Anda di halaman 1dari 42

PEDOMAN PELAYANAN CSSD

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

NOMOR : 254.2/PER/RSI-SA/IV/2019

1
DAFTAR ISI

SURAT KEPUTUSAN .................................................................. 1


DAFTAR ISI ................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 5
BAB II STANDAR KETENAGAAN ............................................... 10
BAB III STANDAR FASILITAS ..................................................... 14
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN ........................................ 18
BAB V LOGISTIK…………… .......................................................... 26
BAB VI KESELAMATAN PASIEN ................................................. 28
BAB VII KESELAMATAN KERJA .................................................. 32
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU ............................................... 41
BAB IX PENUTUP ....................................................................... 43

2
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
Nomor : 254.2/PER/RSI-SA/IV/2019
Tentang
PEDOMAN PELAYANAN CSSD
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Bismillahirrahmanirrahiim

DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

MENIMBANG : a. bahwa rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan


yang mengutamakan keselamatan pasien dan petugas selalu berupaya untuk
mencegah terjadinya resiko infeksi rumah sakit.
b. bahwa untuk mencapai keberhasilan tersebut perlu dilakukan pengendalian
infeksi di rumah sakit dengan cara melakukan sterilisasi pada alat atau
bahan tertentu yang bertujuan untuk menghancurkan semua bentuk
kehidupan mikroba termasuk endospore.
c. bahwa untuk mendukung proses pelayanan Central Sterilization Supply
dapat berjalan dengan baik maka perlu ditetapkan Pedoman
Pengorganisasian Department (CSSD) di Rumah Sakit Islam Sultan Agung.

MENGINGAT : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah


Sakit
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan
3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republkik Indonesia nomor
382/Menkes/SK/III/2008 Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya.
4. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republkik Indonesia nomor
270/Menkes/SK/III/2007 Tentang Pedoman Manajerial Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya.
5. Buku Pedoman dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya, DEPKES RI, 2007
6. Buku Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (CSSD) di Rumah Sakit, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, tahun 2009
7. Keputusan Kepala Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Tengah
Nomor 445/01/BPMD/07/2014 tentang Perpanjangan Izin Operasional
Rumah Sakit Islam Sultan Agung.
8. Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia Nomor : 107/DSN-
MUI/X/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan
Prinsip Syariah
9. Surat Keputusan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia Nomor :
008.55.09/DSN-MUI/VIII/2017 tentang Penetapan Layanan dan Manajemen

3
Rumah Sakit Islam Sultan Agung telah memenuhi prinsip syariah.
10. Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Sultan Agung Nomor : 1136/PER/RSI-
SA/III/2019 tentang Kebijakan Pelayanan dan Manajemen Rumah Sakit Islam
Sultan Agung.
11. Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Sultan Agung Nomor : 1138/PER/RSI-
SA/III/2019 tentang Pedoman Pelayanan Rumah Sakit Islam Sultan Agung.
12. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Islam Sultan Agung Nomor :
1423/KPTS/RSI-SA/III/2017 tentang Pemberlakuan Fatwa Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia Nomor : 107/DSN-MUI/X/2016 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah di
Rumah Sakit Islam Sultan Agung.

MEMUTUSKAN :

MENETAPKAN :
KESATU : Mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Keputusan Direktur no. 1381/
PER/RSI-SA/I/ 2017 tentang Pedoman Pelayanan CSSD Rumah Sakit Islam Sultan
Agung
KEDUA : Memberlakukan Pedoman Pelayanan Central Sterilization Supply Department
(CSSD) Rumah Sakit Islam Sultan Agung sebagaimana terlampir dalam keputusan ini

KETIGA : Keputusan ini berlaku selama 3 (tiga) tahun mulai tanggal ditetapkan dan akan
dilakukan evaluasi minimal 1 (satu) tahun sekali.
KEEMPAT : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perbaikan maka akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Semarang
Pada tanggal : 04 Sya’ban 1440 H
20 April 2019 H

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG


SEMARANG

dr. H. Masyhudi AM, M.Kes


Direktur Utama

Tembusan Yth :
1. Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
2. Unit terkait
3. Arsip

4
LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
Nomor : 253.2/PER/RSI-SA/IV/2019
Tentang : PEDOMAN PELAYANAN CSSD RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

BAB. I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sterilisasi adalah suatu proses pengolahan alat atau bahan yang bertujuan untuk
menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dan dapat dilakukan
dengan proses kimia atau fisika.
Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan yang mengutamakan
keselamatan pasien dan petugas selalu berupaya untuk mencegah terjadinya resiko infeksi
rumah sakit. Untuk mencapai keberhasilan tersebut maka perlu dilakukan pengendalian
infeksi di Rumah Sakit Islam Sultan Agung dengan cara melakukan sterilisasi pada alat atau
bahan tertentu yang bertujuan untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba
termasuk endospora dan dapat dilakukan dengan proses kimia atau fisika.
Salah satu indicator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka
infeksi nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai hal tersebut maka perlu dilakukan
pengendalian infeksi di rumah sakit.
Pusat sterilisasi merupakan salah satu pemutus mata rantai kehidupan mikroba termasuk
endospora. Pusat sterilisasi adalah tempat yang penting di dalam rumah sakit untuk
mengendalikan infeksi dan punya peran yang sangat penting dalam upaya menekan kejadian
infeksi di rumah sakit. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, pusat sterilisasi sangat
tergantung dengan berbagai unit lain yang terkait antara lain, unsur pelayanan medik, unsur
penunjang medik, instalasi lain seperti perlengkapan, logistic, perlengkapan, rumah tangga,
pemeliharaan sarana, sanitasi dan lain-lain. Hal ini saling terkait, apabila terjadi hambatan
pada salah satu unit maka pada akhirnya akan mengganggu proses dan hasil sterilisasi.
Alat dan bahan yang digunakan di rumah sakit sangat bervariasi dan banyak. Penggunaan
alat dan bahan yang disterilkan di rumah sakit juga demikian besar, dan hal ini merupakan
dasar pemikiran untuk Rumah Sakit Islam Sultan Agung harus memiliki pusat sterilisasi
tersendiri dan mandiri dengan pengelolaan yang baik. Pusat sterilisasi/ Central Sterile Supply
Department (CSSD) merupakan salah satu instansi yang berada dibawah kepala instalasi
kamar bedah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Pelayanan Rumah Sakit.
Pusat sterilisasi ini bertugas untuk memberikan pelayanan terhadap semua kebutuhan
kondisi steril atau bebas dari mikroba (termasuk endospora) secara cepat dan tepat. Untuk
melaksanakan tugas sterilisasi alat atau bahan secara professional, diperlukan pengetahuan
dan ketrampilan tertentu yang baik oleh perawat, apoteker, ataupun tenaga non medik yang
berpengalaman dibidang sterilisasi.
Angka infeksi nosokomial sangat tinggi, dibuktikan dari hasil survey prevalensi di 11 rumah
sakit di Jakarta dan RS. Prof. Dr. Sulianti Saroso pada tahun 2003 didap[atkan angka ILO

5
(infeksi Luka Operasi) 18,9 %, ISK (infeksi Saluran Kemih) 15,1 %, Pneumonia 24,5 % dan
Infeksi saluran nafas lain 15,1 % serta infeksi lain sebesar 32,1 %.
Maka peran pusat sterilisasi (CSSD) untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi di rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah sangat perlu diterapkan. Hal ini juga
terkai dengan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan , pendidikan, pembinaan dan pelatihan serta monitoring dan
evaluasi terkait infeksi.

B. FALSAFAH
Pusat sterilisasi/ CSSD RS. Islam Sultan Agung Semarang memberikan pelayanan sterilisasi
alat dan bahan dengan sebaik-baiknya untuk melayani dan membantu kebutuhan alat dan
bahan steril seluruh unit di rumah sakit. Rumah sakit perlu mengembangkan proses sterilisasi
yang tersentral dan terkoordinir sehingga seluruh rangkaian perlakuan terhadap alat dan
bahan yang dibutuhkan dalam kondisi steril menjadi lebih efisien, ekonomis, dan terkontrol
dengan harapan safety patient semakin terjamin.

C. TUJUAN
Umum :
Sebagai pedoman dalam pelayanan sterilisasi alat dan bahan guna menekan kejadian infeksi
di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.

Khusus :
1. Sebagai pedoman dalam pelayanan pusat sterilisasi RS. Islam Sultan Agung Semarang
(CSSD).
2. Sebagai kontrol mutu dan pengawasan terhadap hasil sterilisasi.
3. Dapat membantu menurunkan angka kejadian infeksi atau infeksi nosokomial di RS
Islam Sultan Agung.
4. Sebagai panduan kerja bagi tenaga pemberi pelayanan pusat sterilisasi dalam
memberikan pelayanan.
5. Sebagai panduan kerja bagi tenaga di satelit CSSD sebagai tangan panjang pelayanan
pusat sterilisasi dalam memberikan pelayanan sterilisasi.
6. Mewujudkan patient safety sebagai wujud pengendalian infeksi nosokomial di rumah
sakit.

D. ISTILAH
1. Aerasi adalah pemaparan kemasan yang baru disterilkan gas Etilen oksida pada sirkulasi
udara untuk menghilangkan sisa gas etilen oksida.
2. AAMI adalah singkatan dari Associaton for the advancement of Medical Instrumentation
3. AHA adalah singkatan dari American Hospital Association
4. Antiseptik adalah disinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan membran
mukosa untuk menurunkan jumlah mikroorganisme

6
5. Autoclaf adalah suatu alat/mesin yang digunakan untuk sterilisasi dengan menggunakan
uap bertekanan
6. Bacillus stearothermophylus adalah mikroorganisme yang dapat membentuk spora
serta resisten terhadap panas dan digunakan untuk uji efektifitas sterilisasi
7. Bacillus subtilis adalah mikroorgisme yang dapat membentuk spora dan digunakan
untuk uji efektifitas sterilisasi etilen oksida
8. Bioburden adalah jumlah mikroorganisme pada benda terkontaminasi
9. Bowie-Dick test adalah uji efektifitas pompa vakum pada mesin sterilisasi uap
berpompa vakum, penemu metodenya adalah j.h Bowie dan J. Dick
10. Dekontaminasi adalah proses untuk mengurangi jumlah pencemar mikroorganisme
atau substansi lain yang berbahaya sehingga aman untuk penanganan lebih lanjut
11. Disinfeksi adalah proses inaktivasi mikroorganisme melalui sistem termal (panas) atau
kimia
12. Goggle adalah alat proteksi mata
13. Inkubator adalah alat yang digunakan untuk dapat menghasilkan syhu tertentu secara
kontinyu untuk menumbuhkan kultur bakteri
14. Inkubator biologi adalah sedian berisi sejumlah tertentu mikroorganisme spesifik dalam
bentuk spesifik dalam bentuk spora yang paling resisten terhadap suatu proses
sterilisasi tertentu dan digunakan untuk menunjukkan bahwa sterilisasi telah tercapai.
15. Indikator kimia adalah suatu alat berbentuk strip atau tape yang menandai terjadinya
pemaparan sterilan pada obyek yang disterilkan, ditandai dengan adanya perubahan
warna
16. Indikator mekanik adalah penunjuk suhu, tekanan, waktu dll pada mesin sterilisasi yang
menunjukkan mesin berjalan normal
17. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh di Rumah Sakit dimana pada saat
masuk rumah sakit tidak ada tanda/gejala atau tidak dalam masa inkubasi.
18. Lumen adalah lubang kecil dan panjang seperti pada kateter, jarum suntik maupun
pembuluh darah
19. Point of use : menunjukkan tempat pemakaian alat
20. Satelit CSSD adalah desentralisasi oleh unit, atas monitor dan kendali CSSD
21. Sentralisasi adalah sistem yang mencerminkan kegiatan terpusat, dalam satu atap
manajement agar kualitas yang dicapaidapat tersetandar. Tidak ada duplikasi
pelayanansehingga terjadi effisiensi cost.
22. Steril adalah kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk spora
23. Sterilisasi adalah proses penghancuran semua mikroorganisme termasuk spora melalui
cara fisika atau kimia
24. Sterilan adalah zat yang mempunyai karakteristik dapat mensterilkan.
25. Termokopel adalah sepasang kabel termo-elektrik untuk mengukur perbedaan suhu dan
digunakan untuk mengkalibrasi suhu pada mesin sterilisasi.

7
E. MANFAAT
Sebagai pedoman penatalaksanaan pusat sterilisasi (CSSD) dan satelit CSSD yang berada di
unit kerja dalam meningkatkan mutu pelayanan yang bertujuan untuk mencegah resiko
terjadinya infeksi di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

F. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 1 tentang Keselamatan Kerja tahun 1970
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Kesehatan
6. Permenkes no 1204 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Tahun
2004
7. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya tahun 2008
8. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan tahun 2010
9. The APSIC Guidlines For Desinfection and Sterilisation of Instruments In Healt Care
Facilities, 2017

8
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Status Kesehatan
Seluruh tenaga yang bekerja di pusat sterilisasi Rumah Sakit (CSSD) dan di satelit CSSD
diharapkan:
1. Sehat jasmani, rohani
2. Tidak pernah menderita/ sedang menjalani proses pengobatan TBC pada setahun
terakhir.
3. Mempunyai data kesehatan yang mencakup data fisik dan X-ray untuk penyakit paru.
4. Cek up kesehatan dan mempunyai laporan mengenai sakit yang pernah dialami selama
bekerja di CSSD seperti infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi gastrointestinal, infeksi
pada mata dan tertusuk jarum minimal setahun satu kali.

B. Uraian Tugas dan Kualifikasi Ketenagaan


Kualifikasi tenaga yang bekerja di CSSD dibedakan sesuai dengan kapasitas tugas dan
tanggung jawabnya. Pembagian tugasnya dibagi atas penanggungjawab dan teknis
pelayanan sterilisasi.
1. Kepala Instalasi Kamar bedah dan CSSD
Uraian tugas:
a. Memberikan pengarahan terkait ketenagaan dan pekerjaan yang berhubungan
dengan pelayanan unit.
b. Mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, ilmu pengetahuan, ketrampilan dalam
pengembangan diri/ personel CSSD.
c. Menyiapkan konsep dan rencana kerja serta melakukan evaluasi terhadap kinerja
petugas CSSD.
d. Membuat perencanaan program kerja.
e. Bertanggungjawab kepada direktur pelayanan.
f. Melakukan pengendalian infeksi, supervise langsung, mengganti/ revisi prosedur,
mengevaluasi staf dan melaporkannya.

Kualifikasi Tenaga:
1. Pada RS kelas A dan B, minimal pendidikan S1 dibidang kesehatan atau S1 umum
dengan masa kerja minimal 5 tahun di Rumah Sakit
2. Pada RS kelas C, minimal pendidikan D3 kesehatan atau D3 umum dengan masa kerja
5 tahun di Rumah Sakit
3. Mendapat kursus/ pelatihan tambahan tentang prosedur dan teknis sterilisasi.
4. Mendapat kursus/ pelatihan tentang manajemen dan kepemimpinan.
5. Mengetahui tentang psikologi personel.
6. Berpengalaman kerja dikamar operasi/ unit sterilisasi.
7. Mempunyai kemampuan mengajar dan menulis terkait sterilisasi.
8. Mempunyai keinginan mengembangkan sterilisasi.

9
2. Penanggungjawab CSSD
Uraian tugas:
a. Mengarahkan semua aktivitas staf yang berkaitan dengan proses sterilisasi di rumah
sakit.
b. Mengarahkan semua aktivitas terkait supply alat medis steril bagi perawatan pasien
di rumah sakit.
c. Mengikuti ilmu pengetahuan terkini dalam pengembangan diri/ personel lain demi
kemajuan CSSD.
d. Menentukan metode yang tepat dan effektif bagi pelayanan sterilisasi
e. Bertanggungjawab terhadap penggunaan alat dan bahan sterilisasi secara benar.
f. Memastikan bahwa proses yang diterapkan dalam pelayanan sterilisasi diterapkan
dengan baik.
g. Melakukan koordinasi dengan unit lain dan bekerjasama dalam mewujudkan mutu
pelayanan.
h. Memberikan masukan dan mengusulkan rencana program CSSD
i. Bertanggungjawab langsung kepada direktur pelayanan rumah sakit.
j. Membuat program orientasi tenaga baru.
k. Membuat rencana program terhadap kebutuhan alat dan bahan sesuai kebutuhan.

Kualifikasi Tenaga:
1. Minimal pendidikan S1 kesehatan atau D3 kesehatan dengan pengalaman kerja 3
tahun dibidang kesehatan
2. Mendapat kursus/ pelatihan tambahan tentang prosedur dan teknis sterilisasi.
3. Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang konsep aktivitas dari unit yang
dipimpinnya.
4. Mendapat kursus/ pelatihan tentang manajemen dan kepemimpinan.
5. Mengetahui tentang psikologi personel.
6. Dapat bekerja dengan baik dalam berbagai kondisi.
7. Mempunyai keinginan mengembangkan sterilisasi.
8. Kondisi kesehatan baik secara jasmani maupun rohani.

3. Staf CSSD
Uraian tugas:
a. Bertanggungjawab kepada penanggungjawab CSSD
b. Tahan terhadap bahan yang digunakan di CSSD
c. Menerapkan apa saja yang sudah diajarkan
d. Mengikuti prosedur kerja/ standar prosedur operasional yang ada
e. Dapat menjalankan perintah pekerjaan baik secara langsung maupun melalui telp.
f. Dapat menjalankan pekerjaan rutin/ harian yang relative membosankan.
g. Dapat menerima tekanan kerja.
h. Memakai alat pelindung diri setiap melakukan aktifitas CSSD.
i. Ikut menjaga, memelihara dan rasa memiliki unit CSSD terhadap peralatan, gedung/
bangunan dan aset yang ada.
10
Kualifikasi Tenaga:
1. Minimal lulusan SMA/ SMK atau sederajat dengan tambahan kursus/ pelatihan
sterilisasi.
2. Dapat belajar dengan cepat.
3. Mempunyai ketrampilan yang baik.
4. Personal hygiene baik.
5. Tahan terhadap bahan yang digunakan di CSSD.
6. Disiplin dalam mengerjakan tugas harian.

4. Administrator
Uraian tugas :
a. Bertanggungjawab kepada penanggungjawab CSSD
b. Bertanggungjawab terhadap bahan yang digunakan di CSSD
c. Menerapkan apa saja yang sudah diajarkan
d. Mengikuti prosedur kerja/ standar prosedur operasional yang ada
e. Dapat menjalankan perintah pekerjaan baik secara langsung maupun melalui telp.
f. Dapat menjalankan pekerjaan rutin/ harian terkait pelaporan.
g. Dapat menjalankan tugas administrasi dan stok CSSD dengan baik.
h. Dapat menerima tekanan kerja.
i. Memakai alat pelindung diri setiap melakukan aktifitas CSSD.
j. Ikut menjaga, memelihara dan rasa memiliki unit CSSD terhadap peralatan, gedung/
bangunan dan aset yang ada.

Kualifikasi Tenaga:
1. Minimal lulusan SMA/ SMK atau sederajat.
2. Dapat belajar dengan cepat.
3. Mempunyai ketrampilan administrasi yang baik.
4. Personal hygiene baik.
5. Tahan terhadap bahan yang digunakan di CSSD.
6. Disiplin dalam mengerjakan tugas harian.
7. Disiplin dalam mengerjakan pelaporan bulanan, stok opname, anfrah BMHP, dll.

5. Staf Satelit CSSD


Uraian tugas:
a. Bertanggungjawab kepada penanggungjawab unit masing-masing dibawah supervise
penanggungjawab CSSD
b. Tahan terhadap bahan yang digunakan selama proses sterilisasi
c. Menerapkan apa saja yang sudah diajarkan
d. Mengikuti prosedur kerja/ standar prosedur operasional yang ada
e. Dapat menjalankan perintah pekerjaan baik secara langsung maupun melalui telp.
f. Dapat menjalankan pekerjaan rutin/ harian yang relative membosankan.
g. Dapat menerima tekanan kerja.
h. Memakai alat pelindung diri setiap melakukan aktifitas CSSD.
11
i. Ikut menjaga, memelihara dan rasa memiliki unit CSSD terhadap peralatan, gedung/
bangunan dan aset yang ada.

Kualifikasi Tenaga:
1. Minimal lulusan SMA/ SMK atau sederajat dengan tambahan kursus/ pelatihan
sterilisasi.
2. Dapat belajar dengan cepat.
3. Mempunyai ketrampilan yang baik.
4. Personal hygiene baik.
5. Tahan terhadap bahan yang digunakan di CSSD.
6. Disiplin dalam mengerjakan tugas harian.

12
BAB III
STANDAR FASILITAS

Sarana fisik dan peralatan di CSSD sangat mempengaruhi efisiensi kerja dan membantu pelayanan
di pusat sterilisasi rumah sakit.Dalam perencanaan sarana fisik dan bangunan sebaiknya melibatkan
staf CSSD. Mengingat pusat sterilisasi merupakan jantung rumah sakit dimana CSSD mempunyai
tugas pokok menerima bahan dan alat medik dan menjadikan seluruh bahan dan alat medik dari
semua unit di rumah sakit dalam kondisi rsirsirsirsisteril serta mendistribusikannya sesuai kebutuhan
kondisi steril. Hal ini tidak lepas dari menentukan lokasi/ tempat CSSD berada.

A. Bangunan CSSD
Yang perlu diperhatikan diantaranya adalah :
1. RS dengan 200 TT, luas bangunan minimal 130 m2.
2. RS dengan 400 TT, luas bangunan minimal 200 m2.
3. RS dengan 600 TT, luas bangunan minimal 350 m2.
4. RS dengan 800 TT, luas bangunan minimal 400 m2
5. RS dengan 1000 TT, luas bangunan minimal 450 m2
Denah ruang CSSD (Lampiran 1)

B. Lokasi CSSD
Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruang pemakai alat/ bahan steril terbesar di rumah
sakit seperti kamar bedah, ICU, unit perawatan, dll di rumah sakit. Penetapan/ pemilihan lokasi
yang tepat akan memudahkan dan berdampak pada efisiensi kerja dan meningkatkan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Lokasi ytang tepat akan meminimalkan resiko kontaminasi
silang karena pengaruh lalu lintas/ transportasi alat steril. Unit CSSD diupayakan juga dekat
dengan loundry atau pencucian linen karena set linen untuk kebutuhan steril akan lebih mudah
dalam penyiapannya.

C. Pembangunan dan Persyaratan Ruang Sterilisasi


Pada prinsipnya ruang CSSD terdiri dari ruang bersih dan ruang kotor yang didesain sedemikian
rupa untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang antara ruang kotor ke ruang bersih. Selain
itu pembagian ruang CSSD juga dibuat senyaman mungkin disesuaikan dengan alur kerjanya.
Ruang CSSD dibagi dalam 5 ruang yaitu :

1. Ruang dekontaminasi
Ruang ini didesain untuk penerimaan barang kotor. Unit yang mengirimkan alat kotor setelah
digunakan melalui ruang ini. Ruang dekontaminasi harus dapat menampung semua barang
kotor yang akan dibersihkan dan akan menjalani proses sterilisasi. Ruang dekontaminasi
direncanakan, dipelihara dan selalu dikontrol untuk mendukung efisiensi proses
dekontaminasi dan untuk melindungi petugas penerimaan CSSD dari benda-benda tajam,
yang dapat menyebabkan infeksi, racun dan hal-hal berbahaya lainnya.
Pada satelit pelayanan CSSD yang berada di unit, sebisa mungkin dibuat desain yang sama
dengan CSSD, sehingga keamanan dan keselamatan petugas juga tetap terjamin.
13
Ventilasi
Udara dan partikel kecil pada debu dapat membawa mikroorganisme dari satu termpat ke
tempat lainsehingga dapat mengkontaminasi alat kesehatan yang sudah melewati
dekontaminasi, alat bersih siap disterilkan dan bahkan alat yang sudah steril. Oleh sebab itu,
ruang dekontaminasi harus mempunyai system ventilasi yang baik, yaitu:
a. Udara dapat keluar/ dengan dihisap. Ruang dekontaminasi dengan menggunakan system
sirkulasi udara yang mempunyai filter.
b. Tekanan udara harus negative supaya tidak mengkontaminasi udara ruang lainnya.
c. Tidak dianjurkan penggunaan kipas angin.

Suhu dan kelembaban


Suhu dan kelembaban akan mempengaruhi lingkungan kerja dan juga kenyamanan para
petugas di ruang dekontaminasi. Suhu dan kelembaban yang direkomendasikan adalah:
a. Suhu udara ruangan antara 18 C- 22 C
b. Kelembaban udara antara 35 %- 75 %

Kebersihan
Kebersihan ruang CSSD sangatlah penting. Pembersihan ruang, alat dan bahan yang ada di
CSSd harus menggunakan pembersih yang sesuai.Debu, serangga dan vermin adalah
pembawa mikroorganisme penyebab/ penyebar infeksi. Harus ada peraturan tertulis
mengenai prosedur pengumpulan sampah, pembuangan limbah dan transportasinya. Hal ini
diberlakukan pada sampah dan limbah baik yang menyebabkan infeksi dan yang berbahaya
atau tidak.

Praktek kebersihan yang dilakukan diantaranya adalah:


 Setidaknya sekali sehari dipel
 Setidaknya sekali sehari membersihkan meja kerja, tempat cuci dan peralatan.
 Membuang sampah setiap hari, dan mengganti bahan-bahan yang kotor.
 Langsung membersihkan setiap ada tumpahan cairan.
 Teratur membersihkan rak penyimpanan, dinding, langit-langit, AC dan yang lainnya.
 Bekerjasama dengan sanitasi terhadap control binatang perusak.
 Pemisahan sampah infeksius dan non infeksius.

Lokasi ruang dekontaminasi


 Terletak dibelakang area unit di rumah sakit.
 Dirancang sebagai area terpisah dengan area disebelahnya.
 Barang/ alat kotor langsug datang/ masuk ke ruang dekontaminasi.
 Barang/ alat kotor dicuci/ dibersihkan dan/ atau didesinfeksi sebelum masuk ke area
bersih atau ruang setting sebelum masuk ke mesin sterilisasi.
 Terdapat peralatan yang memadai untuk proses dekontaminasi, pembersihan alat
kesehatan.

14
2. Ruang Setting alat
Diruang ini dilakukan proses pengemasan alat. Alat kesehatan sebelum masuk mesin
sterilisasi disetting sesuai dengan kebutuhan alat yang dibutuhkan oleh berbagai unit/
ruangan. Diruang ini juga menyimpan alat dan bahan bersih dan dianjurkan ada tempat
penyimpanan barang bersih.
3. Ruang Produksi dan Setting Linen
Ruang ini adalah ruang untuk mempersiapkan bahan penunjang seperti kassa, kapas, cotton
swabs, handscoon, dan lain-lain. Diruang ini juga dilakukan pemeriksaan linen dari loundry,
dilipat dan dikemas berdasar setting linen kebutuhan kamar bedah, kamar bersalin,
poliklinik, IGD dan ruang lain yang membutuhkan. Pada daerah ini terdapat rak penyimpanan
barang dan linen untuk persiapan sterilisasi.
4. Ruang Sterilisasi
Dari ruang produksi dan setting linen, alat, bahan dan barang masuk ke mesin sterilisasi.
Proses sterilisasi ini dilakukan berdasar bahan dan jenisnya. Desain mesin sterilisasi pintu
masuk alat bersih berbeda dengan pintu keluar saat alat sudah steril. Hal ini untuk
mengurangi kemungkinan kontaminasi barang yang sudah steril terhadap kontaminan. Untuk
ruang sterilisasi dengan menggunakan Etilen Oksida, sebaiknya dibuatkan ruang khusus yang
terpisah tetapi masih dalam satu unit dan memungkinkan udara keluar atau penggunaan
ekshouse.
5. Ruang Penyimpanan Barang Steril
Ruang ini berada dekat dengan ruang sterilisasi. Apabila menggunakan mesin sterilisasi dua
pintu, maka pintu belakang langsung berhubungan dengan ruang simpan barang steril.
Penerangan pada ruang ini harus memadai, suhu ruang antara 18- 22 Celcius dan
kelembaban 35-75 %, menggunakan tekanan positif dan mempunyai dinding lantai keras tapi
halus sehingga mudah dibersihkan. Alat steril yang disimpan ditata di atas rak penyimpanan
yang ada jarak dari lantai 19-24 cm dan minimum 43 cm dari langit-langit. Rak mempunyai
jarak 5 cm dari dinding untuk memudahkan pembersihan. Hindari terjadinya penumpukan
debu pada kemasan dan jangan letakkan rak dekat dengan kran atau saluran air lainnya.
Petugas yang berdinas di ruang penyimpanan barang steril adal;ah petugas yang terlatih,
sehat, terbebas dari penyakit menular terutama yang ditularkan melalui droplet. Petugas
didalam ruang penyimpanan bahan steril menggunakan jas khusus yang sesuai dengan
persyaratan. Lokasi ruang penyimpanan barang steril tidak berada di lalu lintas utama
dengan pintu khusus dan jendela yang minim untuk mengurangi kemungkinan kuman dari
luar masuk.
D. Pemeliharaan Mesin Sterilisasi
Beberapa hal mengenai pembersihan dan pemeliharaan alat CSSD adalah :
1. Mesin sterilisasi harus benar-benar disiapkan setiap hari sebelum digunakan. Pembersihan
dilakukan setiap hari. Pembersihan mingguan atau periodic dilakukan sesuai dengan yang
disarankan produsen mesin.
2. Perbaikan terhadap komponen umum dapat dilakukan oleh RS dengan petugas yang telah
mendapat pelatihan dari supplier alat.

15
3. Perbaikan komponen hanya dilakukan oleh pihak supplier dan petugas RS yang
berkompeten.
4. Staf teknisi yang terlibat dalam pemeliharaan peralatan CSSD harus terlatih oleh lembaga
berwenang atau pihak pembuat mesin sterilisasi tersebut.
5. Produsen mesin harus membuat instruksi tertilis untuk pemeliharaan mesin sterilisasi.

E. Kalibrasi alat
Kalibrasi alat secara periodic dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kalibrasi alat
harus dilakukan oleh orang terlatih terhadap jenis mesin sterilisasi. Secara periodic minimal
sekali dalam setahun dilakukan oleh BPFK atau Badan Pengamanan Fasilitas Kesehatan
Departemen Kesehatan atau agen tunggal pemegang merk alat.

F. Pendokumentasian
Setiap mesin yang ada mempunyai dokumentasi riwayat pemeliharaan/ perawatan mesin.
Dokumentasi ini tersimpan dan dilaporkan pada bagian pemelihgaraan sarana medis RS Islam
Sultan Agung Semarang, teknisi CSSD atau pihak yang membutuhkan perawatan mesin tersebut.
Informasi yang dimuat adalah:
1. Tanggal permohonan servis/ maintenance mesin.
2. Model dan jenis alat.
3. Nama teknisi servis.
4. Alasan/ hasil servis (deskripsi yang dilakukan).
5. Jenis dan kuantitas suku cadang jika ada yang diganti.
6. Keterangan/ lain-lain

G. Alat Pelindung Diri


Pusat sterilisasi (CSSD) harus dilengkapi dengan alat pelindung diri sesuai kebutuhan tenaga kerja
yang ada didalamnya. Apron lengan panjang yang tahan terhadap cairan kimia, penutup kepala,
masker dan goggle yang dipakai oleh staf saat melakukan pekerjaan yang memungkinkan adanya
percikanatau kontaminasi cairan yang mengandung darah atau cairan infeksius lainnya. Harus
ada alas kaki khusus untuk memasuki ruang dekontaminasi dan penutup kaki yang tahan air.
Penggunaan sarung tangan, gaun pelindung dan goggle harus dicuci setiap selesai dipakai.

16
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN CSSD

Pusat sterilisasi (CSSD) melayani semua unit dirumah sakit yang membutuhkan alat dan bahan
kondisi steril. Dalam melaksanakan tugasnya, CSSD selalu berhubungan dengan unit lain diantaranya
yaitu :
 Bagian loundry/ pencucian.
 Instalasi pemeliharaan sarana.
 Instalasi farmasi.
 Sanitasi.
 Satelit CSSD unit
 PPI.
 Gudang logistic/ perlengkapan.
 Perawatan (rawat inap, unit khusus, dll).

1. Tatalaksana Pelayanan CSSD


1. Perencanaan dan penerimaan barang
a. Linen
b. Instrumen / alat
c. BHP (sarung tangan, kassa, tampon, dll)
2. Pencucian
a. Linen dilakukan dibagian loundry
b. Instrumen, alat medis
3. Setting
a. Set Instrument
b. Set Linen
4. Pengemasan dan labeling
a. Linen
b. Instrumen
c. BHP
5. Proses sterilisasi
a. Linen
b. Instrumen
c. BHP
6. Penyimpanan dan distribusi
Disesuaikan dengan tanggal kadaluarsa, disesuaikan dan ditempatkan pada rak sesuai ruang
yang membutuhkan.
Dengan menggunakan metode FIFO (first in first out) Alat atau barang yang lebih dahulu
menjalani proses sterilisasi yang didistribusi terlebih dahulu.
7. Pemantauan kualitas sterilisasi
a. Pemantauan proses sterilisasi dengan penggunaan indicator sterilitas : Indikator fisika,
kimia dan biologi.
17
b. Pemantauan hasil steril : dengan test mikrobiologi.
8. Pencatatan dan pelaporan

2. Alur Kerja
Alur kerja yaitu urutan-urutan dalam melakukan proses terhadap alat/ bahan. Dibuatnya alur
supaya :
1. Pekerjaan dapat effektif dan efisien.
2. Menghindari terjadinya kontaminasi silang.
3. Jarak yang ditempuh pekerja lebih simple dan tidak bolak-balik.
4. Memudahkan dalam pemantauan.

Alur kerja yang dilakukan di CSSD adalah sebagai berikut :


1. Penerimaan alat dari pengguna (user).
2. Diserahkan CSSD melalui bagian penerimaan alat kotor.
3. Pengecekan/ seleksi dan dicatat.
4. Perendaman
5. Pencucian dan bilas
6. Pengeringan
7. Pengesetan
8. Pengemasan
9. Labeling
10. Proses sterilisasi
11. Gudang simpan steril
12. Distribusi

3. Tahap-tahap sterilisasi alat/ bahan medis


1. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah proses fisik atau kimia untuk membersihkan benda-benda yang
mungkin terkontaminasi oleh mikroba berbahaya bagi kehidupan, sehingga menjadi aman
untuk proses-proses selanjutnya. Tujuan dari proses dekontaminasi ini adalah untuk
melindungi pekerja yang bersentuhan langsung dengan alat-alat kesehatan yang sudah
melalui proses dekontaminasi tersebut, dari penyakit yang mungkin timbul akibat dari
mikroorganisme pada alat kesehatan tersebut.
Menangani dan Transportasi Benda Kotor
Alat kesehatan pakai ulang yang sudah terkontaminasi harus ditangani dengan serius,
dikumpulkan dan dibawa ke CSSD sedemikian rupa sehingga dapat terhindar dari
kontaminasi terhadap pengunjung, pasien, pekerja dan fasilitas lainnya. Proses
penanganannya adalah:
- Peralatan habis pakai dipisahkan dari limbahnya. Ditempatkan oleh pekerjanya
langsung yang mengetahui potensi terjadinya infeksi dari peralatan tersebut.
- Pisahkan benda tajam dan masukkan kedalam container khusus benda tajam
- Kain dan linen dipisahkan dan masukkan ke unit loundry untuk penanganan lebih
lanjut.
18
- Peralatan yang terkontaminasi ditempatkan dalam wadah khusus dan masuk keruang
dekontaminasi melewati petugas pencatatan
Pembuangan limbah
Limbah atau pembuangan harus dipisahkan dari alat pakai ulang . Diidentifikasi dan
dibuang sesuai kebijakan RS mengacu peraturan pemerintah.

Mencuci/ Cleaning
Semua alat pakai ulang harus melalui pencucian hingga benar-benar bersih sebelum
dilakukan sterilisasi.

Perlakuan Alat terkontaminasi


Pembersihan alat pakai ulang yang terkontaminasi harus sesegera mungkin setelah dipakai
ditempat pengguna (point of use). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kotoran menjadi
kering dan lebih sulit dalam pembersihannya. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka:
- Langsung dikirim ke CSSD segera setelah digunakan dalam kondisi lembab.
- Dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan air mengalir di tempat pemakaian sesuai
prosedur yang berlaku dan langsung dibungkus untuk menghindari cipratan,
tumpahan atau penguapan dan dibawa keruang dekontaminasi.
- Selesai digunakan, bersihkan dari sisa jaringan, darah, dan cairan tubuh pasien,
semprotkan enzimaic dan letakkan pada container tertutup untuk segera dikirim ke
CSSD

Menangani alat terkontaminasi diruang Dekontaminasi CSSD


Mulai pembersihan :
- Dibongkar dan periksa semua komponen dalam kondisi lengkap.
- Disortir berdasar cara pembersihannya.
- Dibersihkan sebelum proses pencucian.
- Gunakan teknik pencucian sesuai yang disarankan pada alat.

Bahan-bahan Pencuci (Cleaning Agents)


Supaya efektif, bahan pencuci harus membantu menghilangkan residu dan kotoran organic
tanpa merusak alat. Bahan pencuci harus:
- Sesuai dengan bahan yang disarankan pada alat dan metode mencuci yang dipilih.
- Ikuti rekomendasi dari produsen alat mengenai tipe bahan pencuci yang dapat
dipakai.
- Pemilihan bahan pencuci juga bergantung pada tipe kotoran yang ada. Protein cukup
bengan detergen yang bersifat basa. Garam mineral dengan menggunakan detergen
asam.
- Pertimbangkan penggunaan enzyme pelarut protein untuk mencuci alat.
- Penggunanan enzymatic akan lebih effisien dan effektif pada perendaman sebelum
proses pencucian.

19
Metode Merendam dan Membilas
Mencuci bersih adalah proses menghilangkan semua partikel yang kelihatan dan hampir
semua partikel yang tidak tampak, dan menyiapkan alat-alat agar aman untuk proses
desinfeksi dan sterilisasi. Mencuci dapat dilakukan secara manual maupun mekanikal atau
kombinasi keduanya. Untuk memastikan kebersihan al;at dan supaya tidak merusak alat,
maka:
- Dibongkar dan periksa semua komponen dalam kondisi lengkap.
- Dimulai dengan merendam dalam air pada suhu 20 C-43 C selama 15-20 menit dan atau
dalam produk enzyme yang dapat melepaskan darah dan protein lainnya untuk
mencegah terjadinya koagulasi darah pada alat dan juga membantu menghilangkan
mikroorganisme.
- Penggunaan enzymatic sesuai ketentuan produk pabrikan.
- Bilas dengan air keran yang mengalir untuk menghilangkan protein dan partikel-partikel
kotoran.

Mencuci Manual
- Pencucian secara manual dilakukan pada intrumen atau alat yang lembut dan rumit.
- Gunakan sikat yang sesuai dengan kebutuhan alat atau yang disarankan oleh produsen
alat.
- Bilas dengan air mengalir dengan suhu 40 C-50 C. Lebih baik lagi menggunakan air
deionisasi atau air sulingan.
- Setelah dicuci, dibilas, keringkan terlebih dahulu sebelum melalui proses berikutnya.

Mencuci Mekanik
- Menggunakan mesin cuci akan dapat meningkatkan produktifitas, lebih bersih dan lebih
aman untuk petugas.
- Pembersih ultrasonic melepas semua kotoran dari seluruh permukaan alat/ instrument.
- Alat pembersih juga perlu dilakukan pembersihan secara rutin.

Desinfeksi Kimia
- Pemilihan jenis desinfeksi berdasarkan pemakaian alat dan level desinfeksi yang
diperlukan untuk pemakaian tersebut.
- Harus sesuai label instruksi dari produsen alat dan bahan tersebut.

2. Pengemasan
Pengemasan yang dimaksud adalah termasuk semua material yang tersedia untuk
membungkus, mengemas dan menampug alat-alat yang dipakai ulang sebelum proses
sterilisasi, penyimpanan dan pemakaian. Tujuan pengemasan adalah sebagai perlindungan
terhadap alat dan bahan terhadap segala penyebab yang merusak kondisi steril.

Syarat Bahan Kemasan :


a. Dapat menahan mikroorganisme dan bakteri
b. Kuat dan tahan lama
20
c. Mudah digunakan
d. Tidak mengandung racun
e. Segel yang baik
f. Dapat dibuka dengan mudah dan aman
g. Masa kadaluarsa

Tipe-tipe Bahan Kemasan :


a. Kertas (paper craft)
b. Film Plastik (pouches)
c. Kain (linen)
d. Kain campuran (woven)

Prosedur dan Langkah-langkah Pengemasan :


Prosedur pengemasan harus mencakup :
a. Nama alat yang akan dikemas
b. Langkah-langkah yang tepat untuk persiapan sesuai instruksi produk dan
spesifikasinya.
c. Sesuaikan dengan metode sterilisasi yang digunakan
d. Tipe dan ukuran alat yang akan dikemas
e. Penempatan alat-alat dalam kemasan
f. Tips dan penempatan yang tepat indicator kimia eksternal dan internal
g. Metode atau teknik pengemasan
h. Metode pemberian segel kemasan
i. Metode dan penempelan label identifikasi isi kemasan
j. Aplikasi informasi pengendalian mutu, seperti nomer lot, tanggal, kode petugas
k. Petunjuk penempatan kemasan di dalam mesin sterilisasi
l. Peringatan waktu pengeringan, pendinginan dan penanganan asetelah proses
sterilisasi
m. Informasi aplikasi pelindung
n. Petunjuk penempatan pada penyimpanan dan atau distribusi ke tempat pemakaian
o. Informasi kepada pemakai untuk mencegah kemungkinan kontaminasi

3. Metode Sterilisasi
a) Sterilisasi Panas Kering
Terjadi melalui mekanisme konduksi panas, dimana panas akan diabsorbsi oleh
permukaan luar dari alat yang disterilkan lalu merambat ke bagian dalam permukaan
sampai akhirnya suhu sterilisasi tercapai. Biasanya digunakan pada bahan yang
terbuat dari kaca.
b) Sterilisasi Etilen Oksida (EtO)
Bahan kemasan harus memudahkan penyerapan gas dan uap sterilan yang baik, dan
juga siap melepaskan gas dan uap tersebut dari kemasan dan isinya selama waktu
aerasi

21
c) Sterilisasi uap
Uap dapat membunuh mikroorganisme melalui denaturasi dan koagulasi sel protein
secara irreversible.
d) Mesin sterilisasi uap dan vacum (STEAM)
Proses sterilisasi yang menggunakan uap jenuh di bawah tekanan untuk waktu
paparan tertentu dan pada suhu tertentu.
e) Sterilisasi dengan Plasma
Pada plasma yang terbentuk dari hidrogen piroksida
f) Sterilisasi suhu Rendah Uap Formaldehid
Telah lama digunakan untuk mendisinfeksi ruangan, lemari, maupun instrumen.
Sayangnya formaldehid (dalam keadaan tunggal) tidak dapat digunakan untuk
sterilisasi alat rentan panas, khususnya dengan lumen kecil, karena daya
penetrasinya lemah serta aktivitas sporisidalnya juga lemah.

4. Pengujian alat sterilisasi


Pengujian alat sterilisasi dilakukan oleh vendor pemilik mesin pada waktu yang
telah disepakati dua belah pihak.
Pengelola rumah sakit wajib mengkalibrasikan alat ukur radiasi secara berkala
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.
Pengelola rumah sakit wajib mengkalibrasi keluaran radiasi (output) peralatan
radioterapi secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali.
Kalibrasi hanya dapat dilakukan oleh instalasi yang telah terakreditasi dan ditunjuk
oleh Badan Pengawas

5. Monitoring dan Evaluasi


a. Monitoring
Yang dimaksud dengan monitoring adalah upaya untuk mengamati pelayanan proses
sterilisasi dan cakupan program pelayanan proses sterilisasi seawal mungkin, untuk
dapat menemukan dan selanjutnya memperbaiki masalah dalam pelaksanaan
program.

Tujuan monitoring adalah:


a. Untuk mengadakan perbaikan, perubahan orientasi atau desain dari sistem
pelayanan sterilisasi (bila perlu).
b. Untuk menyesuaikan strategi atau pedoman pelayanan sterilisasi yang
dilaksanakan di lapangan, sesuai dengan temuan-temuan dilapangan.
c. Hasil analisis dari monitoring digunakan untuk perbaikan dalam pemberian
pelayanan sterilisasi di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Monitoring
sebaiknya dilakukan sesuai keperluan dan dipergunakan segera untuk perbaikan
program.

22
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk kontrol kualitas adalah :
a. Pemberian nomor lot pada setiap kemasan.
Setiap item/kemasan yang akan disterilkan harus mencantumkan identitas
berupa nomor lot yang mencakup nomor mesin sterilisasi, tanggal proses
sterilisasi, dan keterangan siklus keberapa dari mesin sterilisasi.
Pengidentifikasian ini akan memudahkan pada saat diperlukannya melakukan
recall atau penarikan kembali kemasan yang sudah terdistribusikan.

b. Data mesin sterilisasi.


Untuk setiap siklus sterilisasi yang dilakukan informasi berikut harus
didokumentasikan :
1. Nomor lot
2. Informasi umum kemasan (misal : kemasan linen, atau kemasan instrument)
3. Waktu pemaparan dan suhu (kalau belum tercatat oleh mesin sterilisasi)
4. Nama operator
5. Data hasil pengujian biologis
6. Data respons terhadap indikator kimia
7. Data hasil dari uji Bowie-Dick
Dokumentasi ini akan bermanfaat dalam monitoring proses dan memastikan
bahwa parameter pada setiap siklus proses sterilisasi telah tercapai sehingga
akuntabilitas proses terjamin. Dengan melakukan dokumentasi ini maka apabila
ada barang yang harus ditarik ulang akan menjadi lebih mudah.

c. Waktu Kadaluarsa.
Setiap kemasan steril yang akan digunakan harus diberi label yang
mengindikasikan waktu kadaluarsa untuk memudahkan melakukan rotasi stok,
walaupun kadaluarsa tidak tergantung pada waktu melainkan pada kejadian
yang dialami oleh kemasan tersebut.
Penetapan batas kadaluarsa pada semua peralatan sesuai kesepakatan dengan
komite PPI setelah melakukan pemeriksaan mikrobiologi. Batas kadaluarsa-
Shelf Life untuk kemasan steril lebih terkait pada suatu kondisi daripada waktu.
Semua peralatan yang telah benar penanganan, dibungkus, disterilkan dan
disimpan dengan baik pada kondisi lingkungan yang terkontrol dan ditangani
oleh tangan yang bersih akan selalu steril tanpa batas waktu, kecuali terdapat
kondisi kemasan terganggu (rusak, bocor, kotor, basah).
Tetapi jaminan penyimpanan di unit kerja masing-masing belum dapat
disamakan. Sehingga CSSD dan komite PPI membuat standar waktu sebagai
batas kadaluarsa.
a. Kadaluarsa alat kritikal/ instrumen adalah 6 (enam) bulan dari tanggal proses
sterilisasi
b. Tanggal kadaluarsa linen atau set yang dibungkus dengan linen adalah 3
(tiga) hari dari tanggal proses sterilisasi

23
c. Tanggal kadaluarsa untuk alat re use dengan menggunakan sterilisasi suhu
rendah (EO) adalah 1 (satu) tahun dari tanggal proses sterilisasi
d. Tanggal kadaluarsa untuk barang single use yang dilakukan reuse adalah
sesuai penanganan sterilisasinya. Jika penggunaan mesin steam/ suhu tinggi
sama halnya dengan yang 1(satu) bulan, jika penanganan menggunakan
mesin EO/ suhu rendah, masa kadaluarsa bisa 1 (satu) tahun dari tanggal
pemprosesan
Hal ini dilakukan sebagai antisipasi penggunaan alat medis steril yang tidak
steril. Jika sudah melewati tanggal kadaluarsa yang tertera pada kemasan,
sementara keutuhan alat dan fungsi masih baik, unit pengguna dapat
mengembalikan produk ke CSSD untuk dilakukan proses sterilisasi kembali.

b. Evaluasi
Setiap kegiatan harus selalu di evaluasi pada tahap proses akhir seperti pada tahap
pengemasan, sterilisasi dan sebagainya, juga evaluasi secara keseluruhan dalam
rangka kinerja dari pengelolaan sterilisasi di Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang.

Tujuan dari evaluasi tersebut antara lain :


1. Meningkatkan kinerja pengelolaan sterilisasi Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang
2. Sebagai acuan/masukan dalam perencanaan sterilisasi, bahwa barang-barang
yang disterilkan di jamin kesterilannya.
3. Sebagai acuan dalam perencanaan system pemeliharaan mesin-mesin sterilisasi
4. Sebagai acuan perencanaan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan sumber
daya manusia.

24
BAB V
LOGISTIK

Permintaan Barang (Stock) ke Logistik Farmasi


Logistik Farmasi merupakan segala sesuatu kebutuhan bahan medis yang diperlukan CSSD dalam
rangka pelaksanaan pelayanan sterilisasi di rumah sakit.

Adapun prosedur yang perlu diperhatikan dalam proses permintaan barang (stock) ke logistik farmasi
yaitu :
1. Petugas Administrasi menulis permintaan barang (stock) secara tertulis di buku permintaan
barang dengan sepengetahuan penanggungjawab CSSD
2. Buku permintaan dicek dan ditanda tangani oleh penanggungjawab CSSD
3. Petugas Administrasi menyerahkan buku permintaan kepada Petugas pengadaan logistik
Farmasi.
4. Petugas Pengadaan farmasi menerima buku permintaan barang dan melakukan pengecekan.
5. Pada hari yang sudah disepakati, Petugas logistik farmasi menyampaiakan untuk pengambilan
barang yang sudah disiapkan sesuai pesanan ke gudang farmasi.
6. Petugas Administrasi melakukan pengecekan antara Bon permintaan dengan barang yang
diserahkan
7. Apabila barang yang diserahkan sesuai dengan permintaan, Administrasi menandatangani
penerimaan pada Bon permintaan.
8. Barang yang telah diterima di buatkan tanda terima barang oleh Petugas logistik farmasi.
9. Petugas Administrasi dibantu petugas lain menempatkan Barang ke dalam lemari stok barang.

Permintaan Barang (Stock) ke Logistik


Logistik merupakan segala sesuatu baik sarana, prasarana dan semua barang yang diperlukan untuk
CSSD dalam rangka pelaksanaan pelayanan di rumah sakit.

Adapun prosedur yang perlu diperhatikan dalam proses permintaan barang (stock) ke logistik yaitu :
1. Petugas Administrasi /koordinator menulis bon permintaan barang (stock) secara tertulis di
form permintaan barang.
1. Bon permintaan dicek dan ditanda tangani oleh Penjab CSSD
2. Petugas Administrasi /koordinator menyerahkan bon permintaan kepada Petugas Pengadaan.
3. Petugas Pengadaan menerima bon permintaan barang.
4. Pada hari berikutnya sesuai yang disepakati petugas administrasi /koordinator mengambil
barang yang telah diminta ke pengadaan.
5. Petugas administrasi /koordinator melakukan pengecekan antara bon permintaan dengan
barang yang diserahkan.
6. Apabila barang yang diserahkan sesuai dengan permintaan, administrasi/koordinator
menandatangani penerimaan pada Bon permintaan.

25
7. Barang yang telah diterima dicatat oleh petugas administrasi /koordinator ke dalam kartu
inventaris barang pengadaan.
8. Petugas administrasi /koordinator menempatkan barang ke dalam lemari stok barang.

26
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Merupakan suatu system yang membuat asuhan pasien di Rumah Sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya di ambil.

Pencegahan Kecelakaan Pada Pasien


Petugas CSSD mempunyai tanggung jawab dalam upaya mencegah terjadinya kecelakaan pada
pasien yang dirawat di Rumah Sakit sehubungan dengan alat-alat/instrument yang di gunakan.
Melakukan proses dekontaminasi, disinfeksi, pengemasan, sterilisasi, dan penanganan barang
steril secara aseptic dan benar sesuai dengan SOP yang ditetapkan merupakan cara terbaik bagi
petugas untuk mencegah terjadinya kecelakaan/luka pada pasien. Pasien penerima barang yang
belum di uji kelayakan fungsi dan cara pakainya dapat mengalami komplikasi maupun
penundaan tindakan. Alat-alat terkontaminasi atau on-steril (seperti instrument bedah) apabila
di gunakan pada pasien dapat menimbulkan infeksi nosokomial.

Saran tindakan aman


- Lakukan pengujian terhadap instrument/alat sebelum di distribusikan dari CSSD sesuai
dengan petunjuk pabrik dan SOP di CSSD
- Pastikan bahwa semua barang telah di dekontaminasi dan bebas dari pengotor, kerusakan
atau bahaya lain yang dapat mempengaruhi penggunaan barang /alat
- Pastikan agar barang terkontaminasi selalu dalam keadaan tertutup pada saat transportasi
menuju daerah dekontaminasi
- Pastikan semua peralatan yang digunakan untuk melakukan proses sterilisai mengalami
pengujian secara teratur dan dijamin bekerja secara baik
- Pastikan bahwa semua komponen instrument berada dalam keadaan lengkap, dan berfungsi
secara normal
- Pastikan bahwa semua mesin sterilisasi termonitor secara visual selama siklus berlangsung
melalui pengujian indikator kimia, biologis dan pengujian deteksi udara dalam chamber
(sistem mesin sterilisasi uap pre-vakum)

B. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan pelaksanaan keselamatan pasien (Patient Safety) :

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit.


2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya angka Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Rumah Sakit.
4. Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).

27
C. Keselamatan Umum
1. Aturan Umum Mencuci Tangan
Mencuci tangan merupakan aturan yang penting untuk mencegah penyebaran infeksi,
langkah – langkahnya sebagai berikut :
a. Tuangkan Cairan anti septik/ sabun ke telapak tangan secukupnya.
b. Gosokkan kedua telapak tangan.
c. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya.
d. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.
e. Jari – jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
f. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.
g. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tanagn kanan di telapak tangan kiri dan
sebaliknya.
h. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
i. Keringkan kedua tangan dengan tissue.

2. Dengan memperhatikan 5 momen mencuci tanagn sebagai berikut :


a. Sebelum Melakukan proses sterilisasi.
b. Sebelum Kontak dengan alat Kesehatan Steril.
c. Setelah Melakukan tindakan
d. Setelah Kontak dengan lingkungan terkontaminasi.
e. Setelah Melepas Sarung Tangan

3. Alat Pelindung Diri


Jenis-jenis Alat Pelindung Diri:
a. SARUNG TANGAN melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan
melindungi pasieen dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan.
Sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan lakukan
kebersihan tangan menggunakan antiseptik cair atau handrub berbahan dasar
alkohol.Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai
upaya untuk menghindari kontaminasi silang. Pemakaian sepasang sarung tangan yang
sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika melakukan perawatan
di bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan
merupakan praktek yang aman.

b. MASKER harus cukup besar untuk melindungi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan
rambut pada wajah(jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar
sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta
untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau
mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka
masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.

28
c. ALAT PELINDUNG MATA melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh
lain dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (goggles)
plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor. Petugas kesehatan
harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan
tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah.
Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata
pelindung atau kacamata biasa serta masker.

d. TOPI digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak tercampur ke limbah infeksius. Topi harus cukup besar untuk menutup
semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada
petugas, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau
cairan tubuh yang terpercik dari limbah infeksius.

e. APRON yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus
mengenakan apron ketika melakukan penghitungan dan pemilahan linen kotori. Apron
akan mencegah cairan tubuh pasien yang ada di linen mengenai baju dan kulit petugas
kesehatan.

f. PELINDUNG KAKI digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam
atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Sepatu yang
tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di Laundry.

Pemakaian APD di Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Cara Mengenakan APD di Ruang Dekontaminasi:
a. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung.
b. Kenakan pelindung kaki.
c. Kenakan sepasang sarung tangan.
d. Kenakan celemek plastik..
e. Kenakan masker.
f. Kenakan penutup kepala.
g. Kenakan pelindung mata.

Cara Melepas APD :


a. Disinfeksi sepasang sarung tangan.
b. Lepaskan celemek.
c. Lepaskan pelindung mata.
d. Lepaskan penutup kepala.
e. Lepaskan masker.
f. Lepaskan pelindung kaki.
g. Lepas sarung tangan
h. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih.
29
4. Prosedur Penanganan Kecelakaan
a. Tertusuk Jarum
1) Segera keluarkan darah.
2) Siram dengan air mengalir selama 10 – 15 menit.
3) Cuci dengan air sabun/ desinfektan. (Jika perlu bilas dengan alkohol 70 %)
4) Penanganan selanjutnya sesuai alur prosedur.

b. Terpajan Cairan Tubuh ( Kulit, Mata, Hidung dan Mulut )


1) Cuci dengan air mengalir selama 10 – 15 menit.
2) Untuk mata cuci dengan air mengalir dari pangkal ujung mata dekat hidung dengan
memiringkan kepala.
3) Untuk kulit cuci dengan air mengalir dan air sabun / desinfektan (Jika perlu, bilas
menggunakan alkohol 70 %) dan keringkan dengan handuk bersih.
4) Penanganan selanjutnya sesuai alur prosedur.

30
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Pengertian
Keselamatan Kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan,
kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia, maupun yang berhubungan
dengan peralatan, obyek kerja, tempat bekerja, dan lingkungan kerja, secara langsung dan
tidak langsung.

Kesehatan Kerja adalah upaya peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan yang
disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dari risiko akibat faktor yang
merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja
yang mengadaptasi antara pekerjaan dengan manusia dan manusia dengan jabatannya.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat K3RS adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber
daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan
rumah sakit melalui upaya pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah
sakit.

B. Tujuan
1. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan
cidera serta mempertahankan kondisi yang aman bagi sumber daya manusia Rumah
Sakit, pasien, pendamping pasien, dan pengunjung
2. Pengaturan K3RS bertujuan untuk terselenggaranya keselamatan dan Kesehatan Kerja
di Rumah Sakit secara optimal, efektif, efisien dan berkesinambungan
3. Manajemen risiko K3RS bertujuan untuk meminimalkan risiko keselamatan dan
kesehatan di Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan efek buruk terhadap
keselamatan dan kesehatan SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, dan
pengunjung

C. Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


SMK3 Rumah Sakit meliputi:
1. Penetapan kebijakan K3RS;
2. Perencanaan K3RS;
3. Pelaksanaan rencana K3RS;
4. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS; dan
5. Peninjauan dan peningkatan kinerja K3RS.

D. Standar Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit


Standar K3RS meliputi:

31
1. manajemen risiko K3RS;
2. keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit;
3. pelayanan Kesehatan Kerja;
4. pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan dan Kesehatan
Kerja;
5. pencegahan dan pengendalian kebakaran;
6. pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja;
7. pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan
8. kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana.

E. Manajemen risiko K3RS


Manajemen risiko K3RS harus dilakukan secara menyeluruh yang meliputi:
1. persiapan/penentuan konteks kegiatan yang akan dikelola risikonya
2. identifikasi bahaya potensial
3. analisis risiko
4. evaluasi risiko
5. pengendalian risiko
6. komunikasi dan konsultasi
7. pemantauan dan telaah ulang.

F. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit dilakukan melalui :


1. identifikasi dan penilaian risiko dilakukan dengan cara inspeksi keselamatan dan
Kesehatan Kerja di area Rumah Sakit.
2. pemetaan area risiko merupakan hasil identifikasi area risiko terhadap kemungkinan
kecelakaan dan gangguan keamanan di Rumah Sakit.
3. upaya pengendalian merupakan tindakan pencegahan terhadap risiko kecelakaan dan
gangguan keamanan.

G. Pelayanan Kesehatan Kerja dilakukan secara komprehensif melalui kegiatan yang bersifat
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
1. Kegiatan yang bersifat promotif paling sedikit meliputi pemenuhan gizi kerja, kebugaran,
dan pembinaan mental dan rohani.
2. Kegiatan yang bersifat preventif paling sedikit meliputi imunisasi, pemeriksaan
kesehatan, surveilans lingkungan kerja, dan surveilans medik.
3. Imunisasi dilakukan bagi tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan serta SDM Rumah
Sakit lainnya yang berisiko

H. Pemeriksaan kesehatan dilakukan bagi SDM Rumah Sakit yang meliputi


1. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja;
2. Pemeriksaan kesehatan berkala;
3. Pemeriksaan kesehatan khusus; dan
4. Pemeriksaan kesehatan pasca bekerja.

32
Jenis pemeriksaan kesehatan disesuaikan berdasarkan risiko pekerjaannya.
1. Kegiatan yang bersifat kuratif paling sedikit meliputi pelayanan tata laksana penyakit
baik penyakit menular, tidak menular, penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja,
dan penanganan pasca pemajanan (post exposure profilaksis).
2. Kegiatan yang bersifat rehabilitatif paling sedikit meliputi rehabilitasi medik dan program
kembali bekerja (return to work).

I. Pencegahan Kecelakaan Pada Petugas


Tanggung jawab untuk melaksanakan semua kegiatan secara aman di lingkungan CSSD
menjadi tanggung jawab petugas CSSD setelah dilakukan pembekalan terhadap petugas
tehadap bahaya-bahaya yang mungkin terjadi di lingkungan CSSD. Pada dasarnya kecelakaan
dapat dihindari dengan mengetahui potensi bahaya yang dapat di timbulkannya. Dengan
memperhatikan secara seksama dan melatih teknik-teknik bekerja secara aman maka resiko
terjadinya kecelakaan kerja dapat di turunkan secara signifikan.

J. Penerimaan Barang Kotor dan Daerah Dekontaminasi


Bahaya pemaparan terhadap darah dan cairan tubuh lainnya maupun zat-zat kimia di
lingkungan CSSD dapat menyebabkan luka, penyakit dan dalam kondisi yang ekstrim
menyebabkan kematian. Upaya pencegahan dapat di lakukan secara efektif dengan
menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, penutup kepala, penutup kaki, gaun
anti cairan, masker maupun goggle mata. Penyedian alat pelindung diri menjadi tanggung
jawab institusi bersangkutan, tetapi adalah tanggung jawab petugas CSSD untuk melindungi
dirinya dengan menggunakan alat pelindung diri secara benar.
Penanganan yang salah terhadap alat-alat tajam terkontaminasi seperti pisau, jarum dll
dapat menyebabkan rusaknya permukaan kulit yang pada akhirnya dapat memungkinkan
masuknya mikroorganisme pathogen ke dalam tubuh sehingga menyebabkan terjadinya
penyakit
Saran tindakan aman
1. Jangan sekali-kali memasukkan tangan ke dalam wadah berisi barang terkontaminasi
tanpa dapat melihat secara jelas isi dari wadah tadi
2. Tuangkan cairan yang dapat mengganggu pengenalan secara visual alat-alat, lalu
pindahkan alat/instrument satu persatu. Pastikan agar bagian yang runcing dari
instrument mengarah berlawanan terhadap tubuh kita pada saat transportasi.
3. Buang sampah benda tajam (jarum suntik, blades) ke dalam wadah yang tahan
tusukan dan tidak dibuang pada tempat sampah biasa.
4. Pada saat memproses ulang benda tajam pakai ulang, pisahkan dari instrument lain
dan posisikan sedemikian sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya luka
pada petugas lain dengan penanganan normal
5. Ikuti petunjuk/rekomendasi pabrik untuk penanganan zat kimia secara aman, dan
gunakan alat pelindung diri untuk mencegah pemaparan zat kimia terhadap kulit dan
membran mukosa yang dapat menyebabkan luka bakar kimia

33
6. Berhati-hatilah apabila mendekati daerah dimana air biasa digunakan, periksa
kondisi lantai untuk mencegah terjatuh akibat licin lantai, sebaiknya ada rambu-
rambu peringatan
7. Pada saat mencuci instrument di dalam sink, perhatikan untuk selalu menggosok
dibawah permukaan air untuk mencegah terjadinya aerosol yang dapat terhirup
K. Penyiapan Proses Sterilisasi dan Daerah Sterilisasi
Pengoperasian mesin sterilisasi hanya boleh dilakukan oleh petugas terlatih yang sudah
mendapatkan pelatihan tentang prinsip dasar sterilisasi dan cara menggunakan mesin
sterilisasi secara benar. Dengan demikian maka kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja
dapat diperkecil dan upaya untuk menghasilkan barang-barang steril menjadi lebih terjamin.
Jenis-jenis luka yang dapat terjadi di daerah ini meliputi luka bakar pada kulit maupun
membran mukosa, akibat kelalaian pada penggunaan zat kimia maupun akibat terlalu
dekatnya posisi terhadap sumber panas (sterilisasi uap atau kereta barang yang panas). Luka
bakar elektris, akibat penggunaan instrument/alat listrik. Luka pada mata akibat cipratan zat
kimia sehingga pemakaian alat pelindung mata diperlukan.

Saran tindakan aman


1. Gunakan sarung tangan tahan panas pada saat menangani kereta mesin sterilisasi atau
pada saat berhubungan dengan objek lain bersuhu tinggi
2. Letakkan kereta mesin sterilisasi diluar daerah lalu lalang petugas CSSD lain untuk
menghindari petugas lain menyentuh kereta yang panas ini.
3. Tindakan hati-hati harus diperhatikan pada saat menggunakan “sealer panas “ dan
pemotong kantung sterilisasi (pouches)
4. Pengoperasian mesin sterilisasi hanya boleh dilakukan oleh petugas terlatih
5. Pengoperasian dan instalasi mesin sterilisasi etilen oksida harus dilakukan dengan
memperhatikan sistem ventilasi dan sistem exhaust yang berhubungan langsung
dengan udara luar (ke luar gedung)
6. Pada saat memindahkan barang ke dalam cabinet aerasi, petugas harus menggunakan
sarung tangan dan tidak memegang barang dekat dengan tubuh atau menghisap udara
di atas barang yang di pindahkan tersebut
7. Pada saat memindahkan wadah dari mesin EO ke dalam aerator sebaiknya kereta
ditarik dan tidak di dorong
8. Setelah barang di masukkan ke dalam kabinet aerasi dan siklus aerasi sudah di
jalankan, maka fase siklus tersebut tidak boleh dihentikan sampai proses aerasi selesai
9. Apabila ada petugas yang terpapar dengan EO segera bawa ke ruang gawat darurat
untuk evaluasi lebih lanjut
L. Penanganan zat-zat kimia di CSSD
Penanganan zat-zat kimia di CSSD sangat perlu di perhatikan mengingat banyak zat kimia
yang digunakan di CSSD bersifat toksik. Apabila penanganannya tidak dilakukan dengan baik
maka dapat membahayakan baik petugas CSSD itu sendiri maupun pasien

34
a. Alkohol
Alkohol dalam bentuk Etil atau Isopropil alkohol (60-90 %) digunakan sebagai
desinfektan intermediat dengan kemampuan bakterisidal, tuberkulosidal, fungisidal, dan
virusidal
Tindakan pertolongan
1. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik
2. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi,
dan penatalaksanaan sirkulasi

Tindakan pertolongan pada pemaparan mata


1. Tengadahkan kepala dan miringkan ke sisi mata yang terkena
2. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan
sejumlah air bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit
3. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit
4. Jangan biarkan korban menggosok mata
5. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata

Tindakan pertolongan pada pemaparan kulit


1. Bawa pasien segera ke pancuran terdekat
2. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit
3. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara perlahan

b. Formaldehid
Formaldehid adalah gas tidak berwarna dengan bau menyengat. Umumnya digunakan
sebagai disinfektan. Formalin adalah larutan yang mengandung formaldehid dan
methanol dengan kadar bervariasi (biasanya antara 12-15 %)

Bahaya terhadap kesehatan


Dosis toksik : Dosis letal pada manusia secara oral 0,5 - 5 g/kg BB
Akut : 2-3 ppm, rasa gatal pada mata, 4-5 ppm lakrimasi, 10 ppm lakrimasi
berat,10-20 ppm susah bernafas, batuk, terasa panas pada hidung dan tenggorokan, 50-
100 ppm iritasi akut saluran pernafasan
Lambat : Sensitisasi dermatitis
Kronik : Karsinogenik, gangguan menstruasi dan kesuburan pada wanita,
percikan larutan pada mata dapat menyebabkan kerusakan berat s/d menetap, kornea
buram dan buta
Jika tertelan : Menyebabkan luka korosif mukosa gastrointestinal disertai
mual, muntah, perdarahan
Jika terhirup : Iritasi saluran nafas, nafas berbunyi, laringospasme
Kontak kulit : Iritasi pada kulit
Kontak mata : iritasi dan lakrimasi, pada konsentrasi pekat menyebabkan
kornea buram dan buta

35
Tindakan pertolongan
1. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik
2. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan
oksigenasi, dan penatalaksanaan sirkulasi

Tindakan pertolongan pada pemaparan mata


1. Tengadahkan kepala dan miringkan ke sisi mata yang terkena
2. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan
sejumlah air bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit
3. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit
4. Jangan biarkan korban menggosok mata
5. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata

Tindakan pertolongan pada pemaparan kulit


1. Bawa pasien segera ke pancuran terdekat
2. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit
3. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara perlahan
4. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan
buanglah dalam wadah/plastik tertutup
5. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung
tangan, masker, apron
6. Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut
Tindakan pertolongan pada pemaparan gastrointestinal
Pada keracunan formaldehid ringan, perlu dilakukan tindakan berikut:
1. Segera beri pasien air atau susu untuk diminum secepat mungkin untuk
pengenceran. Untuk orang dewasa maksimal 20 cc sekali minum, untuk anak-anak
maksimal 100 ml.
2. Kontra indikasi untuk induksi muntah dan pemberian karbon-aktif
3. Dalam keadaan tertentu, pemasangan pipa lambung yang lembut dan fleksibel
dapat dipertimbangkan setelah pengenceran dan pemeriksaan endoskopi

c. Etilen Oksida
Etilen oksida merupakan zat kimia yang banyak digunakan dalam proses sterilisasi kimia
alat-alat kesehatan, pereaksi dalam sintesa kimia organik terutama dalam pembuatan
etilen glikol, fungisida, dan fumigan bahan makanan dan tekstil

Bahaya utama terhadap kesehatan


Inhalasi : Pemaparan jangka pendek : iritasi, daya cium menurun, dispnea,
nyeri kepala, mengantuk, gejala mabuk, gangguan keseimbangan
tubuh
Kontak kulit : Pemaparan jangka pendek : reaksi alergi, kulit terasa panas,
melepuh, frostbite.
Kontak mata : Pemaparan jangka pendek : terasa panas, frostbite, mata berair,
pemaparan jangka panjang : dapat menimbulkan kontak
36
Tertelan : Pemaparan jangka pendek : terasa panas terbakar, sakit
tenggorokan, mual, muntah,, frostbite, diare, nyeri perut, nyeri
dada, nyeri kepala, sianosis.
Pemaparan jangka panjang : Kerusakan hati, potensial karsinogen

Tindakan pertolongan
1. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik
2. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan
oksigenasi, dan penatalaksanaan sirkulasi

Tindakan pertolongan pada pemaparan mata


1. Tengadahkan kepala dan miringkan ke sisi mata yang terkena
2. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan
sejumlah air bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit
3. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit.
4. Jangan biarkan korban menggosok mata
5. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata

Tindakan pertolongan pada pemaparan kulit


1. Bawa pasien segera ke pancuran terdekat
2. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit
3. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara perlahan
4. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan
buanglah dalam wadah/plastik tertutup
5. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung
tangan, masker, apron
6. Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut

Tindakan pertolongan pemaparan gastrointestinal


1. Induksi muntah tidak dilakukan (kontra indikasi)
2. Aspirasi dan kumbah lambung tidak dianjurkan
3. Berikan karbon aktif dosis tunggal 1 gr/kg atau dewasa 30-100 gr dan anak-anak 15-
30 gr. Cara pemberian : dicampur rata dengan perbandingan 5-10 gr karbon aktif
dengan 100-200 ml air. Dewasa 10 gr tiap 20 menit, anak-anak 5 gr tiap 20 menit

d. Lisol
Lisol merupakan nama lain dari kelompok zat kimia fenol, asam karbolat, hidroksibenzena,
asam fenilat, resol, karbon kreolin, likresol. Lisol banyak digunakan sebagai desinfektan
rumah tangga untuk membersihkan lantai, kamar mandi/WC dan untuk menghilangkan bau
busuk. Dalam bidang kesehatan digunakan sebagai larutan antiseptic dengan konsentrasi
antara 1-2 %. LDL oral pada manusia adalah 140 mg/kg.
Bahaya utama pada kesehatan
Pada kulit dan mukosa : Gatal dan mati rasa dan pada keadaan

37
berulang atau berat : kemerahan, gatal dan luka
bakar
Kronis pada kulit : Eritema, vesikel, dan akhirnya padat
mengalami dermatitis kontak
Pemaparan mata : Iritasi konjungtiva, kornea berwarna putih, edema
palpebra dan iritis, nyeri abdomen, muntah dan rash.
Jika konsentrasi fenol > 5 % dapat menyebabkan luka
bakar pada pada mulut dan esophagus
Efek pada sistem kardiovaskuler : Hipotensi dan syok
Efek pada ginjal : Urin berwarna gelap karena hemoglobinuri
Efek pada pernafasan : Depresi pernafasan dan gagal nafas

Tindakan pertolongan
1. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik
2. Berikan terapi suportif berup penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi
dengan oksigen lembab 100 %, dan penatalaksanaan sirkulasi

Tindakan pertolongan pada pemaparan mata


1. Tengadahkan kepala dan miringkan ke sisi mata yang terkena
2. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan sejumlah
air bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit
3. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit
4. Jangan biarkan korban menggosok mata
5. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata

Tindakan pertolongan pada pemaparan kulit


1. Bawa pasien segera ke pancuran terdekat
2. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir minimal 10 menit
3. Jika tidak tersedia air, sekalah bagian kulit dengan kain atau kertas secara perlahan
4. Lepaskan pakaian, arloji, dan sepatu yang terkontaminasi atau muntahan dan buanglah
dalam wadah/plastik tertutup
5. Pada saat memberikan pertolongan, gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan,
masker, apron
6. Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut

Tindakan pertolongan pemaparan gastrointestinal


1. Segera beri pasien atau susu untuk diminum secepat mungkin untuk pengenceran. Untuk
orang dewasa maksimal 250 cc sekali minum, untuk anak-anak maksimal 100 ml.
2. Kontra indikasi untuk induksi muntah dan pemberian karbon-aktif
3. Dalam keadaan tertentu, pemasangan pipa lambung yang lembut dan fleksibel dapat di
pertimbangkan setelah pengenceran dan pemeriksaan endoskopi
e. Natrium Hipoklorit
Larutan pemutih pakaian yang biasa digunakan biasanya mengandung bahan aktif Natrium
hipoklorit (Na OCL) 5-10 %. Selain digunakan sebagai pemutih juga digunakan sebagai
38
disinfektan. Pada konsentrasi > 20 % zat ini bersifat korosif dan bila tertelan akan berbahaya
karena jika kontak dengan asam lambung akan melepaskan asam klorat gas klor bebas dalam
lambung yang apabila terhirup dapat menyebabkan kerusakan paru-paru

Bahaya utama terhadap kesehatan


1. Bawa korban ke ruangan dengan sirkulasi udara yang baik
2. Berikan terapi suportif berupa penatalaksanaan jalan nafas, ventilasi dan oksigenasi
dengan oksigen lembab 100 %, dan penatalaksanaan sirkulasi

Tindakan pertolongan pada pemaparan mata


1. Tengadahkan kepala dan miringkan ke sisi mata yan terkena
2. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan irigasi dengan sejumlah
air bersih atau NaCL 0,9 % perlahan selama 15-20 menit
3. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit
4. Jangan biarkan korban menggosok mata
5. Tutuplah mata dengan kain kassa steril lalu segera kirim/konsul ke dokter mata

39
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan ditingkatkan
dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur mutu
pelayanan Rumah Sakit.

Definisi Indikator
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator merupakan suatu
variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi
juga spesifik.

Kriteria
Adalah spesifikasi dari indikator.

Standar :
1. Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang dalam
situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat
performance atau kondisi tersebut.
2. Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
3. Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip dasar
sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan petugas
d. Kepuasan pasien
e. Sarana dan lingkungan fisik

2. Indikator yang dipilih


a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk
perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar Rumah Sakit
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.

3. Kriteria yang digunakan


Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator, sehingga
dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
40
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

41
BAB IX
PENUTUP

Pedoman Pelayanan CSSD merupakan suatu panduan yang menjadi acuan dan diharapkan dapat
membantu rumah sakit pada umumnya dan bagian CSSD pada khususnya untuk menambah
pengetahuan tentang tata cara pelayanan CSSD di rumah sakit yang sesuai dengan prosedur dan
peraturan perundangan yang berlaku.

Mudah-mudahan buku ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan pedoman bagi petugas CSSD di
Rumah sakit.

Ditetapkan di : Semarang
Pada tanggal : 04 Sya’ban 1440 H
20 April 2019 H

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG


SEMARANG

dr. H. Masyhudi AM, M.Kes


Direktur Utama

Tembusan Yth :
1. Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
2. Unit terkait
3. Arsip

42

Anda mungkin juga menyukai