Anda di halaman 1dari 8

Referat

ANESTESI PADA PASIEN LEUKEMIA

Oleh :

Aryati Ningsih

Asmaijar Yuandiga

Luthfa Laila

Intan Zani Luqyiana

Yenri Yunfaista

Pembimbing :
dr. Dino Irawan,. Sp. An.

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2018
BAB I

PENDAHULUAN

Leukemia merupakan penyakit klonal di mana satu atau lebih sel progenitor
hematopoetik normal mengalami perubahan menjadi suatu keganasan1. Leukemia
ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoietik yang mengalami
transformasi secara maligna dan menyebabkan penekanan serta penggantian unsur
sumsum tulang yang normal.2 Perkembangan keganasan yang terjadi pada leukemia
akan menghasilkan abnormalitas sel leukemik dan gangguan produksi sel darah
normal.3

Leukemia merupakan penyebab dari sepertiga kasus kematian pada anak dan
remaja berusia di bawah 15 tahun akibat kanker di Amerika Serikat.4 Dari data riset
kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia 2007, leukemia merupakan salah satu penyebab
kematian pada anak usia 1-4 tahun di Indonesia dengan proporsi kejadian 2,9%.5
Penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, terdapat sekitar 162 pasien
yang mengalami leukemia dengan LLA sebesar 87%, LMA 6,2%, LMK 2,5%, dan LLK
4,3% pada tahun 2004–2007.6

Leukemia diklasifikasikan berdasarkan maturitas dan jenis turunan sel seperti


leukemia mieloblastik akut (LMA), leukemia limfoblastik akut (LLA), leukemia
mielositik kronik (LMK), dan leukemia limfositik kronik (LLK).7 Pemeriksaan
gambaran darah tepi (GDT) pada LMA dapat ditemukan mieloblas yang mengandung
batang Auer dan penurunan jumlah granulosit absolut. Pada LLA, GDT yang ditemukan
adalah peningkatan leukosit, limfositosis, dan penurunan pada jumlah trombosit,
neutrofil dan eritrosit .2

Anestesi diperlukan pada semua tingkat pelayanan termasuk diagnosis, terapi,


dan manajemen nyeri termasuk juga pada pasien dengan penyakit kronik seperti kanker
atau leukemia. Ahli anestesi menjadi bagian penting tim multidisiplin yang menangani
anak-anak dengan keganasan. Pengetahuan mengenai efek fisiologi dari keganasan dan
terapinya adalah penting bagi ahli anestesi yang melayani pasien tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi leukemia

Leukemia adalah produksi tidak terkontrol dari leukosit akibat mutasi keganasan
dari sel limfogen atau myelogen. Leukemia limfositik dimulai dari nodus limfatikus
sedangkan leukemia myeloid dimulai dari produksi cancerous dari sel myelogenous
dalam sumsum tulang dengan penyebaran ke organ ekstramedulla. Perbedaan prinsip
dari normal hematopoietic stem cell dan sel leukemia adalah kemampuan sel leukemia
untuk terus membelah. Hasilnya adalah massa sel yang meluas dan menginfiltrasi
sumsum tulang dan membuat pasien secara fungsional aplastik. Anemia dapat tampak
nyata. Kemudian kegagalan sumsum tulang menyebabkan infeksi yang fatal atau
perdarahan akibat trombositopenia. Sel leukemia juga menginfiltrasi hati, limpa, nodus
limfatikus, dan menings, menyebabkan tanda-tanda disfungsi pada organ tersebut.
Penggunaan nutrisi yang berlebihan oleh sel kanker yang berproliferasi cepat
menghabiskan cadangan asam amino sehingga terjadi kelemahan pasien dan kematian
metabolik dari jaringan yang normal.1

2.2 Epidemiologi leukemia

Leukemia adalah salah satu kanker yang paling sering didiagnosa terutama pada
anak- anak. Kanker merupakan penyebab kematian tersering karena penyakit pada
anak- anak usia 1 sampai 14 tahun, namun perbaikan yang signifikan terhadap terapi
penyakit ini telah meningkatkan angka survival secara dramatis. Angka survival saat ini
78% dibandingkan 28% pada tahun 1960-an. Leukimia terjadi pada sekitar 1/3 dari
diagnosis kanker pada anak-anak. Insiden puncak pada usia 2-3 tahun. Anak-anak
dengan trisomi 21 (sindrom down) memiliki peningkatan 10-20 kali lipat. Hampir 80%
dari leukemia pada anak-anak adalah acute lymphoblastic leukemia (ALL). Angka
kesembuhan dari ALL yang baru terdiagnosa mencapai 85%. 1
2.3 Anestesi pada leukemia

Anestesi diperlukan pada semua tingkat pelayanan termasuk diagnosis, terapi,


dan manajemen nyeri. Ahli anestesi menjadi bagian penting tim multidisiplin yang
menangani anak-anak dengan keganasan. Pengetahuan mengenai efek fisiologi dari
keganasan dan terapinya adalah penting bagi ahli anestesi yang melayani pasien
tersebut. 8

Peran anestesia termasuk untuk prosedur singkat, untuk insersi akses vena
sentral, fasilitasi radioterapi dan pembedahan mayor. Ahli anestesi harus waspada
terhadap faktor yang potensial menimbulkan komplikasi. Anestesi pada prosedur
singkat sering dilakukan pada tempat yang jauh seperti ruang radiologi dan unit
onkologi rawat jalan. Pada ruang radiologi, menjaga pasien tetap diam membantu terapi
radiasi terbatas pada area yang sakit. Anak-anak diatas usia 5 tahun dapat mentoleransi
radioterapi tanpa anestesi jika telah dipersiapkan dengan baik namun pada anak yang
lebih muda anestesi sering kali diperlukan. Anestesi intravena dengan infus propofol
merupakan pilihan yang baik. Opioid tidak diperlukan karena radioterapi tidak nyeri.
Pertimbangan lain adalah tempat radioterapi yang biasanya terisolasi, oleh karena itu
ketersediaan alat resusitasi dengan monitor lengkap menjadi penting.9

Ahli anestesi yang berpengalaman, staf ruang pemulihan dan perlengkapan


resusitasi yang lengkap harus tersedia setiap saat, penting bagi ahli anestesi untuk
mengetahui interaksi antara obat yang sering diberikan dengan proses penyakit dan
terapinya. 9

Kemoterapi modern terdiri dari penggunaan obat sitotoksik intratekal dengan


aspirasi sumsum tulang secara reguler dan trephines untuk menilai respon terapi.
Prosedur ini sering dilakukan dan membutuhkan anestesia untuk memberikan analgesi
dan amnesia sambil membatasi efek samping dan gangguan aktivitas anak. Banyak
institusi mnganjurkan penggunaan anestesi intravena dengan propofol dan remifentanyl
(atau alfentanyl/fentanyl) karena profil efek samping yang lebih disukai. Keuntungan
lain dibanding anestesi inhalasi: onset dan pemulihan yang cepat hilangnya gerakan
terhadap stimulus dan tidak memerlukan scavenging gas anestesi.10
Banyak jenis teknik anestesi yang dapat digunakan secara aman untuk
menganestesi anak-anak ataupun orang dewasa dengan penyakit leukemia. Tidak ada
obat, agen, ataupun teknik tertentu yang merupakan kontra indikasi mutlak dari hal ini.
Agen anestesi tertentu seperti Nitrous oxide bersifat myelosuppressive atau menekan
pembentukan myelosit, tetapi penggunaan agen ini selama proses anestesi tidak menjadi
kontraindikasi.11

Salah satu terapi pada leukemia ini adalah dengan tindakan hematopoietic stem
cell transplantation (HSCT). Pada pasien leukemia yang akan dilakukan HSCT hal unik
yang perlu di perhatikan tingginya insiden dan potensi morbiditas oleh mukositis yang
disebabkan oleh kondisi neutropenia. Tindakan anestesi berupa manipulasi airway pada
anak-anak harus seminimal mungkin. Pemberian propofol intravena sebagai sedasi total
dengan pernapasan spontan tanpa bantuan alat ventilasi airway lebih dianjurkan. Hal ini
karena propofol memiliki proses pemulihan yang lebih cepat serta memiliki profil anti-
emetik. Obat ini juga lebih baik digunakan pada infant yang dilakukan terapi radiasi jika
dibandingkan dengan penggunaan agen lain seperti ketamin atau tiopental.11

2.4 Efek anestesi pada leukemia

Penting untuk mengenali pasien kanker dapat mengalami disfungsi organ setiap
saat karena berbagai alasan. Riwayat anestesi sebelumnya yang tidak bermasalah tidak
selalu menjadi prediktor keamanan. Perhatian harus difokuskan pada efek fisiologi dan
anatomi dari penyakit kanker itu sendiri maupun terapinya. Deksametason sering
digunakan sebagai antiemetik namun juga digunakan sebagai kemoterapi dan sebaiknya
tidak diberikan selama operasi tanpa berdiskusi dengan tim onkologi karena dapat
mencetuskan lisis tumor.10
BAB III

KESIMPULAN

Leukimia merupakan keganasan dibidang hematologi akibat produksi tidak


terkontrol dari leukosit yang menyebabkan mutasi keganasan dari sel limfogen atau
myelogen yang sering didiagnosa terutama pada anak-anak dan merupakan penyebab
kematian tersering pada anak usia 1 sampai 14 tahun.12,13,14 Kasus leukemia anak di
Riau, tahun 2013-2014 dari 48 anak didapatkan insidens tertinggi pada usia 5-9 tahun
(39,6%). Anak lelaki memiliki insiden tertinggi (62,5%) dibandingkan perempuan
(37,5%).15
Pemilihan anastesi pada leukimia bukanlah hal yang sederhana. Ahli anastesi
menjadi bagian penting untuk menangani kasus keganasan pada semua tingkat
pelayanan termasuk diagnosis, terapi (radioterapi dan kemoterapi) dan menejemen
nyeri. Teknik anastesi yang dipergunakan tersebut memiliki keuntungan dan kerugian.
Pada anastesi umum, sebagian besar obat yang dipergunakan (sedasi dan juga analgetik)
pada leukimia telah dipersiapkan melalui jalur intravena dengan infus propofol dan
remifentanyl merupakan pilihan yang baik karena efek sampingnya. Opioid diperlukan
hanya apabila tindakan yang dilakukan mengakibatkan nyeri. 15

Tindakan anastesi dipantau sampai dengan waktu pulih sadar. Pulih sadar
merupakan bangun dari efek obat anestesi setelah dilakukan tindakan radioterapi,
kemoterapi atau pembedahan. Lamanya waktu yang dihabiskan pasien di recovery room
tergantung kepada berbagai faktor termasuk durasi dan jenis pembedahan, teknik
anestesi, jenis obat dan dosis yang diberikan dan kondisi umum pasien.15
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Turgoen L M. Clinical Hematology Theory and Procedures 5th Ed.


Philadelpia: Lippincott Williams and Wilkins, 2012: 307 – 341.
2. Price S A dan Wilson L M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol.1, Edisi 6. Terjemahan Pendit, B, U dkk. Jakarta. EGC. 2005:
271-281.
3. Ciesla B. Hematology In Practica. Philadelpia: F.A. Davis. 2007: 160 – 181.
4. Leukemia & Lymphoma Society. Fact Spring. 2013. New York: Leukemia
& Lymphoma Society.
5. . Depkes, RI. Riset Kesehatan Dasar 2007. Laporan Nasional Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Jakarta: 2008: 325.
6. Simamora I. Karakteristik penderita leukemia rawat inap di RSUP H. Adam
Malik Medan Tahun 2004 – 2007. Skripsi Sarjana. Jurusan Kesehatan
Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan. 2009.
7. Zelly D R. Kelainan Hemostasis pada Leukemia. Jurnal Kesehatan Andalas
Vol. 1, No. 2 (online). 2012: 68 – 74. http://jurnal.fk.unand.ac.id.
8. Oduro-Dominah, L. and Brennan, L. 2013. Anaesthetic management of the
child withhaematological malignancy. Contin Educ Anaesth Crit Care Pain,
13(5), pp.158-164.
9. Scrace B and Mcgregor K. 2013. Anaesthetic Considerations for Paediatric
Oncology.Anaesthesia Tutorial Of The Week, (280), pp.1-8.
10. Limanto H, Setiawan AR, Chandy I, dkk. 2016. Anstesi Pada Gangguan
Hematologi dan Terapi koagulan. Bagian Smf Ilmu Anestesiologi Dan
Terapi Intensif Fk Uns/ Rsud Dr.Moewardi ,Surakarta.
11. Longnecker DE, Brown DL, Newman MF, Zapol WM. Anesthesiology.
McGrawHill: 2008; 1408-11
12. Hoffbrand AV, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta :
EGC; 2013.
13. Tehuteru ES. Mewaspadai gejala kanker pada anak. Kementerian Kesehatan
RI. Jakarta; 2015. h. 25-6
14. Price SA,Wilson LM. Gangguan sel darah putih dan sel plasma. Dalam:
Baldy CM, penyunting. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2005. h. 271.
15. Fridayenti, Masdar H, Asriani S. Profil pasien leukemia di RSUD Arifin
Ahcmad Provinsi Riau periode tahun 2013-2014. JIK. 2015;9:78–86.

Anda mungkin juga menyukai