Anda di halaman 1dari 5

YAKOBUS 10 – JANGAN MEMANDANG MUKA

Pada kesempatan yang lalu, kita mempelajari Yak 1:26-27 dan membahas
pertanyaan penting tentang arti melakukan firman. Di dalam ayat 26-27, kita
melihat kontras antara dua macam kualitas hidup: hidup dalam ibadah yang
lahiriah dan hidup dalam ibadah yang rohaniah. Rasul Yakobus ingin agar kita
mengerti bahwa hal melakukan firman yang sejati itu mencakup:
1) hidup kita dikendalikan dan diubah oleh Allah;
2) mempraktekkan ajaran Tuhan di dalam kehidupan sehari-hari kita.
Inilah definisi Yakobus tentang ‘melakukan firman’. Secara sederhananya, makna
melakukan firman mencakup menerima Firman Tuhan dan mengijinkan firman itu
mengubah hati kita. Inilah tepatnya hal yang disampaikan oleh ayat 27 – menjaga
agar diri kita tidak dicemarkan oleh dunia. Nilai-nilai kita tidak lagi dipengaruhi
dan diatur oleh nilai-nilai duniawi melainkan oleh nilai-nilai Allah. Hanya dengan
begitu baru perilaku, ucapan, tindakan dan hubungan kita dengan sesama manusia
bisa selaras dengan hati Allah. Hanya dengan begitu kita bisa disebut sebagai
pendengar dan pelaku firman. Kita harus selalu ingat bahwa berbekalkan amal baik
tanpa perubahan di dalam manusia batiniah adalah ibadah yang sia-sia di mata
Allah. Sebaliknya, seseorang yang hatinya telah diubah oleh Allah akan secara
alami menjalankan kehendak Allah di dalam hidupnya.
Sikap memandang muka masalah besar dalam gereja
Hari ini, kita akan mempelajari Yak 2:1-7. Seperti yang sudah saya sampaikan
sebelumnya, Yakobus berbicara tentang pentingnya menjadi pendengar dan pelaku
firman mulai ayat 19 dan seterusnya. Penekanan ini melebar sampai ke pasal 2.
Rasul Yakobus membahas masalah yang lazim terjadi di tengah jemaat di dalam
Yak 2:1-7, yaitu sikap memandang muka. Jika Anda seorang non-Kristen, harap
jangan menganggap aneh jika sikap berat sebelah juga ada di tengah gereja.
Sebenarnya, ini adalah persoalan yang lazim terjadi di tengah gereja. Seringkali,
gereja justru melakukan hal yang bertolak belakang dengan Yakobus 1:27. Gereja
bukan saja tidak menjaga agar dirinya tidak dicemarkan oleh dunia, tetapi malah
mengikuti dunia. Jika Anda seorang Kristen, harap jangan buru-buru menyangkal
apa yang saya sampaikan ini. Sikap memandang muka ini sering terlihat bukan
hanya di kalangan jemaat awam saja, akan tetapi sangat sering ditemui juga di
kalangan pemimpin gereja. Banyak perpecahan dan pertentangan di dalam gereja
ini yang bersumber pada sikap memandang muka ini. Ini juga merupakan salah
satu persoalan yang menimpa jemaat di Korintus. Tentu saja, sikap berat sebelah
hanya merupakan puncak dari ‘gunung es’; kita akan meneliti sampai jauh ke
dalam persoalan ini sesaat lagi.
Sikap memandang muka adalah hal yang sudah sangat akrab dengan kita. Beberapa
tahun terakhir ini, fenomena ini telah meluas di merata tempat karena reformasi
ekonomi yang menyebabkan peningkatan dramatis di dalam standar kehidupan,
dan munculnya celah yang semakin melebar antara yang miskin dan yang kaya.
Orang-orang berjuang keras mengejar kenikmatan material di dalam hidup ini.
Yang paling disesalkan adalah bahwa pemilikian harta benda itu lalu menjadi cara
kita mengukur seseorang. Setiap kali Anda berkenalan, pertama-tama Anda akan
mengamati pakaian yang dia kenakan, sepatu yang dia pakai, merek jam tangannya
serta jenis mobil yang dia kendarai. Ringkasnya – semua berkaitan dengan uang.
