Anda di halaman 1dari 38

OUTLINE

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL,KOPING TERHADAP


PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PADA LANSIA PASCA STROKE DI
PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA BANJARBARU

Untuk Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Metodelogi Penelitian

Pembimbing :
Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM

Disusun Oleh :
Florentina NIM. 11194561920084

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan tekonologi medis, obat-obatan dan pengobatan modern


membuat meningkatnya beban ekonomi bagi masyarakat dalam upaya
pengobatan. Secara global stroke merupakan penyebab kematian kedua setelah
penyakit jantung iskemik, dengan sekitar 6,7 juta kematian pada penderita stroke
pada 2015. Insiden penyakit stroke meningkat baik pada pria dan wanita dengan
sekitar 50% terjadi stroke pada usia diatas 75 tahun dan 30% di atas usia 85
tahun. Stroke merupakan salah satu penyebab utama kecacatan dan mengurangi
kualitas hidup pada penderitanya, pasien lanjut usia beresiko tinggi mengalami
kematian, rawat inap dalam jangka panjang di rumah sakit, dan pelembagaan
seperti panti sosial (SiewKwaon Lui, 2018).

Depresi merupakan dampak psikologis yang paling umum pada pasien


penderita stroke. Depresi setelah stroke atau depresi pasca stroke terjadi sekitar
setengah dari pasien penderita stroke. Depresi pasca stroke berhubungan dengan
hasil yang merugikan termasuk adanya peningkatan mortalitas, gangguan
fungsional dan institusionalisasi (Taylor-rowan, 2019). Asosiasi ini mungkin
timbul karena kombinasi dari perbedaan dalam komorbiditas, faktor gaya hidup,
faktor neurobiologis seperti imunologi dan gangguan inflamasi, dan kurang patuh
dalam mengkonsumsi obat-obatan atau terapi pasca stroke (Quinn TJ, 2019)

Dukungan sosial merupakan konsep penting yang berkaitan erat dengan


kesepian dan depresi dan mungkin sangat penting dalam melawan depresi di
kalangan orang tua (Zhenggang Gou, 2014). Dukungan sosial secara umum
didefinisikan sebagai keberadaan atau ketersediaan orang di antaranya dapat
mengandalkan dan dari siapa seseorang dapat mengalami perawatan, nilai, dan
cinta. Para peneliti telah diklasifikasikan dukungan sosial menjadi empat subtipe:
emosional, instrumental, penilaian, dan dukungan informasi (Lijun liu,2014).
The world health organization quality of life atau WHOQOL group
(1998) mendefinisikan kualitas hidup sebagai presepsi individu terhadap
kehidupannya dalam konteks budaya dan system nilai dimana mereka tinggal dan
hubungannya dengan tujuan, harapan dan standar dan juga perhatian individu.
Definisi ini meggambarkan pandangan bahwa kualitas hidup menunjukkan
evaluasi subjek yang menyimpan kontek budaya, sosial dan lingkungan. Domaian
the abbreviated version of the world health organization Quality of life
(WHOQOL-BREF) dari kualitas hidup yaitu kesehatan fisik, psikologis,
hubungan sosial dan lingkungan (M.Basit, 2016).

Setiap individu yang sedang mengalami stress, pasti berusaha untuk


mengatasinya, sehingga setiap individu yang sedang mengalami stres perlu
melakukan sesuatu untuk mengurangi stres. Individu yang berbeda menggunakan
strategi kopng yang brbeda juga, dikarenakan strategi koping setiap individu dapat
tebentuk sesuai dengan pengalaman pribadi dari setiap individu dalam menyikapi
setiap masalah (Baqutayan, 2015).

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa


kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak
secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam, karena adanya
perdarahan ataupun sumbatan pada bagian otak yang dapat menyebabkan
kematian.

Penyakit stroke Berdasarkan data World Health Organization (WHO


2014) 6.7 juta kematian disebabkan oleh penyakit stroke (maria tuntun, 2018).
Setiap tahun 15 juta orang didunia terkena penyakit stroke, 5 juta dari yang
terkena meninggal dunia dan 5 juta lainnya mengalami kelumpuhan permanen
(WHO, 2010). Di negara maju, stroke merupakan penyebab kematian ketiga
setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika
mengalami stroke dan mengakibatkan hampir 150.000 kematian (Goldszmidt,
2013)

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, stroke merupakan penyakit


tidak menular yang merupakan penyebab utama kematian diIndonesia. Prevalensi
stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebanyak 1.236.825
orang (Wiranto Basuki, 2018). Penyakit stroke ditemukan pada semua golongan
usia dan insiden meningkat dengan bertambahnya usia. Stroke umumnya dikenal
dua macam yaitu stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di
otak, sehingga terjadi perdarahan di otak, sedangkan stroke non hemoragik atau
iskemik merupakan stroke yang terjadi jika aliran darah ke otak terhambat atau
tersumbat. Pecahnya pembuluh darah dan adanya sumbatan menyebabkan aliran
darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke otak menjadi berkurang sehingga
menyebabkan stroke (Fika, 2018). Faktor risiko terbesar penyebab stroke yaitu
gaya hidup seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, adanya riwayat hipertensi,
hiperkolesterol, diabetes mellitus, tingginya jumlah sel eritrosit, dan obesitas,
kurangnya aktifitas fisik/olahraga.

Secara keseluruhan penghuni Panti Sosial Tresna Werda Budi Sejahtera


berjumlah 110 orang lansia terdapat 45 orang laki-laki dan 65 orang perempuan
Lansia penghuni Panti Sosial Tresna Werda Budi Sejahtera ini berasal dari
berbagai daerah seperti Kabupaten Banjar, Kabupaten Hulu Sungai Selatan,
Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Tanah
Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Barito Kuala,
Kabupaten Balangan, dan Kabupaten Tapin. Lansia yang ada di Panti Sosial
Tresna Werda Budi Sejahtera ini berusia mulai dari 60 sampai 90 tahun. Lansia
dengan pasca stroke ada berada pada urutan ketiga terbanyak di panti sosial werda
budi sejahtera banjarbaru. Berdasarkan angka kejadian ini peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang hubungan dukungan sosial, koping terhadap
peningkatan kualitas hidup pada lansia pasca stroke di panti sosial tresna werdha
budi sejahtera banjarbaru.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas pada latar belakang, maka masalah pada latar
belakang, maka masalah pada penelitian ini adalah : “Apakah Ada Hubungan
Dukungan Sosial,Koping Terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Pada Lansia
Pasca Stroke di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru ?’’
1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tentang Hubungan
Dukungan Sosial,Koping Terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Pada Lansia
Pasca Stroke di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.

2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi dukungan sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Sejahtera Banjarbaru.
b. Mengidentifikasi dukungan sosial terhadap peningkatan kualitas hidup dan
koping di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.
c. Menganalisis hubungan dukungan sosial, koping terhadap peningkatan
pada lansia pasca stroke diPanti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera
Banjarbaru.

1.4 Manfaat Penelitian


2. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dan informasi dalam bidang keperawatan tentang hubungan dukungan
sosial,koping terhadap peningkatan kualitas hidup pada lansia pasca stroke.

3. Praktis
a. Bagi lansia pasca stroke
Lansia pasca stroke dapat mengetahui keterkaitan pengaruh dukungan
sosial,koping dengan peningkatan kualitas hidup dan koping pada lansia
pasca stroke.

b. Bagi Panti Sosial Tresna Werdha Budi Banjarbaru


Penelitian ini dapat memberikan informasi atau masukan tentang hubungan
dukungan sosial,koping terhadap peningkatan kualitas hidup pada lansia
pasca stroke, sehingga informasi ini dapat digunakan sebagai pengetahuan
kepada tenaga kesehatan serta semua pihak yang ada di panti sosial tresna
werdha budi sejahtera banjarbaru agar dapat memberikan dukungan
sosial,koping kepada lansia pasca stroke sehingga kedepannya upaya
penyembuhan dan peningkatan kualitas hidup pada lansia pasca stroke
dapat teratasi dengan tepat.

c. Bagi Universitas Sari Mulia


Penelitian ini dapat disajikan sebagai bahan atau sumber bacaan di
perpustakaan Universitas Sari Mulia tentang hubungan dukungan
sosial,koping terhadap peningkatan kualitas hidup pada lansia pasca stroke,
serta dapat memberikan masukan kepada institusi pendidikan tentang
resiko depresi pada lansia pasca stroke sehinga penting adanya dukungan
sosial dari lingkungan sekitar terhadap peningkatan kualitas hidup dan
cepatnya proses upaya penyembuhan pada lansia pasca stroke.

1.5. Keaslian Penelitian


Penelitian yang berkenaan dengan Hubungan Dukungan Sosial,Koping
Terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Pada Lansia Pasca Stroke di Panti Sosial
Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


Judul, Nama dan
No Metode Penelitian Hasil Penelitian
Tahun Penelitian

1. Elderly Stroke A cross-sectional A local study by


Rehabilitation: survey. Kong et al. showed
Overcoming the Tere are several that 45% of elderly
Complications commonly used stroke patients (≥75
and Its Associated tools for years old) admitted
Challenges measurement to a rehabilitation
of rehabilitation facility had cognitive
(Siew Kwaon Lui outcomes in stroke impairment and
and Minh Ha patients, including cognition scores
Nguyen, 2018) Functional strongly predicted
Independence functional outcomes
Measure (FIM). Studies reported
Modifed Rankin evidence of
Scale signifcant
(mRS), and the impairment of basic
Barthel Index (BI) and instrumental
ADLs in poststroke
cognitively impaired
elderly survivors
2. Prevalence of pre- A systematic Results: Of 11884
stroke depression review of the studies identified, 29
and its association literature based were included (total
with upon a pre- participants
post-stroke registered protocol. n=164993). Pre-
depression; a All aspects of stroke
systematic review planning, conduct depression pooled-
and metaanalysis. and reporting were prevalence was
guided by 11.6%(95%CI:9.2-
(Martin Taylor- the Meta-analysis 14.7);range:0.4%-
Rowan, Oyiza Of Observational 24%(I2:95.8).
Momoh, Luis Studies in Prevalence of
Ayerbe, Jonathan Epidemiology pre-stroke
J Evans, David J (MOOSE) depression varied by
Stott1 & consensus assessment method
Terence J Quinn, statement (p=0.02) with
2019) clinical interview
suggesting
greater pre-stroke
depression
prevalence (~17%)
than case-note
review (9%) or self-
report (11%).
Prestroke depression
was associated with
increased odds of
post-stroke
depression;
summary
OR:3.0(95%CI:2.3-
4.0). All studies were
judged to be at risk
of bias: 59%% of
included studies had
an
uncertain risk of bias
in stroke assessment;
83% had high or
uncertain risk of bias
for pre-stroke
depression
assessment. Funnel
plot indicated no risk
of publication bias.
Strength of evidence
based
on GRADE was
‘very low’.
3. Social support bootstrap method Structural Equation
mediates yields the most Modeling indicated
loneliness and accurate that social support
depression in confidence partially mediates
elderly people intervals for loneliness and
indirect effects depression. The final
model illustrated a
(Lijun Liu, significant path
Zhenggang Gou from loneliness to
and Junnan Zuo, depression through
2014) social support. This
study sheds light on
the concurrent
effects of
loneliness and social
support on
depression,
providing evidence
on how to reduce
depression among
the
elderly.

Perbedaan Berdasarkan tabel diatas perbedaan penelitian tersebut dengan


penelitian yang akan dilakukan ini yaitu terletak pada variable bebas ,tempat,
sampel penelitian, waktu penelitian dan alat pengumpulan data yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Awais Ahmad, (2016). Testbed Requirements For Technology Enhanced Stroke


Rehabilitation to Support Independent Living. Department Of Computer
And System Science. 1-9.

Bambang Prasetyo & Lina Miftahul Jannah, (2012). Metode Penelitian Kuantitatif
. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Dhimas, (2019). Hubungan Antara Mekanisme Koping Dengan Kepatuhan Terapi


Pasien Hemodialisa Di Rsud Pandan Arang Boyolali. Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 1-11.

Dwiko, (2018). Correlation Between Coping Strategi And Quality Of Life In


Family Caregiver Of Schizophrenia In RSJ DR.Radjiman Wedidoningrat
Lawang. Universitar Airlangga Surabaya.1-135.

Elisa Anderson, (2019). Motivasi Pada Rehabilitasi Pasca Stroke. Jurnal Skolastik
Keperawatan. 1-9.

Lijun Liu, (2014). Social support mediates loneliness and depression in elderly
people. Journal of Healty Psycology, 1-9.

Marianela, (2018). Relacion De Las Deficiencias Fiscias Ia Calidad De Vida De


Pacientes Pos Ictus Isquenico. Revista Cubana de Neurologia y
Neurocirugia. 1-15.

Maria Tuntun. (2018). Perbedaan Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit dan


Jumlah Eritrosit Pada Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Non
Hemoragik di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal
Analisis Kesehatan Politeknik Kesehatan TanjungKarang. 1-7.
Martin Taylor-Rowan. (2018). Prevalence of pre-stroke depression and its
association with post-stroke depression; a systematic review and
metaanalysis.University of Glasgow. 1-22.

Mohammad Basit, (2016). Hubungan Pelaksanaan Diet Terhadap Kualitas Hidup


Pasien Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman
Banjarmasin Tahun 2016. STIKES Suaka Insan, 1-10.

Siew Kwaon Lui 1, and Minh Ha Nguyen. (2019). Elderly Stroke Rehabilitation:
Overcoming the Complications and Its Associated Challenges .
International Journal Of Curerent Gerontologu and Geriatrics Research,
1-9.

Vina, (2018). Klasifikasi Tingkat Risiko Penyakit Stroke Menggunakan Metode


GAFuzzy Tsukamoto. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan
Ilmu Komputer. 1-7.

Young-Bing-Lui, (2018). Health Literacy, Self-Care Agency, Health Status And


Social Support Among Elderly Chinese Nursing Home Residents. Health
Education Journal. 1-9.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Stroke


1. Pengertian Stroke
Istilah medis dari stroke adalah "penyakit pembuluh darah otak".
Hal ini terjadi ketika pasokan darah ke otak berkurang atau terhambat
karena hal-hal tertentu, yang mengarah ke kurangnya kadar oksigen dalam
sel-sel otak secara mendadak. Dalam beberapa menit, sel-sel otak bisa
rusak dan kehilangan fungsinya. Kerusakan otak ini memengaruhi fungsi
tubuh yang dikendalikan oleh bagian sel-sel otak yang rusak tersebut (Dr.
W. C. FONG, 2016).
Stroke adalah suatu keadaan darurat medis yang serius yang
dimana dapat menyebabkan kematian dan kecacatan pada penderitanya.
Faktor yang memengaruhi pemulihan tergantung pada tingkat keparahan
kerusakan otak (termasuk jenis stroke dan area tubuh yang terpengaruh).
Selain itu, sikap dukungan dari keluarga dan perawat, serta perawatan
rehabilitasi yang sesuai juga bisa memberikan efek yang signifikan dalam
upaya pemulihan pada penderita stroke. (Pioli Daniele dos Santos, 2018).

1. Klasifikasi Stroke
Menurut WHO ((2014) stroke terbagi menjadi 2 klasifikasi yaitu :
1. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah kondisi pecahnya salah satu arteri
dalam otak yang memicu perdarahan disekitar organ tersebut
sehingga aliran darah pada sebagian otak berkurang/terputus,
secara singkatnya stroke hemoragik diartikan sebagai keadaan yang
disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak.
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai
20% dari semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan
intraserebrum hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada
ruptura aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi
arteriovena11 (MAV), trauma; penyalahgunaan kokain, amfetamin;
perdarahan akibat tumor otak; infark hemoragik; penyakit
perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan.
2. Stroke iskemik
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik,
yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum . Stroke iskemik atau non hemoragik
adalah stroke yang terjadi karena adanya sumbatan di pembuluh
darah otak. Stroke iskemik terjadi akibat gangguan aliran darah ke
otak, secara patologis suatu infark dapat terjadi karena trombosis,
embolisme, artritis, dan obat-obatan.
.Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri
atas:
1. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik
dalam waktu kurang dari 30 menit
2. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit
neurologis membaik kurang dari 1 minggu
3. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke
4. Completed Stroke. Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:
a. Trombosis
Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis,
poliarteritis nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis
(spontan atau traumatik); Gangguan darah: polisitemia,
hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
b. Embolisme
Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark
miokardium, penyakit jantung rematik, penyakit katup
jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik; Sumber
tromboemboli aterosklerotik di arteri: bifurkasio karotis
komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan hiperkoagulasi:
kontrasepsi oral, karsinoma.
c. Vasokonstriksi
d. Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan
Subarakhnoid).

3. Etiologi Stroke
Stroke dibagi menjadi dua jenis utama, tergantung pada
penyebabnya (Departemen Kedokteran Hospital Authorit, 2016) :
1. Stroke iskemik: disebabkan oleh trombosis serebral (gumpalan
darah yang terbentuk di dalam pembuluh otak) dan relatif umum
terjadi, lebih dari 70% kasus stroke merupakan jenis iskemik.
Aterosklerosis serebral juga menyebabkan pembentukan gumpalan
darah di arteri serebral atau bekuan darah bisa terbentuk di jantung
atau arteri karotis di leher. Gumpalan darah bisa terangkut hingga
pembuluh otak distal dan memblokir aliran darah. Penyakit
jantung, termasuk aritmia (detak jantung yang tidak normal),
masalah katup jantung, dan penyakit jantung koroner, bisa
menyebabkan stroke.
2. Stroke hemoragik: disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di
dalam otak. Kasus stroke ini paling sering dikaitkan dengan
tekanan darah tinggi yang berlangsung secara terus-menerus. Ada
juga kasus di mana pembuluh darah pada permukaan jaringan otak
yang pecah. Kasus stroke ini dikaitkan dengan penyakit pembuluh
darah otak bawaan, misalnya aneurisma arteri serebral atau
malformasi arteriovenosa. Darah akan keluar di bawah ruang
arachnoid (ruang antara jaringan otak dan tengkorak) dan menekan
jaringan otak. Selain itu, pembuluh darah akan menyempit setelah
terjadinya pendarahan, yang ikut mengurangi laju aliran darah.

4. Faktor-faktor resiko terjadinya stroke


Adapun faktor-faktor resiko terjadinya stroke menurut (Mitra
Konsultan Hospital Authorit, 2016) :
1. Riwayat stroke pada keluarga
2. Usia di atas 55 tahun: semakin tinggi usia, semakin tinggi
risikonya
3. Tekanan darah tinggi: 70% dari pasien penderita stroke mengalami
tekanan darah tinggi
4. Kadar kolesterol tinggi: peluang lebih tinggi terjadinya
aterosklerosis (akumulasi kolesterol dan deposit (plak) lainnya
pada dinding arteri. Plak bisa mengurangi aliran darah yang
melalui arteri) dan penyempitan pembuluh darah otak
5. Merokok: meningkatkan peluang terjadinya stroke hingga 3 kali
lipat untuk pria dan 4,7 kali lipat untuk wanita
6. Diabetes melitus: meningkatkan peluang terjadinya stroke hingga
4 kali lipat
7. Obesitas
8. Penyakit kardiovaskular: peluang lebih tinggi terjadinya stroke
bagi orang-orang dengan riwayat serangan jantung (infark
miokard) dan irama jantung yang tidak normal (fibrilasi atrium)
9. Malformasi Vaskular atau aneurisma (pembengkakan seperti
balon) pembuluh darah di otak: peluang perdarahan yang relatif
lebih tinggi
10. Stroke Ringan, yaitu Serangan Iskemik Sementara (TIA –
Transient Ischemic Attack): memiliki gejala yang mirip dengan
stroke, tetapi berlangsung untuk jangka waktu yang lebih singkat,
berlangsung sekitar 2 hingga 15 menit dan tidak lebih dari 24 jam.
Stroke Ringan bisa menjadi tanda peringatan bahwa akan terjadi
stroke yang lebih berat di masa depan.
11. Pecandu alkohol: meningkatkan peluang terjadinya stroke
A. Tinjauan Konsep Dukungan Sosial
1. Pengertian Dukungan Sosial
Dukungan Sosial adalah informasi atau umpan balik dari orang
lain yang menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan,
dihargai, dan dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan
kewajiban yang timbal balik (King, 2012: 226). Sedangkan menurut
Ganster, dkk., (dalam Apollo & Cahyadi, 2012: 261) dukungan sosial
adalah tersedianya hubungan yang bersifat menolong dan mempunyai
nilai khusus bagi individu yang menerimanya.
Selanjutnya, dukungan sosial menurut Cohen & Syme (dalam
Apollo & Cahyadi, 2012: 261) adalah sumber-sumber yang disediakan
orang lain terhadap individu yang dapat mempengaruhi kesejahteraan
individu bersangkutan. Lebih lanjut dukungan sosial menurut House &
Khan (dalam Apollo & Cahyadi, 2012: 261) adalah tindakan yang
bersifat membantu yang melibatkan emosi, pemberian informasi,
bantuan istrumen, dan penilaian positif pada individu dalam
menghadapi permasalahannya. Menurut Cohen & Hoberman (dalam
Isnawati & Suhariadi, 2013: 3) dukungan sosial mengacu pada
berbagai sumber daya yang disediakan oleh hubungan antar pribadi
seseorang.
Temuan sebuah studi oleh Liao et al (2015), Meningkatkan
dukungan sosial untuk lansia dapat menghasilkan efek kesehatan yang
bermanfaat, serta memberikan dukungan sosial kepada orang lain
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan yang berkaitan dengan
kesehatan emosional yang lebih baik .

2. Bentuk Dukungan Sosial


Beberapa bentuk dukungan sosial menurut Cohen & Hoberman (dalam
Isnawati & Suhariadi, 2013: 3) yaitu :
1. Appraisal Support
Yaitu adanya bentuan yang berupa nasehat yang berkaitan dengan
pemecahan suatu masalah untuk membantu mengurangi stressor
2. Tangiable support
Yaitu bantuan yang nyata yang berupa tindakan atau bantuan fisik
dalam menyelesaikan tgas
3. Self esteem support
Dukungan yang diberikan oleh orang lain terhadap perasaan
kompeten atau harga diri individu atau perasaan seseorang sebagai
bagian dari sebuah kelompok diamana para anggotanya memiliki
dukungan yang berkaitan dengan self-esteem seseorang
4. Belonging support
Menunjukkan perasaan diterima menjadi bagian dari suatu
kelompok dan rasa kebersamaan. Kemudian terdapat satu
tambahan lagi dari bentuk-bentuk dari Dukungan Sosial, yaitu:
1. Modifikasi lingkungan
Modifikasi lingkungan berupa bantuan penilaian positif berupa
umpan balik dan membandingkan dengan orang lain. (Apollo
& Cahyadi, 2012: 261)

3. Manfaat Dukungan Sosial


Dukungan sosial memiliki tiga jenis manfaat, yaitu bantuan yang
nyata, informasi, dan dukungan emosional menurut Taylor (dalam
King, 2012: 226-227) :
1) Bantuan yang nyata
Keluarga dan teman dapat memberikan berbagai barang dan jasa
dalam situasi yang penuh stres. Misalnya, hadiah makanan
seringkali diberikan setelah kematian keluarga muncul, sehingga
anggota keluarga yang berduka tidak akan memasak saat itu ketika
energi dan motivasi mereka sedang rendah. Bantuan instrumental
itu bisa berupa penyediaan jasa atau barang selama masa stres.
Sedangkan menurut Apollo & Cahyadi (2012: 261) bantuan yang
nyata disebut dengan bentuk bantuan instrumental, yaitu berupa
bantuan uang dan kesempatan.
2) Informasi
Individu yang memberikan dukungan juga dapat
merekomendasikan tindakan dan rencana spesifik untuk membantu
seseorang dalam copingnya dengan berhasil. Teman-teman dapat
memerhatikan bahwa rekan kerja mereka kelebihan beban kerja
dan menganjurkan cara-cara beginya untuk mengelola waktu lebih
efisien atau mendelegasikan tugas lebih efektif. Bantuan informasi
ini bisa berupa memberikan informasi tentang situasi yang
menekan, seperti pemberitahuan tentang informasi mengenai
pelaksanaan tes, dan hal tersebut akan sangat membantu. Informasi
mungkin sportif jika ia relevan dengan penilaian diri, seperti
pemberian nasehat tentang apa yang harus dilakukan. (Taylor,
dkk., 2009: 555). Sedangkan menurut Apollo & Cahyadi (2012:
261) dukungan informatif yang dimaksudkan adalah berupa
nasehat, sugesti, arahan langsung, dan informasi.
3) Dukungan emosional
Dalam situasi penuh stres, individu seringkali menderita secara
emosional dan dapat mengembangkan depresi, kecemasan, dan
hilang harga diri. Teman-teman dan keluarga dapat menenangkan
seseorang yang berada dibawah stres bahwa ia adalah orang yang
berharga yang dicintai oleh orang lain. Mengetahui orang lain
peduli memungkinkan seseorang untuk mendekati stres dan
mengatasinya dengan keyakinan yang lebih besar. Dukungan
emosional berupa penghargaan, cinta, kepercayaan, perhatian, dan
kesediaan untuk mendengarkan. (Apollo & Cahyadi, 2012: 261).
Perhatian emosional yang diekspresikan melalui rasa suka, cinta
atau empati, misalnya ketika dalam pertengkaran dengan seorang
yang dicintai, maka ekspresi perhatian darai kawan sangatlah
membantu. (Taylor, dkk., 2009: 555).
4. Pentingnya Dukungan Sosial
Memberikan dukungan sosial dapat sangat berarti bagi individu
lain untuk membangkitkan rasa percaya diri dan menghindarkan
individu dari rasa pesimis dan rasa tidak berarti. Namun, dukungan
sosial yang terlalu berlebihan dapat membuat individu menjadi besar
kepala dan membuat dukungan sosial tersebut sebagai pembenaran
terhadap suatu perbuatan yang salah. Dengan kata lain, seseorang akan
menjadi kuat dalam melalukan sesuatu dengan diperkuat oleh
dukungan sosial yang diperolehnya dari lingkungan keluarga dan
sekitarnya (Didik Widiantoro, 2019).

5. Sumber-Sumber Dukungan Sosial


Sumber-sumber dukungan sosial menurut Goldberger &
Breznitz (dalam Apollo & Cahyadi, 2012: 261) adalah orang tua,
saudara kandung, anak-anak, kerabat, pesangan hidup, sahabat rekan
sekerja, dan juga tetangga. Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Wentzel dalam (Apollo & Cahyadi, 2012: 261) bahwa sumber-sumber
dukungan sosial adalah oarang- orang yang memiliki hubungan yang
berarti bagi individu, seperti keluarga, teman dekat, pasangan hidup,
rekan sekerja, saudara, dan tetangga, teman- teman dan guru disekolah.
Dukungan sosial dapat berasal dari pasangan atau patner,
anggota keluarga, kawan, kontak sosial dan masyarakat, teman
sekelompk, jamaah gereja atau masjid, dan teman kerja atau atasan
anda di tempat kerja. (Taylor, dkk., 2009: 555).

6. Aspek-Aspek Dukungan Sosial


Hause (dalam Rohman, 1997) menjelaskan dukungan sosial
menjadi 4 bagian yaitu:
1. Dukungan emosional merupakan dukungan atau dorongan yang
diberikan dalam bentuk rasa percaya
2. Dukungan peralatan merupakan dukungan yang diberikan dalam
bentuk ketersediaan benda
3. Dukungan informasi merupakan dukungan yang diberikan dalam
bentuk keterangan atau nasihat-nasihat untuk membuat individu
menjadi lebih baik
4. Dukungan penilaian merupakan dukungan yang diberikan dalam
bentuk penghargaan atas sesuatu yang telah diperbuat

7. Alat Ukur Dukungan Sosial


Alat ukur dukungan sosial terdiri dari 38 butir item yang terdiri
dari 19 butir negatif dan 19 butir positif. Dalam penelitian ini, skala
dukungan sosial disusun berdasarkan 5 aspek dukungan sosial menurut
Sheridan, Radmacher, Sarafino, dan Taylor yaitu dukungan
instrumental, informasional, emosional, dukungan pada harga diri, dan
dukungan dari kelompok sosial. Skala yang digunakan adalah skala
Likert dengan 5 alternatif jawaban yaitu: Sangat Setuju, Setuju, Ragu-
Ragu, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju. Koefisien reliabilitas
alat ukur dukungan sosial ini adalah berkisar 0,612 hingga 0,874.

8. Faktor Yang Menghambat Dukungan Sosial


Faktor-faktor yang menghambat pemberian dukungan sosial
adalah sebagai berikut (Apollo & Cahyadi, 2012: 262) :
1. Penarikan diri dari orang lain disebabkan karena harga diri yang
rendah
2. Melawan orang lain, seperti sikap curiga, tidak sensitif, tidak
timbal balik, dan agresif.
3. Tindakan sosial yang tidak pantas, seperti membicarakan dirinya
secara terus menerus, menganggu orang lain, berpakaian tidak
pantas, dan tidak pernah merasa puas.

B. Tinjauan Konsep Kualitas Hidup


1. Pengertian Kualitas Hidup
Menurut World Health Organization (WHO) kualitas hidup
adalah persepsi individual tentang kesehatan fsik, status psikologis,
derajat kemandirian, hubungan sosial, keyakinan pribadi, dan
hubungan yang istimewa dari seseorang dimasyarakat (Syamsumin,
2018).
The world health organization quality of life atau WHOQOL
group (1998) mendefinisikan kualitas hidup adalah presepsi individu
terhadap kehidupannya dalam konteks budaya dan system nilai dimana
mereka tinggal dan hubungannya dengan tujuan, harapan dan standar
dan juga perhatian individu. Definisi ini meggambarkan pandangan
bahwa kualitas hidup menunjukkan evaluasi subjek yang menyimpan
kontek budaya, sosial dan lingkungan. Domaian the abbreviated
version of the world health organization Quality of life (WHOQOL-
BREF) dari kualitas hidup yaitu kesehatan fisik, psikologis, hubungan
sosial dan lingkungan (M.Basit, 2016).

2. Pengukuran Kualitas Hidup


Skevington, Lotfy dan O’ Connell (2004) dalam Sekarwiri
(2008) menyatakan pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (kualitas
hidup dipandang sebagai penilaian individu terhadap dirinya secara
menyeluruh) atau hanya mengukur domain tertentu saja (kualitas hidup
diukur hanya melalui bagian tertentu dari diri seseorang). Pengukuran
kualitas hidup oleh para ahli belum mencapai suatu kesepakatan pada
suatu standard atau metode yang terbaik.

3. Jenis Kualitas Hidup


Menurut World Health Organization Quality of Life
(WHOQOL), kualitas hidup terdiri dari enam unsur yaitu kesehatan
fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial,
hubungan dengan lingkungan dan keadaan spiritual. Kemudian
WHOQOL dibuat lagi menjadi instrument WHOQOL – BREF dimana
unsur tersebut diubah menjadi empat unsur yaitu kesehatan fisik,
kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan
lingkungan. Dalam hal ini unsur fisik yaitu aktivitas sehari-hari,
ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis, energi dan kelelahan,
sakit, mobilitas dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, serta
kapasitas kerja.

4. Faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas hidup


a. Kualitas Hidup (Dewi, 2018)
1. Level aktivitas fsik
2. Faktor sosiodemograf yang meliputi: jenis kelamin, usia, dan
status sosial ekonomi
3. Faktor permasalahan kesehatan yang disandang, yaitu:
hipertensi, arthritis, penyakit kronis, dan obesitas
4. Partisipasi aktif dalam: program edukasional, perawatan lansia,
serta program keagamaan

C. Tinjauan Konsep Koping


1. Pengertian Koping
Setiap individu dari semua umur dapat mengalami stres dan akan
menggunakan berbagai cara untuk menghilangkan stres yang sedang
dialami. Ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres dapat
menimbulkan ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan ini membuat invidu
menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu demi mengurangi atau
menghilangkan stres. Usaha yang dilakukan oleh individu tersebut disebut
dengan koping. Koping adalah suatu proses di mana seseorang mencoba
untuk mengatur perbedaan yang diterima antara keinginan (demands) dan
pendapatan (resources) yang dinilai dalam suatu kejadian maupun keadaan
yang penuh tekanan (Agnesia, 2016).

2. Pengukuran Koping
Cara seseorang melakukan strategi koping berdasar pada sumber
daya yang dimiliki. Adapun sumberdaya koping yang dinilai sangat
penting adalah dukungan sosial. Dukungan sosial ini meliputi dukungan
pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada individu yang
diperoleh atau diberikan oleh orangtua, saudara atau anggota keluarga lain,
teman, dan lingkungan masyarakat sekitar. Dengan adanya dukungan
sosial, maka individu akan semakin mampu dan yakin dalam memecahkan
masalah yang dihadapi serta dapat membantu individu dalam
mempraktikkan koping yang tepat.
3. Jenis Koping
Lazarus dan Folkman (2015) secara umum membedakan bentuk
strategi koping ke dalam dua klasifikasi, yaitu problem focused coping dan
emotional focused coping. Carver, Weintraub, dan Scheier (1989)
menjelaskan bahwa problem focused coping digunakan untuk mengontrol
hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungan yang berfokus
pada pemecahan masalah, pembuatan keputusan ataupun dengan
menggunakan tindakan langsung serta strategi penyelesaian.

4. Faktor yang mempengaruhi koping


Koping (Farida,2016)
1. Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam
usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan
tenaga yang cukup besar
2. Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat
penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of
control) yang mengerahkan individu pada penilaian
ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan
kemampuan strategi coping tipe : problem-solving focused
coping
3. Keterampilan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari
informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah
dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan,
kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan
dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya
melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang
tepat.
4. Keterampilan Sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi
dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-
nilai sosial yang berlaku di masyarakat.
5. Dukungan Sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan
informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh
orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan
lingkungan masyarakat sekitarnya.
6. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang
barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

D. Lansia
1. Pengertian Lansia
Lansia adalah suatu keadaan yang merupakan tahap lanjut dari
proses kehidupan ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan kemampuan
berbagai organ, fungsi dan system tubuh ini bersifat fisiologis (Ninik,
2019).Lanjut usia (lansia) menurut World Health Organization (WHO,
2017) adalah kelompok manusia dengan usia ≥ 60 tahun.
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah memasuki
tahapan akhir dari fase kehidupan. Kelompok yang dikategorikan
lansia ini akan mengalami suatu proses yang disebut Aging Process
atau proses penuaaan.(Wahyudi, 2008). Menua adalah suatu keadaan
yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan
proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu,
tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006 dalam
Kholifah, 2016).
Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Proses
menjadi tua akan dialami oleh setiap orang. Masa tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang akan
mengalami kemunduran fisik, mental dan social secara bertahap
sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari (tahap
penurunan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk
hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan
kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan
perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah,
paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan
regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terkena berbagai
penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa
lain (Kholifah, 2016).

2. Penggolongan Lansia
a. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok baru
memasuki lansia.
b. Kelompok lansia (65 tahun ke atas)
c. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari
70 tahun.

3. Batas-Batasan Umur Pada Lansia


Beberapa pendapat ahli dalam Efendi (2009) (dalam Sunaryo, et.al,
2016) tentang batasan-batasan umur pada lansia sebagai berikut:
a. Undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1 ayat 2
yang berbunyi “ lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 tahun ke atas”.
b. World Health Organization (WHO), lansia dibagi menjadi 4
kriteria yaitu usia pertengahan (middle ege) dari umur 45-59 tahun,
lanjut usia (elderly) dari umur 60-74 tahun, lanjut usia (old) dari
umur 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) ialah umur diatas
90 tahun.
c. Dra. Jos Mas (Psikologi UI) terdapat empat fase, yaitu : fase
invenstus dari umur 25-40 tahun, fase virilities dari umur 40-55
tahun, fase prasenium dari umur 55-65 tahun dan fase senium dari
65 tahun sampai kematian.
d. Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric
age) dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu young old dari umur 75-75
tahun, old dari umur 75-80 tahun dan very old 80 tahun keatas.

4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


Semakin berkembangnya umur manusia, terjadi proses penuaan
secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan
pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif,
perasaan, sosial dan seksual (Azizah dan Lilik, 2011 dalam Kholifah,
2016).

a. Perubahan Fisik
1. Sistem Indra
Sistem penengaran prebiakusis (gangguan pada pendengaran)
disebabkan karena hilangnya kemampuan (daya) pendegaran
pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-
nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-
kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.

2. Sistem Intergumen
Kulit pada lansia mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering
dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi
tipis dan bercerak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula
sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat
pada kulit dikenal dengan liver spot.
3. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: jaringan
penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan
sendi. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang,
kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada
pesendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga
permukaan sendi menjadi rata.

4. Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah masa
jantung bertambah, venrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
perenggangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena
perubahan jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh
penumpukan llipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan
konduksi berubah menjadi jaringan ikat.

5. Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,
kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru
bertambah untuk mengkonvensasi kenaikan ruang paru, udara
yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago
dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu
dan kemampuan perenggangan torak berkurang.

6. Pencernaan dan Metabolisme


Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti
penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata
karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar
menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin
mengecil dan menurunnya tmpat penyimpanan, dan
berkurangnya aliran darah.

7. Sistem Perkemihan
Pada sistem perkemihgan terjadi perubahan yang signifikan.
Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju
filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.

8. Sistem Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatonim dan
atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia
mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.

9. Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya
ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki masih
dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan
secara berangsur-angsur.
b. Perubahan Kognitif
1. Memory (daya ingat, Ingatan).
2. IQ (Intellegent Quotient).
3. Kemampuan Belajar (Learning).
4. Kemampuan Pemahaman (Comprehension).
5. Pemecahan Masalah (Problem Solving).
6. Pengambilan Keputusan (Decision Making).
7. Kebijaksanaan (Wisdom).
8. Kinerja (Performance)
9. Motivasi.

C. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang menpengaruhi perubahan mental:
1. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2. Kesehatan umum.
3. Tingkat pendidikan.
4. Keturunan (hereditas).
5. Lingkungan.
6. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan.
8. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan family.
9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan kensep diri.

5. Fenomena pada lansia


Fenomena yang seringkali terjadi pada lansia terutama pada
sistem musculoskeletal adalah osteoporosis, artritis rheumatoid dan
fraktur sebagian besar menyebabkan jatuh pada lansia sebagai akibat
dari penurunan gait/keseimbangan. Gangguan keseimbangan postural
merupakan hal yang sering terjadi pada lansia. Jika keseimbangan
postural lansia tidak dikontrol, maka akan dapat meningkatkan resiko
jatuh.

E. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian dapat dilihat sebagai berikut.

Faktor Resiko
Stroke
1. Faktor tidak terkendali
- Usia
Pengobatan
- Jenis Kelamin
- Riwayat Keluarga
Pasca Stroke Aspek Psikologi
2. Faktor terkendali
- Hipertensi
Rehabilitasi Depresi
- Penyakit Jantung
- DM
Sehat Mekanisme
- Kadar Kolesterol Darah
Koping
- Cidera Kepala&Leher
- Merokok Proses
Pemulihan Strategi Koping
- Alkohol
- Obat-obatan
Upaya Dukungan Sosial
Pemulihan

1. Keluarga
Kualitas
2. Teman
Hidup
3. Lingkungan

F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut:

Dukungan Sosial

Kualitas Hidup

Koping
G. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini terdiri dari :
Ha : Ada hubungan antara dukungan sosial,koping terhadap peningkatan
kualitas hidup pada lansia pasca stroke di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.
Ho: Tidak ada hubungan antara dukungan sosial,koping terhadap
peningkatan kualitas hidup pada lansia pasca stroke di Panti Sosial
Tresna Werfha Budi Sejahtera Banjarbaru.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Penentuan Lokasi, Waktu dan Sasaran Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Sejahtera Banjarbaru diperkirakan pada bulan Januari 2020. Sasaran
penelitian adalah lansia pasca stroke di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Sejahtera Banjarbaru.

B. Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan dalam satu
waktu tertentu. Penelitian ini hanya digunakan dalam waktu yang tertentu,
dan tidak akan dilakukan penelitian lain diwaktu yang berbeda untuk
diperbandingkan.
Satu hal yang perlu diingat bahwa pengertian satu waktu tertentu tidak
bisa hanya dibatasi pada hitungan minggu, hitungan bulan, atau hitungan
tahun saja. Tidak ada batasan yang baku untuk menunjukkan satu waktu
tertentu. Akan tetapi, yang digunakan adalah bahwa penelitian itu telah
selesai. Dengan demikian , bisa saja seorang melakukan penelitian dibulan
januari, kemudian karena ada keperluan mendesak, pada bulan februari dan
maret, ia kembali ke rumahnya. Pada bulan April, ia kembali lagi ke lapangan
untuk meneruskan mengumpulkan data. Sekalipun peneliti mendatangi lokasi
penelitian sebanyak dua kali, ia tetap dikategorikan melakukan penelitian
cross-sectional. Dengan demikian, konsep satu waktu tertentu dalam satu
penelitianlah yang digunakan untuk menentukan bahwa penelitian tersebut
merupakan penelitian cross-sectional. (Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul
Jannah, 2011).

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan gejala/ satuan yang ingin diteliti
(Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, 2011).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia pasca stroke di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti. Oleh
karena itu, sampel harus dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi
dan bukan populasi itu sendiri . (Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul
Jannah, 2011).
Sampel dalam penelitian adalah sebagian lansia pasca stroke di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru berjumlah 30
orang.

3. Sampling
Sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan teknik acak sederhana
(Simple Random Sampling) adalah tekinik penarikan sampel yang paling
mudah dilakukan. Anda mungkin tahu bagaimana suatu arisan atau undian
berhadiah dilaksanakan. Misalnya 10 orang ibu mengikuti arisan. Nama-
nama mereka dituliskan dalam secarik kertas, kemudian dimasukkkan
kedalam satu gelas untuk diambil satu per satu secara acak. Cara ini sudah
termasuk acak sederhana (Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah,
2011).
Namun, apa syarat yang harus dipenuhi agar teknik ini dapat
digunakan? Teknik ini dapat dipakai jika populasi dari suatu penelitian
homogen dan tidak terlalu banyak jumlahnya. Bagaimana jika jumlahnya
lebih banyak? Mungkin anda akan merasa lelah menggulung satu per satu
nama orang. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunkan
Tabel Angka Acak (Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, 2011).
.
Tahapan yang dilakukan dalam menarik sampel ini adalah :
1. Membentuk kerangka sampel dan kemudian memberi nomor urut
seluruh unsur yang ada dalam kerangka sampel.
2. Memilih unsur yang akan dijadikan sampel dengan cara undian atau
menggunakan Tabel Angka Acak.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


1. Variabel penelitian
Variabel dalam penelitian kuantitatif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
variabel bebas (Indepedent Variable) dan variabel terikat (dependent
variable). Variabel bebas adalah suatu variabel yang ada atau terjadi
mendahului variabel terikatnya. Keberadaan variabel ini dalam penelitian
kuantitatif merupakan variabel yang menjelaskan terjadinya fokus atau
topik penelitian. Sementara itu variabel terikat adalah diakibatkan atau
yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Keberadaan variabel ini sebagai
variabel yang dijelaskan dalam bentuk bagan, maka akan berbentuk seperti
gambar berikut ini (Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, 2011).

2. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional Penelitian
Definisi
No Variabel Alat Ukur HasilUkur Skala
Operasional
1. Dukungan Tersedianya Kuesioner 1. Kurang Ordinal
Sosial hubungan yang 2. Cukup
bersifat 3. Baik
menolong dan
mempunyai
nilai khusus
bagi individu
yang
menerimanya
2. Kualitas Persepsi Kuesioner 1. Kurang Ordinal
Hidup individual 2. Cukup
tentang 3. Baik
kesehatan fsik,
status
psikologis,
derajat
kemandirian,
hubungan
sosial,
keyakinan
pribadi, dan
hubungan yang
istimewa dari
seseorang
dimasyarakat
3. Koping Proses di mana Kuesioner 1. Kurang Ordinal
seseorang 2. Cukup
mencoba untuk 3. Baik
mengatur
perbedaan
yang diterima
antara
keinginan dan
pendapatan
yang dinilai
dalam suatu
kejadian
maupun
keadaan yang
penuh tekanan
E. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data kuantitatif.
Menurut Nursalam (2014) data kuantitatif adalah data berbentuk angka
atau bilangan. Data kuantitatif hasil penelitian ini didapatkan setelah
melakukan penelitian.

2. Sumber data
a. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner
dalam peneliti dengan nara sumber. Data yang diperoleh dai data primer
ini harus diolah lagi. Sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data (Sujarweni, 2014).
Data primer meliputi data hubungan dukungan sosial terhadap peningkatan
kualitas hidup dan koping pada lansia pasca stroke. Sumber data primer
diperoleh langsung dari responden yang diukur menggunakan kuesioner.

b.Data sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat dari catatan, buku, majalah berupa
laporan, artikel, buku-buku sebagai teori, majalah dan sebagainya. Data
sukender yang diperoleh tidak perlu diolah lagi (Sujarweni, 2014).
Data sekunder dalam penelitian ini berupa data jumlah lansia pasca stroke.
Sumber data tersebut diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin
dan Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.

F. Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
kuesioner yang dibagikan secara langsung kepada lansia pasca stroke di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Sejahtera Banjarbaru.
G. Metode Analisis Data
1. Pengolahan Data
Dalam proses pengolohan data penelitian ini digunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Editing
Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan
perbaikan isian koesioner. Setelah kuesioner yang dibagikan terkumpul
maka dilakukan pengecekan kelengkapan data.

b. Coding
Cooding merupakan suatu proses penyusunan secara seistematis yang ada
dalam kuesioner kedalam bentuk yang mudah dibaca oleh mesin pengolah
data seperti komputer. Huruf-huruf yang ada pada pertanyaan diubah
menjadi kode angka (Pemberian Kode).

c. Data Entrering
Data entring adalah memindahkan data yang telah diubah menjadi kode
kedalam mesin pengolah data.

d. Cleaning (pembersihan data)


Data Cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang telah
dimasukkan kedalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan
sebenarnya. Disini peneliti memerlukan adanya ketelitian dan akurasi
data.

2. Analisa data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini untuk mencari
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
a. Analisa univariat bertujuan untuk mengindentifikasi distribusi dan
frekuensi tiap variabel.
b. Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi
hubungan variabel independen dengan dependen. Untuk menguji
hubungan variabel menggunakan uji Spearman Rank. Interperestasi data
dengan tingkat kepercayaan yang dipakai dalam uji statistik adalah 95%
dengan nilai kemaknaan α 0,05. Hasil uji korelasi Spearman Rank bila P ≤
0,05 maka Ho ditolak atau Ha diterima artinya ada hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen dan bila P > 0,05, maka Ho
diterima atau Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen.

Anda mungkin juga menyukai