Anda di halaman 1dari 30

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN KAPSUL HERBAL DARI

KOMBINASI TANAMAN SURUHAN (Peperomia pellucida) DAN


SAMBILOTO (Andrographis paniculata)

PROPOSAL
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Ujian Proposal

Oleh
FINGKAWATY S. WAHAB
NIM 821415019

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam hayati
dengan hutan tropis yang dimiliki, oleh karenanya masyarakat indonesia telah
memanfaatkan keanekaragaman hayati dalam berbagai tradisi adat-istiadat untuk
mencegah penyakit maupun menjaga kesehatan. Dalam pengobatan tradisional,
sebagian besar ramuan berasal dari tanaman, baik berupa daun, bunga, buah, biji,
batang, kulit batang, kayu, atau akarnya. Adapula yang berasal dari organ hewan
dan bahan mineral. Penggunaan obat tradisional dinilai memiliki efek samping
lebih kecil dibandingkan dengan obat yang berasal dari bahan kimia, selain itu
keuntungannya mudah diperoleh dan harganya relatif murah. beberapa tanaman
yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional yaitu suruhan (Peperomia
pellucida) dan sambiloto (Andrographis paniculata).
Tanaman suruhan atau Peperomia pellucida L. Kunth merupakan tumbuhan
semak yang dapat hidup pada daerah tropis dan lembab. Suruhan tersebar luas di
setiap daerah di Indonesia. Secara empiris tumbuhan ini telah digunakan dalam
pengobatan demam, penyakit perut, atau pengobatan luar lainnya (Heyne, 1987).
Suruhan berkhasiat untuk mengatasi beberapa penyakit seperti abses, bisul,
jerawat, radang kulit, penyakit ginjal, dan sakit perut serta nyeri pada rematik,
penyakit asam urat, sakit kepala, (Hariana, 2006 ; Cao, 2011). Berdasarkan uji
fitokimia yang telah dilakukan dalam beberapa studi menunjukkan bahwa
kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan suruhan antara lain alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin, glikosida, steroid, dan polifenol (Djauhari dan Hermani,
2004 ; Bialangi dkk, 2016).
Herba sambiloto dikenal memiliki aktivitas antipiretik, diuretika,
antidiabetik,dan antidiare terhadap bakteri yang menyebabkan diare pada
manusia. Daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari
deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit), neoandrografolid dan homo
andrografolid. Juga terdapat flavonoid, alkane, aldehid, mineral (kalium, kalsium,
natrium), asam kersik, dan damar (Dalimartha, 2000 ; Yulinah et al. 2001).
Kombinasikan dari Ekstrak herba suruhan (Peperomia pellucida) dan
sambiloto (Andrographis paniculata) dengan perbandingan 8 : 2 memiliki
aktivitas sebagai antimalaria.
Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi yang terus berkembang
mendorong farmasis membuat formulasi yang tepat untuk mengolah bahan alam
menjadi suatu bentuk sediaan yang mudah diterima oleh masyarakat, tanpa
mengesampingkan parameter kualitas yang tetap harus terpenuhi. Dengan
demikian, diharapkan dapat meningkatkan penggunaan potensi keanekaragaman
hayati dan minat masyarakat dalam mengkonsumsi obat dari bahan alam.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik melakukan
penelitian tentang formulasi sediaan kapsul herbal dari pebandingan tanaman
suruhan (Peperomia pellucida) dan sambiloto (Andrographis paniculata).
Pemilihan kapsul dalam sediaan ini dikarenakan kombinasi ekstrak suruhan (P.
pellucida) dan sambiloto (Andrographis paniculata) atau tanaman dari alam yang
memiliki bau tidak enak dan mempunyai rasa pahit dari tumbuhan sambiloto yang
tidak dapat dihilangkan melainkan dapat ditutupi dengan buatlah sediaan kapsul.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan suatu rumusah masalah
yaitu :
1. Bagaimana cara fomulasi sediaan herba dari kombinasi tanaman suruhan
(Peperomia pellucida) dan sambiloto (Andrographis paniculata) dalam
bentuk sediaan kapsul
2. Apakah fomulasi sediaan herba dari kombinasi tanaman suruhan (Peperomia
pellucida) dan sambiloto (Andrographis paniculata) dalam bentuk sediaan
kapsul memenuhi evaluasi fisik.
1.3 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian in adalah :
1. Untuk mendapatkan fomulasi sediaan herba dari kombinasi tanaman suruhan
(Peperomia pellucida) dan sambiloto (Andrographis paniculata) dalam
bentuk sediaan kapsul
2. Untuk memperoleh fomulasi kapsul herba dari kombinasi tanaman suruhan
(Peperomia pellucida) dan sambiloto (Andrographis paniculata) melalui
evaluasi fisik.

1.4 Manfaat penelitian


1. Bagi instansi, diharapkan menjadi bahan tambahan informasi bagi jurusan
mengenai manfaat kombinasi tanaman suruhan (Peperomia pellucida) dan
sambiloto (Andrographis paniculata) yang diformulasikan dalam bentuk
kapsul
2. Bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kombinasi tanaman suruhan (Peperomia pellucida) dan sambiloto
(Andrographis paniculata) sebagai tanaman yang bermanfaat sebagai anti
malaria
3. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang
manfaat kombinasi tanaman suruhan (Peperomia pellucida) dan sambiloto
(Andrographis paniculata) terhadap efektivitas sebagai anti malaria.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth)
Peperomia pellucida L. Kunth atau lebih dikenal dengan tumbuhan suruhan
merupakan tumbuhan gulma yang biasanya tumbuh liar di tempat-tempat yang
lembab dan bergerombol. Tumbuhan suruhan merupakan famili piperaceae (suku
sirih-sirihan) dengan genus peperomia. Tumbuhan ini mudah dijumpai di kebun,
halaman rumah, tepi jalan, di pinggiran selokan, dan di tempat lain yang lembab
dan berair (Dewijanti dkk, 2014).

Gambar 2.1. Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth)


Adapun klasifikasi dari Peperomia pellucida L. Menurut Majumder, pulak et
al, 2011.
Kerajaan : Plantae
Subkerajaan : Tracheobionta
Superdevisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida (Dicotyledones)
Subkelas : Magnoliidae
Ordo : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Peperomia
Jenis : Peperomia pellucida L. Kunth
2.1.1 Monografi Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth)
Tumbuhan suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth) berbunga sepanjang
tahun, tumbuh berumpun secara iklim tropis dan subtropis. Tingginya sekitar 10-
20 cm dengan dahan berbuku-buku serupa tanaman sirih dan bunga majemuk
berbentuk bulir yang terdapat pada pangkal atau ketiak daun. Batang dari suruhan
ini tegak dan lunak dengan akar yang serabut dangkal dan berwarna putih. Lebar
daun suruhan ini sekitar 0,5-2 cm berbentuk hati dan panjan sekitar 4 cm
(Djauhariya dan Hernani, 2004).
Tumbuhan ini tersebar luas di Amerika Selatan dan banyak di negara-negara
Asia, tumbuh sekitar 400 m dpl (diatas permukaan laut) sebagai gulma di
sepanjang pinggir jalan, di perkebunan, di tanah lembab dan di tempat teduh
sekitar rumah yang biasanya menggerombol. Sebagian besar tumbuhan ini banyak
ditemukan di daerah tropis. Peperomia pellucida secara luas di distribusikan di
banyak negara Amerika Serikat dan Asia Selatan (Djauhariya dan Hernani, 2004).

2.1.2 Manfaat Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth)


Peperomia pellucida L. Kunth sering digunakan sebagai ramuan dalam
pengobatan tradisional. Tumbuhan ini memiliki manfaat dalam pengobatan sakit
kepala, demam, sakit perut, abses, bisul, dan gangguan ginjal (Oloyede, 2011).
Menurut penelitian Sio, Susie O (2001), Peperomia pellucida L. Kunth dapat
digunakan sebagai alternatif pengobatan asam urat. Berbagai penelitian sudah
dilakukan dan menunjukkan bahwa tanaman ini memiliki aktivitas analgesik,
antipiretik, antinflamasi, hipoglikemik (Sheikh H., et al, 2013), antibakteri (Xu
Su, 2005) antijamur (Majunder, Pulak et al, 2011), antimikroba, antioksidan, dan
antikanker (Wei et al, 2011).
Peperomiia pellucida mempunyai banyak khasiat sebagai obat, namun
karakterisasinya belum ada dan masih sedikit yang meneliti tentang kandungan
kimiannya. Menurut Tarigan et al, (2012) ekstrak ethanol suruhan mempunyai
efek antihiperurisemia terhadap mencit. Bagian yang digunakan adalah herba.
Menurut hasil penelitian Muhtadi (2004) tentang aktivitasi antidiabetes ekstrak
etanol dari herba suruhan (Peperomia pellucida), hasil penapisan fitokimia dari
ekstrak etanol menunjukkan adanya golongan senyaawa steroid.

2.1.3 Kandungan Kimia Suruhan (Peperomia pellucida L. Kunth)


Senyawa kimia yang terdapat dalam tumbuhan suruhan ini diantaranya
alkaloid, flavonoid, steroid, tanin dan triterpen terdapat pada daun dan batang.
Sponin juga terdapat pada bagian dauan namun tdak ditemukan pada bagian
batang (Majumder dan Kumar, 2011) kardenoid, tanin, saponin, dan glikosida
dan juga memiliki aktivitas antijamur (Majumder, Pulak et al, 2011), polifenol,
kalsium oksalat, lemak, dan minyak atsiri (Djauhariya dan Hernani, 2004).

2.2 Tumbuhan Sambiloto (Andrographis paniculata)


Andrographis paniculata Nees (Acanthaceae) paling dikenal dengan “raja
pahit”, tanaman ini termasuk dalam herba parenial yang tersebar di China, Asia
Selatan, Afrika Selatan, India, Pakistan dan Sri Lanka (Anju, et al., 2012).
Sambiloto tumbuh liar di tempat-tempat terbuka seperti kebun, tepi sungai, tanah
kosong yang agak lembab atau pekarangan. Tumbuhan di daratan rendah sampai
ketinggian 700 meter (Yuliatin, 2012). Tanaman ini memiliki daya adaptasi
terhadap lingkungan ekologis setempat. Faktor iklim yang mempengaruhi
pertumbuhan sambiloto adalah curah hujan dan suhu. Sambiloto dapat tumbuh
dengan baik pada curah hujan 2000-3000 mm/th dan suhu udara 25-35°C.
Kelembaban yang dibutuhkan termasuk sedang, yaitu antara 70-90% dengan
penyinaran agak tinggi (Mahendra, 2005). Menurut Anju (2012) dan Dalimunthe
(2009).

Gambar 2.2 Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)


Tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Nees) diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dycotyledoneae (Dikotil)
Subkelas : Gamapetalae
Ordo : Personales
Family : Acanthaceae
Subfamili : Achantoidae
Genus : Andrographis
Spesies : Andrographispaniculata Nees

2.1.1 Monografi Sambiloto (Andrographis paniculata)


Tanaman sambiloto memiliki tinggi 40 cm sampai 90 cm, percabangan
banyak dengan letak yang berlawanan, cabang berbentuk segi empat dan tidak
berambut. Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam atau tegak
tajam, tepi daun rata, panjang daun 3 cm sampai 12 cm dan lebar 1 cm sampai 3
cm, panjang tangkai daun 5 mm sampai 25 mm; daun bagian atas bentuknya
seperti daun pelindung. Perbungaan tegak bercabang-cabang, gagang bunga 3 mm
sampai 7 mm, panjang kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm. Bunga bibir bentuk
tabung, panjang 6 mm, bibir bunga bagian atas berwarna putih dengan warna
kuning di bagian atasnya, bibir bunga bawah lebar, berwarna ungu. Bentuk buah
jorong dengan ujung yang tajam, bila tua akan pecah menjadi 4 bagian (Dirjen
POM, 1979).

2.1.2 Manfaat Sambiloto (Andrographis paniculata)


Andrographis paniculata Ness., yang dikenal dengan “Raja Pahit” termasuk
dalam family Acanthaceae. Daun tanaman ini telah digunakan sebagai obat
tradisional untuk mengobati hepatitis, bronkitis, batuk, demam, tuberkolosis,
disentri, racun ular dan diare (Dandin dan Hossakate, 2012). Dalam Traditional
Chinese Medicine (TCM), Andrographis paniculata sering digunakan sebagai
”cold property” untuk menurunkan panas (Kumar et al., 2012). Penelitian
mengenai sintesis andrografolid saat ini banyak dilakukan karena potensinya
terbukti memiliki berbagai aktivitas farmakologi, diantaranya: antiinflamasi,
antiaterosklerosis, antioksidan, antihiperglikemik, dan antimalarial (Jarukamjorn
and Nemoto, 2008; Lin et al., 2009; Zhang et al., 2009).

2.1.3 Kandungan Kimia Sambiloto (Andrographis paniculata)


Senyawa kimia aktif yang terkandung adalah berasal dari golongan
diterpen lakton, flavonoid dan polifenol. Senyawa kimia aktif tersebut adalah
andrograpanin, andropanosi, andrographolit, dan neoandrograpolit (Martin, 2004).
Senyawa kimia aktif yang paling dominan adalah angrograpolit yang termasuk
dalam golongan diterpen lakton (Dandin dan Hosakatte, 2012). Secara kimia
sambiloto mengandung diterpen, flavonoid, stigma sterol, alkane, keton, aldehid
dan mineral (kalsium, natrium, kalium) (Rosidah et al., 2012). Beberapa jenis
diterpen telah teridentifikasi dalam herba sambiloto diantaranya yaitu
andrografolid, deoksiandrografolid, neoandrografolid, 14-deoksi-11, 12-
didehidroandrografolid, isoandrografolid, dan 3,19-dihydroxy-15-methoxy-
entlabda-8(17),11,13-trien-16,15-olide (Song et al., 2013). Komponen utamanya
adalah andrografolid yang merupakan senyawa diterpen lakton (Rosidah et al.,
2012).

2.3 Metode Ekstraksi


Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan. Ekstrak
cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol sebagai pelarut
dan pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap mili
ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 gram simplisia yang memenuhi syarat
(Dirjen POM, 1995).
Ekstraksi yaitu kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes
RI, 2000). Sedangkan menurut Ansel (1989) Ekstraksi adalah penarikan zat pokok
yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang
dipilih dimana zat yang diinginkan larut. Tujuan dilakukannya ekstraksi adalah
untuk menarik komponen kimia yang ada di dalam simplisia. Ekstraksi didasarkan
pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke
dalam pelarut (Purnama, 2013).
Pada proses ekstraksi pada dasarnya dibedakan menjadi dua fase yaitu fase
pencucian dan fase ekstraksi.
1. Fase Pencucian (Washing Out) Pada saat penggabungan pelarut dengan
simplisia, maka sel-sel yang rusak karena proses pengecilan ukuran langsung
kontak dengan bahan pelarut. Komponen sel yang terdapat pada simplisia
tersebut dapat dengan mudah dilarutkan dan dicuci oleh pelarut. Dengan
adanya proses tersebut, maka dalam fase pertama ini sebagian bahan aktif
telah berpindah ke dalam pelarut. Semakin halus ukuran simplisia, maka
semakin optimal jalannya proses pencucian tersebut (Voigt, 1994).
2. Fase Ekstraksi (Difusi) Untuk melarutkan komponen sel yang tidak rusak,
maka pelarut harus masuk ke dalam sel dan mendesak komponen sel tersebut
keluar dari sel. Membran sel simplisia yang mula-mula mengering dan
menciut harus diubah terlebih dahulu agar terdapat suatu perlintasan pelarut
ke dalam sel. Hal ini dapat terjadi melalui proses pembengkakkan, dimana
membran mengalami suatu pembesaran volume melalui pengambilan
molekul bahan pelarut. Kemampuan sel untuk mengikat pelarut menyebabkan
struktur dinding sel tersebut menjadi longgar, sehingga terbentuk ruang
antarmiselar yang memungkinkan bahan ekstraksi mencapai ke dalam ruang
dalam sel (Voigt, 1994).
Prinsip pernilihan pelarut adalah like dissolve like, artinya pelarut polar akan
melarutkan senyawa polar dan pelarut non-polar akan melarutkan senyawa yang
non-polar (Nugraheny, 2001).
Pemilihan pelarut juga didasarkan pada titik didihnya. Pelarut bertitik. didih
rendah akan hilang karena penguapan, sedangkan pada pelarut benitik didih tinggi
baru dapat dipisahkan pada suhu tinggi (Meydia, 2006). Bahan dan senyawa
kimia akan mudah larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya. Semakin
besar konstanta dielektrik, maka semakin polar pelarut tersebut (Pelczar, 1988
dalam Aras, 2013).
Metode ekstraksi yang tepat tergantung pada tekstur dan kandungan bahan
tumbuhan yang akan diekstraksi. Umumnya jaringan tanaman perlu dimatikan
untuk mencegah oksidasi enzim atau hidrolisis. Cara yang paling sering
digunakan adalah dengan memasukkan jaringan tanaman segar dalam etanol
beberapa saat. Etanol adalah pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi
pendahuluan (Harborne, 1987). Menurut DepKes RI (2000) ekstraksi dengan
dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas. Cara dingin yaitu metode
maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas antara lain dengan refluks,
sokletasi, digesti, dekok dan infus.
Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder menggunakan metode
maserasi dengan pelarut polar atau metanol. Pada prinsipnya metode maserasi
adalah terdapat waktu kontak yang cukup antara pelarut dengan bahan yang
diekstrak, namun jarang sekali mencapai pemisahan yang sempurna karena
senyawa yang sama bisa terdapat dalam beberapa fraksi. Hasil maserasi maksimal
biasanya dilakukan dengan maserasi menggunakan sederatan pelarut atau metode
charauxs-paris yaitu metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang berbeda
kepolaran, dimana ekstrak pekat pelarut polar diekstraksi kembali dengan pelarut
semi polar dan pelarut non polar (Kusnaeni, 2008).

2.4 Ekstraksi Maserasi


Ekstraksi yang digunakan kali ini yaitu maserasi. Istilah maserasi berasal. dari
bahasa latin macerare, yang artinya "merendam" (Ansel, 2008). Maserasi
(macerase = mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi yang paling sederhana.
Bahan simplisa yang haluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya
terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi
(Voight, 2010). Maserasi umumnya dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia
dengan derajat halus yang cocok dimasukan kedalam bejana, kemudian dituangi
dengan bagian cairan penyari, ditutuip dan biarkan 5 hari sari diserkai, sehingga
diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan di tempat
sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Kemudian endapan dipisahkan
(Depkes RI, 1986)
Pada metode ekstraksi dengan maserasi, cairan penyari akan masuk ke dalam
sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi
antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi
akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah
(proses difusi). Simplisia yang akan diekstraksi ditempatkan pada wadah atau
bejana yang bermulut lebar bersama larutan penyari yang telah ditetapkan, bejana
ditutup rapat kemudian dikocok berulang-ulang sehingga memungkinkan pelarut
masuk ke seluruh permukaan simplisia (DepKes RI, 1986).
Pada penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan.
Pengadukan diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan diluar butir serbuk
simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat
perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dan diluar
pengadukan dilakukan berulang-ulang kali (kira-kira 3 kali sehari). Dengan upaya
ini dijamin keseimbangankensentrasi bahan ekstraktif yang lebih cepat di dalam
cairan. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu
tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak
diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari seperti malam dan lilin-lilin.
Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif
(Depkes RI, 1986 ; Voight, 2010).

2.5 Kapsul
Kapsul didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam bahan
obat atau lebih dan atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang
atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai. Tergantung
formulasinya kapsul dari gelatin bisa lunak bisa keras. Kebanyakan kapsul yang
diedarkan di pasaran adalah kapsul yang dapat ditelan oleh semua pasien, untuk
keuntungan dalam pengobatan (Ansel, 2008).

2.5.1 Tujuan Pemberian Obat Dalam Bentuk Kapsul


Menurut Ditjen POM, 1995 Tujuan Pemberian Obat Dalam Bentuk Kapsul :
1. Untuk menutupi rasa pahit dan bau yang tidak enak dari obat.
2. Untuk melindungi bahan obat yang bersifat higroskopis dan mudah
teroksidasi.
3. Untuk lebih memudahkan cara pemakaian karena kapsul dengan air ludah
saja sudah menjadi licin sehingga mudah ditelan.

2.5.2 Keuntungan dan Kerugian Kapsul


Keuntangan dan Kerugian Kapsul Sediaan kapsul memiliki beberapa
keuntungan, yaitu (Ausburger, 2000 : Lachman, 1994):
a. Kapsul dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari bahan obat
b. Mudah untuk ditelan
c. Mudah dalam penyiapan karena hanya sedikit bahan tambahant dan tckanan
yang dibutuhkan
d. Dapat digunakan untuk menggabungkan beberapa jenis obat pada kebutuhan
yang mendadak
e. Bahan obat terlindungi dari pengaruh luar (Cahaya, kelembababan) .
Kerugian kapsul (Ansel, 1989 ; Ausbuger, 2000):
a. Garam kelarutan tinggi umumnya tidak dapat digunakan pada kapsul. gelatin
keras
b. Kapsul tidak cocok untuk bahan obat yang dapat mengembang
c. Peralatan pengisi kapsul menpunyai kecepatan yang lebih lambat dibanding
pencetak tablet.
2.5.3 Pembagian Kapsul
Menurut Ansel (1989), kapsul terbagi atas dua jenis, yaitu :
1. Kapsul Gelatin Keras
Kapsul gelatin yang keras merupakan jenis yang digunakan oleh ahli farmasi
masyarakat dalam menggabungkan obat-obat secara mendadak dan lingkungan
para pembuat sediaan farmasi dalam memproduksi kapsul pada umumnya.
Cangkang kapsul kosong dibuat dari campuran gelatin, gula dan air, jernih tidak
berwarna dan pada dasarnya tidak mempunyai rasa. Gelatin, USP, dihasilkan dari
hidrolisis sebagian dari kolagen yang diperoleh dari kulit, jaringan ikat putih dan
tulang binatang-binatang. Dalam perdagangan didapat gelatin dalam bentuk
serbuk halus, serbuk kasar, parutan, serpihan-serpihan atau lembaran-lembaran.
2. Kapsul Gelatin Lunak
Kapsul gelatin lunak dibuat dari gelatin dimana gliserin atau alkohol
polivalen dan sorbitol ditambahkan supaya gelatin bersifat elastis seperti plastik.
Kapsul-kapsul ini yang mungkin bentuknya membujur seperti elips atau seperti
bola dapat digunakan untuk diisi cairan, suspensi, bahan berbentuk pasta atau
serbuk kering. Biasanya pada pembuatan kapsul ini, mengisi dan menyegelnya
dilakukan secara berkesinambungan dengan suatu mesin khusus.

2.5.4 Ukuran Kapsul


Kapsul cangkang keras yang diberikan pada manusia ukurannya yang
erbesar adalah 000 sampai yang terkecil adalah no. 5 yang ada di pasaran, baik.
yang memiliki warna maupun yang tidak (Ansel, 2008). Umumnya kapsul gelatin
keras dapat menampung isi antara 65 mg-1 g bahan serbuk, termasuk bahan obat
dan bahan pengencer lainnya. Variasi kapasitas ukuran kapsul dapat dilihat padai
tabel 2.5.4 berikut (Ausbuger, 2000).
Tabel 2.5.1 Variasi ukuran kapsul
Bobot isi pada
Ukuran kapsul Volume (mL)
densitas 0,8 g/cm' (g).
000 1,37 1,096
00 0.95 0,760
0 0.68 0,544
1 0,50 0,400
2 0.37 0,296
3 0,30 0.240
4 0,21 0,168
5 0,13 0,104

Kapsul gelatin kosong dibuat dengan berbagai ukuran, bervariasi baik


panjang dan diameternya. Pemilihan ukuran tergantung tergantung pada berapa
banyak isi bahan yang akan dimasukkan ke dalam kapsul dan dibandingkani
dengan kapasitas isi dari cangkang kapsul. Karena kepadatan dan penekanan dari
serbuk atau campuran serbuk akan menentukan berapa banyak jumlah yang dapat
ditampung dalam setiap kapsul dan karena setiap bahan mempunyai sifat-sifat
tersendiri, maka tidak ada pengaturan yang ketat untuk menentukan ukuran kapsul
yang tepat untuk diisi oleh serbuk atau formula tertentu (Ansel, 2008).

2.5.5 Metode Pencampuan Kapsul


Untuk pencampuran massa kapsul (serbuk) dapat dilakukan dengan .
beberapa cara, diantaranya adalah (Ansel, 1989) :
a. Spatulasi, yaitu metode dimana scjumah serbuk dapat digerus selembar kertas
atau tatakan pembuat pil dengan gerakan spatula obat. Metode ini umumnya
tidak cocok untuk serbuk jumlah besar.
b. Triturasi, yaitu proses menggerus obat dalam lumpang untuk mengecilkan
ukuran.
c. Tumbling (penggulingan), yaitu mengguling-gulingkan serbuk dalam suatu l
wadah besar yang biasanya diputar dengan mesin.
d. Penggiling serbuk khusus yang dirancang untuk mencampur serbuk dengan
gerakan jungkir balik. Pencampuran dengan cara ini merata tetapi
memerlukan waktu. Alat penggiling semacam ini digunakan secara luas
dalam industri. demikian juga alat-alat pencampur atau pengaduk serbuk
dengan volume besar dan pisau-pisaunya digerakkan oleh mesin untuk
mengaduk serbuk dalam beiana pencampur yang besar.

2.5.6 Evaluasi Massa Kapsul


Sebelum diedarkan dipasaran kapsul harus melewati tahap evaluasi.
Evaluasi kapsul terdiri dari evaluasi massa kapsul dan sediaan jadi, berikut
evaluasi massa kapsul:
a. Sifat alir
Keseragaman bobot dalam sediaan dipengaruhi oleh massa aliran. Beberapa
faktor yang menentukan kecepatan aliran serbuk yaitu ukuran partikel,
distribusi ukuran partikel, bentuk partikel, bobot jenis. Alat yang digunakan
untuk uji sifat alir yaitu flowmeter (Voight, 1989).
Tabel 2.5.2 Laju alir dan kategorinya
Laju alir (g/detik) Keterangan
>10g Sangat baik
4-10 Baik
1,6-4 Sukar
<1,6 Sangat sukar

Tabel 2.5.2 menunjukkan bahwa syarat laju alir, dimana laju alir
dikategorikan sangat baik jika serbuk atau granul dapat mengalir sebanyak
lebith dari 10 g/detik, kategori baik jika serbuk/granul dapar mengalir
sebanyak 4-10 g/detik, kategori sukar mengalir jika granul/serbuk mengalir
sebanyak 1.6-4 g/detik, dan dikategorikan sangat Sukar jika granul atau
serbuk mengalir kurang dari 1.6 g/detik.
b. Sudut istirahat
Untuk menentukan sifat aliran masa granul/serbuk dapat menggunakan uji
ini. Uji ini menggunakan corong sebagai alat ujinya, dimana corong tersebut
dialirkan serbuk atau massa sediaan, kemudian jari-jari dan tinggi dari serbuk
yang jatuh diukur (Voight, 1989).
Tabel 2.5.3 Sudut istirahat dan kategorinya
Sudut Istrahat (α) Keterangan
25ᴼ-30ᴼ Istimewa
31ᴼ-35ᴼ Baik
36ᴼ-40ᴼ Cukup baik
41ᴼ-45ᴼ Agak baik
46ᴼ-55ᴼ Buruk
56ᴼ-65ᴼ Sangat buruk
>66ᴼ Sangat buruk sekali

Tabel 2.5.3 menunjukkan kategori dari sudut istirahat dimana kategori ini
menunjukkan apakah sudut yang terbentuk dari granul/serbuk termasuk . pada
kategori istimewa, baik, cukup baik, agak baik, buruk, sangat buruk . dan
sangat buruk sekali. Kategori ini menunjukkan semakin kecil sudut I yang
tertentuk maka semakin mudah mengalir masa serbuk/granul . tersebut
(Voight, 1989).
c. Bulk density dan apped densioy
Ukuran dan bentulk partikel mempengaruhi volume dan kerapatan serbuk.
Ukuran partikel dan kerapatan serbuk berpengaruh dengan volume serbuk,
Uji ini berguna untuk menentukan ukuran cangkang kapsul yang digunakan.
Bobot serbuk ditimbang dan dituang hati-hati ke dalam suatu gelas ukur
kemudian diratakan permukaannya, volume yang terbaca adalah volume
tuang. Bobot ketukan diperoleh melalui ketukan vertikal timbunan serbuk
yang diisikan ke sebuah gelas ukur tertutup yang terletak di atas dasar lunak.
Ketukan tersebut dilakukan sampai diperoleh volume konstan (Voight, 1989).
Tabel 2.5.4 Indeks komresibilitas (%) dan kategorinya
Indeks Kompresibilitas (%) Keterangan
<10 Istimewa
11-15 Baik
16-20 Cukup baik
21-25 Agak baik
26-31 Buruk
32-37 Sangat buruk
>38 Sangat buruk sekali

2.5.7 Evaluasi Sediaan Kapsul


Setelah dilakukan evaluasi massa serbuk kapsul, selanjutnya adalah evaluasi
sediaan kapsul, berikut evaluasi sediaan kapsul:
a. Uji keseragaman bobot dan kandungan
Uji ini bertujuan untuk melihat dan mengtahui kesesuaian keseragaman bobot
sediaan kapsul yang dihasilkan dengan persyaratan keseragaman bobot dari
Farmakope Indonesia Edisi III. Timbang 20 kapsul, setelah itu timbang lagi
kapsul satu persatu. Keluarkan isis semua kapsul, timbang bagian kapsul,
hitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul (Dirjen POM, 1979)
Tabel 2.5.5 Keseragaman bobot
Perbedaan bobot isi kapsul (%)
Bobot rata-rata isi kapsul
A B
120 mg atau lebih ± 10% ± 20%
Lebih dari 120 mg ± 7,5% ± 15%

Tabel 2.5.5 menunjukkan syarat keseragaman bobot dari tiap kapsul.


Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi
kapsul tidak boleh lebih dari yang ditetapkan kolom A dan untuk setiap 2
kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan kolom B.
b. Uji Waktu Hancur
Uji waktu hancur dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu
hancur yang tertera pada monografi masing-masing. Uji waktu hancur tidak
menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Sediaan
dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yang tertinggal pada kasa alat
uji merupakan masa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas, kecuali
bagian dari penyalut atau cangkang kapsul yang tidak larut (Dirjen POM,
1995).
Proses pengujian kapsul khususnya kapsul gelatin keras proses pengujiannya
seperti tertera pada tablet tidak bersalut, tanpa menggunakan cakram. Proses
pengujian untuk tablet tidak bersalut yaitu masukkan I tablet pada masing-
masing tabung dari keranjang, masukkan satu cakram pada tiap tabung dan
jalankan alat, gunakan air bersuhu 37ᴼ± 2ᴼ sebagai media kecuali dinyatakan
menggunakan cairan lain dalan masing-masing monografi. Sebagai pengganti
cakram digunakan suatu kasa berukuran 10 mesh seperti digunakan rangkaian
keranjang, kasa ini ditempatkan pada permukan lempengan atas dari
rangkaian keranjang. Amati kapsul dalam batas waktu yang dinyatakan dalam
masing-masing monografi, semua kapsul harus hancur, kecuali bagian dari
cangkang kapsul. Bila satu tablet atau 2 kapsul tidak hancur sempurna, ulangi
pengujian dengan 12 kapsul lainnya: tidak kurang 16 dari 18 kapsul yang
diuji harus hancur sempurna (Dirjen POM, 1995).
c. Uji Higroskopisitas
Suatu sediaan dinyatakan stabil secara fisik apabila tidak menunjukan
perubahan sifat fisik selama masa penyimpanan. Salah satu sifat fisik yang
perlu diamati adalah sifat higroskopisitas sediaan. Uji ini merupakan cara
menguji kemampuan bahan obat untuk menyerap uap dari udara setelah
dibiarkan dalam suatu kondisi dan satuan waktu yang diamati (Ausburger,
2000).
2.5.8 Penyimpanan Kapsul
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) cangkang kapsul yang
terlihat keras sebenarnya mengandung air dengan kadar 10-15%. Jika disimpan di
tempat lembab, kapsul akan menjadi lunak dan melengket satu sama lain sertal
sukar dibuka karena kapsul dapat menyerap air dari udara yang lembab tersebut.
Sebaliknya, jika disimpan di tempat yang terlalu kering, kapsul akan kehilangan
airnya sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah (Syamsuni, 2006).
Oleh karena itu, tempat penyimpanan kapsul yang baik adalah:
1. Tidak terlalu lembab atau dingin maupun kering
2. Terbuat dari botol-gelas, tertutup rapat dan diberi bahan pengering (silika gel)
3. Terbuat dari wadah botol-plastik, tertutup rapat yang juga diberi bahan
pengering
4. Terbuat dari aluminium-foil dalam blister atau strip.

2.6 Uraian Bahan


2.6.1 Ac-di-sol
Ac-di-sol memiliki nama lain carmellosum natricum conexum; crosslinked
carboxymethylcellulose sodium; Explocel; modified cellulose gum; Nymcel ZSX;
Pharmacel XL; Primellose; Solutab; Vivasol Salah satu bahan penghancur sintesis
yatiu Crosscarmellose atau disebut juga Accelerate Disolution (Ac-Di-Sol)
Termasuk salah satu disintegran yang merupakan sambung silang CMC-Na
(Rowe et al, 2003).
Ac-di-sol digunakan dalam formulasi farmasi oral sebagai disintegran untuk
kapsul, tablet, dan granula. Dalam formulasi tablet, Ac-di-sol dapat digunakan
baik dalam proses kompresi langsung dan granulasi basah. Ketika digunakan
dalam granulasi basah, Ac-di-sol harus ditambahkan baik pada tahap basah dan
kering dari proses (intra dan ekstragranular) sehingga kemampuan wicking dan
pembengkakan dari disintegran paling baik digunakan. Ac-di-sol pada konsentrasi
hingga 5% dapat digunakan sebagai disintegran tablet, meskipun biasanya 2%
digunakan dalam tablet yang disiapkan secara kompresi langsung dan 3% dalam
tablet disiapkan oleh granulasi basah proses. Pada konsentrasi tersebut masuk
dalam range yaitu 0,5-5% (Rowe et al, 2009).
2.6.2 Selulosa mikrokristalin (Avicel)
Avicel memiliki rumus molekul (C6H10O5)n dan berat meolekul ≈36.000 dan
rumus struktur dari avicel dapat dilihat pada gambar 2.6.2 dibawah ini (Rowe et
al, 2009).

Gambar 2.6.2 Rumus Struktur Selulosa mikrokristalin (Avicel)


Avicel atau Selulosa mikrokristalin merupakan selulosa murni yang
terdepolimerisasi yang berbentuk bubk kristal, berwarna putih, tidak berbau,
tidam memiliki rasa dan tersusu dari partiel berpori (Rowe et al, 2009).
Avicel sering digunakan dalam formulasi oral dadn produk makanan
yang relatif tidak beracun dan tidak mengiritasi. Avicel dalam farmasetik
digunakan sebagai pengisi, pengikat, pada formulasi kapsul dan tablet oral. Avicel
juga memiliki sifat lubrikan dan desintegrasi, konsentrasi sebagai desintegran
yaitu 5-15% (Rowe et al, 2009).

2.6.3 Aeroisil
Aerosil atau Colloidal silicon dioxide merupakan serbuk amorf silika
dengan ukuran partikel sekitar 15 nm (kecil dan luas permukaan besar) sehinggan
memeberikan sifat alir yang baik dalam sediaan pembuatan tablet dan kapsul.
Aerosil berwarna putih, ringan, tidak berasa dan banyak digunakan sebagai bahan
tambahan sediaan farmasi,kosmeti, dan produk makan dan umumnya dianggap
sebagai eksipien yang tidak beracun (Rowe et al. 2009).
Aerosil tidak hanya akan meningkatkan sifat alir ekstrak tetapi juga
menyalut permukaannya dengan lapisan film yang tipis. Sehingga dapat
digunakan sebagai adsorben dimana adsorben berfungsi untuk melindungi bahan
berkhasiat dari pengaruh kelembaban. Penggunaan aerosil sebagai aerosil sebagai
adsorben pada sedian-sediaan ekstrak bisa mencapai 10%. Penambahan yang
cukup besar akan menurunkan higroskopitas ekstrak dan melonggarkan serbuk
(Agoes, 2007).

2.6.4 Polivinil pirolidon


Polivinil pirolidon memiliki nama lain yakni E1201, kollidon, plasdone, poli
[1-(2-okso-1-pirolidinil)etilen], polivinil, polivinilpirolidon, povidonum,
povipharm, PVT, 1-polomer vinil-2-pirolidon serta memiliki rumus molekul
(C6H9NO)n dan berat molekul 2500-3,000,000 (Rowe et al. 2009)

Gambar 2.6.4 rumus struktur Polivinil pirolidon


PVP atau polivinil pirolidon adalah bahan tambahan yang tidak beracun
karena diabsorpsi oleh saluran pencernaan atau selaput lendir. Polivinil pirolidon
sering digunakan sebagai bahan pengikat yang memiliki pemerian serbuk amorf
berwarna putih kekuningan, konsentrasi PVP sebagai bahan pengikat adalah 2-5%
(Rowe et al. 2009).

2.6.5 Laktosa
Laktosa digunakan dalam formulasi farmasi sebagai dan pengisi kapsul dan
pengikat tablet. Laktosa juga banyak digunakan dengan obat-obatan yang peka
terhadap kelembaban untuk kadar airnya yang rendah (Rowe et al. 2009).
Laktosa merupakan pengisi yang tingkat pelepasan obatnya baik, granulnya
cepat kering (baik dalam thrys dan fluidized bed drayers) tidak mempengaruhi
kekerasan tablet saat kompersi. Laktosa USP (anhidrat) lebih menguntungkan dari
pada laktosa (hidrat). Aplikasi dari anhidrat baru-baru ini telah dievaluasi oleh
sejumlah peneliti. Mendeli telah melaporkan kepekaan relatif dari laktosa
terhadap kelembapan tinggi. Secara umum, kualifikasi pemilihan laktosa sebagai
pengisi tergantung pada jenis cara pebuatan tablet tersebut. untuk pembuatan tabet
dengan cara cetak langsung digunakan laktosa yang mudah mengalir dan mudah
dikempa. Yaitu spray-dried laktosa, yang mengandung α-latosa monohidrat
murni dan sejmlah kecil laktosa dalm bentuk amorf. Dalam prakteknya dapat
dikombinasi dengan mikrokristalinselulosa (Avice) atau pati dari derivatnya.
Konsentrasi laktosa dalam tablet berkisat dari 65-85% (Anwar. E., 2012).

2.7 Kajian Penelitian Yang Relevan


2.7.1 Pengaruh Ac-Di-Sol Terhadap Karakteristik Fisik Dan Laju Disolusi
Penelitian Dwi Setiawan, dk 2010 dengan judul “Pengaruh Ac-Di-Sol
Terhadap Karakteristik Fisik Dan Laju Disolusi Orally Disintegrating Tablet
Piroksikam Dengan Metode Cetak Langsung” membahas mengenai pengaruh
konsentrasi Ac-Di-Sol sebagai disintegran terhadap karakteristik fisik dan laju
disolusi orally disintegrating tablet (ODT) piroksikam. Menggunakan metode
cetak langsung dengan konsentrasi Ac-Di-Sol 1%, 3% dan 5% serta 0% sebagai
kontrol. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa formula dengan konsentrasi
Ac-Di-Sol 3 % memberikan hasil yang paling baik.

2.7.2 Formulasi Kapsul Ekstrak Campuran Dengan Variasi Pengikat


Polivinilpirolidon (PVP) Bahan Pengisi Laktosa Dan Bahan
Penelitian Ilham Kuncahyo dengan judul “Formulasi Kapsul Ekstrak
Campuran Bahan Alami Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Dan Daun
Pepaya (Carica papaya L.) Dengan Variasi Bahan Pengisi Laktosa Dan Bahan
Pengikat Polivinilpirolidon (PVP)” membahas tentang penentukan terhadap mutu
fisik sediaan kapsul dengan menggunakan bahan tambahan laktosa dan
polivinilpirolidon (PVP). dengan kombinasi bahan pengikat PVP dengan kadar
1%, 3% dan 5% serta bahan pengisi laktosa mampu menghasilkan sediaan kapsul
yang baiksesuai dengan yang dipersyaratkan. Serta didapatkan kesimpulan
semakain besar kadar PVP dalam formula akan memberikan sifat alir yang
semakin cepat, daya serap air yang semakin besar, akan memperkecil variasi
keseragaman bobot kapsul dan meningkatkan waktu hancur kapsul.
2.7.3 Formulasi Tablet dari Ekstrak dengan PVP Sebagai Pengikat Secara
Metode Granulasi Basah
Penelitian Yova Amijaya. F. 2016 dengan judul “Formulasi Tablet Dari
Ekstrak Biji Pala (Myristica fragrans Houtt.) Bebas Miristisin Dan Safrol Dengan
Metode Granulasi Basah” dengan tujuan membuat formula sediaan tablet dari
ekstrak PBMS yang memenuhi persyaratan dan memiliki aktivitas sebagai
antihiperglikemik dan antidislipidemik. formulasi sediaan tablet yang digunakan
perbedaan variasi konsentrasi PVP yaitu 2%, 3%, 4%, dan 5%, evaluasi sediaan
tablet, dan pengujian aktivitas sediaan tablet. Didapatkan hasil evaluasi massa
cetak maupun evaluasi tablet jadi menunjukkan bahwa keempat formula yang
digunakan memenuhi persyaratan sebagai suatu sediaan tablet yang baik, yang
memiliki waktu hancur tercepat adalah tablet formula 1 (F1) dengan waktu hancur
6,71 menit.

2.7.4 Pengaruh Avicel PH 102 Terhadap Karakteristik Fisik Dan Laju


Disolusi
Penelitian Dwi Setiawan, dk 2010 dengan judul “Pengaruh Avicel Ph 102
Terhadap Karakteristik Fisik Dan Laju Disolusi Orally Disintegrating Tablet
Piroksikam Dengan Metode Cetak Langsung” membahas mengenai pengaruh
konsentrasi Avicel Ph 102 sebagai disintegran terhadap karakteristik fisik dan laju
disolusi orally disintegrating tablet (ODT) piroksikam. Menggunakan metode
cetak langsung dengan Konsentrasi Avicel PH 102 yang digunakan 5%, 10%,
15% dan 0% sebagai kontrol. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
formula dengan konsentrasi Avicel PH 102 10% merupakan formula yang paling
optimal, selain meningkatkan mutu fisik dan laju disolusi Orally Disintegrating
Tablet piroksikam formula ini lebih ekonomis.

2.7.5 Pengaruh Penambahan Avicel Ph 101 Terhadap Sifat Fisis Tablet


Ekstrak Bawang Putih
Penelitian Lindawati Damidjan, dkk 2010 dengan judul “Pengaruh
Penambahan Avicel Ph 101 Terhadap Sifat Fisis Tablet Ekstrak Bawang Putih
(Allium sativum. L) Secara Granulasi Basah” melakukan penelitian tentang tablet
dengan variasi Avicel PH 101 sebagai bahan penghancur dan sifat fisis tablet.
dibuat dalam tiga formula dengan variasi Avicel PH 101 sebagai bahan
penghancur yaitu Formula I (7,5%), Formula II (10%), dan Formula III (12,5%).
Hasil uji menunjukkan bahwa waktu hancur tablet pada ketiga formula memenuhi
persyaratan waktu hancur yang telah ditetapkan yaitu kurang dari 15 menit.
Kesimpula data yang didapatkan semakin tinggi konsentrasi Avicel PH 101 maka
kecepatan alir granul dan kekerasan tablet semakin turun, kerapuhan semakin naik
dan waktu hancur menjadi lebih cepat.

2.7.6 Pengaruh Penggunaan Aerosil Terhadap Disolusi Tablet


Penelitian Syofyan, dkk 2014 dengan judul “Pengaruh Penggunaan Aerosil
Terhadap Disolusi Tablet Isoniazid (INH) Cetak Langsung” melakukan penelitian
tentang pengaruh aerosil terhadap disolusi tablet isoniazid secara cetak langsung.
Tablet isoniazid dibuat dengan penambahan pelincir yang berbeda pada setiap
formulanya, yaitu 0,5%; 1%; 1,5%. Didapatkan hasil simpulan yaitu Tablet
dengan formula I yang mempunyai kadar aerosil 0,5 % menunjukkan efesiensi
disolusi yang tinggi yaitu 93,600 %, sedangkan tablet dengan formula III
kandungan aerosil 1.5 % menunjukkan efesiensi disolusi yang lebih kecil yaitu
93,55 %. Dimana dengan penambahan zat pelincir aerosil yang berlebihan dapat
meurunkan laju desintegrasi dan kecepatan disolusi tablet.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2018, di Laboratorium
Bahan Alam dan Laboratorium Teknologi Sediaan Farmasi, Fakultas Olahraga
dan Kesehatan, Univesitas Negeri Gorontalo.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik,
gunting, sendok tanduk, batang pengaduk, wadah maserasi, gelas ukur, gelas
kimia, penangas air, corong pisah, tabung reaksi, rak tabung, cawan porselin, kaca
arloji. mortar, stamper, erlenmeyer, pH meter, blender, oven, rotary evaporator,
desintegration tester.

3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak herba
kombinasi suruhan dan sambiloto, cangkang kapsul, metanol, Vivapur 101,
aeorsil, PVP, laktosa. Acedisol.

3.3 Metode Penelitian


3.3.1 Pengambilan Sampel
Sampel diambel di Desa , kecamatan , kabupaten Gororntalo, Provinsi
Gorontalo.

3.3.2 Pengolahan Sampel


Proses pengambilan herba suruhan dilakukan pada pukul 08.55 dan
sambiloto pada pukul 09.00 WITA, pengambilan dilakukan dengan cara mencabut
herba suruhan dan sambiloto dari akar sampai daun. Setelah itu dikumpulkan,
selanjutnya dicuci dengan menggunakan air mengalir. Kedua herba yang telah
bersih disortasi basah untuk memisahkan benda-benda asing yang masih
menempel. Kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Kedua herba
yang telah kering dilakukan sortasi kering untuk memisahkan bahan-bahan yang
rusak akibat kotoran. Kemudian dihaluskan menggunakan blender.

3.3.3 Pembuatan Ekstrak


Sampel yang telah di haluskan diekstraksi dengan cara maserasi yakni
merendam sampel dalam pelarut metanol selama 3 kalai 24 jam sambil sesekali
diaduk. Ekstrak herba kemudian disarig untuk memindahkan residu dan filtratnya.
Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator sampai terbentuk
ekstrak kental. Ekstrak kental yang didapat dihitung persen rendamennya sesuai
dengan rumus dibawah ini (Dirjen POM, 2000)
berat ekstrak yang diperoleh
%Rendamen = × 100%
berat simplisia awal

3.3.4 Skrining Fitokimia


Diukur 1 mL ekstrak herba kombinasi suruhan (Peperomia pellucida) dan
sambiloto (Andrographis paniculata) dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudaian dirambahkan reagen drangendrof sebanyak 3 tetes. Jika positif
mengandung alkaloid akan membentuk endapan (Tukian dkk, 2016)
3.4 Penggunaan Dosis

3.5 Rancangan Formula


3.5.1 Formulasi Kapsul Ekstrak Herba Kombinasi Suruhan Dan Sambiloto
Formula sediaan kapsul
Bahan
F1 F2 F3
Ekstrak herbal Suruhan : Sambiloto 8:2 8:2 8:2
Acedisol 3%
Avicel 10%
Aerosil 0,5% 0,5% 0,5%
PVP 3% 3% 3%
Laktosa (mg) ad 500 500 500
3.5.2 Pembuatan Sediaan Kapsul Ekastrak Herba Kobinasi Suruhan Dan
Sambiloto
Ekstrak kombinasi suruhan (Peperomia pellucida) dan sambiloto
(Andrographis paniculata), serta zat tambahan Acedisol, Avicel Ph102, Aerosil,
Talk, Mg stearat, PVP, dan Laktosa ditimbang sesuai yang dibutuhkan dalam
formula. Ekstrak kombinasi suruhan (Peperomia pellucida) dan sambiloto
(Andrographis paniculata) dimasukkan ke dalam lumpang dan di gerus dengan
cara ditekan-tekan, kemudian dimasukkan sedikit demi sedikit aerosil yang
bersifat adsorben, setelah itu masukkan Acedisol atau Avicel Ph102 sebagai
penghancur.
Kembangkan PVP menggunakan aquadest kemudian ditambahkan ke dalam
campuran pertama dan digerus hingga ekstrak dan bahan tambahan bercampur
massa granul, kemudian diayak massa granul dengan no mesh 14. Selanjutnya
dikeringkan granulat pada lemari pengering pada suhu 40-60°C. Setelah kering
diayak kembali granulat dengan no mesh 16.
Massa granul di uji preformulasi yang terdiri dari uji waktu dan uji sudut
diam. Setelah pengujian massa granul dimasukkan ke dalam cangkang kapsul
secara dengan ukuran kapsul 00 mm. Kemudian kapsul dievaluasi yang terdiri
dari uji keseragaman bobot, waktu hancur dan uji higroskopisitas.

3.6 Evaluasi Sediaan Kapsul


3.6.1 Evaluasi Massa Kapsul
a. Laju Alir
Massa kapsul dimasukkan ke dalam corong dan diratakan. Flowmeter
dinyalakan dan waktu yang diperlukan seluruh massa untuk mengalir melalui
corong dicatat. Syarat yang diperlukan waktu alir tidak lebih dari 10 detik (Dirjen
POM 1979).
b. Sudut Istrahat
Sejumlah massa kapsul dimasukkan ke dalam corong hingga penuh
kemudian ratakan. Massa yang jatuh akan membentuk kerucut lalu diukur tinggi
(h) dan jari-jari kerucut (f). kemudian dihitung sudut istirahatnya (α). Syarat sudut
diam granul yaitu 20ᴼC < 0 < 40 (Dirjen POM. 1979).

3.6.2 Evaluasi Sediaan Kapsul


a. Uji Keseragaman Bobot
Timbang saksama 10 kapsul, satu persatu, beri identitas tiap kapsul,
keluarkan isi kapsul dengan cara yang sesuai. Timbang saksama tiap cangkang
kapsul kosong dan hitung bobot netto dari isi tiap kapsul dengan cara
mengurangkan bobot cangkang kapsul dari masing-masing bobot kapsul. Syarat
dari keseragaman bobot yaitu tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari yang ditetapkan
kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang ditetapkarn kolom B,
dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Dirjen POM, 1979).
Perbedaan bobot isi kapsul (%)
Bobot rata-rata isi kapsul
A B
120 mg atau lebih ± 10% ± 20%
Lebih dari 120 mg ± 7,5% ± 15%

b. Uji Waktu Hancur


Sejumlah 5 kapsul, dimasukkan pada masing-masing tabung pada
keranjang, yang dibawahnya terdapat kasa baja berukuran 10 mesh. Digunakan
media air bersuhu 37 ± 2ᴼC. dilakukan pengamatan terhadap kapsul, semua kapsul
harus hancur dan dicatat waktu yang diperlukan kapsul untuk hancur sempuna.
Syarat: kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan
kelima kapsul tidak boleh lebih dari 15 menit (Dirjen POM. 1995).
c. Uji Higroskopis
Sejumlah 3 kapsul ditempatkan pada botol coklat disimpan dalam desikator.
Masing-masing perlakuan diamati setiap hari selama tujuh hari dan setiap minggu
selama sebulan. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan bobot, bentuk kapsul
dan isi kapsul (Augsburger, 2000).
3.7 Analisis Data
Data Data hasil uji waktu hancur dianalisis secara statistik untuk
mengetahui perbedaan bermakna waktu hancur dari penghancur yang digunakan
dari masing-masing formula. Analisis statistik menggunakan uji ANOVA satu
arah (One Way ANOVA) dengan tarif kepercayaan 95%. Dimana uji ini
menjelaskan apakah perbedaan antar sampel tersebut adalah perbedaan yang
bermakna (signifikan) atau apakah perbedaan tersebut terjadi karena adanya
kesalahan random (Ponto, 2015).

Anda mungkin juga menyukai