Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendengaran merupakan lintasan sensorik yang primer melalui anak, secara
normal memperkembangkan kemampuan berbicara serta bahasa mereka. Gangguan
pendengaran pada usia berapapun dapat terjadi, kendati hanya merupakan gangguan
pendengaran dengan derajat yang ringan sekalipun, akan dapat mengakibatkan
terjadinya permasalahan pada kemampuan berbicara, penguasaan bahasa serta
belajar. Oleh karena itu merupakan sesuatu yang esensial bahwa terdapatnya
kehilangan pendengaran pada anak dapat dikenali sedini mungkin serta
pengelolahannya direncanakan dengan segera. Ketrampilan yang dimiliki oleh
audiologist yang bersangkutan adalah esensial dalam mengenali terdapatnya derajat
tipe gangguan pendengaran yang bersangkutan.
Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai suatu sarana
untuk mengungkapkan konsep pikiran, perasaan dan emosi. Salah satu komponen
utama dalam berkomunikasi adalah kemampuan untuk berbicara dan berbahasa.
Wicara merupakan salah satu kemampuan yang diperoleh melalui suatu proses
perkembangan yang rumit, dimulai segera setelah bayi lahir. Secara umum gangguan
wicara diakibatkan oleh faktor organik, fungsional, ataupun keduanya. Wicara adalah
kemampuan berbahasa vokal (motorik) dengan mengartikulasikan bahasa. Untuk
dapat berbahasa membutuhkan kemahiran reseptif (memahami bahasa), mengelolah
infformasi yang diterima dan kemampuan ekspresif (mengemukakan ide/kehendak,
gagasan, dan pengetahuan kepada orang lain). Ekspresi bahasa dapat disampaikan
dalam bentuk wicara, mimik, isyarat, tulisan maupun bahasa tubuh. Gangguan
wicara pada anak erat kaitannya dalam proses tumbuh kembang. Ada tidaknya
gangguan wicara pada anak dapat dinilai dan dievaluasi dengan membandingkan
proses pematangan dan kemampuan inividu normal.
Pada anak kemampuan berbahasa dan/atau wicara dapat normal, terlambat,
terganggu atau menyimpang dari pola normal. Ketidaktahuan akan tahap
perkembangan mendengar dan wicara menyebabkan kelambatan penemuan dini
kasus-kasus gangguan wicara yang tentu saja berakibat pada terlambatnya
penanganan kasus.

1
Saat ini di Indonesia beluam ada data pasti mengenai jumlah kasus anak
dengan gangguan wicara dan berbahasa. Data dari 808 anak yang datang dengan
masalah gangguan wicara di Pusat Kesehatan Telinga dan Gangguan Komunikasi
bagian THT RSCM menunjukan 82.79 % disebabkan gangguan pendengaran,
sedangkan 15.35 % anak dengan gangguan wicara tanpa masalah pendengaran.

B. Rumusan Masalah
Kemampuan berbicara daan mendengar pada manusia diperoleh melalui
suatu proses tumbuh kembang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk faktor
usia. Proses perkembangan dan pertumbuhan ini tentunya melalui berbagai tahapan
yang harus dialalui oleh anak/bayi untuk dapat mencapai kemampuan berbicara dan
mendengar secara baik.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka yang menjadi term of reference
dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksudkan dengan cacat ganda ?
2. Bagaimana proses perkembangan mendengar dan berbicara pada anak ?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab terjadinya (etiologi)
gangguan bicara dan gangguan pendengaran ?
4. Bagaimana pathofisiologi, manifestasi klinis yang terjadi serta pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada cacat ganda ?
5. Bagaimana penatalaksanaan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada
klien (anak) yang menderita cacat ganda ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksudkan dengan cacat ganda
2. Untuk mengetahui proses perkembangan mendengar dan berbicara pada anak
3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya
(etiologi) gangguan bicara dan gangguan pendengaran
4. Untuk mengetahui pathofisiologi, manifestasi klinis yang terjadi serta
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada cacat ganda
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan asuhan keperawatan yang diberikan
kepada klien (anak) yang menderita cacat ganda.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Cacat ganda merupakan keadaan dimana terjadi kerusakan atau disfungsi
perkembangan pendengaran yang bersifat sensorineural yang diikuti oleh kerusakan
perkembangan berbahasa atau komunikasi. Gangguan pendengaran pada usia
berapapun dapat terjadi, kendati hanya merupakan gangguan pendengaran dengan
derajat ringan sekalipun akan dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan pada
kemampuan berbicara, penguasaan bahasa serta belajar.
Permasalahan yang paling utama dalam perkembangan anak-anak yang
menderita kehilangan pendengaran yang parah sampai berat/mendalam, adalah
kemampuan mereka untuk mengadakan komunikasi secara lisan dan bahasa yang
mengalami gangguan. Anak yang tuli memang memperkembangkan suatu bahasa
serta serta anak tuli, yang lahir pada orang tua yang tuli pulah mampu melakukan
komunikasi satu sama lainnya serta serta dengan para orang tua mereka dengan
efektif.
B. Proses Perkembangan Bicara dan Mendengar
1. Proses Perkembangan Mendengar
Kemampuan mendengar pada manusia diperoleh melalui suatu proses
tumbuh kembang sehingga dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama faktor usia.
Pada bayi spektrum frekuensi suara masih terbatas dan umumnya lebih sensitif
terhadap bunyi dengan nada inggi. Demikian pulah dengan reaksi yang
diperlihatkan terhadap bunyi dipengaruhi oleh faaktor usia. Sampai beberapa
minggu setelah setelah lahir reaksi bayi terhadap bunyi masih bersifat refleks,
seperti menangis, terkejut, mengejapkan mata, membuka mata, gerakan menarik
lengan kearah tubuh, dan bernapas cepat.
Pada usia sekitar 4 bulan, saat otot-otot mata telah cukup kuat maka iaa
akan berupaya mencari sumber bunyi dengan menggerakan bola matanya dan bila
otot-otot lehernya telah kuat bayi akan mampu mencari sumber bunyi dengan
menolehkan kepalanya. Reaksi terhadap bunyi juga dipengaruhi oleh pengalaman
yang diperoleh sebelumnya, baik berupa hal yang menyenangkan maupun yang
tidak menyenangkan. Kekerasan bunyi (intesitas) yang dibutuhkan untuk
menimbulkan respon juga dipengaruhi oleh faktor usia.

3
Secara lebih terperinci tahap perkembangan fungsi pendengaran dapat
dilihat pada tabel berikut :

Tabel. 1 Perkembangan Fungsi Pendengaran


Usia
Perkembangan fungsi Pendengaran
(bulan)
Lahir - Berespon terhadap bunyi keras dengan refleks jejak
- Berespon terhadap suara manusia dibandingkan dengan suara
lain
- Menjadi tenang dengan bunyi bernada rendah, seperti
ninabobok atau denyut jantung.
2–3 Memalingkan kepala kesamping bila bunyi dibuat setinggi
telinga
3–4 Melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala ke samping
melihat kearah yang sama.
4–6 - Dapat melokalisasi bunyi yg dibuat dibawah telinga, diatas
telinga, akan memalingkan muka keatas atau kebawah.
- Mulai membuat bunyi tiruan
6–8 - Melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala kearah
melengkung
- Berespon terhadap nama sendiri
8 – 10 Melokalisasi bunyi dengan memalingkan kepala secara
diagonal dan langsung kearah bunyi.
10 – 12 - Mengetahui beberapa kata dan artinya seperti tidak atau nama
anggota keluarga.
- Belajar untuk mengendalikan dan menyesuaikan respon
sendiri pada bunyi.
18 Mulai mendiskriminasikan antara bunyi yang sangat berbeda,
seperti mendengarkan bunyi bel pintu dan telpon.
24 Menyaring keterampilan diskriminatif kasar
36 Mulai membedakan perbedaan yang lebih halus dalam bunyi
bicara, seperti antara e dan er.
48 - Mulai membedakan bunyi serupa seperti f dan th atau
antara s dan f.
- Mendengarkan menjadi lebih halus
- Mampu untuk diuji dengan audiometer

2. Proses Perkembangan Bicara


Ada beberapa tahap perkembangan berbicara pada seorang anak. Pada
bayi baru lahir kontak dengan lingkungan telah dimulai walaau hanya berupa
ekspresi wajah atau menangis. Tahap perkembangan berbicara paling awal adalah
menangis (refleks vocalization), yang akan diikuti oleh tahap kedua yang
berlangsung pada usia 5 – 6 bulan berupa ocehan ulang (babbling). Bunyi yang

4
dihasilkan merupakan penggabungan konsonan atau huruf mati seperti p, m, b, g
dengan huruf vokal yang diulang, misalnya: papapa, mamama, atau gagaga seperti
sedang berguman.
Pada usia sekitar 6 – 7 bulan, penggulangan bunyi tidak lagi bersifat
refleks namun karena bayi benar-benar mendengarkannya dan menyukaianya
(lailing), bunyi yang diproduksi misalnya: pa..pa, ma..ma, mi..mi dan sebagainya.
Pada usia 10 bulan suara yang dihasilkan merupakan peniruan terhadap sejumlah
bunyi suara sendiri atau bunyi yang didengar dari lingkungannya (echolalia).
Selanjutnya pada usia 12-18 bulan telah dapat memproduksi kelompok kjata atau
kalimat pendek (true speech), anak sudah memperlihatkan kemampuan
pemahaman bicara dan bahasa. Anak telah dapat mengerti pembicaraan orang lain
sebatas pengalaman dengar yang telah dimilikinya. Apabila pada usia ini anak
tidak mampu mengoceh atau meniru pembicaraan orang lain maka perlu
diwaspadai terhadap kemungkinan adanya gangguan berbicara.
Secara lebih terperinci tahap perkembangan kemampuan berbicara serta
berbahasa dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel. 2 Karakteristik utama perkembangan bahasa dan bicara

Usia Perkembangan Perkembangan


Kejelasan
(tahun) bahasa normal bicara normal
1 - Mengatakan - Mengabaikan - Biasanya
2 – 3 kata dengan hampir semua tidak lebih dari
arti. konsonan akhir dan 25% kejelasan
- Meniru beberapa konsonan untuk
bunyi-bunyi awal. pendengaran
binatang. yang tidak di
- Mengganti kenal.
konsonan m, w, p, b, - Ketinggian
k, g, n, t, d, dan h bahasa tertentu
dengan bunyi yang yang tidak jelas
lebih sulit. pada usia 18
bulan

2
Pada usia 2 tahun
- Menggunaka - Menggunaka kejelasan 50%
n frase 2 atau tiga n kon-sonan diatas dalam konteks.
kata. dengan huruf hidup,
- Mempunyai tetapi secara tidak
perbenda-haraan konsisten dgn
kata kira-kira 300 banyak penggan-tian.

5
kata. - Pengabaian
- Menggunaka konsonan akhir
n ‘saya’, ‘aku’ dan - Keterlambata
‘kamu.’ n artiku-lasi
3 dibelakang perben-
daharaan kata. Pada usia 3 tahun,
kejelasan 75%.
- Menguasai
‘b, t, d, k dan g’,
- Mengatakan bunyi ‘r’ dan ‘l’
empat sampai lima mungkin masih tidak
kalimat. jelas, mengabai-kan
- Mempunyai atau menambahkan
900 per-bendaharaan ‘w’
4–5 kata. - Pengulangan
- Menggunaka dan keragu-raguan Bicara jelas 100%
n siapa, apa, dimana umum terjadi. meskipun bunyi
dalam bertanya. ma-sih tidak
- Menggunaka - Menguasai ‘f’ sempurna.
n kata majemuk & dan ‘v’ mungkin
kata ganti. masih tidak jelas ‘r’,
‘l’, ‘s’, ‘z’, ‘ch’, ‘y’,
- Mempunyai dan ‘th.’
1500 sa-mpai 2100 - Sedikit atau
perbenda-haraan tidak ada pengabaian
kata. dari konso-nan awal
- Mampu atau akhir.
menggunakan
bentuk gramatik dgn
5–6 benar seperti kalimat
masa lampau dari
kata kerja ‘kemarin.’
- Menggunaka
n kalimat lengkap
dengan kata benda,
kata kerja, pre- Mengiasai r, l, dan th
disposisi, kata sifat, mungkin
kata keterangan dan menyimpang pada s,
penghubung. z, sh, dan j (biasanya
dikuasai pada usia
- Mempunyai 7,5 sampai 8 tahun)
perbenda-haraan
kata 3000 kata,
memahami ‘jika’,
‘ka-rena’ dan
‘mengapa’

6
C. Etiologi
Secara umum diketahui beberapa faktor yang diketahui menjadi faktor
penyebab terjadinya kerusakan pendengaran yang berdampak pada gangguan
berbicara (cacat ganda) yaitu sebagai berikut :

 Masa prenatal :
1) Genetik herediter
2) Non genetik, seperti gangguan pada masa kehamilan (infeksi oleh bakteri
atau virus: TORCH, campak, parotis), kelainan struktur anatomik
(misalnya akibat obat-obatan ototoksik, atresia liang telinga, aplasia
koklea), dan kekurangan zat gizi.
 Masa perinatal :
Prematuritas, berat badan lahir rendah (< 2.500 gram), tindakan dengan alat
pada proses kelahiran (ekstraksi vacum, forcep), hiperbilirubinemia (> 20
mg/100ml), asfiksia, dan anoksia otak merupakan faktor resiko terjadinya cacat
ganda.
 Masa postnatal :
Adanya infeksi bakterial atau virus seperti rubela, campak, parotis, infeksi
otak, perdarahan pada telinga tengah dan trauma temporal dapat menyebabkan
tuli konduktif yang dapat mengakibatkan gangguan wicara.

D. Patofisiologi
Permasalahan yang paling utama dalam perkembangan anak-anak yang
menderita kehilangan pendengaran yang parah sampai berat/mendalam, adalah
kemampuan mereka untuk mengadakan komunikasi secara lisan dan bahasa yang
mengalami gangguan. Untuk menghasilkan bunyi prosesnya juga tidak sederhana
karena dibutuhkan kerjasama berbagai organ tubuh dimulai dari aliran udara
pernafasan yang berasal dari paru-paru, getaran pita suara (fonasi) yang dilewati
aliran udara sehingga di hasilkan nada tertentu, pipa tenggorokan yang berperan
sebagai tabung udara yang menimbulkan getaran pada saat dilalui udara (resonansi),
penutupan langit-langit lunak agar udara tidak memasuki rongga hidung dan
pengatupan bibir dengan maksud udara terkumpul di rongga mulut, yang akan
membuka pada saat telah terjadi getaran pita suara. Proses ini masih diikuti dengan

7
gerakan tertentu dari otot-otot lidah, rongga mulut dan gigi sehingga terjadi
penyusupan suara kedalam bentuk kata-kata yang akan menandai karakter artikulasi.
Berbagai faktor penyebab seperti kelainan struktur anatomi, infeksi oleh
mikroorganisme, atau penyebab lain akan menyebabkan kerusakan pada struktur
koklea dan nervus akustik berupa atrophi dan degererasi sel-sel rambut penunjang
pada organ dan reseptor corti disertai perubahan vasculer pada stria vaskularis. Hal ini
akan menyebabkan gangguan penghantaran/transmisi impuls pada nuclei cochlearis
(sebagai tempat untuk merespon frekuensi bunyi) dan nuclei olivaris superior
(sebagai penentu ketepatan lokasi dan arah sumber bunyi) yang menyebabkan impuls
ini tidak dapat dipersepsikan oleh nervus auditorius melalui serabut eferent.
Kerja berbagai organ tubuh ini dalam waktu yang hampir bersamaan dan
terkoordinasi dimungkinkan oleh gerakan berbagai otot yang berada dalam kendali
otak melalui syaraf-syaraf terkait. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, sudah jelas
bahwa gangguan pendengaran bilateral pada anak (terutama derajat sedang dan berat),
yang terjadi didalam masa perkembangan wicara akan mengakibatkan gangguan
wicara.

E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang timbul pada anak yang mengalami gangguan
pendengaran yang diikuti oleh gangguan berkomunikasi adalah :
1. Pendengaran akan berkurang secara perlahan-lahan, progresif dan simetris
pada kedua telinga.
2. Telinga berdenging
3. Klien dapat mendengar suara tetapi sulit memahaminya
4. Dapat disertai oleh nyeri, tinitus, dan vertigo
Berdasarkan perkembangan fungsi pendengaran diatas, ada beberapa indikator
yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kerusakan pendengaran :
 Respon Orientasi
1. Kurangnya refleks beguman atau mengedip pada bunyi keras
2. Menetapnya refleks Moro diatas 4 bln (dihubungkan dengan retardasi
mental)
3. Kegagalan untuk terbangun oleh kebisingan lingkungan yang keras
selama masa bayi
4. Kegagalan untuk melokalisasi sumber bunyi pada usia 6 bln

8
5. Kesamaan umum pada bunyi
6. Kurangnya respon terhadap kata yang diucapkan, gagal untuk
mengikuti petunjuk verbal
7. Respon terhadap bising keras sebagai perlawanan terhadap bunyi
 Vokalisasi dan Produksi Bunyi
1. Kualitas monoton, bicara tidak jelas, kurang tertawa
2. Kualitas normal pada kehilangan auditorius pusat
3. Kurang pengalaman bermain bunyi dan menjerit
4. Penggunaan normal jargon selama awal masa bayi kehilangan
auditorius pusat.
5. Tidak ada gumanan atau perubahan nada suara pada usia 7 tahun.
6. Kegagalan untuk mengembangkan bicara yang jelas pada usia 24
bulan.
7. Bermain vokal, membenturkan kepala, atau ketukan kaki untuk sensasi
vibrasiBerteriak atau bunyi melengking untuk mengekspresikan
kesenangan, kejengkelan, atau kebutuhan.
 Perhatian Visual
1. Menambah kesadaran visual dan perhatian
2. Berespon lebih banyak pada ekspresi wajah daripada penjelasan
verbal.
3. Waspada pada sikap tubuh dan gerakan
4. Penggunaan sikap tubuh bukan verbalisasi untuk mengekspresikan
keinginan, khususnya setelah 15 bulan
 Hubungan Sosial dan Adaptasi:
1. Kurang berminat dan kurang terlibat dalam permainan vokal
preokupasi terus-menerus dengan benda daripada orang
2. Menghindari interaksi sosial, sering bingung dan tidak bahagia dalam
situasi tersebut
3. Ekspresi wajah bertanya, kadang bingung
4. Kesadaran curiga, kadang diintepretasikan sebagai paranoia,
bergantian dengan kerjasama
5. Reaktivitas nyata terhadap pujian, perhatian, dan afeksi fisik
6. Menunjukan kurang minat kepada teman sebaya dalam percakapan

9
7. Sering tidak memperhatikan kecuali jika lingkungan tenang dan
pembicara dekat dengan anak
8. Lebih responsif pada gerakan darpada bunyi
9. Terus menerus memperhatikan kecuali wajah pembicara, berespon
lebih terhdap ekspresi wajah daripada verbalisasi
10. Sering meminta pengulangan pertanyaan
11. Mungkin tidak mengikuti pengarahan dengan tepat
 Perilaku Emosional
1. Menggunakan kemarahan untuk memancing perhatian pada dirinya
atau kebutuhannya
2. Sering keras kepala karena kurangnya pemahaman
3. Peka rangsang karena tidak memahami
4. Malu, takut dan menarik diri
5. Sering tampak bermimpi dalam dunianya sendiri atau tidak perhatian
sama sekali.

Selain itu adapun petunjuk yang dapat dijadikan sebagai pedoman rujukan
mengenai kerusakan komunikasi yaitu sebagai berikut :

Tabel. Pedoman rujukan mengenai kerusakan komunikasi


Usia Temuan Pengkajian
2 tahun - Gagal untuk berbicara kata-kata bermakna secara spontan
- Penggunaan sikap tubuh yang konsisten bukan vokalisasi
- Kesulitan dalam mengikuti petunjuk verbal
- Gagal untuk berespon secara konsisten terhadap bunyi

3 tahun - Bicara sangat tidak jelas


- gagal untuk menggunakan kalimat dari tiga kata-kata atau
lebih
- Sering mengabaikan konsosnan awal
- Penggunaan huruf hidup bukan konsonan
5 tahun
- Gagap atau jenis ketidakfasihan yang lain
- Struktur kalimat secara nyata terganggu
- Mengganti suara-suara yang mudah dihasilkan dengan
bunyi-bunyi yang sulit
- Menghilangkan ujung kata (jamak, kalimat kerja, dan
Usia Sekolah sebagainya)

- Kualitas suara buruk (monoton, keras, atau hampir tidak


terdengar)

10
- Nada suara tidak jelas untuk usianya
- Adanya distorsi, pengabaian atau penambahan bunyi
Umum setelah 7 tahun
- Bicara yang berhubungan dicirikan dengan penggunaan
konfusi yang tidak biasa atau kebalikan

- Ada anak dengan tanda-tanda yang menunjukan kerusakan


pendengaran
- Ada anak yang malu atau terganggu oleh bicaranya sendiri
- Orang tua yang perhatiannya terlalu berlebihan atau yang
terlalu menekan anak untuk bicara pada tingkat diatas usia yang
seharusnya.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Terdapat berbagai jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai
kemampuan mendengar yang dapat merusak gangguan wicara anak/bayi yaitu :
1. Pemeriksaan secara kualitatif dengan menggunakan garpu tala yang meliputi :
 Tes penala
 Tes Rinne
 Tes Weber
 Tes Schwabach
2. Pemeriksaan secara kuantitatif yang meliputi :
 Free field test untuk menilai kemampuan anak dalam memberikan respon
terhadap sumber bunyi.
 Behavioral observation, (0-6 bulan)
 Conditioned test, (2-4 tahun)
 Audiometri nada murni (anak > 4 tahun yang kooperatif)
 BERA (brain evoked response audiometry), yang dapat memberikan informasi
obyektif tentang fungsi pendengaran pada bayi baru lahir.
G. Penatalaksanaan
Penemuan kasus gangguan pendengaran dan bicara serta berbahasa dalam
bentuk apapun harus dilakukan sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan penanganan
lebih cepat sehingga cacat bicara ataupun komunikasi ini dapat diatasi. Dengan
memahami tahapan perkembangan bicara dan mendengar, diharapkan orang tua dapat
segera membawa anak yang diduga mengalami keterlambatan atau gangguan
berbicara dan mendengar tersebut pada ahlinya.

11
Untuk memastikan bentuk gangguan bicara dan jenis kerusakan pendengaran
serta upaya penanganan yang sesuai diperlukan kerjasama dengan sejumlah ahli dari
berbagai disiplin ilmu, antara lain: dokter THT, dokter syaraf anak, ahli psikologi, ahli
jiwa, dan ahli terapi bicara.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK CACAT GANDA


A. Pengkajian :
 Pengkajian Fisik
 Anamnese, yang meliputi :
1. Riwayat Keluarga :
- Gangguan genetik yang berhubungan dengan kerusakan pendengaran
atau berbicara.
- Anggota keluarga, khususnya saudara ataupun orang tua dengan
gangguan pendengaran atau bicara.
2. Riwayat Prenatal :
- Keguguran/abortus
- Penyakita yang menyeratai kehamilan (rubella, sifilis, diabetes)
- Pengobatan yang diperoleh selama kehamilan
- Eklamsia
3. Riwayat Persalinan :
- Durasi persalinan, tipe persalinan
- Gawat janin
- Presentasi (terutama letak sungsang)
- Pengobatan yang digunakan
- Ketidakcocokan darah
4. Riwayat Kelahiran
- Berat badan lahir < 1500 g
- Hiperbilirubinemia yang berlebihan merupakan indikasi untuk
exchange transfusi

12
- Asfiksia berat
- Prematuritas
- Infeksi virus perinatal kongenital (sitomegalivirus, rubela, herpes,
sifilis, toksoplasmosis)
- Anomali kongenital yang mengenai kepala dan leher
5. Riwayat Kesehatan Masa lalu
- Immunisasi
- Penyakit sistem syarat seperti meningitis bakterial
- Kejang
- Demam tinggi yang tidak diketahui penyebabnya
- Obat ototoksik
- Pilek, infeksi telinga dan alergi
- Kesulitan penglihatan
- Terpapar bising yang berlebihan
6. Perkembangan Pendengaran
- Kekhawatiran orang tua mengenai kerusakan pendengan (apa
petunjuknya serta usia berapa)
- Respon terhadap suara, bising yang keras, bunyi dengan frekuensi
yang berbeda.
- Akibat pengujian audiometrik sebelumnya
7. Perkembangan Bicara
- Usia berguman, kata pertama yang bermakna dan frase
- Kejelasan bicara
- Perbendaharaan kata terakhir
8. Perkembangan Motorik
- Usia duduk, berdiri dan berjalan
- Tingkat kemandirian dalam perawatan diri, makan, toileting, dan
berdandan
9. Perilaku Adaptif
- Aktivitas bermain
- Sosialisasi dengan anak lain
- Perilaku; tempertranum, menyerang, self-vexation, stimulus fibrasi
- Pencapaian pendidikan
- Perilaku terbaru/atau perubahan kepribadian

13
B. Diagnosa Keperawatan :
1) Perubahan sensori/persepsi (auditorius)
berhubungan dengan kerusakan pendengaran.
2) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mendengar petunjuk audiotorius.
3) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan yang
berhubungan dengan kerusakan komunikasi.
4) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan
diagnosa ketulian pada anak.
5) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan bahaya
lingkungan, infeksi.
6) Hipertermi berhubungan dengan proses
inflamasi/peradangan.
7) Kecemasan orang tua berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan tentang konisi anaknya.

C. Intervensi Keperawatan/Rasional
Perubahan sensori/persepsi (auditorius) berhubungan dengan kerusakan
pendengaran.
 Sasaran : Pasien mengalami potensial pendengaran maksimum.
 Hasil yang diharapkan :
- Anak memerlukan dan menggunakan alat bantu dengar dengan tepat.
- Anak tidak memakan/teraspirasi batere alat bantu dengar
 Intervensi :
- Bantu keluarga mencari penyalur alat bantu dengar.
Rasional : Untuk menentukan satu alat yang dapat dipercaya.
- Diskusikan tipe alat bantu dengar dan perawatannya yang tepat.
Rasional : Untuk menjamin keuntungan yang lebih maksimum.
- Tekankan pada keluarga pentingnya penyimpanan alat batu dengar dan ajari
anak untuk menggunakan dan mengatur alat bantu dengar tersebut.
Rasional : Untuk mencegah anak memakan alat bantu dan
memanfaatkannya secara maksimum.

14
- Bantu anak berfokus pada semua bunyi dilingkungan dan mendiskusikan
hal tersebut.
Rasional : Untuk memaksimalkan pendengaran.
- Untuk anak yang lebih besar, diskusikan metode penyamaran alat bantu
Rasional : Untuk membuatnya tidak menyolok dimata/dilihat.

Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan untuk


mendengar petunjuk audiotorius.
 Sasaran :
- Pasien terlibat dalam proses komunikasi dalam batas kerusakan
- Pasien menunjukan kemampuan membaca gerak bibir.
 Hasil yang diharapkan :
- Klien terlibat dalam proses komunikasi dalam batas kerusakan.
- Pasien menunjukan kemampuan untuk membaca gerak bibir.
- Anak berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang diajarkan.
- Individu yang berkomunikasi denga anak menggunakan teknik komunikasi
yang baik.
 Intervensi :
- Dorong keluarga untuk ikut dalam program rehabilitasi dengan mempelajari
bahasa isyarat.
Rasional : Melanjutkan pembelajaran dirumah dengan bahasa isyarat
sebagai metode komunikasi.
- Ajari bahasa untuk menyampaikan tujuan yang bermanfaat.
Rasional : Membantu dalam proses komunikasi.
- Dorong penggunaan bahasa dan buku dirumah.
Rasional : Merangsang komunikasi verbal dan meningkatkan
perkembangan normal.
- Dorong klien untuk memperbaiki bicara dan menggunakan bahasa spontan.
Rasional : Meningkatkan perkembangan bicara.
- Melakukan tes untuk masalah penglihatan.
Rasional : Mengidentifikasi masalah penglihatan yang dapat
mengganggu pembelajaran membaca gerak bibir atau
penggunaan bahasa isyarat.

15
- Ajari keluarga dan orang lain yang terlibat dengan anak tentang perilaku
yang memudahkan untuk membaca gerak bibir.
Rasional : Meningkatkan proses komunikasi.

Perubahan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kerusakan


komunikasi.
 Sasaran :
- Pasien mencapai kemandirian optimal sesuai dengan usia.
- Pasien mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas
bermain dan sosialisasi.
- Pasien mendapat kesempatan pendidikan dikelas reguler.
 Hasil yang diharapkan :
- Anak melakukan aktivitas hidup sehari-hari sesuai dengan tingkat
perkembangan.
- Anak mempunyai hubungan dan pengalaman dengan teman sebaya.
- Anak masuk sekolah dengan teratur.
- Anak berkomunikasi dengan orang lain dikelas.
 Intervensi :
- Bantu keluarga mengalihkan praktik membesarkan anak normal pada klien.
Rasional : Meningkatkan perkembangan optimal.
- Ajarkan anak untuk mandiri dalam perawatan diri dan berikan alat-alat yang
membantu kemandiriannya.
Rasional : Membantu meningkatkan perkembangan yang optimal.
- Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya disiplin dan penyusunan
batasan-batasan.
Rasional : Merangsang anak memenuhi kebutuhan ini.
- Bantu keluarga dalam memilih mainan.
Rasional : Memaksimalkan penggunaan indera penglihatan dan taktil,
serta pendengaran residual.
- Dorong anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas kelompok dan
mengembangkan persahabatan dengan teman sebaya.
Rasional : Membantu meningkatkan sosialisasi dan menciptakan
kesenangan pada anak.

16
- Bantu anak mengikuti diskusi kelompok dengan menunjuk pembicara dan
mengatur kelompok untuk duduk semi lingkaran.
Rasional : Membantu dalam mendengar dan/atau membaca gerak bibir.
- Anjurkan menggunakan televisi yang memakai tulisan.
Rasional : meningkatkan kesenangan pada anak.
- Diskusikan dengan guru dan anak tentang cara berkomunikasi efektif..
Rasional : Memfasilitasi pendidikan anak

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan diagnosa ketulian pada anak.


 Sasaran :
- Pasien (keluarga) menyesuaikan diri terhadap kehilangan pendengaran.
- Pasien (keluarga) mendapat dukungan emosional.
- Keluarga menunjukan kedekatan pada anak.
 Hasil yang diharapkan :
- Keluarga mengekspresikan kekhawatirannya terhadap kehilangan
pendengaraan pada anak
- Keluarga menunjukan pemahaman tentaang implikasi kehilangan
pendengaran.
- Keluarga terlibat dalam program yang tepat dan menyediakan diri menjadi
sumber.
- Keluarga menunjukan hubungan yang positif.
 Intervensi :
- Beri kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan dan
kekhawatirannya
Rasional : Meningkatkan penyesuaian.
- Antisipasi reaksi berduka dan bantu keluarga menghadapi perasaannya
tentang respon sebelumnya terhadap anak.
Rasional : Meminimalkan perasaan bersalah dan sebagai penyesuaian
terhadap kehilangan.
- Diskusikan keuntungn dan batasan alat bantu dengan jenis kehilangan
pendengaran yang berbeda.
Rasional : Membantu keluarga untuk membuat keputusan berdasarkan
informasi.
- Dorong rehabilitasi formal sesegera mungkin.

17
Rasional : Membantu mengembangkan pertumbuhan dan perkembangan
normal anak.
- Bantu keluarga untuk bepartisipasi dan mendiskusikan perasaan mereka.
Rasional : Meningkatkan koping dan membantu memberikan dukungan
bagi klien.
- Tekankan kemampuan anak bukan ketidakmampuannya.
Rasional : Meningkatkan perkembangan optimal pada anak.
- Bantu keluarga mengidentifikasi petunjuk-petunjuk verbal untuk
meningkatkan komunikasi anaknya.
Rasional : Membantu meningkatkan kemampuan komunikasi sebagai
bagian penting dari proses kedekatan.
- Dorong keluarga untuk menstimuli anak dengan isyarat visual dan tekankan
untuk terus berbicara dengan anak meskipun ia tidak mendengar.
Rasional : Meningkatkan normalisasi dan membantu anak memahami
penggunaan bahasa isyarat.

Resiko tinggi cedera berhubungan dengan bahaya lingkungan, infeksi.


 Sasaran :
- Pasien tidak mengalami kehilangan pendengaran yang lebih parah.
 Hasil yang diharapkan :
- Anak tidak mengalami pendengaran.
- Anak tidak terpapar pada tingkat kebisingan yang berlebihan.
- Anak diimunisasi dengan cepat.
 Intervensi :
- Bagi bayi, anjurkan untuk imunisasi pada usia yang tepat.
Rasional : Mencegah kehilangan pendengaran sesorineural yang didapat
karena penyakit masa anak-anak.
- Minimalkan tingkat kebisingan
Rasional : Mencegah kerusakan atau kehilangan pendengaran.
- Cegah infeksi telinga dengan melakukan deteksi ini.
Rasional : Mencegah kehilangan pendengaran sesorineural.
- Tingkatkan kepatuhan terhadap terhadap program pengobatan terhadap
otitis media.

18
Rasional : Mencegah terjadinya kerusakan pendengaran akibat otitis
media dan membantu perbaikan.
- Evaluasi kemampuan auditorius yang cenderung mengalami masalah
telinga.
Rasional : Mendeteksi dini kerusakan pendengaran.
- Kaji sumber-sumber kebisingan yang berlebihan disekitar anak dan lakukan
tindakan untuk mengurangi tingkat kebisingan.
Rasional : Kebisingan yang berlebihan menyebabkan kehilangan
pendengaran sesorineural.

Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi/peradangan.


 Hasil yang diharapkan : Anak menunjukan suhu tubuh dalam batas normal
(37˚C)
 Intervensi :
- Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, perhatikan apakah anak menggigil.
Rasional : Untuk memantau peningkatan suhu tiba-tiba. Suhu 38,9˚C –
41,1˚C menunjukan proses infeksi. Menggigil sering
mendahului puncak peningkatan suhu.
- Pertahankan lingkungan yang sejuk.
Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahakan suhu
mendekati normal.
- Beri kompres hangat dan hindari penggunaan alkohol/es.
Rasional : Membantu mengurangi demam. Alkohol/air es dapat
menyebabkan kedinginan dan mengeringkan kulit.
- Beri antipiretik (asetaminofen, ibuprofen) esuai indikasi.
Rasional : Mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus.
Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang konisi
anaknya.
 Hasil yang diharapkan : Kecemasan orang tua berkurang yang ditandai dengan
meningkatnya kemampuan mereka dalam mendampingi dan memberi dukungan
pada anak dengan menjelaskan kondisinya.
 Intervensi :
- Berikan informasi yang adekuat pada orang tua dan keluarga.

19
Rasional : Informasi yang adekuat merupakan suatu apek penting dalam
membantu proses perawatan klien.
- Biarkan orang tua tetap mendampingi klien selama hospitalisasi.
Rasional : Orang tua dapat mengetahui perkembangan informasi tentang
kondisi anaknya.
- Kaji pehaman orang tua tentang kondisi anaknya dan gambaran perawatan.
Rasional : Mengetahui seberapa jauh pemahaman orang tua tentang
konsi anaknya dan gambaran perawatan sehingga dapat
membantu dalam melaksanakan intervensi selanjutnya.
- Jelaskan semua prosedur pada anak dan orang tua (keluarga).
Rasional : Untuk meminimalkan rasa takut/cemas terhadap hal-hal yang
tidak diketahui.
- Beri dukungan emosional pada orang tua selama anak masih dirawat di RS.
Rasional : Diharapkan orang tua dapat mengenal dan menghadapi rasa
cemas dengan adanya dukungan dan konseling.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat dismpulkan beberapa hal yaitu
sebagai berikut :
1. Cacat ganda merupakan keadaan dimana terjadi kerusakan / ketidakmampuan
dalam proses pendengaran yang baik itu konduktif ataupun sensorineural,
yang diikuti oleh gangguan dalam berbicara/berbahasa sebagai manifestasi
dari kerusakan reseptor yang berfungsi sebagai transmisi impuls suara.
2. Gangguan pendengaran ini disebabkan oleh berbagai faktor terutama selama
masa pre-nataal, perinatal dan post-natal. Tidak semua gangguan pendengaran
akan menyebabkan kerusakan/gangguan pada komunikasi.
3. Untuk memastikan bentuk gangguan bicara dan jenis kerusakan pendengaran
serta upaya penanganan yang sesuai diperlukan kerjasama dengan sejumlah
ahli dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karenya penting untuk mengenal sejak
dini tanda-tanda perkembangan pendengaran yang abnormal.

20
B. Saran
Makalah kecil ini mencoba mengupas konsep medis dan konsep keperawatan
tentang cacat ganda. Kelompok menyadari bahwa apa yang disajikan masih jauh dari
kesempurnaan, dan oleh karenya kelompok sangat mengharapkan masukan dari
rekan-rekan mahasiswa dan terlebih kepada Ibu dosen pembimbing mata kuliah ini,
sehingga apa yang dibahas diatas tidak hanya merupakan sesuatu yang sifatnya hanya
merupakan sebuah konseptual, melainkan dapat menjadi pijakan bagi mahasiswa
dalam konteks aplikatifnya.

DAFTAR PUSTAKA

Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1988.

Suwanto R. Hendarmin, Deteksi Dini Gangguan Pendengaran pada Anak untuk


Optimalisasi Perkembangan Kecerdasan, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1996.

Roamadewi, Terapi Wicara pada Anak dengan Gangguan Keterlambatan Wicara dan
Bahasa, Akademi Terapi Wicara – YBC, Jakarta, 2000.

Donna L. Wong, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Penerbit Buku Kedokteran


EGC, Jakarta, 2003.

Arif Manjoer dkk., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta, 2001.

Internet.

21

Anda mungkin juga menyukai