Anda di halaman 1dari 212

PENYAKIT TEILNGA BAGIAN LUAR

Oleh: dr. Ny. Sri Rukmini Soebroto.


Laboratorium THT. RSUD. Dr. Soetomo.
Surabaya.

I. ANATOMI: (lihat gambar)


Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Telinga luar (auris eksterna)
2. Telinga tengah (auris media) __ akan dibahas tersendiri
3. Telinga dalam (auris interna)
Telinga luar (auris eksterna) , terdiri dari:
A. AURIKULUM.
B. MEATUS AKUSTIKUS EKSTERNUS (MAE).

Aurikulum mempunyai kerangka dari tulang rawan dan


ditutup oleh kulit yang melekat langsung pada
perichondriumnya. Bagian yang tidak mempunyai kerangka
tulang rawan disebut lobulus.
Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah saluran
menuju ketelinga tengah dan berakhi pada membrana
timpani. Meatus akustikus eksternus mempunyai diameter –
0.5 cm, dan panjang 2.5 cm – 3.0 cm.
Bagian sepertiga lateral dari MAE, dindingnya dibentuk
oleh tulang rawan yang merupakan lanjutan dari tulang
rawan aurikulum yang sifatnya elastis, dengan kulit yang
melekat erat pada tulang rawan tersebut, bagian ini disebut
paracartilagenous. Kulit pada bagian tulang rawan tersebut
mengandung jaringan subkutan, rambut dan glandula
ceruminosa.
Dua pertiga bagian medial dindingnya berupa tulang
dan disebut pars osseus, kulit yang meliputi bagian ini sangat
tipis dan melekat erat pada periosteum. Didaerah ini tidak
didapatkan rambut ataupun kelenjar (gl. Ceruminosa) arah
dari MAE mula-mula ke arah posterosuperior (pada para

1
cartilaginosa), kemudian berbelok keanteroinferior pada pars
oesseus.
Syaraf sensorik MAE dan aurikulum adalah cabang dari
N. X (Arnolds nerve) dan dari N. V (N. Aurikulotemporalis).
Aliran getah bening dari MAE dan aurikulum menuju ke
kelenjar-kelenjar getah bening sekitar aurikulum, yakni lgl.
Aurikularis anterior, posterios dan inferior.

II. PENYAKIT- PENYAKIT PADA AURIKULUM


A. ERYSIPELAS
Adalah suatu keradangan pada kulit, yang seringkali
didahului oleh lesi yang terjadi pada kulit MAE/ aurikulum
dan disertai dengan sekunder infeksi oleh kuman
streptococcus.
Klinis: Terjadi pembengkakan aurikulum berwarna
merah, nyeri hebat, infeksi dapat berlanjut sampai perbatasan
kulit teliga dan kulit wajah.
Keadaan umum penderita lemah, febris tinggi dan nadi yang
meningkat.
Terapi: Lokal dengan kompres, misalnya laruton Burowi
untuk menimbulkan efek dingin.
Umum: antibiotika dosis tinggi, anti inflamasi.
Simptomatis: analgetika, antipiretika.
Penderita disuruh istirahat.

B. PERICHONDRITIS
Adalah suatu keradangan pada perichondrium,yang
dapat diikuti dengan terbantuknya nanah ataupun cairan
serous diantara perichondrium dan chondrium.
Etiologi:
 Dapat terjadi karena cartilago yang terbuka (exposed),
karena tindakan pembedahan, luka bakar ataupun
trauma yang diikuti dengan infeksi sekunder.
 Infeksi dapat terjadi karena tindakan aspirasi pada
othaematoma yang dilakukan tidak steril.
2
 Merupakan komplikasi dari tindakan operasi, misalkan
operasi plastic teinga atau mastoidektomi.
Klinis:
 Rasa nyeri pada telinga yang makin lama makin
meningkat.
 Edem pada daun telinga yang makin lama makin
menyeluruh, warna merah tua/ kebiruan, keras, nyeri
tekan.
 Seringkali tanpda disertai fluktuasi
Khan: lobules bebas, tidak terkena.
Terapi:
Bila tidak disertai abses: kompres daun telinga.
Bila ada abses: perlu dilakukan untuk mengeluarkan
pus, tindakan incisi sebaiknya hanya dilakukan bila ada tanda
abses (fluktuasi), sebab bila nana belum ada abses tindakan
incisi akan mengakibatkan penyebaran dari infeksi. Pada
waktu incise perlu diperhatikan adanya cartilago yang
nekrose, bila nana ternyata didapatkan hal tersebut (cartilago
yang nekrotis warnanya kehitaman), perlu dilakukan
tindakan eksisi, dengan mengikut sertakan cartilago yang
sehat disekitarnya. Eksisi sebaiknya dikerjakan dengan
nekrose.
Pegobatan yang lain ialah dengan antibiotika dosis
tinggi, dan analgetika.
Penderita sebaiknya dirawat dirumah sakit.
Penyembuhan:
Pada yang ringan dapat sembuh dengan meninggalkan
bekas (penebalan pada aurikulum). Pada yang berat: tulang
rawan yang nekrotis luas, jaringan penyangga telinga rusak,
terjadi deformitas pada telinga, telinga menjadi kecil dan
menggelantung (cauliflower).

C. OTHAEMATOMA
Suatu timbunan darah antara perichondrium dan
chondrium. Bila cariran berupa serous disebut dengan pseudo
3
othaematoma. Biasanya anpa keluhan, penderita hanya
melihat suatu benjolan didaun telinga yang makin lama makin
besar.
Etiologi: Trauma pada telinga, tetapi dapat pula tanpa sebab,
kemudian tumbuh benjolan yang cepat tumbuh besar.
Lokalisasi: selalu dibagian depan aurikulum.
Terapi: pada othaematoma: dilakukan pungsi secara steril,
kemudian dilakukan druk verband. Tetapi bila sudah terjadi
blood clot dilakukan incisi, kemudian blood clot dikeluarkan
dengan cara dikerok kemudian diberi druk verband.
Pseudo-othaematoma: dilakukan pungsi atau incisi steril,
kemudian dilakukan druk verband.
Cara memasang druk verband (bebat tekan):
Deppers kecil- kecil disusun mengisi seluruh ruangan-
ruangan atau lekukan- lekukan didaun telinga bagian depan
dan belakang, kemudian ditutup dengan gaas steril, akhirnya
dipasang suatu bebat yang melingkar kepala, sebagai ganti
dari bebat tekan, dapat dipakai gips, yang dipasang pada
aurikulum bagian depan tetapi dengan mengusahakan agar
gips tidak mengisi MAE. Tetapi pemakaian gips ini hanya
dapat dilakukan pada pengobatan dengan pungsi steril saja.
Pemasangan bebat tekan ataupun gips selama 5 sampai 6
hari.
Pangambilan bebat tekan ataupun gips yang terlalu cepat
akan dapat menimbulkan residive, yang akhirnya
memerlukan tindakan ulangan. Bila hal ini terjadi berkali- kali
maka akibatnya telinga dapat menebal, tidak dapat kembali
kepada bentuk semula.

III. PENYAKIT- PENYAKIT MEATUS AKUSTIKUS


EKSTERNUS
A. OTITIS EKSTERNA
Adalah suatu keradangan pada kulit meatus eksternus.
Otitis eksterna dapat dibagi atas beberapa :
a) Bentuk keradangan MAE:

4
a. Circumscribed (terlokalisir): furunkel
b. Diffuse: otitis eksterna
b) Menurut penyebab: Infeksi:
a. Bakteri
b. Jamur
c. Virus
Reaktif:
a. Eksema
b. Dermatitis seborrhoica
c. neurodermatitis
c) Factor predisposisi:
a. Genetik
b. Lingkungan
c. Infeksi
d. Trauma: korek- korek telinga
Ada beberapa orang yang memeang mudah terkena
radang meatus akustikus eksternus, misalkan pada
kebanyakan orang bila telinga kemasukan air waktu mandi/
berenang atau bila telinga dikorek-korek tak menimbulkan
gejala, tetapi pada sebagian orang lain akan merangsang
terjadi otitis eksterna.
Di daerah tropis dimana udara udara kering berdebu
dan keringat banyak keluar, sering dijumpai penderita
dengan penyakit ini.
Bentuk meatus akustikus eksternus yang tidak lurus,
menyebabkan liang telinga lebih sering dalam keadaan
lembab, merangsang pertumbuhan bakteri.
Gejala: rangsangan gatal-gatal, secret yang kental,
purulent, tidak molor.
Bila jumlahya banyak dapat memenuhi seluruh meatus
akustikus eksternus, sehingga mengakibatkan pendengaran
penderita sedikit menurun.
Rasa nyeri kadang-kadang dapat timbul, meskipun
hanya ringan.

5
Pemeriksaan: bila secret dibersihkan tampak meatus
akustikus eksternus oedematous, hiperemi. Lubang meatus
akustikus eksternus menjadi sempit, kadang-kadang timbul
jaringan granulasi.
Pengobatan: Lubang meatus akustikus eksternus
dibersihkan, kemudian kedalam MAE dimasukan tampon
1
yang terbuat dari kasa berukuran 2 x 5 cm, yang dibasahi
dengan larutan buri-filtrata sebagai kompres. Larutan Burowi
tersebut yang diteteskan setiap 2 jam sekai. Sebagai
pengganti Burowi, dapat digunakan larutan yang
mengandung antiseptik dan kortikosteroid.
Penggunaan obat tetes telinga yang mengantung
antibiotika, harus hati- hati mengingat terjadinya sensitisasi
pada penderita.
Tampon yang dipasang ditelinga perlu diganti setiap
hari.
Bila pengobatan ini tidak berhasil perlu diingat adanya
kemungkinan infeksi jamur (otomikosis). Obat- obatan
simptomatis misalkan antihistamin per-osdapat diberikan;
selain itu perlu diingatkan agar penderita tidak selalu
mengorek- orek telinganya.

B. OTO-MIKOSIS
Sebagai salah satu penyebab kegagalan pada
pengobatan otitis eksterna. Penyakit ini banyak dijumpai
didaerah tropis, karena adanya kelembaban yang terjadi di
MAE. Penyakit ini dapat pula disebabkan oleh penggunaan
tetes telinga yang mengandung antibiotika.
Jamur yang banyak dijumpai dalah Aspergillus niger dan
Candida albicans.
Keluhan: Adanya rasa gatal yang hebat daripada otitis
eksterna yang bukan akibat jamur. Selain itu juga disertai
cairan yang keluar dari telinga.
Pemeriksaan:

6
Adanya masa yang berwarna abu- abu putih, yang
kadang- kadang dapat disertai dengan darah sedikit. Pada
infeksi dengan Aspergillus niger tampak sekret kehitaman
seperti kapas.
Pengobatan:
Meatus akustikus eksternus dibersihkan sampai kering,
karena kondisi MAE basah/ lembab akan menghambat
penyemuhan infeksi jamur.
Setelah itu dapat diberi obat anti jamur, misalkan
Nystatin, Amphotericin B (Fungillin), dapat dalam bentuk
tetesan atau cream selama paling sedikit 1 minggu. Selain itu
dapat dipakai Salicyl 2% dalam alcohol, kecuali bila ada
perforasi membrane timpani obat ini tidak boleh digunakan.

C. OTITIS EKSTERNA BULLOSA


Penyakit ini menyerang MAE (otitis eksterna bullosa), dan
membrane timpani (myringitis bullosa).
Ada dua macam otitis eksterna bullosa, yakni:
1. Otitis eksterna bullosa serosa (sekret serous)
2. Otitis eksterna bullosa haemorragica (sekret
haemorragica)
Penyakit ini timbul bersama dengan influenza, oleh karena itu
diduga penyebabnya adalah virus/ Griop.
Gejala: Nyeri pada telinga (otalgi), secret yang keluar dari
MAE (dapat jernih atau berdarah). Pedengaran
penderita baik.
Pemeriksaan: didapatkan bulla pada MAE dan/ atau
membrane timpani.
Terapi: Terutama terhadap influenzanya berupa terapi
analgetika/ antipiretika. Selain itu terapi tetes telinga
(antipirine glycerine 5%, cylocaine 2%). Penyakit ini
tergolong self limiting disease.
Bila ada sekret haemorragis:
1. OMPCdengan jaringan granulasi, otorrhoe dan tuli berat
2. Papilloma MAE (Jarang terjadi)

7
IV. LAIN- LAIN
A. BENDA ASING MEATUS AKUSTIKUS EKSTERNUS
Benda asing MAE dapat berupa biatang, biji-bijian, kapas yang
tertinggal waktu penderita membersihkan telinga.
Keadaan ini sering dijumpai pada penderita anak-anak
atau penderita dengan retardasi mental.
Terapi:
Benda asing serangga, perlu dimatikan lebih dahulu,
dengan cara memasukkan minyak kelapa, glycerin, atau air
pada meatus akustikus eksternus dan ditunggu sampai
binatang mati. Setelah itu binatang dapat dikeluarkan dengan
cara spoeling (bila binatang tersebut kecil), atau ekstraksi
dengan menggunakan haak/pinset (bila binatang besar).
Sedangkan benda asing berupa biji-bijian dapat dikeluarkan
dengan cara spoeling yang menggunakan air hangat.
Caranya: (lihat gambar)
Air yang digunakan ialah air hangat yang suhunya
sedikit diatas temperatur tubuh ±38oC, tidak boleh digunakan
air yang terlampau panas atau terlampau dingin karena
dikhawatirkan akan merangsang labyrinth sehingga
penderita vertigo/ mual- mual (seperti pada tes kalori).
Air tersebut dipompakan ke dalam meatus akustikus
eksternus (kearah posterosuperior), dan diulang sampai
corpus alienum tadi keluar. Perlu diingat bahwa air jangan
sampai dipompakan langsung ke arah corpus alienum, karena
hal tersebut akan membuat corpus alienum makin masuk ke
dalam, selain itu spoeling hanya boleh dilakukan pada
penderita yang dalam anamnesanya tidak pernah menderita
OM (membrane timpani harus intak).
Cerumen:
Kulit yang meliputi pars cartilaginous MAE mempunyai
2 macam kelenjar yaitu kelenjar lemak dan kelenjar keringat
yang sudah mengalami modifikasi sebagai kelenjar
seruminosa. Kedua kelenjar tersebut bersama-sama
membentuk suatu bahan yang disebut dengan ceruman. Pada

8
setiap orang aktifitas dari kelenjar tersebut berbeda ada yang
menghasilkan cerumen dalam jumlah banyak sehingga
menutup seluruh MAE, sehingga mengakibatkan pendengaran
yang menurun, tetapi ada juga yang jumlahnya sedikit hanya
berupa lapisan tipis.
Pengobatan:
Bila cerumen berbentuk lunak dapat dibersihkan
dengan kapas ataupun spoeling (cara seperti diatas), tetapi
bilamana cerumen tersebut Koran dan memenuhi MAE maka
dapat diambil dengan menggunakan haak yang tajam ataupun
haak yang tumpul.
Tetapi bila mengalami kesulitan, maka ceruman
tersebut dapat diusahakan agar lunak lebih dahulu, yaitu
dengan cara memberi obat tetes telinga karbo glycerine 10%
atau antipyrrin glycerine 5%-10%, sebanyak 2 kali sehari
selama 1 minggu. Setelah lunak cerumen dapat dispoel air
hangat.

(http://yuhardika.blogspot.co.id/)

9
Schematic diagram of the right ear Spoeling
(http://nursing411.org/)

10
KULIAH III
Oleh: dr. Mulyarjo

Trauma pada MAE


Penyebab: Tindakan mengorek telinga oleh penderita sendiri
satau dokter.
Trauma pada kulit MAE menyebabkan perdarahan.
Terapi: MAE ditampon dengan tampon pita steril.

Ruptura Membran Timpani


Penyebab:
1. Tindakan mengorek telinga
2. Fraktur basis tengkorak
3. Tekanan yang tinggi dan mendadak pada membrane
timpani
Gejala: pendengaran berkurang dan tinnitus.
Pada pemeriksaan terlihat bahwa membrane timpani robek,
dengan pinggir robekan yang tidak rata. Kadang- kadang
terdapat bekuan darah.
Terapi: Mencegah timbulnya infeksi, infeksi sekunder
menyebabkan OMA. Jangan memberikan tetes
telinga. Jangan melakukan irigasi. MAE ditampon
dengan tampon pita steril. Antibiotic dapat diberikan
sebagai profilaksis.
Furunkel MAE (otitis eksterna sirkumskrinta)
Batasan: Furunkel MAE ialah suatu keradangan akut pada
folikel rambut MAE.
Penyebab: terbanyak ialah kuman stafilokokus dan
streptokokus.
Faktor yang mempengaruhi timbulnya furunkel paling sering
ialah kebiasaan mengorek telinga. Faktor- faktor lain yang
mempengaruhi terjadinya otitis eksterna berpengaruh pula
terhadap terjadinya furunkel.
Patologi:

11
Furunkel hanya terjadi pada bagian tulang rawan MAE,
karena hanya pada bagian inilah yang terdapat rambut.
Furunkel dapat timbul soliter/ multipel. Mula- mula timbul
infiltrate di jaringan subkutis. Udem yang terjadi meluas ke
lumen dan menyebabkan lumen menjadi sempit. Karena
jaringan subkutis ini melekat erat dengan jaringan
perikondrium, maka sulit untuk meregang, sehingga bila
terjadi udem menyebabkan rasa nyeri ang hebat.
Pada kasus yang berat udem dapat meluas kebelakang, ke
sulkus retroaurikularis, sehingga daun telinga terdorong
kedepan. Keadaan ini mirip salah satu gejala Mastoiditis
akuta. Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening.
Diagnosa:
Anamnesa:
1. Kebiasaan mengorek telinga
2. Nyeri telinga (otalgi) spontan bila tragus ditekan atau
daun telinga ditarik.
3. Bila furunkel terjadi dibagian anterior, nyeri
bertambah bila membuka mulut atau mengunyah.
4. Pendengaran biasanya normal kecuali bia lumen
meatus tertutup.
5. Suhu badan subfebris.
Pemeriksaan:
Inspeksi: pada kasus yang berat kepala penderita miring
kesisi yang sakit (Tortikolis) karena spasmus otot
sternokleidomastoideus. Udem dan hiperemi
sekitar liang telinga, dan dapat menjalar ke
aurikulum dan sulkus retroaurikularis.
Palpasi: nyeri bertambah bila diadakan manupulasi daun
telinga. Bila tragus ditekan nyeri bertambah hebat.
Otoskopi (pemeriksaan ke dalam MAE dengan
mempergunakan lampu kepala): terlihat lumen
MAE menyempit. Membrane timpani utuh.
Diagnosa banding:

12
Bila terjadi udem yang hebat sehingga lumen MAE
tertutup dan membrane timpani tidak dapat dilihat,
serta udem tersebut mencapai daerah retroaurikularis,
keadaan ini perlu dibedakan dengan mastoiditis akut
(keradangan pada tulang mastoid).
Perbedaan antara Furunkel MAE dan Mastoiditis
akuta
Anamnesa Furunkel Mastoiditis akut
Otorea Tidak ada Beberapa minggu
Nyeri Bertambah bila tragus Tidak ada nyeri pada
ditekan, daun telinga tindakan tersebut
ditarik, mengunyah/
membua mulut
Pemeriksaa
n
Inspeksi - Udem dan - Udem dan
hiperemi difus hiperemi
- Aurikulum maks.Pada
terdorong ke daerah
depan mastoid
- Aurikulum
terdorong ke
depan dan
bawah
Palpasi - Nyeri bila - Tidak nyeri
tragus ditekan/ - Tulang
atau aurikulum mastoid
ditarik ditekan
- Tragus ditekan makin lama
makin lama, makin sakit
nyeri - Tidak ada
berkurang pembesarahn
- Pembesaran kellenjar
kelenjar getah getah bening
bening teraba
13
Otoskopi - Tak ada sekret - Ada mukopus
di MAE di MAE
- Udem terjadi di - Udem pada
semua bagian bagian
MAE posterosuperi
or
Foto rontgen Normal Sel- sel mastoid
mastoid rusak (kabur)
Komplikasi:
1. Limfadenitis, abses
2. Perikondritis
3. Erisipelas
Pengobatan:
1. Istirahat, makan lunak
2. Lokal: MAE dimasuki tampon pita yang telah dibasahi
sengan Sol. Burowi (Liquor aluminium sub
asetat). Tampon dibiarkan di dalam lumen
selama 24 jam dan selalu ditetesi dengan Sol.
Burowi dgar tetap basah. Irigasi setiap hari

Maksud pemberian tampon dan tetes dengan Sol.


Burowi
1. Mentebabkan rasa dingin, mengurangi rasa
sakit dan menghilangkan uedm
2. Tekanan tampon pada furunkel mengurangi
udem
3. Sol. Burowi menghancurkan sisa- sisa debris
3. Pemberian analgesika
4. Antibotika (penisili, ampisilin) hanya diberikan pada
kasus yang berat, atau bila ada komplikasi.

14
Kuliah : Anatomi
Bagian otolaryngology
Judul : Auris Media
Oleh: Wisnubroto

AURIS MEDIA
Auris media adalah ruangan yang terisi udara dan terletak
didalam os. Temporale. Auris media ini terdidi dari:
1. Tuba Eustachii
2. Cavum tympani
3. Antrum mastoideum dengan cellulae mastoidea serta
cellulae yang lainnya (pada os. Pertosus dan
zygomaticus)
Os. Temporale sendiri terdiri dari:
1. Os. Petrosum, yang dibagi menjadi:
a. Pars mastoidea
b. Pars pyramidalis
2. Pars squamalis
3. Pars tympanica
4. Procesus stylomastoideus
Semua ruangan yang membentuk auris media dilapisi oleh
mukosa dengan epitel yang selapis kubis, sama dengan
mukosa cavum nasi dan nasopharynx. Selain itu, mukosa
auris media kantinyu dengan mukosa nasopharynx melalui
tuba Eustachii.
Arti kliniknya: Radang cavum nasi/ sinus paranasales/
nasopharynx ada kemungkinan diteruskan
kedalam cavum tympani dengan akibat
terjadi otitis media.

I. CAVUM TYMPANI
Cavum tympani merupakan bagian yang terpenting dari auris
media, mengingat banyaknya strukur didalamnya (ossiculae
dll.).

15
Cavum tympani dapat diumpamakan sebagai kotak dengan 6
dinding.
Ukuran:
a. Jarak anterior – posterior 15 mm
b. Jarak superior – inferior 15 mm
c. Jarak lateral - medial 6 mm., dimana ada bagian yang
tersempit yang haya berjarak 2 mm.
Cavum tympani ini dibagi menjadi 3 bagian:
1. Epitympanum
2. Mesotympanum
3. Hypotympanum

(http://slideplayer.com/slide/2364072/)

Batas- batas cavum tympani:


1. Dinding superior: tegmen tympani.
Batas atas dibentuk oleh tulang yang sangat tipis
dengan tebal kurang lebih 1mm. kadang- kadang
malahan didapati doniosensi.
Tegmen tympani ini merupakan batas antara cavum
tympani (epitympanum) dan fossa cranii media (lobus
temporalis).
Arti kliniknya: Radang didalam cavum tympani (otitis
media) ada kemungkinan dapat meluas
kedalam endocranium.

16
2. Dinding inferior:
Juga dibentuk oleh tulang yang sangat tipis (tebal
1mm).
Tulang ini merupakan batas antara hypotympanum
dengan bulbus vena jugularis.
Arti kliniknya: Proses dari cavum tympani dapat
meluas kebawah sehingga dapat
menumbulkan suatu thrombophlebitis.
3. Dinding posterior:
Cavum tympani dihubungkan dengan antrum
mastoideum melalui suatu lobang dinding posterior
yang disebut aditus ad antrum. Atap dari aditus ad
antrum disebut tegmen antri, yang membatasi antrum
dengan fossa cranii media (lobus temporalis). Didasar
ad antrum, pada dinding posterior, berjalan canalis N.
VII pars verticalis yang berisi N. VII pars verticalis.
Syaraf ini akhirnya keluar dari os temporalis melalui
foramen styomastoideum.
4. Dinding anterior:
Dibentuk oleh:
 A. carotis interna
 Muara tuba Eustachii kedalam cavum tympani
 Suatu canal dari tulang yang berisi m. tensor
tympani
Canal m. tensor tympani letaknya disebelah superior
muara tuba Eustachii.
5. Dinding medial:
Dinding ini merupakan pemisah cavum tympani dari
labyrinth. Ada beberapa strukur yang penting pada
dinding medial ini:
1. Canalis semicircularis pars horizontalis (merupakan
bagian dari labyrinth);
2. Canalis N.VII pars horizontalis dengan syarafnya;
3. Foramen ovale.

17
Foramen ini ditutup oleh basis stapes dan menjadi
pemisah antara cavum tympani dan scala vestibuli
(bagian labyrinth).
4. Promontorium.
Merupakan tonjolan dinding labyrinth ke arah cavum
tympani.
Tonjolan ini adalah akibat dari lingkaran pertama dari
cochlea.
5. Foramen rotundum
Foramen ini ditutup oleh suatu membran yang disebut
membrana tympani secundarium.
Membran ini memisahkan cavum tympani dengan
scala tympani (bagian labyrinth).
6. Dinding lateral:
Terdiri dari 2 bagian:
a. Pars osseous: merupakan dinding lateral dari
epytimpanum dan hanya membentuk sebagian
kecil dinding lateral cavum tympani;
b. Pars membranacea:disebut juga membrana
tympani.

MEMBRANA TYMPANI memisahkan cavum tympani dengan


meatus acusticus externus. Berbentuk kerucut denagn basis
yang lebar dan oval sedang puncak kerucutcekung ke arah
medial. Tepi membrana tympani disebut margo tympani.
Membrana tympani terpasang miring dengan melekat pada
suatu cekuan tulang yang disebut culcus tympanicus dengan
perantaraan jaringan ikat (annulus tympanicus). Bagian atas
membran tympani, berbentuk bulan sabit dan dsebut pars
flaccida atau membrana Shrapnolli. Bagian bawah, berbentuk
oval dengan warna putih mutiara yang disebut pars tensa.
Pada bagian antero-superior membran tympani, didapati
tonjoloan/titik putih yang disebut processus brevis. Puncak
kerucut disebut umbo. Garis putih yang menghubungkan
umbo dengan processus brevis disebut manubrium mallei.

18
(gray’s anatomy,2012)

Dari umbo terlihat reflek cahaya yang berbentuk segitiga


dengan puncak pada umbo, sedang dasar berakhir pada
margo tympani (bagian antero-inferior). Posisi reflex cahaya
kurang lebih tegak lurus pada manubrium mallei. Adanya
reflex cahaya ini adalah akibat dari posisi membrana tympani
yang terpasang miring (450) pada sulcus tympanicus. Ada 2
pelipatan pada membrana tympani yang dimulai dari
processus brevis kearah anterior (plica malleolaris anterior)
dan yang lain kearah posterior (plica malleolaris posterior).
Pelipatan ini juga merupakan batas antara pars flaccida dan
pars tensa.
Histologis, pars tensa terdiri dari lapisan:
a. Lapisan luar: epitel kulit yang merupakan lanjutan
epitel kulit meatus acusticus externus;
b. Lapisan tengah: terdiri dari 2 lapis jaringan ikat, yang
satu tersusun circular sedang yang lainnya tersusun
radiar. Lapisan ini juga disebut lamina propria.
c. Lapisan dalam: dibentuk oleh mucosa cavum tympani.
Pars flaccida hanya terdiri dari lapisan saja, yalah
lapisan luar dan lapisan dalam tanpa ada lapisan
lamina propria.
Isi cavum tympani:
Hanya bagian atas saja yang terisi oleh:
1. Ossiculus:
19
a. Malleus: bagian-bagian malleus:
-caput
-collum
-processus brevis
-processus longus yang biasanya rudimenter
-manubrium mallesi
Caput mallei mengisi epitympanum, sedang bagian-
bagian lainnya mengisi mesotympanum.
b. Incus: -corpus
-processus brevis
-processus longus
Sebagian besar incus ini mengisi epitympanum, hanya
sebagian dari processus longus yang megisi
mesotympanum.
c. Stapes: -capitulum
-collum
-crus anterior dan crus posterior
-basis

(anatomical chart company,1997).

Caput mallei mengadakan articularis dengan corpus incudis,


sedang processus longus incudis mengadakan articulatio
dengan capitulum stapes. Rangkaian ini membentuk apa yang
disebut suatu ossicular chain.
Basis stapes menutupi foramen ovale dengan perantaraan
jaringan ikat yang disebut ligamentum annular. Ossicular

20
chain dan gerakan basis stapes sangat penting artinya buat
sistem konsuksi pada fungsi pendengaran.
2. Musculi: a. M.tensor tympani
Otot ini terdapat pada suatu canal yang
terdapat pada dinding anterior cavum
tympani disebelah atas tuba Eustachii.
Keluar dari canal, otot ini melanjutkan
diri sebagai tendon yang berjalan pada
dinding medial cavum tympani didalam
suatu semi canal yang berakhir pada
suatu tonjolan tulang (processus
cochlearis), kemudian tendon m. Tensor
tympani berbelok ke lateral dan
berakhir pada collum mallei dekat
processus brevis.Fungsi otot ini adalah
meregangkan membran tympani.
b. M.stapedius
Mulai dari suatu tonjolan tulang pada
dinding posterior cavum tympani
(eminentia pyramidalis) dan tendonnya
berakhir pada collum stapes. Fungsi:
mengatur gerakan stapes.
3. Ligaments.
Ligamenta ini berfungsi mempertahankan posisi
ossiculus didalam cavum tympani.

4. Nervus.
Syaraf yang berjalan didalam cavum tympani adalah
chorda tympani. Keluar dari vorticalis II. VII, berjalan
didalam cavum tympani kearah anterior, masuk
kedalam fissura potrotympanica pada dinding anterior
cavum tympani dan akhirnya menuju lidah.

21
(McGraw-Hill,2013)
II. TUBA EUSTACHII
Panjang kurang lebih 40mm. Menghubungkan
nasopharynx dengan cavum tympani.Merupakan saluran yang
menghubungkan cavum tympani dengan nasopharynx.
Panjang kira-kira 37mm. Dari muara tuba pada cavum
tympani menuju kemuara tuba pada nasopharynx dengan
arah infero-antero-medial, sehingga ada perbedaan level
antara muara pada cavum tympani da muara pada
nasopharynx, yalah sekitar 15mm.
Anatomis, tuba Eustachii dibagi menjadi 2 bagian:
-pars osseus dan
-pars cartilaginos
Pertemuan antara pars osseus dan pars cartilaginos
merupakan daerah yang paling sempit dan disebut
isthmus.Pars osseus bermuara pada cavum tympani pada
dinding anterior.Bagian ini selalu terbuka. Pars osseus
merupakan 1/3 panjang tuba eustachii.
Pars cartilagines, merupakan 2/3 panjang tuba
Eustachii.Berbentuk seperti terompet.Bagian ini bermuara
pada nasopharynx dan selalu dalam keadaan tertutup. Baru
terbuka apabila ada kontraksi m.levator dan m.tensor veli
palatini (pada waktu orang menguap atau menelan).
Fungsi tuba eustachii, anatara lain ialah:

22
1.menjaga agar tekanan didalam cavum
tympani sama dengan tekanan dunia luar (1 ata.);
2.menjamin ventlasi udara didalam cavum
tympani.
Pada bayi, ternyata tuba Eustachii letaknya lebih horizontal
dan lumen tuba relatif lebih besar, sehingga keadaan ini
membawa akibat seringnya terjadi otitis media pada bayi.

III.MASTOID
Dalam hubungannya dengan klinik,ada 2 hal yang akan
dibicarakan, ialah:
1.topografi mastoid;
2.penumatisasi mastoid.
1.Topografi mastoid.
Dinding anterior mastoid merupakan juga dinding
posterior cavum tympani dan meatus acusticus
externus.Melalui aditus ad antrum, antru mastoideum
dihubungkan dengan cavum tympani. Dinding atas,
tegmen antri dan tegmen mastoideum, merupakan
dinding tulang yang tipis.Dinding ini merupakan batas
antara mastoid dan fossa cranii media.Dinding
posterior dan medial, juga merupakan dinding tulang
yang tipis, membatasi mastoid dengan sinus
sigmoideus.
Klinis: proses patologi didalam mastoid dapat meluas
kedala endocranium dan kedalam sinus sigmoideus
dan akan menimbulkan keradangan diotak maupun
terjadi thrombophlebitis.
2. Pneumatisasi.
Proses pneumatisasi didalam processus mastoideus
terjadi setelah bayi lahir. Pneumatisasi ini dibagi menjadi:
a. Infantile
Cellulae yang timbul akibat proses pneumatisasi
adalah sedikit sekali. Akibatnya cortex processus
mastoideus menjadi sangat tebal.

23
b. Normal
Cellulae yang terjadi meluas sedemikian rupa,
sehingga hampir meliputi seluruh processus
mastoideus. Akibatnya cortex processus
mastoideus menjadi sangat tipis.
c. Hyperpneumatisasi.
Cellulae yang terjadi tidak hanya terbatas pada
proc.mastoidous saja, tetapi juga meluas sampai os
zygomaticus dan malahan sampai pada apex
pyramis.
Klinis:keradangan didalam mastoid oleh karenanya
dapat neluas sampai apex pyramis dengan akibat
timbulnya beberapa gejala yang disebut:trias dari
gradenigo
-ototthoe
-neuralgi N.V.
-neuralgi N.VI.
d. Sclerotic
Bentuknya seperti pada pneumatisasi type
infantile.Type sclerotic ini adalah akibat adanya
keradangan khronis didalam cavum tympani dan
cavum mastoidoum(otitis media chronica dan
mastoiditis).

24
Kuliah : Anatomi
Bagian Otolaryngologi
Judul : Auris interna
oleh: Wisnubroto.

AURIS INTERNA
Auris interna
Auris interna juga disebut sebagai labyrinth.
Didalamnya didapati 2 alat panca-indera, ialah:
1.organon status =alat imbang;
2.organon auditus=alat dengar.
Kedua alat ini terdapat didalam os pyramidalis dan
letaknya saling berdekatan. Keadaan ini dapat diterangkan
dengan melihat perkembangan alat-alat itu sendiri secara
filogeni dan ontogeni. Oleh karena kedua alat tersebut
mempunyai asal-usul yang sama, maka dapat dimengerti
apabila ada persamaan didalam konsep anatomi dan
fisiologinya.

Konsep anatomi:
Pada prinsipnya kedua alat panca-indera ini sama-
sama terdiri dari 2 buah tabung. Tabung yang pertama
berdinding tulang (pars osseous), sedang tabung yang kedua
berdinding membran dan terletak/terdapat didalam tabung
yang pertama. Tabung yang kedua = pars membranaseous.

25
(Basic Human Anatomy O’rahilly,2009)
Di dalam tabung yang kedua terisi cairan yang disebut
endolymph.Antara kedua tabung juga didapati cairan yang
disebut perylymph.Utriculus dan sacculus terdapat didalam
vestibulum.Endolymph utriculus dan sacculus saling
berhubungan dan keluar dari pyramidalis melalui ductus
endolymphaticus.Saluran ini berakhir pada saccus
endolymphaticus yang berada diantara lipatan dura.
Perylimph vestibulus berhubungan dengan liquor
cerebrospinalis melalui ductus perilymphaticus.
Klinis: melalui jalur tadi, infeksi didalam labyrinth
sebagai akibat adanya keradangan cavum tympani, dapat
menjalar kedalam endocranium.
Di dalam tabung yang kedua didapati inti dan jiwa
organon status dan orgaon auditivus.

I.ORGANON STATUS

Buat organon status, tabung yang pertama disebut


canalis semicircularis osseus dan tabung yang kedua disebut
canalis semicircularis membranaceus. Pada satu sisi telinga,
didapati 3 canalis semisircularis:
1.Canalis semisircularis pars horizontalis;
26
2.Canalis semicircularis pars verticalis yang posterior;
3.Canalis semicircularis pars verticalis yang anterior.
Canalis semicircularis membranaceus, dibagian
vestibulum melebar dan disebut ampulla. Didalamnya
didapati crista, yang merupakan tumpukan neuro-epitel. Pada
puncak tumbuh rambut-rambut yang disebut cupula. Dari
crista ini berjalan nervus ampullaris. Didalam utriculus dan
saculus juga didapati tumpukan neuroepitel yang disebut
macula. Pada permukaan macula didapati rambut-rambut
dimana pada puncak rambut didapati timbunan kalsium
karbonat yang disebut otolith. Dari kedua macula, kemudian
bejalan nervus utricularis dan nervus saccularis. Baik crista
dan macula merupakan jiwa dan inti organon status.Nervus
ampullaris, nervus utricularis dan nervus saccularis
bergabung menjadi satu menjadi nervus vestibularis.

II.ORGANON ADITUS

Buat organon aditus,tabung yang pertama disebut


ductus cochlearis osseus dan tabung yang kedua disebut
ductus cochlearismembranaceus. Ductus cochlearis
membaranaceus juga terisi endolymph, demikian juga
perilymph memisahkan tabung pertama dengan tabung
kedua seperti pada organon status. Ductus cochlearis
membentuk rumah siput dengan dua setengah
lingkaran.Disini bentuk anatomisnya agak lain dengan pada
organon status. Disini endolymph berada didalam tabung
yang kedua sama dengan pada organon status. Tabung kedua
disini juga disebut scala media.
Tabung pertama,ductus cochlearis osseus disini
terbagi menjadi dua bagian, scala vestibuli dan scala tympani.
Kedua scala ini dipisahkan oleh lamina spiralis osseus. Ductus
cochlearis membranaceous berbentuk segitiga. Dinding
segitiga ini disebut membrana Roisnori dan membrana
basalis.

27
Pada membrana basalis didapati tumpukan neuro-
epitel yang disebut organon corti. Organon corti ini
merupakan jiwa dan inti organon auditus.
Di bagian basal rumah siput (cochlea), lamina spiralis
osseous adalah lebar. Makin kepuncak,lamina spiralis oseous
makin mengecil.Sebaliknya,membrana basalis dipuncak
cochlea lebar dan kearah dasar cochlea makin mengecil.Setiap
organon corti, mempunyai saraf yang berakhir pada ganglion
spiralis. Saraf yang melanjutkan diri dari ganglion spirale
bergabung menjadi satu, membentuk nervus cochlearis. Saraf
ini akhirnya bergabung dengan nervus vestibularis dan
menjadi nervus octavus.

(gray’s anatomy,2012)

28
FISIOLOGI PENDENGARAN
Oleh:
Dr.dr.M.S.Wiyadi

Fisiologi pendengaran dapat kita bagi menjadi dua


bagian yang penting :
1.Bagian pengahantaran atau bagian konduktif atau
konduksi, yaitu telinga bagian luar dan telinga bagian tengah.
2.Bagian penerimaan atau bagian perseptif atau
persepsi,yaitu sebagian dari telinga bagian dalam, saraf
pendengaran n.koklearis dan n.akustikus (n.viii) dan sebagian
dari otak, yang mengatur penerimaan(persepsi) bunyi.

TELINGA BAGIAN LUAR.


Bagian yang menarik perhatian untuk dilihat orang
lain pada telinga seseorang adalah daun telinga atau
aurikulum. Daun telinga ini tidak begitu penting dalam proses
mendengar, hanya membantu sedikit untuk menentukan arah
bunyi,untuk kebanyakan binatang daun telinga lebih
berfungsi,sebab daun telinga ini dapat diarahkan untuk
mencari sumber bunyi.Otot-otot yang dapat menggerakan
daun telinga ini masih ada pada manusia tetapi sudah tidak
berfungsi lagi.
Liang telinga bagian luar atau meatus akustikus
eksternus didalamnya ada rambut-rambut dan sejumlah
kelenjar yang mengeluarkan tahi telinga atau serumen.
Rambut dan serumen ini berfungsi melindugi telinga supaya
tidak kemasukan barang (kotoran) atau binatang (serangga).

TELINGA BAGIAN TENGAH.


Telinga bagian tengah atau dsebut kavum tympani
berisi udara yang berhubungan dengan dunia luar melalui
tuba Eustachii, ke tenggorokan atau hidung.
Didalamnya ada tiga tulang pendengaran(osikula)
yaitu maleus, inkus dan stapes yang saling

29
berhubungan,sehingga getaran bunyi dapat diantarkan dari
gendang telinga atau membrana tympani ke telinga bagian
dalam.
Didalam cavum tympani ada 2 otot kecil:
-m.tensor timpani yang berkaitan dengan maleus.
-m.stapedeus yang berkaitan dengan stapes.
Fungsi kedua ototo itu ialah:
-memperkuat rantai tulang pendengaran
-meredam bunyi yang terlalu keras untuk melindungi
telinga bagian dalam.

Tuba Eustachii,biasanya pipa ini tertutup,tetapi bila


kita menelan,menguap,atau batuk pipa itu terbuka
sebentar.Hal ini perlu untuk mengalirkan udara ke rongga
telinga bagian tengah atau kavum timpani.Sebab udara yang
ada pada kavum timpani 02nya dipakai metabolisme mukosa
cavum timpani,maka udara akan berkurang tekanan udara
pada kavum timpani tak sama lagi dengan tekanan udara di
luar,pendengaran sedikit terganggu,bila tuba Eustachius
terbuka waktu menelan maka tekanan udara diluar dan
didalam sama lagi.
Gejala yang sama kita alami waktu naik pesawat
terbang baik waktu “take off” atau “landing”, atau kalau naik
atau turun di pegunungan.Bila kita naik tekanan udara luar
menurun,sedang telinga bagian tengah tekanan tetap,maka
membrana timpani tertekan keluar,bila kita menelan tekanan
udara menjadi sama lagi,sebaliknya kalau kita turun pada
pesawat terbang atau turun dari pegunungan.

TELINGA BAGIAN DALAM.


Telinga bagian dalam juga disebut labirin.
Ada 3 bagian yang penting dari telinga bagian dalam
-vestibulum
-kanalis semisircularis(alat keseimbangan)
-koklea.(alat pendengaran)

30
Ada 2 foramen,foramen ovale diaman stapes
melekat,yang lain foramen rotundum.

KOKLEA
Koklea berbentuk rumah siput,merupakan sebuah
lilitan yang menipis di ujungnya(apeks).Sepanjang saluran
rumah siput ini ada sebuah dinding pemisah
(septum).Dinding pemisah ini mulai di vestibulum diantara
foramen ovale dan foramen rotundum.Pada apeks dinding
pemisah itu tidak ada disebut helikotrema.

(Dorland’s,2000)

Saluranyang letaknya diatas septum dan berhubungan


dengan foramen ovale dan alat keseimbangan disebut skala
vestibuli.Saluran yang letaknya dibawah septum yang
berhubungan dengan foramen rotundum disebut skala
timpani.Kedua saluran ini berisi cairan yang disebut perilimp.

31
(Sensory Physiology,2007)

Didalam dinding pemisah (septum) ada saluran lagi


yang disebut kanalis koklearis,juga disebut skal
media.Saluran ini juga berisi cairan yang disebut endolimp.
Selaput tipis yang memisahkan kanalis koklearis
dengan skala vestibuli disebut membrana Reissner,yang
memisahkan kanalis koklearis dengan skala timpani disebut
membrana basilaris.
Sepanjang kanalis cochlearis ada alat corti(organon
corti).Pada organon corti ada sel-sel rambut yang pada satu
sisi mempunyai ujung-ujung saraf dan pada sisi lain rambut
yang lain rambut yang halus sekali.Rambut ini ditutup oleh
membrana tektoria.
Bila membrana tektoria digerakkan oleh getaran-
getaran bunyi,maka membrana tektoria akan menyentuh
rambut dibawahnya.Penyentuhan ini akan menimbulkan
suatu reaksi dalam sel-sel rambut dan lewat sel-sel ini reaksi
diteruskan ke ujung-ujung saraf dan akhirnya diteruskan
melalui n.koklearis,n.viii(n.akustikus),ke medula oblongata
lalu ke pusat pendengaran di otak yang terletak pada korteks
serebri lobus temporalis,sehingga kita sadar akan bunyi
tersebut.

PROSES MENDENGAR
Suatu sumber bunyi dekat telinga memancarkan
getaran-getaran bunyi ke semua arah.Perubahan-perubahan
dalam tekanan udara itu akan masukdalam liang telinga dan
menggetarkan membrana timpani,getaran ini diteruskan oleh
maleus,inkus dan stapes kecairan dibelakang foramen
ovale,cairan itu mulai bergelombang didalam koklea,sebab
cairan tidak dapat dipadatkan,maka tekanan langsung
diteruskan oleh cairan itu.Membrana basilaris akan mengikuti
gelombang-gelombang didalam cairan itu.

32
Gelombang – gelombang dalam cairan itu tidak merata,
tetapi memuncak pada tempat tertentu. Gelombang-
gelombang itu mulai dari vestibulum (basis) ke apeks, seperti
gelombang dalam air, tempat di mana gelombang itu
memuncak tergantung pada frekuensi bunyi itu. Untuk
frekuensi rendah tempatnya dekat apeks, sedangkan untuk
frekuensi tinggi tempatnya berdekatan dengan vestibulum
(basis) dekat foramen ovale dan foramen rotundum. Untuk
frekuensi inggi di sentuh sel-sel rambut yang lain daripada
untuk frekuensi-frekuensi rendah.
Dari sini rangsang diteruskan melalui n.koklearis,
bersama-sama n.vestibularis (saraf keseimbangan) menjadi
n.VIII (n.akustikus) ke medulla oblongata, akhirnya ke pusat
pendengaran pada korteks serebri lobus temporalis, seperti
telah disebut di atas.
HANTARAN LEWAT TULANG
Selain getaran bunyi masuk ke telinga bagian dalam
melalui telinga bagian luar dan telinga bagian tengah, seperti
yang kita uraikan di atas yang disebut hantaran lewat udara,
tengkorak kita juga dapat digetarkan oleh gelombang bunyi
dan getaran ini akan langsung masuk ke koklea, ini yang
disebut hantaran lewat tulang.
Penghantaran melalui tulang tidak sejelas
penghantaran lewat udara, sebab tidak ada pengerasan dari
telinga bagian tengah sebesar 20-30 kali atau kurang lebih
30-35 desibel (db).
TULI KONDUKSI DAN TULI PERSEPSI
1. Kelainan atau penyakit-penyakit pada bagian
penghantaran menyebabkan tuli konduksi atau tuli
konduktif.
2. Kelainan atau penyakit-penyakit pada bagian
penerimaan, meyebabkan tuli persepsi, tuli perseptif,
tuli saraf atau “sensory neural hearing loss”

PENYEBAB TULI KONDUKSI


1. Pada liang telinga (meatus akustikus eksternus):
33
 Serumen obturan
 Otitis eksterna
 Furunkel meatus akustikus eksternus yang
besar atau pecah
2. Membrana timpani
 Meningitis
 Ruptura membrana timpanika
3. Telinga bagian tengah (kavum timpani)
 Otitis media akut dan kronis
 Oklusio tuba Eustachii
 Mastoiditis akut dan kronis
 Otosklerosis, penyakit tulang yang
menyebabkan tulang stapes tak dapat bergerak
normal, lama-lama jadi tuli campuran atau
murni tuli persepsi, diobati dengan operasi
stapedektomi atau alat pembantu mendengar
(APM), atau “hearing aid”
 Timpanosklerosis, penyakit pada membrana
timpani dan bagian lain telinga bagian tengah
ada pengapuran.

PENYEBAB TULI PERSEPSI


1. Koklea
 Presbiakusis, penyakit pada usia lanjut, umur
lebih 60 tahun ke atas, bila pengobatan obat-
obatan tak berhasil dianjurkan pakai APM
 Penyakit Meniere, dengan keluhan vertigo yang
hebat diikuti tinnitus di telinga, dan gejala ANS,
muntah-muntah, mencret, keringat dingin, muka
pucat, dll.
 Trauma akustik, ketuliaan sebab kebisingan, suara
keras, ledakan, bekerja di pabrik yang bising.
 Trauma kapitis, dapat tuli persepsi tuli konduksi
atau tuli campuran.

34
 Tuli sebab intoksikasi obat-obatan
dihidrostreptomisin, salisilat, kinine, kanamisin,
dll.
2. N.akustikus
 Neuritis
 Tumor akustik neurinoma
3. Sentral
 Kelainan di otak, cerebro vascular accident (CVA)

4. Kongenital
 Bisu tuli, kelainan sejak lahir sebab penyakit
tertentu pada ibu waktu mengandung, mencoba
menggugurkan kandungan dengan obat-obatan
tetapi tak berhasil. Pengobatannya belajar
membaca gerak bibir, latihan dengar, latihan
bicara, sekolah luar biasa (SLB/B), sekolah tuna
rungu wicara).

KEPUSTAKAAN
1. Cox GLA. Audiologi,Jakarta : Dewan Nasional Indonesia
Untuk Kesejahteraan Sosial, 1980 : 13-24
2. Ganong WF. Fisiologi Kedokteran. Edisi 10. (Penterjemah
Adji Dharma). Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran .
1988 : 137-149
3. Guyton AC . Fisiologi Kedokteran . Edisi 5, Bagian 2.
(Penterjemah Adji Dharma dan Lukmanto P.). Jakarta :
EGC Penerbit Buku Kedokteran . 1983 : 292 - 302

35
TEST GARPU SUARA
Oleh
dr. Sri Soekesi Hernomo, dr.Adriani Iskandar,
dr.M.S.Wiyadi
seksi Audiologi Bagian THT RS. Dr. Soetomo Surabaya
PENDAHULUAN
Pendengaran merupakan salah satu panca indera manusia
yang terpenting di samping penglihatan.
Gangguan pendengaran bagi seseorang dapat sangat
merugikan karena menghambat komunikasi individu dengan
sekelilingnya. Bagi bayi gangguan pendengaran akan
menghambat proses perkembangan bicara (dapat bisu)
sehingga menghambat proses pendidikannya.
Peranan test pendengaran saat ini makin penting,
terutama dalam seleksi penerimaan pegawai/murid, di dalam
program kesehatan industri dan di samping itu pula untuk
membantu menentukan diagnose dan prognose penyakit
pada telinga.
Jadi kegunaan test pendengaran ialah untuk mengetahui :
1. Pendengaran normal atau tidak
2. Derajat gangguan pendengaran
3. Letak/lokalisasi gangguan pendengaran sehingga
dapat ditentukan terapinya/prognosenya yaitu tuli konduksi
masih memuaskan bila diobati (dengan operasi) dan tuli
persepsi hasil pengobatan tak memuaskan.

Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan dengan :


1. Test Bicara
-suara bisik
-suara konversi
2. Test Garpu Suara
3. Test Audiometer

Sebelum dibicarakan tentang prinsip dasar dan teknik


pelaksanaan test garpu suara akan dibicarakan tentang bunyi.

36
Bunyi adalah hasil dari getaran sbb :
01020
Gerakan 0  1  0  2  0
1 ini disebut getaran = 1 cycle = double vibration.
Waktu yang diperlukan untuk melakukan satu getaran
( 0  1  0  2  0 ) disebut periode (T).

2 1
0
Getaran yang dibagi 2 :
 Getaran vibrasi periodik menghasilkan bunyi yang
disebut Nada atau Pure Tone.
Contoh : suara musik ; audiometer, garpu tala.
 Getaran vibrasi 3 periodik : contoh suara, bising.

Jumlah getaran dalam 1 detik disebut frekuensi = angka


getaran. Satuannya cycle/seconds dan Hertz.
1
𝑁 (𝐻𝑧) = 𝑇 (𝑠)
Bunyi yang tinggi mempunyai frekuensi yang besar
Bunyi yang rendah mempunyai frekuensi yang kecil.
Keras lemahnya bunyi (intensitas) ditentukan oleh amplitudo
vibrasi (0-1)
Hubungan antara :
Bunyi physik (obyektif) dan bunyi fisiologik (subjektif) satuan
sesuai dengan sebutan
 Frekuensi (Hz)  tinggi (rendah ; tinggi)
 Tekanan akustik atau amplitude vibrasi  intensitas :
lemah ; keras

37
 Analisa harmonik  timbre : dengan ini dapat
dibedakan beberapa macam instrument music (piano,
orgel, guitar, dsb)
 Waktu  lamanya – pendek

Frekuensi yang dapat didengar telinga manusia terletak


antara 20-20.000 Hz
Frekuensi > 20.000 Hz disebut frekuensi ultrasonic =
frekuensi supersonik.
Frekuensi < 20 Hz disebut frekuensi subsonik.
Frekuensi yang paling sensitif untuk telinga manusia terletak
antara 500 – 4000 Hz.
Frekuensi untuk suara konversasi terletak antara 500-2000
Hz.

PEMERIKSAAN DENGAN GARPU TALA


Frekuensi GT yang dipakai biasanya :
64,128, 256, 512, 1024, 2048, 4096
I. Menentukan batas atas – batas bawah (garis pendengaran)
Teknik (cara) :
Garpu tala dibunyikan dengan lunak sedemikin rupa
sehingga hanya dapat didengar telinga normal (dengan
cara menyentuh pada ujungnya) lalu pangkalnya dipegang
di muka meatus externus dengan posisi kedua kakinya
pada garis lurus yang menghubungkan meatus ext. ka dan
ki.
Semua G.T. dibunyikan dari frekuensi rendah sampai tinggi
(64-4096) dan dicatat apa yang dapat didengar. (Frekuensi
rendah 16-32 Hz) sebenarnya tidak didengar tapi
dirasakan vibrasinya, frekuensi yang dapat didengar mulai
128 Hz).
Dikatakan batas bawah naik kalau nada-nada rendah tak
dapat didengar.
Ini didapatkan pada tuli konduksi.
Dikatakan batas atas turun kalau nada-nada tinggi tidak
dapat didengar.
38
Ini didapatkan pada tuli persepsi=tuli saraf.

II. Schwabach
Dasar :
Gelombang dalam endolymph selain digerakkan oleh
getaran dari udara juga oleh getaran yang datang dari
tulang.
Maksud :
Membandingkan daya transport melalui tulang antara
orang normal (pemeriksaan) dan penderita.
Teknik :
GT yang dipakai dapat 256, 512, 1024, atau 2048 Hz. 512
Hz disentuh dengan keras
 Lalu tangkai diletakkan 1 pada planum mastoid dari
pemeriksa (dr) sampai dokter tak dengar lagi.
 Cepat-cepat tangkai GT tersebut diletakkan 1 pada
planum mastoid penderita.

Kemungkinan :
a. Penderita masih mendengar, ini dikatakan Schwabach
memanjang. Ini terdapat pada tuli konduksi.
b. Penderita tidak mendengar
Dalam hal ini penerimaan dibalik yaitu :
GT disentuh dengan keras lalu diletakkan 1 pada
planum mastoid penderita. Bila penderita tidak
mendengar lagi cepat GT dipindah pada planum
mastoid dokter.
 Bila dokter tidak mendengar berarti dokter dan
penderita normal Scwabachnya.
 Bila dokter masih mendegar berarti Schwabach
memendek dan ini didapatkan pada tuli persepsi.

Pada telinga yang normal frekuensi 256/512 Hz dapat


didengar melalui tulang selama + 70 detik. Penderita dengan
tuli konduksi akan mendengar lebih lama dari 70 detik.

39
Penderita dengan tuli persepsi akan mendengar lebih pendek.
Makin berat tuli persepsi makin pendek waktu tsb.

III. Weber

Dasar :
Getaran melalui tulang dihantarkan ke segala jurusan. Bila
ada halangan (pus, jaringan granulasi) pada telinga kanan
penderita misalnya maka pus tsb ikut bergetar sehingga
terdengar lebih keras di sebelah kanan. Ini disebut lateralisasi
ke kanan.
Maksud :
Membandingkan hantaran tulang dari kedua telinga.
Teknik :
 GT dengan frekuensi 512 Hz atau 256 dibunyikan
dengan keras.
 Lalu tangkainya diletakkan 1 pada garis median pada
(vertex, glabella kening rahang atas)
 Tanyakan pada penderita telinga mana yang
mendengar lebih keras.
 Normal didengar sama keras oleh telinga kanan dan
kiri, kadang tak dapat menentukan terasa diseluruh
kepala.
Contoh : bila ada lateralisasi ke kanan, maka secara
teoritis ada 5 kemungkinan.
1. Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal
2. Tuli konduksi kanan dan kiri tapi kanan lebih berat
daripada kiri
3. Tuli persepsi kiri, telinga kanan normal
4. Tuli persepsi kiri dan kanan tetapi kiri lebih berat
daripada kanan
5. Tuli konduksi kanan, tuli persepsi kiri

40
IV. Rinne

Dasar :
Hantaran melalui tulang lebih cepat daripada melalui udara,
jadi getaran didengar lebih pendek melalui udara. Contoh : GT
256/512 Hz getarannya melalui udara didengar selama 140”
padahal melalui tulang 70”.
Maksud :
Membandingkan hantaran melalui tulang dan melalui udara
pada satu telinga penderita.
Teknik :
 GT 512 Hz dibunyikan keras.
 Lalu tangkai GT tersebut dipancangkan 1 pada planum
mastoideum penderita. Di sini jadi hantaran melalui
tulang.
 Bila penderita sudah tidak mendengar lagi, GT dibawa
ke muka meatus externus jarak + 1cm. di sini
hantarannya melalu udara. Pada orang normal masih
akan mendengar GT berbunyi di meatus externus
tersebut. Ini disebut tes Rinne positif. Kemungkinan
lain waktu GT diletakkan di depan meatus externus :
 Penderita tidak mendengar lagi ; ini disebut tes Rinne
negative. Keadaan ini terdapat pada tuli konduksi.
 Penderita tidak mendengar, tetapi yang terdengar ini
sebenarnya telinga lain yang tidak di tes. Ini disebut
Rinne pseudonegatif (false Rinne). Terdapat pada satu
telinga yang tuli berat atau total.

RESUME :
Tuli konduksi
Tuli Persepsi
Tak dengar : huruf lunak suara bisik
huruf lunak : dengar
Dengar : huruf mendenging
huruf mendeding : tak dengar

41
Normal batas atas
turun
Naik batas bawah
normal
Memanjang Schwabach
memendek
Lateralisasi ke sisi sakit Weber
lateralisasi ke sisi sehat
Negative Rinne
positif
+
ragu-ragu (pseudonegatif)
KEPUSTAKAAN :
1. BOIES, R.L. : Fundamentals of Otolaryngology 3rd ed. W.B.
Saunders Co. Philadelphia, London. 1965. Pg. 44-52.
2. BALLANTYNE, J. and GROVES, J. : Scott. Brown’s. Disease
of the Ear, Nose, and Throat. 3rd. The Ear. Butterworths,
London. 1971 pg 17-21.

42
TES KALORI
Oleh :
Dr.dr. M.S. Wiyadi

Rangsangan yang adekuat untuk :


 Organon auditivus (alat dengar) adalah gelombang
udara.
 Organon status (alat keseimbangan) yaitu arus
endolimp.

Rangsangan pada organon status dapat ampulopetal atau


ampulofugal. Dengan menimbulkan arus endolimp pada
kanalis semisirkularis maka akan terjadi rangsangan pada
cupula.
Reaksi terhadap rangsangan ini akan timbul :
 Vertigo
 Gerakan-gerakan pada bola mata yang disebut
nystagmus
 Reaksi autonomic nervus sistem (ANS) berupa mual
sampai muntah, keringat dingin dll, yang sering hanya rasa
mual.

Maksud tes kalori :


Merangsang cupula dengan menimbulkan arus
ampulopetal/ampulofugal pada kanalis semisirkularis
horisontalis (lateralis). Yang diperhatikan adalah efek pada
mata, yaitu gerakan nistagmus.

TEORINYA
Untuk mendapatkan rangsangan yang maksimal maka
kanalis semisirkularis horisontalis (lateralis) harus pada
posisi tegak lurus. Yaitu dengan jalan penderita disuruh tidur
terlentang kepala fleksi membuat sudut 300 dengan alas
tempat tidur.

43
300

Cara merangsang menimbulkan arus endolimp yaitu


dengan memompa telinga melalui meatus akustikus externus
(MAE) dengan air panas 440 C atau air dingin 300 C, atau bila
keduanya tidak ada reaksi dengan air kurang lebih 00 C.
Contohnya :
Apabila telinga kanan dirangsang dengan air panas
(44 C), endolimp akan bergerak kea rah ampula
0

(ampulopetal), aliran ini akan merangsang cupula dan melalui


saraf-saraf yang ada akan terjadi efek kontralateral yaitu
berupa kontraksi tonis pada m.rectus lateralis mata kiri.
Kontraksi ini berakibat bola mata tertarik ke kiri,
karena rangsangan terus ada, maka secara pelan atau lambat
bola mata bergerak ke kiri, maka dunia luar yang dilihat
penderita (“field of vision”) juga ikut bergerak ke kiri. Oleh
otak segera dikoreksi secara cepat.
Bola mata bergerak ke kiri secara lambat dan bergerak
ke kanan secara cepat karena dikoreksi. Ini yang disebut
nistagmus. Fase lambat ke kiri, fase cepat ke kanan.
Nistagmus ke arah mana ditentukan oleh fase cepatnya.
Jadi pada rangsangan air panas pada telinga kanan kan
timbul nistagmus ke arah kanan. Gerakan yang terjadi pada
mata kontralateral sinkron dengan gerakan pada mata
homolateral atau ipsilateral. Maka apabila telinga kanan
dirangsang degan air panas akan terjadi nistagmus ke arah
kanan. dan apabila telinga kiri dirangsang dengan air panas
maka akan terjadi pula nistagmus ke kiri.
Sebaliknya apabila dirangsang dengan air dingin (300 C
atau air es) nistagmus terjadi ke arah berlawanan

44
 Telinga kanan dirangsang dengan air
dingin akan terjadi nistagmus ke kiri
 Telinga kiri dirangsang dengan air
dingin akan terjadi nistagmus ke arah kanan

Semua tadi yang dirangsang adalah kanalis


semisirkularis horisontalis (lateralis). Bila yang dirangsang
kanalis semusirkularis vertikalis posterior, akan timbul
nistagmus vertikalis, yang anterior akan timbul nistagmus
rotatoar, biasanya ini didapat pada kelainan sentral
(neurologis).
PELAKSANAANNYA
1. Alat yang diperlukan :
 Air suhu 440 C, 300 C atau air es
 Pompa (spuit) 50-100 cc
 Stopwatch (arloji yang ada
detiknya)
2. Teknik (caranya)
Menurut HALLPIKE-FITZGERALD
 Penderita bebas dari obat-obat anti
vertigo selama 3-5 hari
 Membrana timpani utuh (intak), tak ada
perforasi
 Penderita disuruh tidur terlentang
dengan kepala fleksi 300 (diberi bantal)
 Mulai pada telinga kanan dengan air air
panas dulu (440 C) dipompakan sebanyak 50 cc
selama 30 detik, lalu diperhatikan timbulnya
nistagmus pada mata. Dicatat waktunya mulai
pemompaan air sampai kapan nistagmus berhenti.
 Hal yang sama dengan air panas
dilakukan pada telinga kiri.
 Kemudia dengan air dingin (30o C) pada
telinga kiri dulu (awas bukan kanan).

45
 Baru kemudian air dingin pada telinga
kanan.
Tiap dari satu pemompakan ke pemompakan berikutnya
diberi istirahat minimal 5 menit, agar pemompakan
sebelumnya tidak berpengaruh pada pemompakan yang
berikutnya.
Waktu yang dicatat adakah dari permulaan
pemompakan sampai hilangnya nistagmus, kemudian
digambarkan dalam suatu grafik yang disebut kalorigram.
Untuk melihat nistagmus dapat penderita memakai kaca
mata FRENZEL, yaitu kacamata dengan lensa positif 15
dioptri, disini tidak ada fiksasi dari mata untuk
nistagmusnya karena itu lamanya nistagmus lebih panjang
dibandingkan bila penderita matanya telanjang (tidak
memakai kacamata Frenzel), sebab pada mata penderita
telanjang mata bisa fiksasi terhadap nistagmusnya.
 Dengan kacamata Frenzel orang normal nistagmus
terjadi antara 160 sampai dengan 210 detik (2’40”
sampai dengan 3’30”).
 Dengan mata telanjang orang normal nistagms
terjadi antara 90 sampai dengan 140 detik (1’30”
sampai dengan 2’20”).
EVALUASINYA
Gambar – gambar dibawah ini tanpa kacamata Frenzel,
jadi ada fiksasi dari mata terhadap nistagusnya. Lama
nistagmus pada orang normal 1’30” sampai dengan 2’20”
1. Normal
TES KALORI Lama
nistagmus 1’30” sampai dengan 2’20”

R
30oC
L
Dengan Frenzel 2’20” sampai dengan 3’30”

46
R

44oC
L

2. Labirin tidak berfungsi.


“Total loss of vestibular function”, sangat jarang, bila
terjadi biasanya koklea juga rusak total “dead ear”.
3. Hipofungsi atau “canal paresis”.
Nistagmus bearkhir kurang dari 1’30” (90 detik) atau
2’20” (160 detik) dengan Frenzel.
Letak lesi pada, N. Vestibularis atau pada nuklei
vestibular di batang otak. Bila unilateral adalah perifer
di labirin atau N.Vestibularis. Kalau bilateral dapat
patologis atau normal. Patologis biasanya sentral. Bila
perifer contohnya intoksikasi sulfas streptomisin.
Yang normal pada pemain akroat atau penari balet,
karna terbiasa atau terlatih

TES KALORI
R
Kanan
hipofungsi.
30oC
L

44oC Kiri normal.


L

47
4. Hiperfungsi.
Lebih dari 2’20” (140 detik) tanpa kacamata Frenzel
atau lebih 3’30” (210 detik) dengan kacamata Frenzel.
Pada kelainan sentral atau proses intra cranii seperti
peningkatan tekanan dan multipel sklerosis.

R
30oC

L Kanan
hiperfungsi.

R
44oC

L Kiri normal.

5. “Directional preponderance” atau Predominan.


Bila rangsangan air panas menghasilkan nistagmus
yang lebih lama dibandingkan dengan rangsangan air
dingin.
 Kearah yang sehat pada lesi perifer
 Kearah yang sait pada lesi sentral
 Lesi labirin pada penyembuhan kearah sehat,
lesi labirin yang lama kearah yang sakit.

48
TES KALORI

R Kanan
predominan atau “Right directional
30oC
Preponderance”

R
44oC

49
TES PENDENGARAN SUARA BISIK
Oleh :
Dr. dr. M.S. Wiyadi
Maksud dan tulisan tes pendengaran :
1. Mengetahui seseorang kurang pendengaran atau tidak,
tuli atau tidak.
2. Mengetahui derajat ketulian.
3. Mengetahui jenis ketulian, letak ketulian.
 Tuli konduksi, kebanyakan dapat diobati dengan hasil
yang memuaskan.
 Tuli persepsi, pengobatannya tidak memuaskan.
Fisiologi :
Gelombang udara dari luar ditampung oleh membrana
timpani, diteruuskan oleh osikula (maleus,inkus,stapes),
menimbulkan gelombang perlimp dan endolimp lalu terjadi
rangsanagan organon Corti.

Anatomi :
 Konduksi : Meatus akustikus Eksternus (MAE),
membran timpani sampai dengan stapes
 Persepsi : Dari labirin (Organon Corti), N. Kolearis,
N.VIII (N.Akustikus atau N.Auditivus)
terdiri N.Koklearis dan N.Vestibularis
(keseimbangan) ke otak, pusat
pendengaran
korteks serebri lobus temporal.
Macam – macam tes pemeriksaan pendengaran :
1. Tes biacara terdiri dari
 Tes suara bisik
 Tes konservasi

50
Tes konservasi dilakukan bila tes suara bisik kurang dari
satu meter.
Tes biacara ini sederhana dan murah tak membutuhkan
alat – alat yang mahal.
2. Tes garpu tala, garpu musik atau garpu suara.
3. Tes pendengaran dengan audiometer.
 Audiologi ialah ilmu pengetahuan tentang
pendengaran.
 Audiometri ialah pemeriksaan pendengaran
seseorang individu dengan alat elektroakustik.
 Audiometer ialah alat elektroakustik yang digunakan
untuk memeriksa pendengaran seseorang individu.
 Audiogram ialah hasil pemeriksaan pendengaran
seorang individu dengan audiometer yang
digambarkan dengan suatu grafik.
Fungsi telinga manusia yang terpenting ialah alat komunikasi
seseorang dengan sekelilingnya, yaitu mendengar berita, orang
berbicara, suara musik, suara binatang dan lain – lain. Yang
paling sering adalah suara manusia, maka wajar bila dirangsang
dengan suara konversasi. Untuk ilmiah perlu analisa dipakai
audiometer.
Kesulitan tes suara konservasi :
1. Telinga normal mendengar suara konversasi 200m.
2. Tidak ada tempat untuk memeriksa. (Diluar atau
dilapangan).
3. Suara konservasi tidak konstan (bisa keras,bisa
lemah,nada bisa tinggi atau rendah, bisa parau atau
nyaring).

51
Maka lebih baik tes dengan suara bisik. Suara bisik adalah kata –
kata dibisikkan dengan udara cadangan dalam paru – paru yaitu
udara yang tertinggal sesudah ekspirasi biasa atau normal.
1. Lebih konstan.
2. Jarak yang diperlukan lebih kecil.
Tetapi masi ada kesulitan orang normal masih dapat mendengar
suara bisik pada jarak 10 meter. Diambil konsesus 6 meter
dianggap normal.
Maka cukup kamar dengan ukuran 4 x 5 meter, diagonal lebih
dari 6 meter. PJKA jarak 4 meter masih dinggap normal.
Bila suara bisik kurang satu meter baru dilakukan tes
pendengaran suara konservasi

TEKNIK SUARA BISIK :


Syaratnya :
1. Kamar periksa
2. Penderita (atau yang diperiksa)
3. Pemeriksa (atau dokternya)

1. Kamar Periksa :
 Ukuran minimal 4m x 5m, diagonal lebih dari 6 m.
 Kamar sunyi tidak ada ekho.
 Dinding sebaiknya tidak rata, ada korden, atau “soft
board”
2. Penderita (yang diperiksa) :
a. Mata yang ditutup agar tidak melihat mulut pemeriksa.
 Tidak ada pembantu, mata ditutup dengan sapu
tangan.
 Ada pembantu, mata ditutup dengan tangan
pembantu.

52
b. Telinga yang diperiksa dihadapkan ke pemeriksa. Telinga
yang tidak diperiksa :
 Tidak ada pembantu, ditutup dengan kapas dan
gliserin.
 Ada pembantu, telunjuk pembatu ditekankan pada
tragus penderita, kemudian digerak – gerakkan
sehingga timbul suara sebagai “masking”.
c. Penderita disuruh mengulang dengan suara keras dan
terang.
3. Pemeriksa (Dokternya) :
1. Cara membisikkan kata :
Kata- kata diucapkan atau dibisikkan dengan udara
cadangan dalam paru – paru sesudah ekspirasi normal
atau biasa. Diucapkan lambat – lambat dan terang, jangan
mulut ditutup.
2. Kata – kata :
 Suku satu atau dua untuk menghilangkan faktor
menerka, jangan kata – kata singkatan yang belum
dikenal, seperti : lettu,polri,dema,dll.
Banyak kata suku satu dijadikan suku dua :
o Stop – setop
o Klas – kelas
o Stang – setang
o Strum – setrum
o Strup – setrup
o Sport – seport
o Melk – melek
 Kata – kata yang dikenal penderita baik istilah atau
hubungan dengan pekerjaannya.
 Mengandung huruf lunak dan desis.
o Lunak : l, k, m, n, g

53
o Desis : s, f, c
Kata – kata Indonesia yang bersuku satu contohnya : nan
,es, yang, dan, bang, bung, cat, cap, gang, jam.

PELAKSAANNYA

Mulai jarak satu meter, semua mendengar mundur 2, 3, sampai


dengan 6 meter. Sebagai batas bila dapat mendengar 80% dapat
didengar, 4 dari 5 kata, 8 dari 10 kata, 16 dari 20 kata, dst.
Suara bisik 3 meter pada telinga kiri, artinya pada jarak 3 meter
telinga kiri dapat mendengar 80% dari kata – kata yang
dibisikkan. Sebagai kontrol, suara bisik 3 meter, maju ke 2 meter
dapat lebih 80%, mundur 4 meter kurang dari 80%.
2 m --------------------- 3 m --------------------4 m
90-100% 80% 70-60-50%
Apabila 1 meter tidak mendengar maka kita maju. Ad concham
dimuka telinga harus berteriak, tuli total 80 sampai dengan 100
dB.

54
Kuantitatif :
o 10 m – 6 m ---- normal
o 5m–4m ---- praktis normal
o 3m–2m ---- tuli ringan
o 1m ---- tuli sedang
o 10 cm ---- tuli berat
o 0 cm ---- tuli total.
Sebagai ilustrasi untuk menjadi mahasiswa FK/FKH Unair :
 Satu telinga 4 m yang lain minimal 4 m.
 Satu telinga 2 m yang lain harus 6 m, untuk pegawai
negeri satu telinga 1 m yang lain harus 6 m.
Kualitatif :
 Tuli konduksi
 Tuli persepsi, tuli saraf, tuli labirin, atau “sensory
neural hearing loss”.
16-32-64-128-256-512-1024-2048-4096-8192----20.000c/d
   mutlak   

Bas (speech frequency) discant

(huruf lunak) Percakapan sehari - hari (huruf desis)

Secara konventional (biasanya), sebelum ada audiometer.


1. Tuli konduksi, tidak mendengar huruf unak, tuli bas
Su – su didengar s – s
2. Tuli persepsi, tidak mendengar huruf desis.
Su – su didengar u – u
Sa – tu didengar a – ku
Ci – cak didengar ka – kak
Pada pemeriksaan calon mahasiswa FK/FKH Unair adalah tes
suara bisik yang dimodifikasikan.

55
KULIAH: TINGKAT V
JUDUL KULIAH: OTITIS MEDIA PURULENTA AKUTA
OLEH: dr. HARYONO KUSUMA

Definisi :
Merupakan keradangan atau infeksi yang mengenai
mukosa cavum timpani. Keradangan atau infeksi ini sifatnya
akuta yang diikuti dengan pembentukan mukopus didalam
cavum timpani.

Kuman penyebab :
Sebagai kuman penyebab sering dijumpai coccea,
seperti Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus dan
Diplococcus. Pada anak – anak sering juga dijumpai kuman
Hemophylus influenzae. Kuman – kuman anaerob juga tidak
jarang dijumpai pada penyakit ini, seperti golongan
Bacceroides fragillis.

Patofisiologi :
1. Penyakit ini biasa dimulai dengan ada infeksi saluran
nafas bagian atas (URI). Perluasan radang atau infeksi
dari hidung atau nasofaring kedalam cavum timpani
dimungkinkan akibat adanya hubungan langsung
antara hidung dan cavum timpani melalui Tuba
Eustachii serta persamaan jenis mukosa antara kedua
tempat tersebut. Keadaan ini disebut sebagai causa
rhinogen. Pada bayi dimana tuba Eustachius relatif
lebih lebar, lurus, pendek, dan posisi lebih horisontal,
maka susu dapat masuk kedalam telinga tengah
apabila bayi tersebut menyusu pada posisi berbaring.
Hal ini dapat pula terjadi bila bayi sedang muntah.
2. Meskipun jarang, penyakit ini dapat terjadi melalui
robekan membrana timpani terlebih dahulu, seperti

56
pada fraktur basis cranii, invasi kuman ke dalam
cavum timpani berasal dari meatus eksternus.
3. Penyakit ini dapat juga timbul secara hematogen.
Biasanya terjadi pada penyakit – penyakit yang berat
pada penderita – penderita dengan daya tahan yang
sangat buruk (Morbilli, dll).
Dalam perjalanan penyakit, otitis media purulenta akuta
dibagi menjadi 4 stadium :
1. Stadium Kataralis (Catarrhalis)
Dasar patofisiologisnya :
Keradangan yang mengenai mukosa hidung dan
nasofaring akibat adanya URI, juga diteruskan pada
mukosa tuba Eustachii dan cavum timpani. Akibatnya
mukosa tuba Eustachii mengalami edema dan edema
ini akan menyempitkan lumen tuba Eustachii itu
sendiri. Keadaan ini berakibat terganggunya fungsi
tuba Eustachii (fungsi drainase dan ventilasi).
Gangguan fungsi ini antara lain akan menyebabkan
kurangnya “supply”O2 kedalam cavum timpani. Zat
asam yang secara terus – menerus selalu dibutuhkan
untuk kehidupan mukosa cavum timpani makin lama
makin kurang, padahal “supply” dari tuba Eustachii
menjadi kurang lancar akibat edema tadi (oklusi).
Akibatnya tekanan udara didalam cavum timpani
menjadi berkurang (hipotensi), kurang dari 1
atmosfer. Keadaa ini disebut “vaccum”. Keadaan
“vaccum” ini mengakibatkan timbulnya beberapa
perubahan pada mukosa cavum timpani.
a. Meningkatnya permeabilitas tabung – tabung darah
dan limfe.
b. Meningkatnya permeabilitas dinding – dinding sel.
c. Terjadinya proliferasi sel – sel kelenjar submukosa.
Perubahan – perubahan yang terjadi pada mukosa
cavum timpani tersebut, mengakibatka terjadinya

57
perembesan cairan kedalam cavum timpani
(transudasi). Keadaa ini disebut “hydrops exvacuo”.

Klinis
Keluhan penderita :
Anamnesa :
Timbul gangguan yang dirasakan pada telinga.
Gangguan ini adalah akibat adanya “vaccum” dan
“Hydrop ex vacuo” yang berupa :
a. Telinga dirasakan penuh, seperti kemasukan air.
b. Pendegaran menjadi terganggu.
c. Kadang – kadang disertai perasaan nyeri pada
telinga (Otalgia).
d. Dirasakan adanya tinitus / grebeg – grebeg
Selain keluhan – keluhan yang dirasakan lokal pada
telinga,anamnesa mengenai adanya URI didahului
adanya keluhan telinga, sering kita dapatkan,seperti
panas badan, batuk, dan pilek.

58
Pemeriksaan Otoskopis :
Pada pemeriksaan otoskopi didapatkan gambaran
membran timpani sebagai berikut :
a. Membran timpani menjadi hiperemis
b. Posisi membran timpani berubah menjadi “retraksi”
( tertarik ke medial ), dengan tanda – tanda sbb:
1) Membran timpani tampak lebih cekung.
2) Processus brevis lebih menonjol.
3) Manubrium mallei lebih horisontal dan
lebih pendek.
4) Plica anterior tidak nampak lagi.
5) Reflek cahaya hilang atau berubah.
c. Kadang – kadang tampak adanya “air fluid level”
dan “air bubbles” didalam cavum timpani.

Terapi :
Berdasarkan patofisiologinya, terapi otitis media
purulenta akuta pada stadium kataralis ini ditujukan
pada pengembalian fungsi tuba Eustachii secepatnya.
Untuk maksud ini dipakai tetes hidung yang kerjanya
sebagai vasokonstriktor yang dapat mengatasi oklusi
tuba Eustachii akibat edema. Dapat dipakai solusio
Ephedrine 1 % pada orang dewasa dan 0,25 – 0,5 %
untuk bayi dan anak – anak. Obat – obatan yang lain
diberikan dengan maksud mengatasi URI- nya.
1. Stadium supurasi (bombans)
Dasar Patofisiologisnya :
Perubahan – perubahan yang mengenai mukosa
cavum timpani akibat adanya “vaccum” pada stadium
kataralis, menyebabkan menurunnya pertahanan
mukosa setempat (lokal). Kuman – kuman yang
datangnya dari hidung dan nasofaring (akibat salah
didalam cara membuang ingus), besar
kemungkinannya untuk mampu mengadakan
penetrasi kedalam jaringan mukosa cavum timpani.

59
Pus cepat terbentuk, sehingga tekanan didalam cavum
timpani berubah menjadi lebih tinggi (hipertensi).

Klinis
Anamnesa:
Penderita dewasa biasanya datang dengan keluhan
otalgia hebat. Penderita bayi atau anak – anak
menjadi rewel dan gelisah. Selain keluhan subyektif
ini, biasanya penderita juga mengalami febis tinggi.
Keluhan – keluhan yang dialami pada stadium
kataralis juga masih dirasakan, malahan kualitasnya
meningkat. Demikian juga URI yang diderita
sebelumnya masih ada.

Pemeriksaan Otoskopi :
Meatus Eksternus : Tidak didapati
sekret
Membrana timpani :
 Sangat hiperemis
 Tampak cembuh ke lateral (bombans)
 Kadang tampak adanya pulsasi

Terapi
Hipertensi didalam cavum timpani akumulasi pus,
menyebabkan penderita mengalami otalgia hebat dan
febris tinggi. Oleh karenanya perlu segera dilakukan
drainage muko-pus secepatnya dari cavum timpani.
Dilakukan insisi pada membrana timpani
(paracentesis) pada daera postero-inferior.
Antiobiotika mutlak harus diberika misalnya Penicillin
dalam dosis yang cukup. Drainage juga tetap
diusahakan melewati tuba Eustahchii dengam
memakai tetes hidung serta obat – obatan yang lain
untuk mengatasi URI-nya.

60
2. Stadium Perforata
Adanya dua kemungkinan, apabila paracentasis tidak
dikerjakan pada stadium bombans ialah :
 Penyakit dapat diatasi dengan antibiotika,
tetapi muko-pus yang mungkin masih tersisa
dapat mengalami organisasi dikemudian hari.
Akibatnya timbul jaringan ikat didalam cavum
timpani yang dapat menganggu sistem
konduksi.
 Tibul perforasi spontan pada membrana
timpani (Stadium Perforata).

Dasar Patofisiologisnya :
Tekanan yang tinggi pada cavum timpani akibat
kumpulan muko-pus, akhirnya menimbulkan lubang
perforata pada membrana timpani. Pus kemudian
mengalir ke arah meatus eksternus, sehingga keadaan
ini akan menurunkan tekanan didalam cavum timpani.

Klinis
Anamnesa :
Biasanya keluhan – keluhan yang dirasakan pada
stadium bombans kualitasnya sudah jauh berkurang,
akibat tekanan didalam cavu timpani telah jauh
berkurang. Otalgi telah berkurang, namu penderita
mengeluh adanya otorrhoe ( keluarnya cairan dari
liang telinga). Pendengaran penderita masih banyak
berkurang dan juga biasanya URI masih ada.

Pemeriksaan Otoskopis :
Meatus Eksternus : banyak didapati
muko-pus dan setelah dibersikan.

61
OTITIS MEDIA SEKRETORIA (SEROSA)

Penyakit ini sering terjadi pada anak – anak.


Terjadinya penyakit ini didahului oleh adanya
obstruksidari tuba Eustachii oleh sekret dari pilek – pilek
karena alergi, sinusitis paranasalis atau adenoid yang
membesar. Akibat dari obstruksi ini maka ventilasi cavum
timpani memalui tuba terganggu, udara dalam cavum
timpani akan diabsorbsi sehingga terjadi vakum, akhirnya
terjadi efusi cairan kedalam cavum timpani.

Diagnosa :
Keluhan dan gejala :
 Telinga terasa penuh seperti tersumbat, tidak ada
nyeri dan otorrhea
 Pendengaran menurun
 Kadang – kadang ada keluhan dari sinusitis,
adenoiditis,dll.

Pemeriksaan :
 Otoskopi :
o Tampak membrana timpani retraksi
o Bila ada cairan kadang – kadang permuakaan
cairan dapat terlihat.
 Pemeriksaan pendengaran : menunjukan adanya tuli
konduksi.

Terapi
1. Cairan dalam cavum timpani dikeluarkan dengan
paracentesis sekret yang keluar dihisap.
Sekret dapat berbentuk serous (encer) atau mukous
(kental). Bila sekrer berbentuk mukous ini dikenal
sebagai “Glue Ear”. Untuk menjamin drainase dari
sekret dan ventilasi dari cavum timpani dapat
dipasang tabung kecil dari polietilen yang disebut
62
“Gromet” pada lobang paracentese sampai fungsi tuba
normal kembali
2. Mengobati Penyebabnya :
a. Alergi : Hindari alergen,
desensitisasi
b. Adenoid yang besar : Adenoidektomi
c. Sinusitis : Irigasi sinus

Penutup
Masa penyembuhan otitis media purulenta akuta
berkisar antara 10 hari sampai 2 minggu. Lubang perforasi
apabila memang terjadi, kalau tidak besar masih ada
kemungkinan tertutup kembali oleh jaringan cicatrix. Fungsi
pendengaran apabila tidak ada sequele di dalam kavum
timpani akan normal kembali setelah 1-2 bulan.

63
OTITIS MEDIA PURULENTA KHRONIKA
Oleh: dr. Sri Harmadji

OMP khronika merupakan penyakit yang sering


dijumpai di masyarakat. Sering penderita tidak menyadari
bahwa dia menderita penyakit ini, baru sadar bila sudah ada
komplikasi.
BATASAN:
OMP khronika adalah keradangan atau infeksi khronik
yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum
timpani.
ETIOLOGI:
OMP khronika berasal dari OMP Akuta atau OMA
Serosa.
Kuman-kuman penyebab: Pseudomonas, Stafilokokus,
Proteus atau E.Coli.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya OMP Khronika:

1. Faktor Rinogen: yaitu infeksi saluran napas bagian atas


yang berulang-ulang mis: rinitis, adenoiditis, sinusitis.
Infeksi ini dapat menjalar melalui tuba eustachii ke
kavum timpani.
2. Faktor Eksogen: kebersihan dari liang telinga luar
(m.a.e) yang jelek, mis: sering mandi di kali, korek-
korek telinga dsb. Kuman-kuman masuk melalui
lubang perforasi ke dalam kavum timpani.
3. Keadaan umum yang jelek, mis: malnutrisi, K.P, DM,
dsb.

GAMBARAN PATOLOGI:
1. Perubahan pada membran timpani:
a. Perforasi sentral: perforasi pada pars tensa
b. Perforasi marginal: perforasi yang terjadi pada
pingir margo timpani. Ini menandakan bahwa

64
tulang pada margo timpani telah mengalami
destruksi.
c. Perforasi atik: perforasi yang terjadi pada pars
flaksida.
Disini menandakan bahwa sudah ada
kholesteatoma pada epitimpanum.
2. Perubahan pada mukosa:
a. Hipertrofi:
mukosa kavum timpani hanya mengalami
pembesaran sel.
b. Degenerasi:
mukosa kavum timpani mengalami degenerasi
dan berubah menjadi jaringan granulasi atau
polip.
c. Metaplasi:
mukosa kavum timpani mengalami perubahan
dari sel kuboid menjadi sel epitel dan dapat
terbentuk kholesteatoma.
3. Perubahan pada tulang:
a. Osteitis
b. Destruksi, nekrosis

PEMBAGIAN KLINIK
1. Tipe benigna (tipe tubo timpani, tipe hipertrofik)
-Perforasi sentral, perforasi pada pars tensa
-Mukosa kavum timpani menebal
-Tidak dijumpai granulasi atau kholesteatoma
2. Tipe maligna
a. Degeneratif
- Perforasi besar pada pars tensa
- Tampak ada granulasi atau polip pada
mukosa kavum
timpani
b. Metaplastik
- Perforasi atik/marginal

65
- Tampak ada pembentukan
kholesteatoma
- Sering disertai destruksi tulang pada
margo timpani
Ketulian ini berupa tuli konduksi. Tuli persepsi dapat pula
terjadi apabila sudah ada invasi radang ke labirin.
Pemeriksaan telinga (Otoscopi):
- Tampak sekret di m.a.e yang keluar dari lubang
perforasi
- Didapatkan perforasi membrana timpani dengan
berbagai variasi besar dan macamnya
- Mukosa kavum timpani dapat menebal, terbentuk
granulasi/polip atau didapatkan kholesteatoma.
Pemeriksan pendengaran:
Suara bisik, tes garpu tala, dan audiogram menunjukkan tuli
konduksi atau tuli campuran.

Foto mastoid (posisi Schuller):


Bila sudah ada mastoiditis, x foto mastoiditis akan tampak
mastoid yang sklerotik atau adanya rongga yang berisi
kholesteatoma.
Terapi:
1. Tipe benign (tubo timpanal, hipertrofik):
a. Stadium aktif
- Antibiotik
- Cari faktor-faktor penyebab:
 Faktor Rinogen: penanggulangan
sumber infeksi di hidung dan
sekitarnya, berantas URI.
 Faktor Eksogen: perawatan lokal
telinga dengan cara pembersihan
sekret dengan kapas (oor toilet)
kemudian diberi bubuk A.B.P
(acidum boricum pulvuratum)
sebagai desinfektan.
66
Pembersihan telinga dapat pula
dilakukan dengan dihisap atau
ditetesi dengan sol H202 3% (solusio
hidrogen per oksid).
b. Stadium tenang
Dianjurkan untuk operasi Miringoplasti, yaitu
menutup
perforasi pada membran timpani.
2. Tipe maligna
Operasi Mastoidektomia
Komplikasi:
- Matoiditis khronika
- Labirinitis
- Meningitis
- Abses otak

OTITIS MEDIA TUBERCULOSA

o.m. tbc adalah keradangan kronik dari kavum timpani


yang disebabkan mycobacterium tbc yang berasal dari tbc
paru. Kuman ini menjalar ke kavum timpani melalui tuba atau
hematogen.
DIAGNOSA :
Keluhan dan gejala :
 Otore : keluarnya sekret yang berbau busuk, tak ada
nyeri
 Pendengaran sangat menurun

Pemeriksaan :
 Otoscopi : Tampak sekret berbentuk serus, bila sudah
ada sekunder infeksi sekret dapat berbentuk purulent. Sekret
berbau busuk karena sudah ada destruksi tulang. Perforasi
membran timpani yang lebih dari satu lubang disebut
multiple perforasi.

67
 Pemeriksaan pendengaran : tuli berat jenis konduksi
atau campuran
 X foto thoraks : K.p

Terapi :
 Lokal : Oor toilet (pembersihan telinga), A,B,P
 Umum : Obat anti tbc

Prognosa :
Untuk pendengaran : jelek
Komplikasi :
O.M. tbc merupakan penyakit yang sangat progresif,
cepat mengadakan kerusakan tulang sehingga dapat merusak
kanalis N. Facialis sehingga dapat terjadi parese/paralisis N.
VII.

68
MASTOIDITIS KRONIK

Penyakit ini tidak dapat dipisahkan dari O.M.P. kronik dan


merupakan kelanjutan dari O.M.P. kronik. Kedua
penyakit itu disebut Oto mastoiditis kronik.
DIAGNOSA : sama dengan O.M.P kronik
TERAPI : Operasi mastoidektomi
Tujuan operasi :
1. Menghlangkan sumber infeksi
2. Mencegah terjadinya komplikasi
3. Sejauh mungkin mempertahankan fungsi pendengaran

MASTOIDEKTOMI
1. Rongga terbuka :
a. Mastoidektomi radikal :
Membersihkan jaringan patologi dalam cellulae
mastoideum, antrum dan kavum timpani. Seluruh
osiculus diangkat kecuali basis stapes.
Dinding posterior m.e yang membatasi kavum mastoid
dan m.e diangkat sehingga kavum mastoid, kavum
timpani dan m.e menjadi satu rongga
b. Matoidektomi radikal modifikasi :
c. Sama seperti diatas hanya osiculae yang masih baik
ditinggalkan, dinding posterior m.e diangkat sebagaian
sehingga diharapkan masih dapat dilakukan rekontruksi
dikemudian hari.
2. Rongga tertutup :
a. Mastoidektomi simple (schwartie)
Membersihkan jaringan patologi dalam cellulae
mastoideum kemudian dipasang drain.
b. Atiko-antrotomi
Selain membersihkan jaringan patologi dalam cellualae
mastoideum dilanjutkan dengan membersihkan dan
melebarkan antrum, aditus ad antrum dan epitimpani.
KOMPLIKASI
I. Ekstra kranial : komplikasi kearah inferior
69
1. Adanya kholesteatoma akan menimbulkan “oressure
necrosis” dan akan merusak cortex dari mastoid
sehingga akan terjadi abses subperiostalis. Abses ini
terbentuk didaerah planum mastoideum sehingga
disebut abses retro aurikularis. Aurikulum akan
terdorong kesisi yang sakit dan kepaaala miring kearah
yang sakit.
2. Kerusakan pada Tip (ujung) mastoid menyebabkan pus
masuk kedalam fascia m. Sternocleido mastoideum.
3. Apabila pus menembus m. Digastricus akan terjadi
abses moure, tindakan : insisi dari abses dilanjutkan
dengan mastoidektomi.
II. Intra Temporalis
1. Labirinitis : Penjalaran kearah medial ini terjadi karena
adanya fistula pada kanalis semisirkularis lateralis atau
pada foramen ovale akibat erosi dari kholesteatoma.
Keluhan : Vertigo, muntah- muntah, keluhan bertambah bila
kepala digerakan.
Pada mata terlihat nistagmus horisontalis.
“Fistula sign” positif : bila tragus ditekan secara mendadak
akan terjadi vertigo.
Tindakan : mastoidektomi.
2. Parese/ Pralisis N VII.
III. Intra kranial
Komplikasi kearah superior ini akibat dari erosi pada tegmen
oleh kholesteatoma sehingga terjadi penjalaran infeksi
langsung ke fossa kranial media dan posterior.
1. Abses ekstra dura :
Merupakan penimbunan nanah antara tegmen dan dura.
Keluhan : nyeri kepala dan telinga yang hebat
Tindakan : mastoidektomi dan dibuat drainase untuk
mengeluarkan nanah.
2. Meningitis :
Suatu keradangan yang merata pada ruang sub
arachnoid, penderita mengeluh nyeri kepala hebat,

70
muntah- muntah, dan febris tinggi. Mula- mula gelisah
lama- lama kesadaran menurun.
Didapatkan kau kuduk dan reflek patologis meningkat.
L.P : Liquor keruh, tekanan meningkat, protein meningkat,
glucose menurun, sel meningkat 100- 10.000/mm² sel-
sel polimorf.
Terapi : - segera mrs
- Antibiotik dosis tinggi
- Mastoidektomi dilakukan bila keadaan penderita sudah
tenang.

3. Abses otak :
Biasanya mengenai lobus temporalis.
Keluhan : nyeri kepala hebat, muntah- muntah.
Terapi : - dilakukan trepanasi oleh bedah saraf
- Mastoidektomi dilakukan bila abses sudah tenang.

71
KELUMPUHAN NERVUS FASCIALIS

Kuliah mengenai nervus fascialis telah dengan panjang


lebar diberikan oleh bagian saraf. Kuliah pagi ini ialah
mengenai kelumpuhan nervus fascialis, merupakan tambahan
kuliah, khusus ditinjau dari bidang otologi.
Kelumpuhan nervus fascialis akan menimbulakn
kelumpuhan otot- otot mimik di wajah kita. Selain
mengakibatkan deformitas diwajah kita, kelumpuhan saraf ini
juga mengakibatkan gagalnya atau tidak mampunya
penderita mengekspresikan perasaan- perasaan seperti
gembira, susah atau marah, kehidupan sehari- hari juga
banyak mengalami gangguan. Penderita menjadi sulit dalam
mengunyah makanan, mata menjadi kering, sulit menggosok
gigi dan lain lain. Ditambah dengan stress psikis yang
membebani dirinya akibat deformitas diwajahnya.
Oleh karena seorang dokter berkewajiban untuk
sedapat mungkin membebaskan gangguan ini secepatnya,
baik secara konservatif maupun secara operatif.
ANATOMI
Untuk lebih mempermudah pengertian pengertian
didalam segi diagnostik, terapi dan prognosa, perlu kiranya
dimengerti terlebih dahulu anatomi nervus fascialis,
khusunya perjalanannya di os temporalis.
Nervus fascialis berasal dari nukleus fascialis yang
terdapat pada pons yang berdekatan dengan cerebellum, dan
segera seteah keluar dari batang otak, saraf ini masuk porus
acusticus internus bersama sama dengan nervus Octavus.
Akibatnya dengan adanya tumor angulus pontocerebellaris
dapat mengganggu kedua saraf tersebut. Selanjutnya nervus
fascialis melanjutkan diri sebagai ganglion geniculatum dan
masuk kedalam canalis fascialis dari falopii. Mualilah
perjalanan saraf ini di dalam os temporalis. Perjalanan
didalam kanal tulang inilah yang menyebabkan saraf ini
gampang terkena lesi dengan akibat terjadinya parese atau
paralisa.
72
Dari ganglion genicuatum keluar cabang pertama dari
nervus fascialis, ialah nervus detrosus superficialis mayor
yang menuju ke glandula lacrimalis di mata. Dari ganglion
genculatum nervus fascialis melanjutkan diri sebagai pars
horisontalis nervus fascialis diadalam canalis fascialis pars
horisontalis.
sampai dibawah fossa incudis, dimana processus
brevis incudis berada, saraf ini membelok kebawah menjadi
pars verticalis nervi facialis dan selanjutnya keluar dari os
temporale melalui foramen stylomastoideum. Pada pars
verticalis nervus facialis ini memberi cabang yang kedua dan
ketiga, ialah nervus stapedius dan chorda tympani. Nervus
stapedius akan mensarafi musculus stapedius, sedang chorda
tympani akan menuju ke lidah.
Setelah keluar dari foramen stylomastoideum, saraf ini
masuk kedalam jaringan parotis untuk selanjutnya akan
mensarafi otot-otot mimik dan platysma didaerah leher.
INSIDENS
Kelumpuhan nervus facialis dibagi menjadi 2 jenis
kelumpuhan:
1. Jenis yang sentral
2. Jenis yang perifer

Insidens yang terbesar yang dijumpai adalah jenis


yang perifer. Angka- angka di kepustakaan menyebutkan,
bahwa kelumpuhan jenis perifer ini sebagian besar
disebabkan oleh lesi pada saraf sewaktu ia berjalan didalam
canalis facialis pada os temporale (sebab otogen). Angka ini
mencapai 90%. Oleh karena inilah dipandang perlu untuk
membicarakannya pada kuliah pagi ini.
ETIOLOGI
Berdasar pada lokalisasi lesi pada saraf, maka etiologi
kelumpuhan nervus facialis jenis perifer, dapat dibagi
menjadi:

73
1. Intracranial
Lesi terjadi antara nukleus facialis dan bagian saraf
pada porus acusticus internus. Biasanya akibat
tumor angulus pontocerebralis. Selain nervus
facialis yang terkena dan mengalami paralisa, juga
mengenai nervus octavus dan nervus trigeminus,
mengingat letak anatomisnya yang saling
berdekatan.
2. Extracranial
Lesi terjadi pada saraf setelah keluar dari foramen
styloideum. Hal ini dapat terjadi akibat operasi
pada glandula parotis pada tumor parotis.
3. Intratemporal
Lesi yang terjadi pada bagian saraf intratemporal
merupakan penyebab terbanyak dari kelumpuhan
nervus facialis.
Penyebab yang tersering adalah bell’s palsy, dimana
penyebab yang sebenarnya masih belum diketahui dengan
jelas. Biasanya yang terkena adalah pars verticalis didaerah
foramen stylomastoideus. Terjadi iskemi pada pembuluh
darah pada saraf sehingga terjadi kongesti dan kompresi pada
saraf mengingat bahwa saraf terdapat di dalam kanal tulang,
paralisa yang terjadi biasanya timbulnya mendadak dan
sering didahului dengan rangsangan dingin seperti pada
orang yang berkemah di gunung dll.
Penyebab paralisa yang intratemporal antara lain
adalah :
1. Trauma operasi pada operasi-operasi telinga
tengah dan mastoid seperti stapedectomi dan
mastoidektomi.
2. Trauma pada kepala akibat kecelakaan lalu lintas.
Disini sebagai contoh fractura os temporale yang
kemudian menyebabkan lesi pada nervus facialis
intratemporal.

74
3. Penyakit-penyakit infeksi didalam telingah tengah,
baik yang akut maupun kronis. Pada otitis media
akut paralisa mungki terjadi akibat dehiscensi yang
kadang-kadang didapati pada canalis fallopii.
Biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak. Pada
otitis media kronik dan mastoiditis, paralisa ini
banyak diakibatkan oleh adanya cholesteatoma
yang mampu mengadakan erosi pada tulang
sekitarnya termasuk canalis fallopii.
4. Herpes zoster oticum selain menyebabkan paralisa
nervus facialis, juga menibulkan dua gejala lain
yaitu terjadinya erupsi herpes pada meatus
acusticus externus dan ketulian jenis preseptif.
Ketiga gejala ini dikenal sebagai ramsay hunt
syndrome. Penyebabnya adalah virus dan lesi pada
saraf pada ganglion geniculatum.
5. Penyebab paralisa intratemporal yang lebih jarang
adalah tumor-tumor didalam telinga baik yang
benign maupun yang maligna

75
HIDUNG
Disusun oleh dr. R. Sunaryadi Tedjawinato

Pendahuluan
Hidung merupakan suatu bentukan yang paling
menonjol yang terdapat dimuka. Karena menonjolnya maka
sangat menarik perhatian orang yang memandang wajah
seseorang. Hidung ikut menentukan profil seseorang.
Demikian besar pengaruh hidung terhadap keindahan wajah
sehingga ada orang yang mengatakan bahwa bila terdapat
kesalahan bentuk hidung, maka tidak ada satupun yang benar
di muka. Selain itu karena bentuknya yang menonjol dimuka,
hidung sering menjadi korban trauma facialis. Yang lebih
penting lagi hidung merupakan pintu gerbang bagi saluran
pernapasan. Sebagai pintu gerbang, besar pula tanggung
jawabnya dalam proses pernapasan dan hal-hal yang ada
kaitannya dengan pernapasan.
Anatomi
Hidung merupakan suatu bentukan pyramid yang
berongga yang mempunyai rangka tulang rawan. Untuk
mempermudah pembicaraan, maka hidung kita bagi menjadi:
1. Nasus exernus (hidung bagian luar)
2. Cavum nasi (rongga hidung)
Nasus externus
Bagian hidung yang paling menonjol ke anterior, yang
merupakan puncak dari pyramid, disebut APEX NASI. Bagian
hidung yang berjalan kurang lebih lurus dari sini kearah
dorsocranial sampai tepat dibawah dari dahi disebut RADIX
NASI. Bagian hidung yang berjalan ke dorsal mulai dari apex
nasi sampai bagian tengah dari bibir atas disebut
COLUMELLA.
Tempat pertemuan antara collumela dan bibir atas
disebut BASIS NASI. Di kanan dan kiri columella terdapat
lubang yang disebut (ANTERIOR) NARES, yang dibatasi di

76
latero-superior oleh ALAE NASI dan bagian inferior oleh
DASAR CAVUM NASI.
Tegaknya hidung didukung oleh rangka hidung yang
terdiri dari OS NASALE kanan dan kiri, PROCESSUS
FRONTALIS MAXILLAE kanan dan kiri, CARTILAGO
LATERALIS NASI kanan dan kiri, CARTILAGO ALARIS NASI
kanan dan kiri dan SEPTUM NASI.
Cartialgo lateralis nasi
Tepi medialnya menjadi satu dengan CARTILAGO
SEPTI NASI, tepi cranialnya melekat erat pada permukaan
bawah dari os nasale dan processus frontalis maxillae.
Sedangkan tepi caudalnya terletak dibawah tepi cranial dari
CARTILAGO ALARIS NASI. Sehingga bila kita mengangkat
cartilago alaris nasi maka dengan mudah terlihat tepi ini
menonjol kearah cavum nasi. Tonjolan yang disebabkan oleh
tepi caudal cartilago lateralis nasi ini disebut LIMEN NASI.
Kadang-kadang diantara cartilago lateralis nasi dan cartilago
alaris nasi dibagian lateral, terdapat satu atau lebih tulang
muda yang disebut CARTILAGINES SESAMOIDEAE NASI.
Cartilago alaris nasi
Cartilago alaris major mempunyai bentuk seperti
sepatu kuda, karenanya mempunyai dua crura. Crus lateralis
lebar dan kuat dan merupakan rangka dari ala nasi. Crus
medialis lebih lunak dan terdapat disebelah caudal dari
cartilago septi nasi, dan merupakan rangka dari SEPTUM
MOBILE NASI.
Cartilago alaris minor bentuknya tidak teratur, kecil,
dterletak sebelah dorsal dari cartilago alaris major.
Apertura piriformis
Os nasale kiri dan kanan, processus frontalis maxilla
kanan dan kiri, processus alveolaris masillae tepi-tepinya
membentuk suatu lubang pada tengkorak yang berbentuk
seperti buah pir. Lubang ini disebut APERTURA PIRIFORMIS.
Digaris median apertura piriformis terdapat tonjolan yang
disebut SPINA NASI ANTERIOR.

77
Otot-otot pada nasus externus
Didapatkan 2 kelompok otot-otot yang bekerja pada
ala nasi:
1. Otot-otot dilator yang terdiri dari:
 M. Dilator nasi anterior dan posterior
 M. Procerus
 Caput angularis dari m. Quadratus labii
superior
2. Otot-otot konstriktor yang terdiri dari:
 M. Nasalis
 M. Depressor septi
Aliran darah nasus externus
A. Carotis externa dan interna keduanya memberikan
aliran darahnya ke nasus externus.
A. Carotis externa  A. Maxillaris externa  A.
Anguaris yang memberikan cabang-cabangnya :
 Ramus lateralis nasi
 Ramus alaris nasi
A. Carotis interna  A. Ophtalmica  A. Dorsalis nasi
Aliran darah balik dialirkan melalui v. Facialis anterior
yang berjalan bersama a. Maxillaris externa.
Aliran getah bening nasus externus
Aliran getah bening dari nasus externus melalui
pembuluh-pembuluh getah bening yang mengikuti jalannya v.
Facialis anterior ke lympho noduli submaxillaris. Didapatkan
anastomose dengan pembuluh-pembuluh getah bening dari
cavum nasi.
Urat syaraf nasus externus
Urat syaraf yang memelihara kulit nasus extrnus
merupakan cabang dari n. Trigeminus, yaitu :
 N. Opthalmicus yang memberikan cabangnya :
o N. Nasocilliaris
o N. Intratrochlealis
 N. Maxillaris  melalui cabang-cabang dari n.
Infraorbitalis.
78
Cavum nasi
Rongga hidung dibagi 2 bagian, kanan dan kiri digaris
median oleh SEPTUM NASI yang sekaligus menjadi dinding
medial dari cavum nasi dan dibentuk oleh :
 Di bagian superior oleh LAMINA
PERPENDICULARIS OSSIS ETHMOIDALIS.
 Di bagian anterior oleh CARTILAGO SEPTI NASI
(CARTILAGO QUADRANCULARIS)
 Di bagian posterior oleh VOMER
Sehingga dengan demikian septum nasi dapat dibagi
jadi pars cartilagenes dan pars osseus. Di bagian anterior
danri pars cartilagines terdapat daerah dimana terdapat
PLEXUS KIESSELBACH. Daerah ini disebut AREA LITTLE.
Tempat ini mudah kena trauma dan menyebabkan epistaxis.
Di bagian anterocaudal septum nasi mudah
digerakkan. Bagian ini disebut SEPTUM MOBILE NASI yang
dibentuk oleh crus medialis cartilago alaris nasi kanan dan
kiri dan jaringan ikat.
Cavum nasi merupakan rongga yang mempunyai:
 Dasar
 Atap
 Dinding lateral
 Dinding medial
Disebelah posteriornya terdapat CHOANE, berbentuk
bulat lonjong (oval) dan merupakan lubang yang
menghubungkan cavum nasi dengan nasopharynx. Sedangkan
di sebelah anteriornya terdapat NARES yang menghubungkan
cavum nasi dengan luar.
Dasar cavum nasi
Dibentuk oleh :
 Processus palatinus ossis maxillae
 Processus horizontalis ossis palatine

Atap cavum nasi

79
Bentuknya kurang lebih menyerupai busur yang
sebagian besar dibentuk oleh LAMINA CRIBROSA OSSIS
ETHMOIDALIS. Di sebelah anterior bagian ini dibentuk oleh
os frontalis dan posterior oleh os sphenoid. Melalui lamina
cribrosa keluar ujung-ujung n. Olfactorius menuju mucosa
yang melapisi bagian teratas dari septum nasi dan permukaan
cranial dari concha nasi superior. Bagian ini disebut REGIO
OLFACTORIA.
Dinding lateral cavum nasi
Dinding lateral dari cavum nasi dibentuk oleh conchae
nasi dan meati nasi. Conchae nasi merupakan tonjolan-
ttonjolan yang memanjang dari anterior ke posterior dan
mempunyai rangka tulang. Besarnya bervariabel. Yang
terbesar ialah concha inferior dan yang terkecil concha nasi
superior. Meatu nasi terletak dibawah masing-masing concha
nasi dan merupakan bagian dari cavum nasi.
Concha nasi inferior
Inilah yang terbesar diantara ketiga conchae nasi.
Mucosa yang melapisinya tebal dan mengandung banyak
venous plexus, membentuk jaringan cavernosus yang disebut
plexus cavernosi concharum. Rangka tulangnya melekat pada
os palatinus, ethmoid, maxilla dan lacrimalis.
Concha nasi medius
Inilah yang nomor dua besarnya setelah concha
inferior. Terletak diantara concha inferior dan concha
superior. Mucosa yang melapisinya sama dengan yang
melapisi concha nasi inferior. Rangka tulangnya sebenarnya
merupakan bagian dari os ethmoid.
Concha nasi superior
Inilah yang terkecil diantara ketiga concha nasi.
Mucosa yang melapisinya jauh lebih tipis. Rangka tulangnya
juga merupakan bagian dari os ethmoid.
Concha nasi suprema
Kadang-kadang diketemukan concha nasi yang ke-
empat. Bila ada, sangat kecil dan sebenarnya sebagian dari

80
concha superior yang terjadi karena concha superior
membelah jadi dua bagian.
Meatus nasi inferior
Ini merupakan rongga yang terdapat dibawah concha
inferior. Dekat ujung anteriornya bermuara ductus naso
lacrimalis. Muara ini sering kali dilindungi oleh lipatan
mucosa yang disebut katup dari hasner (PLICA LACRIMALIS
HASNERI).
Meatus nasi medius
Merupakan rongga tepat dibawah concha medius.
Dibagian anterior dinding lateralnya terdapat infundibulum
ethmoidalis dan sebelah postero superiornya terdapat bulla
ethmoidalis. Celah yang menuju infundibulum disebut hiatus
semilunaris. Infundibulum ini berakhir pada cellulae
ethmoidalis anterior
Sinus frontalis bermuara di bagian inferior, sedang
muara dari sinus maxillaris terdapat kira-kira di bagian
tengah, dimana terdapat juga muara dari sinus ethmoidalis
anterior.
Meatus nasi superior
Rongga ini adalah yang terkecil diantara ketiga meati
nasi. Terdapat tepat dibawah concha superior. Disinilah
bermuara sinus ethmoidalis posterior.
Recessus sphenoethmoidalis
Terdapat pada dinding lateral cavum nasi, diantara
atap cavum nasi dan concha nasi superior. Disinilah terdapat
muara sinus sphenoidalis.
Aliran darah cavum nasi
Cavum nasi mendapat darahnya dari :
 A. Ethmoidalis anterior yang merupakan cabang
dari a. Ophtalmica dan ini cabang dari a. Carotis
externa, yang mengalirkan darah ke :
o Atap cavum nasi
o Bagian anterosuperior dinding lateral
cavum nasi
81
o Septum nasi
 A. Sphenopalatina, cabang dari a. Maxillainterna
dan ini merupakan cabang dari a. Carotis
externa, yang mengalirkan darahnya ke dinding
lateral cavum nasi.
 A. Nasopalatina, merupakan kelanjutan dari a.
Sphenopalatina, mengalirkan darah ke :
o Sebagian dari atap cavum nasi
o Sebagian besar dari septum nasi
o Dasar cavumnasi dan disini mengadakan
anastomose dengan a. Palatina
descendens yang merawat dasar cavum
nasi dan bagian belakang dinding lateral
cavum nasi.
 A. Lateralis nasi, cabang dari a. Maxillaris
externa yang memberikan darahnya ke bagian
dinding lateral cavum nasi yang dekat dengan
nares.
 A. Pharyngea, cabang dari a. Maxillaris interna,
mengalirkan darahnya ke bagian posterior radix
nasi.
 A. Ethmoidalis posterior, cabang dari a.
Ophtalmica yang memberikan darahnya ke
bagian superior septum nasi dang bagian
superior dinding lateral cavum nasi.
 A. Nasale posteriores septi, cabang dari a.
Maxillaris externa, memberikan darahnya ke
bagian inferior dari septum nasi sepanjang
dasar cavum nasi.
Urat syaraf cavum nasi.
Innervasi dari cavum nasi oleh n. Trigeminus yang
memberikan cabang-cabang : n. Ophtalmicus dan n.
Maxillaris.
Sedang kedua urat syaraf ini beracbang lagi sbb :

82
n. ophtalmicus bercabang-cabang melalui n.
Ethmoidalis anterior yang bercabang-cabang menjadi :
 N. Nasalis interna medialis yang menginervasi
septum nasi bagian anterosuperior.
 N. Nasalis interna lateralis yang menginervasi
dinding lateral cavum nasi bagian
anterosuperior.
 N. Nasalis externa yang sebenarnya merupakan
cabang n. Nasalis interna lateralis yang
menginervasi kulit dorsum nasi.

N. Maxillaris melalui ganglion sphenopalatina


memberikan cabang-cabangnya :
 N. Nasalis posterior superior yang memunyai
cabang :
o Ramus lateralis yang menginervasi
dinding lateral cavum nasi bagian
posterior kebawah sampai conha
medius.
o Ramus medialis sering disebut n.
Nasoplatinus menginervasi septum nasi
bagian posterior dan kebawah sampai
dasar cavum nasi.
 N. Nasalis posterior inferior yang menginervasi
concha inferior dan dasar cavum nasi.
N. pharyngealis yang menginevasi choane.
N. alveolaris anterior superior melalui ramus nasalis
menginervasi meatus inferior.
N. infraorbitalis melalui ramus nasalis menginervasi
vastibulum nasi.
N. olfactorius, axonnya terdapat pada mucosa region
olfactoria yang kemudian bergabung jadi sabut-sabut yang
lebih besar melalui lamina oribrosa ossis, ethmoidalis sampai
ke bulbus olfactorius didalam fossa cranii anterior.
Aliran getah bening cavum nasi.

83
Getah bening dari bagian posterior cavum nasi
dialirkan ke dalam lymphonduli retropharyngici dan
lymphonoduli cervicalis profunda. Sedangkan dari bagian
anteriornya ke lymphonoduli submaxillaris.
Mucisa cavum nasi.
Cavum nasi seluruhnya dilapisi oleh mucosa, kecuali
nares dan vestibulum nasi dilapisi oleh kulit dimana tumbuh
rambut yang di sebut VIBRICAE.
Bagian lainnya dari cavum nasi dilapisi oleh mucosa,
yang epithelnya terdiri dari pseudostratified ciliated
columnar epithelium. Diantaranya terdapat sel goblet yang
menghasilkan lendir. Lendir ini mempunyai pH 6,5 dan
mengandung lyzozym yang mempunyai efek antiseptic.
Pada region olfactoria mucosanya dilapisi oleh
stratified aquamous epithelium dan olfactory cels.
Cilia
Tiap sel epithel mucosa cavum nasi mempunyai cilia
yang jumlahnya kurang lebih 250. Cilium ini mempunyai
panjang kurang lebih 6 micron dan lebar 3 micron.

84
Faal hidung

Seperti telah disebutkan didalam pendahuluan kuliah


ini, hidung merupakan pintu gerbang bagi saluran
pernapasan. Karenaya hidung mempunyai tanggung jawab
yang besar dalam proses pernapasan dan hal-hal yang ada
kaitanya dengan pernapasan. Sehubungan dengan ini maka
hidung mempunyai fungsi sbb:
A. Fungsi respiratoris (pernapasan).
B. Fungsi olfactoris
C. Fungsi resonansi suara
D. Fungsi drainage-ventilasi

A. Fungsi respiratoris
Fungsi respiratoris ini sering juga disebut “conditioning
the air”, yang berarti menyiapkan udara agar sesuai
dengan keadaan fisiologis paru-paru. Hal ini penting sekali,
karena kita hidup dialam yang keadaanya berbeda-beda;
dingin panas, kering, lembab, berdebu, berasap, banyak
kuman-kuman dll. Bila udara yang masuk ke paru-paru
tidak diubah keadaanya, tidak dibersihkan dari debu,
kuman dan lain-lain, maka akan dapat merusak paru-paru
dan sakitlah kita.
Fungsi respiratoris ini dilaksanakan dengan cara:
1. Mengatur banyaknya udara yang masuk
2. Menyiapkan udara supaya udara yang masuk ke paru-
paru sesuai dengan keadaan paru-paru. Hal ini
dilaksanakan dengan cara:
a. Menyaring
b. Membasahi
c. Memanasi.
3. Desinfeksi. Hal ini dilaksanakan dengan adanya :
Lender, enzyme, cilia, phagocyte dll.

85
1. Mengatur banyaknya udara yang masuk
Banyaknya udara yang masuk perlu diatur dan
disesuaikan dengan kebutuhan kita. Misalnya waktu
berolahraga membutuhkan lebih banyak oxygen, yang
dengan sendirinya membutuhkan lebih banyak udara.
Sedangkan waktu kita tidur kebutuhan ini lebih sedikit .
Hidung dengan adanya rangka hidung, maka
merupakan suatu saluran yang kaku dimana udara
pernapasan dapat keluar dan masuk dengan leluasa.
Bila tidak kaku, maka dinding cavum nasi itu jatuh
(collapse) dan menutup jalan udara pada waktu
inspirasi, terutama bila inspirasi dalam. Jalanya udara
di dalam cavum nasi, baik hawa inspirasi maupn
expirasi, ditentukan terutama oleh tiga factor :
 Pengaturan arah oleh nare,
 Bentuk cavum nasi,
 Nares, lagi pula dengan adanya limen nasi , maka
bagian depan cavum nasi ini lebih kecil dari
choane.

Karenanya dibagian depan cavum nasi ini akan terjadi


pembuntuan yang relatif, dan karena akan terjadi
perubahan tekanan intra nasal pada waktu bernapas.
Pada waktu inspirasi udara diarahkan kebagian atas
cari cavum nasi oleh nares. Kemudian udara mengalir
kearah posterior dalam bentuk busur yang lebar.
Dengan inspirasi yang lebih dalam maka akan lebih
banyak udara yang mencapai region olfactoria,
sehingga kitaakan dapat membau lebih jelas.
Sepanjang perjalanannya kea rah posterior, udara juga
mengalami pusaran-pusaran, sehingga dengan
demikian udara dapat mengadakan kontak sebanyak-
banyaknya dengan permukaan mucosa cavum nasi.
Arah dari udara expirasi, umumnya berlawanan dengan
arah udara inspirasi, tetapi berhubung dengan adanya
86
obstruksi relatif pada bagian anterior cavum nasi yang
disebabkan oleh nares dan limen nasi, maka udara
expirasi ini akan mengalami pusaran yang lebih banyak
dari pada udara inspirasi. Selain itu conchae nasi,
karena mengandung jaringa cavernous, maka dapat
membesar dan mengecil. Akibatnya cavum nasi dapat
melebar dan menyempit.

2. Menyiapkan udara supaya sesuai dengan keadaan paru-


paru.
a. Menyaring
Saringan pertama dilakukan oleh vibricae. Partikel
yang agak besar di vestibulum nasi oleh vibricae.
Partikel yang halus melekat pada lapisan lendir.
Partikel ini besama-sama dengan lender itu
didorong oleh cilia kebelakang.
b. Membasahi
Udara dari luar masih terlalu kering untuk mukosa
saluran pernapasan kita. Maka sebelum masuk
harus dibasahi dulu (dilembabkan) agar tidak
merusak mukosa saluran napas. Tugas ini dikerjan
oleh lender yang dikeluarkan oleh sel Goblet dan
selaput lender yang menguapkan air dari tubuh kita.
Bila udara sangat kering, mukosa pharynx jadi
kering dan kita merasa haus. Sebaliknya bila udara
dingin dan basah, dari hidung kadang-kadang
menetes air.
c. Memanasi
Udara diluar selain kering, juga terlalu dingin.
Kadang-kadang bahkan sangat dingin. Sedangkan
tubuh kita, juga paru-paru, mempunyai suhu 36-37
derajat Celcius. Pemanasan udara ini dilakukan oleh
conchae nasi dimana didapatkan banyak saluran
darah. Jadi yang dipakai ilah panas dari darah.
Betapa cepatnya proses pemanasan ini, telah

87
dibuktikan oleh penelitian seorang sarjana yang
menemukan : Udara yang dihirup melalui hidung
dari suatu ruangan yang bersuhu 20 derajat Celcius,
sesampainya pada glotti mempunyai suhu 32
derajat Celcius. Ini hanya berlangsung seper sekian
detik saja.

3. Desinfeksi
Udara pernapasan yang berasal dari udara luar dapat
mengandung kuman yang dapat membahayakan tubuh.
Hidung mempunyai tanggung jawab untuk
membersihkannya dari kuman-kuman dengan cara:
a. Kuman yang terbawa masuk bersama udara,
melekat pada mukosa.
b. Pada kenir yang terdapat mukosa, didapatkan
semacam enzym yang disebut Lyzozym.
Enzymini dapat membuh kuman itu. Demikian
efektifnya pekerjaannya, dapat terlihat separuh
bagian belakang cavum nasi sudah steril.
c. Suasana asam (pH 6,5) dari lender yang
terdapat pada mukosa hidung tidak cocok
untuk hidupnya kuman.
d. Cilia menggerakkan kuman dan kotoran yang
tertangkap atau melekat pada lender kearah
belakang, kea rah pharynx, ditelan dan masuk
kelambung melalui oesophagus. Asam yang
terdapat dilambung akan membunuh kuman
yang masih belum terbunuh hidung.
e. Pada submukosa terdapat phagocyte,
lymphocyte dan histiocyt yang semuanya
mempunyai fungsi untuk membunuh kuman.
f. Bila di submukosa kuman itu masi juga belum
berhasil dibunuh , maka pekerjaan ini akan
diteruskan ileh kelenjar regional seperti yang

88
telah disebutkan pada waktu kita
membicarakan anatomi hidung.

B. Fungsi olfactoris
Fungsi olfactoris ini masih sangat berguna pada hewan :
1. Untuk mempertahankan diri terhadap bahaya yang
mengancam jiwanya.
2. Untuk mencari makan, mempertahankan
kehidupannya.
3. Untuk mempertahankan species (jenis) nya.
Diwaktu-waktu tertentu, hewan betina
mengeluarkan bau yang khas. Dari jauh, yang jantan
mencium bau tadi dan dating menghampirinya.

Pada manusia, fungsi olfactoris ini sudah tidak begitu


utama lagi, tetapi arti psikologis masih tidak bias
diabaikan. Bau seseorang menaikkan atau menurunkan
daya tarik individu. Karena hal ini, industri parfum
maupun deodorant tampak maju di dunia.
Pada manusia syaraf pembauan ini bekerja sama dengan
syaraf pengecapan (Gustatorius). Sehingga ada yang
mengatakan fungsi “gustatorius” juga dilakukan oleh
hidung.
Penderita yang rusak syaraf pembauannya, mengeluh juga
hilangnya rasa pengecapan. Keterangannya adalah sbb:
Rasa enaknya makanan 25% dirasakan oleh lidah: asin,
pedas, manis dll., tetapi 75% karena di cium oleh hidung.
Ketika kita makan, udara dari makanan yang sedang
dikunyah, menguap naik ke nasopharynx, kehidung dan
tercium bau dari makanan itu. Kalau terjadi obstrucio nasi,
bau makan tidak tercium.

C. Fungsi resonansi suara.


Hidung seperti telah diterangkan sebelum ini, merupakan
suatu pyramid yang berongga. Rongga cavum nasi ini

89
besama-sama dengan sinus paranasalis, merupakan
resonator dari suara yang dihasilkan oleh larynx. Kalau
terjadi obstrucio nasi, suara akan jadi sangau (bindeng),
yang kita sebut rhinolalia ocelusa.
D. Fungsi drainage-ventilasi.
Sinus paranasalis mempunyai ostea pada meati nasi,
seperti yang telah diterangkan didepan. Kalau ada secret
didalam sinus paranasalis, maka akan keluar melalui
osteanya ke dalam cavum nasi selain itu udara dapat
masuk kedalam sinus paranasalis juga melalui ostea ini.

Pemeriksaan hidung
Setelah kita mengetahui/mempelajari anatomu dan
faal hidung, maka perlu kiranya mengetahui cara
pemeriksaannya sebelum kita dapat membuat diagnose
dan selanjutnya menujukan therapy penyakit-penyakit
hidung.
Pemeriksaan hidung terdiri dari :
1. Inopeksi.
2. Palpasi.
3. Rhinoscopia anterior.
4. Rhinoscopia posterior.
5. Transilluminasi – diaphanoscopia.
6. Pemeriksaan rontgenologis
7. Pungsi percobaan.
8. Biopsy
9. Pemeriksaan laboratories

1. Inspeksi
Perhatikan :
a. Perubahan kerangka dorsum nasi :
 Melebar (polip, tumor hidung lainya)
 Miring/menceng (fractura)
 Sadle nose

90
b. Luka-luka
c. Warna
d. Oedama
e. Sulcus naso-labialis.
f. Bibir atas : macerasi yang disebabkan oleh
iritasi kronis oleh sekret
2. Palpasi
1. Dorsum nasi :
2. Ala nasi. Bila ditekan sangat sakit pada furunkel
vestibulum nasi.

3. Regio frontalis (terhadap sinus frontalis).


 Menekan lantai sinus fontalis.
Dengan ibu jari. Tekan kearah medio
superior dengan tenaga yang optimal dan
simetris kanan dan kiri.
Pemeriksaan ini hanya mempunyai nilai bila
ada perbedaan reaksi. Sisi yang sakit (lebih
sakit) ialah yang pathologis.
 Menekan diding depan sinus frontalis
Dengan ibu jari. Dengan tenaga yang
optimal dan symetris kanan dan kiri. Pada
tempat yang symetris. Tidak boleh pada
foramen supra orbitalis. Pemeriksaan ini
juga nilai bila terdapat perbedaan antara
kanan dan kiri.
4. Fosca cranina (terhadap sinus maxmillaris).
Dengan syarat-syarat untuk melakukan
pemeriksaan seperti pada pemeriksaan sinus
frontalis.
Jangan menekan foramen infra orbitale.
Bila palpasi menimbulkan reaksi yang hebat, maka
dapat kita lakukan porkusi saja, dengan syarat-
syarat yang sama untuk palpasi

91
OBSTRUKSIO NASI (BUNTU HIDUNG)
DR. MULYARJO

Buntu hidung ialah keadaan dimana masuknya udara


inspirasi melalui hidung mengalami hambatan.
Menurut sifatnya, buntu hidung dapat terjadi akut atau
kronis, total atau paroial, bilateral atau unilateral.
Penyebab buntu hidung:
1. Kelainan bawaan. Misalnya : Atrosi koane
2. Radang. Misalnya : Rintis akut, Rintis alergi
3. Kelainan anatomis. Misalnya : doviasi septum nasi
4. Adanya masa dalam rongga hidung. Misalnya :
Polip, Tumor.
5. Benda asing.

Akibat-akibat buntu hidung :


Buntu hiudung dapat menyebabkan gangguan fungsi
atau kelainan pada hidung sendiri atau pada ortgan-organ
lain di sekitar hidung. Organ-organ yang terpengaruh ialah
mata, sinus paranasal, rongga mulut dan telinga.
Gangguan-gangguan pada organ-organ tersebut dapat terjadi
sendiri-sendiri atau bersama-sama, tergantung sifat dan berat
buntu hidung yang terjadi.
Akibat pada mata
Pada keadaan normal air mata yang diproduksi
disalurkan kedalam rongga hidung melalui DUKTUS
NASOLAKRIMALIS, Bila terjadi buntu hidung misalnya
oleh udem, duktuo tersebut dapat terbuntu. Akibat
keadaan itu penyaluran air mata terganggu, sehinggah
timbul akumulasi air mata. Terjadi EPIFORA.

Akibat pada hidung dan sinus paranasal


a. Terjadi gangguan resonansi suara. Timbul
RINOLALIA KLAUSA (OKLUSA) sehingga terjadi
gangguan pada pengucapan huruf-huruf NG, N, NY

92
dan M. Hal ini timbul karena pada waktu
pengucapan huruf-huruf tersebut, aliran udara dari
faring ke rongga hidung terganggu, sehingga tidak
ada resonansi. Contoh: Adenoid, Tumor nasofaring.
Kebalikan dari RINOLALIA KLAUSA ialah
RINOLALIA APERTA. Pada keadaan ini timbul
gangguan pengucapan huruf-huruf K, G, T, D, P, B,
karena pada pengucapan terjadi aliran udara yang
terlalu banyak dari faring ke rongga hidung. Contoh:
Celah langit-langit, kelumpuhan langit-langit lunak.
b. Terjadi gangguan ventilasi dan drainase sinus-sinus
paransal.
Pada buntu hidung dapat terjadi penutupan pada
ostin dari sinus-sinus paranasal. Hubungan rongga
sinus dengan udara luar terganggu.
Bila penutupan berlangsung lama terjadi resorboi
O2 dari sinus paranasal oleh mukosanya, sehingga
terjadi menurunan tekanan di dalam rongga sinus.
Timbul keadaan yang disebut Vakum sinus pada
keadaan ini penderita merasa nyeri pada daerah
sinus yang besangkutan. Selanjutnya akan terjadi
pelebaran pembuluh-pembuluh darah yang pada
mukosa. Terjadi hipermi dan diikuti dengan
transudasi. Adanya transudat di dalam rongga sinus
ini dinamakan EIDROPS EKS VAKUO. Bila kemudian
timbul infeksi kuman maka terjadilah SINUSITIS.
c. Terjadi gangguan pembauan (ANOSMIA/HIPOSMIA)
Hal ini terjadi karena udara yang terhisap tidak
dapat mencapai Regio olfaktoria di atap rongga
hidung.
d. Terjadi APROSEKSIA NASALIS. Keadaan dimana
penderita sukar memusatkan pikiran, mudah lupa,
lelah dan mengantuk karena adanya gangguan pada
hidungnya.

93
Akibat pada mulut
Bila hidung buntu total, penderita akan bernafas
melalui mulut.
Akibatnya semua fungsi hidung akan diambil alih oleh
mulut. Untuk membasahi udara pernafasan ludah akan
menguap, sehinggga makin lama mulut menjadi kering.
Penguapan ludah yang terus menerus mengakibatkan
terjadinya pembusukan sisa-sisa makanan. Mulut
berbau busuk (FENTOR EKS ORE). Buntu hidung yang
kronis menimbulkan terjadinya karang gigi karena
pengendapan mineral pada gigi-gigi sebelah bawah.

Akibat pada telinga


Akibat pada telinga disebabkan oleh pembuntuan
muara tuba Eustachius. Pembuntuan ini menimbulkan
gangguan drainase dan ventilasi dari rongga telinga
tengah. Terjadilah apa yang disebut OKLUSI TUBA.
Proses patologinya sama dengan gangguan pada sinus
paranasal. Bila timbul infeksi kuma terjadilah OTITIS
MEDIA.

TETES HIDUNG (“SUTTAE NASALIS”)


Tetes hidung mengandung zat aktif yang bersifat
vasokanstriktor.
Tujuan penggunaan tetes hidung:
1. Menghilangkan sementara buntu hidun
(simtomatis)
2. Membuka ostium sinus paranasal
3. Membuka ostium tuba Eustachius
Tetes hidung akan menghilangkan udem kukosa
karena vasekontriksi.
Beberapa peparat yang digunakan dalam tetes hidung
al:
1. Efedrin : Larutan ½-1% dalam NCL fis. Atau dalam
glukosa 5%

94
2. Oksimatazolin HCL : Lar 0.025% (AFRIN, ILLIADIN)
3. Kilomatozolin HCL : Lar 0.05% (OTRIVIN)
Disamping dalam bentuk tetes hidung, beberapa
preparat disediakan juga dalam bentuk obat semprot.
Kadang-kadang diberikan campuran antihistamin atau
kortikosteroid.
Adrenalin meskipun vasokanstriktor kuat dan bekerja
cepat tetai karena effenya cepat menghilang, tidak
digunakan sebagai tetes hidung. Disamping itu
adrenalin memberikan efek balik yang merugikan.

95
BENDA ASING RONGGA HIDUNG
Macam benda asing 1. Mineral, kertas, opon, plastic
2. Biji – bijian, kacang, biji asam
3. Binatang, pacet, larva.

Patologi
Setelah benda asing masuk ke dalam rongga hidung,
dalam beberapa hari akan timbul radang pada mukosa
hidung. Timbul sokret yang mukopurulen dan berbau,
kadang-kadang bercampur darah atau bahkan epitaksis.
Gejala gejala ini unilateral. Bila benda asing tinggal lama di
dalam rongga hidung, seterusnya akan timbul granulasi,
nekrosis mukosa, nekrosis tulang rawan. Benda asing yang
diliputi jaringan granulasi akan merupakan inti pembatuan
dan akhirnya terbentuk RINOLIT.
Gejala
Karena pada umumnya yang terkena adalah anak-anak
maka keluhan utama adalah hidung berbau. Kadang-kadang
ada keluhan pilek dengan ingus kental bercampur darah.
Keluhan unilateral. Bila benda asingnya berupa binatang,
penderita merasakan adanya iritasi dan gerakan gerakan di
dalam hidung. Pada pemeriksaa rinoskopianterior terlihat
mukosa yang hiperremi, mokopus, dan kadang-kadang
jaringan granulasi. Benda asing yang sudah agak lama
tertinggal di dalam rongga hidung kadang-kadang tidak
segera terlihat. Dengan membersihkan secret dan jaringan
granulasi benda asing akan dapat ditemukan. Binatang di
dalam benda hidung akan mudah ditemukan karena biasanya
enderita akan cepat di bawa ke dokter.
Tindakan
Benda asing biasanya dapat di keluarkan dengan kait
atau forsep. Tindakan dilakukan dengan anastesi local. Bila
penderita tidak kooperatif, tindakan dilakukan dengan
anastesi umum. Dalam mengeluaran benda asing di rongga
96
hidung, jangan mendorongnya kea rah belakang, karena
benda asing dapat terhisap masuk ke dalam trakea. Tidak
perlu tergesa gesa mengeluarkan benda asing dari dalam
rongga hidung, karena benda asing dapat tinggal lamadalam
rongga hidung tanpa bahaya.

97
Judul kuliah 1. Rhinitis acuta
2. Rhinitis acuta pada bayi
3. rhinitis dipertherica
Disampaikan Ny. Sri soekesi hernomo

(1) RHINITAS ACUTA

Tujuan Mahasiswa mengerti tentang rhinitis acuta yang


banyak terjadi di masyarakat dengan
kemungkinan komplikasi komplikasinya, agar
mengobat dan mencegahya
Isi kuliah 1. Definisi
2. etiologi – predisposisi – pathologi
3. gambaran banding
4. diagnose banding
5. therapy – prevensi
6. komplikasi – prognasa

(2) RHINITAS ACUTA pada bayi

Tujuan Mahasiswa mengerti gangguan rhinitis acuta


pada bayi agar dapat mengobati dan mencegah
komplikasi.
Isi kuliah 1. Keluhan
2. therapy
3. komplikasi

(3) RHINITAS DIPERTHERICA

Tujuan Mahasiswa mengerti tentang rhinitis


dipertherica dan bahayanya agar dapat
menanggulanginya.
Isi kuliah 1. Definisi
2. gambaran klinik
98
3. diagnose banding
4. therapy
5. komplikasi diagnose

RHINITIS ACUTA
Synonym Corysa acuta
Common cold
Definisi
Rhinitis acuta ialah radang akut mukosa cavum nasi
yang ditandai dengan gejala – gejala rhinorrea, opstruksinasi,
bersim – bersin dan disertai gejala umum seperti malaise, dan
suhu tubuh naik.
Etiologi dan predisposisi
Etiologi ada dua jenis mikroorganisme yang
menimbulkan rhinitis acuta ialah ;
1. Virus (filterable) ditemukan oleh krusno 1914
2. Bakteri terutama haemophylus influenza, steptoccus,
pneumoccus, dan sebagainya.
Pertama kali terjadi invasi virus yang merusakkan
pertahanan mukosa, kemudian bakteri mengadakan
infeksi sekunder
Penularan virus lewat droplet infection dan kontak
langsung dengan penderita
Disamping virulensi virus, faktor predisposisi
memegang peranan penting
Predisposisi
1. Faktor luar (environment)
a. Pengaruh atmosfer angina, suhu udara,
humidity, hujan, dan sebagainya.
Humadity optimal 45 % ; terlau kering misalnya
musim salju – mukosa kering, terlalu lembab –
keringat banyak- berangin-angin-kedinginan.

99
Common cold virus hidup lebih baik pada humidity
tinggi.
b. Ventilasi ruangan kurang, ruangan
kecil,tertutup, penuh orang , seorang sakit
serumah ketularan
c. Debu, gas yang terpenting adalah faktor dingin/
perubahan temperature dari panas ke dingin
yang mendadak. Karena dingin menimbulkan
reflex vasokontriksi – lschaemia jaringan – daya
tahan terhadap infeksi menurun. Percobaan
Pasteur- ungags ditulari anthrax baru dapat
timbul penyakit sesudah kakinya direndam air
dingin
2. Faktor dalam
a. Daya tahan tubuh (yang menurun)
- Kelelahan bekerja terlalu keras, belajar
sampai larut malam
- Kurang makanan bergizi
- Deficiensi vitamin A, c, dan d (A,C oxygenasi
jaringan, D parmeabilitas vascular)
b. Daya tahan local cavumnasi
- Alergi hidung
-obstuctie nasi khronis, adenoid, septum
devisiasi

3. Penyakit exanthemata
Rhinitis acute merupakan prodromal, misalnya
morbili, variola, varecola, scarlet fever dan sebagainya.

PATOLOGI
Pada stadium permulaan terjadi fase konstriksi yang
akan di ikuti faso dilatasi, edema dan meningkatnya aktifitas
kelenjar seromukous dan sel goblet. Kemudian terjadi
infiltrasi leokosit dan degenerasi epitel. Secret mula mula
100
encer, jernih (serous) kemudian berubah menjadi kental dan
lekat (mukoid) berwarna kuning mengandung nana dan
bakteri (mukopurulent). Toksin yang tebentuk akan terserap
dalam pembuluh darah dan limfe menimbulkan gejela – gejala
umum. Pada stadium resolusi terjadi proliferasi sel epitel
yang telah rusak dan mukosa akan menjadi normal kembali.

GAMBARAN KLINIS
Ada 3 stadium pada rhinitis acute
1. Stadium prodmal – pada hari pertama

Keluhan - Rasa panas dan kering pada cavumnasi


(=pengar + bahasa jawa)
- Bersin
- Hidung buntu
- Pilek encer jernih seperti air

Pemeriksaan (rhinoscopia anterior)


- Cavumnas sempit, terdapat secret serous
- Mukosa (concha inferior yang paling mudah
dilihat pada rDA) oedema dan hyperraemis

2. Stadium akut - hari kedua-empat

Keluhan - bersin-bersin berkurang


- Obstruksio nasi bertambah – akibat
obstruksio nasi akut misalnya hypomia,
gangguan gustatoris, rasa makanan tak
enak.
- Pilek kental kuning
- Badan tak enak, sumer-sumer

Pemeriksaan
- Cavumnasi lebih sempit,
sekretmucopurulent
101
- Mucosa lebih edema dan hyperaemis

3. Stadium penyembuhan (resolusi) – hari kelima – tujuh


gejala-gejela diatas berkurang (edema dan hyperaemis
berkurang - obstruksio berkurang, secret berkurang –
mongering).

Kadang-kadang Rhinitis Acuta didahului gejala


nasopharingitis. Disamping itu gejala lain menyertainta yaitu:
Pharingitis acuta dan Laryngitis acuta. Sehingga timbul gejala:
panas – batuk – pilek, yang sering disebut kena “masuk
angina” yang memang timbulnya sesudah kena angina dingin,
kehujanan, dan sebagainya. Tetapi adanya pharyngitis atau
laryngitis acuta tidak selalu didahului oleh Rhinitis Acuta.
Dapat pharyngitis timbul dulu atau laryngitis dulu, jadi
manifestasi penyakit dapat dimulai dimana-mana (hidung,
pharyax, larynx).

DIAGNOSA BANDING
Rhinitis Acuta pada stadium prodromal mempunyai gejala
yang mirip dengan syndrome allergi, yaitu: bersin-bersin,
rhinorrhea dan obstruksio nasi.

Perbedaannya ialah:
Rhin. Acut Syndrom Allergi
Lama berminggu-
minggu, bulan,
tahun
Waktu gejala 1-2 hari Semusim
tsb. (prodmoral) Berulang-ulang,
pagi sakit, siang
sembab, esoknya
kumat lagi
Sifat secret Mengental sesudah Encer terus
102
3-4 hari
Ada (panas,
Gejala umum Tidak ada
malaise)
Ada (dari
anamnesa, skin test
Allergen Tidak ada
pada rhinitis
allergica)

TERAPI
1. Lokal
Tetes hidung, Sol. HCl Ephedrin 1% dalam glucose 5%
atau PZ.
Berfungsi :
- melebarkan cavum nasi + meatus – prophylaxis
mid sinusitis
- ph sedikit asam-desinfeksi
2. Umum
a. Hindari tubuh kedinginan
- Mandi air hangat
- Makan hangat
- Pakaian hangat – jangan terbuka
- Tidur pakai selimut
- Lantai dingin pakai sandal, dan sebagainya
b. Symtematik : proparat ACETOSAL
- Sebagai : analgetik, antipyretic
- Mempunyai efek seperti Cortison – anti radang
o Menghilangkan cedera
Cara kerja : merangsang cortex adrenalis
memproduksi cortison.
Keuntungan
- Keuntungan lain : dapat dipakai untuk pencegahan
: segera minum acetosal sesudah
kedinginan/kehujanan, yaitu setengah jam sesudah
kedinginan, sesudah 2 jam taka da efek lagi.
103
Disini acetosal menghangatkan badan karena
menimbulkan vasodilate perifer.

Contoh resep :
R/ Salamid – salycil amide 300 mg
Antihistamin ½ tabl
Antihistamin - pehaclor
- antistine
- avil
Menghilangkan bersin-bersin

PREVENSI
1. Hindari kontak dengan penderita – isolasi penderita
sulit, lebih suka jalan-jalan.
2. Meninggikan daya tahan tubuh : hindari kelelahan, diet
bergizi.
3. HIndari dingin – minum acetosal.
4. Rumah sakit modern – sinar ultraviolet – membunuh
virus.
MPKM : anjuran sesaat membuat genteng kaca sesaat
di rumah-rumah penduduk.
Imunisasi – masih dikembangkan, belum memuaskan,
hanya meringankan saja.

KOMPLIKASI
1. Otitic media acuta
Akibat :
1. Langsung - Sisi yang salah : kedua lubang hidung
ditutup rapat dihembus kuat-kuat – secret cavum
timpani.
* sisi yang baik : disedot – secret ke belakang
masuk cavum orie diludahkan di sapu tangan
(disposibel).

104
2. Radang menjalar dari mucosa cavum nasi – naso
faring – tuba – cavum timpani (continuitas
mukosa).

2. Sinusitis paranasalis.
3. Infeksi tr. Respirotarius bagian bawah : larynge-
tracobronchitis pacumoni.
4. Akibat tak langsung pada penyakit-penyakit lain :
jantung, asma bronchiale, dsb.

PROGNOSE
Rhinitis acuta merupakan “self limiting desease”. Umumnya
sembuh dalam 7-10 hari. Tapi dapat lebih lama – 3 minggu
bila ada pharyngitis, laryngitis atau komplikasi lain.

RHINITIS ACUTA PADA BAYI


Bayi bukan orang yang kecil – penyakit sama minfestasi lain.
Gambaran klinik :
Keluhan ibu : anak rewel, menyedot sebentar-sebentar puting
susu – nangis.
Phatogenese : Reflek membuka mulut kalau kena putting
susu, menghisap tidak bisa, sering menangis Karena lapar dan
tidak bisa napas.
Terapi : Lokal – tetes hidung HCl Ephederin 1/8 %
seperempat jam.

Komplikasi :
1. Otitis media acuta lebih mudah daripada orang
dewasa. Ingat anatomi tuba.
2. Gastro enteritis, teori secret hidung tertelan.

Prevensi :
Penderita rhinitis acut kontak dengan bayi.
105
Ibu dengan rhinitis acut pakai masker.

RHINITIS DIPHTHERICA
DEFINISI
Radang akut yang spesifik mukosa cavum nasi dengan Coryno
bacterium diphtheriae. Khas ditandai dengan pembentukan
pseudomembran.

GAMBARAN KLINIK
Keluhan : pilek campur darah (secret hemorrhagis)
Pemeriksaan : pseudomembran dalam mukosa cavum nasi
melekat pada mukosa (yang nampak – concha inferior,
septum bagian depan, dasar cavum nasi bagian depan) bila
dilepas mudah berdarah. Kadang-kadang berbau busuk.
Diagnosa pasti : hapusan secret hidung (nose swab) – kultur –
kuman +
DIAGNOSA BANDING – secret hidung hemorrhagic.
1. Corpus alienum cavum nasi – biasanya unilateral
2. Dermatitis vestibulum nasi / kebiasaan anak korek-
korek hidung.

TERAPI
1. Isolasi (MRS bagian menular)
2. A.D.S. 20.000 U.
3. Antibiotika : Penicillin procain 300.000 – 600.000 U
selama 10 hari.

KOMPLIKASI DAN PROGNOSE


Prognose umumnya baik karena aliran lymphe cavum nasi
sedikit sehingga terapi tak menyebar (komplikasi dan gejala
umum tak ada).
Kerugian :
1. Dapat menyebar ke nasofaring – faring – larynx.
(periksa faring setiap hari)

106
2. Karena gejala ringan, tak berobat, tak mau masuk
rumah sakit (isolasi) – bahaya menular pada anak lain.

CATATAN :
Terapi disesuaikan dengan bagian ……. ruang menular.
Local penicillin tak diberikan Karena alasan :
1. Hanya bagian anterior yang tercepat
2. Bahaya sensitasi penicillin topical besar – disuntik bisa
shock

SYNDROMA ALLERGI

Syndroma allergi adalah kumpulan gejala-gejala pada


cavum nasi, yang pada dasarnya timbul sebagai manifestasi
adanya reaksi alergi.

PATOFISIOLOGI:

Seseorang yang kemasukan (peroral, inhalasi) atau


disuntikkan benda asing (allergen), selang beberapa lama
akan mengadakan suatu respon imun dengan jalan
membentuk zat anti (reagin, immunoglobulin). Zat anti ini
kemudian dapat bereaksi dengan benda asing tersebut
sehingga menimbulkan imunitas (kekebalan) atau alergi
(hipersensitivitas). Pada imunitas, zat anti memberi
perlindungan terhadap penyakit, sedangkan pada alergi zat
anti malahan menyebabkan penyakit.
Perkembangan alergi yang dimulai dengan
berkontaknya seseorang dengan allergen hingga
menimbulkan gejala penyakit, disebut sensibilisasi atau
sensitisasi. Di dalam jaringan mukosa maupun sirkulasi darah
penderita alergi didapati zat anti (reagin) yang bersifat sangat
107
spesifik dan invivo hanya dapat bereaksi dengan allergen
yang sesuai. Akibat reaksi ini terjadilah pelepasan zat-zat
mediator (histamin, bradykinin, dll). Zat-zat mediator ini akan
langsung bekerja pada organ target dan menimbulkan
macam-macam penyakit alergi antara lain rhinitis
vasomototica asma bronchiale, rhinitis allergica, dll.
Pada organ target tersebut akan ditemukan perubahan-
perubahan anatomis maupun fisiologis.
1. Dilatasi dan meningkatnya permeabilitas pembuluh
darah kapiler --- timbul oedema mukosa.
2. Meningkatnya aktivitas glandula seromucinous yang
bersama-sama dengan oedema mukosa akan
menimbulkan secret seromucinous yang jernih dan
encer.
3. Infiltrasi seluler: oesinophil.
4. Kalau kemudian diikuti oleh infeksi bakteri, secret
akan menjadi mukopurulen.

Proses ini akan berhenti kalau kontak dengan allergen


spesifiknya juga berhenti. Kalau proses ini terjadi berulang-
ulang dana tau diikuti pleh infeksi bakteri, dari oedem akan
menjadi fibrosis jaringan yang bersifat permanen.

PEMBAGIAN KLINIS :
Walaupun dalam 100 tahun terakhir ini allergologi
mengaami kemajuan yang pesat sekali, para sarjana belum
sepaham dalam melakukan klasifikasi penyakit alergi dalam
hidung. Zat anti (imunoglobulin) yang mana dan mediator apa
yang kiranya berperan dalam reaksi alergi ini, juga belum
diketahui dengan pasti. Disini diketengahkan pembagian
klinis berdasarkan perbedaan factor penyebab dan gradasi
gejala klinis yang ditimbulkan

108
Obstructio Bersin-
Rhinorhea
nasi bersin
Rhinitis
Hyperemica =
1. Rh. +++ + +
Medicamentosa
(R.H)
Rhinitis
2. vasomotorica ++ ++ ++
(R.V)
Rhinitis Allegica
3. + +++ +++
(R.A)

Istilah “ITIS” disini bukan berarti radang; ada yang


menyebut Rhinophathia.

RHINITIS HYPEREMICA
(RHINITIS MEDICAMENTOSA)

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB :
1. Rhinitis acuta yang diderita berulang-ulang.
2. Pemakaian obat anti hypertensive (Reserpin).
3. Rebound effect : pemakaian obat tetes hidung yang
lama dan berlebihan, misalnya adrenalin.

Gejala obstructionasi mula-mula hanya terjadi kalau


pederita berbaring, tidur susah dan ditambah dengan akibat-
akibat obstuctio nasi yang lain menyebabkan gangguan pada
pekerjaan.
Rhinoskopia anterior : tampak mucosa oedema hyperemi dan
concha nasi hypertrofi.
Therapi :

109
1. Hindarkan faktor-faktor penyebab, hati-hati memakai
tetes hidung, 3-4 bulan --- rebound effect.
2. Melonggarkan cavum nasi dengan cara :
a) Conchotomia (memotong sebagian concha inferior,
terutama cauda concha concha inferior); --- cavum nasi
menjadi longgar. Bukan conchotomi yang berarti
memotong seluruh concha inferior.
b) Caustik pinggir concha inferior dengan acidum trichlor
asetikum concentrate (air kristal) – luka bakar --- ulcus
--- sembuh dengan pembentukan cicatrix yang
mempunyai sifat kontraksi dan retraksi --- concha
inferior mengkeret --- cavum nasi longgar. Tidak boleh
dilakukan tiap minggu atau bulan, karena akan
merusak epithel; sebaiknya tiap 4-6 bulan sekali.

RHINITIS VASOMOTORICA

FAKTOR PENYEBAB :
Tidak spesifik --- non spesifik vasomotor rhinitis.
1. Sensitive terhadap perubahan hawa dingin (alergi
dingn). Perubahan hawa dingin sebagai trauma fisik
akan menyebabkan lymphocyte atau plasma cell
melepaskan mediator kimiawi yang pharmakologik
bersfat vasoaktif dengan akibat vasodilatasi,
meningkatnya permeabilitas embuuh darah kapiler ---
oedema, dan sekresi glandula secomucinous. Bangun
tidur pagi, keluar kamar atau membuka jendela terus
bersin-bersin 5-10 kali, pilek encer sekali dan akhirnya
hidung terasa buntu, siang hari keluhan hilang sendiri.
Jadi hanya sebentar, tetapi dapat berulang 3-4 kali
sehari.

110
2. Humidity / kelembaban udara yang tinggi : misalnya
hari akan hujan --- bersin-bersin.

Gejala : Bersin-bersin rinirrhea encer (watery), obstruction


nasi, rhinitis vasomotorica dan rhinitis allergic sering campur
artinya diderita pada satu orang.
Rhinoskopi anterior :tampak mukosa yang oedema dan
hyperemis.
- Tak ditemukan : Eosinophila

Therapy :
1. Hindari hawa dingin, mandi air hangat.
2. Outdoor training : olahraga di tempat / udara terbuka.
3. Habis kedinginan, dapat minum obat-obatan sebagai
pencegahan acetosal, salamid dan obat-obatan yang
dapat mengikat mediator kimiawi yang terlepas dalam
sirkulasi darah misalnya anti histamine, anti
bradikinin, anti serotonin dsb yang saat ini bisa
didapat pada satu preparat saja.
4. Tetes hidung sebagai vasoconstrictor, sementara dapat
mengurangi obstruction nasi.
5. Kalau obstruction nasinya berlangsung lama, dapat
dikurangi dengan caustic pinggir concha inferior atau
conchotomia.

RHINITIS ALLERGICA

PENYEBAB :
Spesifik, sensitive terhadap suatu allergen yang biasanya
berupa protein berberat molekul tinggi, misalnya :
- Pollen (tepungsari bunga) --- polinesia
- Debu rumah tangga (house dust) --- mengandung
kotoran-kotoran serangga (mite)
- Kapuk
111
- Bulu-bulu hewan piaraan : anjing, kucing, burung-
burung dsb
- Makanan (common food allergen) : seafood, telor, susu
dan beberapa macam buah-buahan.

Gejala-gejala yang terutama ialah bersin-bersin dan pilek


(rhinorrhea). Rhinoscopi anterior : tampak mukosa yang
pucat kebiruan. Ditemukan eosinophilia.
Terapi :
- Hindarkan allergen sedapat-dapatnya
- Dengan didahului sensitivity test dapat dilakukan
desensitisasi / desensibilasi terhadap allergen-allergen
tertentu.
- Untuk mengurangi gejala-gejala dapat dipakai obat-
obatan yag akan mengikat mediator kimiawi dalam
sirkulasi darah : antihistamin, antibradikinin,
antiserotonin dsb.
- Atau corticosteroid (tidak boleh terus-terusan dan
ingat kontra indikasi).
- Tidak boleh dilakukan caustic kalau tidak buntu.

Komplikasi : komplikasi yang bisa timbul sama seperti


komplikasi pada rhinitis acuta

KEPUSTAKAAN
1. Ballenger, H.C, and Ballenger, J.J, : Disease of the
NOSE, THROAT and EAR. 10th ed, Lea Fobiger,
Philadelphia, 1997, pp 130-137.
2. Boies, R.L. : Fundamentals of Otolaryngology, 3rd
ed. R.B. Saunders Co, Philadelphia and London.
1959, pp 191
3. Mandel, F.K. : Allergy of the Nose and paranasal
sinuses. 1st ed. St. Louis. The C.V. Horby Co. 1936,
pp 74-76

112
4. Imperatori, C.J, and Buron, H.J. : Disease of The
Nose and Throat 3rd ed. J.B. Lippincott Co.
Philadelphia London Montreal. 1935, pp. 38-42
5. Jackson and Jackson : Disease of the Nose, Throat
and Ear. 2nd ed. V. B. Saunders Co. Philadelphia and
London. 1959, pp 24-28
6. Nelcon, N. E. : Text book of Pediatrics. 7th ed. V. B.
Saunders Co. Philadelphia London, 1963, pp. 411-
420
7. Scott and Bround : Disease of the Ear, Nose and
Throat. 3rd ed. London Buttercost. 1972. The Nose.
Pp 211-221.

POLYPUS NASI
Polyp adalah pengertian morphologis (bentuk) yang
berarti panjang dan bertangkai.

FAKTOR PENYEBAB
Penjelasan yang pasti bagaimana polyp terbentuk
masih dalam perdebatan. Sampai saat ini yang dianut sebagai
teori penyebab timbulnya polyp adalah :
- Faktor radang kronis
- Faktor allergi

yang terjadi berulang-ulang (Bacterial allergy)


PATOFISIOLOGI :
Faktor allergi bakteriil yang terjadi berulang-ulang dan
lama, akan menimbulkan :
- Degenerasi mukosa
- Periphiepilis
- Perilimphangitis

113
--- yang menyebabkan aliran kembali cairan interstisiil
terhambat (congesti pasi) --- oedema --- penonjolan mukosa -
-- makin lama makin panjang --- bertangkai --- terbentuk :
1. Polyp
2. Cyste sebagai akibat penyumbatan saluran lymphe.

Derajat oedema ini untuk setiap tempat bervariasi tergantung


densitas / kepadatan jaringan ikat dan jaringan pembuluh
darah. Karena concha nasi inf & septum nasi mengandung
jaringan ikat padat, maka polyp jarang dijumpai pada organ-
organ tersebut.

MIKROSKOPIK :
Polyp berupa massa yang berasal dari mukosa hidung
dengan tanda-tanda oedem dan hypertropi, dilapisi epithel
cilindris dengan atu tanpa bulu getar ; kalau mengalami
metaplasi, epithel cilindris berubah menjadi epithel kuboid /
bertatah.
Stroma terdiri jaringan ikat yang direnggangkan cairan
interstisiil, dengan banyak saluran lymphe yang melebar,
tetapi miskin / sedikit pembuluh darah dan syaraf.
Didalamnya didapati tumpukan lymphosit, plasma cell dan
eosinophil dalam jumlah yang bervariasi.

MAKROSKOPIK :
Polyp berupa mucosa yang lunak dan licin, bening /
pucat (translucent), kadang-kadang berwarna kekuningan,
abu-abu atau kemerahan.
Polyp dibagi menjadi :
A. BENTUK :
1. Bentuk multiple : paling sering dijumpai, sering
berasal dari cellular ethmoidalis yang melaluiostium
kemudian keluar memenuhi cavum nasi.

114
2. Bentuk : biasanya berasal dari sinus maxillaries,
kemudian melalui ostium sinus
(Choanal polyp).

Dapat pula dijumpai polyp yang berasal dari concha medius.

B. PATOLOGI ANATOMI :
1. Jenis seromucous : permukaan licin, disentuh dengan sonde
lunak. Kalau pecah keluar cairan
seromucous --- kepala
2. Jenis fibeooedematous : permukaan kasar, disentuh dengan
sonde terasa padat, bila dipecah keluar
darah, tidak mengempis.
INCIDENCE :
Jenis kelamin : lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada
wanita.
Umur : banyak pada dewasa muda dan jarang pada anak-
anak.

GEJALA / DIAGNOSA :
Keluhan utama dapat berupa :
1. Obstructio nasi : bisa partial atau total tergantung
besar dan banyaknya polyp
2. Rhinorrhoe / pilek : yang terus menerus bisa sedikit
atau banyak secret bisa serous atau mucous
bertambah hebat kalau penderita terserang rhinitis
acuta atau timbul serangan allergi.

Gejala-gejala lain adalah gejala-gejala akibat adanya obstruksi


nasi, suara bindeng, caries gigi, batuk dan lain-lain. Semua
gejala-gejala ini bertambah secara lambat tetapi progresif.

115
PEMERIKSAAN :
1. Inspeksi : dorsum nasi tampak melebar --- hidung
gepeng, frog face deformity terutama polyp yang
berasal dari cellulae ethmoidalis.
2. Rhin. Anterior : tampat polyp multiple / solitaire, jenis
seromucous / fibrooedematous. Jenis fibrooedematous
ini harus dibedakan dengan concha nasi

Caranya : masukkan kapas yang dibasahi sol. Hcl.


Ephedrine 1% (vasoconstrictor) --- karena concha nasi
mengandung pembuluh darah lebar-lebar, akan
mengecil, sedangkan polyp tetap tidak mengecil.
3. Rhin. Posterior : Polyp dapat tampak di chane (mis.
Channel polyp)

DIAGNOSE BANDING :
1. Angiofibroma / angiofibroma juvenilis kadang-kadang
nampak seperti polyp jenis fibrooedematosa bedanya
AF / AFJ relative lebih mudah / sering berdarah.
2. Inverted cell papilloma : bentuk seperti polyp multiple,
tetapi mempunyai tendensi menjadi carcinoma
biasanya pada orang usia lanjut.
3. Caldwell hati-hati pada bayi, kalau ada bentukan polyp
dalam hidung ; ingat polyp jarang pada anak-anak /
bayi

TERAPI :
Terapi kausal belum ada, yang dapat dilakukan :
1. Extrctie polypi (cara paliatif : dengan lokal anaestesia)
(Xylocain : Ephedrine 1%) dijerat sedekat mungkin pada
dasar tangkai --- dicabut --- ditampon boorzalf.
2. Ethmoidectomi kalau polyp berasal dari sinus / cellulae
ethmoidalis
3. Operasi Caldwell luc kalau polyp berasal dari sinus
maxillaries.
116
KOMPLIKASI :
Jarang terjadi komplikasi ; kalau ada biasanya akibat adanya
obstructio nasi.
Misalnya : sinusitis paranasalis sebagai faktor reinfeksi otitis
media

RHINITIS CHRONIKA ATROPICANS


Ada 2 jenis : 1. Foetida (Ozaena)
2. Non Foetida

OZAENA
 Etiologi :
Yang pasti sampai saat ini belum diketahui.
 Faktor predisposisi :
1. Infeksi : Coccobasillus ozaena (Peres, 1889)
Klebsiela ozaena
(Henriksen&Gunderson, 1959)
2. Herediter
3. Malnutrisi / Avitaminosis A
4. Gangguan hormonal : wanita muda
5. Defisiensi Fe (1965)

Sampai saat ini faktor-faktor ini dinggap tidak


berdiri sendiri tetapi bersama-bersama
menyebabkan penyakit ini.
 PATOLOGI
Histologis Rhinitis Chronica Atropicans ini ditandai
dengan endarteritis dan periarteritis arterioles –
lumen menebal – obliterasi / mentup – atropi mucosa
concha nasi, kelenjar dan saraf.
 INSIDEN
Banyak ditemukan pada wanita muda / pubertas
♀:♂=5:1
117
 GEJALA / DIAGNOSA
1. Keluhan utama hawa napas berbau (Foetor
nasi) yang dirasakan oleh oang disekitarnya,
sedang penderita tidak membau.
2. Sebab ada anosmia
3. Hidung buntu (obstruksi nasi) karena banyak
crustae (secret yang kering) dalam cavum nasi
dan gangguan aliran udara (aerodinamika).
4. Pharynx terasa kering
RHINOSKOPI ANTERIOR
Perlu dibedakan dengan sinusitis maxillaries
kronik karena juga terdapat foetor nasi, tetapi
pada sinusitis maxillaris kronik biasana
unilateral, concha nasi udema dan hyperemi,
cavum nasi justru sempit.

 TERAPI :
Karena penyebab belum jelas, maka pengobatan
ditujukan pada factor yang diduga menjadi penyebab :
1. INH
2. Vitamin A 150.000 U – 200.000 U
3. Esterogen : oestradiol in arachis oil (10.000
U/cc)
4. Preparat Fe

R/ Natrium bicarbonate
Natrium chloride
Amonium chloride aaa 5
Aqua ad 200

CARA MEMAKAI :
1 sendok obat + 9 sendok air hangat ditaruh dalam
cawan disedot melalui hidung dan dibuang melalui
mulut, dua kali sehari.
118
Ada sarjana yang melakukan operasi yaitu
membuat cavum nasi menjadi sempit dengan cara :
a. Menebalkan septum nasi, atau
b. Membesarkan concha nasi, yaitu degan cara:
1) Menyuntikan sub mukosa paraffin
atau Teflon dalam pasta Glycerin
50%
2) Menyelipkan polythene atau
cartilage sub mucoperi chondrium.

Sayang terapi operatif ini tidak selalu memberikan


hasil yang memuaskan.
NON FOETIDA
 ETIOLOGI
Diduga karena cavum nasi terlalu lebar / luas missal
setelah:
1. Chonchotomi yang berlebihan missal pada R.H
2. Extratie polyp, pada polyp yang sangat besar
atau multiple / banyak
3. Radiasi

Perbedaan dengan ozaena ialah pada penyakit ini


tidak ada gejala anosmia dan secret tidak berbau.

“RHINOSCLEROMA”

Definisi : yaitu suatu penyakit infeksi kronis dan


progresif yang berbentuk granulamatus dari
mukosa saluran pernaasan bagian atas dan
bawah, dimana mukosa yang terserang akan
mengeras. Karena pengerasan iu maka penyakit
ini lebih tepat disebut SCLEROMA
RESPIRATORIUM.

119
Etiologi : Diplobasil Klebsiella Rhinoscleromatis.

Epidemiologi : Merupakan penyakit menular yang


banyak
didapatkan pada masyarakat yang padat
penduduknya dan socio ekonomi rendah, antara
lain petani dan kaum buruh.Di Indonesia banyak
didapatkan di Bali, Nusa Tenggara Barat,
Sulawesi Utara, dan Sumatra Utara.Di luar negeri
banyak dijumpai di amerika Latin, Hindia,
Pakistan, Afrika Utara dan Eropa Timur.

Insiden : Dapat mengenai semua umur, tetapi


terbanyak pada umur antara 15 sampai dengan
45 tahun.

Patogenesis : Basil ditularkan melalui droplet infection


dari secret penderita sewaktu berbicara, batuk
dan bersin.
Perjalanan penyakti berlangsung sangat lambat,
tetapi progresif, yaitu sekitar 15 sampai dengan
20 tahun.
Mukosa yang terserang akan melunak yang
lambat laun akan mengeras karena terbentuknya
sikatrik.
Perjalanan penyakit tersebut akan mengalami
beberapa stadium:
1. Rhinitis muko purulenta: dimana
terjadi perlunakan mukosa yang
terserang, uang ditandai adanya secret
muko purulenta dan bila mongering
akan terbentuk krusta yang
menimbulkan bau busuk (foeter).

120
2. Granuloma submukosum (stadium
moduler), berbentuk modul-modul,
yang pada permulaanya berwarna
merah kebiruan dan kenyal selanjutnya
akan menjadi kepucatan dan keras.
Gambaran histopatologi pada stadium
ini sangat khas, adanya:
- Hialino bodies dari Russel
- Sel Mikulicz (foal cell), yaitu suatu sel
makrofag yang besar dengan adanya
sitoplasma yang berbusa disertai
nucleus yang kecil yang terletak
eksentrik.
- Diplobasilus Klebsiella
Rhinoscleromatis didalam sel makrofag
tersebut, yang bersifat gram negative
dan akan lebih jelas terlihat pada
pengecatan / impregnasi perak.
- Bertambahnya jumlah sel plasma,
eosinofil dan limfosit, sedang sel PMN
dalam jumlah sedikit.
- Atrofi dan hiperplasi dari epitel
mukosa.
3. Scleroma (stadium sikatriks) dimana
terbentuk sikatriks yang bersifat
retraktif dan kontraktif, sehingga
terjadi perubahan bentuk/malformasi
anatomis dari organ yang terkena,
antara lain stenosis hidung, laring dan
bronkus.

Lokalisasi : Tempat-tempat yang klasik dan sering


terkena ialah hidung dan kemudian ke faring dan
laring, kadang-kadang trakea dan bronkus.
121
Pada hidung kelainan yang terjdi biasanya
dimulai pada tepi anterior dan mukosa hidung
dan menyebar secara bertahap ke bagian-begian
yang lebih dalam dari saluran pernafasan.

Gejala Klinik : Hanya terdapat keluhan hidung buntu


pada semua stadium yang disebabkan oleh:
-secret mukopurulen oleh
perlunakan mukosa
hidung.
-adanya nodul
-stenosis Karen sikatriks
Tidak dijumpai rasa sakit atau nyeri. Nyeri yang
terjadi karena adanya ulkus yang terjadi oleh
trauma korek-korek hidung dengan adanya
sekunder infeksi.
Bila terkena laring, suara akan menjadi parau
dan sesak nafas karena adanya stenosis laring.

Diagnosa : 1. Subyektif : berdasarkan gejala-gejala


klinik diatas.
2. Obyektif : didapat pembengkakkan dan
deformitas dari bibir atas,
vestibulum nasi, cavum nasi,
palatum molle, faring dan laing,
oleh kaena adanya ulkus dan
sikatriks.
3. Histopatologi: adanya hyaline bodies dari
Russelli Mikulicz sel dan
diplobasil gram negative.

122
Diagnosa banding :
- Lues : ada ulkus yang dalam dengan tepinya
kemerahan WR/Khan positif
- TBC : ulkus menggaung, tepi tidak rata dan kepucatan
- Rhinitis chronica stroficans : - Anosmia
- Feotor nasi
- Atrofi konka nasi
- Krusta yang
kehijauan

ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENILIS

SINONIM : - Basal fibroma


- Nasofaringeal fibroma

DEFINISI : suatu tumor nasofaring klinis ganas, karena


mempunyai potensi tumbuh secara ekspansif ( kuat, tetapi
histopatologis benigna ). Dimana terdiri dari pembuluh darah
berukuran besar seperti kapiler dengan hiperplasi endotel
dan stroma, yang terdiri dari fibroma dan sejumlah serat-
serat kolagen tanpa adanya elemen muskularis atau tunika
muskularis

ETIOLOGI : Belum diketahui secara pasti, ada yang


mengatakan tidak adanya keseimbangan dalam hormone seks
dan sistem pituary androgenic. Dimana tampak adanya
kecenderungan untuk mengalami regresi spontan dengan
matangnya seks

INSIDENS : - Banyak didapatkan pada umur sekitar 10-17


tahun
- Laki-laki didapatkan lebih banyak daripada
wanita

123
- Jarang pada bangsa Tionghoa dan banyak pada
bangsa Indonesia

LOKASI : Pada atap nasofaring dan pada umumnya


unilateral dan jarang pada garis tengah, antara lain pada
dinding lateral nasofaring

HISTOPATOLOGI :

Terdiri dari jaringan ikat yang udematus dengan


diantaranya didapatkan pembuluh-pembuluh darah yang
lebar, yang sangat bervariasi dalam besar, bentuk dan
distribusinya. Pada beberapa bagian dari tumor tampak
adanya pembuluh-pembuluh darah sebesar kapiler dan ada
yang saling berhubungan. Dinding pembuluh darah hanya
dilapisi oleh satu lapis endotel tanpa tunika muskularis. Pada
tumor yang tumbuh aktif lebih banyka dijumpai elemen-
elemen vaskular, tetapi dengan mengingkatnya usia jaringan
fibrus jadi lebih dominan dan jaringan vaskular mengalami
regeresi.

GEJALA KLINIK :

1. Sifat tumor pembuluh darah, yaitu adanya epistaksis


yang berulang-ulang dan hebat (80% penderita)
2. Sifat tumor yang tumbuh ekspansif :
- Ke lateral : menutup ostium tuba Eustachius dan akan
terjadi tuba oklusi, pendengaran berkurang sampai
otitis media
- Ke anterior : masuk ke dalam cavum nasi akan
menimbulkan obstruksi nasi yang unilateral, bila besar
bisa bilateral dengan gejala adanya “rhinolaliaocclusa”.
Mendesak septum nasi yang sehat akan menimbulkan
obstruksi hidung yang sehat
- Keluar dari vestibulum nasi atau lubang hidung
124
- Menutup ostium sinus paranasalis akan terjadi pan-
sinusitis dengan secret yang mukopurulen dan
cephalgia
- Menutup fissure olfactoria akan terjadi hiposmia
sampai ke anosmia
- Masuk sinus maksilaris dan terus ke fossa
sphenomaksilaris :
 ekspansi keluar menimbulkan pembengkakan pipi
dan terjadi malformasi bentuk muka yang disebut
“frog-face”
 masuk ke orbita akan menimbulkan phtisis bulbi
dan gangguan nervus optius
- Ke bawah : mendesak palatum molle kebawah,
sehingga terjadi bombans palatum molle, bila terus
kebawah akan menutup jalan nafas dan akan
mengakibatkan kesukaran bernafas dan juga gangguan
menelan
- Ke atas : mendesak basis kranii dan masuk ke cavum
kranii dengan segala akibatnya

DIAGNOSA :
1. Berdasarkan umur penderita, yaitu umur 10-17 tahun
2. Berdasarkan gejala-gejala subjektif seperti diatas
3. Berdasarkan pemeriksaan objektif pada rinoskopi
anterior dan posterior adanya tumor warna merah
ungu
4. Diagnosa pasti dengan biopsi
Dengan catatan, dilakukan di kamar operasi dengan
persiapan dan perlengkapan yang memadai, bila
sewaktu-waktu timbul perdarahan hebat yang sukar
dihentikan

PENGOBATAN :
 Obat-obat hormonal
125
a. Esterogen (diactyl-stilboostrol), dimana tumor
akan mengecil dan kecenderungan untuk berdarah
kecil. Keadaan ini berlangsung selama pengobatan
diberikan.
b. Zytonal (dimethyl-diaethyl stilboostrol) dimana
tumor menjadi sangat kecil sehingga mudah
dikeluarkan dalam operasi
 Radiasi : tumor mengecil dan perdarahan berkurang
 Pengangkatan :
- Peningkatan : sebagian besar timbul residif
- Operatif : jarang residif
Teknik operasi bermacam-macam tergantung
keadaan dan besar tumor. Cryo dan elektro
koagulasi bermanfaat pada operasi tumor ini dalam
menanggulangi perdarahan

CARCINOMA NASOPHARYNX

Carcinoma nasopharynx perlu diketahui oleh dokter umum


karena :
1. Banyak dijumpai di Indonesia, baik pada penduduk
pribumi ataupun keturunan cina.
2. Merupakan tumor ganas yang terbanyak dibidang THT
3. Sebagian besar penderita akan datang pada dokter
umum, baik pada stadium dini ataupun lanjut, jadi
dokter umum merupakan pos terdepan dalam
pelayanan kesehatan
4. Sebagian besar penderita datang kebagian THT atau
dokter THT dalam keadaan terlambat/stadium lanjut

ANATOMI
- Nasopharynx adalah suatu ruangan yang terletak
langsung dibawah tengkorak, dibelakang cavum
nasi diatas, palatum.
126
- Batas : - anterior : coana/nareos posterior
- posterior : setinggi columna
vertebralis C1-2
- inferior : dinding atas palatum molle
- superior : basis cranii ( os occipital dan
sphenoid )
- lateral : fossa rosonmuller kanan dan
kiri ( dibentuk os maxillaris dan sphenoid)

Dorsul dari torus tubarius didapat cekungan yang


disebut “fossa rosenmuller “ , didaerah ini didapat epitel
peralihan antara epitel berlapis pipih dan epitel silindris
bersilia, yang menurut beberapa pengarang merupakan
tempat asal dari tumor ganas nasopharynx.
Kira-kira 1-2 cm diatas fossa rosenmuler dijumpai foramen
lacerum, disana carcinoma nasopharynx akan mudah
menjalar/infiltrasi ke endocranium.

Catatan :
Saluran getah bening di nasopharynx berbeda dengan arteri
dan vena, yaitu aliran lympho disini tidak mengindahkan
garis tengah tubuh, sehingga bisa terjadi metastase ke leher
yang kontra lateral.

INCIDENCE :
Laki-laki : wanita = 2 : 1
Umur : rata rata 30-50 tahun
Tertua 79 tahun, tertunda 1 tahun.
Banyak pada bangsa Indonesia baik pribumi ataupun
keturunan tionghoa.

Faktor yang diduga berpengaruh terhadap terjadinya tumor


ganas nasopharynx :
1. Rasiul : banyak pada bangsa tionghoa.
127
2. Bahan carcinogenic : asap rokok dan lain-lain.
3. Virus : eipstein – barr virus.
4. Iritasi menahun : nasopharyngitis kronika
disertai rangsangan oleh asap, alcohol, Lombok,
mostur dan lain-lain.
5. Faktor hormonal : estrogen tinggi di tubuh.

PEMBAGIAN CARCINOMA NASOPHARYNX :


Berdasarkan histopatologi pada umumnya berbentuk
epidermoid carcinoma yang dibagi dalam :
- Woll differentiated epidermoid carcinoma :
-jenis keratinizing (carcinoma)
-jenis non keratinizing (non carcinoma)
- indifferentiated epidermoid carcinoma ( anaplastic
carcinoma ) :
-jenis transitional
- Adenocystic carcinoma

Yang jarang didapatkan yaitu jenis sarcoma.


Menurut bentuk dan cara tumbuh :
- Ulcerative
- Exophilik : tumor tumbuh keluar seperti polip
- Endophilik : tumor tumbuh dibawah selaput
lender, agak sedikit lebih tinggi dari jaringan
sekitarnya.

LOKALISASI : ( UICC )
1. Fossa rosenmuler
2. Sekitar tuba eustachii
3. Dinding belakang nasopharynx
4. Atap nasopharynx

GEJALA-GEJALA CARCINOMA NASOPHARYNX :


1. Gejala setempat yang disebabkan oleh tumor primer :
128
a. Gejala hidung :
- pilek-pilek dari salah satu atau kedua
lubang hidung yang turun
menurun,lendir dapat campur darah
atau nanah yang berbau.
- Epistaxis dapat sedikit atau banyak dan
biasanya berulang-ulang, dapat pula
berupa riak campur darah
- obstructif nasi unilateral atau bilateral
(eksophilik)
b. gejala telinga : - pendengaran kurang
- tinnitus aurium
- OMP.

2. Gejala-gejala karena tumbuh dan menyebarnya tumor


a. sifat expansif :
- ke muka tumor tumbuh ke depan mengisi
nasopharynx dan menutup coana sehingga
timbul gejala obstructif nasi.
- kebawah tumor mendesak palatum mole,
terjadi bombans palatum mole
b. sifat infiltratif :
- ke-atas: melalui foramen lacerum masuk
kedalam endocracium, maka terkena dura dan
menimbulkan gejala chepalgia yang berat.
Kemudian terkena N.VI terjadi
diplopia/strabismus.Kemudian terkena N.V
terjadi trigeminal neuralgia dengan gejala-
gejala nyeri kepala yang hebat pada daerah
muka,sekitar mata, hidung,rahang atas,rahang
bawah, dan lidah.

129
- ke samping : masuk ke spatium
parapharyngicum akan terkena N.IX, N.X
terjadi parese palatum mole, parese pharynx
dan larynx. Bila terkena N.XII terjadi deviasi
lidah kesamping/gangguan menelan.
c. gejala-gejala karena metastase melalui alirah getah
bening :
terjadi pembesaran kelenjar leher yang
terletak dibawah ujung planum mastoid,
dibelakang angulus mandibular, medial dari
ujung bagian atas m.sternocleidomastoidbisa
unilateral dan bilateral
d. gejala-gejala karena metastase melalui aliran darah :
maka akan terjadi metastase jauh antara lain
hati,paru-paru,ginjal,limpa,tulang,dsb

Dari gejala-gejala diatas kita bedakan antara :


I. Gejala dini : ialah gejala gejala yang dapat yang
dapat timbil di waktu tumor masih tumbuh dalam
batas batas nasopharynx, jadi berupa gejala-gejala
setempat yang disebabkan oleh tumor primer.
II. Gejala lanjut : ialah segala gejala gejala yang dapat
timbul oleh karena tumor telah tumbuh melewati
batas batas nasopharynx, baik berupa metastase
ataupun infiltrasi dari tumor.

Sebagai pedoman :
Ingatlah akan adanya tumor ganas nasopharynx bila dijumpai
TRIAS :
A. Tumor colli : gejala telinga, gejala hidung
B. Tumor colli : gejala intracranial, gejala hidung
atau telinga
C. Gejala intracranial : gejala hidungg, gejala
telinga
130
DIAGNOSTIK : susah dibuat
- Dokter umum : gejala tidak khas dan alat tidak ada.
- Dengan diplopia akan datang ke dokter mata
- Dengan chepalgia akan datang ke internis atau
neurology
- Nyeri gigi rahang atas bawah akan ke dokter gigi
- Dengan tumor colii datang ke bagian bedah, kulit
dan paru
Buat dokter dokter diatas sebaiknya ingat akan
pedoman TRIAS diatas.
- Datang ke Spesialis THT juga susah bila datang
pada stadium dini, karena dengan tumor tidak
tampak/susah dan pada biopsy sering negative.

Cara membuat diagnose :


a. Diagnosa klinik berdasarkan :
1. umur
2. gejala gejala klinik
-gejala dini dan gejala lanjut.
3. berdasarkan pemeriksaan :
Dengan rhinoskopi anterior dan rhinoskopi
posterior dapat ditentukan adanya, lokalosasi dan
besarnya dari carcinoma nasopharynx.Dipusat
dapat dengan nasopharynxgoscope dan X-foto.
4. CT-scan
b. diagnose histopatologi :
1. biopsi merupakan diagnose pasti
2. cytology : tentukan adanya keganasan, (tapi bisa
berasal dari lain tempat)
c. differential diagnose :
1. juvenile angiofibrome nasopharynx
2. angiofibromea nasopharynx
3. adenoid persisten
4. TBC nasopharynx
131
Terapi :
- Radiasi
- Cytostatika

Prognosa :
Pada stadium dini baik, dapat hidup lebih dari 5 tahun.
Pada stadium lanjut kurang dari 3 tahun.

Sinus Paranasalis

Anatomi

132
Gambar. Sinus paranasalis

Ada 4 pasang sinus paranasalis, 4 kanan dan 4 kiri.


a. Sinus maxilaris
b. Sinus ethmoidalis
c. Sinus frontalis
d. Sinus sphenoidalis

I. Keistimewaan masing-masing sinus.


a) Sinus maxilaris
- Yang paling besar
- Waktu lahir belum ada; hanya sebesar jagung
- Pada umur kurang lebih 3 tahun cavum
(rongga) sinus maxilaris mendekati ukuran
orang dewasa
- Pada orang dewasa : bentuk pyramide yang
terbalik
Atap = dinding atas sinus maxilaris basis atau
dasar orbita

133
Bawah = recessus alveolaris dekat akar
P2M1M2M3 paling dekat P2M1
b) Os. Ethmoidalis
- Waktu lahir sudah ada
Terdiri atas
- Lamina perpendicularis septi nasi
- Crista galli
- Lamina cribosa
- Celulae ethmoidalis dan concha superior,
concha media.
Dinding atas : basis cranii
Dinding medial : concha sup. Dan concha media
Dinding bawah : concha med. Dan bula ethmoid
Dinding lateral : lamina papyracea (antara
cavum orbita dan sinus ethmoidalis)
- Ada 2 golongan celulae ethmoid
Celulae ethmoid anterior : ostium dalam meatus
medius
Celelae ethmoid posterior : ostium dalam
meatus superior
Semua celulae ethmoid berhubungan satu
sama lain dan akhirnya berhubungan dengan
cavum nasi.
Anterior di meatus med yang ditutupi concha
media.
Posterior di meatus superior, medial dari
concha sup.
Dan berhadapan dengan ostium sphenoidalis.
Waktu operasi tidak bole masuk fisura
olfatorius dapat menyebabkan cribosa rusak.
-Liquor cerebro spin keluar.
-Timbul meningitis.

134
c) Sinus frontalis
- Waktu lahir belum ada
- Sesudah lahir : mulai bentuk pada umur 6 taun
-tidak sama besar
-sangat besar
-tidak berbentuk
Ostium dalam meatus med, lateral daru concha
med.
Ductus nasofrontalis : sempit dan panjang.
Dinding muka S.F paling tebal.
Belakang paling tipis
d) Sinus sphenoidalis
Dalam corpis os. Sphenoidalis
Terbentuk sesudah lahir
Besar lumen variabel
Ostium dekat meatus superior
Superior terdapat hypophysis
Kiri dan kanan posterior terdapat sinus cavernosus
dengan lateral NIII, IV, VI

II. Peranan ostia


1. Sinus sphenoid : ost. Dimuka dan ditengah,
drainase mudah
2. Sinus frontalis : ost. Dibawah, drainase mudah
3. Sinus ethmoidalis : dua ostia untuk banyak celluae,
drainase mudah
4. Sinus maxilaris : ost. Tinggi didekat atap, ostium
kecil, ostium tertutup concha med

III. Penggolongan sinus


Sinus golongan ant. : SM, S.Fr, S.Eth.ant
- Ostia dalam meat.med
- Lihat vestibulum nasi nampak dimuka
Sinus golongan posterior : S.Sphenoid. dan S.eth.post
135
- Ostia dalam meat superior

Modus Infeksi
(buat semua sinuse)

1. Mukosa cavum nasi continue dengan mukasa semua


sinus, jdi tiap-tiap infeksi di cavum nasi dapat pindah
dari cavum nasi ke semua sinus (rinogen)
Infeksi dipermudah
a) Cara mengeluarkan ingus yang berlebihan, sisi
terlalu keras dan sisi yang salah.
b) Sekret yang menumpuk karena dev. Septum
2. Untuk sinus max. Ada sumber infeksi lain.
- Berdekatan dengan akar graham P2M1
- Ostium sin.max dekat atap dan bermuara dalam
meatus med. Sehingga sekret sin. Frontalis
dapat mengalir kesinus maxilaris.

Sinusitis ethmoidalis
Teoritis penyakit ini pada orang dewasa
Pada anak jarang
Keluhan-keluhan dan gejala tidak khas, rasa sakit tidak khas
interpretasinya.
Therapi, dengan tetes hidung +analgesik + antibiotika
Bila kronis,
- Sekret + obstruksi nasi
- Ada pus dan polip di meatus medius
- Xray perselubungan sinus

Therapi kronis, ektrasio polipi dan ethmoidektomi.

136
Sinusitis frontalis
Jarang terjadi setelah umur 6 tahun.
1. Infeksi rhinogen melalui ductus nasofrontalis.
Waktu buang ingus sekret ditiup kedalam sinus .
Jarang karena ostium rendah.
Tapi faktor yang tak menguntungkan, ductus
nasofrontalis panjang dan sempit.
Faktor yang memperburuk gangguan drainase
Karena oedema, polip hidung, dev. Septi, concha
eodem
2. Patologi. Radang purulent
3. Diagnosa, subyek anamnesa –malaise, febris.
Sekretdan obstruksi nasi, cepalgia hebat.
Obyektif, SF nyeri tekan, RA mucosa hiperemi dan
oedem
Transluminasi, gelap pada yang sakit
Therapi, perbaiki drainase dan pemberian analgesik
dan antibiotik
Prognosis baik
Komplikasi, osteomyelitis frontalis

Sinusitis maxilaris
Insiden paling banyak.
Ada 2 penyebab :
a) Rhinogen, rhinitis akut, buang ingus sekret masuk ke
sinus
b) Dentogen , caries gigi

Posisi sinus maxilaris paling rendah, sehingga masuk sinus


maxilaris.
Drainase sinus maxilaris susah karena ostium tinggi dan
ditutupi concha medius
SINUSITIS MAKSILARIS ACUTA
Insidens: paling banyak, sebab ada
137
I. 2 infeksi modus
a. Rhinogen: ekstensi rhinitis acuta, buang ingus sekret
masuk
b. Dentogen: 1. Caries (ganggraena), apicitis P2 sampai
M3 (infeksi yang direct)
Rupture abcess pada apeks  anthrum
2. Rupture cyst dengan infeksi  anthrum
3. Post ekstraksi  pembentukan fistel akan
 anthrum
II. Posisi Sinus Maksilaris paling rendah, sekret sinus frontalis
dan ethmoidalis dapat masuk sinus maksilaris
III. Drainage sinus maksilaris susah:
- Ostium tinggi
- Ostium ditutupi concha medius
- Ostium ditutupi deviasi septi
- Ostium ditutupi polip
- 16 jam dalam posisi berdiri dan duduk
Radang akut pada mucosa
Radang purulen
Biasanya satu sinus yang sakit
Diagnosis:
a. Subjektif (anamnesa)
- Didahului keluhan rhinitis acute (yang rhinogen)
- Subfebril dan radang febris
- Sakit: di daerah pipi (satu sisi) sore max
- Sakit kepala (satu sisi) pagi min
- Sakit buat mengunyah: geraham atas
- Sekret mukopurulen yang haemorhagis
- Sekret mukopurulen yang bau (foetor)
- Obstruksi nasi

b. Objektif
- Inspeksi : sedikit oedema pada pipi

138
- Inspeksi : sedikit hiperemi pada pipi (jika kulit
putih)
- Palpasi : Fossa canina sakit, bila ditekan (jangan
tekan pada foramen infraorbitale)
- Rhinoskopi anterior: Vestibulum merah (kadang
ada sekret), Cavum nasi (mukosa), merah,
odematus, sempit, Pus dalam meatus medius
- Rhinoskopi posterior: Pus dalam meatus medius
- Pharynx: pus
- Tonsil: gelap pada perempuan, harus ada
perbedaan, pada laki-laki kadang-kadang sama
tetapi ada itis satu sisi. Pada laki-laki sama bila ada
penebalan tulang.
- X-foto (waters) perselubungan sinus yang sakit
(penilaian kadang-kadang susah)
- Masih ragu: irigasi percobaan  pus, bila itis dan
sekaligus sebagai terapi
-

Terapi
a. Konservatif
1. Perbaiki drainage: - Ephedrin 1% (teknik)
- Waktu tidur miring heterolateral
2. Umum: - istirahat
- Makana n lunak (bubur)
- Analgetik (Aslucod)
b. Aktif (irigasi sinus maksilaris) bila nampak mukopus
meatus medius
1x seminggu bila sakit hebat
Komplikasi irigasi: Emboli udara di pipi
Infiltrat air dipipi
c. Antibiotika (mempercepat sembuh)

139
Prognosis
Dengan terapi konservatif membaik sendiri , bila cepat ke
dokter
Bila tidak diterapi  kronis
Komplikasi
Jarang: T.S.C, OM
Profilaksis:
- Stadium rhinitis acuta  jamin drainage
- Singkirkan sebab-sebab obsruksi nasi
- Pelihara geraham-geraham dengan baik

SINUSITIS MAKSILARIS KRONIKA


1. Frekuensi: terbanyak karena
a. Drainage kurang baik
b. Sinusitis maksilaris akuta yang tidak diobati
Sinusitis maksilaris akuta oleh virus -----
pertahanan kurang
c. Faktor geraham
d. Posisi: paling rendah ---- reinfeksi dari sinus
lain (sinus frontalis)

2. Patologi:
a. Tidak ada perubahan pada tulang
b. Perubahan ada mukosa:
- Degenerasi cysteus
- Polip
- Fibrosis
- Metaplasi epitel

3. Diagnosis
a. Gejala subjektif:
Tidak tegas,
Tidak banyak (1-2, kadang-kadang 3 keluhan yang
samar-samar)
140
Lamanya keluhan: lama
- Sekret separo: tergantung posisi (anterios dan
posterior ke pharynx)
- Foetor
- Obstruksio
- Sakit (+)
- Febris (-)
b. Gejala objektif:
- Geraham caries
- Rhinoskopi anterior dan posterior: pus meatus
medius (variabel)
- Tonsil: gelap homolateral
- Palpasi: (±) sakit

4. Terapi: obat-obat tidak perlu, cabut geraham bila


dentogen
a. Irigasi 1x seminggu, 10-12 kali (teoritis)
- Antibiotik: tidak berguna
- Tetes hidung
b. Operasi (ektranasal): Cadwell Luc
Indikasi:
- Degenerasi mukosa irreversible (biopsi)
- Akar gigi atau sequester dalam sinus maksilaris
Kontraindikasi: - Anak dibawah 12 tahun,dalam hal
ini operasi intranasal (Clauc)
Orang tua hati-hati karena hipertensi 
perdarahan

Prinsip operasi Cadwell Luc:


- Via plica gingivolabialis
- Sinus dibuka pada fossa canina
- Semua mukosa dikorek
- Buat pintu dalam meatus inferior
- Irigasi 5hari post operasi
141
(tidak boleh lewat geraham yang dicabut  fistel)
Di Indonesia indikasi dipercepat: pasien sulit
datang, jarak jauh, soal ekonomi.

5. DD:
a. Ca sinus maksilaris
b. Ca Nasopharynx (untuk Indonesia)
Adalah: - Orang tua
- Sakit yang kontinu dan progresif di daerah pipi dan
kepala
- Sakit geraham tetapi objektif geraham sehat
- Keluhan yang mirip dengan sinus maksilaris kronik
tetapi sekret haemorhagic

Objektif:
Stadium agak lanjut:
Bengkak dinding lateral
Bengkak dinding anterior
Bengkak dinding medius (Concha inferior dan
meatus inferior)
Bengkak palatum durum dan proc. Alveol. ----
geraham goyang
X-foto: destruksi dinding sinus maksilaris
Stadium dini +/-

6. Biopsi: PA, modern : antroscopia

No. Sinusitis maksilaris Sinusitis maksilaris kronika


akuta
1. Gejala akut (2-3 Gejala kurang (minggu-
hari), febris bulan)
2. Gejala hebat: Gejala tidak hebat
cephalgia, sakit pipi,

142
sakit geraham atas,
obstruksi nasi
3. Gejala banyak sekali Gejala sedikit (1-2,
(± 10-15cm) beberapa)
4. Disekitar hidung Gejala mungkin jauh dari
hidung
- Cephalgia ocipital
- Batuk

SINUSITIS PADA ANAK-ANAK


1. Sinusitis pada anak-anak
a. Anatomi:
- Sinus frontalis 6tahun
- Sinus ethmoidalis sudah ada waktu lahir
- Sinus maksilaris pada umur 3tahun sudah besar,
mendekati ukuran dewasa
b. Dalam buku pelajaran kurang diperhatikan

2. Anamnesa:
- Heteroanamnesa (ibu), mungkin anak mengeluh bila
diatas 7 tahun, bila 7 tahun tidak mengeluh
- Sinusitis ethmoidalis akuta luput dari perhatianOrang dewasa
Sinusitis ethmoidalis kronika tidak khas
Sinusitis maksilaris akita biasanya bilateral
Heteroanamnesa ibu Pilek
Panas
Anamnesa 7tahun Batuk Rhinitis akuta

Diagnosa sulit: dokter umum, dokter anak, dokter THT


Sinusitis maksilaris kronik
Etiologi : Rhinogen
Keluhan kronis : hetero anamnesa
Pilek berbulan-bulan, sekret kental dan hijau
Keluhan obstruksi nasi : - bindeng, ngorok, tidur
menganga
143
- anoreksia
- kurus
Batuk-batuk terutama malam
Jadi keluhan-keluhan tidak khas, mirip keluhan
adenoiditis kronika.

Pemeriksaan :
Inspeksi darah pipi : Taa.
Bibir atas dan vestibulum nasi basah
dan maserasi
Inspeksi cavum nasi : sekret kental, hijau, bilateral.
Palpasi : Sinus maksilaris sulit diinterpretasi, tak ada
kooperasi
Rhinoskopi anterior : kadang-kadang dapat
Rhinoskopi posterior : sulit
Transiluminasi : interpretasi sulit
X-foto kadang-kadang interpretasi sulit karena anak
bergerak atau kabur
DD : Adeinoditis kronis, Rhinitis alergica
Ingat sinusitis maksilaris kronis :
bila anak pilek lama (berbulan-bulan), biasanya 3
minggu baik
seket kental hijau
batu-batuk yang tidak dapat diterangkan
Bila ragu-ragu : irigasi percobaan ( Narcose )
Terapi :
1. Irigasi
2. Antibiotik 1 seri, bila belum pernah
3. Operasi Clauc.
Adenotomi, bila adenoid menyebabkan obstruksi
nasi, ini menyulitkan penyuluhan.

144
TRAUMA NASI
Disusun oleh
dr. R. Sunaryadi Tejawinata

Hidung merupakan bagian yang paling menonjol dan


tidak terlindungi dan terdapat di bagian tengah muka.
Karenanya sering menjadi korban trauma baik waktu bayi itu
lahir, maupun pada kecelakaan lalu lintas, olah raga dll.
Trauma yang mengenai hidung tergantung pada kekuatan dan
arahnya dapat mengakibatkan kelainan – kelainan pada:
1. Jaringan lunak yang terdapat pada bagian luar hidung
(nasus externus):
- Luka terbuka
- Hematoma
2. Rangka hidung:
Fraktura nasi dengan atau tanpa disloaksi
fragmennya
3. Septum nasi yang melekat pada rangka hidung:
- Deviatio septi nasi
- Hematoma septi nasi dan abscesus septi nasi
4. Mucosa yang melapisi rongga hidung (cavum nasi):
- Robekan (laceratio) dari mucosa
- Epistaxis

FRACTURA NASI
Sudah menjadi kebiasaan fractur pada daerah hidung
disebut fractura nasi. Meskipun fraktur itu tidak hanya terjadi
pada os nasale, tetapi juga pada processus frontalis maxillae,
tulang rawan dan tulang yang membentuk septum nasi.
Bagian – bagian mana dari rangka nasus ecternus dan septum
nasi yang mengalami kelainan akibat trauma, tergantung
pada:
1. Arah trauma
145
2. Kekuatan trauma

Trauma dari lateral


Bila pukulan dari lateral maka akan menyebabkan
hidung mengalami dislokasi kesebelah lainnya dengan fraktur
dari os nasale dan processus frontalis maxillae dengan pada
sisi darimana pukulan datang fragmennya menumpang diatas
bagian yang stabil dari processus frontalis maxillae.
Sedangkan pada sisi lainnya fragmen berada di bawah bagian
yang stabil dari processus drontalis maxillae. Bagian septum
nasi yang dekat dengan dorsum nasi akan bergeser searah
dengan arah pukulan sedangkan pada dasar cavum nasi
septum nasi “anjlok” kearah yang berlawanan dengan arah
pukulan dan menyebabkan obstruction nasi pada sisi itu.
Trauma dari frontal
Pukulan dari arah frontal sering menyebabkan akibat
yang lebih hebat. Tergantun pada kekuatan pukulan itu, maka
fractura nasi yang terjadi dapat dibagi menjadi tiga tingkatan:
Tingkat I
Os nasale “ambles” melebar dan menumpang di atas
processus frontalis maxillae. Septum nasi juga
mengalami fraktur dengan fragmennya tumpang
tindih.
Tingkat II
Disini processus frontalis maxillae juga mengalami
fraktur dengan dislokasi fragmennya ke lateral,
sehingga hidung nyata menjadi datar. Sedangkan pada
septum nasi terjadi fraktur yang lebih hebat.
Tingkat III
Pada tingkat ini kerusakannya paling hebat. Selain
kelainan yang terdapat pada tingkat II, processus
frontalis maxillae masuk ke dalam sinus maxillaris.
Selain itu, terjadi dislokasi cellulae ethmoidalis
anterior dan os lacrimalis ke lateral, yang
146
mengakibatkan hidung jadi sangat datar dan jarak
antara kedua capthus medialis jadi lebar. Tepi cranial
os nasale masuk ke bawah tepi caudal os frontalis,
sehingga dorsum nasi menjadi pendek. Kadang –
kadang juga terjadi cerebrospinal rhinorrhoe akibat
dari robeknya dura.

Gejala – gejala
1. Anamnestis ada pukulan/trauma pada hidung
2. Epistaxis. Umumnya kanan dan kiri
3. Hematoma pada kulit hidung, kadang – kadang juga
palpebral
4. Obstructio nasi yang diakibatkan oleh:
- Gumpalan darah
- Dislokasi dari rangka hidung dan septum
- Hematoma septi nasi
5. Hyp-/anosmia disebabkan oleh:
- Obstructio nasi
- Kerusakan pada n. olfactorius
6. Perubahan bentuk (deformitas) hidung, dengan
dislokasi ke salah satu sisi atau menjadi datar
7. Pada palpasi teraba crepitasi
8. Pada rhinoscopia anterior terlihat:
- Darah di dalam cavum nasi. Umunya kanan dan kiri
- Dislokasi/fraktur dari septum nasi dan rangka –
rangka hidung, sehingga cavum nasi jadi sempit
- Robekan mucosa
- Mungkin juga terlihat hematoma septi nasi
9. X-foto berguna untuk kasus yang berat dan hanya
merupakan pelengkap dari pemeriksaan klinis.

Therapi
Reposisi dilakukan secepat mungkin. Bila sudah terjadi
oedema, tunggulah beberapa hari (4-7 hari) sampai oedema
147
berkurang, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan dengan
lebih baik. Pada kasus – kasus yang berat perlu dilakukan
bedah rekonstruksi.

Therapi
Reposisi dilakukan secepat mungkin. Bila sudah terjadi
oedema, tunggulah beberapa hari (4-7 hari) sampai oedema
berkurang, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan dengan
lebih baik. Pada kasus – kasus yang berat peru dilakukan
bedah rekonstruksi. Demikian pula pada kasus yang sudah
lama.
Cara reposisi
Bisa dilakukan dengan anesthasi local (sol.tetracaine
ephedrine 1%) atau dengan anesthesi umum.
Elevator tumpul dimasukkan ke dalam cavum nasi
untuk mengangkat os nasal eke tempatnya dengan tangan
kanan, ibu jari tangan kiri mengadakan kontrol supaya bentuk
hidung semitris dengan menekan os nasale contra lateral.
Selain dengan mempergunakan elevator, untuk
reposisi dapat juga dipergunakan asche forceps untuk
meluruskan. Septum nasi dan walshom forceps untuk reposisi
os nasale.
Setelah dilakukan reposisi, untuk mempertahankan
posisi itu dipergunakan internal fixation dengan tampon
boorzalf yang berguna selain untuk immobilisasi juga untuk
menghentikan epistaxis. Selain itu dipergunakan juga
eksternal fixation dengan nasalsplint. Ini dipertahankan
selama 4-7 hari.

EPISTAXIS
Sinonim
- Haemorrhagia nasi
- Nasal hemorrhage

148
Definisi
Epistaxis yalah keluarnya darah dari cavum nasi.
Bukan suatu penyakit tetapi merupakan gejala yang
tibul akibat suatu penyakit atau penyebab.
Penyebab
I. Lokal
a. Trauma
- Hidung dikorek – korek karena gatal (dermatitis
vestibulum/vestibulitis), atau karena
mengeluarkan crustae.
- Sisi/bersin terlalu keras
- Olahraga/kecelakaan lalu lintas
- Tindakan dokter dalam usaha mengeluarkan
corpus alienum atau akibat operasi hidung
b. Radang
Biasanya sekret hidung bercampur darah, misalnya:
rhinitis acuta, sinusitis maxillaris, diphtheria nasi,
ulcus pada lues/tbc/lepra dsb.
c. Fumor
Carcinoma nasi/sinus paranasalis/hasopharynx.
Angiofibroma nasepharynx juvenilis menimbulkan
pandarahan yang sangat hebat (profus).

II. Umum
a. Penyakit darah, misalnya: thrombopenia,
haemophylia, leukemia.
b. Penyakit pembuluh darah, mis: arteriosclerosis
hypertensi (penyebab utama epistaxis pada orang
tua), teleangiectasi.
c. Tekanan udara yang rendah pada posisi tinggi,
misalnya di pegunungan, di pesawat terbang.
d. Penyakit infeksi dengan febris tinggi (febrile
epistaxis), mis: influenxae, thypus abdominalis,
pneumonia, haemorrhagie fever.
149
e. Tekanan vena yang tinggi (venous stasis), mis:
pertussis, penyakit jantung pulmonal tumor leher
dan thorax.
f. Gangguan hormonal, mis: vicariuos menstruation,
terjadi pada saat menstruasi dimama terjadi
penurunan kadar estrogen

LokalisasI perdarahan
Menentukan lokalisasi perdarahan tidak selalu mudah.
Apalagi bila perdarahan deras dan bcrasal dari bagian
posterior. Perdarahan dapat berasal dari:
1. Anterior cavum nasi
Epistaxis pada anak-anak dan dewasa muda biasanya
(30%) berasal dari daerah antero inferior septum nasi,
disebut Area Little dimana terdapat plexus Kiesselbach,
yang merupakan anastomose pembuluh-pembuluh darah
pada septum nasi. Daerah ini mudah dicapai jari tangan
waktu mengorek-ngorek hidung.

2. Posterior cavum nasi


Pada hipertensi/arteriosclerosis biasanya perdarahan
pada setengah posterior concha inferior (dari arteria
sphenopalatina). Pada Ca nasopharynx dan angiofibroma
nasopharynx juvenilis, perdarahan dari nasopharynx.

150
Adakalanya tempat perdarahan sukar ditentukan karena

seakan-akan merembes dari dinding cavum nasi.

151
Terapi
Tindakan-tindakan dibawah ini dikerjakan berurutan,
bila cara diatasnya tidak berhasil menghentikan perdarahan.
1. Bekuan darah dikeluarkan dengan jalan sisi, sehingga
asal, perdarahan dapat dilihat. Bekuan darah yang
berlebihan sering tidak menutup secara efektif pembuluh
darah yang terbuka dan menghalangi vasokonstriksi
sehingga perdarahan masih terus terjadi.
2. Jepit ala nasi 5-15 menit, biasanya berhasil bila
perdarahan berasal dari plexus Kiesselbach.
3. Vasokonstriktor biasanya dicampur larutan anestesi (sol.
tetracain/lidocain ephedrin 1%). Kapas dibasahi larutan
tersebut dima sukkan kedalam cavun nasi selama kurang
lebih 10 menit. vasokonstriktor menimbulkan
vasokonstriksi pembuluh darah sehingga perdarahan
terhenti dan mengecilkan concha sehingga cavum nasi
lebar. Dengan melebarnya cavum nasi sumber perdarahan
dapat dilihat lebih jelas. Anestesi diperlukan untuk
tindakan selanjutnya.
4. Caustik, dengan acidum trichlor aceticum (100%) mulai
dari sekitar tempat perdara han ke tengah (plexus
Kiesselbach).
5. Tampon boorzalf (vaselin + acidum boricum).
Tampon dari kain kasa (perban) berupa pita lebar kurang
lebih 1,5 cm yang panjang, dimasukkan ke dalam cavum
nasi yang berdarah. Bila masih berdarah tampon diisikan
pada cavum nasi sisi lainnya yang tidak berdarah, untuk
menambah tekanan sebagai counter pressure). Tampon
dibiarkan 24 jam
6. Tampon Bellocq
Bila perdarahan terjadi di bagian posterior cavum nasi,
choane atau nasopharynx, Untuk menahan supaya tampon
cukup padat dan tidak jatuh ke anterior maupun posterior
dipasang penahan (depper) pada nares maupun
152
nasopharynx. Tampon semacam ini sering juga disebut
anterior-posterior nasal pack".
7. Ligasi arteri
Apabila semua usaha penghentian perdarahan diatas tidak
berhasil maka dilakukan ligasi arteri, al. arteria carotis
externa.
Disamping terapi lokal seperti tersebut diatas, terapi umum
sangat perlu, misalnya infus transfusi darah dan pemberian
antibiotika (bila tampon dipasang dalam vaktu yang lama).
Selanjutnya penyebab epistaxis harus diselidiki lebih lanjut
sehingga dapat diberikan terapi causal.

153
HEMATOMA SEPTI NASI

Definisi
Hematoma septi nasi. ada lah perdarahan dibawah (sub)
perichondrium, jarang pada subperiostrum.
Gejala
Pada anamnese hidung. terkena trauma, kemudian terjadi
obstructio nasi yang progresif dalam waktu pendek, dengan
tetes hidung tidak menghilang. Dapat disertai rasa nyeri dan
epistaxis.
Pemeriksaan
Pada rhinoscopia anterior tampak tumor pada septum nasi,
umumnya unilateral, jarang bilateral, merah tua kebiruan,
permukaan licin dan pada sentuhan (dengan sonde tumpul)
terasa elastis (kenyal). Pada pungsi percobaan didapatkan
darah.
Terapi
Incisi pada bagian antero-inferior secara steril, kemudian
dipasang tampon untuk mencegah perdarahan lagi. Tampon
ditinggalkan selama 24 jam.
Komplikasi/prognosa
1. Bila tidak diinsisi (terapi konservatif aja), darah
mengalami organisasi-fibrosis-septum nasi tebal sehingga
menimbulkan obstructio nasi permanen.
2. Infeksi sekunder menimbulkan abscesus septi nasi

ABSCESUS SEPTI NASI


Penyebab
1. Haematoma septi nasi mengalami infeksi sekunder.
Terjadi 3-5 hari setelah terjadinya haematoma septi nasi

154
atau incisi haematoma septi nasi dilakukan secara tidak
steril
2. Infeksi pada luka (trauma) pada mucosa septum nasi.

Gejala-gejala
1. Obstructio nasi, umunnya satu sisi (haematoma sept nasi)
sesudah. beberapa hari. karena nekrose cartilage. Pus
mengalir ke sisi lain-obstructio nasi bilateral dan total dan
menimbulkan gejala-gejala lain yang diakibatkan oleh
obstructio nasi, misalnya cephalgia, epiphora dsb.
2. Nyeri hidung. (lebih hebat dari pada haematoma septi
nasi)
3. Febris.

Pemeriksaan
 Pada inspeksi tampak hIdung bagian luar (apex nasi)
hyperaemi, oedema, kulit mengkilat
 Nyeri pada sentuhan.
 Pada rhinoskopi anterior tampak tumor pada septum nasi
merah keabu-abuan, pada sentuhan terasa lunak. dengan
pemberian kapas yang dibasahi dengan sol. tetracain
ephedrin 1% tidak mengempis
 Pada pungsi percobaan didapatkan pus.

Terapi
1. Incisi.
2. Dipasang tampon. Tiap hari diganti. Bila pus masih ada
luka dibuka lagi.
3. Antibiotika.

Komplikasi/prognose
1. Nekrose cartilago yang mengakibatkan terjadinya Lorgnet
nose (gangguan kosmetik)
2. Perforasi septum nasi
3. Thrombosis sinus cavernosus
155
DEVIATIO SEPTI NASI

Penyebab
Deviatio septi nasi dapat timbul. akibat trauma, yaitu
waktu lahir (6%), hidung tertekan jalan lahir, kecelakaan
waktu bermain/olah raga atau kecelakaan lalu lintas.
Disamping itu kecepatan pertumbuhan bagian-bagian septum
nasi yang tidak sesuai dengan pertumbuhan kerangka hidung
dan palatum durum, juga dapat menyebabkan timbulnya
deviatio septi nasi.
Geiala-gejala
Pada orang dewasa umumnya septum nasi tidak lurus,
tetapi tidak menimbulkan gangguan baik pada fungsi hidung
maupun kosmetik. Deviasi yang hebat baru memberikan
keluhan tetapi kadang-kadang keluhan hanya samar-samar
karena timbulnya deviasi perlahan-lahan sehingga terjadi
adaptasi.
Keluhan utama adalah obstructio nasi pada satu sisi,
kemudian disusul sisi yang lain karena terjadinya hipertrofi
kompensata pada concha inferior pada cavun nasi yang
longgar. Disamping obstructio nasi, keluhan lain ialah akibat-
akibat yang ditimbulkan oleh obstructio nasi, mis.: cephalgia
(vacum headache), hyposmia, dsb. (lihat kuliah obstructio
nasi).
Komplikasi
Karena gangguan oksigenasi dan drainage sinus
paranasalis dan carum tympani, dapat terjadi sinusitis dan
otitis media.
Terapi
Tergantung berat deviasi dan akibatnya. Obstructio
nasi ringan dapat dilakukan cauterisasi concha inferior, bila
berat dilakukan operasi pelurusan septum nasi antara lain
dengan reseksi submukosa (Killian) yaitu septum nasi

156
dilepaskan dari mukosa kemudian cartilago/ tulang yang
menonjol dikeluarkan.

157
Kuliah Faring

Isi kuliah :
I. 1. Faringitis Akut
2. Tonsilitis Akut
3. Faringitis – Tonsilitis Difteri
4. Tonsillitis Plaut Vincent
II. 1. Abses Peritonsil
2. Abses Retrofaring
III. 1. Faringitis Kronis
2. Adenotonsilitis Kronis
3. Indikasi/Teknik Tonsilektomi

ANATOMI FARING – TONSIL


Faring merupakan jalan persimpangan dari traktus digestivus
traktus respiratorius.
Dibagi 3 daerah:
1. Nasofaring atau rinofaring atau epifaring : diatas
palatum mole keatas sampai basis kranii.
2. Orofaring atau mesofaring : antara palatum mole dan

ujung epiglottis.

158
3. Laringofaring atau hipofaring: dibawah tepi atas
epiglottis sampai laring, menghubungkan rongga
sebelah superior dengan laring didepan dan dengan
esophagus dibelakang.
Ismus fausium memisahkan orofaring dari cavum oris, terdiri
dari:
 Palatum mole
 Uvula
 Arkus palatoglosus anterior
 Arkus palatoglosus posterior
Didaerah faring didapatkan rentetan/ lingkaran jaringan
limfoid yang disebut cincin dari Waldayer; terdiri dari:
1. Tonsil palatina (yang terbesar) di orofaring
2. Adenoid diatap nasofaring
3. Tonsil lingualis pada radiks lingue
4. Granule yaitu jaringan limfoid di dinding faring;
termasuk juga “lateral pharyngeal band”: di dinding
lateral faring.
Fungsi cincin dari Waldeyer:
1. Sebagai benteng pertahanan pertama dari tubuh
terhadap infeksi traktus respiratorius atau traktus
digestive bagian atas, terutama pada anak-anak.
2. Membuat antibody yang perlu untuk imunisasi
Pada masa kanak-kanak sangat aktif fungsi ini, jadi
mengalami hipertrofi. Pada pubertas sudah atrofi
karena imunisasi sudah tercapai.
3. Memproduksi limfosit

Yang merupakan benteng pertahanan kedua yaitu


jaringan limfosit regional di leher.
Yang paling besar dan paling penting dari cincin Waldeyer
adalah tonsil palatina: ada dua buah kanan dan kiri.

159
Letaknya dalam lekukan mukosa dalam orofaring disebut
fosa tonsilaris. Tonsil dibungkus oleh kapsul tonsil.
Parenkimnya merupakan jaringan limfoid disebut folikel.
Diantaranya terdapat saluran-saluran kelenjar yang
bermuara di permukaan tonsil sebagai KRIPTE. Jadi kripte
(muara saluran kelenjar) dipermukaan tonsil terlihat
sebagai lekukan-lekukan memenuhi hampir seluruh
permukaan tonsil. Dari kripte ini sering keluar debris:
epitel yang lepas, limfosit, leukosit, eksudat disebut
DETRITUS.

DIFTERI TONSIL DAN FARING


Penyakit ini merupakan infeksi akut Corynebacterium
diphtheriae, yang terjadi pada mukosa tonsil dan faring.
Banyak terjadi pada anak-anak, terutama yang tidak
divaksinasi.
Penyakit ini sangat menular dan berbahaya karena dapat
menimbulkan kematian. Penularan melalui kontak langsung
dengan penderita, atau melalui "carrier" (pembawa kuman)
difteri.
Selain pada tonsil dan faring, infeksi dapat terjadi pada
mukosa hidung, maupun laring. Kuman difteri memproduksi
toksin yang disebarkan ke seluruh tubuh melalui aliran darah
dan getah bening. Toksin dapat merusak epitel mukosa tonsil
/ faring , menyebabkan pseudomembran yang tebal , putih
abu-abu , kotor, dan melekat pada dasar, bila dilepaskan
terjadi perdarahan. Pseudomembran dapat meluas dari tonsil
ke faring, bahkan dapat ke laring.
Psedomembran pada tonsil perlu dibedakan dengan detritus
pada tonsilitis akut. Detritus yang banyak dapat bersatu
membentuk membran yang tebal. Di sini membran berwarna
putih, terbatas pada tonsil, dan dapat dilepaskan dari tonsil.

160
Pada difteri hidung umumnya tidak terjadi penyebaran toksin
secara sistemik karena aliran getah bening sedikit, sehingga
relatif tidak membahayakan.
Gambaran klinik
Penderita pada umumnya merasa sangat sakit, lesu, sakit
kepala. Demam tak begitu tinggi, nyeri telah tidak begitu
hebat.
Pada pemeriksaan, keadaan penderita kurang baik/jelek.
Tampak sakit berat, lemah dan pucat.
Tonsil dan faring merah. Terlihat adanya psedomembran
seperti dilukiskan di atas.
Dapat ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher
yang hebat, sehingga leher menjadi besar dan disebut bull
neck. Ini merupakan efek dari toksin yang menyebabkan udim
sekitar kelejar getah bening.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik seperti diatas.
Dengan demikian pengobatan difteri dapat dilaksanakan.
Diagnosis pasti ialah dengan ditemukannya kuman difteri
melalui sediaan langsung, maupun pembiakan.

Penyulit
Lokal : terjadi karena perluasan psedomembran ke bawah
sehingga menutup laring, terjadi sumbatan jalan nafas yang
dapat mengakibatkan kematian. Bila terjadi tanda-tanda
sumbatan laring, segera dilakukan trakeotomi.
Secara sistemik toksin menyebabkan gagal
jantung,miokarditis. Kelumpuhan syaraf perifer, gagal ginjal
akut.
Kelumpuhan syaraf perifer umumnya reversibel:
Yang terkena antara lain:
1. Palatum molle : suara sengau, minuman keluar melalui
hidung.
2. Kelumpuhan otot mata (jarang) : gangguan akomodasi,
oftalmoplegi
161
3. Kelumpuhan otot pernafasan
4. Kelumpuhan otot laring ( parau )
Terapi
Penderita harus diisolasi secara ketat sampai keadaan akut
dilampaui dan biakan kuman negatif.
1. Pemberian ADS ( serum anti difteri ).
Untuk difteri ringan ( hidung, mata , kulit) : 20.000 U IM.
Untuk difteri sedang ( tonsil, faring, laring ) : 40.000-
60.000 U IV, secara tetesan
Difteri berat ( dengan penyulit ) : 100.000 U IV dengan
tetesan.
2. Antibiotik :
Penisilin prokain 600.000-1.2 juta U/24 jam, IM 1-2x sehari,
selama 10 hari.
Bila alergi terhadap penisilin, dapat digunakan Eritromisin
50mg/kg bb/ 24jam ( maks. IG ) oral. 3-4 x sehari, selama 10
hari.
Kadang kadang terjadi "carrier", dimana biakan kuman pada
usapan tonsil masih positif meskipun penderita sudah sehat.
Untuk hal tersebut perlu dilakukan tonsilektomi, 4-6 minggu
setelah secara klinik penderita dinyatakan sembuh.

TONSILITIS KRONIS (474.0)


Tonsilitis kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil,
sebagai kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi
subklinik pada tonsil. Biasanya terjadi pembesaran tonsil
sebagai akibat hipertrofi folikel-folikel getah bening. Pada
anak-anak biasanya disertai hipertrofi adenoid sehingga
sering disebut Adenotonsilitis kronik.
Gambaran klinik
- Nyeri tenggorok atau nyeri menelanringan yang bersifat
kronik, mengehebat bila terjadi serangan akut.
- rasa mengganjal di tenggorok
-mulut berbau
162
- badan lesu, nafsu makan berkurang, sakit kepala
-pada adenoiditis kronik, terjadi buntu hidung. Tidur
mendengkur ( ngorok).
-pada anak dengan adenoid yang besar dapat terjadi
pernafasan melalui mulut.karena gangguan pernafasan ,
tidur penderita terganggu, nafsu makan berkurang, anak
lesu, daya tangkap pelajaran berkurang, anak tampak bodoh,
mulut selalu terbuka. Gambaran demikian sering disebut
dengan " Adenoid face" ( fasies adenoid )
- Sering juga terjadi gangguan pendengaran karena sumbatan
tuba Eustakhius.

Pada pemeriksaan didapatkan :


-Tonsil umumnya membesar, pada serangan akut (
eksaserbasi akut) , tonsil hiperemi.
- Kripta melebar dan terisi detritus. Detritus keluar bila tonsil
ditekan.
- Arkus anterior dan posterior merah.
- Pada adenotonsilitis kronik dapat terjadi "adenoid face"
kadang tertutup sekret mukopurulen.

Penyulit
- Dapat terjadi penyulit seperti pada tonsilitis akut
- Pada Adenotonsilitis dapat terjadi penyulit seperti :
Otitis media serosa dan sinusitis paranasal kronik.
Dapat terjadi bronkitis kronik.

Terapi
- Pada serangan akut terapi seperti pada tonsilitis akut.
- Bila diperlukan dapat dilakukan Tonsilektomi atau
Adenotonsilektomi ( lihat indikasi)
Indikasi Tonsilektomi/ Adenotonsilektomi:
Secara umum indikasi operasi ialah bila tonsil/ adenoid
menjadi sumber infeksi yang memberi infeksi yang memberi
163
risiko yang lebih besar dari pada risiko operasi, atau
memberikan penyulit yang merugikan penderita.

ABSES PERITONSIL
Pada tonsilitis akut, infeksi kuman dapat menembus kapsul
tonsil dan menyebabkan proses keradangan pada jaringan
peritonsil. Kemudian terbentuk infiltrat, dan akhirnya terjadi
supurasi dan terjadi timbunan pus diantara kapsul tonsil dan
otot konstriktor faringeus superior. Abses biasanya terbentuk
setelah 4 hari. Penyakit ini kebanyakan terjadi pada orang
dewasa, unilateral dan pada kutub atas tonsil.
Gambaran klinik
- Penderita mengeluh nyeri tenggorok yang hebat. Nyeri
bersifat spontan dan makin hebat waktu menelan.
- terdapat nyeri telinga ("referred pain"). Karena nyeri telan
yang hebat ludah tertumpuk di dalam mulut ptialismus.
- Terjadi rinolia aperta, karena gangguan gerakan palatum
mole bila minum, minuman keluar melalui hidung

Pada pemeriksaan
- Didapatkan trismus karena terjadi spasmus otot
pterigoideus internus.
- Tortikolis karena spasmus otot sternokleidomastoideus sisi
yang sakit.
- Leher bengkak pada sisi yang sakit yang sakit (pembesaran
kelenjar getah bening regional).
- Udim dan hiperemi pada tonsil palatum mole bombans (
menonjol ).
- Tonsil terdorong ke medial bawah
- Untuk memastikan adanya pus, diperlukan pungsi pada
daerah yang bombans. Bila tidak didapatkan pus, berarti
masih terjadi infiltrat pada jaringan peritonsil.
- Uvula miring ke arah sisi yang sehat.
Terapi
164
Bila masih infiltrat terapu seperti pada tonsilitis akut. Bila
sudah terbentuk pus dilakukan insisi. Insisi dilakukan tanpa
anastesi. Penderita dalam posisi duduk. Mulut dibuka dengan
pembuka mulut (" mouth gap"). Insisi dilakukan pada daerah
yang paling bombans, kemudian diperlebar dengan klem
bengkok, sampai pus keluar sebanyak- banyaknya. Pus
dihisap dengan alat penghisap. Setelah insisi penderita
disuruh berkumur. Pada umunya rasa nyeri segera
menghilang. Lubang insisi diperlebar setiap hari sampai pus
menghilang. Dapat diberikan antibiotik seperti pada tonsilitis
akut, analgesik/ antipiretik. Karena abses ini cenderung
kambuh, sebaiknya dilakukan tonsilektomi 4-6 minggu
setelah abses sebuah
Penyulit
1. Pus menembus otot konstriktor faringeus superior masuk
ke ruang parafaring, terjadi abses parafaring, menjalar ke
bawah ke mediastinum (mediastinitis). Bila terjadi abses
parafaring, pembengkakan leher menjadi lebih besar, dan
menjalar ke bawah. Diperlukan insisi dari luar untuk
mengeluarkan pus.
2. Udim menjalar ke bawah, udim laring, terjadi obstruksi
laring
3. Dapat terjadi aspirasi pus.
4. Dapat terjadi sepsis.

ABSES RETROFARING
Biasanya terjadi karena supurasi kelenjar getah bening di
daerah retrofaring (banyak pada anak-anak usia 2-5 tahun),
dapat juga terjadi karena perlukaan oleh benda asing (duri/
tulang) pada waktu makan (dapat terjadi pada orang dewasa)
atau karena tbc dari spina vertebra servikalis (jarang).
Gambaran klinik

165
Mula-mula didahului infeksi akut saluran nafas atas
(rinitis,faringitis, tonsillitis) atau karena tertelan duri/tulang
ikan. Dapat juga didahului oleh trauma karena tindakan
dokter, seperti tindakan endoskopi atau operasi
adenoidektomi.
Penderita febris, tak mau makan(anak-anak). Nyeri telan pada
anak yang lebih besar atau pada orang dewasa. Biasanya
terjadi stridor karena sumbatan jalan nafas atas. Pada anak,
kepala dalam posisi hiperekstensi dalam usaha untuk
melonggarkan jalan nafas. Pada pemeriksaan, dinding
belakang faring bombans (menonjol). Dapat teraba fluktuasi.
Diagnosa pasti dengan pungsi.
Diagnosis banding
 tumor faring
 Aneurisma (terlihat/teraba pulsasi)
Penyulit
 Obstruksi laring
 Aspirasi pus
 Penjalaran abses ke bawah,mediastinitis
 Sepsis
Terapi
 Insisi : (tanpa anastesi)
Anak dibaringkan telentang,kepala lebih rendah. Mulut
dibuka dengan
“mouth gag”, dilakukan pungsi, kemudian insisi.
Lubang insisi diperlebar setiap hari sampai pus
menghilang
 Antibiotik : renisilin prokain 2 x 600.000 U/ Hari IM
dan metronidazol 3x 250mg/hari

166
FARINGITIS AKUT

Ialah radang akut pada mukosa farimg dan jaringan limfoid


pada dindng faring.
Etiologi:
 Streptokokus B hemolitik
 Virus
 Kadang-kadang bisa juga oleh streptokokus
pneumonia, Hemofilus influenza
Penularan:
Sangat mudah secara “droplet infection” atau bahan
makanan/alat makan. Kadang-kadang sebagau gejala
permulaan penyakit lain misalnya: morbili, skarlatina,
influensa, pneumonia, parotitis, varicella, artritis (rheuma).
Sering bersamaan dengan infeksi jalan nafas bagian atas:
rhinitis akut, nasofaringitis, laryngitis akut, bronkitis akut.

Gambaran klinik:
a. Keluhan:
 Dapat mulai dari pilek atau batuk dulu atau
mulai dari faring
 Timbul rasa kering dan panas di tenggorok,
lama-lama menjadi
 Nyeri untuk menelan tetapi tidak sehebat pada
tonsillitis akut
 Panas badan atau sumer-sumer
 Nyeri kepala, badan rasa lemah/kurang
semangat (malaise).
b. Pemeriksaan:
 Mukosa faring tampak merah dan udem,
terutama didaerah “lateral bands”.
 Granule tampak lebih besar.

167
 Sering ada pembesaran kelenjar regional dan
sedikit nyeri tekan.

Komplikasi:
Bila daya tahan tubuh baik jarang terjadi komplikasi.
Dapat menjalar:
 Ke atas: lewat tuba Eustachius ke cavum tympani
menjadi otitis media akut. Sering terjadi pada anak
kecil.
 Ke depan:
 Rhinitis akut
 Sinusitis paranasales
 Ke bawah:
 Laryngitis
 Trakeitis
 Bronkitis
 Pnemoni
Sistemik :
 Bakteriemi/Septikemi: dapat terjadi terutama pada
etiologi streptokokus, tetapi jarang sekali terjadi.
 Subakut endocarditis bakteri, dapat terjadi pada
penderita dengan penyakit kelainan katub jantung.

Terapi :
 Umumnya dapat sembuh sendiri (self limiting disease)
Cukup diberi obat sistemik:
o Analgesic/antipiretik: asetosal
o Obat kumur: Gargarisma Kan untuk
melemaskan otot-otot faring dan
mengencerkan lendir yang melekat pada faring
atau dapat juga dengan air masak hangat diberi
garam.

168
 Bila :
o Daya tahan tubuh kurang baik misalnya pada
bayi, orang tua
o Sudah ada penjalaran/komplikasi
Perlu diberi antibiotika.

TONSILITIS AKUT

Ialah radang akut pada tonsil.


Etiologi :
 Kuman terutama streptokokus hemolitik (kira-kira
50%)
 Virus
Tonsillitis akut paling sering terjadi pada anak-anak,
terbanyak pada usia kira-kira 5 tahun dan puncak berikutnya
pada usia 10 tahun.

Penyebaran:
Secara “droplet infection” atau melalui alat makan/makanan

Patologi:
Tonsil berada pada kantong (kapsul) yang terbenam sebagian
dalam fosa tonsilaris dengan perantaraan jaringan ikat
kendor. Didalam tonsil terdapat jaringan-jaringan limfooid
disebut folikel dan masing-masing folikel mempunyai kanal-
kanal (saluran) yang dipermukaan tonsil bermuara pada
kripte. Akibat radang dalam folikel tonsil membengkak timbul
eksudat masuk saluran keluar sebagai kotoran putih-putih
pada kripte yang disebut detritus.

Gambaran klinis :
a. Keluhan :
 Mula-mula tenggorok terasa kering
169
 Lalu nyeri pada tenggorok yang makin hebat
untuk menelan, karena sakitnya anak tidak mau
makan
 Nyeri yang hebat itu sering memancar ke
telinga disebut “reffered pain”.
 Panas badan, dapat sangat tinggi sampai
menimbulka kejang pada bayi
 Nyeri kepala
 Badan lesu, nafsu makan kurang
b. Pemeriksaan :
 Suara terdengar seperti mulut terasa penuh
dengan makanan yang panas disebut “plummy
voice”.
 Ptialismus: ludah menumpuk dalam cavum oris
karena nyeri telan yang hebat
 Tonsil merah dan membengkak dengan detritus
pada permukaannya sehingga ismus fausimus
menyempit
 Sekitar tonsil: palatum moll, arkus anterior dan
arkus posterior udem dan hiperemi
 Kelenjar limfe regional jugulodigastrikus (di
belakang angulus mandubulae) membesar dan
nyeri tekan

Diagnosa diferensial:
1. Infeksi mononukleosis (glandular fever)
o Tonsil sangat membengkak, tertutup membran
o Terdapat limfositosis
o Titer serum antibodi heterofil naik dalam
minggu ke 2 – 3 (Paul – Bunnel tes spesifik)
o Pembesaran kelenjar llimfe: di leher, limpa.
2. Angina Vincent (Tonsilitis Plaut – Vincent, tonsilitis
ulsermembranasea)

170
Menyebabkan ulserasi yang luas yang biasanya
terbatas pada satu tonsil. Penyakit ini dibedakan dari
tonsilitis akut dengan pemeriksaan usap tenggorok.
3. Scarlet Fever
Merupak tonsilitis oleh karena streptokokus dengan
gangguan umum disebabkan produksi beberapa
toksin, salah satu menyebabkan: punctate
erythematous rash, panas badan, strawberry tongue
(tonsill tampak merah sekali) kadang tertutup eksudat
kekuningan yang mudah di bersihkan
Gambaran darah menunjukan leukositosis
polimorfonuklear dan eosinofilia.
4. Difteri tonsil
Terdapat pseudomembran yang berwarna keabu-
abuan pada tonsil dan juga faring, palatum. Sangat
melekat bila di loepas timbul perdarahan.
5. Agranulositosis
Penyakit ini menimbulkan ulserasi yang luas di rongga
mulut dan faring. Selain ulserasi terjadi juga
pengelupasan mukosa rongga mulut, lidah, dan tonsil.
Penderitanya tampak sakit berat. Pemeriksaan hitung
jenis leukosit dapat membantu diagnosis.

Komplikasi:
I. Lokal:
1. Abses peritonsiler atau infiltrat peritonsiler
2. Abses parafaring: pus terkumpul antara
ototikonstriktor faring superior dan fasia
servikalis profunda.
3. Adenitis servikal supuratif.
4. Otitis media akut (jarang, biasanya pada anak-
anak)
II. Sistemik:

171
Terutama yang etiologinya streptokokus B
hemolitik
o Ginjal: nefritis, glomerulonefritis akut
o Rematik: artritis
o Jantung: endokarditis
o Vaskuler: plebitis
Terapi:
- Penderita dengan daya tahan cukup baik, penyakit
akan sembuh sendiri, dan cukup dengan:
 Istirahat
 Makan lunak
 Analgetik, antipiretik
 Gargarisma Kan
- Daya tahan tubuh kurang, misalnya: bayi, orang tua,
dapat diberi antibiotik.

Difteri Faring – Tonsil


Penyakit infeksi akut mukosa daring – tonsil
Termasuk penyakit menular yang akut dan spesifik
Di Eropa hampir tidak ada, karena vaksinasi preventif
yang dilakukan dengan baik. Di Indonesia masih
banyak.
Masa tunas (inkubasi): 2 – 4 hari
Etiologi: corynebacterium Diphteriae
Penularan:
o Kontak langsung dengan penderita
o Melalui barrier atau pembawa basil, yaitu orang
yang dalam tonsil- faring nya mengandung basil
difteri yang tidak merugikan bagi dirinya tapi
dapat menularkannya pada orang lain. Biasanya
barrier ini merupakan orang yang perah
menderita difteri faring- tnsil, tetapi ada juuga
yang belum pernah menunjukkan adanya gejala
klinis difteri.
172
Patologi:
Kuman biasanya masuk melalui mukosa faring, tonsil,
juga dapat di hidung, laring. Kuman tersebut
berkembang biak pada permukaan mukosa saluran
nafas bagian atas tersebut dan memproduksi toksin
yang meresap ke sekelilingnya. Tonsil disebarkan ke
seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah.
Toksin dapat merusak epitel (nekrose) terjadi
eksudasi serum dan terbentuk pseudomembran:
beslag yang tebal, putih, kotor (abu-abu) melekat erat.
Bila diangkat mudah berdarah. Pseudomembran
mudah meluas keluar tonsil ke faring, palatum mole,
uvula, dan laring. Menyumbat rima glotis sehingga
obstruksi jalan nafas bagian atas dan penderita sesak
nafas. Pada tonsilitis akut detritus yang banyak
kadang- kadang mirip tonsil difteri, tetapi hanya
terbatas pada tonsil, mudah dihapus.

Gambaran Klinis
Gejala klinik yang timbul lokal maupun umum
merupakan akibat dari kerja toksin yang dihasilkan
oleh kuman difteri.
a. Keluhan:
 Badan lesu (general malaise)
 Sakit kepala
 Nyeri telan tidak begitu hebat
 Panas badan tidak terlalu tinggi
b. Pemeriksaan:
 Keadaan umum jelek, tampak sakit keras
(toksis), lesu, pucat
 Tonsil dan faring hiperemi dan ada
pseudomembran

173
 Pembesaran kelenjar leher sangat hebat,
tidak sesuai dengan infeksi tonsil –
faring, di bagian anterior leher sekitar
angulus mandibulae disebut “bull-neck”
akibatr udem periglandularis.
Diagnosa:
Dibuat atas dasar penemuan klinik dan diagnosa pasti
dikuatkan dengan pemeriksaan bakteriologis:
o Sediaan langsung
o Biakan: Corynebqacterium Diphteriae dibiakan
pada media Loffler atau agar tellurit selama 18
jam
Untuk terapu supaya dapat secepatnya dilakukan tidak
perlu menunggu hasil laboratorium, cukup
dengangambaran klinis saja.
Komplikasi:
A. Lokal:
Pseudomembran dapat meluas ke hipofaring-
laring menutup rima glotis ehingga terjadi
obstruksi jalan nafas. Maka sering diperlukan
trakeostomi.
B. Sistemik oleh karena sifat toksin:
1. Vaskular kolap
2. Miokarditis 4-6 minggu
3. Kerusakan saraf perifer (biasanya reversibel)
a. Kelumpuhan palatum mole:
Keluhan: - suara sengau (rinolalia aperta)
- Penderita sering tersedak
- Minuman keluar lewat hidung
Pemeriksaan: palatum mole tidak bergerak.
b. Kelumpuhan otot- otot mata:
- Kesukaran akomodasi
- Ophtalmoplegia strabismus
c. Kelumpuhan ekstremitas
174
d. Kelumpuhan otot pernapasan
4. Kegagalan ginjal mendadak.
Terapi:
- Isolasi ketat: 3 – 4 minggu
- Istirahat mutlak: 10 – 14 hari
- ADS intra muskular. Antitoksin harus secepatmya
diberikan kepada tiap penderita difteri
- Single dose: 20.000 – 45.000 U
- Untuk hal- hal yang berat: 60.000 – 100.000 U
- Penisilin selama 12 hari untuk eradikasi kumannya
- 4-6 minggu seletah klinis sembuh dilakukan
tonsilektomi untuk menghindari kambuh dan
“carrier”
Kriteria sembuh:
1. Tidak ada pseudomembran
2. Pemeriksaan usap tenggorok negatif, 4 hari kemudian
diulang hasilnya negatif.

Tonsilitis Plaut – Vincent

Nama lain: Tonsilitis ulsero- membranasea, Angina Palut –


Vincent
Termasuk infeksi akut spesifik (jarang pada anak- anak)
Etiologi: baksil fusiformis dari Vincent
Penularsn: kontak langsung
Patologi:
Terdapat ulserasi yang terbatas pada tonsil. Ulkus tertutup
pseudomembran/ beslag abu- abu, kotor, juga terbatas pada
tonsil saja. Biasanya unilateral, jarang bilateral.
Pada difteri: - kelainan bilateral
- Pseudomembran cepatmeluas sehingga
melampaui tonsil, faring, uvula, palatum mole,
laring
175
Gambaran Klinis:
Keluhan:
- Sakit menelan
- Panas badan tinggi (difteri panas badan tidak terlalu
tinggi)
- Lesu badan (malaise)
Pemeriksaan:
- Penderita tampak sakit keras
- Bau mulut busuk (foetor ex ore)
- Lokal: tonsil (satu sisi) hiperemi, ulserasi tertutup
pseudomembran.
- Kelenjar leher pada daerah angulus mandiulae
membesar dannyeri tekan
- Pada pemeriksaan usap tenggorok: baksil fusiformis
positif (dark field)
Terapi:
- Penisilin sangat sensitf
- Simtomatis dengan analgesik, antipiretik
- Sesudah 4 – 6 minggu dilakukan tonsilektomi untuk
menghindarkan residi.

Abses Peritonsil
Radang di jaringan ikat kendor peritonsil yang
mengakibatkan pembentukan pus di jaringan peritonsil
antara kapsul tonsil dan fosa tonsil.
Biasanya terjadi pada orang dewasa, jarang pada anak- anak
sebelum usia 12 tahun.
Etiologi:
tonsilitis akut: radang menjalar ke rongga peritonsil
patologi / anatomi:
Radang dari tonsil menembus kapsul masuk ke dalam fosa
supratonsl dan terjadi infiltrat peritonsil (peritonsilitis).
Edem menjalar kesekitarnya (palatum mole, uvula, radiks
176
lingula). Abses terjadi kira- kira sesudah 4 hari. Biasanya
unilateral. Tonsil seolah- olah terdorong keluar dari
tempatnya (dislokasio). Bombans terutama di daerah supra
tonsil. Uvula terdorong kesisi kontralateral. Udem pool bawah
tonsil menjalar ke radiks lingula dan epiglotis disebut udem
perifokal.
Gambaran Klinis
Keluham:
- Nyeri menelan
- Nyeri telinga sisi yang sakit (referred pain)
- Ptialismus: ludah tertumpuk dalam mulut sebagai
akibat nyeri telan yang sangat
- Suara berubah seperti suara orang dengan makanan
panas dalam mulut
Pemerksaan:
- Bila penderita mencoba minum, minuman dapat
keluar melalui hidung akibat udem hebat sekitar
tonsil, palatum mole sehingga tidak dapat bergerak
pada proses menelan.
- Suara bindeng (rinolalia aperta)
- Trismus (sukar membyka mulut ½ - 1 cm), disebabkan
udem menjalar ke lateral ke daerah peritonsil terus ke
otot pterygoideus internus, sehingga gerak
mandibulae dan gerakan mengunyah terganggu
- Kepala miring ke sisi yang sakit (torticollic) karena
- Kepala miring ke sisi yang sakit (torticollic) karena
spasme otot sternokleidomastoid.
- Angulus mandibulae bengkak pada sisi yang sakit
- Lidah kotor
- Bau busuk dari mulut (foetor ex ore)
- Terdapat trismus
- Udem dan hiperemi pada tonsil, palatum mole, uvula,
dan radiks lingula
- Dislokasi tonsil
177
- Uvula terdorong ke sisi sehat

Diagnosa Diferensial
Infiltrat Peritonsil Abses Per
Waktu 1 – 3 hari 4 – 5 hari
Trismus Biasanya kurang / tidak Ada trism
ada

Untuk memastikan di lakukan pungsi percobaan:


Yaitu pada tempat bombans yang terhebat, bila ini sulit
ditentukan yaitu pada dua buah garis ini:
1. Vertikal melalui arkus anterior
2. Horizontal melalui basis uvula arah tegak lurus ke
belakang
Bila terdapat pus maka diagnosa: Abses
Bila tidak terdapat pus, maka diagnosa: infiltrat.

Terapi:
- Bila abses terapi insisi biasanya tanpa anastesi,
sesudah pus keluar nyeri berkurang. Setiap hari
lubang insisi di lebarkan
- Simptomatis:
o Analgetika, antipiretik
o Antibiotik: sebetulnya ini tidak perlu karena
abses sudah ada kapsul, dikatakan untuk
mempercepat penyembuhan. Kalau infiltrat
perllu diberi antibiotik. Terapi lanjutan untuk
infiltrat:
 Kalung es (ijs kraag)
 Makanan encer
 Simtomatis: analgetik, antipiretik.
 Sesudah sembuh 1 – 1,5 bulan dilakukan
tonsilektomi.
178
Komplikasi
1. Pus turun ke bawah:
a. Perilaringitis
b. Peritrakeitis
c. Mediastinitis
2. Pus ke spasium parafaring terjadi abses parafaring
(antara dinding faring: n. Konstriktor superior dan
fasia servikalis profunda).
3. Udem sekitar laring, sehingga timbul obstruksi rima
glotis.
4. Pecah spontan masuk ke jalan nafas (aspirasi).
5. Trombosis vena leher (trombo-plrbhitis dari vena
jugularis interna).
6. Sepsis

Abses Retrofaring
Terdapat pada bayi dan anak usia sampai 5 tahun. Jarang
terjadi pada dewqasa
Ada dua macam: akut dan kronis (TBC)

Abses retrofaring akut


Dalam spasium retrofaring terdapat banyak kelenjar- kelenjar
limfe pada anak- anak sampai umur 2 tahun. Sesudah umur 2
tahun, kelenjar- kelenjar tersebut menurun. Hilang pada
umur 5 tahun

Etiologi: streptokokus
pembuluh limfe datang dari:
o Tonsil palatina
o Tonsil lingualis
o Adenoid
o Kavum nasi – sinus paranasalis
o Tuba eustasius – kavum timpani
179
Penyebab: penyakit infeksi jalan nafas bagian atas:
o Morbili
o Skarlatina
o Influenza
o Faringitis akut
o Trauma:
 Duri ikan, tulang yang tajam
 Tindakan dokter
 Esofaguskopi
 Operasi adenektomi
Lokalisasi
- Epifaring
- Mesofaring
- Hipofaring

Gambaran klinis
- Keluhan:
 Panas badan
 Tidak mau makan karena nyeri telan
 Nyeri telan kalau anak lebih besar
 Umumnya gelisah
 Hidung buntu kalau lokalisasi di
nasofarng
 Nafas berbunyi kalau lokalisasi di meso
dan hipofaring karena ludah tidak dapat
tertelan.
Pemeriksaan :
 Anak dengan kepala hiperekstensiterutama kalau
lokalisasinya di meso- atau hipo- faring, sebagai usaha
untuk melebarkan jalan nafas.
 Pembengkakan kelenjar leher, biasanya unilateral.
 Kepala sukar digerakkan karena otot leher kaku.

180
Lokal :
 Benjolan terlihat pada dinding belakangfaring.
 Bila pembengkaan hebat uvula terdorong ke muka
atau faring.
 Bila diraba dengan 2 jari: ada fluktuasi.

Diagnosa pasti :
Dengan pungsi percobaan.
Diagnosa deferensial :
 Aneurisma : ada pulsasi.
 Malformasi korpusvertebra.

Terapi :
 Insisi tanpa anestesi.
 Anak dibaringkan dengan kepala lebih rendah supaya
pus tidak masuk laring. Tiap hari lubang insisi
dilebarkan supaya pus keluar.
 Antibiotik untuk mempercepat penyembuhan.

Komplikasi :
 Pecah spontan : aspirasi pus (masuk laring, bronkus)
 Udem laring
 Pus ke perilaring terus kebawah terjadi mediastinitis
 Trombose v. Leher
 Perdarahan oleh karena erosi a. Carotis interna
 Jauh : sepsis, meningitis

FARINGITIS KRONIS
Penyebab :
1. Iritasi mukosa laring oleh :
 Rokok, debu rumah, asap
 Sekret dari hidung (postnasal drip): sinusitis
maksilaris, sinusitis etmoidalis, RV.

181
2. Alergi makanan : gorengan, kacang, lombok, alkohol
telur.
Terhadap perubahan hawa yang besar, dingin.

Gambaran Klinis :
Keluhan :
Sangat individual : dari ringan sampai hebat.
Pada penderita yang neurotis akan terasa lebih hebat.
 Rasa gatal di faring, rasa panas dan kering.
 Rasa seperti ada benda asing ditenggorokan
(mengganjal).
 Menelan tidak sakit.
 Rasa banyak lendir ditenggorokan, dikeluarkan
dengan membatukkan.
 Batuk- batuk.

Pemeriksaan :
 Granule kadang merah ,kadang tidak.

Terapi :
 Hilangkan iritasi/ kausa : obati sinusitis dsb.
 Eliminasi alergen , dapat diberi antihistamin.
 Lokal tidak perlu. Dapat diberi tablet isap, obat
kumur, tetapi kegunaannya tidak banyak.
 Bila granule besar, aanstippen dengan AgNC3 50%.

182
ADENOID

Adalah jaringan limfoid di dinding atas dari nasofaring yang


ditutupi mukosa. Merupakan bagian dari cincin Waldeyer.
Terdapat pada anak- anak baru lahir dan pubertas.
Umur 12 tahun mulai mengecil.
Umur 17- 18 tahun sudah tidak ada lagi.

ADENOIDITIS AKUT
Adalah radang akut dari adenoid.
Terdapat pada bayi, anak- anak.
Etiologi :
Seperti tonsilitis akut.
Patologi :
Seperti tonsilitis akut.
Gambaran klinis :
Keluhan : dari ibunya
 Panas badan tinggi dengan kejang- kejang kadaang-
kadang
 Hidung buntu : disebabkan oedem hebat sekali
sehingga menutupi koane.
 Bayi tidak dapat menyusu dengantenang tetapi gelisah
:lapar, BB/

Pemeriksaan :
Rhinoskopia anterior: sebelumnya kavum nasi dilebarkan
dulu dengan kapas dicelupkan kedalam sol. Efedrin 0,5%.
Dilihat adenoid oedem dan hiperemi, kadang diliputi sekret.
Diagnosa :
Sulit, biasanya bersamaan dengan tonsilitis akut.
Terapi :
 Simtomatis : antipiretik, analgetika
 Antibiotik

183
Komplikasi :
 Menjalar ke telinga melalui tuba : otitis media akut
 Menjalar ke jalan nafas bagian bawah : laringitis,
trakeitis, bronkitis, bronkopneumoni.

ADENOIDITIS KRONIK

Penyebab :
Postnasal drip yaitu sekretdari kavum nasi yang ke belakang
dan turun ke bawah. Ini terdapat pada :
 Rinitis berulang
 Sinusitis etmoidalis
 Sinusitis maksilaris

Gejala disebabkan karena hipertrofi adenoid yang


menyebabkan obstruksi nasi dengan segala akibat :
Rinolalia oklusa : disebabkan karena koane tertutup oleh
jaringan adenoid. Koane tertutup ini menyebabkan :
 Nafsu makan menurun ( gustatoris terganggu)
 Mulut terbuka untuk bernafas. Maka mukanya
memberi kesan bodoh “adenoid face”
 Sering- sering pilek
 Aproseksia nasalis : pengertian dimana anak tak dapat
berpikir ------- (sukar konsentrasi), sehingga
disekolahdikatakan bodoh.
 Sering sakit kepala
 Oklusio tuba memberi keluhan pendengaran kurang
 Batuk- batuk yang sukar sembuh oleh karena
postnasal drip masuk laring.

Gambaran klinis :
Keluhan (biasanya dari ibunya) :
 Variabel : lihat akibat obstuksio nasi kronik diatas.

184
Pemeriksaan :
 Rinoskopia anterior : setelah kavum nasi dilebarkan
dengan kapas yang dicelupkan dengan dekongestan
terlihat adenoid besar.
 Rinoskopi posterior : sulit dilakukan pada anak- anak,
sebagai pengganti ini dilakukan toucher: diraba
dengan jari : teraba jaringa adenoid.
 Terdapat pembesaran kelenjar leher.

Diagnosa deferensial :
1. Sinusitis paranasalis
2. Rinitis alergika

Terapi :
Adenotomia.

TONSILITIS KRONIK

Etiologi :
Seperti tonsilitis akut, antara lain streptokokus hemolitik.
Patologi :
 Infiltrasi leukosit dan tumpukan pus dalam kripte
terutama bagian atas disebut detritus.
 Banyak fokus-fokus radang kronik dan mikro-abses
pada jaringan tonsil.
 Terjadi hiperplasia folikel sehingga tonsil hipertrofi.
 Kadang- kadang malah tonsil mengecil.
 Arkus anterior dan posterior lebih merah dari
sekitarnya.

Gambaran klinis :
Keluhan :
 Variabel, kadang- kadang ringan/ tanpa keluhan.

185
 Menghebat bila serangan akut (eksaserbasi akut).
 Kadang- kadang terjadi tanpa ada anamnesa tonsilitis
akut.
Jadi dari permulaan sudah bersifat kronik.

186
LARING
OLEH
Dr. Sardjono Soedjak, MHPED

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


1. Mengajar penyakit yang menimbulkan suara parau
2. Mengajar penyakit yang menyeybabkan obstruksi
jalan nafas (sesak ketika inspirasi)

ISI KULIAH
A. Anatomi dan fisiologi laring
B. Penyakit yang menyebabkan suara parau

1. Penyakit radang : Laringitis akut & Laringitis kronis


2. Paralisa : Paralisa aduktor
3. Tumor : Benigna : Papiloma
Nodul vocal
Maligna : Karsinoma

C. Penyakit yang menyebabkan sesak :


1. Kongenital : Laringomalacia
2. Radang : Laringitis akut pada anak kecil. Epiglotitis
3. Paralisa : Paralisa abductor
4. Tumor : Papiloma dan Karsinoma
5. Benda asing di treakea/bronkus,
Tambahan : benda asing di esophagus

LARING
Merupakan organ penting karena berfungsi sebagai :
1. Jalan/pintu nafas : kalau terganggu : sesak, bisa
meninggal!
2. Sumber suara : untuk komunikasi, kalau terganggu :
parau

187
Segala penyakit yang akan dibahas berdasarkan kedua
keluhan ini :
PARAU………. PARAU DAN SESAK…….. SESAK saja.
(Tidak dianjurkan memakai istilah SERAK, salah baca = sesak)
Laring juga merupakan batas saluran nafas bagia natas dan
bawah.

Mengapa dikuliahkan?
1. Penyakitnya maut! Obstruksi jalan nafas
2. Dapat ditanggulangi dokter umum, ahli THT
3. Dapat dicegah

Mengapa penyakit laring maut?


1. Jalan nafas hanya satu
2. Jalan nafas kecil dan sempit
3. Mudah dan cepat oedema : mengecilkan lumen
4. Obstruksi 80% belum sesak
5. Saluran lymphe banyak : pembesaran kelenjar
6. Mudah kena trauma : parese nervus

Untung ada gejala dini : suara parau

ANATOMI
Laring terdiri dari beberapa tulang rawan (Tiroid, Krikoid dan
Aritenoid) yang dihubungkan oleh ligament/membrane
elastic dan dapat digerakkan oleh muskulus.
Organ penting di dalam laring ini ialah PITA SUARA : corda
vocalis.
Gambar laring kalau dilihat dari atas ialah sebagai berikut:

188
Gambar laring apabila dibelah dalam bidang frontal (tampak
dari muka)

Cara pemeriksaan :
- Laringoskopi secara langsung : memakai laringoskop
- Laringoskopi secara tak langsung : memakai kaca
laring (kaca bulat pada tangkai panjang, dimasukkan di
orofaring, miring 45o sehingga kalau kaca disinari
cahaya, sinar akan ke bawah, menyinari laring. Laring
akan tampak di kaca

Tulang rawan laring :


1. Kartilago tiroid, berbentuk seperti perisai yang bagian
depannya menonjol disebut “Laryngeal prominence =
Adam’s apple. Dibalik Adam’s apple ini terletak korda
vokalis.
2. Kartilago krikoid, berbentuk cincin, di belakang agak
tinggi, di muka agak rendah, menonjol. Di bawah
berhubungan dengan trakea.
3. Kartilago epiglottis

189
4. Kartiolago arytenoid, sepasang, di belakang

membentuk artikulasi kriko-aritenoid.

Korda vokalis, terpasang melintang dari muka ke belakang, di


muka melekat pada kartilago tiroid, di belakang melekat pada
masing-masing arytenoid kanan dan kiri.
Kalau arytenoid bergerak ke lateral : korda vokalis membuka
: stadium respirasi.
Kalau arytenoid bergerak ke medial : korda vokalis menutup :
stadium fonasi

Muskulus:
Muskuli ekstrinsik : di luar laring, untuk menggerakkan laring
waktu proses menelan.
Muskuli instrinsik : di dalam laring, yang menggerakkan
korda vokalis.
Muskuli instrinsik dibagi dalam :
- Golongan aduktor (5 pasang) untuk menggerakkan
korda vokalis ke medial, menutup rima glottis ketika
bersuara.

190
- Golongan abductor (sepasang) untuk menggerakkan
korda vokalis ke lateral, untuk membuka rima glottis
ketika bernafas.

Golongan aduktor :
1. Mm. Krikoaritenoid lateral (dextra/sinistra)
2. Mm. Tirearitenoid (dextra/sinistra) . M. vokalis yang
membuat nyaring.
3. Mm. Krikotiroid (dextra/sinistra)
4. Mm. Interaritenoid obliges (dua bersilang)
5. Mm. Interaritenoid transversus (tunggal)

Golongan abductor :
Mm. Krikoaritenoid posterior = M. Posticus

191
INERVASI
Inervasi dengan sepasang N. Laryngeus Superior dan Inferior
merupakan cabang N. X (Vagus).
Inervasi muskuli laring sangat kompleks baik ditinjau dari
segi anatomi maupun fisiologi.
Dari sudut anatomi, N. Laryngeus Inferior Sinistra lebih
panjang karena harus membelok pada aorta dahulu sebelum
naik ke atas. Akibatnya mudah mendapat gangguan, misalnya
pada Cor Pulmonum, Cor Bovinum, Pericarditis.
Dari sudut fisiologi:
1. N. Lryngeus Superior berfungsi motoris dan sensoris.
Sensoris disini penting, menerima rangsangan kalau
ada benda asing dan rasa nyeri, mengakibatkan reflex
batuk. Ada yang menyebut sebagai anjing penjaga
paru, karena kalau ada benda asing akan dibatukkan
keluar.
2. N. Laryngeus Inferior hanya motoris, dengan dua
fungsi yang berlawanan : aduksi dan abduksi.
Kalau dalam syaraf tergabung 2 fungsi motoris dan
sensoris ini biasa, tetapi kalau fungsi motoris yang
berlawanan : menutup dan membuka Rima glottis, ini
istimewa. Tambahan pula dari segi anatomi belum
192
jelas diketahui syaraf yang mana buat aduksi dan yang
mana buat abduksi.

FISIOLOGI
Pada stadium respirasi, korda vokalis masing-masing
ditarik ke lateral oleh muskulus golongan abductor
sehingga rima glottis melebar.
Pada stadium fonasi, korda vokalis, digerakkan ke
medial oleh muskulus golongan aduktor secara
simetris bertemu di garis median.
Suara terbentuk karena tiupan udara dari paru yang
menggetarkan korda vokalis.
Untuk terjadinya suara yang nyaring diperlukan
syarat-syarat:
1. Anatomi korda vokalis harus normal. Rata.
2. Fisiologis harus normal:
a. Korda vokalis harus dapat bergerak ke medial.
b. Korda vokalis harus dapat merapat dengan baik
di median.
3. Harus ada arus udara yang cukup kuat dari paru
(ini di luar bidang THT)
Kalau salah satu syarat di atas tak dipenuhi, akan
terjadi suara parau. Di samping itu agar dapat
bersuara nada tinggi dan rendah, korda vokalis
harus dapat ditipiskan (nada tinggi) dan ditebalkan
(nada rendah). Kemampuan manusia bernyanyi
dan berkata-kata dengan sempurna ini karena
adanya kelima pasang otot aduktor.

SUARA PARAU
Merupakan gejala, bukan penyakit, tetapi merupakan gejala
yang dini dari penyakit laring yang berbahaya.

193
1. Anatomi tidak normal : korda vokalis menebal (pada
edema, hyperemi, infiltrasi, hipertropi.
Misalnya pada : Laringitis akut/kronik.

2. Fisiologi tidak normal.


A. Korda vokalis tidak dapat bergerak ke medial,
karena :
1. Paralisa :
a) Aduktor paralisa bilateralis (jarang terjadi)
- Gambar laring stadium fonasi seperti
stadium respirasi, tetapi karena tidak ada
tonus, korda vokalis bengkok.
- Gejala : afoni. Suara tidak keluar, bukan
parau lagi. Pernafasan baik, tidak sesak
b) Aduktor paralisa unilateral, banyak terjadi,
karena gangguan dalam thorax.
- Gejala sama : Afoni dan tak sesak.
- Gambar laring : misalnya kiri paralisa,
ketika fonasi, yang kanan bergerak
melebihi ke kiri bertemu di paramedian
kiri.

2. Fiksasi arytenoid.
Pada radang / infiltrasi tumor yang
menyebabkan ankilosa artikulus krikoaritenoid.

B. Korda vokalis tak dapat merapat di median.


1. Pada keadaan korda vokalis konkaf (cekung).
Misalnya : Ulkus Tuberkulosa.
Banyak bicara, muskuli akan lelah,
pada orang yang habis berpidato
berjam-jam, setelah istirahat, baik
kembali.

194
2. Ada halangan untuk merapat.
a) Sekret kental di korda vokalis, didehemkan
bisa hilang.
b) Tumor benigna misalnya:
1) Vokal nodul = Singer’s nodule.
Pada pemakaian suara yg salah, teriak-
teriak, nada tinggi (Abuse voice). Banyak
pada penyanyi (dulu), guru yang banyak
mengajar.
Nodule terdapat di sepertiga anterior,
simetris.
Pada fase permulaan dengan stem, rest
dan speech therapy, tetapi kalai lama,
sudah sulit kembali normal, perlu
operasi dengan bedah laring
mikroskopik.

2) Papilloma
Penyebab : diduga karena virus atau
hormonal.
Banyak pada anak kecil, kurang dari 8
tahun.
Benigna tetapi tumbuh progresif sampai
menutup rima glottis menyebabkan
anak sesak, sehingga perlu trakeotomi.
Terapi : Bedah laring mikroskopik
berulang sampai tidak tumbuh lagi.

C. Tumor maligna : lihat kuliah di belakang.

ADENOTONSILITIS KRONIK
Bila pada anak terjadi tonsillitis biasanya terjadi juga
adenoiditis, maka gambaran klinis adalah kombinasi
keduanya.
195
TONSILEKTOMI

Kalau pada anak (usia dibawah 12 tahun) dilakukan :


adenotonsilektomi
Indikasi Tonsilektomi :
I. Umum :
Jika tonsil menjadi sumber infeksi dimana resiko untuk
badan lebih besar daripada resiko operasi
Umur 3-60 tahun.
II. Khusus :
1. Tonsilitis akut residivans ; yang kumat 4-5 x
setahun. Tonsilitis akut yang terjadi berulang-
ulang, misalnya sekarang tonsillitis akut, 2-3
bulan lagi tonsillitis akut, di luarnya sembuh
sama sekali.
2. Tonsilitis kronis dengan eksaserbasi akut.
Karena kumat lagi atau terus menerus

III. Dissection (Tonsillectomia chirurgicus )


Cara tajam dengan pisau. Keuntungan : perdarahan
dapat dirawat dengan tenang.

Anestesi :
A. Lokasi dengan 2 tahap :
1. Epimukosa :
Faring dan sekitarnya disemprot dengan
tetrakain 1% supaya reflek muntah
menurun.
2. Submukosa :
Suntikan infiltrasi dengan prokain 1%.
Dikerjakan pada orang dewasa ( banyak
jaringan parut). Di Negara maju cara ini
sudah tidak dipakai lagi.

196
B. Umum : Endotrakeal

Komplikasi :
1. Anestesi :
- Lokal : anafilaktik, syok.
- Narkose : apneu, pneumonia,
trauma psikis oleh karena tidak
ada persiapan mental.

2. Operasi
Perdarahan :
- Durante operasionem : dapat
diikat.
- Post-operasionem L yang
bahaya 3-12 jam postop.
Pada anak darah ditelan ;
sesudah lambung penuh baru
muntah dan timbul syok.

3. Emboli
- Aktivasi proses tbc paru.
- Abses paru.

LARINGITIS AKUT

LARINGITIS AKUT NON SPESIFIK, pada dewasa.


Hampir kita semua pernah mengalaminya, ketika batuk pilek
dan akhirnya parau.
Etiologi : infeksi virus beserta bakteri Beta hemolitikus
streptokok, Hemofilus influenza.
Semula didahului dengan infeksi di hidung (pada Common
cold) lalu turun kebawah – ke laring.
Patologi : korda vokalis merah, oedem, juga di supraglotis.

197
Gejala : timbul secara mendadak (pagi baik, sore parau).
1. Suara membesar, nada rendah, lalu
parau. Yang berat bisa afoni. (tidak ada
suara, hanya bisikan )
2. Tenggorok terasa gatal, kering dan sakit
untuk bicara. Iritasi laring ini
menyebabkan batuk, tetapi lama-lama
rangsangan batuk ini dari
trakea/bronkus.
3. Subfebril.

Pemeriksaan korda vokalis merah dan oedem.


Terapi :
1. Voice rest : diam, juga tidak boleh berbisik. Kalau hal
ini dilanggar maka lama sembuhnya.
2. Antibiotika, kalau panas tinggi, secret banyak.
3. Terapi influenza : makan, minum hangat dan mandi air
yang hangat.

Kalau ringan akan sembuh sendiri : self limiting disease.

LARINGITIS AKUT PADA ANAK (dibawah 7 tahun)


Perlu perhatian, karena dapat fatal.
1. Rima glottis kecil, kalau oedem mudah tertutup.
Bayi : oedem 1 mm pada korda vokalis sudah menutup
50% rima glottis.(pada dewasa hanya menutup 20%).

2. Banyak jaringan ikat kendor, terutama subglotis,


akibatnya pada infiltrasi radang mudah oedem.

Jadi gejala yang menyolok pada bayi ialah :


a) Sesak napas waktu inspirasi, sampai hebat sekali,
dahulu perlu trakeotomi, sekarang umumnya
hilang dengan suntikan deksamethason.
b) Parau, seperti pada dewasa.
198
c) Panas.

Terapi :
1. Kortikosteroid : Deksamethason dosis tinggi : 0,3
mg/Kg BB IM, kalau belum hilang dapat diulang dua
kali dengan selang 30 menit. Kalau masih belum hilang
: trakeotomi (kalau belum hilang ini biasanya difteri ;
post trakeotomi segera periksa laring).
2. Antibiotika, diberikan setelah tidak sesak. (awas reaksi
alergi, dapat fatal).
3. Stoom uap, dengan kelembaban tinggi ini sekret bisa
encer.

Pada anak kecil bisa terjadi gabungan : Laringo-trakeo-


bronkitis yang memburukkan prognosa.

DIFTERI LARING
Etiologi : Corynebacterium Diphtheriae (Loffler). Biasanya
sekunder setelah difteri faring/tonsil . sangat jarang primer.
Patologi : Pseudomembran tebal menutup rima glottis
menyebabkan sesak, disamping karena oedem korda vokalis.
Insiden : banyak pada anak.
Gejala :
- Subfebril.
- Anak tak mau makan.
- Suara sedikit parau, lama-lama afoni.
- Napas sesak karena obstruksi, tampak retraksi di
supraklavikuler, epigastrium dan interkostal.
- Terdengar stridor inspiratoir.
- Anak akan tampak gelisah, pucat dan sianosis.
- YANG KHAS : Bull neck.

Komplikasi : Exotoxin yang menyebabkan miokarditis dan


neuritis perifer.
Komplikasi lanjut (setelah 3-4 minggu) :
199
1. Paralisa Palatum Molle (kalau menelan masuk
ke hidung, terdapat Rhinolalia Aperta.
2. Paralisa otot akomodasi mata.

Terapi :
1. ADS.
2. Penicillin.
3. Kalau sesak : trakeotomi.
4. Isolasi penderita.

Beberapa bulan setelah sembuh dianjurkan


Adenotonsilektomi.

LARINGITIS KRONIKA NON SPESIFIK


Laringitis yang berulang : karena banyak bicara.
Faktor eksogen : rokok, debu/asap, alcohol.
Faktor endogen : sekret Sinusitis paranasalis kronika,
sekret Bronkitis.
Gejala :
Subyektif : batuk dan parau. Pagi suaranya nyaring sore parau
(pada guru).
Obyektif : Korda vokalis merah, tebal karena oedem yang
lama, (hipertropi), gerakan masih baik.
Terapi :
Vokal rest, saran pindah pekerjaan, jangan merokok.
Radang jalan napas atas/bawah diperbaiki.
Prognosa :
Kalau cepat ke dokter dapat diperbaiki, kalau sudah lama,
terjadi hipertropi, sulit sembuh.
DD : awas pada orang tua perlu ingat karsinoma.

200
LARINGITIS TUBERKULOSA
Etio : Myobacterium Tuberculosa
Ketika sputum dibatukkan, dapat menempel di korda
vokalis, umumnya sekunder dari tuberkulosa paru.
Patologi : infiltrasi, pseudo oedema, nekrosis –pengejuan,
ulkus.
Gejala :
- Suara lemah-parau-afoni.
- Sakit untuk menelan, kalau mengenai epiglottis.
- Batuk dll gejala Koch Pulmonum.

Terapi : sama dengan terapi Koch Pulmonum. Dulu laryngitis


TBC merupakan fase akhir penderita.

OBSTRUKSI LARING

Penyebab:
1. Laringomalacia
2. Epiglotitis akut/ Abeses epiglottis
3. Laryngitis akut pada anak kecil
4. Laryngitis difteri
5. Paralisa abductor bilateral
6. Papiloma laring, Karsinoma

LARINGOMALACIA

Malacia: Bahasa Griek: pelunakan yang tak wajar pada suatu


organ. Kata “pelunakan” ini tak tepat, bukan menjadi lunak,
tetapi disini masih lunak, belum cukup keras.
Mungkin hanya sebagian laring yang belum keras: epiglottis,
arytenoid tetapi dapat pula di trakea.

201
Insiden: bayi/ sejak lahir, tetapi baru dibawa kedokter setelah
cekungan didada makin jelas
Penyebab:
Gangguan pertumbuhan/pembentukan tulang rawan yang
belum sempurna. Akibatnya epiglottis lunak, mudah
menguncup ketika inspirasi terutama pada akhir proses
inspirasi, jadi tidak ada sianosis tetapi tampak retraksi yang
hebat, sehingga mengganggu pertumbuhan tulang sternum,
terjadi Pigeon Chest.

Gejala:
Tampak sesak ketika inspirasi, ada retraksi hebat, tetapi tidak
sianosis. Suara nyaring, sebab korda vokalis normal.

Terapi:
Taka ada terapi khusus, tulang rawan yang lunak akan
mengeras sendiri sekitar 1-2 tahun. Orang tua diberi tahu
agar lebih memperhatikan anaknya, jangan sampai menangis
(akan bertambah jelas sesaknya!). Kalau ada komplikas
misalnya Rinitis-laringitis-bronkitis mungkin perlu
trakeotomi.
EPIGLOTITIS AKUT/ LARINGITIS SUPRAGLOTIK AKUT
Jarang tetapi berbahaya dan fatal, terutama pada anak.

Gejala :
- Mendadak
- Sakit menelan yang mendadak dan hebat
Perhatikan: kalau penyakit laring dengan sakit untuk
menelan, biasanya mengenai epiglottis, sebab pada proses
menelan laring bergerak naik, epiglottis menutup Rima Glotis
supaya makanan tidak masuk ke trakea. Makanan akan
“menyinggung” permukaan atas epiglottis.
- Panas tinggi
- Lama-lama sesak: obstruksi jalan napas
202
- Suara baik

Pemeriksaan :
Dengan menekan lidah (harap perlahan-lahan saja, sebab
dapat terjadi spasme laring) tampak epiglottis edema-merah
seperti bola.

Terapi :
- Mula-mula konservatif dahulu: Kotikosteroid
(Deksametasone 0.3 mg/kg BB IM)
- Bila terjadi abses: insisi, dengan posisi terlentang,
kepala direndahkan supaya pus tidak masuk ke trakea
- Trakeotomi kalau sesak sekali dan tidak hilang dengan
insisi

PARALISA ABDUKTOR BILATERALIS = RECURRENT


PARALYSE = POSTICUS PARALYSE, BILATERAL MIDLINE
PARALYSE

Etiologi: trauma pada strumektomi, penekanan tumor leher


Gejala: sesak napas, tetapi suara nyaring
Pemeriksaan:
Dalam stadium respirasi, korda vokalis berada di
median, tak dapat bergerak ke lateral
Terapi: Segera trakeotomi untuk jalan nafas
Lain kali dilanjutkan dengan operasi
ARITENOIDEKTOMI. Dengan bantuan bedah laring
mikroskopik, arytenoid sebelah diambil, korda vokalis dijait
ke latera. Airway separo cukup, sedangkan suara masih bias
keluar/terdengar.
Prognosa: baik asal dihindari aktivitas/ olahraga yang perlu
napas banyak. Hati-hati kalau terjadi lariingitis.

203
PARALISA ABDUKTOR UNILATERAL
Biasanya yang kiri, subyektif tidak sesak, suara nyaring.

KARSINOMA LARING

Banyak pada usia lanjut diatas 40 tahun


Sebagian besar Epidermoid Carcinoma
Pembagian:
Menurut lokalisasi tumor, karena ada hubungannya dengan
gejala, terapi dan prognosa.
1. Supraglotis : tumor pada plika ventrikularis,
arytenoid, epiglottis, sinus priformis.
2. Glottis : tumor pada korda vokalis.
3. Subglotis : tumor dibawah korda vokalis.

Gejala:
1. Suara parau: merupakan gejala dini kalau tumor
didaerah glottis dan subglotis
2. Rasa tak enak di laring, terasa ada sesuatu, di-
dehemkan tidak hilang. Pada fase lanjut saja ada rasa
sakit untuk menelan atau untuk berbicara
3. Sesak nafas ketika inspirasi. Ini merupakan gejala
lanjut, karena baru terasa sesak kalau tumor sudah
menutup lebih dari 80% lumen.
204
Terjadi demikian karena tumor tumbuh secara
perlahan-lahan, penderita beradaptasi, duduk diam
saja, tidak melakukan aktivitas. Jadi jangan mengirim
penderita setelah sesak, sebab kita juga akan sulit
melakukan trakeotomi pada situasi ini.
4. Pembesaran kelenjar: ini merupakan stadium lanjut.

Stadium.
Tergantung keadaan tumor (T), pembesaran kelenjar regional
(N) dan metastase jauh (M).
T1 : tumor masih disatu daerah, kanan dan/atau kiri.
T2 : tumor di dua daerah
T3 : sudah ada fiksasi, gerakan terganggu
T4 : sudah keluar dari daerah laring

Stadium 1 : T1 N0 M0
Stadium 2 : T2 N0 M0
Stadium 3 : T3 N0 M0, T2 N1 M0, T3 N1 M0
Stadium 4 : T4 N0 M0, Semua T N2 M1, Semua N dan M
Terapi:
Stadium 1 dan 4: radiasi
Stadium 2 dan 3: laringektomi, seluruh laring diambil,
potongan trakea dihubungkan dengra stoma dimuka. Untuk
berbicara penderita dilatih memakasi suara udara yang
ditelan (Oesophageal speech). Dengan cara ini 80% penderita
masih dapat hidup dalam 5 tahun.

benda asing terhirup masuk ke trakea.


Banyak pada anak kecil yang belum punya geraham, sehingga
makan di kulum saja. Ketika menangis misalnyakarena jatuh,
akan menghirup udara dengan keras, maka masuklah benda
asing tersebut ke trakea/bronkus.
Benda asing ini umumnya kacang, dapat juga nasi, kwaci, roti
dll.
205
Pada dewasa : jarum pentul (pada penjait), pernah terhirup
gigi palsu, biji buah-buahan.
Gejala :
1. Batuk hebat, mendadak dan bertubi-tubi, kadang
sampai biru (sianosis) karena tak sempat inspirasi.
Batuk ini karena refleks disebabkan adanya benda
asing di trakea.
Kadang ada fase tenang, tidak batuk, kalau benda asing
terhenti di salah satu cabang bronkus.
2. Sesak : kalau anak kecil dan benda asingnya besar.
Kalau masih di trakea, kadang tidak sesak ! sebab
udara bias masuk di celah antaranya.
3. Suara paru kadang baik/normal. Hanya menjadi redup
kalau benda asing terhenti di salah satu cabang
bronkus. Gerak napas yang berkurang ini juga akan
tampak dari belakang.
Kalau agak lama ada komplikasi :
1. Atelektase : tak ada udara maasuk kecabang bronkus,
karena obstruksi benda asing.
2. Emfisem : udara malahan tidak dapat keluar, kalau ada
oedem dan sekret di sekitar benda asing.
Keadaan ini agak aneh, satu penyebab dapat
mengakibatkan dua gejala yang berlawanan.
Bronchitis, kalau lama sekali.
Umumnya batuk yang tak jelas sebabnya di beri antibotika,
sehingga pernah nasi berada di bronkus selama 3 bulan,
masih utuh, berwarna putih.
Terapi :
Segera dikirim ke RS yang ada alat bronkoskopi (Lab/UPF
THT), disertai perawat yang dapat melakukan HEIMLICH
MANEUVRE, menekan perut arah keatas, kalau benda asing
tiba-tiba dibatukkan dan berhenti terjepit di korda vokalis.
Maksudnya, dengan udara sisa di paru, diharapkan
dapat mendorong benda asing yang terjepit di korda vokalis
206
tersebut. Ketika batuk, korda vokalis merapat ditengah, jadi
agak sulit untuk dapat diliwati benda asing keluar. Itulah
sebabnya benda asing sangat jarang dapat dibatukkan keluar.
Di daerah, dapat dilakukan trakeotomi : ketika trakea
diinsisi, akan ada rangsangan batuk, benda asing akan
dibatukkan keluar melalui lubang tersebut. Kalau belum
keluar dengan batuk, benda asing tersebut akan naik-turun
didekat stoma, tinggal diambil dengan pinset/forsep.

Benda asing di esofagus


Banyak terjadi pada anak yang suka memasukkan sesuatu di
mulutnya. Misalnya: uang logam, bekel, peniti, dll.
Kalau pada dewsa terjadi pada orang tua yang sudah tidak
ada grahamnya, daging yang alot di kunyah- kunyah (di pesta,
atau di rumah mantunya) lalu di telan saja.
Gejala yang penting anamnesa atau hetero anamnesa: ada
riwayat tertelan

Pemeriksaan
Benda asing logam dapat difoto
Pada benda asing plastik dengan barium dan kapas woll
Bila anamnesa sudah jelas, pemeriksaan dengan barium tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan kotor dan
menyulitkan pengambilan benda asing nantinya.
Pada dewasa bisa dilakukan dengan tes minum, umumnya
akan segera muntah karena obstruksi total.
Umumnya benda asing berhenti di daerah krikofaringeus (di
leher, jadi dibuat foto leher dan thoraks) kalau tidak tampak
foto benda asing baru di buat foto daerah perut, mungkin
sudah masuk lambung.
Daerah penyempitan lainn (aorta, bronkus, kardia) sangat
jarang jadi tempat pemberhentian benda asing

207
Terapi
Kirim ke rumah sakit yang mempunyai alat esofagoskop (lab
THT)
Tidak dianjurkan untuk mendrong benda asing dengan sonde,
sebab ada bahaya perforasi esofagus, ini fatal bila tidak di
ketahui.

Komplikasi
Benda asing tajam dapat menusuk esofagus: mediastinitis
Benda asing yang tumpul dalam jangka panjang karena
pressure atropi dapat mnyebabkan nerosis, perforasi
esofagus.

Mengapa terjadiretraksi pada obstruksi jalan nafas?


Apabila terjadi obstruksi jalan nafas (dari faring sampai
cabang bronkus, akan terjadi sesak saat inspirasi dan tampak
retraksi di epigastrium, supraklavikuler, dan interkosta.
Dapat di bedakan dengan obstruksi pada asma bronkial, disini
sulit ekspirasi, sulit mengeluarkan udara pernafasa.
Kalau ada penderita sesak nafas lihat saja inspirasi dan
ekspirasi.
Sesak saat inspirasi: kelainan THT disamping mungkin ada
faktor psikologis.

Mengapa ini terjadi?


Antara pintu jalan nafas (hidung) dan paru- paru, udara harus
melalui jalur sempit dan panjang. Padahal udara masuk
secara pasif, karena u=tekanan udara di dalam paru <1
atmosfer, disebabkan berkembangnya udara volune paru
(volume besar, tekanan kurang)
Apabila ada obstruksi di saluran ini, udara yang masuk secara
pasif sulit melalui sumbatan, akibatnya:

208
Tekanan dalam paru semakin kurang dari 1 atmosfir. Makin
keras usaha memasukan udara pernafasan, makin jelas
retraksinya.

Daftar slide yang akan di tunjukan


Mohon perhatian karrena ini tidak dapat di fotokopi
a.
1. Benda asing di esofagus: uang logam, bekel, batu
kali, putaran jam, peniti
2. Kasus benda asing 3 bulan di esofagus terjadi
stenosis
3. Kasus tertelan ikan hidup

b.
1. Benda asing kacang di trakea (pada ffoto tidak ada
kelainan)
2. Benda asing peer bolpoin, kerang, gigi palsu,
jarum, asinan.
3. Gambarqan emfisem paru karena ada benda asing
4. Gambaran atelaktase paru karena ada benda asing

c. Heimlich manufer
d. Retraksi karena obstruksi laring
e. Laringomalacia
f. Nodul, karsinoma laring, papiloma, kista

Kepustakaan
1. Ballenger, J.J: diseases of the nose throath and ear.
13thed leafebiger Philadelphia 1985.
2. Jackson, C N Jackosn, C. L: diseases of the nose
throath and ear 2nd edition. W B saunders
Philadelphia, London 1965
3. Parparella, M. M.N Shumrick, D: otolaringologi. W
B saunders Philadelphia, London. Toronto 1980
209
4. Scott- brown’s: ballantin, J.N greves, j: diseases of
the nose and throath 4th edition. Butterworth
London Boston Sydney Toronto 1979
5. Heimlich manuver. Clinical symposia 31.23. 1979.
Chiba publication
6. Zemlin, W. R. : speech and hearing science,
anatomy, and physiology, prentice hall inc.
Englewodd cliff, New Jersy 1968

Handout laring I: dr Sardjono Sujak


Handout untuk latihan anda, apakah telah mengerti kuliah
sebelumnya.
Sambunglah dengan garis, antara keluhan dan diagnosa
yangsesuai di sebelahnya. Dan isilah tindakan apa yang akan
dilakukan oleh ahli THT
Disusun dnegan cara ini sebab penderita akan datang dengan
keluhan (kolom sebelah kiri) dokter umum akan
memmikirkan penyakit apa (kolom tengah) dan bila dikirim
ke ahli THT akan dilakukan tindakan apa (kolom kanan)
Judul tabel penyakit laring
Keluhan Penderita Diagnosa oleh dokter
umum
Parau Laringomalacia
Trauma leher
Abduktor paralisa
bilateral
Abduktor paralisa
Laringitis akut anak
Sesak Laringitis akut
dewasa
Larigitis difteri
Laringitis kronis
Laringitis tuberkulosa

210
Epiglotitis pada anak
Sakit menelan Nodul fokal
Papiloma laring
Karsinoma laring
Benda asing di trakea
/ bronkus

Kalau selalu pakailah garis lurus


Kalau kadang- kadang: pakailah garis putus- putus.
Handout laring II: dr. sardjon sudjak
Handout ini untuk apakah anda melatih apakah anda
mengerti kuliah THT
Obstruksi jalan nafas mana yang menyebabkan sesak nafas
ketika inspirasi? Apakah semua kelainan obstruksi?
Perhatikan gambar di bawah ini, dan coba tulis kelainan
patologis apa.
Apakah tumor kavum nasi menyebabkan sesak inspirasi?
Mengapa?
Apakah tumor kavum oris menyebabkan sesak inspirasi?
Mengapa?
Apakah tumor nasofaring menyebabkan sesak inspirasi?
Mengapa?
Jadi kelaina yang menyebabkan sesak nafas inspirasi adalah:

211
Kelainan dimana saja? Penyakitnya apa? terapinya apa?

212

Anda mungkin juga menyukai