kernig dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun,
3. Anoreksia, merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit masa
kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap
sampai derajat yang lebioh besar atau lebih sedikit melalui tahap
demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai tahap pemulihan.
4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung
singkat, tetapi dpat mementap selama sakit.
5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat.
Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa
dibedakan dari nyeri apendiksitis.
7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengklakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi
pernafasan dan menyusu pada bayi.
8. Keluhan nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer
dan sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada tipe dan
atau tahap infeksi.
9. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat
menjadi bukti hanya selama fase akut.
10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi
terdengar mengi, krekels.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang menurut Nanda Nic – Noc (2015) antara lain :
1. Sinar X: mengidentifikasi distributor struktural (misal: lobar,
bronchail); dapat juga menyatakan abses).
2. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
4. Pemeriksaan gram/kultur, sputum darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua orgaisme yang ada.
5. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-pru, menetapkan
luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
6. Spimetrik static untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.

H. PENATALAKSANAAN
Menurut Nanda Nic Noc (2015) kepada penderita yang
penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotic per-oral dan tetap
tinggal di rumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak
nafas atau dengan penyakit jantung atau penyakit paru lainnya, harus
dirawat dan antibiotic diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan
oksigen tambahan, cairan intervena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan umum
yang dapat diberikan antara lain:
1. Oksigen 1-2L/menit.
2. IVFD dekstrose 10%:NACl 0,9% = 3:1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
3. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan eternal bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
4. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
Koreksi gangguan kesimbangan asam basa dan elektrolit.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, antibiotic
diberikan sesuai hasil kultur.
Untuk kasus pneumonia community based:
1. Ampasilin 100mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
2. Kloramfenikol 75mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
Untuk kasus pneumonia hospital based:
1. Sefatoksim 100mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
2. Amikasin 10-15mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.

I. KOMPLIKASI
1. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat.
2. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena
obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi.
3. Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura).
4. Empiema (efusi pleura yang berisi nanah).
5. Delirium terjadi karena hipoksia.
6. Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar. Ex:
penisilin.
7. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang.
8. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
9. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, Usia, Jenis kelamin, Tempat/Tanggal lahir, Alamat.
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang.
2. Riwayat Penyakit Dahulu.
d. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran
e. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
f. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya sesak nafas.
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat.
g. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes
mellitus.
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi).
h. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda : perusakan mental (bingung).
i. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia,
artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit
untuk membatasi gerakan).
j. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas),
dispnea.
Tanda : sputum:merah muda, berkarat.
Perpusi : pekak datar area yang konsolidasi.
Premikus : taksil dan vocal bertahap meningkat dengan
konsolidasi.
Bunyi nafas : menurun.
Warna : pucat/sianosis bibir dan kuku.
k. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan
steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar.
l. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol
kronis.
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6-8 hari.
Rencana pemulangan : bantuan dengan perawatan diri, tugas
pemeliharaan rumah.
m. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis
sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensi abdomen,
batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada
pada waktu menarik napas.Batasan takipnea pada anak berusia
12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih.Perlu
diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase
inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam
akan tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar,
fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan
nadi mungkin mengalami peningkatan atau tachycardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara
mendekatkan telinga ke hidung / mulut anak. Pada anak yang
pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan
stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus
pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi.
Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang terdengar
bising gesek pleura (Mansjoer,2000).

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d inflamasi dan obstruksi
jalan nafas.
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d proses inflamasi dalam alveoli.
c. Kekurangan volume cairan b.d intake oral tidak adekuat, takipnea,
demam.
d. Intoleransi aktivitas b.d isolasi respiratory.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kreteria hasil Intervensi


