Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MANDIRI PATIENT SAFETY

Nama : Inten Mutiara Rancia Nurdewi


NIM : P20624822060
Mata Kuliah : Patient Safety
Program Studi : Profesi Kebidanan
Dosen Pengampu : Nita Nurvita, SST, M. Keb

Bayi Nyaris TewasAkibat Perawat Salah Suntik Obat


LANGSA—Dugaan malpraktek terjadi dan menimpa seorang bayi hingga
nyaris tewas, akibatnya muntah-muntah dan lemas serta perut kembung. Hal ini
dialami korban, setelah seorang perawat akademi kebidanan (akbid) yang masih
praktek lapangan di rumah sakit tersebut, asal-asalan menyuntikkan obat kepada
pasien.
Kepada Metro Aceh, Mariana (39) warga Gampong Merandeh, Langsa
Lama menceritakan peristiwa dialami sang anak pada Kamis (5/12) siang, saat
ditemui di ruang rawat inap anak RSUD Langsa. "Kejadian itu berawal saat anak
saya yang masih berusia 34 hari, menderita penyakit GE/mencret dirujuk ke
RSUD Langsa dari dokter praktek. Kami pun masuk untuk perawatan intensif
dengan infus pada Rabu (4/12) malam sekira pukul 19.50 Wib. Namun jam 11
malam, masuk seorang mahasiswa perawat yang sedang melakukan praktek di
RSUD ke ruangan.
Ia lalu meminta supaya anak kami diberi injeksi obat Ranitidin 50 mg dan
Naufalgis 45 mg atas perintah perawat bakti berinisial CM," terang ibu korban.
Bahkan sebelum obat diberikan, Marianna sempat bertanya berulang kali kepada
pelaku. Apa benar obat tersebut buat anaknya.
"Dia ngotot kalau obat itu tepat buat anak saya. Kemudian, memasukan
cairan suntik ke infus," sebut Mariana. Lanjutnya, namun alangkah terkejutnya
dia, selang beberapa menit usai injeksi obat, tiba-tiba anaknya mengalami kejang-
kejang, muntah-muntah, gembung dan lemas hingga saat ini. Karena panik,
akhirnya dia menanyakan ulang perihal obat dan melihat map tugas perawat,
"Ternyata obat tersebut bukan buat anak saya, tapi pasien lain. Ini namanya
malpraktek karena kesalahan yang fatal, lihat kondisi anak saya saat ini lemas dan
muntah-muntah terus," tegas Mariana lagi yang juga bekerja sebagai perawat
kesehatan. Menurutnya, selain kesalahan injeksi obat, perawat bakti itu juga
melanggar instruksi dokter Nursal yang hanya menyuruh untuk melakukan infus
saja, tapi ternyata dia (perawat-red) memberi obat suntikan yang berakibat fatal
seperti ini.
"Ironisnya lagi, ketika kami tanya, perawat berinisial CM itu malah tidak
terima dengan perlakuannya tersebut. "Silahkan kakak mau melapor ke mana,
saya siap," sebut Mariana kesal menirukan ucapan perawat CM.
Terkait dugaan kesalahan suntik obat tersebut, Wakil Direktur bidang
pelayanan, RSUD Langsa, dr. Dahniar, dalam konfirmasinya kepada wartawan
mengatakan, bahwa pemberian obat Ranitidin 50 mg, Naufalgis 45 mg, sudah
dalam rencana. Akan tetapi belum disuntikan oleh dokter untuk secepat itu
dilakukan pemberian kepada pasien.
Seharusnya saat pemberian obat tersebut siswa yang sedang melakukan
praktek didampingi oleh perawat senior, tidak dibiarkan sendrian seperti itu. Dan,
hasil konsultasi dengan dr. Nursan, bahwa dosis yang diberikan itu sudah layak
untuk diberikan kepada pasien, bahkan efek samping dari obat yang diberikan itu
juga tidak ada. Selain itu, obat yang diberikan juga bisa untuk meredam rasa
gangguan pencernaan pasien.
"Alhamdulillah kondisi pasien tersebut mulai membaik, bahkan penyakit
GE/mencret yang dialami pasien sudah berkurang,” ujar Dahniar.
Lanjutnya, terkait perawat tersebut, sudah diberikan teguran dan akan kita
lakukan pembinaan serta di istirahatkan sementara. “Dan, untuk siswa yang
sedang melakkan praktek itu, akan kita kembalikan ke kampusnya, apa sanksi
yang diberikan itu tergantung dari pihak kampusnya,” demikian Dahniar.
Sumber: https://www.jpnn.com/news/bayi-nyaris-tewas-akibat-perawat-salah-
suntik-obat

A. Permasalahan dari kasus di atas


Kurangnya pendampingan dari pihak RS kepada mahasiswa saat
memberikan tindakan, mahasiswa tidak disiplin dalam identifikasi pasien
dan pengumpulan data sehingga timbul efek samping kepada pasien,
kurangnya membangun komunikasi yang baik antara keluarga pasien
dengan mahasiswa, dan tidak dilakukan kaji ulang obat yang akan
diberikan.
B. Analisa dari kasus di atas
Mahasiswa tidak memperhatikan beberapa aspek penting keselamatan
pasien, diantaranya adalah:
1. Ketepatan Identifikasi Pasien.
Sebelum melakukan tindakan seharusnya mahasiswa mengkonfirmasi
ulang kepada keluarga pasien, untuk memastikan ketepatan identitas
data pasien sesuai dengan rekam medis dan gelang identitas yang
digunakan pasien.
2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Mahasiswa tersebut kurang membina hubungan baik dengan keluarga
pasien, sehingga pihak keluarga tidak memberi percaya kepada
mahasiswa.
Komunikasi yang kurang efektif juga terhadap bidan pembimbing di
RS dan mahasiswa mengalami kekeliruan dalam tindakan.
3. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai
Karena obat merupakan salah satu terapi yang diberikan kepada
pasien dengan tujuan untuk pulih ke keadan semula dan membantu
pasien mengurangi rasa sakit yang dialaminya, seharusnya mahasiswa
lebih memperhatikan obat yang diberikan kepada pasien tersebut dan
memberitahu bila ada atau tidaknya efek samping dari obat itu untuk
penyakit yang sedang dialami oleh pasien tersebut.
4. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur dan Tepat Operasi
Dari kasus tersebut, tepat lokasi dan prosedur yang dilakukan oleh
mahasiswa terlalu cepat karena yang dijelaskan oleh dr. Dahniar belum
menentukan kapan waktunya pemberian obat tersebut, dan terjadilah
kondisi pasien menjadi kurang baik.

Dari kasus diatas berdasarkan teknisnya termasuk tipe dari medical error
yaitu error of commission, yang disebabkan oleh human error
(kesalahan/kelalaian manusia) yang menyebabkan kerugian pada pasien
ini dengan dampak setelah pemberian obat kondisi pasien menjadi tidak
baik sehingga membuat keluarga pasien panik dan tidak menerima
tindakan yang diberikan mahasiswa tersebut, mahasiswa dengan pihak
RS juga termasuk ke tipe treatment error karena kesalahan dalam
memutuskan waktu terapi terhadap pasien.
C. Yang Seharusnya Dilakukan dan Menyikapi Sesuai dengan Standar:
Standar I. Hak pasienStandar: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.Kriteria: Harus ada dokter
penanggung jawab pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib
membuat rencana pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib
memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan.
Tapi dari kasus yang terjadi, dokter yang bertanggung jawab tidak ada di tempat
kejadian dan bidan pembimbing pun tidak ikut saat tindakan yang diberikan oleh
mahasiswa tersebut, dan informasi yang diberikan oleh mahasiswa tidak
disampaikan dengan jelas sehingga informasi yang didapat oleh keluarga pasien
kurang dipercaya.
Standar II. Mendidik pasien dan keluarga. Standar: RS harus mendidik pasien
dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien.Kriteria: Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan
dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di RS harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat : Memberikan
informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur, mengetahui kewajiban dan
tanggung jawab pasien dan keluarga, mengajukan pertanyaan- pertanyaan untuk
hal yang tidak dimengerti, memahami dan menerima konsekuensi pelayanan,
mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS, memperlihatkan sikap
menghormati dan tenggang rasa dan emenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
Dari standar ini seharusnya keluarga pasien sudah menyerahkan tidakan kepada
pihak RS untuk melakukan tindakan pemberian obat kepada anaknya, bila
keluarga kurang percaya pada mahasiswa tersebut, keluarga bisa menghubungi
petugas lain yang sedang jaga di ruangan itu dengan mengkomunikasikan secara
baik-baik untuk mendapatkan tindakan oleh petugas yang sedang jaga di ruangan
tersebut yang sudah jelas ada kompetensinya.
Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.Standar: RS
menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenagadan
antar unit pelayanan.Kriteria: Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh
mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,
tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari RS, terdapat koordinasi
pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar
unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar, terdapat koordinasi pelayanan yang
mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga,
pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya, terdapat komunikasi dan transfer
informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi
tanpa hambatan, aman dan efektif.
Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.Standar: RS harus
mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien.Kriteria: Setiap RS harus melakukan proses
perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan RS,
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien RS”, setiap RS harus
melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan
insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan, setiap
RS harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua Kejadian Tidak
Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko
tinggi, setiap RS harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan
keselamatan pasien terjamin.
Dari standar tersebut pihak RS harus mengevaluasi dan lebih mengetatkan
tindakan yang seharusnya diberikan untuk pasien, dari segi perancangan
sebenarnya pihak RS sudah ada tapi karena kurangnya dari komunikasi dan
bimbingan saja jadi kejadian yang tidak diinginkan timbul saat kasus tersebut.
Pihak RS juga sudah melakukan proses tindakan rehabilitatif yaitu dengan
observasi kondisi pasien dan memberikan tindakan yang membuat kondisi pasien
tersebut menjadi lebih baik.
Standar V. Peran kepemimpina dalam meningkatkan keselamatan pasienStandar:
Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien
secara terintegrasi dalam organsasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah sakit”, pimpinan menjamin berlangsungnya program
proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi kejadian tidak diharapkan, pimpinan mendorong dan menumbuhkan
komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang keselamatan pasien, pimpinan mengalokasikan sumber daya
yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan menigkatkan kinerja rumah sait
serta meningkatkan keselamatan pasien dan pimpinan mengukur dan mengkaji
efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien.Kriteria: Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program
keselamatan pasien, tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan dan program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis
kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari “kejadian nyaris cedera (near
miss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan” (adverse event), Tersedia
mekanisme kerja untuk menjmin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintregrasi dan berpatisipasi dalam program keselamatan pasien, tersedia
prosedur “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
Dari standar ini juga pihak RS cepat tanggap dan pro aktif terhadap kasus
tersebut, dokter yang memberikan terapi pun mengatakan bahwa yang diberikan
oleh mahasiswa adalah benar untuk pasien tersebut, namun waktunya terlalu
cepat. Dari kondisi pasien yang mulai tidak membaik, pihak RS pun
memperhatikannya dan melakukan prosedur tindakan cepat sehingga pasien bisa
diselamatkan.
Standar VI: mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas
Standar: rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.Kriteria: Setiap
rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf
baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-
masing, setiap rumah sakit harus megintregasikan topik keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yan jelas tentang
pelaporan insiden dan setiap rumah sakit harus menyelenggarkan pelatihan
tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
Dari standar ini karena mahasiswa belum mendapatkan kompetensinya, pihak RS
atau pembimbing lapangan lebih meningkatkan lagi dari segi topik keselamatan
pasien sebelum melakukan tindakan atau sebelum masuk shift seharusnya
dilakukan operan jaga dan mengidentifikasi setiap pasien dan obat yang akan
diberikan, hal tersebut bisa mencegah kejadian yang tidak diinginkan sehingga
keselamatan pasien terjamin.
Standar VII: Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
Dari standar ini paling penting, karena untuk menjalin hubungan baik dengan
pasien atau sejawat haruslah komunikasi dengan baik dan jelas.
Kasus yang menimpa mahasiswa tersebut seharusnya lebih diperhatikan oleh
petugas lainnya, dengan lebih teliti lagi terhadap tindakan yang akan dilakukan
kepada pasien, komunikasi yang baik sehingga pasien maupun keluarga percaya
dan menerima pasien tersebut di tindak, bila perlu membawa rekam medis untuk
memperkuat bukti bahwa obat dan tindakan yang diberikan kepada pasien sudah
sesuai dengan SOP dan terapi dari dokter yang bertanggung jawab. Jika keluarga
masih tidak menerima atau percaya dengan mahasiswa, pembimbing harus ada
dan bantu menjelaskan kepada pasien sehingga tindakan yang seharusnya benar
pun keluarga pasien percaya dan menerima.
Departemen Kesehatan. 2006. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (Patient Safety). Jakarta: Depkes RI
Dwiprahisto, I. 2004. Medical Error di Rumah Sakit dan Upaya Meminimalkan
Risiko. JMPK Vol. 07/No.01/Maret/2004
http://rsudprambanan.slemankab.go.id/2015/08/11/6-sasaran-keselamatan-pasien/
https://rsud.cilacapkab.go.id/v2/patient-safety/
https://www.jpnn.com/news/bayi-nyaris-tewas-akibat-perawat-salah-suntik-obat

Anda mungkin juga menyukai