Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Agrica Vol.11 No.

2/Oktober 2018 ISSN 1979-8164 (Print)


Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online)
DOI: 10.31289/agrica.v11i2.1808.g1681

Penerapan 12 Tahapan Hazard Analysis And Critical Control


Point (HACCP) Sebagai Sistem Keamanan Pangan Berbasis
Produk Perikanan

Sutrisno Adi Prayitno1)


Restu Tjiptaningdyah2)
1)2)Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Dr Soetomo

Jl Semolowaru No 84 Surabaya, Jawa Timur, Kode Pos 60118


email: sutrisno@unitomo.ac.id

Abstrak
Salah satu sektor perikanan yang memiliki potensial tinggi adalah udang. Udang
mampu dikembangkan sebagai produk bernilai tambah. Perusahaan perikanan PT
Missaja Mitra yang berada di Provinsi Pati Jawa Tengah adalah perusahaan yang
mampu membuat produk dalam bentuk udang beku berbalut roti, yang biasa disebut
dengan panko ebi. Dalam operasionalnya, menganut manajemen sistem untuk
menghasilkan produk yang berkualitas. Suatu cara untuk menjaga keamanan pangan
adalah dengan melakukan penerapan sistem manajemen keamanan pangan yang
disebut sebagai HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point). Dalam melakukan
kajian HACCP dilakukan dengan menggunakan buku panduan penyusunan rencana
HACCP yang menganut 7 prinsip. Hasil kajian menunjukkan bahwa yang ditetapkan
sebagai CCP adalah pada tahap proses penerimaan bahan baku dan pengecekan logam
(metal detector). Pada semua lini bahwa CCP mendapatkan pengawasan yang optimal.
Dalam melaksanakan operasional manajemen HACCP, salah satu prosedur dan
tindakan yang dianggap efektif atas penerapan HACCP adalah adanya kegiatan
verifikasi. Kesesuaian dalam penerapan sistem HACCP yang diharapkan adalah mampu
meningkatkan mutu atau kualitas dalam produk yang dihasilkan. Karena adanya
pengembangan sistem penjaminan keamanan pangan atau makanan secara
keseluruhan adalah sesuatu yang menjadi persyaratan dalam industri makanan.

Kata kunci: Udang, keamanan pangan, jaminan, kualitas, HACCP

Abstract
One of the fishery sector that has high potential is the shrimp. Shrimp is able to be
developed as a value-added product. Fishery company, PT Missaja Mitra which reside in
the Central Java province is a company that is capable of making products in the form of
frozen shrimp wrapped in bread, commonly referred to as panko ebi. In the operational
management system, adhere to produce a quality product. A way to keep food safety is to
do the implementation of food safety management system known as HACCP (Hazard
Analysis and Critical Control Point). In conducting the study performed with HACCP using
manual drafting of HACCP plan that embraced the 7 principles. The results of the study
show that defined as the CCP was at the incoming raw materials stage and checking of
metal (metal detector). On all of lines that the CCP gain optimal supervision. In carrying

79
Jurnal Agrica Vol.11 No.2/Oktober 2018 ISSN 1979-8164 (Print)
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online)
DOI: 10.31289/agrica.v11i2.1808.g1681

out the operational management of HACCP, one of procedures and actions that are
deemed effective upon implementation of HACCP is the verification activities. Compliance
in the implementation of HACCP systems is expected to increase the quality or quality in
the product resulting. Due to the development of food safety assurance system or overall
food is something that has become a requirement in the food industry.

Keywords: shrimp, food safety, assurance, quality, HACCP

PENDAHULUAN dan keamanan pangan (Maulana


Udang merupakan komoditi dkk, 2012).
penting hasil perikanan yang Salah satu hal yang berkaitan
mampu memberikan atau dengan keamanan pangan akhir –
mendatangkan devisa yang tinggi akhir ini adalah mutu pangan. Hal
setelah produk minyak. Udang juga tersebut menjadi sangat penting
merupakan salah satu komoditi dan membutuhkan pengawan dan
ekspor yang bernilai cukup tinggi sistem pengendalian secara
dalam sektor perikanan khususnya khusus. Tuntutan konsumen
dalam bentuk olahan (Gustina dkk, terhadap jaminan mutu dan
2015). Udang memang banyak kemanan pangan terus mengalami
diminati oleh kalangan negara peningkatan karena para
maju (internasional). Udang yang konsumen sadar pentingnya
diminati biasanya sudah dalam keamanan pangan dan kesehatan
bentuk olahan, segar dan sudah terhadap bahan pangan yang
dibekukan. Kegiatan penjualan dikonsumsi. Seringkali keadaan
(ekspor) udang seringkali pengawasan dan pengendalian
dilakukan Indonesia dengan pada mutu pangan end product
negara tujuan negara maju. tidak sesuai atau tidak tidak
Seringkali permasalahan yang seimbang dengan kemajuan suatu
seringkali timbul dalam kegiatan industri. Disisi lain, tidak
ekspor dan impor adalah adanya menjamin keamanan pangan dan
standar yang berbeda dalam mutunya yang telah beredar di
negaranya masing-masing. Aspek masyarakat luas. Sehingga perlu
mutu merupakan faktor utama dikembangkan adanya suatu
dalam penentuan pasar sistem jaminan keamanan pangan
internasional, karena banyaknya yang memberikan titik berat pada
konsumen yang berasal dari suatu tindakan pencegahan dan
negara maju yang memiliki pengendalian atau pencegahan
kepekaan tinggi dalam hal mutu bahaya (hazard) agar bisa
dipastikan bahwa pangan yang

80
Jurnal Agrica Vol.11 No.2/Oktober 2018 ISSN 1979-8164 (Print)
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online)
DOI: 10.31289/agrica.v11i2.1808.g1681

diproduksi dan beredar sudah membantu perencanaan dan


dalam kondisi aman untuk operasional dalam kegiatan
dikonsumsi oleh konsumen (Rina, produksi pangan atau makanan
2008). terutama dalam keamanan pangan
Tanpa adanya sistem keamanan dan kesehatan yang memfokuskan
pangan yang menjadi suatu pada berbagai bahaya (hazard)
persyaratan dasar dari suatu yang secara langsung adalah
produksi bahan pangan atau berhubungan dengan makanan
produk pangan, sudah barang yang diproduksi (diolah) dan
tentu produk tersebut menjadi disajikan (Sudarmaji, 2005).
tidak berguna karena tuntutan Sebagai alasan kenapa sistem
konsumen yang utama adalah HACCP merupakan suatu sistem
mutu mutu pangan. Dalam suatu yang penting untuk diterapkan
produk bahan makanan ada dalam sektor industri pangan atau
beberapa aspek yang memang makanan adalah karena bahan –
sangat penting yang tidak dapat bahan yang digunakan dalam
terlepas atau ditinggalkan proses produksi merupakan bahan
diantaranya adalah bahwa suatu yang mudah mengalami
hasil produk makanan tidak akan pencemaran yang dapat
laku terjual di pasaran apabila membahayakan keselamatan
secara inderawi dari sisi konsumen atau yang
penampilan, rasa dan aroma tidak mengkonsumsi. Pencemaran pada
sesuai keinginan pelanggan dan bahan pangan atau makanan dapat
tidak memenuhi kepuasan berupa cemaran fisik, cemaran
pelanggan. Aspek-aspek tersebut kimia ataupun cemaran
sudah diatur dan dapat ditemui mikrobiologis. Sistem HACCP
dalam sistem manajemen mutu ( meupakan sistem yang cocok
seperti ini hanya dapat kita temui digunakan karena dapat
dan diatur dalam Sistem diterapkan dalam setiap lini atau
Manajemen Mutu (Gaspersz, rantai proses dari proses produksi
2000). hingga bahan pangan tersebut
HACCP adalah suatu alat didistribusikan pada konsumen
(sistem) yang dipakai atau (BSN,1998). HACCP merupakan
dipergunakan untuk menilai suatu suatu sistem yang dipergunakan
bahaya (hazard) dan menentukan dalam memberikan jaminan
serta menetapkan suatu sistem pangan internasional dan
pengendali yang berfokus kegiatan digunakan sebagai bentuk
pada pencegahan (Muhandri dan akomodassi dalam perdagangan
Kadarisman, 2008). Adanya bebass internassional secara adi
pendekatan melalui HACCP akan
81
Jurnal Agrica Vol.11 No.2/Oktober 2018 ISSN 1979-8164 (Print)
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online)
DOI: 10.31289/agrica.v11i2.1808.g1681

(Orris, 2000; Grunert, 2005; 7 prinsip sistem HACCP yang


Sikora, 2005). meliputi:
Kajian ini memiliki tujuan untuk 5 persyaratan dasar, berupa:
melakukan identifikasi titik-titik 1. Pembentukan Tim HACCP
bahaya pada bahan baku yang 2. Pendeskripsian jenis produk
digunakan dan tahapan proses 3. Identifikasi penggunaan produk
udang dalam bentuk vallue added 4. Pembuatan dan pengembangan
product (breaded shrimp) dengan diagram alir
menggunakan 7 prinsip HACCP 5. Tindakan verifikasi diagram alir
agar supaya proses produksi dapat Sedangkan 7 Prinsip utama dalam
dikendalikan dan menghasilkan HACCP berupa:
produk yang sesuai dengan 1. Analisis bahaya dan
tuntutan konsumen (aman dan pencegahannya
berkualitas). 2. Identifikasi Critical Control
Points (CCP)
METODE PENELITIAN 3. Menetapkan batas kritis (CP)
Kajian ini dilakukan di PT 4. Menetapkan pemantauan
Misaja Mitra Factory, Pati Jawa (monitoring)
Tengah. Metode yang digunakan 5. Menetapkan tindakan koreksi
dalam penulisan adalah metode (correction action)
deskriptif yaitu metode yang 6. Menyusun prosedur verifikasi
menggambarkan dan menjelaskan (verification)
kajian teori yang sifatnya 7. Menetapkan prosedur
konseptual melalui penelusuran pencatatan (documentation)
pustaka, mengumpulkan literatur
dari berbagai sumber pustaka
sekunder seperti buku, jurnal HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian, artikel yang diakses Sistem HACCP merupakan
dari internet. Selain itu juga suatu sistem penjaminan dalam
dilakukan pengumpulan data keamanan pangan yang tidaklah
secara primer dengan cara mudah untuk bisa dilaksanakan
observasi dan melakukan oleh suatu perusahaan khususnya
wawancara terhadap pihak dalam industri makanan atau
manajemen perusahaan. Studi pangan. Setiap perusahaan
HACCP proses produksi produk makanan atau pangan konsumsi
udang value added product (panko yang memiliki keinginan dalam
ebi) menggunakan Panduan menerapkan sistem HACCP
Penyusunan Rencana HACCP haruslah membangun dari awal
mengikuti 5 persyaratan dasar dan rencana HACCP sesuai dengan

82
Jurnal Agrica Vol.11 No.2/Oktober 2018 ISSN 1979-8164 (Print)
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online)
DOI: 10.31289/agrica.v11i2.1808.g1681

kondisi dan situasi dari PT Misaja Mitra Factory


perusahaan. merupakan pencerminan dari unit
Penerapan Sistem HACCP di PT pengolahan udang berupa devisi
Misaja Mitra Factory - Pati produksi, devisi quality control
PT Misaja Mitra Factory dan assurance, devisi mikrobiologi,
telah mengimplementasikan devisi engineering, marketing dan
sistem keamanan pangan yaitu purchasing. Pernyataan yang
HACCP sejak pertama kali tahun diungkapkan oleh Brahmantyoko
memperoleh sertifikat HACCP (2008) menyatakan bahwa suatu
yaitu tahun 1999. Pelaksanaan Tim HACCP dalam perusahaan
sistem manajemen HACCP PT atau industri mempunyai
Misaja Mitra Factory memegang kewajiban dalam mengumpulkan
aturan dalam 12 langkah informasi – informasi tentang
penerapan sistem HACCP. Langkah daftar pekerja, jobdisc pekerjaan,
– langkah penerapan dapat dilihat background pendidikan karyawan,
pada gambar 1. Diagram Alir pelatihan manual, lay out
Penerapan HACCP perusahaan, dekripsi produk,
bumbu – bumbu atau formulasi,
Pembentukan Tim Identifikasi bahan baku, packaging atau
HACCP Bahaya pengemass dan sebagainya. Tim
(Prinsip 1) HACCP di PT Misaja Mitra
Deskripsi Produk Penentuan CCP
(Prinsip 2)
bertanggungjawab atas
pengembangan dan implementasi
Identifikasi Penggunaan
Produk
Penentuan Batas Kritis
(Prinsip 3)
HACCP dalam proses produksi
vallue added product (panko ebi).
Pembuatan Diagram Alir Penentuan Sistem Pemantauan Tim HACCP ini lah yang melakukan
(Prinsip 4)
atas langkah – langkah dari HACCP.
Melaksanakan Tindakan Koreksi
Dalam tim HACCP memiliki latar
Gambar
Verifikasi (Prinsip 5) belakang pendidikan yang berbeda
Diagram Alir
yang memiliki tugas dalam
Melakukan Verifikasi pengawasan mutu, penjaminan
Sistem (Prinsip 6)
mutu, pengolahan pangan, GMP,
Dokumentasi
mikrobiologi pangan, penanganan
(Prinsip 7) proses dan pemeliharaan sarana
dan prasarana (peralatan)
Langkah 1. Pembentukan Tim
HACCP Langkah 2. Deskripsi Produk
Organisasi HACCP awal Vallue added product (VAP)
pertamanya adalah adanya udang beku bentuk panko ebi yang
pembentukan tim. Tim HACCP di diproduksi oleh PT Misaja Mitra
83
Jurnal Agrica Vol.11 No.2/Oktober 2018 ISSN 1979-8164 (Print)
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online)
DOI: 10.31289/agrica.v11i2.1808.g1681

Factory telah dideskripsikan dalam dengan roti sehingga disebut


bentuk yang detail. Akses dengan breaded shrimp atau
informasi dapat diperoleh dengan Panko Ebi (untuk Jepang). Produk
jelas dan dicantumkan dalam panko ebi yang dihasil PT Misaja
pengemas. Adapaun deskripsi Mitra Factory merupakan produk
produk sudah sesuai dengan yang berkualitas dan memenuhi
aturan BSN yang memuat persyaratan mutu ekspor dan
informasi tentang nama produk, sesuai dengan tuntutan oleh
nama ilmiah, asal bahan baku, cara pelanggan / konsumen. Produk
penerimaan, produk akhir, bahan panko ebi yang dihasilkan
tambahan, asal bahan tambahan, diekspor ke negara Jepang.
langkah proses, pengemasan,
penyimpanan, masa simpan,
labels/specification, cara Langkah 4. Pembuatan Diagram
penggunaan, petunjuk pelanggan, Alir
sistem penjualan produk hingga Perusahaan pembekuan udang PT
sampai ke pengguna atau para Misaja Mitra Factory memiliki Tim
konsumen (BSN, 2007). dalam menjalankan sistem HACCP.
Tim HACCP meenyusun dan
Langkah 3. Identifikasi menentukan diagram alir dengan
Penggunaan Produk atau cara mengelompokan tahapan –
Peruntukan Produk tahapan dalam proses produksi.
Stelah jenis produk teridentifikasi Tujuan pengelompokan setiap
dengaan jelas, tahapan selanjutnya tahapan proses adalah untuk
adalah identifikasi lanjutan berupa mempermudah dalam melakukan
penggunaan produk untuk siapa identifikaasi bahaya. Dalam
produk digunakan dan bagaimana diagram alir hars terlihat jelas
produk digunakan. Sehingga perlu gambaran setiap tahapan proses
diidentifikasi siapa dan dimana produksi dari kedatangan bahan
produk yang dihasilkan digunakan. baku (penanganan awal) hingga
Lebih penting lagi adalah segmen menjadi produk hasil akhir (end
penggunanya atau konsumen. product)
Produk yang dihasilkan oleh PT
Misaja Mitra Factory tertuju untuk Langkah 5. Verifikasi Diagram
semua konsumen, kecuali untuk Alir
anak bayi dan konsumen yang Sistem verifikasi dilakukan
memiliki riwayat alergi. PT Misaja untuk mengecek ulang aliran
Mitra Factory memproduksi udang proses produksi pada saat kegiatan
beku bentuk PDTO (Peel and produksi sedang berlangsung di
Devined Tail On) yang dibalut dalam ruangan proses produksi.
84
Jurnal Agrica Vol.11 No.2/Oktober 2018 ISSN 1979-8164 (Print)
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online)
DOI: 10.31289/agrica.v11i2.1808.g1681

Kegiatan verifikasi dari diagram sistem. Analisis bahaya dilakukan


alir yang telah dibuat oleh tim dengan cara mengidentifikasi pada
dilakukan pada setiap lini proses setiap alur proses produksi
produksi yang meliputi (berdasarkan diagram alir proses)
penerimaan bahan baku, dengan mencari dan menelusuri
penimbangan, proses produksi, penyebab terjadinya bahaya dan
pengemasan, penyimpanan segala potensi yang dapat
produk, penggudangan dan mengakibatkan adanya bahaya
pendistribusian. Kegiatan yang dapat terjadi. Bahaya pangan
verifikasi dilakukan oleh tim di PT Misaja Mitra Factory
HACCP untuk melihat secara dikelompokan dalam 3 kategori
totalitas secara fakta / aktual yaitu bahaya Fisik, kimia dan
dalam kegiatan produksi panko ebi bahaya biologis. Kemudian temuan
untuk menghasil produk akhir bahaya yang teridentifikasi
yang dikehendaki. Dalam diputuskan masuk ke dalam jenis
pendapatnya Yogasuria (2009) bahaya (fisik, kimia atau biologis)
menyatakan bahwa di dalam yang nyata ataukah tidak. Dalam
metode verifikasi diagram alir pendapat Alli (2004) menyatakan
dapat menggunakan sistem bahwa tahapan analisis semua
wawancara, observasi dan potensi bahaya (Fisik, kimi dan
pengujian laboratorium. Apabila di biologis) dilakukan dua tahap yaitu
dalam proses produksi terdapat analisis potensi bahaya dan tahap
penyimpangan atau ke dua adalah evaluasi potensi
ketidaksesuaian antara diagram bahaya (hazard).
alir yang telah dibuat dan dengan Semua potensi bahaya (hazard)
hasil produk yang dihasilkan, maka yang berkaitan dengan produk
Tim akan melakukan tindakan harus diidentifikasi, proses atau
koreksi dan perbaikan sesuai kegiatan identifikasi yag dilakukan
dengan kebutuhan atau tingkat adalah pada semua bahan baku,
kegagalan yang dilakukan dan bumbu yang digunakan dan bahan
harus ditambahkan untuk pengemas produk yang langsung
melengkapi diagram alir proses bersentuhan dengan produk.
atau flow chart dalam produksi Semua bahaya yang tidak
pengolahan produk panko ebi. teridentifikasi dalam kegiatan
proses produksi, maka kegiatan
Langkah 6. Analisa Bahaya identifikasi tersebut adalah dalam
(Prinsip 1) rangka pencegahan bahaya yang
Langkah ini merupakan dalam dimaksud ke dalam tingkat yang
penerapan prinsip HACCP yang dapat diterima, sebagai hal yang
pertama dalam rangka penegakan sangat penting dalam rangka
85
Jurnal Agrica Vol.11 No.2/Oktober 2018 ISSN 1979-8164 (Print)
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online)
DOI: 10.31289/agrica.v11i2.1808.g1681

menjaga mutu pangan dan menggunakan perlatan yang


menghasilkan produk yang aman, kurang standar.
tidak dapat dilakukan dengan Adanya residu antibiotik berupa
benar. Dalam tahapan kedua yaitu Furazolidone (AOZ), Tetracyline
evaluasi potensi bahaya dilakukan (TET) dan Nitrofurant (AHD) yang
untuk semua potensi bahaya yang kemungkinan dihasilkan oleh
terdaftar dalam tahap pertama, adanya penanganan pada saat
untuk melihat apakah semua panen atau pasca panen. Antibiotik
potensi bahaya tersebut nyata tersbut merupakan bahan kimia
untuk dimaukkan dalam rencana yang tidak aman apabila
HACCP. Hal ini dilakukan dikonsumsi oleh konsumen. Dalam
berdasarkan evaluasi tingkat tahap pendeteksian logam (metal
peluang kejadian dan tingkat detector) diperoleh suatu bahaya
hazard yang mungkin ditimbilkan signifikan yang dapat
oleh potensi bahaya tersebut. mempengaruhi keamanan pangan
Berdasarkan manual HACCP berupa logam berat atau benda
dalam proses produksi udang asing lainnya yang mungkin terikut
bentuk pangko ebi (value added ke dalam produk pada saat proses
product), bahaya yang signifikan produksi, baik yang berasal dari
terdapat pada penerimaan bahan tambak atau tempat budidaya
baku dan tahap pendeteksian ataupun berasal dari pecahan
logam berat. Dalam tahapan peralatan selama kegiatan proses
proses produksi lini penerimaan produksi berjalan.
bahan baku, bahaya signifikan
yang sering muncul adalah Langkah 7 (Prinsip 2) :
terdapatnya residu antibiotik, Penentuan CCP (Critical Control
logam berat dan residu bahan Point)
kimia yang hal tersebut Titik kendali kritis (Critical
merupakan bahaya yang mampu Control Point) merupakan tahapan
mengurangi faktor keamanan dimana tindakan controlling dapat
pangan. Residu bahan antibiotika dilakukan dalam rangka
yang sering terdapat dalam udang pencegahan bahaya agar
adalah Chloramphenicol (CAP), menghasilkan produk pangan yang
Nitrofuran dan Oksitetracikline benar- benar aman dan
(OTC) (BSN, 2007). Kandungan menghilangkan potensi bahaya
logam berat, dapat pula ditemukan tersebut sampai pada batas yang
pada udang hasil budidaya karena dapat diterima. Dalam penentuan
kemungkinan air yang tercemar titik critical control point, adalah
atau penanganan yang dimulai dengan memastikan dan
melihat signifikansi dari manual
86
Jurnal Agrica Vol.11 No.2/Oktober 2018 ISSN 1979-8164 (Print)
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online)
DOI: 10.31289/agrica.v11i2.1808.g1681

yang berisi tentang analisis bahaya setiap tahapan proses dalam


dalam proses produksi. Adanya kondisi dapat terkontrol. Dalam
suatu bahaya yang tidak terkontrol ambang batas atau titik kritis
oleh adanya sistem atau program biasanya dinyatakan dalam nilai
persyaratan dasar berupa GMP maksimum dari keberadaaan suatu
dan SSOP dan memiliki signifikansi parameter yang harus tidak
yang nyata dalam tahapan proses terlampau atau memiliki nilai nilai
produksi dinyatakan dalam minimum yang harus
kelompok CCP (PT Missaja Mitra dicapai/diperoleh. Apabila suatu
Factory, 2017). Dalam kegiatan nilai titik kritis atau batas ambang
proses produksi udang panko ebi tidak dicapai, maka bisa dipastikan
(breaded shrimp) sebagai value bahwa semua produk yang
added product (VAP) yang diproses dan dihasilkan dan
merupakan sebagai CCP adalah melampaui CCP tertentu menjadi
pada bagian proses penerimaan tidak dapat diterima. Perusahaan
(receiving) bahan baku, yaitu udang produk bentuk value added
antibiotik, residu Furazolidone product (VAP) PT Misaja Mitra
(AOZ), Tetracyline (TET) dan Factory dalam menentukan batas
Nitrofurant (AHD), dan logam kritis, tim HACCP PT Misaja Mitra
berat, serta pada proses/ tahap Factory adalah merujuk pada
pendeteksian logam, yaitu adanya aturan atau Standar Nasional
serpihan logam (PT Misaja Mitra Indonesia (SNI) 01-2705-2007 dan
Factory, 2017). Semua yang standar yang telah ditetapkan oleh
termasuk dalam kelompok CCP keinginan dari pihak pembeli
haruslah dapat diidentifkasi dan (buyer). Batas kritis pada proses
dilakukan pengembangkan secara penerimaan (receiving) bahan
tepat dan hari – hati, selain itu baku yaitu adanya suatu bahaya
harus selalu dilakukan antibiotik Furazolidone (AOZ),
pemantauan / terdokumentasi. Tetracyline (TET) dan Nitrofurant
(AHD) yang merupakan aspek
Langkah 8 (Prinsip 3) : bahaya pangan dalam kategori
Penentuan Batas Kritis (CP) bahaya kimia. Sedangkan batas
Batas kritis atau batas ambang kritis dalam proses metal detector
merupakan suatu kriteria yang (MD) dalam produk merupakan
harus dan wajib terpenuhi untuk kategori suatu bahaya dalam aspek
dalam setiap tindakan pencegahan bahaya / cemaran fisik. Setiap
yang berkaitan dengan setiap titik bahaya pangan yang disebabkan
kritis atau CCP dengan tujuan karena adanya kandungan biotik,
memastikan bahwa semua potensi memiliki nilai yang berbeda
bahaya (Hazard) yang ada dalam tergantung dari jenis antibiotik.
87
Jurnal Agrica Vol.11 No.2/Oktober 2018 ISSN 1979-8164 (Print)
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online)
DOI: 10.31289/agrica.v11i2.1808.g1681

Menurut BSN (2005), batasan suatu CCP dalam proses


maksimal kadar senyawa memberikan jaminan atas proses
kloramfenikol dan nitrofuran yang dijalankan dalam
(furazolidone) dalam suatu produk menghasilkan bahan pangan atau
pangan adalah 0 ppb dan kadar produk yang aman untuk
senyawa tetracycline 100 ppb. dikonsumsi sesuai dengan standar
Sedangkan batas kritis untuk dan tuntutan dari konsumen. Tim
residu sulphite adalah <10 ppm HACCP PT Misaja Mitra Factory
dan kadar phospate adalah <0.4 %. membuat prosedur pemantauan
Untuk kandungan logam berat juga dalam memastikan untuk batas
memiliki ukuran yang berbeda. kritis atau batas ambang yang
Dalam pendeteksian senyawa telah ditetapkan sudah dilaksakan.
logam berat untuk produk panko Metode atau tata cara yang
ebi (value added product), dilakukan oleh tim HACCP
perusahaan memberikan batasan melakukan pengamatan dan
kandungan logam Fe 1.0 Ø mm dan pemantauan yang memberikan
Sus 2.0 Ø mm. nilai yang valid dan dapat
dipertanggungjawabkan, sperti
juga penggunaan metode sampling
Langkah 9 (Prinsip 4) : yang tepat dan sesuai, frekuensi
Penetapan Sistem Pemantauan yang mencukupi, memiliki
Sistem pemantauan merupakan personal atau tim yang
tindakan pengamatan dan atau berkualifikasi dan terlatih,
pengukuran yang dilakukan untuk pemantauan perlatan yang
memberikan penilaian terhadap terkalibrasi dan mampu
CCP apakah berada di bawah bekerjasama dengan berorientasi
kontrol. Suatu cara atau sistem pada tim.
pemantauan batas kritis (critical
limit) yang sudah dilakukan PT Langkah 10 (Prinsip 5) :
Misaja Mitra Factory khususnya Menentukan Tindakan Koreksi
oleh Tim HACCP adalah melakukan (corective action)
pengukuran dan observasi atau Pada dasarnya sistem HACCP ini
pengawasan berantai atau drancang dalam identifikasi suatu
berurutan dan telah terencana potensial bahaya yang mungkin
untuk menentukan apakah suatu dapat terjasi dan memberikan
CCP (critical control point) dalam solusi dan strategi dalam
suatu tahapan proses produksi mengendalikan dan pencegahan
udang breded shrimp (Value added potensi bahaya dalam suatu proses
product) dalam kondisi terpantau produksi. Meskipun sudah
dan terkendali. Terkendalinya dilakukan dan diterapkan dalam
88
Jurnal Agrica Vol.11 No.2/Oktober 2018 ISSN 1979-8164 (Print)
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online)
DOI: 10.31289/agrica.v11i2.1808.g1681

