LP Cholangitis
LP Cholangitis
Definisi
Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu. Charcot
ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai trias, yaitu
demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang dikenal dengan ’’Charcot
triad’’. Charcot mendalilkan bahwa ’’empedu stagnan’’ karena obstruksi saluran empedu
menyebabkan perkembangan kolangitis.
Obstruksi juga dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran empedu, yang
membawa empedu dari hepar kekandung empedu dan usus. Bakteri yang sering dikultur
pada empedu adalah Eschericia Coli, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus, Enterococcus,
Clostridium perfiringens, Bacteroides fragilis. Bakteri anaerob yang dikultur hanya sekitar
15% kasus.
Patofisiologi kolangitis sekarang ini dimengerti sebagai akibat kombinasi 2 faktor, yaitu
cairan empedu yang terinfeksi dan obstruksi biliaris. Peningkatan tekanan intraduktal yang
terjadi menyebabkan refluks bakteri ke dalam vena hepatik dan sistem limfatik perihepatik
yang menyebabkan bakterimia.
Pada tahun 1959, Reynolds dan Dargon menggambarkan keadaan yang berat pada
penyakit ini dengan menambahkan komponen syok sepsis dan gangguan kesadaran.
ANATOMI
DUKTUS SISTIKUS
Duktus sistikus merupakan lanjutan dari vesika fellea, terletak pada porta hepatis
yang mempunyai panjang kira-kira 3-4 cm. Pada porta hepatis duktus sistikus mulai dari
kollum vesika fellea, kemudian berjalan ke postero-kaudal di sebelah kiri kollum vesika
fellea. Lalu bersatu dengan duktus hepatikus kommunis membentuk duktus koledokus.
Mukosa duktus ini berlipat-lipat terdiri dari 3-12 lipatan, berbentuk spiral yang pada
penampang longitudinal terlihat sebagai valvula disebut valvula spiralis (Heisteri).
DUKTUS HEPATIKUS
Duktus hepatikus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister yang bersatu
membentuk duktus hepatikus komunis pada porta hepatis dekat pada processus papillaris
lobus kaudatus. Panjang duktus hepatikus kommunis kurang lebih 3 cm terletak disebelah
ventral arteri hepatika propria dexter dan ramus dexter vena portae. Bersatu dengan duktus
sistikus menjadi duktus koledokus.
DUKTUS KOLEDOKUS
Duktus koledokus mempunyai panjang kira – kira 7 cm dibentuk oleh persatuan
duktus sistikus dengan duktus hepatikus kommunis pada porta hepatis, dimana
dalam perjalanannya dapat dibagi menjadi tiga bagian.
Pada kaput pankreas duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus
wirsungi membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior pars desenden
duodeni membentuk suatu benjolan ke dalam lumen disebut papilla duodeni major.
ETIOLOGI
Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah : koledokolitiasis, obstruksi
struktur saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bagaimanapun berat penyebab
obstruksi, kolangitis tidak akan terjadi tanpa cairan empedu yang terinfeksi. Kasus obstruksi
akibat keganasan hanya 25-40% yang hasil kultur empedunya positif. Koledokolitiasis
menjadi penyebab tersering kolangitis.
Dalam beberapa tahun terakhir dengan semakin banyaknya pemakaian manipulasi
saluran biliaris invasif seperti kolangiografi, stent biliaris, untuk terapi penyakit saluran biliaris
telah menyebabkan pergeseran penyebab kolangitis. Selain itu pemakaian jangka panjang
stent biliaris seringkali disertai obstruksi stent oleh cairan biliaris yang kental dan debris
biliaris yang menyebabkan kolangitis.
Kolangitis akut terjadi sebagai hasil dari obstruksi saluran bilier dan pertumbuhan
bakteri dalam empedu (infeksi empedu). Kolangitis akut membutuhkan kehadiran dua faktor:
(1) obstruksi bilier
(2) pertumbuhan bakteri dalam empedu (bakterobilia)
Cairan empedu biasanya normal pada individu yang sehat dengan anatomi bilier yang
normal. Bakteri dapat menginfeksi sistem saluran bilier yang steril melalui ampula vateri
(karena adanya batu yang melewati ampula), sfingterotomi atau pemasangan sten (yang
disebut kolangitis asending) atau bacterial portal, yaitu terjadinya translokasi bakteri melalui
sinusoid-sinusoid hepatik dan celah disse. Bakterobilia tidak dengan sendirinya
menyebabkan kolangitis pada individu yang sehat karena efek bilasan mekanik aliran
empedu, kandungan antibakteri garam empedu, dan produksi IgA. Namun demikian,
obstruksi bilier dapat mengakibatkan kolangitis akut karena berkurangnya aliran empedu
dan produksi IgA, menyebabkan gangguan fungsi sel kupffer dan rusaknya celah membran
sel sehingga menimbulkan refluks kolangiovena.
Penyebab paling sering obstruksi bilier adalah koledokolitiasis, stenosis bilier jinak,
striktur anastomosis empedu, dan stenosis dengan penyakit ganas. Koledokolitiasis
digunakan untuk menjadi penyebab paling sering, tetapi barubaru ini kejadian kolangitis akut
yang disebabkan oleh penyakit ganas, sklerosis kolangitis, dan instrumentasi non-bedah
saluran empedu telah meningkat. Hal ini dilaporkan bahwa penyakit ganas sekitar 10-30%
menyebabkan kasus akut kolangitis.
Berikut adalah beberapa penyebab terjadinya kolangitis akut, antara lain:
- Kolelitiasis
- Benign biliary stricture
- Faktor kongenital
- Faktor post-operatif (kerusakan ductus bilier, strictured choledojejunostomy,
- etc.)
- Faktor inlamasi
- Oklusi keganasan
- Tumor duktus bilier
- Tumor kandung empedu
- Tumor ampula
- Tumor pankreas
- Tumor duodenum
- Pankreatitis
- Tekanan eksternal
- Fibrosis papila
- Divertikulum duodenal
- Bekuan darah
- Faktor iatrogenic
- Parasit yang masuk ke duktus bilier (Biliary ascariasis)
- Sump syndrome setelah anastomosis enterik bilier
EPIDEMIOLOGI
Kolangitis merupakan infeksi pada duktus koledokus yang berpotensi menyebabkan
kesakitan dan kematian. Dilaporkan angka kematian sekitar 13-88%. Kolangitis ini dapat
ditemukan pada semua ras. Berdasarkan jenis kelamin, dilaporkan perbandingan
antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang dominan diantara keduanya. Berdasarkan
usia dilaporkan terjadi pada usia pertengahan sekitar 50-60 tahun.
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal sistem bilier steril dan aliran cairan empedu tidak mengalami
hambatan sehingga tidak terdapat aliran balik ke sistem bilier. Kolangitis terjadi akibat
adanya stasis atau obstruksi di sistem bilier yang disertai oleh bakteria yang mengalami
multiplikasi. Obstruksi terutama disebabkan oleh batu common bile duct (CBD), striktur,
stenosis, atau tumor, serta manipulasi endoskopik CBD. Dengan demikian aliran empedu
menjadi lambat sehingga bakteri dapat berkembang biak setelah mengalami migrasi ke
sistem bilier melalui porta, sistem limfatik porta ataupun langsung dari duodenum.3,4 Oleh
karena itu akan terjadi infeksi secara ascenden menuju duktus hepatikus, yang pada
akhirnya akan menyebabkan tekanan intrabilier yang tinggi dan melampaui batas 250
mmH20.
Oleh karena itu akan terdapat aliran balik empedu yang berakibat terjadinya infeksi
pada kanalikuli biliaris, vena hepatica dan limfatik perihepatik, sehingga akan terjadi
bakteriemia yang bisa berlanjut menjadi sepsis (25-40%). Apa bila pada keadaan tersebut
disertai dengan pembentukan pus maka terjadilah kolangitis supuratif.
Terdapat berbagai bentuk patologis dan klinis kolangitis, yaitu:
- Kolangitis dengan kolesistitis
Pada keadaan ini tidak ditemukan obstruksi pada sistem bilier, maupun pelebaran dari
duktus intra maupun ekstra hepatal. Keadaan ini sering disebabkan oleh batu CBD yang
kecil, kompresi oleh vesica felea /kelenjar getah bening/inflamasi pankreas, edema/spasme
sfinkter Oddi, edema mukosa CBD, atau hepatitis.
- Kolangitis non-supuratif akut
Terdapat bakterobilia tanpa pus pada sistem bilier yang biasanya disebabkan oleh
obstruksi parsial.
- Kolangitis supuratif akut
Pada CBD berisi pus dan terdapat bakteria, namuntidak terdapat obstruksi total
sehingga pasien tidak dalam keadaan sepsis.
- Kolangitis supuratif akut dengan obstruksi
Di sini terjadi obstruksi total sistem bilier sehingga melampaui tekanan normal pada
sistem bilier yaitu melebihi 250mm H20 sehingga terjadi bakterimia akibat reflluk cairan
empedu yang disertaidengan influx bakteri ke dalam sistem limfatik dan vena hepatika.
- Syok sepsis
Apabila bakteriemia berlanjut maka akan timbul berbagai komplikasi yaitu sepsis
berlarut, syok septik, gagal organ ganda yang biasanya didahului oleh gagal ginjal yang
disebabkan oleh sindroma hepatorenal, abses hati piogenik (sering multipel) dan bahkan
peritonitis. Jika sudah terdapat komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk
MANIFESTASI KLINIK
Walaupun gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demam, ikterus, dan nyeri
abdomen kuadran kanan atas yang dikenal dengan trias Charcot, namun semua elemen
tersebut hanya ditemukan pada sekitar 50 persen kasus. Pasien dengan kolangitis supuratif
tampak bukan saja dengan adanya trias charcot tapi juga menunjukkan penurunan
kesadaran dan hipotensi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cameron, demam di
temukan pada lebih dari 90 persen kasus, ikterus pada 67 persen kasus dan nyeri abdomen
hanya pada 42 persen kasus.
Dua hal yang diperlukan untuk terjadinya kolangitis yaitu adanya obstruksi aliran
empedu dan adanya bakteri pada duktus koledokus. Pada sebagian besar kasus, demam
dan mengigil disertai dengan kolangitis menandakan adanya bakteriemia. Biakan darah
yang diambil saat masuk ke rumah sakit untuk kolangitis akut adalah positif pada 40 sampai
50 persen pasien. Pada hampir semua serial Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae
adalah organisme tersering yang didapatkan pada biakan darah. Organisme lain yang
dibiakan dari darah adalah spesies Enterobacter, Bacteroides, dan Pseudomonas.
Dalam serial terakhir species Enterobacter dan Pseudomonas lebih sering
ditemukan, demikian juga isolat gram negatif dan spesies jamur dapat dibiak dari empedu
yang terinfeksi. Adapun organisme anaerobik yang paling sering diisolasi adalah
Bacteroides fragilis. Tetapi, anaerobik lebih jarang ditemukan pada serial terakhir
dibandingkan saat koledokolitiasis merupakan etiologi kolangitis yang tersering.
DIAGNOSIS
Diagnosis kolangitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis
Pada anamnesis penderita kolangitis dapat ditemukan adanya keluhan demam,
ikterus, dan sakit pada perut kanan atas. Beberapa penderita hanya mengalami dingin dan
demam dengan gejala perut yang minimal. Ikterus atau perubahan warna kuning pada kulit
dan mata didapatkan pada sekitar 80% penderita.
B. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya demam, hepatomegali, ikterus,
gangguan kesadaran, sepsis, hipotensi dan takikardi.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian besar
pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000. Lekopeni atau trombositopenia
kadang – kadang dapat ditemukan, biasanya jika terjadi sepsis parah. Sebagian besar
penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi
pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase dan transaminase serum
juga meningkat yang menggambarkan proses kolestatik.
3. CT-Scan
CT Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu kandung
empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada kandung empedu yang
mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.
PENATALAKSANAAN
Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah
konservatif. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi dan perlindungan antiobiok
dimulai. Pasien yang sakit ringan dapat diterapi sebagai pasien rawat dengan antibiotik oral.
Dengan kolangitis supuratif dan syok septik mungkin memerlukan terapi di unit perawatan
insentif dengan monitoring invasif dan dukungan vasopresor.
Pemilihan awal perlindungan antibiotika empiris harus mencerminkan bakteriologi
yang diduga. Secara historis, kombinasi aminoglikosida dan penicillin telah dianjurkan.
Kombinasi ini adalah pilihan yang sangat baik untuk melawan basil gram negatif yang
sering ditemukan dan memberikan antivitas sinergistik melawan enterokokus. Penambahan
metronidazole atau clindamycin memberikan perlindungan antibakterial terhadap
anaerob bakteroides fragilis, jadi melengkapi perlindungan antibiotik. Perlindungan
antibiotik jelas diubah jika hasil biakan spesifik dan kepekaan telah tersedia.
Satu faktor yang seringkali dipertimbangkan dalam pemilihan antibiotik untuk terapi
kolangitis adalah konsentrasi obat yang terdapat dalam empedu. Secara teoritis antibiotik
saluran biliaris yang ideal harus merupakan antibiotik yang bukan saja mencakup organisme
yang ditemukan dengan infeksi saluran biliaris, tetapi juga yang dieksresikan dalam
konsentrasi tinggi ke dalam cairan empedu.
DEKOMPRESI BILIARIS
Sebagian besar pasien (sekitar 70 persen) dengan kolangitis akut akan berespon
terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan tes fungsi hati
kembali ke normal seringkali dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien tidak menunjukkan
perbaikan atau malahan memburuk dalam 12 sampai 24 jam pertama, dekompresi biliaris
darurat harus dipertimbangkan. Pada sebagian besar kasus, dekompresi biliaris segera
paling baik dilakukan secara non operatif baik dengan jalur endoskopik maupun perkutan.
Yaitu: