Anda di halaman 1dari 36

TUGAS RESUME PENGANGANTAR ILMU HUKUM

DAN TATA HUKUM

IDENTITAS BUKU

JUDUL BUKU : PENGANTAR ILMU HUKUM DAN TATA HUKUM

PENULIS : MUDAKIR ISKANDAR SYAH SH

PENERBIT : CV.SIMPLEX-JAKARTA

CETAKAN : (I) 18 APRIL 1987

DISUSUN OLEH : SALAMAT MARTUA

KELAS : B.52.S1

FAKULTAS : HUKUM (STIH IBLAM)


BAB I

ARTI DAN TUJUAN HUKUM

A. ARTI HUKUM
1. Hubungan Hukum Dengan Masyarakat

Sudah menjadi kodrat alam (kehendak tuhan) bahwa manusia itu hidup selalu
berkelompok , bersuku , dan berbangsa. Tidak pernah terjadi manusia itu sendirian. Kalau
kita melihat sejarah terjadinya manusia ada 2 pendapat :

a. karena kehendak tuhan yang maha esa.


b. Karena evolusi (perubahan secara lamban) dari suatu binatang.

Dari kedua pendapat tersebut yang bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya dan
kealamiahannya adalah karena kehendak tuhan melalui nabi adam dan siti hawa. Pertama
allah meciptakan adam dan menurutnya adam membutuhkan teman hidup dalam
hubungannya sebagai suami istri maupun hubungannya antara individu dengan individu
yang saling membutuhkan. Manusia yang lain ini mengakibatkan timbulnya golongan,
suku dalam masyarakat. Menurut Drs. C.S.T Kansil, SH dalam bukunya pengantar hukum
dan tata hukum Indonesia, bahwa golongan itu bisa terjadi karena 3 hal :

1) Golongan yang berdasarkan hubungan kekeluargaan


2) Golongan yang berdasarkan kepentingan pekerjaan
3) Golongan yang berdasarkan hubungan tujuan (pandangan hidup)
Pendorong manusia harus bermasyarakat.
1) Kebuutuhan tidak terpenuhi tanpa bantuan yang lain
2) Karena kodrat tuhan bahwa manusia dijadikan selalu berkelompok
3) Ingin mengembangkan keturunan

Kebutuhan antara yang satu dengan yang lainnya pasti tidak sama. Satu hal cocok untuk
di pihak lain. Hal demikian akan menjadi perselisihan anatara satu dengan yang lainnya.
Bagaimana halnya seandainya suatu masyarakat tidak ada hukum. Yang akan terjadinya
pasti yang satu akan menindas yang lain. Karena sifat manusia menurut Hobbes bahwa
manusia adalah serigala terhadap yang lainnya. Oleh karena itu hukum sealalu dibutuhkan
selama masih ada masyarakat.
2. Hubungan Hukum Dengan Berbangsa dan Bernegara

Apabila individu bergabung dengan individu lainnya akan terjadi golongan, dan apabila
golongan bergabung dengan golongan akan terjadi suatu masyarakat. Anatara masyarakat
satu daerah dengan daerah lainnya pasti berlainan kemauan dan kemampuannya.
Kebutuhan hubungan anatara masyarakat yang satu dengan lainnya ini akan terjadi
peperangan kalau tidak ada hukum yang mengaturnya.

Kesatuan dan persatuan dibutuhkan, tetapi hukum lebih dibutuhkan daripada itu.
Hukum yang mengaturnya harus berwawasan nasional, sehinnga diatas segala keperluan
suku bangsa, dengan catatan tidak mengecilkan atau membesarkan salah satu suku bangsa.
Negara adalah merupakan lembaga masyarakat yang tertinggi, oleh karena itu tidak ungkin
ada negara tanpa masyarakat. Negara merupakan lembaganya dan masyrakat merupakan
anggotanya. Maka hubungan antara lembaga dan anggotanya harus diatur dengan hukum
agar hak dan kewajibannya masing-masing terlindungi.

B. TUJUAN HUKUM

Semua kehidupan dalam masyarakat selalu dibutuhkan adanya aturan yang mengaturnya.
Apabila suatu masyarakat tidak ada hukum yang mengaturnya, maka hak adan kewajiban
seseorang tidak akan terlindungi. Dengan demikian tujuan hukum adalah untuk mengatur
kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa untuk mencapai kesejahteraan dan
keadilan.

BAB II

SUMBER HUKUM

A. SUMBER HUKUM FORMAL DAN MATERIEL

Yang dimaksud dengan sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan
aturan yang sifatnya mengatur dan memaksa dan bagi pelanngarnya dikenai sanksi.
Sumber hukum materiel adalah sumber hukum yang ditinjau dari segi filsafat, sosiologi,
ekonomi, sejarah dan sebagainya. Sedangkan sumber formal adalah sumber hukum di
tinjau dari segi Undang-Undang, kebiasaan, yurisprodensi, (keputusan hakim), traktat dan
pendapat para ahli hukum.

BAB III

HUKUM SUBYEKTIF DAN OBYEKTIF


1. Hukum Subyektif

Hukum subyektif bisa dikatakan hak yang diberikan oleh hukum obyektif. Tetapi hak
yang diberikan hukum obyektif ini belum menyeluruh, sehingga masih ada hal-hal yang
belum masuk didalamnya. Hal-hal yang belum masuk tersebut menurut Prop. Mr. Dr. L.J.
Apeldoorn dalam bukunya “pengantar ilmu hukum” ada 3 macam :

1. Timbulnya hak dan wewenang


2. Hkum subyektif tidak hanya mengatur tapi juga memaksa
3. Hak untuk berbuat meninggalkan sesuatu, dan kewajiban orang lain
2. HUKUM OBYEKTIF

Memang antara hukum obyektif dan subyektif tidak dapat dipisahkan dengan pasti,
tetapi dapat deberi gambaran bahwa hukum obyektif adalah peraturan (kaedah) hukumya,
sedangkan hukum subyektif peraturan hukumnya yang telah dihubungkan dengan subjek
hukum tertentu yang akhirnya menimbulakan hak dan kewajiban. Atau dengan perkataan
lain hukum obyektif berlaku umum bukan hanya terhadap orang/badan hukum tertentu saja.

BAB IV

PENAFSIRAN HUKUM

Suatu UU/hukum brlum tentu dimengerti arti dan maksudnya oleh para penegak hukum
maupun pemakai hukum. Terlebih seorang hakim harus mengerti secara pasti dari tiap
UU/hukum dari maksud dan tujuannya. Setelah diadakan kodifikasi hukum secara
sistimatis, perlu ada penafsiran terhadap hukum itu, agar tiap-tiap orang ada kesamaan dan
mengartikan. Bila terjadi penafsiran yang salah mengakibatkan arti hukum menjadi lain
dengan maksud dan tujuan hukum itu sendiri. Maka UU/hukum tidak mempunyai arti dan
fungsi. Penafsiran hukum bermacam-macam seperti :

A. Penafsiran tatabahasa (gramtikal) : penafsiran hukum yang dilihat dari segi susunan tata
bahasa yang ada hubungannya satu sama lain dalam satu kalimat, seperti contoh “kapal
laut” bagi orang mengadakan penafsiran kapal laut harus melihat dari segi susunan tata
bahsanya.
B. Penafsiran historis (sejarah) : penafsiran secara historis artiinya penafsiran yang dilihat
dari segi sejarah terjadinya suatu UU/hukum.
C. Penafsiran sistematis : penafsiran sistematis artinya penafsiran didasarkan atas susunan
yang berhubungan antara pasal yang satu dengan yang lainnya atau antara satu hukum
dengan hukum lainnya.
D. Penafsiran acontario (berlawanan) : penafsiran acontario artimnya penafsiran yang
didasari pada arti yang berlawanan dari UU/hukum yang dihadapi dan dari hasil itu
disimpulkan menjadi suatu kesimpulan untuk mencari arti yang pasti.
E. Penafsiran teologis : penafsiran teologis (sosiologis) adalah penafsiran dengan
memperhatikan segi maksud dan tujuan dari UU itu.
F. Penafsiran ektensi : artinya penafsiran dengan memperluas arti dari kata-kata dalam
hukum tersebut.
G. Penafsiran restriktif : adalah penafsiran dengan mebatasi arti kata-kata dari suatu
UU/hukum agar tidak terjadi salah paham mengartikan.
H. Penafsiran analogis : adalah penafsiran dengan meberi kiyas (ibarat) pada kata-kata
dalam suatu UU/hukum.

B.1. Subyek dan Obyek Hukum

Subyek hukum artinya yaitu sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban. Subyek
hukum ada 2 macam :

a. Manusia (natuurlijke person)


b. Badan hukum (recht person)

Manusia mulai timbul haknya sejak ia lahir sampe ia meninggal dunia. Badan hukum
statusnya disamakan dengan manusia , yakni mempunyai hak dan kewajiban. Sehingga
badan hukum bisa melakukan perbuatan hukum. Yang termasuk badan hukum misalnya
PT, CV dan lain-lainya.

Objek hukum adalah segala sesuatu yang dapat dikenai dapat berguna bagi subjek
hukum. Dalam hukum perdata misalnya yang menjadi obyek adalah kebendaan maka
benda bisa dikatakan objek hukum.