proses produksi, namun seringkali dinetralisir (dibersihkan), dan


tidak dapat berlangsung dengan dapt dipastikan keberadaanya
baik / ideal sehingga masih tidak terdeteksi dalam metal
memungkinkan terbukanya akses detektor, maka produk tersebut
penyimpangan dan tidak dapat dapat digunakan kembali atau
terpenuhinya batas kritis atau diproses ulang (PT Misaja Mitra
batas ambang dengan sempurna. Factory, 2017).
Dengan adanya sistem yang sesuai, Sebagai bentuk aplikasi
maka suatu penyimpangan lapangan dan tambahan dari
dapatlah terungkap atau pelaksanaan rencana HCCP telah
terselesaikan. ditetapkan personil yang mampu
PT Misaja Mitra Factory dalam bertindak sebagai verifikator atau
melaksanakan atau menerapkan melakukan tindakan perbaikan
sistem keamanan pangan atau untuk setiap penyimpangan yang
HACCP, melakukan perancangan terjadi di dalam proses produksi.
atau penyusunan suatu kegiatan Semua laporan dan informasi yang
atau tindakan yang wajib dan terkait dengan proses produksi
harus dilakukan apabila suatu dan penerapan sistem HACCP yang
bahaya telah melampaui batas telah dilakukan harus selalu dijaga
kritis yang telah ditetapkan dan memberikan kesiapan apabila
sebelumnya oleh Tim HACCP. dilakukan pengkajian ulang
Apabila ditemukan penyimpangan terhadap sisstem HACCP tersebut.
misalnya adalah kadar antibiotik Langkah 11 (Prinsip 6) :
melebihi batas yang ditetapkan, Melakukan verifikasi sistem
maka bahan baku yang sebagai HACCP
sampling akan ditolak sebelum Dalam melaksanakan prinsip
dilakukan pembongkaran dan HACCP, Tim HACCP PT Misaja
apabila sudah terlanjur diproses, Mitra Factory melakukan beberapa
maka tidak akan diproses lebih tindakan verifikasi sebagai bentuk
lanjut. Suatu tindakan yang implementasinya. Merupakan
dilakukan oleh perusahaan apabila tindakan pengujian apakah suatu
ditemukan suatu bahaya logam rencana HACCP yang telah dibuat
berat pada produk dengan ukuran memiliki kesesuaian dengan
yang melebihi batas yang kondisi proses atau masih
ditentukan, maka perusahaan akan membutuhkan sistem baru untuk
menahan produk tersebut yang memodifikasi pada rencana
diduga mengandung unsur logam sebelumnya dan kemudian bisa
berat sebagai bahan pencemar dari dilakukan sistem validasi. Adapun
produk yang dihasilkan. Apabila hal – hal yang dilakukan oleh Tim
logam berat tersebut dapat HACCP adalah melakukan kegiatan
89
Jurnal Agrica Vol.11 No.2/Oktober 2018 ISSN 1979-8164 (Print)
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online)
DOI: 10.31289/agrica.v11i2.1808.g1681

validasi HACCP, melakukan dari rencana HACCP yang


evaluasi hasil dari monitoring dilakukan atau diimplementasikan
proses produksi (sistem oleh perusahaan. Dalam
pemantauan), melakukan melakukan kegiatan dokumentasi,
pengujian produk yang dihasilkan PT Misaja Mitra Factory
dan melakukan tindakan audit melakukan pendokumentasian
internal dalam proses produksi. yang telah standar dan sesuai
Proses atau kegiatan verifikasi dengan panduan dan perancanaan
yang dilakukan oleh PT Misaja yang tertulis di dalam buku
Mitra Factory juga dapat dilakukan manual HACCP.
dalam menganalisa setiap dari Pendokumentasian telah dilakukan
tahapan proses yang diidentifikasi dengan baik dan benar. Adapun
dan dinyatakan sebagai suatu CCP. kegiatan dokumentasi yang
Selain itu juga melakukan dilakukan oleh PT Misaja Mitra
pemantuan padas etiap diagram Factory adalah melakukan
alir dan melakukan perbaikan dan kegiatan tepat waktu dan sasaran,
pendokumentasian. Hal – hal tepat guna dan mudah untuk
tersebut sejalan dalam pendapat dipahami oleh seluruh karyawan
Hulebak dan Schlosser (2002) dan PT Misaja Mitra Factory. Sistem
Alli (2004) menyatakan kegiatan dokumentasi yang dilaksakan
verifikasi dilakukaan secara adalah secara internal dan
berkala dan memiliki jadwal dalam terkontrol.
melihat rencana HACCP berfungsi
dengan baik sepanjang proses
validasi dan dilakukan pengujian SIMPULAN
akhir pada produk yang bisa PT Misaja Mitra Factory telah
menunjukkan adanya kesesuaian mampu menerapkan sitem
regulasi dan persyaratan yang kemanan pangan berupa program
telah ditetapkan. HACCP dengan baik sebagai
bentuk dari menciptakan
Langkah 12 (Prinsip 7) : keamanan pangan untuk
Penetapan Dokumentasi konsumen. Proses produksi udang
Sebenarnya sistem panko ebi (Value added product)
pendokumentasian dimaksud sudah sesuai dengan perencanaan
bukan hanya saat diperlukan yang dibuat dalam buku manual
ketika sistem HACCP dapat oleh Tim HACCP, sehingga bisa
diimplementasikan, tetapi sistem dipastikan bahwa produk yang
pendokumentasian ini dilakukan dihasilkan oleh pihak perusahaan
untuk kegiatan proses dari sistem adalah meberikan jaminan dalam
verifikasi dan sistem kaji ulang keamanan pangan.Sistem HACCP
90
Jurnal Agrica Vol.11 No.2/Oktober 2018 ISSN 1979-8164 (Print)
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online)
DOI: 10.31289/agrica.v11i2.1808.g1681

di PT Misaja Mitra Factory sengaja Gustina N, Yuliati K & Lestari SD.


diterapkan sebagai bentuk untuk (2015). Madu sebagai Wet
melindungi konsumen dalam Batter pada Produk Udang
Breaded. Jurnal
konsumsi bahan pangan melalui
FishtecH, 4(1), 37-45.
pengendalian mutu keamanan Hulebak KL dan Schlosser W.
pangan spanjang kegiatan proses (2002). Hazard Analysis and
produksi yang melibatkan Critical Control Point (HACCP)
berbagai personil dari berbagai History and Conceptual
disiplin ilmu. Overview. Risk Analysis Vol
22 (3): 547–55.
Maulana H, Afrianto E, &
Rustikawati I. (2012).
DAFTAR PUSTAKA Analisis Bahaya dan
Alli I. (2004). Food Quality Penentuan Titik
Assurance: Principles and Pengendalian Kritis pada
Practices, CRC Press: Florida Penanganan Tuna Segar Utuh
Badan Standarisasi Nasional, BSN.
di PT. Bali Ocean Anugrah
(1998). Analisa Bahaya dan Linger Indonesia Benoa-
Pengendalian Titik Kritis. SNI Bali. Jurnal Perikanan
01-4852-1998. BSN, Jakarta. Kelautan, 3(4).
Badan Standarisasi Nasional, BSN. Muhandri T dan Kadarisman D
(2007). RSNI 01-2705-2005. (2008). Sistem Jaminan Mutu
Udang Beku. Dewan Industri Pangan. IPB Press,
Standarisasi Nasional. Bogor.
Jakarta. Orriss GD dan Whitehead AJ.
Brahmantyoko SM. (2008). (2000). Hazard Analysis and
Harmonisasi Sistem Jaminan Critical Control Point (HACCP)
Mutu ISO 9001:2000 dan as a Part of an Overall Quality
Sistem HACCP ke Dalam Assurance Cystem in
Sistem Manajemen Keamanan International Food trade.
Pangan ISO 22000:2005 di PT Food Control 11: 345–351.
Indoeskrim Dairy Food. PT Misaja Mitra Factory. (2017).
(Tesis) Sekolah Pascasarjana. Manual HACCP Udang Panko
IPB. Bogor Ebi (Breaded Shrimp) PT
Gaspersz V. (2000). ISO 9001:2000 Misaja Mitra Factory. Pati.
and Continual Quality Jawa Tengah.
Improvement. Gramedia Rina A. (2008). Sistem Manajemen
Pustaka Utama. Jakarta Mutu dan Keamanan Pangan
Grunert KG. (2005). Food Quality pada Perusahaan Jasa Boga.
and Safety: Consumer KESMAS, Jurnal Kesehatan
Perception and Demand. Masyarakat Nasional Vol. 2,
European Review of No. 6, Juni 2008. Hal. 263-
Agricultural Economics Vol 272
32 (3) : 369–391 Sikora T. (2005). Methods and
Systems of Food Quality and
91
Jurnal Agrica Vol.11 No.2/Oktober 2018 ISSN 1979-8164 (Print)
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/agrica ISSN 2541-593X (Online)
DOI: 10.31289/agrica.v11i2.1808.g1681

Safety Assurance. Polish. J. Yogasuria E. (2009). Sistem


Food Nutr. Sci. 2005, Vol. Jaminan Mutu Berdasarkan
14(55): pp. 41-48. HACCP. Pelatihan Pengenalan
Sudarmaji. (2005). Analisis bahaya HACCP. Departemen
dan pengendalian titik kritis Pertanian, Badan
(Hazard Analysis Critical Pengembangan SDM
Control Point). Jurnal Pertanian. Balai Besar
Kesehatan Lingkungan, 1(2) : Pelatihan Pertanian, BBPP.
183-190. Bogor.

92

Anda mungkin juga menyukai