Kuncinya terletak pada apakah Anda memiliki uang. Jika Anda tidak punya uang,
maka Anda akan diremehkan dan dilecehkan oleh orang lain. Jika Anda punya
uang, maka Anda akan disanjung, dihargai dan diterima oleh semua orang. Itulah
sebabnya mengapa orang menjadi semakin cinta uang. Uang harus ada untuk
semua urusan. Kita mencari uang untuk berbagai keperluan. Karena berbagai
tekanan itu sangat nyata, banyak orang berpura-pura makmur agar tidak
diremehkan oleh orang lain. Tak peduli seberapa berat hidup ini jadinya, kita harus
mengenakan pakaian yang bagus, jam tangan yang berkilauan, dan sepatu yang
bermerek. Setidaknya kita merasa lebih percaya diri saat bertemu dengan orang
lain.
Jika Anda khawatir akan penilaian orang lain terhadap Anda, maka Anda pasti
akan memperlakukan orang lain dengan cara yang sama. Sebagai orang yang
percaya dan melayani Yesus Kristus, akankah Anda menilai buku berdasarkan
sampulnya? Tak perlu dikatakan lagi, mereka yang tidak percaya kepada Tuhan
hidup dengan sikap memandang muka. Karena mereka tidak takut akan Allah dan
mereka tidak memegang harapan yang kekal, maka prestasi duniawi menjadi
segala-galanya bagi mereka. Akan tetapi, jika gereja juga menerapkan sikap
memandang muka, apakah Anda akan merasa terkejut atau kecewa (kita sedang
membahas tentang gereja mula-mula, jika gereja mula-mula saja sudah
memandang muka, maka gereja masa kini akan lebih buruk lagi)?
Harap jangan terkejut jika Anda adalah orang yang belum percaya kepada Tuhan.
Saya beritahu Anda, ada begitu banyak persoalan yang melanda gereja karena
begitu banyaknya orang Kristen yang mendengar tetapi tidak melakukan firman.
Inilah persoalan yang sedang ditangani oleh rasul Yakobus. Tidak setiap orang
yang menyebut dirinya Kristen benar-benar hidup di bawah pemerintahan Tuhan.
Anda tidak akan mengalami kuasa pengubah hidup dari Allah jika Anda belum
menyerahkan hidup Anda sepenuhnya kepada Allah. Jadi, sekalipun Anda
menyatakan diri Anda sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, kehidupan Anda
masih belum berubah, Anda tidak berbeda dengan orang dunia yang lainnya.
Orang yang tidak percaya itu memandang muka, dan Anda juga demikian. Anda
sama sekali tidak punya kuasa untuk menolak pencemaran dari dunia.
Masalah pilih kasih sudah sangat meluas di tengah gereja. Sedemikian meluasnya
sehingga kita menjadi terbiasa dengan keadaan ini. Janganlah tergesa-gesa
menerapkan cermin yang satu ini pada orang lain jika Anda adalah seorang
Kristen. Harap Anda arahkan cermin itu ke wajah Anda dan cari tahu apakah Anda
sendiri bersikap seperti itu. Coba amati sikap dan reaksi Anda terhadap orang lain.
Sebagai contoh, jika seorang penginjil terkenal mengunjungi kita, apakah Anda
akan menunjukkan penghormatan dan perhatian yang khusus kepada dia dan juga
kepada ucapannya? Bukankah sikap hati semacam ini menunjukkan adanya sikap
yang berat sebelah? Lalu, bagaimana sikap Anda terhadap mereka yang punya
banyak uang, kekuasaan, berpendidikan dan berkedudukan? Apakah Anda
cenderung lebih suka berteman dengan mereka? Apakah Anda cenderung
meremehkan orang yang tidak punya kedudukan, pendidikan, uang, dan tidak
memberi keuntungan apa-apa buat Anda? Gereja zaman sekarang sangat
menghormati orang kaya. Sangatlah mudah bagi orang Kristen yang kaya untuk
berperan serta di dalam kepemimpinan gereja. Mengapa gereja begitu
menghormati orang kaya? Alasannya mudah untuk dipahami oleh setiap orang –
orang kaya memberi banyak dukungan bagi keuangan gereja.
Di sini, Yakobus memberitahu kita bahwa masalah ini sudah sangat meluas di
gereja zaman awal. Mereka menghormati orang-orang kaya dan yang
berkedudukan tinggi serta meremehkan orang miskin. Jangan terburu-buru
mengkritik gereja mula-mula dan berprasangka buruk terhadap mereka.
