Anda di halaman 1dari 3

EKOSISTEM SEKOLAH

Ekosistem dapat dipahami sebagai suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh
antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Dalam hal ini, ekosistem sekolah
berarti segala sesuatu yang ada di sekolah, membentuk satu kesatuan dan satu sama lain saling
mempengaruhi.

Membaca batasan di atas, mencuat sebuah pemikiran, bahwa sekolah hakikinya adalah
sebuah lingkungan hidup yang di dalamnya terdapat berbagai komponen, baik berupa individu,
populasi maupun komunitas. Ketiga istilah ini biasa digunakan dalam peristilahan mata pelajaran
biologi, yang masing-masing merujuk kepada entitas-entitas tertentu. Dan sekolah sebagai sebuah
ekosistem adalah tempat berkumpulnya entitas-entitas itu untuk membentuk sebuah jaringan yang
satu sama lain saling terkait, saling mempengaruhi, dan saling menguatkan.

Entitas-entitas dimaksud antara lain kepala sekolah sebagai pimpinan lembaga, guru, tenaga
kependidikan, peserta didik, sampai penjaga sekolah. Bahkan tidak hanya itu, orang tua dan
masyarakat pun turut ambil bagian sebagai anggota dari ekosistem. Orang tua malah memiliki peran
penting dalam pengambilan beberapa keputusan mengenai pelaksanaan pendidikan di sekolah.

Sebagaimana umumnya ekosistem, setiap anggota ekosistem memiliki perannya masing-


masing dalam lingkungan sekolah. Kepala sekolah sebagai penentu kebijakan memiliki prerogatif
tersendiri, namun dalam beberapa hal pula tidak dapat membuat keputusan tanpa keterlibatan
unsur lainnya. Oleh karena itu kepala sekolah wajib melibatkan guru dan bahkan peserta didik, orang
tua dan masyarakat dalam menentukan kebijakan sekolah.

Menurut Michael Fullah (2005) dalam bukunya “Principalship”, kepala sekolah adalah pintu
masuk (gate keeper) bagi kemajuan sekolah atau pendidikan. Maju mundurnya sekolah sangat
ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Jarang kita temukan, sekolah yang baik dipimpin
oleh seorang kepala sekolah yang buruk, demikian sebaliknya. Maka, dengan kapasitasnya itu,
kepala sekolah menjadi sentral setiap keputusan, dan kepada sekolah yang baik adalah dia yang
memiliki kemampuan membangun kemitraan antar semua unsur pelaksana pendidikan di sekolah.
Bagaimana ia mampu meraih, menyapa, menegur, dan memberikan kepercayaan kepada pihak lain
dalam perencanaan sekolah.

Entitas lainnya dalam ekosistem sekolah adalah peserta didik sebagai unsur pelanggan yang
harus mendapatkan pelayanan prima dari pihak sekolah. Penyelenggaraan pendidikan harus
berbasis utama kepentingan peserta didik. Peserta didik diharapkan tidak hanya cerdas, melainkan
memiliki karakter kuat dan berahklak mulia. Maka segala bentuk pelayanan harus tersedia, sejak
pembelajaran prima hingga sarana-prasarana prima.

Sementara itu, pembelajaran prima dilakukan tentunya oleh guru sebagai unsur yang
diharapkan memiliki konsistensi dan bahkan harus terus-menerus meningkatkan kompetensinya,
baik kompetensi pedagogik, profesi, kepribadian dan sosial. Uji kompetensi guru adalah upaya
bagaimana kompetensi guru terkontrol, serta hasilnya menjadi tolok ukur perencanaan peningkatan.
Agak kontradiktif memang, namun UKG dengan hasilnya telah menjadi ikon trend tersendiri agar
guru berpikir dan terus berpikir.
Di lain pihak, orang tua dan masyarakat menjadi entitas penting lainnya yang turut
memberikan warna kehidupan sekolah. Orang tua adalah pendidik pertama dan utama. Namun
kenyataannya, orang tua dalam ekosistem pendidikan atau persekolahan tidak mendapat posisi yang
baik atau termarginalkan, faktanya komunikasi di antara mereka belum berjalan efektif. Melihat
fenomena ini, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan membentuk Direktorat Pembinaan
Pendidikan Keluarga dengan pola pikir bagaimana melibatkan orang tua dalam ekosistem sekolah
secara lebih aktif.

Entitas-entitas terurai ringkas di atas tentu harus saling menguatkan satu sama lain. Salah
satu saja di antaranya pincang dan atau macet, maka akan macet pula ekosistem sekolah.***

Munjul, 2016

Anda mungkin juga menyukai