Anda di halaman 1dari 10

PENENTUAN ZONA MINERALISASI EMAS MENGGUNAKAN

METODE MAGNETIK
(DETERMINATION OF GOLD MINERALIZATION ZONE USING MAGNETIC METHOD)

Daud M Sitorus, Desron Simbolon, Widia Indriani, Fadli, Gulielmus Baga Liwu, Enggar Salsabilla Pramesty

S1 Teknik Pertambangan Universitas Mulawarman

Abstrak

Eksplorasi merupakan kegiatan pencarian suatu bahan galian mineral ataupun batubara
dengan menggunakan beberapa cara atau metode untuk mendapatkan banyaknya sumberdaya
dan cadangan dari bahan galian tersebut. Ada banyak metode dan cara untuk melakukan
eksplorasi. Pada Jurnal kali ini kita akan membahas cara menentukan zona mineralisasi emas
menggunakan metode magnetik. Emas merupakan mineral logam mulia yang merupakn salah
satu komoditas pertambangan yang utama. Pembentukanya berhubungan dengan naiknya
larutan sisa magma keatas permukaan yang dikenal dengan istilah larutan hidrotermal.
Tahapan dalam penelitian menggunakan metode magnetik adalah akuisisi data lapangan,
melakukan koreksi IGRF dan variasi harian, pengolahan data yang selanjutnya membuat peta
kontur anomali menggunakan surfer 10, melakukan pemodelan 2D menggunakan software
Mag2dc.

Kata kunci: Emas, Ekplorasi, Zona Mineralisai, Metode Magnetik.

Abstract

Exploration is an activity to find a mineral or coal quarry using several methods or methods
to obtain the amount of resources and reserves of the quarry. There are many methods and
ways to explore. In this Journal we will discuss how to determine the zone of gold
mineralization using magnetic methods. Gold is a precious metal mineral which is one of the
main mining commodities. The formation is related to the rise of the remaining solution of
magma above the surface, known as hydrothermal solution. The stages in the research using
magnetic methods are field data acquisition, IGRF correction and daily variations, data
processing which then creates anomalous contour maps using surfer 10, 2D modeling using
Mag2dc software.

Key Word: Gold, Exploration, Mineralization Zone, Magnetic Method


I. PENDAHULUAN

Emas adalah mineral logam mulia yang merupakan salah satu komoditas
pertambangan yang utama. Pembentukannya berhubungan dengan naiknya larutan
sisa magma ke atas permukaan yang dikenal dengan istilah larutan hidrotermal.
Pergerakan larutan hidrotermal dikontrol oleh zona lemah yang membentuk
rongga sehingga memungkinkan larutan hidrotermal tersebutbermigrasi dan
kemudian terakumulasi membentuk suatu endapan yang terletak di bawah
permukaan (Peter dalam Ulinna’mah, 2011).

Dilihat dari kondisi fisik alam, emas juga sebagai mineral yang terbentuk
bersama-sama dengan mineral lain dan sebagai hasil dari proses magmatisme
yang berasal dalam dapur magma, kemudian menerobos ke atas permukaan dalam
lingkungan hidrotermal baik sudah mengalami pelapukan maupun belum terlapuk.
Terdapat 2 jenis mineral pembawa bijih emas, yaitu mineral yang mengandung
logam dan non logam (gangue) baik dalam endapan sulfida rendah maupun
endapan sulfida tinggi. Mineral tersebut meliputi kuarsa, adularia, alunit, pirit,
kaolinit, smectit/illit, klorit, dan kalkopirit (Faeyumi, 2012).

Banyak masyarakat di Indonesia melakuan penambangan emas dimana kegiatan


penambangan yang dilakukan oleh masyarakat sangat disayangkan karena mereka
tidak memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan sekitar, mereka hanya
dengan menggali saja dan memindahkan material dengan tidak terencana sehingga
hal ini sangat berdampak pada rusaknya ekosistem lingkungan.

Oleh karena itu kami menulis jurnal ini agar membagi sedikit mengenai eksplorasi
emas mengguakan metode magnetic agar mngurangi dalam dampak terhadap
lingkungan.

II. DASAR TEORI

Magma merupakan larutan silikat panas yang mengandung oksida, sulfida


dan zat-zat mudah menguap (volatile) yang terdiri dari air, CO2, S, Chlorin,
Fluorin dan Boron yang dikeluarkan ketika pembekuan magma terjadi. Emas
pembentukannya berhubungan dengan naiknya larutan sisa magma ke atas
permukaan yang dikenal dengan istilah larutan hidrothermal. Suatu cebakan bijih
hasil proses hidrothermal dalam pembentukkannya harus melalui tiga proses
yang meliputi proses differensiasi, migrasi dan akumulasi (pengendapan).

Proses differensiasi berlangsung pada magma sehingga dari suatu sumber


magma akan terbentuk berbagai macam mineral-mineral baru. Proses differensiasi
ini dapat diakibatkan oleh Kristalisasi, Gravitasi, Pemisahan cairan, Assimilasi.
Melalui differensiasi unsur-unsur magma mengalami perubahan dan membentuk
endapan mineral sulfida dan oksida magmatik yang biasanya tersebar. Sebelum
kristalisasi berakhir seluruh cairan sisa akan ditekan keluar membentuk pegmatit,
dan kemudian apabila pemadatan telah atau hampir sempurna, akan terbentuk
larutan sisa magma yang mudah bergerak (larutan hidrothermal). Larutan ini akan
membentuk endapan logam/mineral epigenetik (Suganda).

Gambar 2.1 Proses Differensiasi Magma

Seperti pada gambar 2.1 Larutan hidrothermal tersebut naik ke atas permukaan
melalui zona struktur seperti patahan, sesar, rekahan maupun kontak litologi,
yang kemudian bercampur dengan air meteorik sehingga mengalami proses
pendinginan yang akan membentuk urat-urat (vein) yang bentuknya tergantung
dari rongga yang dihasilkan oleh struktur. Selama terjadi proses ini batuan yang
diterobos akan mengalami ubahan (alterasi) yang diikuti oleh perubahan sifat fisik
dan komposisi kimia. Perubahan meliputi: perubahan warna, porositas dan tekstur.
Zona alterasi sendiri terdiri dari:
1. Zona silisifikasi
Zona ini biasanya sangat keras, banyak mengandung kuarsa berukuran
kriptokristalin, berwarna putih agak bening, mineral pengikutnya saponit,
khlorit, anhidrit, gypsum dan andalusit.
2. Zona argilik
Dicirikan oleh kehadiran mineral lempung (kaolinit), pirit (FeS2), kalkopirit,
kuarsa selalu hadir dan biasanya terbentuk di dekat vein. Warnanya putih-
kuning muda kecoklatan, permeabilitas cukup besar, jika dipegang agak
lunak.
3. Zona potasik
Terbentuk karena adanya penambahan unsur Fe dan Mg yang diikuti oleh
adanya sulfida dengan kadar rendah.
4. Zona propilit
Zona terluar dari sistem hidrothermal, warnanya hijau dan cukup keras,
dengan mineral pengikutnya klorit, epidot, kalsit, pirit, sedangkan mineral
bijih yang sering terkandung adalah galena, sphalerit sinabar.

Beberapa petunjuk penting yang mengontrol terbentuknya endapan emas;


1. Aliran fluida dan transportasi logam dimana aliran fluida dan transportasi
dikontrol oleh struktur geologi
2. Kontrol loitologi dan struktur digunakan untuk mengetahui penyebaran vein
dan jenis endapannya apakah terbentuk bersamaan dengan minetaslisasi atau
sesudah mineralisasi;
3. Alterasi Urat kuarsa (vein) yang mengandung emas atau tidak pembentukannya
diikuti oleh fase alterasi batuan samping. Argilik biasanya terbentuk disekitar
vein dan yang terluar ialah propilit, perkembangan argilik dan propilit
tergantung dari permeabilitas batuan sampingnya;
4. Tingkat erosi pelapukan tingkat erosi atau pelapukan merupakan proses
sekunder yang berperan untuk tersingkapnya zona urat kuarsa emas terhadap
permukaan.

Mineral merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai ekonomis salah
satunya adalah emas [ Pratama, 2009]. Indonesia merupakan salah satu negara
yang memiliki potensi mineral yang cukup tinggi. Oleh karena alasan inilah
menyebabkan banyaknya eksplorasi geofisika untuk mencari sumber-sumber
deposit dari mineral. Proses eksplorasi tersebut sangat kompleks melibatkan
berbagai disiplin ilmu, padat resiko/teknologi, relatif mahal, sehingga memerlukan
pemilihan tahapan dan metode penelitian yang tepat untuk memperkecil resiko
pengeboran. Dalam eksplorasi ini, tidak hanya dilakukan dengan menggunakan
satu metode geofisika terdapat tahapan awal sebagai survey pendahuluan guna
mendeteksi kemungkinan tempat terlokalisirnya mineralisasi maka dilakukan
dengan survey geologi agar mempermudah kita menentukan keberadaan zona
mineral [Pratama, 2009].

Pada saat ini banyak industri-industri yang mengembangkan teknologi dalam


bidang eksplorasi mineral untuk dapat mempermudah melokalisir zona
mineralisasi tersebut. Salah satunya di dalam metode elektromagnetik terdapat
beberapa submetode yang efektif digunakan untuk eksplorasi awal dalam
eksplorasi mineral ,salah satunya adalah metode Controlled Source Audio
Frequency Magnetotelluric (CSAMT) [Perdana, 2011].

Dasar teori CSAMT ini menggunakan prinsip Hukum Maxwell yang merupakan
persamaan umum untuk mendeskripsikan sifat gelombang elektromagnetik
dimana medan magnet (H) diubah menjadi listrik (E), dimana terdapat dua buah
komponen medan listrik (E) yang dibutuhkan yaitu Ex dan Ey, sedangkan terdapat
tiga komponen untuk medan magnet (H) yang dibutuhkan yaitu Hx,Hy dan Hz
[Zonge and Hughes,1991]. Prinsip dasar dari metode CSAMT ini adalah untuk
mendeteksi adanya medan listrik dan medan magnet sebagai respon dari batuan di
dalam tanah [Zonge and Hughes,1991]. Sumber yang digunakan pada metode
CSAMT ini merupakan sumber buatan (metode aktif) yang dikontrol sehingga
dapat meminimalkan noise atau gangguan yang bersumber dari [Perdana, 2011].
Metode CSAMT akan membantu kita untuk menentukan titik lokasi – lokasi
kemungkinan terakumulasinya mineral yang biasanya dilakukan survey lebih
lanjut dengan metode lain seperti metode magnetik.

Dengan memanfaatkan metode tersebut penelitian ini diharapkan dapat


mengetahui keadaan bawah permukaan dengan penetrasi yang lebih dalam dan
mendapatkan korelasi pada kedalaman yang dangkal dari data pendukung lain
daerah pengukuran tersebut guna menyelesaikan masalah eksplorasi mineral
dalam menentukan zona mineralisasi di daerah – X. Pada penelitian ini, penulis
hanya membahas tahap eksplorasi pada tim geofisika yang dilakukan dengan
metode CSAMT .

Tahapan eksplorasi dengan metode CSAMT ini dilakukan dengan cara mengukur
nilai medan listrik dan medan magnet yang kemudian dikonversi menjadi data
resistivitas semu bawah permukaan. Data tersebut akhirnya diolah dan hasilnya
diinterpretasi terpadu dengan menggabungkan data dari seluruh tim eksplorasi.
Hasil akhir berupa informasi jenis batuan di bawah permukaan tanah, informasi
struktur bawah permukaan dan zona mineralisasi.

III. METODE PENELITIAN

Tahapan dalam penelitian menggunakan metode magnetik adalah akuisisi data


lapangan, melakukan koreksi IGRF dan variasi harian, pengolahan data yang
selanjutnya membuat peta kontur anomali menggunakan surfer 10, melakukan
pemodelan 2D menggunakan software Mag2dc

IV. PEMBAHASAN

Metode magnetik adalah salah satu metode geofisika yang memanfaatkan sifat
kemagnetan bumi yang disebabkan oleh adanya variasi distribusi yang
termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Metode ini didasarkan pada perbedaan
tingkat magnetisasi suatu batuan yang diinduksi oleh medan magnet bumi. Hal ini
terjadi sebagai akibat adanya perbedaan sifat kemagnetan suatu material (Ismail,
2010). Metode ini sering juga digunakan dalam eksplorasi minyak bumi, panas
bumi, batuan mineral, serta diterapkan pada pencarian prospeksi benda benda
arkeologi.

A. Gaya Magnetik
Dasar dari metode magnetik adalah gaya Coulomb (Telford dalam Siahaan,
2009)
antara dua kutub magnetik 𝑚1 dan 𝑚2 yang berjarak r (cm) dalam bentuk
persamaan :
M1 x M2
𝐹= 𝑟 (1)
𝜇𝑟2

Dimana 𝐹 adalah gaya antara dua magnet dengan kuat medan magnet 𝑚1 dan
𝑚2. µ0 adalah permeabilitas medium yang melingkupi kedua magnet.

B. Kuat Medan Magnet (H)

Kuat medan magnetik pada suatu titik dengan jarak r dari muatannya dapat
dinyatakan sebagai :
M1
𝐻= 𝑟 (2)
𝜇𝑟2

C. Intensitas Kemagnetan (I)

Apabila benda tersebut diletakan dalam suatu medan luar, maka benda
tersebut akan termagnetisasi karena induksi. Maka intensitas kemagnetan
dapat didefenisikan sebagai tingkat kemampuan menyearahkan momen-
momen magnetik dalam medan magnetik luar dapat juga didefinisikan
sebagai momen magnetik persatuan volume, yaitu :
M1
𝐼 = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (3)

D. Suseptibilitas Kemagnetan

Suseptibilitas kemagnetan diberi simbol k, merupakan kemampuan benda


termagnetisasi yang didefinisikan :
I
𝐾=𝐻 (4)
Table 2.1 Nilai Suseptibilitas kemagnetan pada beberapa jenis batuan / mineral

Beberapa nilai suseptibilitas batuan/mineral dapat lihat pada Tabel 1.


Semua material bumi, baik berupa unsur ataupun senyawa dan
sebagainya, ditinjau dari sifat-sifat kemagnetannya pada umumnya
terbagi dalam kelompok- kelompok (Rosanti, 2012) :

1. Diamagnetik. Mempunyai kerentanan magnetik (k) dengan nilai


yang sangat kecil. Contoh materialnya: grafit,gypsum, marmer,
kwartz, garam.
2. Paramagnetik. Mempunyai harga kerentanan magnetik (k) positif
dengan nilai yang kecil. Contoh materialnya: Kapur.

4. Antiferromagnetik adalah benda magnetik yang mempunyai nilai (k)


sangat kecil, yaitu mendekati nilai k pada benda paramagnetik. Contoh
materialnya: Fe2O3 (hematite, geothite).

5. Ferrimagnetik adalah benda magnetik yang mempunyai nilai k tinggi


tetapi jauh lebih rendah dari bahan ferromagnetic. Contoh materialnya:
Fe2S (magnetite, pyrotite, maghmemite, gregeite.

Anomali yang diperoleh dari survei merupakan hasil gabungan medan


magnetik remanen dan induksi, bila arah medan magnetik remanen sama
dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya bertambah besar.
Demikian pula sebaliknya, dalam survei magnetik efek medan remanen
akan diabaikan apabila anomali medan magnetik kurang dari 25%
medan magnet utama bumi. Dengan demikian anomaly magnetik yang
diamati (Telford, 1976), dengan persamaan :

ΔT = Tobs – TIGRF ± TVH (5)

dimana :

∆𝑇 = Anomali Magnetik

𝑇𝑜𝑏𝑠 = Medan magnet total yang terukur

𝑇𝐼𝐺𝑅𝐹= Medan magnet teoritis berdasarkan IGRF

𝑇𝑉𝐻 = Koreksi medan magnet variasi harian

V. PENUTUP

Pemodelan dilakukan menggunakan software Mag2dc berdasarkan data sayatan


yang akan digunakan untuk membuat model penampang. Selanjutnya untuk
menentukan zona minealisasinya kita lakukan pengolahan data dan
mendapatkan nilai suseptibilitas. Selanjutnya Perlu dilakukan penelitian
geofisika lainnya lebih lanjut secara detail untuk mengetahui lebih jauh besar
potensi penyebaran-penyebaran zona mineralisasi emas di lokasi tambang emas
poboya secara keseluruhan, berdasarkan luas areal pertambangan tersebut.
Salah satu yaitu melakukan pemetaan dengan menggunakan Aplikasi
Pengindraan Jauh (PJ) dan Sistem Informasi Geografis (SIG)

VI. UCAPAN TERIMAKSIH

Ucapan terima kasih, penulis sampaikan kepada Bapak Hamza Umar S.T., M.T
selaku dosen pembimbing yang sudah memberikan tugas penulisan jurnal ini.
Penulis juga ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang terlibat.

VII. REFERENSI

Alpinus, 2010, Pemetaan Lapisan Pembawa Mineral Emas Di Kelurahan


Poboya Kecamatan Palu Timur Propinsi Sulawesi Tengah, Skripsi
Jurusan Fisika FMIPA, UNTAD, Palu.

Faeyumi, M., 2012, Sebaran Potensi Emas Epitermal Di Areal Eksploitasi


PT Antam Unit Geomin, Tbk Kecamatan Nanggung Kabupaten
Bogor, Skripsi Program Studi Geografi FMIPA, Universitas Indonesia.

Hunt, C. P., Moskowitz, B. M., Banerjee, 1995, Magnetik Properties of rock


and minerals. In: Ahrens, Rock Physics and Phase Relations, A
Handbook of physical Contants, American Geophysical Union.

Ismail, 2010, Metode Geomagnetik, Jurusan Fisika Fakultas Matematika


Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Pirajno, 1992, Hydrotermal Mineral Deposit., Principles and Fundamental


Concepts for The Exploration Geologist, Springer Verlag, Berlin,
Heidenberg, New York, London, Paris.

Rosanti, D. F., 2012, Kolerasi antara Suseptibilitas Magnetik dengan Unsur


Logam Berat Pada Sekuensi tanah di Pujon Malang., Skripsi
Universitas Negeri Malang.

Siahaan, B. U. B., 2009, Penentuan Struktur Pada Zona Hydrokarbon


Daerah “X” Menggunakan Metode Magnetik, Skripsi Program
Geofisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Indonesia.

Telford W. M, Geldart L. P. dan Sheriff R. E, Keys D. A., 1976, Applied


Geophysics, Second Edition, Cambridge University Press, New York.

Ulinna’mah, L. I., 2011, Identifikasi Struktur Geologi Menggunakan


Metode Magnetik Di Daerah Prospek Emas Desa Tutugan
Kabupaten Banyumas, Skripsi Program Studi Fisika, Fakultas Sains
dan Teknik Jurusan MIPA Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Anda mungkin juga menyukai