Bayangkanlah: jika ada orang yang kotor dan bau berkumpul di tengah jemaat kita
yang sangat bersih dan rapi, lalu Anda mendapati bahwa bau badannya
mengganggu hati jemaat, Anda akan menyarankan agar orang itu duduk di sudut
belakang agar tidak menggangu jemaat yang lain. Mungkin kita tidak pernah
berpikir bahwa perlakukan semacam ini juga merupakan cerminan dari sikap pilih
kasih. Orang miskin pada umumnya tidak berpakaian layak, keadaan mereka
kadang kala tidak memungkinkan mereka untuk mandi, dan tak perlu dikatakan
lagi, dandanan mereka umumnya tidak mentereng. Hal ini bukan karena dia secara
sengaja ingin tampil kotor dan bau. Tentu saja rasul Yakobus tidak menyuruh kita
untuk mengabaikan masalah kerapian. Persoalan yang ingin dia tangani adalah
sikap pandang bulu dan kecenderungan kita untuk merendahkan orang lain.
Saya ingat pada suatu kali, ada tetangga kami yang datang berkunjung. Saat itu,
saya sedang bersama dengan beberapa orang saudara seiman. Tetangga kami ini
adalah orang yang rapi, dan dia baru saja pulang dari tempat kerjanya. Saat itu dia
masih kotor dan berkeringat. Dia lupa membawa kunci dan tidak bisa masuk ke
rumahnya. Lalu, dia mampir ke tempat saya dan bertanya apakah dia boleh
menumpang mandi. Saya langsung menjawab, “Silakan.” Saya bahkan menyuruh
dia untuk tidak ragu memakai perlengkapan apapun yang ada di kamar mandi.
Tiba-tiba, terpikir oleh saya bahwa dia mungkin memerlukan handuk. Akan tetapi,
saya enggan menanyakan apakah dia perlu handuk, karena saya hanya punya satu
handuk dan saya tidak mau meminjamkannya karena saat itu dia sangat kotor.
Akan tetapi salah satu saudara yang saat itu sedang bersama dengan saya, dengan
sangat ramah menawarkan handuk kepadanya. Saya merasa sangat bersalah setelah
itu. Allah mengijinkan saya untuk mengerti bahwa, tepatnya, inilah yang disebut
dengan sikap memandang muka.
Allah peduli pada orang miskin
Mengapa rasul Yakobus sangat serius dalam memandang persoalan ini? Yakobus
memberitahu kita di dalam ayat 5 bahwa sudah menjadi sifat Allah untuk
memelihara mereka yang miskin dan yang rendah. Saat Yesus datang ke dunia ini,
Dia tidak memilih untuk dilahirkan di Yerusalem atau di tengah keluarga
bangsawan. Dia malah memilih untuk tinggal di Galilea. Galilea adalah daerah
miskin dan tertinggal. Para bangsawan dan bahkan orang-orang yang religius
memandang remeh orang-orang Galilea. Akan tetapi Yesus memilih untuk tinggal
di tempat ini. Melalui Yesus, Allah ingin menyampaikan pesan bahwa Dia
memelihara orang miskin, bahwa Dia tahu derita yang mereka tanggung di dunia
ini dan bahwa Dia ingin melegakan mereka dengan keselamatan.
Apakah ini berarti bahwa orang miskin itu pasti memiliki kaya iman? Jelas tidak.
Memang benar bahwa Allah peduli pada mereka yang miskin dan yang menderita,
tapi bukan berarti bahwa mereka tidak perlu bertobat dan meninggalkan kejahatan.
Itu sebabnya mengapa di ayat 5 rasul Yakobus menekankan poin bahwa hanya
mereka yang mengasihi Allah yang bisa mewarisi Kerajaan Allah. Jadi, baik yang
kaya atau yang miskin, semua harus bertobat, meninggalkan kejahatan, dan
mengasihi Allah dengan segenap hati mereka supaya mereka dapat mewarisi
kerajaan Allah.
Kita harus pahami poin ini dengan jelas. Saat rasul Yakobus menyuruh kita untuk
tidak memilih kasih, dia tidak berkata bahwa kita harus berpihak pada orang
miskin. Penekanannya adalah bahwa kita tidak boleh memandang muka. Kita harus
memandang setiap orang berdasarkan kebenaran dan hati Allah (ayat 4). Jadi,
ketika Yakobus berkata bahwa Allah telah memilih orang miskin di dalam ayat 5,
dia tidak berkata bahwa Allah berpihak kepada orang miskin tanpa syarat. Maksud
Yakobus adalah bahwa Allah mengingat penderitaan mereka dan melalui Yesus
Kristus, Dia ingin menyatakan keselamatan pertama-tama kepada mereka.
Ayat 6 dan 7 memberitahu kita bahwa orang kaya justru menindas orang Kristen
sejati dan menghujat nama Allah. Jika Anda pelajari Alkitab dengan cermat, Anda
akan melihat bahwa Alkitab tidak menyebutkan hal yang baik-baik tentang orang
kaya. Orang kaya sering kali bersandar pada kekayaan mereka dan harta mereka itu
menjadi ilah bagi mereka. Kekayaan dengan mudah bisa membuat orang menjadi
sombong dan buta. Seorang yang kaya biasanya secara materi akan menjadi miskin
jika dia benar-benar bersandar kepada Allah, karena dia akan memakai uangnya
untuk melayani Allah dan menolong mereka yang kekurangan.
Saya mengenal seseorang yang memutuskan untuk memakai uangnya untuk
melayani Tuhan setelah mempercayai Yesus. Dia membuka pabrik di daerah
Selatan dan mempekerjakan banyak orang Kristen. Dia menyatakan ingin memakai
semua keuntungannya untuk pekerjaan Tuhan. Akan tetapi, saat bisnisnya
berkembang, dia mulai mengeksploitasi pekerjanya, membayar mereka gaji
minimal untuk jam kerja yang sangat panjang. Beberapa saudari seiman mulai
jatuh sakit akibat kelelahan kerja. Demikianlah, uang sering menimbulkan godaan
yang sangat kuat kepada kita, dan membuat kita menjadi tidak sepenuh hati di
dalam mengikut Allah. Kita mungkin bahkan melangkah lebih jauh dengan
memanfaatkan nama Allah untuk memperalat orang lain demi keuntungan kita.
Bukankah ini persis seperti yang dikatakan oleh Yakobus – menindas orang dan
menghujat nama Allah?
Yesus berkata bahwa lebih mudah bagi seekor unta untuk masuk melalui lubang
jarum daripada bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Tuhan
bukannya mau mempersulit orang kaya. Sebearnya Dia sedang berkata: orang kaya
sering jatuh ke dalam berbagai macam dosa akibat kekayaan mereka, dan menjadi
musuh Allah. Jadi Anda lihat, jika orang kaya yang menjadi musuh Allah itu kita
idolakan, bukankah kita juga sedang melawan Allah? Bukankah gereja lantas
menjadi musuh Allah?
Ijinkan saya membuat rangkuman singkat. Di dalam ayat 1, Yakobus
mengingatkan kita, orang-orang yang percaya kepada Yesus, untuk tidak bersikap
berat sebelah kepada orang lain. Mengapa? Rasul Yakobus tidak peduli apakah kita
punya uang atau tidak. Yang dia pedulikan adalah nilai-nilai apa yang kita pegang.
Sebagai jemaat Allah, umat Allah, pikiran kita seharusnya mencerminkan pikiran
Allah: kita seharusnya peduli pada apa yang dipedulikan oleh Allah; dan kita harus
membenci apa yang dibenci oleh Allah. Sebagai orang yang percaya dan melayani
Yesus, kita seharusnya mengejar harapan yang di surga. Akan tetapi, mengapa di
dalam kenyataannya, kita masih sangat menghargai hal-hal yang duniawi – uang,
gengsi dan kedudukan? Mungkin kita tidak mengaku bahwa kita sangat
menghargai hal-hal yang duniawi, akan tetapi cara kita memperlakukan orang lain
sangat mencerminkan nilai-nilai yang kita pegang. Yakobus sangat peduli tentang
perubahan di dalam nilai-nilai yang kita pegang. Jika nilai-nilai duniawi kita tidak
berubah, maka kita akan bergerak menentang Allah dan bukannya mencerminkan
karakter dan kemuliaan Allah di setiap tindakan kita. Kita akan menjadi musuh-
Nya karena kita akan meremehkan hal-hal yang dipedulikan oleh Allah dan
menikmati hal-hal yang dibenci oleh Allah. Saya akan membahas hal ini lebih
mendalam lagi dalam kesempatan berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai