Fraktur Pelvis (1) - Baru
Fraktur Pelvis (1) - Baru
FRAKTUR PELVIS
Disusun Oleh:
William Jonathan 140100131
Asdar Raya 140100010
Clare Anthony 140100261
Pembimbing:
dr. Heru Rahmadhany, SpOT (K) Spine
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Fraktur
Pelvis”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Heru
Rahmadhany Sp.OT (K) Spine selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat
memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat 2
PENDAHULUAN
1
gangguan hemodinamik. Fraktur ini terdapat pada 10% fraktur pelvis. Tingkat
mortalitas pada fraktur pelvis kompleks ini mencapai 33%. Fraktur pelvis
kompleks ditandai dengan adanya cedera pada pelvis yang berhubungan dengan
sistem urogenital, rektum, sigmoid, pleksus lumbosakral, struktur pembuluh darah
retroperitoneal. Fraktur ini merupakan suatu cedera kompleks dengan efek yang
signifikan terhadap status fungsional dan kualitas hidup.3
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menyampaikan teori
mengenai Fraktur Pelvis. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi
persyaratan kegiatan Program Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah
Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan penulis maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk
mengintegrasikan teori yang telah ada dengan aplikasi pada kasus yang akan
dijumpai di lapangan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
longitudinal dari aspek lateral sacrum ke spina iliaca posterior superior dan
bergabung dengan ligamentum sacrotuberous.
Pada sisi anterior, SI joint dilingkupi oleh struktur ligamen lemah yang pipih
dan tipis (Fig 1B) yang berjalan dari ilium ke sacrum. Struktur ini memberikan
stabilitas yang minimal, yang berfungsi sebagai kapsul yang melingkupi SI joint
dan memisahkannya dari isi cavum pelvis. Hampir semua struktur yang ada pada
SI joint adalah struktur yang kuat. Pada posisi tegak, berat dari bagian atas tubuh
mendorong sacrum ke bawah antara iliac wings dan menyebabkan ± 58 0 rotasi
dorsoventral.
Tulang inominata bergerak ke belakang dan ke bawah dimana pada saat yang
bersamaan rami pubis bergerak ke atas. Reduksi yang tepat dan pengembalian
morfologi dari SI joint tidaklah terlalu penting karena kontak erat antara
permukaan artikular tidak terjadi pada keadaan normal.
Simfisis pubis terdiri dari 2 permukaan kartilago hialin yang saling
berhadapan. Permukaan ini dilingkupi dan dikelilingi oleh jaringan fibrosa yang
cukup tebal. Simfisis didorong inferior oleh otot yang berinsersi pada ligamentum
arcuatum. Posisi yang paling tebal adalah pada sisi superior dan anterior.
Beberapa ligamen berjalan dari spine ke pelvis. Ligamentum iliolumbaris
mengamankan pelvis ke vertebra lumbalis. Ligamentum ini berasal dari processus
transversus L4 dan L5 dan berinsersi pada posterior dari crista iliaca. Ligamentum
lumbosacral berjalan dari processus L5 ke ala sacrum. Ligamentum ini
membentuk pegangan yang kuat dan menempel pada akar N.spinalis L5
4
Gambar 1. Ligamentum iliosakrum.6
5
Gambar 2. Anatomi Os. Pelvis6
6
1.Spina ischiadika : perpanjangan bagian tengah posterior tiap tulang ischium,
jarak antara keduanya menggambarkan diameter terpendek ruang pelvis
2.Ramus ischiadika : bergabung dengan os pubis membentuk foramen
obturatoar 3.Tuberositas ischiadika : tonjolan tulang yang menunjang tubuh
saat posisi duduk
c. Pubis
Terdiri dari:
1.Badan : dibentuk dari garis tengah penyatuan rami pubis superior dan
inferior 2.Simfisis pubis : sendi fibrokartílago tempat badan pubis bertemu
3.Tuberkulus pubis : proyeksi lateral dari ramus superior, tempat melekatnya
ligamentum inguinal dan rectus abdominis
4.Rami pubis superior dan inferior : bergabung dengan rami ischiadika
melingkari foramen obturatoar, tempat melekatnya lapisan inferiordiafragma
urogenital. Rami inferior desendens menyatu dengan membentuk sudut 90-
1000.
7
Gambar 3. Anatomi Os. Illiaka, Ilium, dan Pubis6
Pelvis dibagi menjadi dua bagian besar: pelvis mayor (pelvis bagian atas
/false pelvis), yang berada di atas linea terminalis termasuk 2 fossa iliaka, dan
pelvis minor (pelvis bagian bawah/true pelvis), yaitu area dibawahnya yang
bagian depannya dibatasi dengan os pubis, bagian posterior dengan sacrum dan
coccygeus, bagian lateral dengan iscium dan sedikit bagian ilium.
8
Gambar 4. Anatomi Os. Sacrum6
Pelvis yang intak membentuk 2 area anatomis mayor. False pelvis dan true
pelvis dipisahkan oleh pinggir pelvis, atau garis iliopectineal yang berjalan dari
promontorium sacralis sepanjang perbatasan antara ilium dan ischium ke ramus
pubis. Tidak ada struktur mayor yang melewati pinggiran ini. Diatasnya false
pelvis (greater pelvis) berisi ala sacral dan iliac wings, membentuk bagian dari
rongga abdomen. Bagian dalam false pelvis dilingkupi oleh otot iliopsoas. True
pelvis (lesser pelvis) terletak dibawah pinggir pelvis. Dinding lateralnya terdiri
dari pubis, ischium dan sebuah segitiga kecil dari ilium. Termasuk didalamnya
foramen obturatorium, yang ditutupi oleh otot dan membran, dan terbuka di
bagian superior dan medial untuk jalan dari nervus obturator dan pembuluh darah.
Obturator internus berasal dari membran dan melingkari lesser sciatic notch dan
9
menempel pada ujung proximal femur. Tendon obturator internus adalah struktur
yang penting karena berfungsi sebagai penanda untuk akses ke columna
posterior.7
Otot piriformis berorigin dari aspek lateral dari sacrum dan adalah
penanda untuk menemukan nervus sciaticus. Biasanya, nervus sciatic
meninggalkan pelvis diatas otot piriformis dan memasuki greater sciatic notch.
Kadang-kadang sisi peroneal berjalan diatas dan melewati piriformis. Dasar dari
true pelvis terdiri dari coccyx, otot coccygeal dan levator ani, urethra, genitalia
dan rectum. Semuanya melewati struktur ini.7
10
truncus lumbosacralis pada promontorium sacralis (12 mm dari garis joint). Saraf
L5 berjarak 2 cm dari SI joint dan keluar dari foramen intervertebralis. Syaraf
sacralis melewati foramen sacralis dan bergabung dengan pleksusnya. Beberapa
cabang menuju otot mayor dalam pelvis. Nervus glutealis superior dan inferior
berjalan ventral ke piriformis dan memasuki pelvis melalui greater sciatic notch.
Nervus pudendalis (S2,3 dan 4) mempersarafi otot sfingter pelvis dan dapat
terkena pada fraktur pelvis khususnya yang posterior7
11
dari lengkungan kanan dari a hipogastrica dan mempunyai proteksi otot yang
sedikit, maka arteri ini mudah sekali terkena pada fraktur dari lengkungan pelvis
posterior. Cabang obturator dan pudendal interna paling sering terkena pada
fraktur ramus pubis.7
12
urogeniral dan lantai otot dari pelvis sehingga lebih mudah terkan cedera saat ada
fraktur pelvis.2
2.2.2 Epidemiologi
Fraktur pada pelvis hanya mencakup kurang dari 5% keseluruhan cedera
pada tulang, tapi fraktur ini penting karena tingginya angka insidensi keterkaitan
dengan jaringan lunak dan risiko kehilangan darah yang parah, syok, sepsis, dan
adult respiratoy distress syndrome (ARDS). Seperti cedera serius lainnya, trauma
pelvis membutuhkan penanganan secara komprehensif dari berbagai ahli di
bidangnya. Sekitar 2 per 3 dari keseluruhan fraktur pelvis terjadi pada jalan raya
melibatkan pejalan kaki; lebih dari 10% dari pasien fraktur pelvis akan
mempunyai cedera organ viseral, dan pada kelompok ini angka mortalitasnya
melebihi 10%.2
Menurut Tile, fraktur pelvis yang tidak stabil ataupun fraktur pelvis
terbuka mempunyai tingkat mortalitas yang mencapai 10%-20%.3 Menurut
Schmal et al berdasarkan penelitian di Universitas Freiburg, cedera neurovaskular
pada fraktur pelvis ditemukan pada 4,3 % pasien dengan fraktur pelvis. Menurut
Tile pada fraktur pelvis terbuka tingkat mortalitas dapat mencapai 50 %. Sesuai
dengan penelitian Rothenberg et al yang meneliti 31 pasien dengan fraktur pelvis
terbuka, dimana tingkat mortalitas mencapai 42 %. Sedangkan menurut Peter di
Davis Medical Center tingkat mortalitas mencapai 30 %.
13
High-Energy Fractures
Fraktur pelvis dengan taruma berat jarang terjadi.8 2/3 pasien juga
(18)
memiliki cedera muskuloskeletal lain, dan lebih dari 1/2 pasien memiliki
cedera pada multisistem.9 pada 75% kasus disertai dengan perdarahan,10 12%
cedera urogenital, dan 8% cedera pleksus lumbosakral. Dalam sebuah penelitian
didapatkan 55% merupakan kasus fraktur cincin pelvis stabil, 25% fraktur pelvis
tidak stabil di rotasi, 21% tidak stabil pada tranlasi, 16% merupakan fraktur pelvis
yang disertai fraktur acetabulum.10
Low-Energy Fractures
Fraktur pelvis dan acetabulum dengan trauma ringan lebih sering terjadi
daripada dengan trauma berat. Wanita lebih sering terkena, dan kebanyakan pasien
tidak mengalami cedera lainnya. Dalam sebuah penelitian pada pasien usia 60
tahun dan lebih, didapatkan cedera cincin pelvis stabil pada 45 dari 48 pasien;
87% pasien adalah wanita. Dalam 3/4 kasus disebabkan oleh jatuh dengan
kekuatan ringan. Fraktur pelvis disertai dengan fraktur acetabulum terjadi pada
25% kasus.11,12
2.2.3 Klasifikasi
a. Tipe A ; stabil :
Tipe A termasuk fraktur avulsi atau fraktur yang mengenai cincin panggul
tetapi tanpa atau sedikit sekali pergeseran cincin.
i. B1 ; open book
14
Tipe B mengalami rotasi eksterna yang mengenai satu sisi panggul (open
book) atau rotasi interna atau kompresi lateral yang dapat menyebabkan
fraktur pada ramus isio-pubis pada satu atau kedua sisi disertai trauma
pada bagian posterior tetapi simfisis tidak terbuka (closed book).
i. C1 ; unilateral
ii. C2 ; bilateral
Terdapat disrupsi ligamen posterior pada satu atau kedua sisi disertai
pergeseran dari salah satu sisi panggul secara vertikal, mungkin juga
disertai fraktur asetabulum.
15
Classification of pelvic fracture disruption. (A) Type B represents
rotationally unstable but vertically stable fractures; type B1 injuries are
external rotation or open-book injuries. (B) Type B2.1 injuries represent
internal rotation of lateral compression injuries on the ipsilateral side. (C)
Type B2.2 injuries represent lateral compression injuries with contralateral
fracturing of the pubic rami and posterior structures. (D) Type C fractures
are rotationally and vertically unstable and are represented here as a
unilateral, unstable, vertically disrupted pelvis.(16)
i. Fraktut avulsi
3. Tuberositas isium
16
iv. Fraktur sakrum
d. Fraktur asetabulum
i. Tanpa pergeseran
17
18
4. Klasifikasi lain
a. Fraktur isolasi dan fraktur tulang isium dan tulang pubis tanpa
gangguan pada cincin
a. Fraktur avulsi
b. Fraktur stabil
19
Dengan menilai klasifikasi maka yang paling penting adalah stabilitas
panggul apakah bersifat stabil atau tidak stabil, karena hal ini penting dalam
penanggulangan serta prognosis.
2.2.4 Patofisiologi
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang
besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis atau
osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis. Oleh karena rigiditas
panggul maka keretakan pada salah satu bagian cincin akan disertai robekan pada
titik lain, kecuali pada trauma langsung. Sering titik kedua tidak terlihat dengan
jelas atau mungkin terjadi robekan sebagian atau terjadi reduksi spontan pada
sendi sakro-iliaka.
Kompresi anteroposterior
Hal ini biasanya terjadi akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan
kendaraan. Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah, dan
mengalami rotasi eksterna disertai robekan simfisis. Keadaan ini disebut
sebagai open book injury. Bagian posterior ligamen sakro-iliaka mengalami
robekan parsial atau dapat disertai fraktur bagian belakang ilium.
Kompresi lateral
20
Trauma vertikal
Trauma kombinasi
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan di atas
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel
yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala
pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita
datang dalam keadaan anemi dan syok karena perdarahan yang hebat. Terdapat
gangguan fungsi anggota gerak bawah.(4)
Pada cedera tipe A pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri
bila berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan
pada visera pelvis. Sinar-X polos dapat memperlihatkan fraktur.(5)
Pada tipe cedera B dan C pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan
tak dapat berdiri; dia mungkin juga tidak dapat kencing. Mungkin terdapat darah
di meatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering meluas, dan
usaha menggerakkan satu atau kedua ala osis ilii akan sangat nyeri. Salah satu
kaki mungkin mengalami anestetik sebagian karena cedera saraf skiatika dan
penarikan atau pendorongan dapat mengungkapkan ketidakstabilan vertikal
(meskipun ini mungkin terlalu nyeri). Cedera ini sangat hebat, sehingga membawa
risiko tinggi terjadinya kerusakan viseral, perdarahan di dalam perut dan
retroperitoneal, syok, sepsis, dan ARDS; angka kematiannya cukup tinggi.(5)
21
2.2.6 Diagnosis
Fraktur pelvis harus dicurigai pada setiap pasien dengan cedera perut atau
tungkai bawah yang berbahaya. Mungkin terdapat riwayat kecelakaan lalu lintas
atau jatuh dari ketinggian atau cedera benturan. Pasien sering mengeluh nyeri
hebat dan merasa seolah-olah dia telah terpisah-pisah, dan mungkin terdapat
pembengkakan atau memar pada perut bawah, paha, perineum, skrotum atau
vulva. Semua daerah ini harus diperiksa dengan cepat, untuk mencari bukti
ekstravasasi urine. Tetapi prioritas utama adalah selalu menilai keadaan umum
pasien dan mencari tanda-tanda kehilangan darah. Resusitasi dapat dimulai
sebelum pemeriksaan selesai.
Tanyakan kapan pasien membuang urine terakhir kali dan cari perdarahan
di meatus eksterna. Ketidakmampuan untuk kencing dan adanya darah di meatus
eksterna adalah tanda klasik ruptur uretra. Tetapi, tiadanya darah di meatus tidak
menyingkirkan cedera uretra, karena sfingter luar mungkin mengalami spasme,
sehingga menghentikan aliran darah dari tempat cedera. Karena itu setiap pasien
yang mengalami fraktur pelvis harus dianggap menghadapi risiko cedera uretra.
22
mengubah robekan uretra sebagian menjadi robekan uretra lengkap. Kalau
cedera uretra dicurigai, ini dapat didiagnosis dengan lebih tepat dan lebih aman
dengan uretrografi retrograd.
Ruptur kandung kemih harus dicurigai pada pasien yang tidak dapat
kencing atau pada pasien yang kandung kemihnya tidak teraba setelah diberi
penggantian cairan yang memadai. Palpasi sering sukar dilakukan karena terdapat
hematoma dinding perut. Gambaran fisik pada awalnya dapat sedikit sekali,
dengan bising usus yang normal, karena ekstravasasi urine yang steril tak banyak
menimbulkan iritasi peritoneum. Hanya sebagian kecil pasien dengan ruptur
kandung kemih yang mengalami hipotensi; jadi kalau pasien itu hipotensif, harus
dicari penyebab lainnya.
Kalau pasien tak sadar, prosedur rutin yang sama diikuti. Tetapi,
pemeriksaan sinar-X dini penting pada kasus ini.
23
diperjelas dengan radiografi secara lebih rinci bila telah dipastikan bahwa pasien
dapat tahan terhadap lamanya waktu yang diperlukan untuk penentuan posisi dan
reposisi di meja sinar-X. Diperlukan 5 foto : anteroposterior, pandangan inlet
(kamera sefalad terhadap pelvis dan dimiringkan 30 derajat ke bawah), foto outlet
(kamera kaudal terhadap pelvis dan dimiringkan 40 derajat ke ata), dan foto oblik
kanan dan kiri.
Kalau dicurigai adanya cedera apa saja yang berbahaya, CT Scan pada
tingkat yang tepat sangat bermanfaat ( beberapa ahli mengatakan harus
dilakukan). Ini terutama berlaku untuk kerusakan cincin pelvis posterior dan untuk
fraktur asetabulum yang kompleks, yang tidak dapat dievaluasi secara tepat
dengan sinar-X biasa.
24
2.2.7 Tatalaksana
Terapi tidak boleh menunggu diagnosis yang lengkap dan rinci. Prioritas
perlu ditentukan dan bertindak berdasrkan setiap informasi yang sudah tersedia
sementara beralih ke pemeriksaan diagnostik berikutnya. Tata laksana dalam
konteks ini adalah kombinasi penilaian dan terapi.
Pada setiap pasien yang mengalami cedera berat, langkah yang pertama
adalah memastikan bahwa saluran nafas bersih dan ventilasi tak terhalang.
Resusitasi harus dimulai segera dan perdarahan aktif dikendalikan. Pasien dengan
cepat diperikas untuk mencari ada tidaknya cedera ganda dan, kalau perlu, fraktur
yang nyeri dibebat. 1 foto sinar-X AP pada pelvis harus diambil.
25
Sampai saat ini dokter yang memeriksa sudah mendapat gambaran yang
baik mengenai keadaan umum pasien, tingkat cedera pelvis, ada tidaknya cedera
viseral dak kemungkinan berlanjutnya perdarahan di dalam perut atau
retroperitoneal. Idealnya, tim ahli masing-masing menangani tiap masalah atau
melakukan penyelidikan lebih jauh.
1. Resusitasi awal
2. Anamnesis
b. Miksi terakhir
3. Pemeriksaan klinik
a. Keadaan umum
b. Lokal
26
4. Pemeriksaan tambahan
a. Foto polos panggul, toraks serta daerah lain yang dicurigai mengalami
trauma
b. Foto polos panggul dalam keadaan rotasi interna dan eksterna serta
pemeriksaan foto panggul lainnya
i. Kateterisasi
ii. Ureterogram
5. Pengobatan
27
karena hal ini dapat melepaskan efek tamponade dan mengakibatkan perdarahan
yang tak terkendali.
Cedera urologi terjadi pada sekitar 10% pasien dengan fraktur cincin
pelvis. Karena pasien sering sakit berat akibat cedera yang lain, mungkin
dibutuhkan kateter urine untuk memantau keluaran urine, sehingga ahli urologi
terpaksa membuat diagnosis kerusakan uretra dengan cepat.
Untuk pasien dengan cedera yang sangat hebat, fiksasi luar dini adalah
salah satu cara yang paling efektif untuk mengurangi perdarahan dan melawan
28
syok. Kalau tidak ada komplikasi yang membahayakan jiwa, terapi pastinya
adalah sebagai berikut.
Fraktur tipe A, Fraktur yang sedikit sekali bergeser dan fraktur pelvis
yang terisolasi hanya membutuhkan istirahat di tempat tidur, barangkali
dikombinasi dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien biasanya
nyaman sehingga dapat diperbolehkan menggunakan penopang.
Pada cedera buku tertutup penggunaan kain gendongan atau korset tidak
tepat. Beristirahat di tempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun
biasanya memadai, tetapi, kalau perbedaan panjang kaki melebihi 1,5 cm atau
terdapat deformitas pelvis yang nyata, reduksi dengan pen pada satu krista iliaka
dapat dicoba dan, kalau berhasil, dipertahankan dengan menghubungkan pen-pen
itu dengan pen pada sisi yang lain sehingga membentuk fiksator luar. Kerangka
fiksasi biasanya diperlukan selama 6-8 minggu tetapi pada stadium yang
belakangan, kalau telah nyaman pasien diperbolehkan bangun dan berjalan.
29
Fraktur tipe C, Cedera ini adalah yang paling berbahaya dan paling sulit
diterapi. Kemungkinan beberapa atau semua pergeseran vertikal dapat direduksi
dengan traksi kerangka yang dikombinasi dengan fiksator luar; meskipun
demikian, pasien perlu tinggal di tempat tidur sekurang-kurangnya 10 minggu.
Kalau reduksi belum dicapai, fraktur dislokasi dapat direduksi secara terbuka dan
mengikatnya dengan satu plat kompresi dinamis atau lebih. Operasi berbahaya
bila dilakukan (bahayanya mencakup perdarahan masif dan infeksi) dan harus
dilakukan hanya oleh ahli bedah yang berpengalaman dalam bidang ini.
Pemakaian traksi kerangka dan fiksasi luar mungkin lebih aman, meskipun
malposisi mungkin akan meninggalkan nyeri di bagian posterior. Perlu ditekankan
bahwa > 60% fraktur pelvis tidak memerlukan fiksasi.
30
31
Fraktur pelvis terbuka ditangani dengan fiksasi luar. Kolostomi diversi
mungkin diperlukan.
32
Komplikasi dibagi dalam :
1. Komplikasi segera
Robekan dapat terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan dari
bagian tulang panggul yang tajam.
c. Robekan uretra
Robekan uretra terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah
uretra pars membranosa
33
d. Trauma rektum dan vagina
Lesi saraf skiatik dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat
operasi. Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan,
maka sebaiknya dilakukan eksplorasi.
2. Komplikasi lanjut
b. Nekrosis avaskuler
Nekrosis avaskuler dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah
trauma.
d. Skoliosis kompensatoar
34
2.2.9 Prognosis
Dari analisis yang didapat lebih dari 63.000 pasien trauma
menunjukkan bahwa fraktur pelvic dikaitkan meningkatkan risiko
kematian dibandingkan dengan pasien trauma tanpa fraktur pelvic.
35
BAB III
KESIMPULAN
Pelvis adalah salah satu bagian dari tubuh manusia yang berfungsi penting,
yaitu menahan berat badan tubuh melalui sendi sakro iliaka ke ilium ,asetabulum
dan dilanjutkan ke femur . Selain itu panggul berfungsi melindungi struktur-
struktur yang berada didalam rongga panggul.
Fraktur pelvis dapat terjadi pada semua usia, baik dengan trauma berat
atau trauma ringan atau trauma yang berulang; trauma langsung maupun tak
langsung. Tetapi pada orang muda yang paling sering adalah fraktur dengan
trauma berat, sedangkan pada orang tua, fraktur biasanya disebabkan dengan
trauma ringan.
Kompresi anteroposterior
Kompresi lateral
Trauma vertikal
Trauma kombinasi
Klasifikasi fraktur pelvis menurut Tile 1988, secara garis besar terdiri dari :
a. Tipe A: stabil.
36
Fraktur pelvis menyebabkan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi,
sehingga dibutuhkan penanganan tim yang baik untuk mencegah komplikasi yang
diakibatkannya. Untuk memperbaiki kualitas hidup pasien, harus dilakukan
intervensi sedini mungkin.
37
DAFTAR PUSTAKA
38
11. Hill RM, Robinson CM, Keating JF. Fractures of the pelvic rami.
Epidemiology and five-year survival. J Bone Joint Surg Br 2001;83:1141–4
12. Leung WY, Ban CM, Lam JJ, et al. Prognosis of acute pelvic fractures in
elderly patients: retrospective study. Hong Kong Med J 2001;7:139–45.
39