Anda di halaman 1dari 1

1.

aspek legal yang berkaitan dengan kasus tersebut adalah pemberian obat yang

berbahaya pada pasien. Perawat hanya bertugas untuk memberikan obat pada pasien

buka untuk meresepkan obat pada pasien, tugas yang meresepkan obat pada pasien

adalah dok’ter. Kasus diatas masih ada dokter di pustu tersebut, sehingga ketika

perawat itu memberikan obat yang buka diresepkan olehdokter itu sama saja dengan

melanggar legal keperawatan. Kecuali obat sudah diresepkan namun obat tersebut

tidak ada dan harus di konsulkan kembali pada dokter yang bertugas di pustu tersebut.

2. bagi instansi harus sangat memperhatikan prosedur SOP, dan infokosen yang paling

baik terutama untuk penanganan yang sensitif, yang paling baik disini adalah sejelas-

jelasnya sehingga tidak ada penyimpangan persepsi. Untuk instansi pendidikan

membuat kurikulum tentang SOP karena dengan tindakan keperawatan yang sesuai

dengan SOP dapat mencegah dari komplikasi. Terutama penyalahan persepsi pada

klien nanti saat dilapangan. Karena perawat nyawanya berada di SOP. Dengan

didikan yang terus menerus tindakan sesuai standar maka akan sulit lepas ketika

menjadi perawat yang melanggar SOP. Terutama instansi RS juga harus mewajibkan

untuk karyawan tenaga perawatnya menggunakan tindakan sesuai SOP karena selai

akan menjadi perlindungan bagi perawat juga pasien.

3. ketika penanganan pasien untuk dirujuk ke RS, ketika dalam kondisi pengankutan

harus diperhatikan pertolongan pertama atau yang disebut dengan petolongan gawat

darurat. Sehingga kebutuhan pasien terpenuhi. Ketika pasien meninggal sebelum

ditangani di RS tetapi sudah dilakukan penanganan perolonga kegawat daruratan

bukan menjadi salah perawat. Dan keluarga pasien tidak dapat menyalahkan perawat

tersebut. Dan perlu diingatkan infokonsen meruakan hal yang penting sebelum

tindakan dan lalukan tindakan sesuai prosedur yang telah di tentuka.

Anda mungkin juga menyukai