Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN KERJA PRAKTIK

DI
PT. SENANG KHARISMA II (SRITEX GROUP)
14 Januari 2019 – 3 Maret 2019

ANALISIS HUBUNGAN JUMLAH PUTUS BENANG PAKAN & PUTUS


BENANG LUSI PADA MESIN AIR JET LOOM TERHADAP CAPAIAN
PRODUKSI KAIN GREIGE DI PT. SENANG KHARISMA II (WEAVING
SPUN 5 PT. SRI REJEKI ISMAN, TBK. GROUP)

Disusun Oleh :
DICKY HAARITS ZAIRUL
15/385106/TK/43768

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
LEMBAR SURAT PERMOHONAN KERJA PRAKTIK

ii
LEMBAR SURAT BALASAN PERUSAHAAN

iii
LEMBAR SURAT PERINTAH KERJA PRAKTIK

iv
LEMBAR PENGESAHAAN DARI PERUSAHAAN

v
LEMBAR PENILAIAN PERUSAHAAN

vi
LEMBAR PENILAIAN DOSEN AKADEMIK

Berdasarkan laporan kerja praktik


Nama : Dicky Haarits Zairul
NIM : 15/385106/TK/43768
Program Studi : Teknik Industri / Universitas Gadjah Mada
Lokasi : PT. Senang Kharisma II (Sritex Group)
Bagian : Departemen Weaving Spun 5 Sritex
Topik : Analisis Hubungan Jumlah Putus Benang Pakan &
Putus Benang Lusi Pada Mesin Air Jet Loom Terhadap
Capaian Produksi Kain Greige di PT. Senang Kharisma II
(Weaving SPUN 5 PT. SRI REJEKI ISMAN, TBK. GROUP)
Waktu : 14 Januari 2019 – 3 Maret 2019
Dengan nilai : A A- A/B B+ B B- B/C C+ C
C- C/D D+ D E

Yogyakarta, 27 November 2019


Dosen Pembimbing Akademik
Program Studi Teknik Industri
Departemen Teknik Mesin dan Industri
Fakultas Teknik UGM

I Gusti Bagus Budi Dharma, S.T., M.Eng., Ph.D.


NIP. 197908312010121004

vii
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KERJA PRAKTIK INDUSTRI DENGAN JUDUL

ANALISIS HUBUNGAN JUMLAH PUTUS BENANG PAKAN & PUTUS


BENANG LUSI PADA MESIN AIR JET LOOM TERHADAP CAPAIAN
PRODUKSI KAIN GREIGE DI PT. SENANG KHARISMA II (WEAVING
SPUN 5 PT. SRI REJEKI ISMAN, TBK. GROUP)

Disusun Oleh :

Dicky Haarits Zairul


15/385106/TK/43768

Dinyatakan telah disetujui dan disahkan oleh


Koordinator Kerja Praktik Teknik Industri

Yogyakarta, 27 November 2019


Koordinator Kerja Praktik Teknik Industri

Bertha Maya Sopha, S.T., M.Sc., Ph.D.


NIP. 19770811200212202

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat,
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktik di PT.
Senang Kharisma II (Departemen Weaving Spun 5 PT. Sri Rejeki Isman, Tbk.
Group) dengan judul “Analisis Hubungan Jumlah Putus Benang Pakan & Putus
Benang Lusi Pada Mesin Air Jet Loom Terhadap Capaian Produksi Kain Greige di
PY. Senang Kharisma II (Weaving Spun 5 PT. Sri Rejeki Isman, Tbk. Group)” ini
walaupun masih terdapat banyak kekurangan didalamnya.
Laporan kerja praktik ini disusun dengan tujuan sebagai kelengkapan
persyaratan kelulusan sarjana Strata Satu (S-1) program studi Teknik Industri,
Departemen Teknik Mesin dan Industri, Fakutas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak – banyaknya kepada setiap pihak
yang telah mendukung dan membantu selama proses Kerja Praktik di PT. Semen
Padang ini hingga laporan kerja praktik ini dapat selesai. Penulis berharap laporan
kerja praktik ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca serta memberikan
ilmu terkait pemodelan dan simulasi sistem.
Disamping itu penulis sadar bahwa pada laporan kerja praktik ini masih
terdapat banyak kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan laporan ini di waktu yang akan datang.
Demikian beberapa hal yang dapat penulis sampaikan, semoga laporan kerja
praktik ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan pembaca.

Sukoharjo, 27 Juli 2019

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR SURAT PERMOHONAN KERJA PRAKTIK ii
LEMBAR SURAT BALASAN PERUSAHAAN iii
LEMBAR SURAT PERINTAH KERJA PRAKTIK iv
LEMBAR PENGESAHAN DARI PERUSAHAAN v
LEMBAR PENILAIAN PERUSAHAAN vi
LEMBAR PENILAIAN DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK vii
LEMBAR PENGESAHAN viii
KATA PENGANTAR ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Asumsi dan Batasan Masalah 2
1.4 Tujuan Kerja Praktik 2
1.5 Manfaat Kerja Praktik 3
BAB II PROFIL PERUSAHAAN 4
2.1 Sejarah Perusahaan 4
2.2 Visi dan Nilai Dasar Perusahaan 5
2.3 Struktur Organisasi 6
BAB III SISTEM PRODUKSI PERUSAHAAN 9
3.1 Proses Produksi 9
3.2 Layout Produksi Weaving 23
BAB IV METODE KERJA 25
4.1 Waktu dan Lokasi Kerja Praktik 25

x
4.2 Alat Kerja Praktik 25
4.3 Data yang Dibutuhkan 25
4.4 Tahapan Kerja Praktik 26
BAB V PEMBAHASAN 27
5.1 Data untuk Analisis Kerja Praktik 27
5.2 Uji Normalitas Data 28
5.3 Korelasi 30
5.4 Uji Signifikansi Koefisien Korelasi (t-test & F-Test) 32
5.5 Regresi Linear 34
BAB VI PENUTUP 38
6.1 Kesimpulan 38
6.2 Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Data Putus Benang dan Capaian Target Produksi 27


Tabel 5.2 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi 31

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Logo Perusahaan 5


Gambar 2.2 Struktur Organisasi PT. Sri Rejeki Isman, Tbk. 7
Gambar 2.3 Struktur Organisasi PT. Senang Kharisma II 8
Gambar 3.1 Alur Produksi PT. Senang Kharisma II 9
Gambar 3.2 Bale Benang Cone 10
Gambar 3.3 Tepung Kanji Modifikasi untuk Tekstil 11
Gambar 3.4 Mesin Warping Karl Mayer 12
Gambar 3.5 Bagian Sisir dan Penggulung Benang Warping 13
Gambar 3.6 Beam Warping & Beam sizing 13
Gambar 3.7 Mesin Sizing 14
Gambar 3.8 Proses Reaching Manual 17
Gambar 3.9 Proses Tying 17
Gambar 3.10 Mesin Air Jet Loom 18
Gambar 3.11 Kain Greige Siap Kirim 22
Gambar 3.12 Layout Departemen Weaving 5 PT. SK. II 24
Gambar 4.1 Diagram Alir Kerja Praktik 25
Gambar 5.1 Hasil Uji Normalitas Variabel Capaian Target 29
Gambar 5.2 Hasil Uji Normalitas Variabel Weft Stop 29
Gambar 5.3 Hasil Uji Normalitas Variabel Warp Stop 30
Gambar 5.4 Hasil Uji Korelasi Parsial Seluruh Variabel 31
Gambar 5.5 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda 35
Gambar 5.6 Grafik Residuals vs Fits 36

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Mentah Mesin Looming AJL 41


Lampiran 2 Absensi Pembicara dan Peserta Seminar KP Maret 48

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


PT. Sri Rejeki Isman, Tbk atau biasa disebut Sritex, perusahaan yang dipilih
sebagai wadah melaksanakan Kerja Praktik, merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak di bidang industri tekstil dan produk tekstil. Sritex menghasilkan beberapa
produk seperti benang, kain greige, kain jadi dan produk tekstil garmen. Terdapat
beberapa departemen di Sritex yang dikelompokkan sesuai dengan jenis
operasinya, seperti departemen pemintalan (Spinning), pertenunan (Weaving),
finishing (dyeing & printing), cutting central, dan garmen. Kerja Praktik ini
dilaksanakan di salah satu anak perusahaan Sritex yang berfokus di pertenunan
yakni PT. Senang Kharisma II atau Departemen Weaving 5 Sritex.
Departemen weaving 5 memiliki target produksi yang tergolong cukup rendah
dibandingkan departemen weaving lainnya. Sritex sudah memiliki standar produksi
minimum harian untuk departemen weaving 5, seharusnya produksi yang
dihasilkan setiap harinya dapat memenuhi target yang telah ditentukan. Namun dari
data di lapangan, didapatkan output dari hasil produksi seringkali berada dibawah
target produksi. Salah satu dugaan penyebab dari rendahnya capaian target produksi
adalah adanya putus benang pakan yang tinggi baik short weft & long weft dan
putus benang lusi. Putus benang adalah kondisi dimana sebuah mesin tenun air jet
loom terpaksa harus berhenti karena terjadi putus benang pakan/lusi. Benang pakan
merupakan benang selebar kain yang dimasukkan secara melintang/menyilang pada
benang lusi (benang sepanjang kain). Putusnya benang pakan atau benang lusi dapat
disebabkan oleh kekuatan tarik benang tersebut dan mengharuskan operator untuk
memasang dan menyambung kembali benang pakan yang putus, sedangkan satu
operator harus mengoperasikan dan menjaga 12 mesin sehingga putus pakan dapat
meningkatkan waktu down mesin, terlebih apabila operator telat untuk mendeteksi
terjadinya putus benang pakan di salah satu mesin yang dia jaga. Untuk dapat

1
2

menciptakan peningkatan capaian target produksi setiap harinya, dalam kerja


praktik ini dilakukan analisa mengenai hubungan antara jumlah putus benang pakan
(short weft & long weft) dan benang lusi dengan capaian target produksinya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam laporan kerja
praktik ini adalah bagaimana hubungan antara jumlah putus benang pakan (short
weft & long weft) dan putus benang lusi dengan capaian target produksinya.

1.3 Asumsi dan Batasan Masalah


Asumsi yang digunakan dalam analisa ini yaitu:
1. Data yang digunakan adalah data produksi yang direkap oleh admin
Departemen Weaving 5 yang dianggap valid dan sesuai dengan kondisi
nyata dilapangan.
2. Data putus benang pakan dan putus benang lusi diambil secara langsung
oleh mahasiswa secara acak dari setiap 1 area kerja operator dengan jumlah
42 mesin.
3. Konstruksi kain yang dibuat diasumsikan sama di setiap mesin selama 7 hari
Batasan yang digunakan dalam analisa ini yaitu:
1. Analisa yang dilakukan dalam laporan ini terbatas pada Departemen
Weaving 5
2. Analisa yang dilakukan dalam laporan ini terbatas pada pengerjaan order di
bulan Januari 2019.

1.4 Tujuan Kerja Praktik


Tujuan kerja praktik ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jumlah putus
benang pakan (short weft & long weft) dan benang lusi (warp) dengan capaian target
produksinya serta peluang untuk meningkatkan capaian target produksi.
3

1.5 Manfaat Kerja Praktik


Manfaat dari kerja praktik ini adalah:
1. Memenuhi tugas mata kuliah Kerja Praktik di Program Studi S1 Teknik
Industri UGM.
2. Mengaplikasikan ilmu Teknik Industri yang didapatkan selama perkuliahan
kedalam kasus nyata yang dtitemukan di lapangan.
3. Memberikan saran perbaikan dari permasalahan yang ditemukan untuk
perusahaan terkait.
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan


Sejarah PT. Sri Rejeki Isman, Tbk atau Sritex dimulai dari tahun 1966 dengan
berdirinya perusahaan perdagangan produk tekstil tradisional bernama “Sri
Redjeki” yang didirikan oleh H.M. Lukminto. Pada tahun 1968 perusahaan “Sri
Redjeki” yang berbasis di Pasar Klewer, Solo tersebut melebarkan sayap dengan
membangun pabrik finishing (pencelupan) yang terletak di Baturono, Solo.
Perusahaan “Sri Redjeki” resmi berubah menjadi PT. Sri Rejeki Isman pada tahun
1978. Tahun 1982, Sritex melebarkan kembali sayapnya dengan membangun
pabrik pertenunan, dimana mulai tahun 1992 Sritex telah berekspansi dan mulai
mengintegrasikan berbagai lini produksi (spinning, weaving, finishing dan
garment) dalam satu atap. Seiring bertambahnya tahun, Sritex mulai mendapat
kepercayaan padar, dimana pada tahun 1994 Sritex dipilih untuk membuat seragam
militer untuk NATO dan tentara Jerman. Sritex telah terbukti ketangguhannya
dengan keberhasilan melalui sulitnya krisis finansial asia dan mampu bertumbuh
hingga 8 kali lipat dari perkembangannya tahun 1992. Pada tahun 2013, Sritex
mulai memasuki Bursa Efek Indonesia dengan kode saham SRIL, dimana hal
tersebut membuat Sritex resmi berubah menjadi PT Sri Rejeki Isman, Tbk.
Saat ini Sritex, Tbk telah menjadi produsen tekstil-garmen terintegrasi dengan
jumlah karyawan lebih dari 18 ribu karyawan. Sebagian besar operasi lahan
produksi Sritex, Tbk terletak di Sukoharjo dengan luas 79 hektar. Sritex telah
menjelma menjadi perusahaan modern dengan tenaga profesional dari dalam negri
maupun luar negri, dan telah mendapat kepercayaan dari pelanggan ritel seperti
H&M, Wallmart, K-Mart, dan Jones Apparel Group.
Logo perusahaan PT. Sri Rejeki Isman, Tbk. dan PT. Senang Kharisma II dapat
dilihat pada Gambar 2.1.

4
5

Gambar 2.1 Logo Perusahaan

2.2 Visi dan Nilai Dasar


2.2.1 Visi dan Misi
Visi yang dimiliki oleh PT. Sri Rejeki Isman, Tbk adalah :
“Menjadi produsen tekstil dan garmen terbesar, bereputasi paling baik dan
paling terpercaya.”
Misi yang dimiliki oleh PT. Sri Rejeki Isman, Tbk adalah :
1. Menghasilkan produk-produk paling inovatif sesuai dengan keperluan dan
kebutuhan pelanggan.
2. Menjadi perusahaan yang berorientasi pada keuntungan dan pertumbuhan
untuk kepentingan seluruh pemangku kepentingan.
3. Menyediakan dan memelihara lingkungan pekerjaan yang kondusif bagi
seluruh karyawan.
4. Memberikan kontribusi dan peningkatan nilai bagi masyarakat.

2.2.2 Trilogi
Trilogi yang dimiliki oleh PT. Sri Rejeki Isman, Tbk diantaranya:
1. Perusahaan adalah sawah ladang kita bersama.
2. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, hari esok harus lebih baik dari
hari ini.
3. Kita terikat sebagai keluarga besar Sritex yang mengutamakan persatuan
dan kesatuan.
6

2.2.3 Tridharma
Tridharma yang dijunjung oleh PT. Sri Rejeki Isman, Tbk adalah:
1. Melu Handarbeni (Ikut Merasa Memiliki)
2. Melu Hongrungkebi (Ikut Bertanggung Jawab)
3. Mulat Sariro Hangrosowani (Selalu Mawas Diri)

2.3.4 Budaya Kerja PT. Sritex


1. Kerjasama (Teamwork)
2. Inovasi (Innovative)
3. Unggul (Excellent)
4. Pro-aktif (Pro-active)
5. Tanggung Jawab (Responsibility)

2.3.4 Kebijakan Mutu (Quality Policy)


PT. Sri Rejeki Isman, Tbk adalah perusahaan tekstil-garmen terpadu yang
menghasilkan produk:
1. Sesuai dengan persyaratan pelanggan
2. Mengutamakan kepuasan pelanggan
3. Menyerahkan produk tepat waktu
4. Selalu melakukan perbaikan secara berkesinambungan

2.3 Struktur Organisasi


Organisasi tertinggi di PT. Sri Rejeki Isman, Tbk ditempati oleh Dewan
komisaris yang dikepalai oleh Hj. Susyana Lukminto. Dewan komisaris
berhubungan langsung dengan direktur utama yang membawahi lima direktur yaitu
Direktur Independen, Direktur Operasi, Direktur Keuangan, Direktur Pemasaran,
dan Direktur Produksi. Struktur organisasi PT. Sri Rejeki Isman, Tbk dapat dilihat
pada Gambar 2.2.
7

Gambar 2.2 Struktur Organisasi PT. Sri Rejeki Isman, Tbk. (Sritex, 2017)

Untuk kerja praktik ini, Penulis akan melakukan kerja praktik di PT. Senang
Kharisma II atau di Departemen Weaving Spun 5. Berikut adalah struktur organisasi
yang ada di Departemen Weaving Spun 5 PT. Senang Kharisma II yang terlampir pada
Gambar 2.3.
8

Gambar 2.3 Struktur Organisasi PT. Senang Kharisma II


BAB III
SISTEM PRODUKSI PERUSAHAAN

3.1 Proses Produksi


Departemen Weaving 5 atau PT. SK II merupakan satu dari 4 departemen utama
di Sritex yang berfokus pada pertenunan kain atau mengubah benang menjadi kain
greige. Weaving 5 terdiri atas beberapa proses produksi dimana setiap prosesnya
menggunakan jenis mesin yang berbeda serta cara kerja dan aktivitas yang berbeda
pula. Secara umum Departemen Weaving 5 terdiri dari beberapa tahapan proses
produksi dengan alur produksi yang dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Alur Produksi PT. SK II

9
10

Dari alur proses tersebut dapat dilihat bahwa keseluruhan rangkaian produksi
Weaving 5 terdiri dari 8 tahapan, namun secara garis besar proses utamanya terbadi
ke dalam 4 tahap, yaitu warping, sizing, looming & inspecting.

3.1.1 Bahan Baku Produksi


PT. SK II menggunakan bahan baku berupa benang sebagai bahan pembentuk
utama sebuah kain greige. Benang tersebut berasal dari divisi upstream di Sritex,
yakni departemen spinning atau pemintalan benang. Jenis benang yang digunakan
tergantung jenis order kain yang diberikan oleh PPIC Sritex pusat kepada PT. SK
II. Tercatat ada x jenis benang yang pernah digunakan PT. SK II seperti benang
rayon, cotton, polyester, fiber, dsb. Benang yang datang dari departemen spinning
ke sistem produksi weaving berbentuk berupa benang yang dililit pada sebuah cone
dengan panjang hingga 100.000 m per cone. Cone-cone dengan berat sekitar 1,95
kilogram per cone tersebut disusun menjadi 1 bale atau sekitar 217,724 kilogram
sehingga terdapat lebih dari 100 cone dalam satu dus bale dari Spinning. Contoh
benang cone dalam 1 bale dapat diliihat pada Gambar 3.2. Kemudian bale benang
tersebut akan melalui tahapan inspeksi dan sorting untuk memastikan benang cone
dalam 1 bale homogen dan tidak tercampur dengan jenis benang lainnya dengan
cara menggunakan sinar ultraviolet di ruangan/area tertutup. Namun kerap kali saat
di lapangan proses ini tidak dilakukan karena harus mengejar efisiensi mesin
penghanian/warping pada proses selanjutnya sehingga benang cone yang datang
akan langsung dipasang pada mesin penghanian.

Gambar 3.2 Bale Benang Cone


11

Bahan baku lainnya yang diperlukan adalah bubuk/tepung untuk adonan larutan
kanji. Benang-benang lusi atau benang sepanjang kain sebelum melalui proses
pertenunan dengan mesin berkecepatan tinggi harus direndam di larutan kanji
terlebih dahulu agar menambah kekuatan tarik benang tersebut sehingga tidak
mudah putus saat ditarik di mesin looming berkecepatan tinggi. Tepung kanji
tersebut tidak murni hanya kanji, namun sudah dicampur dengan berbagai macam
bahan penguat benang lainnya. Contoh tepung kanji dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Tepung Kanji Modifikasi untuk Tekstil

3.1.2 Proses Penghanian (Warping)


Benang cone yang telah melalui tahap inspeksi dan sorting kemudian akan
dipasang pada mesin warping untuk disatukan secara sejajar membentuk calon kain
tenun dengan arah benang sepanjang kain. Pada proses warping ini, terdapat tiga
mesin High Speed Direct Warping dan dua mesin Sectional Warping. Perbedaannya
adalah pada mesin direct warping mesin dapat memproses penghanian secara cepat
namun hanya dalam satu pola/warna, sedangkan pada sectional warping kecepatan
proses mesin lebih rendah karena memproses dua kali sectional namun dapat
menciptakan pola tertentu. Mesin yang biasa digunakan adalah Direct Warping
karena kecepatannya yang tinggi, kebutuhan kain greige yang hanya bermotif polos
dan mesin di PT. SK II merupakan salah satu mesin warping tercanggih dengan
brand Karl Mayer. Contoh mesin warping Karl Mayer dapat dilihat pada Gambar
3.4.
12

Gambar 3.4 Mesin Warping Karl Mayer


Bagian-bagian dari mesin warping adalah sebagai berikut:
1) Creel / Cone Stand
Creel berfungsi untuk menempatkan/memasang benang cone.
2) Tension set
Tension set berfungsi untuk mengatur tegangan pada benang saat proses
penggulungan.
3) Automotaic Break
Automotaic Break berfungsi untuk menghentikan mesin secara otomatis bila
terdapat benang putus saat proses penggulungan/penghanian.
4) Sisir ekspansi / pemisah
Sisir ekspansi berfungsi untuk mengatur atau memisahkan tiap helai benang
dan menguraikan benang selebar beam.
5) Roll penghantar
Roll penghantar berfungsi untuk menghantarkan serta member tegangan
penggulungan.
6) Press roll
Press roll berfungsi untuk menekan benang dan meratakan permukaan
gulungan.
7) Beam warping
Berfungsi sebagai wadah penggulungan benang hasil proses warping.
13

Alur proses pertama pada warping adalah pemasangan benang cone pada creel
berjumlah sesuai jenis konstruksi kain yang direncanakan. Selanjutnya, operator
akan menarik benang dari semua cone menuju bagian penggulung benang melalui
tension set dan automatic break sebagai alat pengatur tegangan dan pendeteksi
benang putus di mesin tersebut dan dicucuk pada sisir ekspansi/pemisah setiap
helainya dan diurai selebar beam warping. Bagian sisir dan penggulung benang di
mesin warping dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Bagian Sisir & Penggulung Benang Warping


Saat salah satu operator menyisir benang, ada operator lain yang
mempersiapkan beam warping untuk dipasang ke bagian penggulung sebagai
wadah penggulungan benang lusi. Contoh beam warping dapat dilihat pada Gambar
3.6.

Gambar 3.6 Contoh Beam Warping & Beam Sizing


Proses persiapan pemasangan benang ini membutuhkan waktu yang cukup lama
karena operator harus memasang setiap cone benang sebanyak 500-800 cone di
14

kedua sisi mesin. Keterbatasan jumlah operator juga menjadi isu utama karena
dalam satu shift kerja hanya ada 6-8 operator yang harus menangani 2-3 mesin
warping. Namun, proses pemasangan ini bisa dilakukan secara paralel saat mesin
warping tengah melakukan proses penghanian karena ada 2 sisi creel di setiap
sayap mesin sehingga total ada 4 sisi creel. Saat 2 sisi creel digunakan untuk proses,
2 sisi lainnya akan dipersiapkan benang cone. Hasil dari proses warping berupa
beam warping yang selanjutnya akan dilakukan proses penyatuan dengan beam
lainnya dan penganjian di larutan kanji.

3.1.3 Proses Penganjian / Sizing


Proses selanjutnya adalah penganjian / sizing. Jumlah helai benang 500-800
yang tersusun sejajar ke samping dalam sebuah beam warping tersebut tidaklah
cukup untuk membentuk sebuah kain, sehingga benang dari beam warping tersebut
akan disatukan hingga mencapai 3000-4000 helai didalam sebuah beam. Selain
disatukan, benang-benang tersebut akan dilewatkan kedalam larutan kanji. Proses
penganjian ini dilakukan agar benang tersebut mempunyai kekuatan tarik dan daya
tahan gesek lebih tinggi sehingga pada saat dilakukan proses di mesin high speed
air jet loom benang-benang lusi atau benang sepanjang kain tersebut tidak mudah
putus. PT. SK II memiliki 2 mesin sizing dengan teknologi mutakhir. Contoh proses
sizing dan penganjian dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Mesin Sizing


Mesin sizing memiliki bagian-bagian sebagai berikut:
1. Beam Stand : berfungsi sebagai tempat dudukan beam warping yang
15

kemudian akan berputar dan disatukan dari beberapa beam


warping menjadi satu beam sizing.
2. Size Box : berfungsi untuk menampung larutan kanji, merendam benang
dan memeras benang setelah direndam dalam larutan kanji.
3. Pengering : terdapat 10 silinder teflon yang berfungsi sebagai pengering
benang basah dengan lapisan anti lengket dan 6 silinder
stainless berfungsi untuk mengeringkan lebih lanjut.
4. Splitting Rod : tongkat yang berfungsi untuk memisahkan tiap helai benang.
5. Head Stock : terdiri dari sisir ekspansi yang berfungsi untuk menyebarkan
benang selebar beam sizing, roll penggulung, dan press roll
yang berfungsi untuk menekan gulungan benang agar
permukaan gulungan rata. Bagian ini mirip dengan head
stock di mesin warping.
Alur proses sizing dimulai dari penyusunan beam-beam warping ke atas beam
stand dibantu menggunakan katrol / crane. Kemudian benang dari setiap beam
warping akan diikat dengan sisa benang-benang dari proses sizing sebelumnya dan
ditarik menuju bagian size box. Proses ini biasa disebut dengan proses pancingan
karena memancing benang yang baru untuk ditarik dari bagian belakang (beam
stand) menuju bagian depan (head stock) menggunakan bantuan benang yang lama.
Bersamaan dengan proses pancingan, di sisi lain ada operator yang mempersiapkan
bahan pembuat cairan kanji kemudian dimasak ke dalam mixer sebelum dikirim ke
size box. Setelah proses pancingan selesai, maka akan dipasangkan beam sizing ke
bagian head stock. Benang mulai ditarik dan dicelupkan ke dalam cairan kanji,
kemudian melewati serangkaian proses pengeringan melalui silinder pengering.
Selanjutnya benang akan dilewatkan pada bahan wax yang berfungsi untuk
memberikan lapisan lilin pada permukaan benang dan kemudian dipisahkan tiap
beam warping pada splitting rod untuk mencegah benang lengket satu sama lain.
Selanjutnya benang akan tiba di bagian head stock dan tergulung langsung di beam
sizing.
16

3.1.4 Proses Reaching dan Tying


Setelah dari proses sizing yang menghasilkan beam sizing yang berisi benang
dengan jumlah mencapai 3000-4000 helai, terdapat dua kemungkinan proses yang
akan dilakukan, yakni proses reaching in dan proses tying. Jika pada suatu mesin
looming akan mengganti jenis konstruksi kain, maka harus dilakukan pencucukan
ulang atau reaching. Namun apabila mesin looming tersebut masih dengan
konstruksi yang sama atau setidaknya memiliki jumlah helai benang yang sama,
maka hanya perlu dilakukan penggantian beam sizing dan penyambungan benang
dengan mesin tying.
Proses reaching adalah proses memasukkan helai benang dari beam sizing ke
lubang dropper, gun, dan sisir yang sesuai dengan rencana desain konstruksi kain
tenun yang akan dibuat yang selanjutnya dicucuk pada lubang-lubang sisir. Proses
ini dapat dilakukan secara manual oleh operator atau menggunakan mesin. PT. SK
II hanya terdapat proses reaching secara manual sehingga akan ada dua operator di
setiap satu beam dengan pembagian tugas mencucuk dan menyisir benang. Contoh
alat reaching manual dapat dilihat pada Gambar 3.8 serta bagian-bagian pada alat
reaching manual adalah sebagai berikut.
1. Frame reaching-in
Alat penyangga kerja proses pencucukan.
2. Sepatu beam
Sepatu untuk menempatkan beam sehingga beam bisa diputar-putar dan akan
memudahkan operator drawing menarik/menggulung beam dari beam tersebut.
3. Drawing hook 4 mata kait.
Alat pengait benang agar benang dapat masuk ke lubang gun dan dropper.
4. Hook plate
Alat pengait benang agar benang dapat masuk ke lubang sisir.
17

Gambar 3.8 Proses Reaching Manual

3.1.5 Proses Tying


Proses Tying adalah proses penyambungan helai benang dari beam lama yang
sudah habis proses tenun disambung dengan helai benang dari beam baru untuk
dilanjutkan proses pertenunan dengan syarat konstruksi kain yang sama atau
setidaknya jumlah helai benang harus sama. Proses tying dilakukan menggunakan
mesin portable yang bekerja secara otomatis memisahkan setiak benang dan
menyambungkannya diatas meja mesin tying. Mesin ini dapat dipindahkan dan
digunakan untuk penyambungan di mesin looming lainnya. Contoh proses tying
dapat dilihat pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Proses Tying

3.1.6 Proses Looming (Proses Tenun)


Loom adalah proses menganyam atau menyilangkan benang-benag lusi dan
benang-benang pakan menjadi kain tenun. PT. SK II menggunakan mesin AJL atau
18

Air Jet Loom sebagai penopang utama produksi. Contoh mesin AJL dapat dilihat
pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10 Mesin Air Jet Loom


Mesin ini berbeda dari jenis mesin looming lainnya (seperti rapier, shuttle)
karena untuk benang pakan dapat digunakan langsung dari benang cone. Perbedaan
lainnya pendorong benang pakan pada mesin ini berupa angin bertekanan sehingga
mesin dapat bekerja lebih cepat dan jika terjadi putus benang pakan maka proses
penyambungannya akan sangat mudah dan cepat. Bagian-bagian dari mesin tenun
adalah:
1. Beam tenun / Beam sizing
Beam tenun berfungsi sebagai penggulungan benang lusi.
2. Back Roll
Back Roll berfungsi sebagai alat penghantar benang lusi.
3. Dropper
Dropper berfungsi sebagai otomatis lusi putus, apabila tejadi benang lusi putus
maka dropper akan jatuh dan mengenai dropper bar sehingga mesin berhenti.
4. Gun
Gun berfungsi sebagai pengatur naik turunnya benang lusi sesuai dengan
corak/anyaman sehingga benang lusi membentuk mulut lusi.
5. Sisir
Sisir berfungsi untuk merapatkan benang pakan, meratakan benang lusi dan
mengatur benang kain.
19

6. Ring Temple
Ring Temple berfungsi sebagai penjepit pinggiran kain agar kain tidak merosot
(menyempit)
7. Kain
8. Gandar kain/Rol Strip
Berfungsi sebagai alas penahan kain penghantar ke gulungan.
9. Rol kain Berfungsi sebagai menggulung kain.

Proses terbentuknya kain tenun dapat terjadi karena 5 gerakan pokok mesin
tenun yaitu:
1. Lett off motion (penguluran benang lusi)
Proses penguluran benang lusi bertujuan untuk memberi toleransi pada benang.
2. Shedding motion (pembukaan mulut lusi)
Proses pembukaan mulut lusi/membuat benang lusi sebagian dinaikan ke atas
dan sebagian diturunkan ke bawah, hingga benang lusi membentuk rongga mulut
lusi sesuai design anyaman yang diinginkan.
3. Picking motion (peluncuran benang pakan)
Proses meluncurkan benang pakan ke dalam rongga mulut lusi.
4. Beating motion (pengetekan benang pakan)
Proses pengetekan atau merapatkan benang pakan yang telah diluncurkan ke
arah pakan yang dilakukan dengan sisir.
5. Take up motion (penggulungan kain)
Proses penggulungan kain yang dilakukan oleh roll penggulung kain pick per
pick sesuai dengan bennag pakan yang diluncurkan.

Untuk mendapatkan hasil tenunan yang baik, mesin tenun juga didukung
dengan gerakan-gerakan yang membantu (auxiliary motion) yaitu:
1. Warp Stop Motion (Otomatis Lusi)
Gerakan memberhentikan mesin secara otomatis apabila benang lusi putus.
2. Weft stop Motion (Otomatis Pakan)
Gerakan memberhentikan mesin secara otomatis apabila benang pakan putus.
20

3.1.7 Proses Inspeksi & Grading


Proses inspeksi merupakan salah satu proses akhir dalam rangkaian proses
pertenunan di weaving 5 atau PT. SK II. Proses inspeksi di PT. SK II terdiri atas
beberapa proses berbeda, antara lain proses pemeriksaan kain greige dan perbaikan,
proses grading kain dan penimbangan kain. Proses inspeksi bertujuan untuk
memeriksa kebenaran spesifikasi kain yang terdiri dari kontruksi kain, lebar kain
dan lain-lain. Selain memeriksa, pada area proses inspeksi juga dilakukan perbaikan
cacat kain yang tidak fatal dan masih mungkin diperbaiki seperti karat dibersihkan
dengan cairan wash, slubs dicupit kemudian disisir. Proses selanjutnya adalah
mengklasifikasikan grade kain sesuai cacat kain yang terjadi dan menimbang berat
kain. Bagian inspeksi ini dapat memberikan informasi umpan balik ke bagian
pertenunan mengenai cacat dominan yang terjadi. Bila ditemui cacat yang melebihi
standart, maka pihak inspecting akan memberikan informasi kepada manajer
quality control atau ke bagian pertenunan.
Cacat pada kain greige umumnya dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Cacat Sub Minor
Cacat yang hampir tidak tampak dan tidak mempengaruhipenilaian angka
grading. Cacat yang termasuk dalam sub minor anatara lain snarl (benang
terpelintir ikut teranyam), slubs (benang menebal yang tampak), fly waste
(kotoran kotoran berupa benang atau serat kapas di udara yang ikut teranyam)
dan pakan akhir (benang pakan tebal yang letaknya di ujung lebar kain).
2. Cacat Minor
Cacat yang agak tampak dan mungkin mudah menyebabkan cacat kain
(pakaian). Cacat ini bisa diperbaiki. Beberapa contoh yang termasuk dalam
cacat minor yaitu:
a. Karat
b. Pakan dobel mesin
c. Pakan dobel pallet
d. Pakan dobel operator
e. Pakan tebal
f. Pakan renggang
21

g. Pakan renggang dobel


h. Putus lusi
3. Cacat Mayor
Cacat yang kelihatan atau sangat terlihat dan kebanyakan menyebabkan
kerusakan kain atau pakaian. Cacat ini tidak bisa diperbaiki. Perusahaan
memiliki kebijakan untuk cacat yang masuk dalam kriteria mayor yaitu
pemotongan kain sebatas terdapat cacat dalam kain tersebut tetapi pemotongan
tersebut tidak menyebabkan turun grade. Kebijakan kedua yaitu tetap
membiarkan cacat tetapi grade kain langsung turun. Beberapa contoh yang
termasuk dalam cacat mayor yaitu:
a. Rantas
b. Pakan kosong
c. Beda Ne (jenis benang)
d. Salah cucuk benang
e. Sumbi
f. Odolan
g. Tak teranyam
Dari jenis-jenis cacat diatas, bagian inspeksi kemudian akan melakukan grading
sesuai rumusan quality control yang telah ditentukan sebelumnya oleh perusahaan.
Rumus tersebut membandingkan total poin cacat yang diperoleh sebuah kain
dengan panjang kain. Rumus grade kain dapat dilihat pada Persamaan 3.1
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑜𝑖𝑛 𝐶𝑎𝑐𝑎𝑡
𝐺𝑟𝑎𝑑𝑒 𝐾𝑎𝑖𝑛 = (3.1)
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑎𝑖𝑛 (𝑚)
Dengan klasifikasi grade sebagai berikut:
A : 0,00 - 0,70
B : 0,71 – 0,90
C : 0,91 – 1,30
D : 1,31 – up
Hasil dari proses klasifikasi grade kain ini selanjutnya akan berpengaruh
terhadap harga jual kain, dimana umumnya grade C kebawah tidak laku di pasaran
22

sehingga di PT. SK II sendiri banyak menumpuk kain-kain grade C kebawah hasil


dari buruknya proses produksi beberapa tahun silam.

3.1.8 Proses Folding


Proses folding adalah proses terakhir dalam pertenunan sebelum kain greige
siap untuk dikirim ke pembeli atau ke gudang kain greige pusat di Sritex I. Proses
folding merupakan proses melipat kain greige menjadi bentuk persegi dengan
tujuan untuk mempermudah proses pengemasan dan pengiriman kain agar tidak
banyak space yang terbuang ketika diangkut menggunakan truk. Proses folding di
PT. SK II menggunakan mesin otomatis yang memiliki waktu proses cukup cepat,
dimana operator hanya perlu menata kain sesuai area mesin kemudian mesin akan
bergerak otomatis melipat kain tersebut menjadi tumpukan persegi.
Setelah mesin selesai melipat kain, kemudian kain akan diikat dengan tali oleh
operator. Tali yang digunakan memiliki warna atau jumlah yang berbeda sesuai
dengan grade kain agar mempermudah untuk membedakan kualitas grade kain saat
ditumpuk. Setelah diikat, kain akan ditumpuk di area penyimpanan sementara
sebelum kain dikirim ke gudang pusat Sritex atau ke pembeli. Contoh kain greige
siap kirim dapat dilihat pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11 Kain Greige Siap Kirim


23

3.2 Layout Produksi Weaving


Departemen Weaving 5 memiliki layout yang berbeda dengan departemen
weaving lainnya. Berikut adalah layout Departemen Weaving 5 atau PT. Senang
Kharisma II (PT. SK II) yang tertera pada Gambar 3.12.
24

Gambar 3.12 Layout Departemen Weaving 5 / PT. SK II


BAB IV
METODE KERJA

4.1 Waktu dan Lokasi Kerja Praktik


Kerja praktik ini dilaksanakan pada:
Waktu : 14 Januari 2019 – 28 Februari 2019
Tempat : Departemen Weaving 5 Sritex, PT. Senang Kharisma II
PT. Sri Rejeki Isman, Tbk.
Jalan K.H. Samanhudi No. 53 Sukoharjo, Jawa Tengah, 57511
Pelaksanaan kerja praktik berlangsung selama tujuh minggu dengan lima hari
kerja setiap minggunya (Senin – Jumat) pukul 07.00 – 15.00 WIB.

4.2 Alat Kerja Praktik


Alat yang digunakan dalam kerja praktik ini antara lain:
1. Laptop dan alat tulis
2. Software Microsoft Excel
3. Software Minitab

4.3 Data yang Dibutuhkan


Daya yang dibutuhkan untuk kerja praktik ini antara lain:
1. Data jumlah putus benang pakan dan putus benang lusi periode Januari 2019
2. Data capaian target produksi air jet loom sebenarnya periode Januari 2019
3. Data target produksi PT. SK II periode Januari 2019

25
26

4.4 Tahapan Kerja Praktik


Tahapan kerja praktik yang telah dilakukan disajikan dalam bentuk diagram alir
pada Gambar 4.1 berikut:

Gambar 4.1 Diagram Alir Kerja Praktik


BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Data untuk Analisis Kerja Praktik


Data yang digunakan dalam analisis kerja praktik ini berupa rata-rata persentase
capaian target produksi di PT. SK II, jumlah rata-rata terjadinya putus benang pakan
(weft stop) dan jumlah rata-rata terjadinya putus benang lusi (warp stop) di setiap
mesin. Data tersebut diambil dari 42 mesin air jet loom dengan rentang waktu
selama 7 hari dan setiap harinya terdapat tiga shift yang menghasilkan data berbeda-
beda. Data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Data Putus Benang dan Capaian Target Produksi
No. Mesin Capaian Target Weft Stop Warp Stop
AJL 1 70,00% 33 7
AJL-2 92,00% 31 9
AJL-3 91,00% 15 5
AJL-4 88,00% 23 4
AJL-5 78,00% 20 13
AJL-6 90,00% 15 8
AJL-7 56,00% 60 20
AJL-8 74,00% 26 4
AJL-9 87,00% 13 13
AJL-10 79,00% 50 8
AJL-11 90,00% 9 8
AJL-12 74,00% 26 4
AJL-13 76,00% 44 7
AJL-14 83,00% 34 4
AJL-15 88,00% 18 6
AJL-16 68,00% 29 15
AJL-17 76,00% 37 15
AJL-18 71,00% 38 6
AJL-19 85,00% 24 10
AJL-20 99,00% 31 9
AJL-21 87,00% 22 11

27
28

Tabel 5.1 Data Putus Benang dan Capaian Target Produksi (lanjutan)
No. Mesin Capaian Target Weft Stop Warp Stop
AJL-22 86,00% 26 14
AJL-23 84,00% 32 17
AJL-24 91,00% 31 13
AJL-25 81,00% 14 10
AJL-26 67,00% 33 15
AJL-27 63,00% 39 14
AJL-28 89,00% 13 10
AJL-29 90,00% 32 17
AJL-30 94,00% 24 4
AJL-31 82,00% 32 10
AJL-32 89,00% 51 5
AJL-33 81,00% 18 13
AJL-34 85,00% 19 9
AJL-35 78,00% 42 8
AJL-36 87,00% 31 7
AJL-37 83,00% 23 9
AJL-38 73,00% 36 11
AJL-39 83,00% 27 14
AJL-40 88,00% 22 15
AJL-41 88,00% 27 6
AJL-42 98,00% 23 4

5.2 Uji Normalitas Data


Untuk memenuhi syarat yang ditentukan sebelum analisis korelasi, regresi, uji
hipotesis dengan T-test dan F-test serta mengingat bahwa data yang didapat
merupakan data sekunder, maka perlu dilakukan pengujian normalitas data agar
analisis selanjutnya dapat dilanjutkan.
Uji normalitas data variabel capaian target menggunakan software Minitab 16
dengan metode Kolmogorov-Smirnov menghasilkan p-value sebesar 0,132 atau
lebih besar p>0,05, dimana apabila p-value lebih besar dari 0,05 maka terima H0.
H0 pada uji normalitas data menyatakan bahwa data terdistribusi secara normal.
Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Gambar 5.1.
29

Gambar 5.1 Hasil Uji Normalitas Variabel Capaian Target

Selanjutnya adalah uji normalitas data variabel weft stop menghasilkan p-value
sebesar >0,150 atau lebih besar p>0,05, dimana apabila p-value lebih besar dari
0,05 maka data dianggap terdistribusi secara normal. Hasil uji normalitas dapat
dilihat pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Hasil Uji Normalitas Variabel Weft Stop

Variabel terakhir yang akan dilakukan uji normalitas adalah variabel warp stop
yang menghasilkan p-value sebesar >0,150 atau lebih besar p>0,05, dimana apabila
p-value lebih besar dari 0,05 maka data dianggap terdistribusi secara normal. Hasil
uji normalitas dapat dilihat pada Gambar 5.3. Sebenarnya terdapat uji asumsi klasik
lainnya yang harus dilakukan seperti autokorelasi, multikolinearitas dan
sebagainya. Untuk uji asumsi klasik pendukung lainnya akan dibahas di bagian
regresi linear.
30

Gambar 5.3 Hasil Uji Normalitas Variabel Warp Stop

5.3 Korelasi
Setelah diketahui bahwa setiap variabel terdistribusi secara normal, maka dapat
dilakukan analisis selanjutnya. Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui apakah
terdapat hubungan linear antara variabel independent yakni jumlah putus benang
pakan dan benang lusi (warp stop & weft stop) terhadap capaian target produksinya
serta untuk mengetahui seberapa kuat hubungan tersebut. Uji korelasi
menghasilkan koefisien korelasi dengan rentang nilai -1 < x < +1. Apabila nilai
koreasi mendekati +1 atau -1 maka hubungan linear antar dua variabel semakin
kuat, sedangkan apabila nilai korelasi mendekati 0 menunjukkan bahwa hubungan
antar variabel yang lemah. Untuk simbol positif (+) dan negatif (-) menunjukkan
arah hubungan antara kedua variabel, dimana jika nilai positif menunjukkan
hubungan linear searah sedangkan nilai negatif hubungannya bertolak belakang.
Karena terdapat dua variabel predictor dan satu variabel response, maka akan
dilakukan uji korelasi secara parsial dan berganda. Uji korelasi parsial melihat hasil
koefisien korelasi antara masing-masing satu variabel predictor dengan variabel
response. Berbeda dengan uji korelasi parsial, uji korelasi berganda dilakukan
untuk melihat korelasi atau pengaruh seluruh variabel predictor secara
simultan/bersamaan terhadap variabel response-nya. Berikut adalah hasil uji
korelasi parsial menggunakan software Minitab 16 yang tersaji pada Gambar 5.4.
31

Gambar 5.4 Hasil Uji Korelasi Parsial Seluruh Variabel


Dari hasil tersebut didapatkan koefisien korelasi Capaian Target x Weft Stop
sebesar -0,517 dan koefisien korelasi Capaian Target x Warp Stop sebesar -0,348.
Berdasarkan tabel pedoman interpretasi koefisien korelasi oleh Sugiyono (2014),
hasil angka -0,517 menunjukkan bahwa terdapat korelasi sedang yang negatif
antara Capaian Target dengan Weft Stop. Sedangkan hasil korelasi Capaian Target
dengan Warp Stop dengan angka -0,348 menunjukkan terdapat korelasi rendah
yang negatif. Tabel pedoman interpretasi koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel
5.2.
Tabel 5.2 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi

Selanjutnya adalah analisis koefisien berganda untuk mengetahui hubungan


korelasi seluruh variabel predictor (Weft Stop & Warp Stop) secara simultan
terhadap variabel response (Capaian Target). Koefisien korelasi berganda dapat
dicari menggunakan persamaan 5.1.

2 2
𝑟𝑦.𝑥1 + 𝑟𝑦.𝑥2 − 2𝑟𝑦𝑥1 𝑟𝑦𝑥2 𝑟𝑥1𝑥2
𝑅𝑦.𝑥1.𝑥2 = √ (5.1)
1 − 𝑟𝑥1𝑥2
32

Keterangan :
Ry.x1.x2 : Koefisien korelasi berganda antara X1, X2, dan Y
Y : Variabel dependent
X1 : Variabel bebas X1
X2 : Variabel bebas X2
Ry.x1 : Koefisien korelasi antara Y dan X1
Ry.x2 : Koefisien korelasi antara Y dan X2

Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi berganda menunjukkan adanya


korelasi sedang yang negatif dengan didapatkannya koefisien korelasi berganda
sebesar 0,5897. Hal ini menunjukkan bahwa variabel predictor secara simultan
berkorelasi dengan kekuatan sedang terhadap variabel response-nya.

5.4 Uji Signifikansi Koefisien Korelasi (T-test dan F-test)


Koefisien korelasi yang telah didapatkan di analisis sebelumnya perlu dilakukan
pengujian signifikansinya. Uji signifikansi tersebut akan dilakukan secara parsial
(menggunakan T-test) dan secara simultan seluruh variabel predictor
(menggunakan F-test).
5.4.1 Uji Signifikansi Korelasi secara Parsial (T-test)
Untuk mengetahui signifikansi korelasi antara variabel Weft Stop dengan
Capaian Target serta variabel Warp Stop dengan Capaian Target, maka dilakukan
pengujian T-test dengan level signifikansi 0,05 (two tail). Rumus T-test menurut
Montgomery & Runger (2018) serta hipotesis yang digunakan dapat dilihat pada
persamaan 5.2.

H0 : tidak terdapat korelasi signifikan


H1 : terdapat korelasi yang signifikan
33

𝑅 √𝑛 − 2
𝑇0 = (5.2)
√1 − 𝑅2

Keterangan :
T0 : Nilai T hitung
R : Koefisien korelasi
N : jumlah data
Berdasarkan hasil perhitungan menggunkan rumus T-test, didapatkan nilai T0
untuk korelasi Weft Stop x Capaian Target sebesar 3,8199 dan nilai T0 untuk
korelasi Warp Stop x Capaian Target sebesar 2,3477. Berdasarkan tabel T-hitung
(Montgomery & Runger, 2018) dengan α = 0,05 dan degree of freedom = 42
didapatkan nilai Tα = 2,018. Karena nilai T0 untuk kedua uji signifikan koefisien
korelasi lebih besar daripada nilai Tα maka dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1
diterima. Jadi koefisien korelasi secara parsial baik weft stop maupun warp stop
yang ditemukan terdapat korelasi yang signifikan dengan variabel Capaian Target.

5.4.2 Uji Signifikansi Korelasi secara Simultan (F-test)


Untuk mengetahui signifikansi korelasi antara seluruh variabel predictor secara
simultan terhadap variabel response, dilakukan F-test menggunakan persamaan 5.3
dengan hipotesis awal & alternatif sebagai berikut.
H0 : tidak terdapat korelasi signifikan
H1 : terdapat korelasi yang signifikan
𝑅 2 /𝑘
𝐹ℎ = (5.3)
(1 − 𝑅 2 )/(𝑛 − 𝑘 − 1)

Keterangan :
Fh : Nilai F hitung
R : Koefisien determinasi
N : jumlah data
K : jumlah variabel independen
34

Berdasarkan hasil koefisien korelasi ganda yang telah dihitung sebelumnya,


dengan jumlah sample n = 42, maka nilai F hitung yang dihasilkan sebesar 40,284.
Sedangkan nilai F tabel dengan df pembilang atau k = 2 dan df penyebut atau (n-
k-1) = 39, dengan taraf kesalahan 5%, nilai F tabel yang ditemukan berdasarkan
tabel F oleh Montgomery & Runger (2018) adalah 3,24. F hitung lebih besar dari
F tabel (40,284 > 3,24), oleh karena itu maka H0 ditolak dan H1 diterima yang
menunjukkan bahwa koefisien korelasi ganda yang dihitung sebelumnya adalah
signifikan atau dapat diberlakukan untuk populasi tempat sampel tersebut.

5.5 Regresi Linear


Analisis selanjutnya adalah regresi linear. Regresi dilakukan untuk mengetahui
hubungan sebab-akibat dari variabel predictor dan variabel response serta dapat
memprediksi nilai dari variabel response terhadap setiap perubahan dari variabel
predictor. Karena terdapat lebih dari satu variabel predictor maka digunakan
regresi linear berganda atau multiple linear regression. Menurut Sugiyono (2014) :
“Analisis regresi linier berganda bermaksud meramalkan bagaimana keadaan
(naik turunnya) variabel dependen (kriterium), bila dua atau lebih variabel
independen sebagai faktor predictor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya).
Jadi analisis regresi berganda akan dilakukan bila jumlah variabel
independennya minimal 2”.
Hasil analisis regresi linear berganda dari variabel Capaian Target, Weft Stop
atau putus benang pakan dan Warp Stop atau putus benang lusi menggunakan
software Minitab 16 didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Gambar 5.5.
35

Gambar 5.5 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda


Sebelum membahas persamaan regresi linear yang didapatkan, harus diingat
terdapat syarat untuk terpenuhinya regresi linear yakni uji asumsi klasik yang
terpenuhi. Di pembahasan sebelumnya, uji normalitas data sudah dilaksanakan dan
terbukti normal untuk seluruh variabel. Selain uji normalitas, terdapat uji
multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.
36

5.5.1 Uji Multikolinearitas


Untuk membuktikan apakah terjadi multikolinearitas pada model regresi yang
dibangun dapat dilihat pada nilai VIF (variance inflation factor) pada hasil analisis
model regresi di software Minitab. Jika VIF < 5 maka tidak terjadi multikolinearitas
pada data tersebut. Dilihat dari output analisis Minitab diatas, dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi multikolinearitas pada data tersebut karena seluruh variabel
memiliki VIF < 5.

5.5.2 Uji Autokorelasi


Untuk melihat apakah terdapat autokorelasi pada data dapat dilihat melalui nilai
Durbin-Watson statistic dari output hasil analisis regresi linear Minitab diatas.Nilai
Durbin-Watson yang didapat sebesar 1,52486, dan 4-D = 2.47514. Sedangkan pada
tabel Durbin-Watson untuk n = 42, didapatkan dL = 1,40730 dan dU = 1,50608.
Karena nilai D > dU (1,52486 > 1,50608) dan nilai 4-D > dU (2,47514 > 1,50608)
maka nilai tersebut menyimpulkan tidak terdapat autokorelasi pada data.

5.5.3 Uji Heteroskedastisitas


Untuk melihat apakah terdapat gejala heteroskedastisitas pada data dapat dilihat
melalui grafik Residuals vs Fits for Capaian Target pada output hasil analisis regresi
di Minitab. Grafik Residuals vs Fits dapat dilihat pada Gambar 5.6 sebagai berikut.

Gambar 5.6 Grafik Residuals vs Fits


Data dikatakan tidak terdapat gejala heteroskedastisitas apabila persebaran pada
Residuals vs Fits nya tersebar secara merata dibawah maupun diatas dan tidak
membentuk pola terentu (acak).
37

5.5.4 Persamaan Regresi Linear Berganda


Dari hasil analisis regresi linear menggunakan Minitab diatas, didapatkan
persamaan regresi linear yang ditunjukkan pada persamaan 5.4.

Rata-rata capaian target = 0,992 - 0,00397 Weft Stop - 0,00572 Warp Stop
(5.4)

Persamaan diatas menunjukkan bahwa semakin besar jumlah terjadi putus benang
pakan (weft stop) dan putus benang lusi (warp stop) maka semakin besar penurunan
rata-rata capaian target produksinya. Bila diasumsikan capaian target produksi =
100%, maka jika terjadi satu kali putus benang pakan (weft stop) akan menurunkan
0,397% atau ± 0,4% capaian produksinya. Sedangkan jika terjadi satu kali putus
benang lusi (warp stop) akan menurunkan 0,572% capaian produksinya. Dengan
rata-rata terjadi putus benang pakan per harinya ±30 dan putus benang lusi ±10
maka angka yang terlihat kecil tersebut dapat menurunkan produksi harian yang
besar.
Selain itu, dari hasil analisis minitab tersebut dapat dilihat besaran R2 atau Rsq
atau koefisien determinasi sebesar 33,5% dimana angka tersebut menunjukkan
bahwa variabel Y (capaian target) dapat dijelaskan oleh seluruh variabel X (weft
stop & warp stop) secara simultan sebesar 33,5%. Sedangkan sisanya, yakni sebesar
66,5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Nilai S pada hasil analisis minitab merepresentasikan jarak rata-rata antara nilai
observasi dengan garis regresi, semakin kecil S maka semakin baik pula model
regersi tersebut untuk memprediksi nilai variabel response. Pada hasil perhitungan
didapatkan nilai S = 0,07769 dan hasil yang baik.
38

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Hasil analisis hubungan jumlah putus benang pakan dan benang lusi terhadap
capaian target produksinya dengan menggunakan analisis korelasi parsial
menunjukkan bahwa adanya hubungan linear yang negatif antara variabel jumlah
putus benang pakan dengan capaian produksi dengan koefisien korelasi -0,517.
Sedangkan untuk variabel putus benang lusi dengan capaian produksi juga memiliki
hubungan linear negatif dengan koefisien korelasi -0,348. Secara simultan, kedua
variabel predictor (jumlah putus benang pakan & benang lusi) tersebut juga
memiliki hubungan linear dan berpengaruh terhadap variabel response (capaian
produksi) dengan koefisien korelasi berganda 0.5897.
Hasil analisis menggunakan t-test secara parsial juga menunjukkan koefisien
korelasi parsial sebelumnya adalah signifikan, yakni antara setiap variabel
predictor dan variabel response. Selain itu, hasil f-test juga menunjukkan koefisien
korelasi ganda yang dihitung sebelumnya adalah signifikan atau dapat diberlakukan
untuk populasi tempat sampel tersebut. Setelah terbukti adanya korelasi dari setiap
variabel predictor baik secara parsial maupun simultan terhadap variabel response-
nya, selanjutnya dilakukan analisis regresi untuk dapat mengetahui persamaan
matematis yang dapat memprediksi nilai rerata capaian produksi dengan
dipengaruhi oleh semua variabel predictor secara simultan menggunakan analisis
regresi linear berganda (multiple linear regression). Didapatkan persamaan sebagai
berikut.
Rata-rata capaian produksi = 0,992 - 0,00397 Weft Stop - 0,00572 Warp Stop
Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa setiap terjadi satu kali weft stop
maka dapat menurunkan rata-rata capaian produksi sebesar 0,397% dan setiap
39

terjadi satu kali warp stop dapat menurunkan capaian produksi sebesar 0,572%.
Variabel response pada analisis regresi linear berganda ini mamput dijelaskan oleh
seluruh variabel predictor sebesar 33,5% dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak diteliti, serta memiliki nilai ketepatan prediksi yang cukup baik dengan
nilai S = 0,07769.

6.2 Saran
Hasil analisis menunjukkan adanya korelasi negatif antara putus benang pakan
dan putus benang lusi terhadap capaian produksi di air jet loom PT. SK II, sehingga
disarankan untuk:
1. Memperhatikan kualitas bahan baku benang y ang diterima untuk benang pakan.
2. Melakukan serangkaian uji kekuatan benang sebelum digunakan agar dapat
menyesuaikan dengan kecepatan air jet loom.
3. Memperhatikan kekuatan hasil benang lusi yang telah direndam pada larutan
kanji. Lihat juga apakah formula larutan kanji sudah sesuai agar kekuatan tarik
benang lusi semakin kuat.
4. Memperbaharui alat pendeteksi mesin down agar lebih terlihat dengan jelas dan
terang antara lampu merah (stop) dan lampu hijau (start) agar pekerja dapat
segera mendeteksi dengan cepat.
5. Melakukan penjadwalan produksi yang lebih baik untuk seluruh sistem produksi
di PT. Senang Kharisma II agar tidak ada proses yang harus berhenti karena
menunggu bahan dari proses sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Montgomery D.C., Runger G.C., 2018, Applied Statistics and Probability for
Engineers, 7th ed., Wiley, Hoboken.
Sritex, 2016, “Embracing The Spirit of Growing”, Sritex Annual Report 2016.
Sugiyono, 2014, Statistika Untuk Penelitian, 25th ed., Alfabeta, Bandung.

40
LAMPIRAN

48
42
43
44
45
46
47
Lampiran 2. Daftar Hadir Pembicara dan Peserta Seminar

48
49
50
51
52

Anda mungkin juga menyukai