1. Perbuatan hukum : adalah semua perbuatan manusia yang menimbulkan hak dan
kewajiban
2. Peristiwa hukum : adalah suatu perbuatan yang menimbulkan kejadian hukum
3. Teori kedaulatan : dalam teori kedaulatan ini membahas tentang dimana letak
kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara. Dalam mempelajari kekuasaan yang
tertinggi disuatu negara ini ada 5 teori :
1. Menurut kedaulatan tuhan, kekuasaan yang tertinggi adalah berada di tangan tuhan
2. Menurut teori kedaulatan raja, kekuasaan yang tertinggi adalah berada pada
kekuasaan raja
3. Menurut teori kedaulatan rakyat, kekuasaan yang tertinggi berada pada rakyat
4. Menurut teori kedaulatan negara letak kekusaan tertinggi adalah pada negara itu
sendiri.
5. Menurut teori kedaulatan hukum, maka letak kekuasaan tertinggi berada dalam
tangan hukum
B. Kaedah Hukum
Norma kaedah ketentuan mengenai sikap yang dilakukan oleh setiap orang dalam
kehidupannya sehari-hari.
1. Norma larangan dilanggar pelakunya dan akan dikenai sanksi, tetapi dalam norma
kaedah keharusan apabila seseorang tidak melakukan sesuatu maka ia akan dikenai
sanksi, norma larangan (verbod) misalnya dilarang untuuk mencuri(pasal 362 kuhp)
2. Norma keharusan (gebod)misalnya tiap orang diharuskan melapor kepada yang
berwajib apabila ia mengetahui terjadinya suatu kejahatan.
Norma yang dalam masyarakat Indonesia adalah :
a. Norma kesopanan
b. Norma susila
c. Norma agama
d. Norma hukum
C. Sanksi
Sanksi adalah hukuman yang dijatuhkan akibat pelanggaran kejahatan. Sanksi dalam
hukum pidana berupa siksaan, sedangkan dalam hukum perdata berupa ganti kerugian.
Sanksi dalam hukum pidana ada 2 macam :
1. Sanksi pokok terdiri dari :
a. Hukuman mati
b. Hukuman penjara
c. Hukuman kurungan
d. Hukuman denda
2. Sanksi tambahan terdiri dari :
a. Pencabutan beberapa hak tertentu
b. Perampasan brang tetentu
c. Pengumuman putusan hakim
BAGIAN II
PENGANGTAR TATA HUKUM
BAB I
ARTI TATA HUKUM
1. Dasar Berlakunya Beraneka Macam Hukum

Sejak jaman penjajahan Belanda, di Indonesia berlaku hukum yang beraneka macam.
Dasar berlakunya hukum yang beraneka macam pada waktu penjajahan Belanda adalah :

a. Algemen Bipaling van Wetgeving voor Indonesia (AB) artinya peraturan umum
tentang peraturan perundang-undangan untuk indonesia. Peraturan ini dikeluarkan
pada 30 April 1847 Stb 1847 No. 23
b. Regeling Reglement (RR) dikeluarkan pada tanggal 2 September 1854 Stb 1854
No. 2
c. Indesche Staatregeling (is) artinya peraturan ketatanegaraan Indonesia yang
dikeluarkan pada tanggal 23 Juni 1952 Stb 1925 No. 415
2. Sistem Hukum

Sistem hukum adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur dari berbagai unsur
menjadi suatu kesatuan yang saling menguatkan untuk mencapai tujuan. Sistem hukum
yang baik tidak akan terjadi tupang tindih dari tiap-tiap bagian sistem tersebut. Setiap
sistem pasti berlandaskan azas yang mendukungnya. Inilah sistem hukum yang berlaku di
berbagai negara :

1. Sistem hukum Erofa Kontinental : sumber hukum yang digunakan dalam sistem
hukum Erofa Kontinental tersebut menganut Azas Nasional artinya sumber hukum
yang dipergunakan adalah Undang-Undang yang dibuat oleh badan Legislatif dan
Eksekutif (Statute Law). Sistem hukum Erofa Kontinental menganut sistem hukum
tertulis. Disini berarti tidak menggunakan hukum adat sebagai salah sumber
hukumnya..
2. Sistem hukum Anglo Saxon (Anglo Amerika) : sistem hukum tersebut juga
mengenal pembagian hukum public dan hukum privat. Pengertian hukum public
samadengan pengertian pada sistem hukum Erofah Kontinental.sedangakan pada
hukum privat berlainan dengan sistem Erofah Kontinental. Pada hukum Privat
Anglo Amerika lebih dipusatkan pada hukum tentang hak milik, orang, dan tentang
perbuatan melawan hukum. Dalam sistem tersebut seorang hakim dalam
memutuskan perkara harus berdasarkan pada putusan hakim yang terdahulu yang
lebih dikenal dengan doktrin “the doctrine of precedent/Stare decisis.
3. Sistem hukum islam : Hukum islam asalnya jelas dari agama islam. Hukum islam
tidak memberi sanksi langsung terhadap pelanggarnya. Hanya saja ia akan
mendapat dosa atau berupa siksaan yang amat sedih yang akan diterima di akherat
kelak. Dlam hukum islam menganut 5 prinsip yang di sebut “ AL AKHAMUL
KHAMSAH “ yaitu 5 ketentuan hukum, yaitu : Wajib, sunah, haram, makruh, dan
mudah.
4. Sistem hukum adat : hukum adat pertama kali di ucapkan oleh Snouck Hurgronje
dan diteruskan oleh Mr C. Vav Vollenhoven tahun 1928. Sistem hukum adat ini
berlaku di negara Asia seperti Indonesia, Cina, Jepang, dan lain-lainnya. Untuk
memperlakukan hukum adat pada tingkat Nasiona, haruslah hukum adat yang tidak
bertentangan dengan hukum Nasional. Dalam sistem hukum adat yang bertindak
sebagai badan peradilan dan penegak hukum formal para kepala adat. Kepercayaan
masyarakat adat untuk mengulturkan kepala adat adalah karena warisan dari nenek
moyang yang terdahulu.
BAB II
DASAR HUKUM TATA NEGARA
1. Ruang Lingkup Hukum Tatanegara
Hukum tatanegara adalah serangakaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku
manusia sebagai anggota masyarakat dalam hubungannya dengan lembaga, atau hubungan
antar lembaga negara itu sendiri. Hukum berupa norma/kaedah yang pada dsarnya norma
itu dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Kewajiban/keahuran melakukan sesuatu
2. Larangan melakukan sesuatu

Kaedah yang berada dalam masyarakat adalah :

1. Kaedah hukum
2. Kaedah agama
3. Kaedah susila
4. Kaedah adat
Semua kaedah itu apabila telah mulai berjalan fungsinya untuk mengatur hubungan
antara manusia dengan manusia atau antara badan-badan. Apabila badan itu brbentuk
negara maka akan lahirlah hukum tatanegara.

A. Syarat Berdirinya Suatu Negara

Syarat berdirinya suatu negara ada 3 macam :

a. Adanya rakyat
b. Adanya wilayah
c. Adanya pemerintah yang berdaulat

Ada pedapat yang megatakan bahwa syarat berdirinya suatu negara tersebut masih
ditambah lagi satu syarat yaitu pengakuan dunia Internasional. Syarat ini tidak menjadi
syarat mutlak pengakuan dunia Internasional atas suatu negara hanya merupakan syarat
untuk memperlancar dalam hubungannya dengan dunia Internasional.

B. Bentuk Negara
Bentuk negara republic Indonesia pada mulanya sebelum memproklamirkan
kemrdekaannya, ada yang bermacam-macam dari bentuk negara. Ada yang menhendaki
bentuk kerajaan (monarchi) ada pula yang menghendaki bentuk republic. Diantara pendapat
ini yang paling kuat adalah bentuk republic. Sehingga pada waktu itu menjelang Indonesia
merdeka diadakan pemungutan suara untuk menetukan bentuk negara.

Menurut Dr Wirjono Prodjodikoro, SH dalam bukunya azas-azas Hukum tatanegara di


Indonesia. Pada tanggal 10 juli 1945 panitia persiapan kemerdekaan mengadakan rapat
dengan pemungutan suara. Dari 64 suara yang memilih bentuk republic, 55 suara memilih
bentuk kerajaan, 6 suara bentuk lain, 2 suara abstain (blangko) 7 suara. Dan mutlak hasil
dari rapat panitia pada saat itu bentuk negara Indonesia adalah republic, dan secara yuridis
mulai memperlakukan bentuk republic adalah sejak ditetapkan Undang-Undang dasar 1945
yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945.

C. Konstitusi

Jadi konstitusi adalah hukum dasar yang memuat pokok-pokok hukum dalam suatu negara.
Dan konstitusi ini merupakan sumber hukum dalam suatu negara. Karena konstitusi
merupakan hukum dasar dan sumber dari segala hukum maka harus mempunyai sifat
elastis, dan flesibel agar konstitusi tersebut bisa berlaku universal. Bentuk konstitusi tidak
ada ketentuan harus tertulis atau tidak tertulis. Namun kebanyakan negara di dunia
menggunakan konstitusi tertulis. Diadakannya konstitusi mempunyai tujuan, yakni :

 Untuk mengadakan tata tertib lembaga negara dan wewenangnya.


 Untuk melindungi hak azazi manusia
 Untuk membuat sumber hukum
D. Sejarah Konstitusi di Indonesia

Indonesia dijajah oleh Belanda dan Jepang, baik secara langsung maupun tidak
langsung pasti mempengaruhi sejarah Indonesia. Pada jaman penjajahan Belanda konstitusi
yang dipakai adalah konstitusi yang diberi nama “Grondwet”yang dalam pasal 1
mengatakan Kerajaan Belanda meliputi wilayah negeri Belanda, Hindia –Belanda ,
Suriname, dan Curasao. Jelas bahwa Indonesia pada saat itu konstituisnya adalah Grondwet
karena yang dimaksud dengan Hindia Belanda adalah Indonesia. Pada waktu itu Indonesia
menjadi bagian dari kerajaan Belanda, dan takluk dengan Grondwet (UU Belanda).

Setelah usainya Belanda menjajah Indonesia datanglah pendatang baru yaitu Jepang,
dari segi yuridis jepang tidak menciptakan konstitusi UUD di Indonesia. Pada saat hampir
berakhirnya Jepang menjajah Indonesia, ia mendirikan suatu badan usaha pesiapan
kemerdekaan Indonesia. Badan tersebut dibentuk oleh jepang dengan maksud akan
memberi kemerdekaan Indonesia,. Badan ini mulai mengadkan rapat pada tanggal 29 Mei
1945 dirancang oleh panitia Sembilan dengan melahirkan Piagam Jakarta (Jakarta Charter).
Suatu hari setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945
diundangkanlah UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia.

E. Tujuan UUD 1945


Tujuan untuk diadakan UUD 45 adalah :
1. Untuk menciptakan tata tertib dalam bermasyarakat dan bernegara
2. Untuk melindungi hak azazi manusia
3. Mengatur lembaga parlemen dan wewenangnya
4. Mengatur lembaga pemerintahan
5. Untuk dijadikan sumber dari segala sumber hukum
6. Mengatur hubungan antara lembaga parlemen dengan pemerintah dan sebaliknya
7. Untuk mengatur hubungan warga negara dengan pemerintah dan sebaliknya
8. Untuk mengatur hubungan antara lembaga tertinggi negara dengan lembaga
eksekutif (presiden)
F. Pembukaan UUD 45

Semua UU mempunyai dasar filosofis dan yuridis, karena dasar ini akan membuat
kuatnya suatu UU itu sendiri istilah pembukaan ada yang “Pre-ambule,Mukadimah”
,”Considerance.

 Alinea I : Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak
sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.
 Alinea II : Dan perjuangan gerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai lah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa menghantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
 Alinea III : Atas berkat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas , maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
 Alinea IV : Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa,dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara republic Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada :
 Ketuhanan yang maha esa
 Kemanusian yang adil dan beradab
 Persatuan Indonesia
 Kerakyatan yang dipinpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusawaratan perwakilan
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
G. Kekuasaan Legislatif

Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membuat UU, UUD 1945 pasal 5 ayat 1
mengatakan: presiden memegang kekuasaan membentuk UU dengan persetujuan DPR.
Pasal 20.
1. Tiap-tiap UU menghendaki persetujuan DPR
2. Jika rancangan UU tidak mendapat persetujuan DPR, maka rancangan tadi boleh
dimajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

Kalau kita lihat dari pasal tersebut yaitu pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 maka yang
dimaksud legislatif adalah dewan perwakilan rakyat dan presiden. Presiden bisa bertindak
sebagai badan legislatif dalam membentuk UU, akan tetapi harus mendapat prsetujuan DPR,
berarti presiden tidak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan DPR bila ia bertindak sebagai badan
leigislatif.

H. Kekuasaan Eksekutif

Eksekutif artinya adalah pelaksana. Jadi yang dimaksdu dengan lembaga eksekutif
adalah presiden. Menurut UUD 45 presiden ialah penyelanggara pemerintah negara yang
tertinggi. Dalam memyelenggarakan pemerintah negara semua tanggung jawab tanggung
jawab atas pelaksana adalah ditangan presiden kekuasaan pemerintah diterangkan dalam
UUD 45 pasal 4 :

1. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UU


2. Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh suatu orang wakil Presiden

Pasal 5 :

1. Presdien memegang kekuasaan membentuk UU dengan persetujuan DPR


2. Presiden menetapkan peraturan pemerintahan untuk menjalankan UU sebgaimana
mestinya.

Presiden sebagai eksekutoor (pelaksana) dari tiap-tiap ketetapan MPR, UU. Oleh
karena itu seakan-akan Presiden mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas. Padahal
kekuasaan presiden dibatasi oleh UU.

I. Kekuasaan Yudicatif

Kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan untuk mengawasi dan menegakkan hukum.


Kekuasaan ini di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung. UUD 45 mengatur tentang
kekuasaan yudikatif yang diterangkan dalam pasal 24 :

1. Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung.


2. Susunan dan kekuasaan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.
Kekuasaan yudikatif ini dipegang oleh Mahkamah Agung, yang badan ini merupakan
kekuasaan yudikatif yang tertinggi di Indonesia. Kekuasaan ini terlepas dari pengaruh
kekuasaan legislatif, dan eksekutif.
J. Hak Azasi Manusia
Hak azasi manusia mulai dilindungi sejak tahun 1215 dengan lahirnya makna charta di
Inggris. Hak asasi ini dilahirkan untuk melindungi hak-hak manusia agar tidak mendapatkan
perlakuan yang sewenang-wenang dari pihak lain. Karena pada waktu sebelum itu hak asasi
manusia terinjak-injak secara sewenang-wenang. Hak azasi manusia di Indonesia tercantum
dalam konstitusi Undang-Undang Dasar. Dan di Indonesia telah mengalami pergantian
UUD yaitu UUD 1945, UU RIS 1949, UUDS 1950, dan akhirnya kembali lagi ke UUD
1945.
K. Kewarganegaraan
Yang menjadi warga Negara Indonesia menurut pasal 26 UUD 1945 ialah orang-orang
Bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga
negara.
Azas kewarganegaraan Indonesia menganut :
a. Ius Sanguinis (azas keturunan) : Ius Sanguinis menetapkan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan kekeluargaan ( keturunan ) dari orang-orang yang
bersangkutan.
b. Ius Soli (azas kelahiran) : Ius Soli ialah menetapkan kewarganegaraan seseorang
menurut tempat kelahirannya. Dengan berlakunya azas tersebut akan kemungkinan
timbulnya :
1. Apatride : Seseorang tidak mempunyai kewarganegaraan.
2. Bipatride : Seseorang yang mempunyai dua macam kewarganegaraan
(kewarganegaraan rangkap).

L. Sumber Hukum Formal

Sumber hukum formal tata negara ialah semua sumber hukum yang ada sangkut
pautnya dengan ketatanegaraan. Termasuk

1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR
3. UU / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Kepres
6. Peraturan Pelaksanaan lainnya.

Dari keenam sumber hukum tersebut merupakan sumber hukum ketatanegaraan dan
sekaligus merupakan urutan perundang-undangan berdasarkan Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/-1986.

Untuk di Indonesia merupakan tunggak sejarah yang ada sangkut pautnya dengan
semua masalah dan merupakan sumber tertib hukum ialah :

1. Proklamasi 17 Agustus 1945


2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
3. Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)
Tiga peristiwa tersebut merupakan sumber tertib hukum, yang ada kaitan dengan
semua jenis hukum yang ada di Indonesia. Karena tanpa proklamasi Indonesia tidak
akan bisa tercipta Negara Indonesia.
M. Pemerintah Daerah
Wilayah Indonesia yang cukup luas, mencapai tiga belas ribu lebih pulau besar kecil.
Mengingat banyaknya pulau dan banyaknya bangsa tidak mungkin kalau semua
pemerintahannya dilakukan oleh pemerintah pusat (sentralisasi). Oleh karena itu sebagian
wewenang diberikan kepada daerah (desentralisasi) untuk mengatur daerahnya dengan
ketentuan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi atau pemerintah pusat.
Pembagian daerah menurut UU No. 18 Tahun 1965 ialah :
1. Provinsi (Daerah Tingkat I )
2. Kabupaten / Kodya (Daerah Tingkat II)
3. Kecamatan / Kota Praja (Daerah Tingkata III)

Pembagian daerah menurut UU No. 5 Tahun 1974 ialah :

1. Daerah Tingkat I (Provinsi)


2. Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kodya)

Selain pembagian daerah tersebut, apabila disuatu daerah mempunyai keistimewaan


pada waktu Indonesia sebelum merdeka, maka bisa diberi nama daerah Istimewa. Daerah
istimewa ini setingkat dengan Provinsi Tingkat I. Unsur pemerintah pada Pemerintah
Daerah pada PEMDA terdiri legislatif (DPRD), Eksekutif (PEMBDA), dan Yudikatif
(Badan Peradilan). Kekuasasaan eksekutif daerah adalah membuat Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah ini tidak boleh bertentang dengan peraturan lebih tinggi tingkatannya, dan
tidak juga mengatur hal-hal yang seharusnya menjadi urusan Pemerintah Daerah yang lebih
rendah. Hal ini menghindari agar tidak terjadi tumpang tindih antara Pemerintah Daerah
dengan pemerintah yang lebih tinggi / rendah.

BAB III

AZAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

1. Arti Hukum Administrasi Negara dan Sumber Hukum Administrasi Negara


Arti hukum administrasi Negara menurut para sarjana : E. UTRECHT, SH : Hukum
Administrasi Negara ialah hukum yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi
negara. Bagian lain lapangan pekerjaan administrasi negara diatur oleh hukum tata negara.
Prof, Mr G.J Wiarda : Hukum administrasi negara ialah mempelajari sebagian saja dari
lapangan bestur yaitu bagian tentang “Rechts regel, Rechtsvormen dan Rechtsbeginselen
yang menyelenggarakan turut serta pemerintahan dalam pergaulan sosial dan ekonomis.
a. Sumber Hukum Administrasi Negara

Hukum administrasi negara mempunyai 2 sumber :

1. Sumber dalam arti materiel : sumber hukum dalam arti materiel ialaha sumber
hukum yang menentukan isi kaidah hukum (tindakan manusia yang sesuai dengan
apa yang dianggap seharusnya).
2. Sumber hukum dalam arti formal : sumber hukum dalam arti formal ialah bentuk
yang memungkinkan pemerintah untuk mempertahankan kaidah dalam hukum
materiel tersebut.

Sumber hukum materiel antara lain :

1. Undang-undang
2. Peraktek administrasi negara ( hukum administrasi negara yang telah menjadi
kebiasaan
3. Yurisprudensi
4. Pendapat para ahli hukum administrasi negara
b. Ruang Lingkup Administrasi Negara
Tiap-tiap ilmu pasti mempunyai ruang lingkup yang spesipik walaupun antara satu ilmu
dengan ilmu lainnya saling berkaitan. Begitujuga hukum administrasi negara mempunyai
ruang lingkup tersindiri. Adapun teori risidu menurut Van Vollenhoven ialah :

1. Hukum tatanegara materiel meliputi :


a. Bestuur (pemerintah)
b. Rechpraak (peradilan)
c. Politie (kepolisian)
d. Regeling (perundang-undangan)
2. Hukum perdata materiel
3. Hukum pidana materiel
4. Hukum administrasi negara formal dan materiel yang meliputi :
a. Bestuurrech (hukum pemerintahan)
b. Justitierecht (hukum peradilan yang meliputi:
1. Peradilan tatanegara
2. Peradilan adminitrasi negara
3. Hukum acara perdata
4. Hukum acara pidana
c. Politierech (hukum kepolisian)
d. Regelaarsrech (hukum prose perundang-undangan)
c. Azas Umum Pemerintahan Yang Baik

Azas pemerintahan umum yang baik menurut Prof, Kuntjoro Purbopranoto SH dalam
bukunya beberapa catatan hukum tatanegara pemerintaha dan peradilan administrasi
negara, dapat diklasifikasikan menjadi 13 macam:

1. Azas kepastian hukum (principle of legal securituy)


2. Azas keseimbangan principle of proporcionality)
3. Kesamaan dalam mengambil keputusan (principle of equalti)
4. Azas bertindak cermat (principle of carenpulness)
5. Azas motivasi untuk setiap keputusan pangreh ( principle of motivation)
6. Azas jangan memperadukkan kewenangan (principle of fair play)
7. Azas permainan yang layak (principle of fair flay)
8. Azas keadilan/kewajaran (principle of reasonableness or prohobation of
arbitraniness)
9. Azas menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised
expectation)
10. Azas meniadakan akibat keputusan yang batal (principle of andoing the
consequence of an annulled decicion)
11. Azas perlindungan atas pandanga hidup (principle of protecting)
12. Azas kebijaksanaan (sapientia)
13. Azas penyelenggaraan kepentingan umu (principle of public service)
d. Peradian Administrasi Negara

Realitas negara hukum salah satunya adalah terwujudnyya kepastian hukum dan untuk
mewujudkan kepastian hukum diantaranya dengan adanya peradilan administrasi negara
(peradilan tata usaha negara). Dalam UU No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman diterangkan bahwa pengadilan ada 4 macam yaitu :

1. Peradilan umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan militer
4. Peradilan tata usaha negara

Diantara empat macam peradilan tersebut baru bisa diwujudkan tiga peradilan,
sedangkan yang satu yaitu peradilan tat usaha negara (peradilan administrasi negara )
sampai saat kini (thn 1986) belum bisa diwujudkan, padahal kebutuhan akan hal itu
tidakbisa di tunda-tunda lagi mengingat permasalahan yang ditangani oleh peradilan
administrasi negara sangat komplek sekali.

Permsalahan yang ditangani oleh peradilan admistrsi negara menurut rancangan UU


BPHN ( dulu LPHN ) yang diterangkan oleh Prof Kuntjoro Purbopranoto SH ada 7 masalah
yang ditangani:

1. Landreform
2. Perpajakan
3. Bea cukai
4. Perumahan
5. Kepegawaian
6. Ganti kerugian
7. Perikatan
Dari ketujuh masalah tersebut sementara ini masih mengikuti pengadilan umum, hal ini
dikarenakan belum lahirnya peradilan administrasi negara. Dasar yuridis pembentukan
peradilan administrasi negara sudah jelas yaitu UU No. 14 tahun 1970.

BAB IV

AZAS HUKUM PIDANA

A. Sejarah Hukum Pidana

Pada tanggal 1 januari 1918 merupakan hari lahirnya hukum pidana pada negara Hindia
Belanda Indonesia . karena pada saat itu Indonesia masih dalam jajahan belanda, maka
yang berhak menetukan segala sesuatunya adalah Belanda. Pada saat itu hukum
diberlakukan kepada masyarakat berbeda-beda antara golongan Erofah dan golongan
Pribumi. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, belum mepunyai hukum pidana yang
diproduksi sendiri. Oleh karena itu hukum pidana yang berasal dari pemerintah Belanda
tetap diangap berlaku, karena beluum ada penggantinya.

B. Ruang Lingkup Hukum Pidana

Hukum pidana bila dilihat dari segi ruang lingkupnya dibagi menjadi 2 macam:

1. Hukum pidana khusus (pidana yang diatur luar KUHP) misalnya :


a. Undang-undang Bea Cukai
b. Undang-undang Orang asing
c. Undang-undang tindak pidana ekonomi
d. Dan lain-lainnya
2. Hukum pidana yang terdapat dalam KUHP yang dibagi menjadi 3 buku:
a. Buku I tentang ketentuan umum
b. Hukum II tentang kejahatan
c. III tentang pelanggaran
C. Tugas Norma Sanksi

Tugas dari norma adalah membatasi hak seseorang karena apabaila hak seseorang tidak
dibatasi, hak orang lain akan terkurangi. Dibatasinya hak seseorang bukan berarti dibatasi
kebesarannya. Terbatasnya hak seseorang justru akan melahirkan kebebasan orang lain atau
masyarakat. Karena kalu tiap individu mempunyai hak yang tidak terbatas, akan terjadi
perebutan hak sesama manusia yang akibatnya akan terjadi peperangan.
Tugas sanksi adalah mempertahankan norma, sebab norma tanpa sanksi tidak akan bisa
bertahan keberadaannya. Sanksi bisa dikatakan jaminan bahwa norma harus ditaati, oleh
karena itu tiap ada norma pasti ada sanksi, hanya saja sanksi antara satu hukum yang satu
dengan hukum yang lainnya berbeda. Seperti sanksi hukum pidana berupa siksaan,
sedangkan sanksi dalam hukum perdata berupa ganti kerugian.

D. Perbuatan Pidana Yang Tidak Biasa Dijatuhi Sanksi Pidana

Pada dasarnya semua perbuatan pidana pasti dijatuhi sanksi. Tetapi ada beberapa
perkecualian yang tidak bisa dijatuhi sanksi pidana. Orang yang tidak bisa dijatuhi sanksi
pidana : Orang dibawah pengampuan (curatele) , Anak dibawah umur , Keadaan terpaksa
(overmacht) , Pembelaan diri (Noodweer) , Melaksanakan peraturan perundang-undangan
(perintah jabatan).

E. Azas Beralakunya KUHP Indonesia

Berlakunya KUHP Indonesia dibatasai oleh ruang dan waktu, artinya pada hal-hal
tertentu KUHP itu berlaku tetapi pada hal lain tidak diberlakukan. Berlakunya KUHP
Indonesia menganut azas :

1. Azas Teritorial : Berdasrkan azas territorial, KUHP Indonesia diberlakukan


berdasrkan tempat dimana tindak pidana itu dilakukan. Yang territorial ini adalah
wilayah Indonesia, azas ini tidak mempersoalkan pelaku dari bangsa manapun.
Kecuali menurut hukum Internasional ada orng asing yang diberi hak
“Exteritorialitet” artinya orang-orang tersebut tidak bisa diberlakukan KUHP
Indonesia. Orang-orang tersebut adalah : Kepala Negara asing yang berkunjung ke
Indonesia dengan sepengetahuan pemerintah Indonesia , Korp Deplomatik Negara
asing , Pasukan Negara asing adan anak buah kapal perang asing yang dipinpin
langsung oleh komandannya yang dating atau lewat wilayah Indonesia dan
sepengetahuan pemerintah , Para wakil badan Internasional. Bagi orang asing
mendapat hak exterritorial tersebut bukan berarti ia bebas melakukan tindak pidana.
Tetapi apabila ia melakukan tidak pidana di Indonesia, maka pemerintah Indonesia
mengajukan kepada negara asal mereka melalui perwakilan deplomatik. Hak
exteroterial tersebut diberlakukan juga terhadap semua keluarga dari orang-orang
yang mendapat hak tersebut.
2. Azas Nasionalitet : Berdasrkan azas Nasionalitet KUHP Indonesia diberlakukan
pula terhadap bangsa Indonesia melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia.
Dalam pasal 4 KUHP diterangkan bahwa KUHP Indonesia berlaku terhadap orang
yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia kejahatan itu meliputi :
(Kejahatan terhadap keamanan negara) ,( kejahatan terhadap mata uang, meteri,
merk yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia) , ( pemalsuan surat hutang atau
sertefikat hutang) , (melakukan kejahatan tentang pembajakan kapal laut atau
menyerahkan alat pelayaran kepada pembajak).
3. Azas Universalitet : Berdasrkan Azas Universalitet Bahwa KUHP Indonesia di
berlakukan kapanpun dan dimanapun yang tidak terikat oleh ruang dan waktu
artinya tidak memandang pelakunya dari bangsa manapun dan dilakukan diwilayah
manapun. Diberlakukannya KUHP berdasrkan azas universalitet ini didasarkan atas
kepentingan internasional yang tidak kenal ruang dan waktu. Dianggapnya seakan-
akan sudah ada Hukum pidana untuk tingkat Internasional. Karena kalu
kepentingan internasional terlindungi berarti kepentingan nasional secara tidak
langsung terlindungi juga.
F. Teori Mempidana

Cara menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana ada berbagai teori,
tetapi yang lazimnya ada 3 teori yakni :

1. Teori balas dendam : dalam teori balas dendam , dasar hukum untuk menjatuhkan
hukuman adalah pembalasan dendam dan sebagai pengahapusan dosa si penjahat.
Karena setiap kejahatan dianggapnya menimbulkan kerugian dan penderitaan maka
penjahatnya harus dihukum seberat mungkin agar tidak ada kejahatan lagi.
2. Teori relatif : dalam teori relatif, dasar hukum negara untuk menjatuhkan hukuman
terhadap tindak pidana terletak pada maksud dan tujuan penjatuhan hukuman itu
sendiri. Menurut teri relatif ini sebelum menjatuhkan sanksi harus terlebih dahulu
mencari maksud dan tujuan dari penjatuhan itu sendiri.
3. Teori gabungan : menurut teori gabungan bahwa teori ini merupakan gabungan dari
teori relatif dan teori absolut, dalam teori gabungan mungkin mendekati sempurna
karena dalam teori merupakan perpaduan teori. Mengambil kebaikan dari teori
absolud dan teori relatif, akan tetapi bukan berarti teori ini sudah menjamin
segala2nya. Hal ini tergantung kepada situasi dan kondisi masing-masing.
BAB V
HUKUM ACARA PIDANA
1. Sejarah Arah Hukum Acara Pidana
Sejarah hukum acara pidana tidak jauh dengan sejarah hukum secara perdata. Kedua
hukum acara tersebut memang asal mulanya menjadi satu yaitu “Reglement op de
uitoefening onder de inlander en de vreemde oomsterling op java en Madura “ dengan
sebutan Inlandsch Reglement disingkat IR. Dari IR kemudian diperbaharui dengan nama
Herzine Inlansch Reglement (HIR) yang artinya Reglemen Indonesia yang diperbaharui
RIB. Berlakunya IR di Indonesia sejak jaman Belanda berdasarkan keputusan Raja tanggal
29 september 1849 NO.93 (stb th 1949 NO.16).

2. Penyidik dan Penuntut Umum

Dalam proses perkara dalam hukum acara pidana pasti melalui proses penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan dipengadilan serta pelaksanaan putusan hakim. Yang
mempunyai wewenang untuk penyelidik adalah pejabat polisi negara RI. Hasil dari
penyelidik dibawa kepada penyidik. Yang mempunyai wewenang untuk melakukan
penyelidikan adalah pejabat polisi RI dan pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang oleh UU. Sedangkan yang mempunyai wewenang penuntut umum adalah jaksa
yang diberi wewenang oleh UU.

Disamping penyidik yang telah ada, kapolri berhak untuk mengangkat penyidik
pembantu yang wewenangnya sama dengan penyidik kecuali mmengadakan, penahanan,
penyidik pembantu juga mempunyai wewenang membuat berita acara dan menyerahkan
kepada penyidik, tetapi dalam perkara pemeriksaan singkat adapat menyerahkan langsung
kepada penuntut umum(pasal 12 KUHAP). Penyidik setelah selesai mengadakan
penyidikan terhadap terdakwa maka ia harus menyerahkan berkas perkaranya ke penuntut
umum. Penuntut umu setelah menerima berkas dari penyidik segera mempelajari dan
meneliti, bila setelah diadakan penelitian dianggap belum lengkap, maka penuntut umum
bisa mengembalikan kepada penyidik paling lambat 7 hari setelah berkas itu diterimanya.
Penyidik telah kembali dari penuntut umum itu, dalam jangka waktu 14 hari harus sudah
dikembalikan lagi ke penuntut umum.(pasal 138 ayat 1 dan 2).

3. Cara Penangkapan dan Penahanan

Pelaksana penagkapan adalah petugas kepolisian negara RI dengan memperlihatkan


surat tugasnya. Dan membawa surat perintah penangkapan terhadap tersangka/terdakwa.
Dalam surat penagkapan diuraikan secara singkat tentang identitas tersangka, alasan
penangkapan, serta uraian singkat tentang perkara yang dipersangkakan (pasal 18 ayat 1).
Tembusan surat penangkapan harus diserahkan kepada keluarga yang ditangkap.
Penangkapan bisa tanpa surat perintah, hanya dalam hal tertangkap tangan dan dala waktu
satu hari (24 jam) harus sudah diperiksa. Apabila dalam waktu tersebut belum diperiksa
serta belum dikeluarkan surat penahanan maka terdakwa/tersangka harus segera
dibebaskan.

Penahan menurut pasal 1 ayat 21 adlah penempatan tersangka/terdakwa ditempat


tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal
serta menurut cara yang diatur menurut UU. Penahanan bisa dilakukan demi untuk
kepentingan penyidikan, penuntut umum, dan pemeriksaan hakim disidang pengadilan.

Batas waktu penahanan :

1. Penyidik berhak menahan 20 hari dan dapat dierpanjang 40 hari=60 hari


2. Penuntut umum berhak menahan 20 hari dan dapat diperpanjang 30 hari=50 hari
3. Hakim pengadilan negeri berhak 30 hari dapat diperpanjang 60 hari=90 hari
4. Pengadilan tinggi berhak menahan 30 hari dapat diperpanjang 60 hari=90 hari
5. Mahkamah agung berhak menahan 50 hari dapat diperpanjang 60 hari=110 hari
Jumlah hari terdakwa 150 hari, bila diperpanjang semua 400 hari. Bila
terdakwa/tersangka ditahan pada tiap-tiap tahap penahananya melebihi jangka
waktu maksimal maka terdakwa/tersangka harus dibebaskan demi hukum.
4. Cara Pengeledahan dan Penyitaan

Penggeledahan bisa dilakukan dalam pengeledahan pakaian, badan, dan tempat tinggal
atau tempat lainnya. Penggeledahan dilakukan guna mencari benda-benda yang dianggap
ada hubungannya dengan tindak pidana. Penggeledahan bisa dilakukan oleh penyidik
dengan ijin ketua pengadilan negeri, atau oleh petugas kepolisian RI atas perintah penyidik
dalam penggeledahan rumah harus disaksikan oleh 2 orang saksi, dan oleh kepala desa atau
ketua lingkungan, apabila tersangka atau penghuni rumah tidak hadir. Dalam waktu palig
lam 2 hari setelah pengeledahan harus dibuatkan berita acara, serta turunannya disampaikan
kepada penghuni rumah.

Penyitaan menurut pasal 1 ayat 16 adalah tindakan penyidik untuk mengambil alih atau
menyimpan dibawah pengawasannya terhadap benda bergerak untuk pembuktian. Yang
berhak melakukan penyitaan adalah penyidik dengan mendapat ijin ketua pengadilan
negeri, hanya untuk benda bergerak. Benda-benda yang disita ditaruh pada rumah
penyimpanan penyitaan negara, benda yang bisa disita dikembalikan kepada yang berhak,
dan bisa juga langsung dirampas untuk dijadikan mili negara atau dimusnahkan bila perlu.
5. Bantuan Hukum dan Upaya Hukum

Setiap orang yang disangka/didakwa melakukan tindak pidana berhak untuk


mendapatkan bantuan hukum dari penasehat hukum. Hak untuk mendapatkan bantuan
hukum ini dimulai sejak dari penangkapan. Tersangka/terdakwa berhak :

1. Mendapatkan penasehat hukum


2. Mendapatkan penasehat rohani
3. Bebas melakukan ibadah menurut agamanya

Upaya hukum menurut pasal 1 ayat 12 adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk
tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau
hak terpidana untuk mengajukan permohonan untuk diadakan peninjauan kembali dalam
hal serta menurut cara yang diatur dalam UU ini. Upaya hukum dibagi menjadi 2 macam
:

1. Upaya hukum biasa yang dilakukan oleh terdakwa pada tingkat banding
mempunyai jangka waktu 7 hari setelah putusan dijatuhkan, atau setelah putusan
itu diberitahukan kepada yang tidak hadir. Upaya hukum tingkat kasasi mempunyai
jangka waktu 14 hari dari saat setelah putusan pengadilan dimintakan kasasi itu
diberitahukan kepada terdakwa .
2. Upaya hukum luar biasa adalah upaya yang dilakukan uleh penuntut umum. Upaya
hukum uni dalam tingkat kasasi jaksa bisa mengajukan permohonan kasasi ke
mahkamah agung melalui panitera pengadilan yang memutuskan perkara pada
tingakat pertama. Kemudian ketua pengadilan meneruskan permohonan itu kr
mahkamah agung. Pihak mahkamah agung setelah menerima permohonan kasasi
wajib segera mempelajari dan memeriksa perkaranya.
6. Ganti Kerugian dan Rehabilitasi

Ganti kerugian adalah hak sesorang untuk mendapatkan pemenuhan atas tuntutan yang
berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa yang
berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orangnya, atau hukum yang diterapkan
menurut cara yang diatur dalam UU ini (pasal 1 ayat 22).

Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapatkan pemulihan haknya dalam


kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat
penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap ditahan, dituntut ataupun diadili
tanpa alasan yang berdasarkan UU atau kekeliruan mengenai orngnya atau hukum yang
diterapkan menurut cara yang diatur dalam UU ini (pasal 1 ayat 23).

7. Eksekusi

Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap akan
dilaksanakan oleh jaksa. Jaksa disamping sebagai penuntut umum juga sebagai pelaksana
putusan pengadilan. Setelah pengadilan memutuskan perkara dan telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap maka panitera mengirim suarat pada jaksa untuk dilaksanakan
putusan tersebut. Jika putusan pengadilan itu berupa pidana mati maka pelaksanaannya
tidak dilakukan dimuka umum. Jika putusan itu terdapat harta rampasan maka jaksa
menguasakan kepada kantor lelang untuk menjual lelang dan hasilnya dimasukkan kas
negara.

BAB VI

AZAS HUKUM PERDATA

1. Sejarah Hukum Perdata

Asal mulanya bangsa perancis melakukan pendudukan di Belanda. Perancis dalam


menyusun hukumnya diberi nama Code Napoleon, dan penyusunan ini sebagian besar
berkiblat ke hukum Romawi (corpus juris civilis). Setelah pendudukan Perancis di Belanda
berakhir Belanda mulai membuat Kodifikasi hukum perdata yang bersumberkan hukum
Code Napoleon. Kodifikasi ini selesai pada tahun 1838 yang muali diberlakukan tanggal 1
oktober 1838. Pada saat itu belanda sedang menjajah di Indonesia, oleh karena itu
berdasarkan azas konkordansi, maka hukum perdata belanda diberlakukan di Indonesia
tepatnya mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 mei 1848.

2. Sistimatika Hukum Perdata

Sistimatika hukum perdata yang berlaku di Indonesia mengenal 2 macam :

1. Sistimatika menurut BW ( burgerlijk Weboek) : Arti perihal orang adalah mengatur


mengenai diri seseorang dan hukum kekeluargaan. Arti perihal benda mengatur tentang
kebendaan dan waris. Arti perihal perikatan adlah mengatur masalah kekayaan
mengenai hak dan kewajiban terhadap orang-orang tertentu. Arti pembuktian dan
daluarsa ialah menagatur alat-alat pembuktian dan akibat lewat waktu terhadap
hubungan hukum.
2. Sistimatika menurut ilmu hukum :
Arti perorangan adalah memuat :
a. Mengatur manusia sebagai subyek hukum
b. Mengatur keckapan untuk memiliki dan bertindak sendiri melaksanakan haknya

Arti kekeluargaan adalah memuat :

a. Perkawinan beserta hubungan hukum kekayaan suami istri


b. Hubungan orang tua dan anak
c. Perwalian
d. Curatele (dibawah pengampunan)

Arti hukum kekayaan adalah mengatur hubungan hukum yang dapat dihargai dengan
uang ; hukum kekayaan meliputi :

a. Hak mutlak yaitu hak yang berlaku untuk tiap-tiap orang


b. Hak perseorangan yaitu hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak
tertentu

Arti hukum waris adalah mengatur harta benda/kekayaan seseorang jika ia meninggal
dunia atau akibat hubungan keluarga terhadap harta peninggalan.

3. Ruang Lingkup Hukum Perdata

Dalam sitematika telah diterangkan bahwa yang termasuk dalam ruang lingkup hukum
perdata adalah meliputi : orang, kekayaan, kekeluargaan, kebendaan, perikatan, dan waris.

BAB VII
HUKUM ACARA PERDATA
1. Reglement Indonesia Yang Diperbaharui

Hukum yang berlaku di Indonesia sebelum dijajah Belanda adalah hukum adat.
Kemudian setelah Belanda datang menjajah Indonesia hukum yang diberlakukan oleh
colonial adaah hukum yang mereka bawa. Yang pada waktu itu dinamakan “Reglement op
de uitoefening van de polite de burgelijke rechtspleging en de starfvodering onder de
inlander en de vreemde oomsterling op java en Madura” dengan sebutan inlandssch
reglement disingkat I.R. Setelah belanda menjajah hampir berakhir, IR diperbaharui dengan
dinamakan Herzine Inlandsch Reglement (HIR) yang artinya Reglemet Indonesia yang
diperbaharui (RIB).
2. Gugatan

Tiap perkara di pengadilan baru ada setelah adanya gugatan yang diajukan oleh
seseorang/badan hukum atau oleh kuasanya yang ditunjuk. Gugatan bisa diajukan secara
tertulis atau lisan, gugatan diajukan kepengadilan negeri dimana tergugat bertempat
tinnggal. Apabila tergugat terdiri dari beberapa orang dan tempat tinggalnya berlainan pula
maka gugatan diajukan kepengadilan negeri dimana salah seorang bertempat tiggal.
Apabila tempat tinggal tergugat sulit dipastikan maka gugatan bisa bedasrakan tempat
tinggal penggugat, dan bia penggugat terdiri dari beberapa orang maka bisa berdasarkan
adalah seoarang penggugat. Setelah gugatan diterima oleh pengadilan negeri, pengguat
diwajibkan membayar uang administrasi, setelah itu pengadilan akan menentukan hari dan
tanggal diadakan sidang.

3. Pemeriksaan di Pengadilan

Pemeriksaan yang dimaksud adalah pemeriksaan terhadap semua barang bukti dari
pihak pengugat maupun tergugat. Apabila keduanya mempunyai bukti yang sama, akan
diadakan pemeriksaan yang lebih jauh. Dan siapa yang mempunyai barang bukti yang lebih
lengkap dan autentik maka pihak itulah yang akan dimenangkan. Karena dalam hukum
hanya mencari kelengkapan dari barang bukti. Oleh karena itu barang bukti mengalahkan
keyakinan hakim, dalam hukum alat bukti yang sama-sama autentik, akan dicari bukti-bukti
yang lain yang bisa menambah keaktualanya.

4. Pembuktian

Dibagian ketiga telah diterangkan bahwa dalam hukum acara perdata untuk
memutuskan perkara lebih diutamakan didasari alat bukti, daripada keyakinan hakim.
Tetapi dalam hal ini bukan berarti hakim dalam melaksanakan pemeriksaan bersifat fasif.
Pasal 163 HIR mengatakan ; barang siapa yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia
menyebut suatu perbuatan, untuk mengkuatkan haknya itu atau untuk membantah hak
orang lain. Maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu.

Yang termasuk alat bukti menurut pasal 164 HIR : Surat, Saksi, Persangkaan,
Pengakuan, Sumpah.

5. Gugatan Kembali (REKONVENSI)


Apabila penggugat menggugat tergugat, kemudian berbalik tergugat ganti kembali
menggugat (menuntut kembali) dinamakan rekonvensi, pasal 132 b HIR mengatakan :
Tergugat wajib mengajukan gugatan melawan bersama-sama dengan jawabannya, baik
dengan surat maupun dengan lisan. Menurut pasal tersebut tergugat ganti menggugat pada
saat ia sebagai tergugat sedang memberi jawaban. Berarti menjawab dan menggugat.

Gugatan konvensi dan rekonvensi harus diperiksa dan diputuskan oleh hakim yang
memeriksa oleh hakim yang sama, tetapi apabila pengadilan ada alasan lain boleh
diputuskan dengan waktu yang berlainan, karena seharusnya perkara konvensi dan
rekonvensi harus diputuskan dalam satu waktu.

6. Upaya Hukum

Yang dimaksud dengsn upaya hukum disini ialah upaya hukum biasa, yang lazimnya
dilakukan oleh para penggugat dan tergugat. Karena negara Indonesia yang dikenal negara
hukum maka semua orang bisa mencari keadilan dipengadilan. Bila ia telah mencari
keadilan dipengadilan negeri ternyata dianggapnya belum mencerminkan keadilan maka ia
dapat mengajukan banding ke pengadilan tinggi, dan seterusnya kalau dipengadilan tinggi
juga dianggap belum mencerminkan keadilan bisa mengajukan kasasi ke mahkamah agung.

7. Pelaksanaan Putusan

Pelaksanaan putusan (eksekusi) hakim adalah merupakan proses dari peradilan.


Pelaksana putusan hakim untuk hukum pidana menjadi wewenang jaksa, sedangkan
perkara perdata menjadi wewenang panitera atas perintah hakim pengadilan.

BAB VIII

HUKUM PERBURUHAN

1. Arti Buruh

Arti buruh bukanlah hanya sekedar orang yang bekerja pada pihak lain. Apabila orang
bekerja di pihak lain baru memenuhi unsur dari perburuhan maka baru bisa dikatakan
buruh. Unsur-unsur buruh adalah : orang yang bekerja pada pihak lain (majikan),
mempunyai hak dan kewajiban, adanya peraturan yang mengaturnya.

Yang prinsipnya yang bisa dikatakan sebagai buruh ialah seorang yang bekerja dipihak
lain dengan sesuatu perjanjian antara para pihak dengan dengan adanya hak dan kewajiban
anatara keduanya. Keliatannya kata-kata buruh agak kasar, tetapi sebetulnya bukan
demikian, dan lebih tepatnya sebetulnya memakasi istilah kariawan. Bisa dikatakan dengan
kata-kata buruh karena UU yang mengaturnya mengatakan dengan istilah pemburuhan
bukan istilah karyawan. Hukum yang berlaku bagi pemburuhan : Perjanjian kerja
pemburuhan/kerja, hukum tertulis (uu,peraturan pemerintah, peraturan menteri, dst),
hukum tidak tertulis.

2. Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja adalah dimana pihak yang satu (buruh) mengingatkan diri untuk bekerja
dengan menerima upah, pada pihak lain (majikan) yang mengikatkan diri untuk
memperkerjakan buruh dengan kewajiban membayar upah. Perjanjian kerja harus memuat
3 syarat yaitu : Orang, Isi perjanjian, Bentuk perjanjian.

3. Perjanjian Perburuhan

Perjanjian perburuhan adalah perjanjian yang diselengarakan oleh satu atau beberapa
serikat buruh dengan seorang seorang atau beberapa orang majikan yang berbadan hukum.
Perjanjian perburuhan merupakan UU dasar dalam pelaksana pemburuhan antara
buruh/beberapa buruh dengan majikan atauy beberapa majikan.

4. Hak dan Kewajiban Majikan

Majikan bukan hanya berhak memperkerjakan buruh saja tetapi mempunyai kewajiban
diantaranya: membayar upah buruh, mengatur pekerjaan, menjaga dan melindunngi
kesehatan buruh, meberi jaminan sosial, menjaga keamanan kerja, memberi uang ganti
kerugian dan sebagainya. Besarnya upah buruh harus ditentukan dalam perjanjian,
walaupun biasanya penetapan itu ditentukan secara sepihak yakni oleh majikan. Majikan
harus mengatur pembagian tugas di antara buruh agar tidak terjdi saling tumpang tindih
pekerjaan diantara mereka. Dan untuk memindahkan tugas buruh ke tugas (pekerjaan) yang
lain harus dengan tulisan ( surat mutasi).

Majikan berkewajiban melindungi kesehatan buruh terutama buruh yang bekerja yang
banyak mengandung resiko terhadap kesehatan seperti pada perusahaan gas. Jaminan sosial
adalah jaminan yang diberikan kepada buruh di luar upah yang resmi, seperti tunjangan
sakit, cuti besar, kecelakaan, brsalin dan sebagainya. Majikan harus mengusahakan
semaksimal mungkin agar buruh dalam melaksanakan tugasnya terjaga keselamatannya.

5. Hak dan Kewajiban Buruh


Hak buruh adalah sama halnya apa yang menjadi kewajiban majikan sedangkan buruh
adalah melaksanakan pekerjaaan yang diperjanjikan dalam perjanjian kerja. Dan
pelaksanaan pekerjaan itu tidak boleh yang diluar kemampuan buruh (pasal 1603 KUH
Peradat). Kewajiban buruh untuk melakukan pekerjaan ini bukan berdasarkan prinsip yang
penting pekerjaan selesai oleh siapapun yang melaksanakannya. Akan tetapi prinsip yang
dianut adalah harus buruh itu sendiri yang melaksanakannya sehingga apabila buruh
tersebut akan mewakilkan kepada pihak lain untuk menyelesaikan pekerjaan, maka harus
seijin majikan (pasal 1603.a. KUH Perdata).

Buruh waib mentaati peraturan yang dibuat oleh majikan selama peraturan itu tidak
bertentangan dengan hukum perburuhan secara umum, dan apabila ternyata perusahaan itu
tidak membuat peraturan maka yang dijadikan sebagai patokan adalah peraturan kebiasaan
(pasal 1603 .b. KUH Perdata).

6. Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan hubungan kerja yang banyak macamnya yaitu : Pemutusan hubungan kerja
yang dimintai oleh buruh sendiri, Pemutusan hubungan kerja karena telah habis waktu
kontrak (putus demi hukum ), pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan, pemutusan
hubungan kerja karena kehendak majikan.

Pemutusan hubungan kerja yang sering dimasalahkan adalah pemutusan hubungan


kerja yang datangnya dari majikan dan buruh tidak menghendakinya dan lebih keras lagi
apabila buruh tidak menyadari sebab pemutusan hubungan kerja, dan pemutusan hubungan
kerja itu tidak mempunyai alasan yang kuat.

BAB IX
AZAS HUKUM DAGANG
1. Pengertian Hukum Dagang

Orang yang melakukan kegiatan dagang disebut pedagang barang yang diperdagangkan
tidaklah harus berwujud (barang yang konkrit). Semua hukum yang menyangkut individu
adalah termasuk hukum perdata. Sedangkan hubungana individu dengan individu lainnya
yang terbentuk barang adalah termasuk dalam hukum dagang. Dengan demikian hukum
dagang adalah bagian daripada hukum perdata.
Setelah tahun 1938 yang dimaksud dengan pedagangan ialah barang siapa yang
mengadakan kegiatan ada hubungannya dengan dagang. Istilah dagang asal mulanya hanya
diartikan jual beli barang sehingga istilah dagang diperluas menjadi istilah perusahaan.

BAB X

HUKUM AGRARIA

1. Hukum Agraria Sebelum UUPA

Sebelum lahirnya Undang-undang pokok agrarian. Indonesia menggunankan hukum


agraria yang beraneka macam, yaitu agrarian yang berdasrkan hukum adat dan hukum
barat. Berlakunya hukum agraria dalam satu tempat dan waktu yang sama membuat
terjadinya dua kekuatan hukum agraria (dualism). Yang akibatnya tidak terciptanya
kepastian hukum. Pada tahun 1854 belanda telah mengeluarkan peraturan Regering
Reglement, kemudian disusul Agraishch wet yang diundangkan pada tahun 1870 No. 55
lahinya Agraisch wet ini bertujuan untuk memberi kemungkinanan dan jaminan kepada
modal besar asing agar dapat berkembang di Indonesia dengan menyewa tanah, karena
pada tahun 1830 kaum usahawan besar asing kesulitan untuk mendapatkan tanah dalam
perkebunan besar. Karena pada waktu itu dilaksanakan “tanam paksa”.

2. Ruang Lingkup Agraria

Hukum agraria meliputi air, tanah, dan ruang angkasa, yang termasuk klasifikasi air
disini adalah termasuk laut, sungai, danau dan lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan
bumi, tanah adlah daratan. Sedangkkan yang dimaksud dengan ruang angkasa adalah ruang
diatas bumi dan perariaran.

3. Dasar Hukum Agraria

Semua UU yang dibuat harus ada dasar hukumnya, begitu juga hukum agraria. Hukum
agraria disini yang dimaksud adalah UU pokok Agraria (UU No. 5 tahun 1960). Dasar
hukum agraria Indonesia ada 2 macam yaitu hukum tertulis dan hukum tidak tertulis, dasar
hukum tidak tertulis adalah hukum adat, sedangkan dasar hukum tertulis adalah :

a. Pasal 33 UUD 1945


b. UU pokok Agraria (UUPA No. 5 tahun 1960)
c. UU Pertambangan (UU No. 11 tahun 1967)
d. UU pokok kehutaan (UU No. 5 tahun 1967)
e. Peraturan-peraturan lainnya
4. Jenis Hak Atas Tanah

Hak tanah setelah berlakunya UUPA ada beberapa jenis yaitu :Hak milik, Hak guna usaha,
Hak guna bangunan, Hak pakai, Hak sewa, Hak mebuka tanah, Hak memungut hasil hutan.

BAB XI

HUKUM PERADATA INTERNASIONAL

1. Pengertian Hukum Perdata Internasional

Beberapa sarajana merumuskan istilah hukum perdata internasional :

a. Maijers : seorang sarjana hukum belanda mengatakan bahwa hukum perdata


internasional adalah hukum perdata untuk peristiwa-peristiwa internasional.
b. Niboyet : seorang guru besar dari universitas perancis mengatakan bahwa hukum
perdata internasional adalah cabang dari ilmu hukum yang mengenai hubungan
daripada perseorangan dalam kehidupan internasional.
2. Sumber Hukum Perdata Internasional

Sumber hukum perdata internasional menurut Purnandi Purbacaraka SH dalam


bukunya adalah sebagai berikut : prinsip hukum umum, hukum kebiasaan, perjanjian
internasional (traktat), peraturan perundang-undangan, yuridisprudensi, doktrin.

3. Hukum Perdata Internasional Materil dan Formal

Yang dimaksud dengan hukum perdata internasional materiel (substansif) adalah


hukum perdata internasional yang berhubungan dengan peristiwa perdata internasional.
Sedangkan yang dimaksud hukum perdata internasioanal formal adalah hukum perdata
internasional yang berhubungan dengan perkara perdata internasional.

Hukum perdata internasional materiel (subtansif) meliputi :

a. Hukum pribadi (law of person)


b. Hukum harta kekayaan (law of property)
c. Hukum keluarga(law of family)
d. Hukum waris (succession)

Sedangkan hukum perdata internasional formal (akletif ) meliputi :

a. Kualifikasi (qualification)
b. Persoalan preliminier dan pendahuluan
c. Penyelundupan hukum
d. Pengakuan hak dan pelanjutan hukum
e. Ketertiban umum
f. Azas timbal balik
g. Penyesuaian
h. Pemakaian hukum asing
i. Renvoi
j. Pelaksanaan putusan hakim asing

BAB XII

HUKUM PUBLIK INTERNASIONAL

1. Arti Hukum Publik Internasional

Hukum internasional public dapat dikatakan sebagao hukum bangsa-bansa atau hukum
antar negara. Arti hukum internasional public menurut prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja
SH ialah keseluruhan kaidah-kaidah dan azas yang mengatur hubungan atau persoalan yang
melintasi batas-batas negara antar negara, atau negara dengan subjek hukum bukan negara
tau subjek hukum bukan negara satu sama lainnya.

Hukum internasional bila dilihat darisegi hukum ketatanegaraan memang tidak


mempunyai badan legislative, eksekutif, dan yudicatif, tapi kalau dilihat dari segi hukum
common law maka hukum internasional tetap dinggap sebagai hukum.

2. Sumber Hukum Formal

Sumber hukum internasional ada 2 macam, yaitu sumber hukum dalam arti materiel,
dan sumber hukum dala arti formal. Sumber hukum dalam arti materiel mempersoalkan
apakah sebabnya hukum internasioanal itu mengikat, dan apakah yang menjadi dasar dari
kekuatan yang mengikat hukum internasional. Sedangkan sumber hukum dalam arti formal
membicararakan dimana diketemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional.

3. Subyek Hukum Publik Internasional

Sumber hukum internasional adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum
internasional. Subyek hukum dalam hukum internasional mempunyai keterbatasan hak dan
kewajiban, subyek hukum internasional adalah : Negara, Tahta suvci (vatikan), Organisasi
internasional, Palang merah internasional, Pemberontakan dan pihak yang bersengketa,
Orang perorangan.

4. Penyelesaian Sengketa Internasional

Semua sengketa antar negara haruslah dicari jalan penyelesaiannya melalui peradilan
yang disebut peradilan mahkamah internasional. Mahkamah ini merupakan bagian dari
PBB. Apakah semua negara yang ada di dunia ini bisa mencari keadilan lewat mahkamah
internasional. Menurut pasal 35 ayat 1 statuta mahkamah internasioanal diterangkan bahwa
negara-negara bisa berperkara : Negara-negara peserta statuta, Negara-negara bukan
anggota PBB dan bukan pula peseerta statute.

Berdasrkan pasal 35 berarti semua negara manapun bisa berperkara pada mahkamah
internasioanal, sesuai dengan wewenang mahkamah internasional yaitu : Mengadili
perkara yang diajukan oleh negara yang bersengketa (pasal 34-38 statuta mahkamah
internasional), memberi pendapat hukum kepada majelis Umum dan dewan keamanan
(pasal 94 piagam PBB). Mahamakah internasional sebagai mhkamah atau lembaga yang
berfungsi memberi keadilan kepada negara yang mencari keadilan.

BAB XIII

AZAS HUKUM PAJAK

1. Pengertian Hukum Pajak

Arti pajak mengandung 2 unsur, pertama iuran wajib kepada negara, kedua tidak
mendapat prestasi langsung. Negara berhak untuk memaksa para wajib pajak untuk
membayar pajak, hak paksaan ini bukan berarti dictator, akan tetapi paksaan ini harus
berdasarkan Undang-undang. Tetntang prestasi, pajak tidak ada prestasi lansung, artinya
tidak ada imbalan langsung terhadap wajib pajak, tetapi prestasi nya berupa prestasi tidak
langsung kalau iuran yang mendapat prestasi adalah retribusi. Yang dimaksud dengan
hukum pajak adlah himpunan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah dan
wajiub pajak, obyek dari pajak, dan cara pemungutan, dan penagihannya.

2. Dasar Hukum Pajak

Negara bisa iibaratkan suatu rumah tangga yang membutuhkan pemasukan penhasilan
guna memenuhi kebutuhan untuk melancarkan organisasinya. Oleh karena itu pemerintah
bisa memaksakan keapada wajib pajak. Memaksa artinya memaksa berdasrkan peraturan.
Dari hasil pajak ini dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk lain, dan bukan prestasi
lansung. Kepentingan negara lebih diutamakan daripada kepentingan masyarakat dalam
arti perseorangan. Dengan dasar ini pemerintah negara berhak memungut pajak, namun
tidak boleh mengbaikan kepentingan perorangan, artinya dengan dipungutnya pajak
mengakibatkan kesengsaraan rakyat.

3. Timbulnya Wajib Pajak

Saat mulainya timbul kewajiban pajak dapat dilihat darikewajiban pajak subyektif dan
kewajiban pajak obyektif. Kewajiban pajak subjetif adalah kewajiban pajak yang terletak
pada subyeknya (orangnya). Pada umunya semua orang yang bertempat tinnggal di
Indonesia berkewajiban untuk membayara pajak.

Kewajiban pajak objektif adalah kewajiban pajak yang terletak pada objeknya.
Seseorang memenuhi kewajiban pajak subyektif apabila ia mempunyai kekayaan yang
memenuhi syarat yang ditentukan oleh UU. Kewajiban pajak subyektif ini bisa kewajiban
pajak subyektif dalam negeri bisa juga kewajiban pajak subjektif di luar negeri.

4. Majelis Pertimbangan Pajak

Pajak wajib pajak apabila mendapatkan perlakuan yang tidak sewajarnya oleh kantor pajak,
atau wajib pajak tidak menerima keputusan dari kantor pajak, maka wajib pajak bisa
menacari keadilan ke majelis pertimbangan pajak.

KESIMPULAN DARI BAB VIII

HUKUM PERBURUHAN

Kesimpulan

Dari uraian diatas tentang hukum perburuhan arti buruh bukanlah hanya sekedar orang
yang bekerja pada pihak lain. Apabila orang bekerja di pihak lain baru memenuhi unsur
dari perburuhan maka baru bisa dikatakan buruh. Unsur-unsur buruh adalah : orang yang
bekerja pada pihak lain (majikan), mempunyai hak dan kewajiban, adanya peraturan yang
mengaturnya. Adapun Perjanjian kerja adalah dimana pihak yang satu (buruh)
mengingatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah, pada pihak lain (majikan) yang
mengikatkan diri untuk memperkerjakan buruh dengan kewajiban membayar upah.
Majikan berkewajiban melindungi kesehatan buruh terutama buruh yang bekerja yang
banyak mengandung resiko terhadap kesehatan seperti pada perusahaan gas.
Jaminan sosial adalah jaminan yang diberikan kepada buruh di luar upah yang resmi,
seperti tunjangan sakit, cuti besar, kecelakaan, brsalin dan sebagainya. Majikan harus
mengusahakan semaksimal mungkin agar buruh dalam melaksanakan tugasnya terjaga
keselamatannya maupun sebalik nya pihak buruh ada hak dan kewajiban nya terhadap
majikannya. Buruh waib mentaati peraturan yang dibuat oleh majikan selama peraturan itu
tidak bertentangan dengan hukum perburuhan secara umum, dan apabila ternyata
perusahaan itu tidak membuat peraturan maka yang dijadikan sebagai patokan adalah
peraturan kebiasaan.

SUDUT PANDANG SAYA DALAM RESUME BUKU INI

Mudakir Iskandar Syah SH, beliau merupakan sosok orang yang sanagat cerdas untuk
mengarang buku tentang pengantar ilmu hukum dan tata hukum, bagi saya buku nya beliau
sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan saya tentang ilmu hukum dan tata hukum
isi bukunya beliau sangat menambah pengetahuan saya, dan semoga semua orang dapat
membaca buku nya beliau untuk menambah pengetahuan saudara-saudara.( Terima kasih)

Anda mungkin juga menyukai