PNEUMONIA
B. ETIOLOGI
• Virus Influenza
• Virus Synsitical respiratorik
• Adenovirus
• Rhinovirus
• Rubeola
• Varisella
• Micoplasma (pada anak yang relatif besar)
• Pneumococcus
• Streptococcus
• Staphilococcus
C. PATOFISIOLOGI
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja,
dari anak sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi,
orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi
virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya
karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan
dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan
jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu.
Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia
bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan
bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan
yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus
paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus
paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi
terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia (Sipahutar,
2010).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab
mencapai alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan
ektravasasi cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut
memberikan media bagi pertumbuhan bakteri. Membran kapiler alveoli
menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke dalam
perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi
hipoksemia (Engram 2009).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan
respon yang khas terdiri dari empat tahap yang berurutan) :
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat
yang kaya protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh
darah yang berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi
berat, edematosa dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium
kedua, yang berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang
masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan
magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang
meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru
tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai
konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi =
seperti hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan
akumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih
dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena
leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang
terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat
mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran
inflamasi, dengan mempertahankan arsitektur dinding alveolus di
bawahnya, sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.
(Underwood, 2010 : 392).
D. PATHWAY
organisme
Normal (sistem pertahanan) terganggu Sel nafas bagian bawah pneumokokus stapilokokus
Trombus
Virus Eksudat masuk ke alveoli
Toksin, coagulase
Kuman patogen mencapai bronkioli terminalis merusak sel epitel bersilis,
Alveoli
sel goblet
Konsilidasi paru
Leukositosis
F. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani secara tepat maka kemungkinan akan terjadi
komplikasi sebagai berikut :
a. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga
menghalangi masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan
hampa udara, kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam dan
timbul efusi.
b. Efusi pleura.
c. Emfisema.
d. Meningitis.
e. Abses otak.
f. Endokarditis.
g. Osteomielitis.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,
bronchial); dapat juga menyatakan abses).
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan
luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis.
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda
asing.
I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi
karena hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi
secepatnya :
Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus.
Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia
mikroplasma.
Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-
tanda.
Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cuku
II. pKONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Terdiri atas nama, jenis kelamin, alamat, usia, pekerjaan, dan status
perkawinan.
2. FOKUS PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji :
a. Riwayat penyakit
Demam, batuk, pilek, anoreksia, badan lemah/tidak bergairah, riwayat
penyakit pernapasan, pengobatan yang dilakukan di rumah dan penyakit
yang menyertai.
b. Tanda fisik
Demam, dyspneu, tachipneu, menggunakan otot pernafasan tambahan,
faring hiperemis, pembesaran tonsil, sakit menelan.
c. Faktor perkembangan : umum, tingkat perkembangan, kebiasaan sehari-
hari, mekanisme koping, kemampuan mengerti tindakan yang
dilakukan.
d. Pengetahuan pasien/ keluarga: pengalaman terkena penyakit pernafasan,
pengetahuan tentang penyakit pernafasan dan tindakan yang dilakukan
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status penampilan kesehatan : lemah
b. Tingkat kesadaran kesehatan : kesadaran normal, letargi, strupor, koma,
apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit
c. Tanda-tanda vital
1) Frekuensi nadi dan tekanan darah : Takikardi, hipertensi
2) Frekuensi pernapasan : takipnea, dispnea progresif, pernapasan
dangkal, penggunaan otot bantu pernapasan, pelebaran nasal.
3) Suhu tubuh
Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang direspon
oleh hipotalamus.
d. Berat badan dan tinggi badan
Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan.
e. Integumen
Kulit
1) Warna : pucat sampai sianosis
2) Suhu : pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah
hipertermi teratasi kulit anak akan teraba dingin.
3) Turgor : menurun ketika dehidrasi
f. Kepala dan mata
Kepala
1) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan
2) Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata
3) Periksa higine kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut,
perubahan warna.
g. Sistem Pulmonal
1) Inspeksi : Adanya PCH - Adanya sesak napas, dyspnea, sianosis
sirkumoral, distensi abdomen. Batuk : Non produktif Sampai produktif
dan nyeri dada.
2) Palpasi : Fremitus raba meningkat disisi yang sakit, hati kemungkin
membesar.
3) Perkusi : Suara redup pada paru yang sakit.
4) Auskultasi : Rankhi halus, Rankhi basah, Tachicardia.
h. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala.
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun.
i. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang.
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi.
j. Sistem Genitourinaria
Subyektif : mual, kadang muntah.
Obyektif : konsistensi feses normal/diare.
k. Sistem Digestif
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal.
b. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah.
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Studi Laboratorik :
Hb : menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen
darah, kadar karbon darah meningkat/normal
Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme jalan
nafas.
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Kekurangan volume cairan b.d intake oral tidak adekuat, takipnea,
demam
4. Intoleransi aktivitas b.d isolasi respiratory
5. Defisiensi pengetahuan b.d perawatan anak pulang
C. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
kreteria hasil
1. K Setelah dilakukan
etidak efektifan tindakan 1. Monitor vital 1. Untuk mengetahui
bersihan jalan nafas keperawatan sign (suhu, RR, Nadi) keadaan umum klien.
selama ..x .. jam2. Monitor
b.d spasme jalan
diharapkan jalan 2. Penurunan bunyi
nafas respirasi dan
nafas pasien napas dapat
bersih oksigenasi
3. Auskultasi menunjukkan
Kriteria hasil:
bunyi napas atelektasis
Mendemo
nstrasikan batuk 4. Anjurkan 3. Untuk mencatat
efektif dan suarakeluarga pasien adanya suara napas
memberikan minuman
nafas bersih, tidak tambahan.
ada sianosis dan hangat atau susu
dyspneu hangat 4. Berguna untuk
5. Kolaborasi melunakan secret
Menunjuk dalam pemberian
kan jalan nafas terapi nebulizer sesuai 5. Untuk melancarkan
yang paten indikasi mengencerkan dahak
dan melancarkan jalan
Mampu 6. Berikan O2 nafas.
mengidentifikasi dengan menggunakan
nasal 6. Untuk membantu
dan mencegah
pasien bernafas lebih
faktor yang dapat
7. Penghisapan baik/mengurangi
menghambat jalan
(suction) sesuai sesak nafas
nafas
indikasi.
7. Merangsang batuk
atau pembersihan
jalan nafas suara
mekanik pada faktor
yang tidak mampu
melakukan karena
batuk efektif atau
penurunan tingkat
kesadaran.
6. Untuk memastikan
terapi diberikan secara
benar
7. Untuk memastikan
pemberian terapi
diberikan secara tepat
Status
kardiopulmonari
adekuat
Sirkulasi
status baik
Status
respirasi:
pertukaran gas
dan ventilasi
adekuat
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien.
E. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Widya Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: TIM
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,
EGC, Jakarta.
Doengoes Marilynn E. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.
Ngastiyah. (2009). Perawatan Sakit. EGC. Jakarta.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4,
EGC, Jakarta.
Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Sistem Pernafasan.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Suparman. (2010). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta
Suriadi, SKp, MSN. 2009. Asuhan Keperawatan Sistem Pernafasan. Jakarta: Sagung
Seto.
Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2010, FKUI.
http://ardyanpradanaoo7.blogspot.com/2011/02/laporan-pendahuluan-asuhan-
keperawatan.html (diakses 21 oktober 2019)
http://stikmuh-ptk.medecinsmaroc.com/t3-askep-dengan-pneumonia (diakses 21
oktober 2019)
http://wildanprasetya.blog.com/2009/04/18/askep-pneumonia/ (diakses 21 oktober
2019)
http://wwwensufhy.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-pneumonia.html
(diakses 21 oktober 2019)