1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC label
bersihan jalan keperawatan selama ..x .. Respiratory Monitoring
nafas b.d jam diharapkan jalan nafas
inflamasi dan pasien bersih. 1. Monitor vital sign (suhu,
obstruksi jalan NOC RR, Nadi).
nafas. 1. Respiratory status: 2. Monitor respirasi dan
ventilation. oksigenasi.
2. Respiratory status: 3. Auskultasi bunyi napas.
airway patency. 4. Anjurkan keluarga pasien
Kriteria hasil: memberikan minuman
1. Mendomonstrasikan hangat atau susu hangat.
batuk efektif dan suara 5. Kolaborasi dalam
nafas bersih, tidak ada pemberian terapi nebulizer
sianosis dan dyspneu. sesuai indikasi.
2. Menunjukkan jalan 6. Berikan O2 dengan
nafas yang paten. menggunakan nasal.
3. Mampu 7. Penghisapan (suction)
mengidentifikasi dan sesuai indikasi.
mencegah faktor yang
dapat menghambat
jalan nafas.
2. Ketidakefektif- Setelah dilakukan tindakan NIC
an pola nafas keperawatan selama ..x ..
1. Buka jalan nafas.
b.d proses jam diharapkan pola nafas
2. Pastikan posisi untuk
inflamasi pasien normal.
memaksimalkan ventilasi.
dalam alveoli NOC:
3. Auskultasi suara nafas, catat
1. Respiratory status: adanya suara tambahan.
ventilasi. 4. Monitor vital sign
2. Respiratory status: (pernafasan) dan status O2.
airway patency. 5. Keluarkan secret dengan
3. Vital sign status. batuk atau suction.

Kriteria hasil:

1. Mendemonstrasikan
batuk efektif, suara
nafas yang bersih,
tidak ada cyanosis,
dyspneu.
2. Menunjukkan jalan
nafas yang paten
(irama nafas, tidak
tercekik, tidak ada
nsuara nafas
abnormal).
3. Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal

3. Kekurangan Setelah dilakukan tindakan NIC


volume cairan keperawatan selama ..x.. 1. Monitoring status hidrasi
b.d intake oral jam diharapkan kebutuhan (kelembaban membrane
tidak adekuat, volume cairan pasien mukosa, nadi yang adekuat)
takipnea, terpenuhi. secara tepat.
demam. NOC 2. Atur catatan intake dan output
1. Fluid balance. cairan secara akurat.
2. Hydration. 3. Beri cairan yang sesuai.
3. Nutritional status: Fluid monitoring:
food and fluid 4. Identifikasi factor risiko
intake. ketidakseimbangan cairan
Kriteria hasil: (hipertermi, infeksi, muntah
1. Mempertahankan dan diare).
urine output sesuai 5. Monitoring tekanan darah,
dengan usia, dn BB, nadi dan RR.
BJ, urien normal, IV teraphy:
HT normal. 6. Lakukan 5 benar pemberian
2. Tekanan darah, nadi, terapi infuse (benar obat,
suhu tubuh dalam dosis, pasien, rute, frekuensi).
batas normal. 7. Monitoring tetesan dan tempat
3. Tidak ada tanda- IV selama pemberian.
tanda dehidrasi,
elestisitas turgor
kulit baik, membran
mukosa lembab,
tidak ada rasa haus
yang berlebihan.

4. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan NIC Activity Therapy


aktivitas b.d keperawatan selama ..x.. 1. Kaloborasikan dengan tenaga
isolasi jam diharapkan energi rehabilitasi medik dalam
respiratory psikologis maupun fisiologi merencanakan program terapi
pasien terpenuhi. yang tepat.
NOC 2. Bantu pasien
1. Energy conervation. mengidentifikasikan aktivitas
2. Activity tolerrance. yang mampu dilakukan.
3. Self care: Adls. 3. Bantu untuk mendapatkan alat
Kriteria hasil: bantuan aktivitas seperti kursi
1. Berpartisipasi dalam roda.
aktifitas fisik tanpa 4. Bantu pasien dan keluarga
disertai peningkatan untuk mengidentifikasi
tekanan darah, nadi, kekurangan dalam aktivitas.
RR. 5. Bantu pasien mengembangkan
2. Mempu melakukan motivasi dan peguatan.
aktivitas sehari-hari 6. Monitor respon fisik, emosi,
secara mandiri. sosial, dan spiritual.
3. Tanda tanda vital
normal.
4. Energy psikomotor.
5. Level kelemahan.
6. Mampu berpindah:
dengan atau tanpa
bantuan.
7. Status
kardiopulmonari
adekuat.
8. Sirkulasi status baik.
9. Status respirasi:
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer,Suzanne C.2011.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner


&Suddarth volume 1.Jakarta:EGC.

Nurarif, Amin Huda. 2015. Nanda. Nic NocJakarta: penerbit buku kedokteran
EGC.

Dochterman, Joanne McCloskey et al.2014.Nursing Interventions Classification


(NIC).Missouri : Mosby.

Moorhead, Sue et al. 2009Nursing Outcome Classification (NOC).Missouri :


Mosby.

Dahlan, Zul. 2010. Buku Ajar Ilmu Pernyakit Dalam. Jakarta: balai penerbit
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai