Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS PNEUMONIA

OLEH:
URWAH WASTU ADIGUNA

14420212102

CI LAHAN CI INSTITUSI

(.............................) (.............................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
A. KONSEP MEDIS
1. DEFENISI
Pneumonia adalah suatu infeksi pada jaringan paru-paru yang ditandai
dengan menumpuknya mikroorganisme, cairan dan sel-sel inflamasi pada
kantung udara di paru-paru sehingga menyebabkan paru-paru tidak mampu
bekerja dengan baik (National Clinical Guideline Centre, 2017).
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang mengenai
saluran pernapasan bawah ditandai dengan batuk dan sesak napas, hal ini
diakibatkan oleh adanya agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma
(fungi), dan aspirasi substansi asing yang berupa eksudat (cairan) dan
konsolidasi (bercak berawan) pada paru-paru (Abdjul & Herlina, 2020).
2. ETIOLOGI
Penyebab pneumonia biasanya disebabkan karena beberapa factor,
diantaranya adalah :
1. Bakteri (pneumokokus, streptococcus, stafilokokus, haemophilus
influenze, klebsiella, mycoplasma, legionella dan chlamydia
pneumoniae)
2. Virus (virus adena, virus parainfluenza dan virus influenza)
3. Jamur/fungi (histoplasma, capsulatum, koksidiodes)
4. Protozoa (pneumokistis karinti)
Bahan kimia (aspirasi makanan/susu/isi lambung), keracunan
hidrokarbon (minyak tanah dan bensin) (Wulandari & Meira, 2018).
3. PATOFISIOLOGI
Pneumonia bisa timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran
langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekundar dari viremia atau bakterimia. Dalam keadaan
normal saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal
adalah steril. Paru terlindungi dari infeksi melalui beberapa mekanisme
termasuk barier anatomi dan barier mekanik, juga system pertahanan tubuh
lokal maupun sistemik. Barier anatomi dan mekanik diantaranya adalah
filtrasi partikel dihidung, pencegahan aspirasi dengan reflek epiglotis,
ekspulsi benda asing melalui refleks batuk dan upaya menjaga kebersihan
jalan napas oleh lapisan mukosiliar.
Sistem pertahanan tubuh yang terlibat yaitu sekresi lokal oleh
imunoglobulin A, resons inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen,
sitokin, imunoglobulin, alaveolar dan cell mediated immunity. Pneumonia
terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas mengalami gangguan yang
menjadikan kuman patogen bias mencapai saluran napas bagian bawah.
Inokulasi patogen penyebab di saluran napas akan menimbulkan respons
inflamasi akut yang berbeda sesuai patogen penyebabnya.
Virus akan menginvasi saluran napas kecil dan alveoli, umumnya
mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa
kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respons
inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam submukosa
dan perivaskuler. Sebagian sel polymorponukleus (PMN) akan didapatkan
dalam saluran napas kecil. Bila proses inflamasi meluas maka sel debris,
mukus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran napas kecil
akan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respons inflamasi
didalam alveoli sama seperti yang terjadi dalam ruang interstisial yang
terdiri dari sel-sel monokuklear. Proses infeksi yang berat akan
mengakibatkan terjadinya pengelupasan epitel dan akan terbentuk aksudat
hemoragik. Inflamasi ke interstisial sangat jarang menimbulkan fibrosis.
Pneumonia bakterial terjadi dikarenakan akibat inhalasi atau aspirasi
patogen, kadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya
proses pneumonia bergantung pada interaksi antara bakteri dan sistem
imunitas tubuh. Ketika bakteri dapat mencapai alveoli, beberapa mekanisme
pertahanan tubuh akan ditangkap oleh lapisan cairan epitel yang
mengandung opsonin dan akan terbentuk antibodi imunoglobulin G spesifik.
Selanjutnya terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar (alveolar tipe II),
sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantara komplemen.
Mekanisme tersebut sangat penting terutama pada infeksi yang disebabkan
oleh bakteri yang tidak berkapsul seperti Streptococcus pneumoniae. Ketika
mekanisme ini gagal merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan
aktivitas fagositosis akan dibawa oleh sitokin sehingga muncul respons
inflamasi.
Proses inflamasi yang mengakibatkan terjadinya kongesti vaskular dan
edema edema yang luas, hal ini merupakan karakteristik pneumonia yang
disebakan oleh pneumococcus. Kuman akan dilapisis oleh cairan edema
yang berasal dari alveolus melalui pori-pori kohn. Area edema akan
membesar dan membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat
purulen (fibrin, sel-sel leukosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara
histopatologi dinamakan hepatisasi merah.
Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan
fagositosis aktif oleh leukosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri
dan pneumolisin melalui degredasi enzimatik akan meningkatkan respons
inflamasi dan efek sitotoksik terhadap semua sel-sel paru. Proses ini akan
mengakibatkan kaburnya struktur seluler paru.
Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibodi antikapsular
timbul dan leukosit PMN meneruskan aktivitas fagositosisnya dan sel-sel
monosit akan membersihkan debris. Jika struktur retikular paru masih utuh,
parenkim paru akan kembali sempurna dan memperbaiki epitel alveola
terjadi setelah terapi berhasil. pembentukan jaringan perut pada paru pun
minimal.
Pada infeksi yang disebabkan oleh steptococcus aureus, kerusakan
jaringan disebabkan oleh beberapa enzim dan toksin yang dihasilkan oleh
kuman. Perlekatan staphylicoccus aureus pada sel mukosa melalui teichoid
acid yang terdapat pada dinding sel dan paparan di sel mukosa akan
meningkatkan adhesi dari fibrinogen, fibroonektinkolagen, dan protein yang
lain. Strain yang berbeda dari staphylicoccus aureus akan menghasilkan
faktor-faktor virulensi yang berbeda pula, faktor tersebut mempunyai satu
atau lebih kemampuan dalam melindungi kuman dari pertahanan tubuh
penjamu, melokalisir infrksi, menyebabkan kerusakan jaringan lokal dan
bertindak sebagai toksin yang memengaruhi jaringan yang tidak terinfeksi.
Perjalanan penyakit pneumonia dapat digambarkan dalam empat fase
yang terjadi secara berurutan yaitu:
1. Stadium I (4-12 jam pertama/kongesti) disebut hiperemia, mengacu pada
respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang
terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabbilitas kapiler tempat infeksi.
2. Stadium II (48 jam berikutnya) disebut hepatisasi merah terjadi seaktu
alveoli terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan
oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang
terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eitrosit
dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III/hepatisasi kelabu (3-8 hari) yang terjadi sewaktu sel-sel
darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi diseluruh darah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, arna
merah menjadi pucat kelabu dan kapilr darah tidak lahi mengalami
kongesti
4. Stadium IV/resolusi (7-11 hari) yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan di absorbs
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
(Wulandari & Meira, 2018).
5. PATHWAY
Bakteri, virus, jamur, protozoa, bahan kimia

Masuk alveoli

Parenkim
Konsolidasi jaringan paru
Paru

Koloni orgasme patogen Compliance


paru menurun

Produk toksik
Suplai O2
menurun
Hipoksia
Cedera jaringan

Hiperventilasi
Metabolisme anaerob
Kerusakan sel meningkat

Dispnea
Pelepasan
Akumulasi asam
mediator nyeri
laktat

Pernafasan
Merangsang cuping hidung
nosiseptor Fatigue

Pola Nafas Tidak


Efektif
Medula spinalis Intoleransi
Aktifitas
Persepsi Nyeri

Nyeri Akut

5. MANIFESTASI KLINIK

1. Batuk
2. Sputum produktif
3. Demam
4. Leukositosis
5. Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut
6. Sesak napas
7. Adanya bunyi nafas tambahan seperti ronchi dan wheezing dan ronchi
8. Nyeri dada ketika menarik napas atau batuk
9. Kadang-kadang disertai muntah dan diare
10. Lemas Selera makan menurun (Tim pokja SIKI PPNI 2018).

6. KOMPLIKASI

Komplikasi pneumonia sebagai berikut :

1. Atelectasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps


paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi reflex batuk hilang apabila
penumpukan secret akibat berkurangnya daya kembang paru-paru dan
penumpukan secret ini menyebabkan obstruksi bronkus instrinsik.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah penumpukan pus dalam paru yang meradang
4. Endocarditis adalah peradangan pada katup endocardial
5. Meningitis adalah infeksi yang menyerang selaput otak dehidrasi
(Wulandari & Meira, 2018 )

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pulse oximetry, untuk mengetahui kadar oksigen dalam darah


2. Rontgen dada, untuk memastikan kondisi paru-paru dan luas area paru
yang mengalami infeksi atau peradangan
3. CT scan, untuk melihat kondisi paru-paru secara lebih detail
4. Tes darah, untuk memastikan adanya infeksi dan menentukan penyebab
infeksi
5. Tes dahak atau sputum, untuk mendeteksi kuman penyebab infeksi
6. Kultur cairan pleura, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi
7. Bronkoskopi, untuk melihat kondisi saluran napas dengan bantuan alat
bronkoskop
8. Tes urine, untuk mengidentifikasi bakteri Streptococcus
pneumonia dan Legionella pneumophila yang bisa ada di urine (Padila,
2017).
8. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan keperawatan
a. Menjaga kelancaran pernapasan
b. Kebutuhan istirahat
c. Kebutuhan nutrisi/cairan
d. Mengontrol suhu tubuh
e. Mencegah komplikasi
2. Penatalaksanaan medis
a. Memberikan oksigen jika pasien mengalami pertukaran gas yang tidak
adekuat.
b. Untuk infeksi bakterial, memberikan antibiotik seperti macrolides
(azithomycin, clarithomicyn), fluoroquinolones (levofloxacin,
moxifloxacin), beta-lactams (amoxilin atau clavulanate, cefotaxime,
ceftriaxone, cefuroxime axetil, cefpodoxime, ampicillin atau
sulbactam), atau ketolide (telithromycin).
c. Memberikan antipyrethic jika demam agar klien lebih nyaman:
Acitaminophen, ibuprofen
d. Memberikan bronkodilator untuk menjaga jalur udara tetap terbuka,
memperkuat aliran udara jika perlu : Albuterol, metaproteranol,
levabuterol via nebulizer atau metered dose inhaler
e. Menambah asupan cairan untuk membantu menghilangkan sekresi
dan mencegah dehidrasi (Padila, 2017).
9. Prognosis
Prognosis pneumonia bergantung pada penyakit yang mendasari
terjadinya aspirasi, keparahan, ada tidaknya, komplikasi, dan riwayat
kesehatan pasien.
Sebuah studi pada 112 penderita pneumonia menunjukkan bahwa usia
> 65 tahun, penggunaan obat inotropik, dan penatalaksanaan awal yang
inefektif merupakan prediktor prognosis buruk pada pasien.
Studi lain berupa studi kohort prospektif pada 70 pasien rawat inap
dengan pneumonia menemukan bahwa usia lebih tua, kadar albumin
serumyang rendah, gambaran radiologi yang lebih buruk, dan
penataklaksanaan awal yang inefektif akan meningktkan mortalitas pasien
( Nurarif, A. H., & Kusuma, H et al., 2017).
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Pengkajian psiko, sosio dan spiritual
5. Pemeriksaan fisik meliputi : Kesadaran pasien, pemeriksaan 6B
(Breathing,blood, brain, bladder,bowel, dan bone)
6. Riwayat penyakit sekarang
7. Riwayat penyakit keluarga
8. Pengkajian aktivitas sehari-hari
9. Pemeriksaan diagnostik
10. Terapi (Smeltzer 2017).
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (Tim pokja SDKI
PPNI 2017).
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

TUJUAN
DIAGNOSA INTERVENSI
N DAN RASIONAL
KEPERAWATA KEPERAWATA
O KRITERIA TINDAKAN
N N
HASIL

1. Pola nafas tidak Setelah Manajemen Jalan 1. Mengetahui


efektif dilakukan Napas : keabnormal
berhubungan intervensi Observasi an
dengan hambatan selama 3 jam, 1. Monitor pola pernafasan
upaya napas maka Pola napas pasien.
dibuktikan Napas (frekuensi, 2. Mengetahui
dengan meningkat kedalaman, adanya
dengan kriteria usaha napas) infeksi
DS :
hasil : 2. Monitor penyakit
1. Klien  Sesak sputum tertentu
mengeluh menurun (jumlah, 3. Membantu
sesak  Penggunaa warna, dalam
DO : n otot aroma) meningkatk

1. Klien tampak bantu Terapeutik an ekspansi

sesak (P : napas paru


3. Posisikan
30x/menit) menurun 4. Membantu
semi fowler
2. Tampak  Pernapasan memenuhi
4. Berikan
menggunakan cuping kebutuhan
oksigen, jika
otot bantu hidung oksigen dan
perlu
pernafasan menurun meringanka
Edukasi
3. Pernafasan  Frekuensi n sesak
napas 5. Ajarkan nafas
cuping hidung
4. Tampak membaik teknik batuk 5. Ventilasi
terpasang  Kedalaman efektif maksimal
nasal kanul 5 napas Kolaborasi membuka
liter/menit membaik area
6. Kolaborasi
5. Pernafasan atelektasis
pemberian
cepat dan dan
bronkodilato
dangkal peningkatan
r,
gerakan
ekspektoran,
sekret agar
mukolitik,
mudah
jika perlu.
dikeluarkan
6. Membantu
memenuhi
kebutuhan
oksigen dan
meringanka
n sesak
nafas
2. Nyeri akut Setelah Manajemen Nyeri 1. Untuk
berhubungan dilakukan Observasi memilih
dengan agen intervensi 1. Identifikasi intervensi/tin
pencedera selama 3 jam, lokasi, dakan yang
fisiologis maka Tingkat karakterisitk, tepat
dibuktikan Nyeri menurun durasi, 2. Mengevaluasi
dengan dengan kriteria frekuensi, keefektifan
hasil : kualitas, dari terapi
DS :
 Keluhan intensitas yang
1. Klien nyeri nyeri diberikan
mengatakan menurun 2. Identifikasi 3. Membantu
nyeri pada  Meringis skala nyeri mengurangi
kepala dan menurun rasa nyeri
dada  Pola napas Terapeutik 4. Menghilangk
2. Klien membaik an stress dan
3. Berikan teknik
mengatakan mengistirahat
nonfarmakolo
nyeri kan tubuh
gi untuk
memberat pasien
mengurangi
ketika sudah 5. Memungkink
rasa nyeri
beraktivitas an pasien
4. Fasilitasi
DO : dapat
istrahat dan
mengontrol
1. Klien tampak tidur
nyerinya
meringis Edukasi
sendiri
2. Klien tampak
5. Jelaskan 6. Sebagai
memegang
penyebab, proses
daerah nyeri
periode dan penyembuhan
3. TTV:
strategi untuk nyeri dari
TD (119/86
meredakan dalam tubuh
mmHg),
nyeri
N (83x/mnt),
Kolaborasi
P (30x/mnt),
S (36°C), 6. Kolaborasi

SPO₂ (94%) dengan dokter

4. P : ketika pemberian

batuk dan obat analgetik

memberat saat yang tepat

beraktivitas
Q : seperti
tertusuk-tusuk
R : kepala dan
dada
S:5
T : hilang
timbul

3. Intoleransi Setelah Terapi Aktivitas : 1. Mengetahui


aktivitas dilakukan tingkat
Observasi
berhubungan intervensi kemampuan
dengan selama 3 jam, 1. Identifikasi dalam
kelemahan maka Toleransi defisit beraktivitas
dibuktikan Aktivitas tingkat 2. Mengetahui
dengan meningkat aktivitas aktivitas
dengan kriteria 2. Identifikasi rutin yang
DS :
hasil : makna sering di
1. Klien aktivitas lakukan
 Kemudaha
mengatakan rutin (mis. 3. Membantu
n
saat Bekerja) dan meningkatk
melakukan
beraktivitas waktu luang an aktivitas
aktivitas
dibantu oleh Terapeutik rutin
sehari-hari
keluarganya 4. Memberika
meningkat 3. Fasilitasi
DO : n
 Perasaan aktivitas
1. Klien tampak fisik rutin pengetahuan
lemah
lemah (mis. mengenai
menurun
2. Klien tampak Ambulasi, metode
 Frekuensi
dibantu mobilisasi, aktivitas
nadi
3. TTV: dan fisik
membaik
TD (119/86 perawatan 5. Dukungan
 Tekanan
mmHg), diri), sesuai keluarga
darah
N (83x/mnt), kebutuhan. dapat
membaik
P (30x/mnt), Edukasi memberikan
 Saturasi
S (36°C), motivasi
oksigen 4. Jelaskan
SPO₂ (94%) tersendiri
membaik metode
Meningkatk
 Frekuensi aktivitas
an
napas fisik sehari-
membaik hari, jika kemampuan
perlu dalam
5. Anjurkan melakukan
keluarga aktivitas
untuk
memberi
penguatan
positif atas
partisipasi
dalam
aktivitas
Kolaborasi

6. Kolaborasi
dengan
terapis
okupasi
dalam
merencanaka
n dan
memonitor
program
aktivitas jika
sesuai
DAFTAR PUSTAKA

Abdjul, R. L., & Herlina, S. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa Dengan
Pneumonia : Study Kasus. Indonesian Jurnal of Health Development, 2(2), 102–107.

National Clinical Guideline Centre. (2017). Pneumonia: Diagnosis and Management of


Community- and Hospital-Acquired Pneumonia in Adults. In NICE Clinical
Guideline.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2017). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Dianosa
Medis & Nanda NIC-NOC (Jilid 3). Mediaction.

Padila. (2017). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Nuha Medika.

Tim pokja SDKI PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
Tim pokja SIKI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2017). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (12 Volume). EGC.

Wulandari, D., & Meira, E. (2018). Buku Ajar Keperawatan Anak. Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai