Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

GANGGUAN KESEHATAN DAN DAYA KERJA

(Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Dasar K3 Kelas B)

Oleh:

Kelompok 6

Nama Anggota :

Veby Yanti Eka P 162110101014

Faridatul Kasanah 162110101061

FX Bintang H.R.S 162110101128

Savira Laksita M 162110101231

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas segala rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas
makalah ini yang berjudul Gangguan Kesehatan dan Daya Kerja.Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Dasar Ilmu Kesehatan dan
Keselamatan Kerja yang diampu oleh Bapak Kurnia Ardianyah A, S.KM,
M.KKK.di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember. Penyusunan
Makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari beliau oleh dan
dukungan dari berbagai pihak, karena itu penyusun menyampaikan banyak terima
kasihkepada :
1. Bapak Kurnia Ardianyah A, S.KM, M.KKK, selaku dosen pengampu mata
kuliah Dasar K3Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember, dan
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Tugas ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dan apa saja Gangguan
Kesehatan dan Daya Kerja itu. Dalam tugas ini mahasiswa dihadapkan pada suatu
kasus mengenai Gangguan Kesehatan dan Daya Kerja.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya.Saran konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Jember, 12 Oktober 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB 1 ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
1.1 Pendahuluan ............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 5
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 5
BAB 2 ................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 6
2.1 Faktor gangguan kesehatan dan daya kerja ............................................................. 6
2.2 Penyakit Akibat Kerja ................................................................................................ 8
Non Penyakit Akibat Kerja .......................................................................................... 9
2.3 IDENTIFIKASI PAK .................................................................................................... 10
Faktor Resiko ............................................................................................................. 10
Diagnosis Penyakit Akibat Kerja ................................................................................ 13
Pencegahan ............................................................................................................... 17
2.4 CACAT AKIBAT KERJA .............................................................................................. 20
Definisi Cacat............................................................................................................. 20
Identifikasi Cacat ....................................................................................................... 20
TABEL PERSENTASE SANTUNAN TUNJANGAN CACAD TETAP SEBAGIAN DAN CACAD-
CACAD LAINNYA ........................................................................................................ 22
PEMBAHASAN STUDI KASUS ................................................................................ 26
BAB 3 ............................................................................................................................. 28
PENUTUP ....................................................................................................................... 28
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 28
3.2 Saran ....................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 29
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 30

ii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Kesehata kerja merupakan suatu hal yang penting dan perlu diperhatikan
oleh pihak pengusaha. Karena dengan adanya kesehatan yang baik akan
menguntungkan karyawan secara material, karena karyawan akan lebih jarang
absen, bekerja dengan lingkungan yang lebih menyenangkan, sehingga secara
keseluruhan karyawan akan mampu bekerja lebih lama.
Menurut Mangkunegara (2004:161),kesehatan kerja menunjukkan pada
kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang
disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan merupakan faktorfaktor
dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan,
Lingkungan yang dapat membuat stress emosi atau gangguan fisik.
Definisi kesehatan kerja menurut WHO tahun 1950 adalah suatu upaya
untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahteraan fisik, mental dan
sosial yang setinggi-tingginya bagi semua pekerja pada semua pekerjaan dari
risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan
pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kapabilitas
fisiologi dan psikologi dan diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan manusia dan
setiap manusia terhadap pekerjaan.
Pada tahun 1995 WHO dan ILO mendefinisikan kesehatan kerja pada tiga
fokus yang berbeda, yaitu :
1. Pemeliharaan dan promosi kesehatan karyawan dan kapasitas kerja
2. Peningkatan lingkungan kerja dan pekerjaan yang kondusif terhadap K3
karyawan
3. Pengembangan, pengorganisasian kerja dan budaya kerja ke arah yang
mendukung kesehatan dan keselamatan di tempat kerja dan dalam
mengerjakan yang demikian itu juga meningkatkan suasana sosial yang
positif dan operasi yang lancar dan dapat meningkatkan produktivitas
perusahaan.

1
Kesehatan kerja menurut Flippo, dalam (Sibarani Mutiara, 2012:113),
kesehatan kerja di bagi menjadi dua, yaitu:
1. Phisical Health
a. Preplacement physical examinations (pemeriksaan
jasmaniprapenempatan)
b. Periodic physical examinations for all key personnel
(pemeriksanjasmani secara berkala untuk personalia)
c. Voluntary periodic physical examinations for all key personnel
(pemeriksan jasmani secara berkala secara sukarela untuk
personalia)
d. A well-equipped and staffed medical dispensary (klinik medis
yangmempunyai staf dan perlengkapan yang baik)
e. Availability of trained industrial hygienists and madecal
personnel (tersedianya personalia medis dan ahli hygiene
industry yang terlatih)
f. Systematic and preventive attention devoyed to industrial
stressesand strains (perhatikan yang sistematik dan prefentif
yang dicurahkan pada tekanan dan ketegangan industrial)
g. Periodic and systematic inspections of provisions
forpropersanitation (pemeriksaan-pemeriksaan berkala dan
sistematis ketentuan untuk sanitasi yang tepat)

2. Mental Health
a. Availability of psychiatric specialist and instructions
(tersedianyapenyuluhan kejiwaan dan psikiater)
b. Coorperation with outside psychiatric specialist and
instructions(kerja sama dengan spesialis dan lembaga-lembaga
psikiater dari luar organisasi)
c. Education of company personnel concerning the nature
andimportance of the mental health problem (pendidikan
personalia perusahaan sehubungan dengan hakikat dan
pentingnya masalah kesehatan mental)

2
d. Development and maintenance of aproper human relations
program(pengembangan dan pemeliharaan program hubungan
kemanusiaan yang tepat).
Pekerja pria dan pekerja wanita sama-sama mempunyai peran penting
dalam pembangunan nasional.Pekerja pria dan pekerja wanita dalam
menjalankan pekerjaannya memerlukan perhatian dan perlindungan agar
dapat mencapai hasil yang terbaik.Dalam pembangunan ketenagakerjaan perlu
dibina dan dikembangkan secara menyeluruh dan terpadu dan diarahkan
pada peningkatan kompetensi dan kemandirian pekerja, peningkatan
pengupahan, penjaminan kesejahteraan, perlindungan pekerja dan kebebasan
berserikat.
Peningkatan perlindungan, pemeliharaan, dan meningkatkan
kesejahteraanbagi pekerja sebagaimana diatur Pasal 27 ayat (2) UUD’45
yaitu “setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan, dan
dalam Pasal 28H ayat (3) mengatakan setiap orang berhak atas jaminan sosial
yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia
yang bermartabat.
Berdasarkan Pasal 86 dan Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang No.13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur bahwa :

Pasal 86 ayat (1) bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak


untuk
memperoleh perlindungan atas :
a. Keselamatan kerja
b. Moral dan kesusilaan dan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
Ayat (2) bahwa untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna
mewujudkan produktifitas kerja optimal diselenggarakan upaya keselamatan
kerja dan kesehatan kerja.

3
Ayat (3) perlindungan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan per-Undang-Undangan yang
berlaku.
Pasal 87 ayat (1) setiap perusahaan wajib menerapkan sistem
menejemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintergrasi dengan sistem
menejemen perusahaan.
Pasal-pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap pekerja yang bekerja di
suatu perusahaan harus dalam kondisi selamat dan sehat, bebas dari kecelakaan
kerja dan gangguan kesehatan (penyakit akibat kerja). Kesehatan kerja merupakan
sarana untuk menciptakan situasi kerja yang aman, nyaman dan sehat, ramah
lingkungan, sehingga dapat mendorong efisiensi dan produktifitas yang pada
gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak, baik bagi pengusaha
maupun pekerja.
Penyakit akibat kerja (Occupational Disease) adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan. Penyakit akibat kerja didefinisikan sebagai semua
kelainan/penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja atau pekerjaan.
Penyakit ini mempunyai penyebab secara spesifik atau mempunyai hubungan
yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu gen penyebab
yang sudah diketahui.
Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Work Related Disease)
adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab. Faktor pada pekerjaan
memegang peranan bersana dengan faktor risiko lainnya dalam perkembangan
penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.
Penyakit yang mengenai populasi pekerja (Occupational Disease/Dsease
Affecting Working Populations) adalah penyakit yang terjadi pada popuasi
pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat kerja, namun dapat diperberat oleh
kondisi pekerjaan yang buruk nagi kesehatan. Di beberapa negara istilah penyakit
akibat kerja, bukan penyakit akibat kerja dana penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan diberlakukan sama sebagai penyakit akibat kerja.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah faktor penyebab terjadinya gangguan kesehatan dan daya kerja?
2. Apa definisi penyakit akibat kerja dan Non-PAK?
3. Apa saja identifikasi PAK?
4. Apakah definisi dari cacat akibat kerja dan jenis-jenis cacat akibat kerja?

1.3 Tujuan
Tujuan Umum

Untuk mengetahui Gangguan Kesehatan dan Daya Kerja dalam Pekerjaan

Tujuan Khusus

1. Mengetahui faktor penyebab terjadinya gangguan kesehatan dan daya


kerja
2. Mengetahui definisi penyakit akibat kerja dan Non-PAK
3. Mengetahui identifikasi PAK
4. Mengetahui definisi dari cacat akibat kerja dan jeni-jenis cacat akibat
kerja

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor gangguan kesehatan dan daya kerja


Agar seorang tenaga kerja ada dalam keserasian yang optimal, yang berarti
dapat terjamin keadaan kesehatan dan produktifitas kerja setinggi-tingginya,
maka perlu ada keseimbangan yang menguntungkan dari faktor-faktor berikut ini
:

1. Beban Kerja

Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya.Beban yang dimaksud


adalah beban fisik, mentak dan sosial.Seorang pekerja berat, seperti pekerja-
pekerja bongkar dan muat barang di pelabuhan, memikul lebih banyak beban
fisik dari pada beban mental dan sosial.Sebaliknya seorang pengusaha, mungkin
tanggung jawabnya merupakan beban mental yang relatif jauh lebih besar.
Kesehatan kerja membantu mengurangi beban kerja dengan modifikasi cara
kerja atau perencanaan mesin serta alat kerja. Contoh sederhana ialah, beban
kerja akibat memikul atau menjinjing suatu barang dapat dikurangi dengan
penggunaan kereta dorong.
6
2. Beban tambahan akibat dari lingkungan kerja
Pekerjaan pada umumnya dapat untuk dilakukan dalam suatu lingkungan
atau situasi, sehingga akan berakibat beban tambahan pada jasmani serta rohani
tenaga kerja. Selanjutnya sebagai tambahan kepada beban kerja yang langsung
merupakan akibat pekerjaan sebenarnya. Berikut ini terdapat 5 faktor penyebab
beban tambahan :
a. Faktor fisik seperti: penerangan, suhu udara, kelembaban, dll;
b. Faktor kimia seperti : gas, uap, dll;
c. Faktor biologi seperti : tumbuhan dan hewan;
d. Faktor fisiologis seperti: sikap dan cara kerja;
e. Faktor mental-psikologis seperti : suasana kerja dan hubungan kerja antara
pekerja dan juga antar pengusaha.

Faktor-faktor tersebut dalam jumlah yang cukup dapat mengganggu daya kerja
seorang tenaga kerja, sebagai contohnya adalah :

a. Penerangan yang kurang menyebabkan kelelahan mata;


b. Kegaduhan mengganggu daya mengingat, konsentrasi pikiran;
c. Gas-gas debu diserap tubuh lewat pernafasan;
d. Sifat badan yang salah mengurangi hasil kerja dan timbul kelelahan.

Sebaliknya apabila faktor-faktor tersebut dicari kemanfaatannya dapat diciptakan


suasana kerja yang lebih serasi misalnya :

a. Penggunaan musik di tempat kerja;


b. Penerangan diatur penyebarannya;
c. Dekorasi warna di tempat kerja;
d. Bahan-bahan yang beracun dalam keadaan dikendalikan bahayanya;
e. Penggunaan suhu yang nikmat untuk bekerja;
f. Perencanaan mesin dan manusia dengan sebaik-baiknya.

7
3. Kapasitas kerja
Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu orang dengan orang
lainnya dan sangat tergantung kepada keterampilan, keserasian, keadaan gizi, usia,
dan ukuran tubuh. Semakin tinggi keterampilan kerja yang dimiliki seseorang, maka
semakin efisien badan dan jiwa bekerja, sehingga beban kerja menjadi relatif
sedikit.Kesegaran jasmani dan rohani adalah penunjang penting dalam produktifitas
seseorang dalam bekerja.Tingkat gizi seseorang, terutama bagi pekerja kasar dan
berat adalah faktor penentu derajat produktifitas kerjanya.

Mencegah Gangguan Pada Kesehatan dan Daya Kerja Berikut ini adalah beberapa
cara mencegah atau tindakan pencegahan terhadap gangguan-gangguan pada
kesehatan dan daya kerja, antara lain:

a. Substitution, yaitu mengganti bahan yang lebih berbahaya dengan yang kurang
berbahaya;
b. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak-banyaknya ke dalam
ruangan kerja agar kadar bahan berbahaya diencerkan;
c. Menggunakan local exhausters, seperti penghisap udara di tempat kerja agar
bahan-bahan yang membahayakan dihisap dan dialirkan keluar;
d. Isolasi, yaitu mengisolasi mesin yang sangat gaduh, agar kegaduhan yang
disebabkannya dapat berkurang;
e. Pakaian pelindung, misalnya :masker, kaca mata, sarung tangan, sepatu,
helmet;
f. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, agar pekerja mengetahui dan mentaati
peraturan-peraturan yang ditetapkan perusahaan;
g. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja kepada para pekerja secara
terus menerus, agar tenaga kerja tetap waspada dalam mengerjakan
pekerjaannya;

2.2 Penyakit Akibat Kerja


1. Penyakit akibat kerja (Occupational Disease).Penyakit akibat kerja
didefinisikan sebagai semua kelainan penyakit yang disebabkan oleh
8
lingkungan kerja atau pekerjaan.Penyakit ini mempunyai penyebab secara
spesifik atau mempunyai hubungan yang kuat dengan pekerjaan, umumnya
terdiri dari satu gen penyebab yang sudah diakui. Dibeberapa negara istilah
penyakit akibat kerja, bukan penyakit akibat kerja dan penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan diberlakukan sama sebagai akibat penyakit
kerja. Faktor risiko PAK antara lain: Golongan fisik, kimiawi, biologis atau
psikososial di tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja
merupakan penyebab yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit
akibat kerja. Faktor lain seperti kerentanan individual juga berperan dalam
perkembangan penyakit di antara pekerja yang terpajan.
2. Penyakit akibat hubungan kerja (Work Related Disease/ Disease Afeecting
Working Populatons). Penyakit akibat hubungan kerja adalah penyakit yang
mempunyai beberapa agen penyebab. Faktor akibat pekerjaan memegang
peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam perkembangan penyakit
yang mempunyai etiologi kompleks. Penyakit yang terjadi pada populasi
pekerjaan tanpa adanya agen penyebab di tempat kerja, namun dapat
diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan. Misal:
Penyakit Asma (keturunan) pada pekerja kayu dan bangunan penyebabnya
sensitisasi dari zat perangsang yang dikenal selama proses pekerjaan.
Hipertensi pada supir kendaraan yang selalu minum kopi agar tidak
mengantuk (kopi merupakan salah satu faktor pemicu/ yang memperberat
hipertensi).

Non Penyakit Akibat Kerja

Penyakit umum (General Disease). Penyakit umum adalah penyakit yang


mengenai atau menyebar pada masyarakat umum. Misal: AIDS (adquired
immunodeficiency syndrome) : penyakit yang menyerang sistem kekebalan
tubuh. Disebabkan oleh virus HIV (human immunodeficiency virus). Demam
berdarah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue yang
dibawa oleh nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus. Malariapenyakit
yang disebabkan oleh parasit plasmodium.
9
2.3 IDENTIFIKASI PAK

Faktor Resiko
Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya PAK adalah sebagai berikut:
1) Golongan fisik
a) Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai dengan
Non-induced hearing loss
b) Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan kulit
c) Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps, atau
hyperpyrexia. Sedangkan suhu udara yang rendah dapat mengakibatkan
frostbite, trenchfoot atau hypothermia.
d) Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease

10
e) Pencahayaan yang tidak cukup dapat mengakibatkan kelahan mata.
Pencahayaan yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan.

2) Golongan kimia
a) Debu dapat mengakibatkan pneumokoniosis
b) Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan keracunan
c) Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S
d) Larutan dapat mengakibatkan dermatitis
e) Insektisida dapat mengakibatkan keracunan

3) Golongan infeksi
a) Anthrax
b) Brucell
c) HIV/AIDS

4) Golongan fisiologis
Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap badan yang kurang baik,
salah cara melakukan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan kelelahan fisik
bahkan lambat laun dapat menyebabkan perubahan fisik pada tubuh pekerja.

5) Golongan mental
Dapat disebabkan oleh hubungan kerja yang tidak baik atau keadaan pekerjaan
yang monoton yang menyebabkan kebosanan.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-


01/MEN/1981 dan Keputusan Presiden RI No 22/1993 terdapat 31 jenis penyakit
akibat kerja yaitu sebagai berikut:
1. Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut
(silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya
merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.

11
2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu
logam keras.
3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu
kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
4.Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang
yang dikenal berada dalam proses pekerjaan.
5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan
debu organik
6. Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang beracun.
7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun.
8. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun.
9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun.
14. Penyakit yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun.
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon
alifatik atau aromatik yang beracun.
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
18.Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau
homolognya yang beracun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan
seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau homolognya yang
beracun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.

12
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan
seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya yang
beracun, amoniak, seng, braso dan nikel.
22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
23.Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang
persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi).
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang mengion.
26. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau
biologik.
27.Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak
mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut.
28.Kanker paru atau mesotelioma yang asbes.
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat
dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau
kelembaban udara tinggi.
31. Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.

Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No.: KEPTS.333/MEN/1989 tentang


Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja :

MEMUTUSKAN

13
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
TENTANG DIAGNOSIS DAN PELAPORAN PENYAKIT AKIBAT
KERJA.

Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:
(1) Penyakit akibat kerja adalah sebagaimana dimaksud dengan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja No. Per-01/Men/1981.

(2) Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja adalah pemeriksaan berkala dan khusus
sebagaimana dimaksud Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi No. Per-
02/Men/1980 dan penyakit akibat kerja yang diketemukan sewaktu penye-lenggaraan
kesehatan tenaga kerja.

Pasal 2
(1) Penyakit akibat kerja dapat diketemukan atau didiagnosis sewaktu dilaksanakan
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja;

(2) Dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) harus
ditentukan apakah penyakit yang diderita tenaga kerja merupakan penyakit akibat
kerja atau bukan.

Pasal 3
(1) Diagnosis penyakit akibat kerja ditegakkan melalui serangkaian pemeriksaan klinis
dan pemeriksaan kondisi pekerja serta lingkungannya untuk membuktikan adanya
hubungan sebab akibat antara penyakit dan pekerjaannya;

(2) Jika terdapat keragu-raguan dalam menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja oleh
dokter pemeriksa kesehatan dapat dikonsultasikan kepada Dokter Penasehat Tenaga

14
Kerja sebagaimana dimaksud Undang-undang N0. 2 tahun 1951 dan bila diperlukan
dapat juga dikonsultasikan kepada dokter ahli yang bersangkutan;

(3) Setelah ditegakkan diagnosis penyakit akibat kerja oleh dokter pemeriksa maka
dokter wajib membuat laporan medik.

Pasal 4
(1) Penyakit akibat kerja yang ditemukan sebagaimana dimaksud pasal 2 harus
dilaporkan oleh pengurus tempat kerja yang bersangkutan bekerja selambatlambatnya
2 x 24 jam kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja
melalui Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat;

(2) Untuk melaporkan penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) harus
menggunakan bentuk B2/F5, B3, 4/F6, B88/F7 sebagai dimaksud Surat Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. Kep-511/Men/1985 serta bentuk laporan sebagaimana
tersebut lampiran I dan II dalam Keputusan Menteri ini;

(3) Laporan medik tentang penyakit akibat kerja sebagimana dimaksud ayat (1)
disampaikan oleh pengurus kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat dalam
amplop tertutup dan bersifat rahasia untuk dievaluasi oleh dokter penasehat
sebagaimana dimaksud Undang-undang No. 2 tahun 1951.

Pasal 5
(1) Pelanggaran terhadap pasal 4 ayat (1) dari Keputusan Menteri ini diancam dengan
hubungan sebagaimana dimaksud pada pasal 15 ayat (2) Undang-undang No. 1 tahun
1970;
(2) Tindak pidana tersebut pada ayat (1) adalah pelanggaran.

Secara teknis penegakan diagnosis dilakukan dengan cara berikut ini:


1. Tentukan diagnosis klinis dengan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik
diagnostik dan pemeriksaan penunjang.
2. Tentukan pajanan terhadap faktor risiko dengan melakukan anamnesis mengenai
riwayat pekerjaan secara cermat dan teliti yang mencakup:

15
Kapan pertama kali bekerja, sudah berapa lama bekerja, apa yang dikerjakan,
bahan yang digunakan, informasi bahan yang digunakan (Material Safety Data
Sheet/MSDS), bahan yang diproduksi, jenis bahaya yang ada, jumlah pajanan, kapan
mulai timbul gejala, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri,
cara melakukan pekerjan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran (hobi) dan
kebiasaan lain (merokok, alkohol)
3. Membandingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja
a. Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat, tetapi pada saat
tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang atau hilang
b. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja
c. Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data penyakit
di perusahaan
4. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan :
a. Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik
b. Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinis
c. Dugan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan
laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
5. Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
a. Seperti pemeriksaan spirometri dan rontgen paru (pneumokoniosis-pembacaan
standar ILO)
b. Pemeriksaan audiometrik
c. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah atau urin
6. Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygiene perusahaan yang
memerlukan:
a. Kerja sama dengan tenaga ahli hygiene perusahaan
b. Kemampuan mengevaluasi faktor fisik dan kimia berdasarkan data yang ada
c. Pengenalan secara langsung sistem kerja, intensitas dan lama pemajanan

7. Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain.


a. Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinis,
kemudian dicari faktor penyebabnya di tempat kerja atau melalui pengamatan
(penelitian) yang relatif lebih lama
16
b. Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasihat (kaitan dengan
kompensasi)

Pencegahan

Menurut UU no 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, Pasal 8 :


(1) Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan
kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan
sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepadanya
Mengenai jenis pemeriksaan kesehatan kerja tertuang dalam Permenakertrans No.: Per-
02/MEN/1980 Tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan
Keselamatan Kerja, dimana jenis-jenis pemeriksaan kesehatan kerja terdiri dari :
1. Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja
Definisi : pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga
kerja diterima untuk melakukan pekerjaan. —–> Pasal 1
Tujuan : agar tenaga keria yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang
setinggi- tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga
kerja lainnya, dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukannya sehingga
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja lain-
lainnya juga dapat dijamin. ——> Pasal 2
Periode : Semua perusahaan sebagaimana tersebut dalam pasal 2 ayat (2) Undang-
undang No. 1 Tahun 1970 harus mengadakan Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja.
——> Pasal 2
2. Pemeriksaan kesehatan Berkala
Definisi : pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang
dilakukan oleh dokter. ——–> Pasal 1
Tujuan : untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga keria sesudah berada dalam
pekerjaannya serta menilai kemungkinan adanya pengaruh – pengaruh dari pekerjaan
seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan. ——> Pasal
3

17
Periode : Semua perusahaan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (2) tersebut di atas
harus melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-
kurangnya 1 tahun sekali kecuali ditentukan lain oleh Direktur Jenderal Pembinaan
Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja. ——> Pasal 3

3. Pemeriksaan Kesehatan Khusus


Definisi : pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap
tenaga kerja tertentu. ——–> Pasal 1
Tujuan : untuk menilai adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap
tenaga kerja atau golongan-golongan tenaga kerja tertentu. ——> Pasal 5
Periode : apabila terdapat keluhan- keluhan di antara tenaga kerja, atau atas
pengamatan pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja, atau atas penilaian
Pusat Bina Hyperkes dan Keselamatan dan Balai- balainya atau atas pendapat umum di
masyarakat. ——> Pasal 5
Pemeriksaan Kesehatan Khusus dilakukan pula terhadap:

1. tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan
perawatan yang lebih dari 2 (dua) minggu.
2. tenaga kerja yang berusia di atas 40 (empat puluh) tahun atau tenaga kerja wanita
dan tenaga kerja cacat serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu.
3. tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguan-gangguan
kesehatannya perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan.

Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit (five
level of prevention disease) pada penyakit akibat kerja, yakni:
a. Peningkatan kesehatan (health promotion). Misalnya: penyuluhan kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik,
pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan
kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual, konsultasi
tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik.
b. Perlindungan khusus (specific protection). Misalnya: imunisasi, hygiene perorangan,
sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja dengan

18
menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, kacamata kerja, masker, penutup
telinga (ear muff dan ear plug) baju tahan panas, sarung tangan, dan sebagainya.
c. Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik lemah
untuk mencegah terjadinya komplikasi.
d. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation). Misalnya: memeriksa dan
mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna
dan pendidikan kesehatan.
e. Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya: rehabilitasi dan mempekerjakan
kemali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba
menempatkan
keryawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai.

Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah PAK adalah sebagai
berikut:
1. Menyingkirkan atau mengurangi risiko pada sumbernya, misalnya menggantikan
bahan kimia yang berbahaya dengan bahan yang tidak berbahaya.
2. Mengurangi risiko dengan pengaturan mesin atau menggunakan APD.
3. Menetapkan prosedur kerja secara aman untuk mengurangi risiko lebih lanjut.
4. Menyediakan, memakai dan merawat APD
Dinegara berkembang termasuk Indonesia, laporan resmi tentang penyakit
akibat kerja sampai ssat ini masih sangat terbatas, dan data-data tentang penyakit akibat
kerja yang telah ada biasanya diperoleh dari lembaga pemerintah melalui berbagai studi
lapang.

19
2.4 CACAT AKIBAT KERJA

Definisi Cacat
Cacat adalah keadaan hilang, atau berkurangnya fungsi anggota badan yang secara
langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan
untuk menjalankan pekerjaan. Cacat dapat dibagi menjadi tiga yaitu cacat total, cacat
anatomis yang berarti keadaan hilang anggota anggota badan, cacat fungsi yang berarti
berkurangnya fungsi anggota anggota badan, dan anggota badan yang meliputi
bagian/organ tubuh seperti seperti tangan, kaki, hidung, telinga telinga, mata, kulit, alat
kelamin kelamin, paru, jantung jantung, usus, otak, dan sebagainya).

Identifikasi Cacat
BESARNYA JAMINAN KECELAKAAN KERJA
A. Santunan
1. Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) 4 bulan pertama 100% x
upah sebulan, 4 bulan kedua 75% x upah sebulan dan bulan seterusnya 50% x
upah sebulan.
2. Santunan Cacad :
a. Santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya dibayarkan secara
sekaligus (Lumpsum) dengan besarnya % sesuai tabel x 60 bulan upah.
b. Santunan cacad total untuk selama-lamanya dibayarkan secara sekaligus
(Lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya santunan adalah :
b.1 Santunan sekaligus sebesar 70% x 60 bulan upah.
b.2. Santunan berkala sebesar Rp. 25.000; (dua puluh lima ribu
rupiah) selama 24 (dua puluh empat) bulan.
c. Santunan cacad kekurangan fungsi dibayarkan secara sekaligus
(Lumpsum) dengan besarnya santunan adalah :% berkurangnya fungsi x %
sesuai tabel x 60 bulan upah.
3. Santunan Kematian dibayarkan secara sekaligus (Lumpsum) dan secara
berkala dengan besarnya santunan adalah :

20
a. Santunan sekaligus sebesar 60% x 60 bulan upah, sekurang-kurangnya
sebesar Jaminan Kematian.
b. Santunan berkala sebesar Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) selama
24 (dua puluh empat) bulan.
c. Biaya pemakaman sebesar Rp. 200.000.- (duaratus ribu rupiah).
B. Pengobatan dan perawatan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.
1. Dokter;
2. Obat;
3. Operasi;
4. Rontgen, Laboratorium;
5. Perawatan Puskesmas, Ramah Sakit Umum kelas I;
6. Gigi;
7. Mata;
8. Jasa tabib/sinshe/tradisonal yang telah mendapat ijin resmi dari instansi yang
berwenang.
Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk satu peristiwa kecelakaan tersebut pada B 1
sampai dengan B 8 dibayarkan maksimum Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
C. Biaya rehabilitasi berupa penggantian pembelian alat bantu (orthose) dan atau alat
pengganti (prothese) diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga
yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Profesor Dokter Suharso Surakarta dan
ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut.
D. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja.
Besarnya santunan dan biaya pengobatan/perawatan sama dengan A dan B.
E. Ongkos pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan kerja ke
Rumah Sakit diberikan penggantian biaya sebagai berikut :
1. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan darat/sungai maksimum sebesar
Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
2. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan laut maksimum sebesar Rp.
200.000,- (dua ratus ribu rupiah).
3. Bilamana hanya menggunakati jasa angkutan udara maksimum sebesar Rp.
250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

21
ITABEL PERSENTASE SANTUNAN TUNJANGAN CACAD TETAP SEBAGIAN DAN CACAD-
ICACAD LAINNYA.
.

MACAM CACAD TETAP SEBAGIAN : % x Upah

- Lengan kanan dari sendi bahu ke bawah : 40


- Lengan kiri dari sendi bahu ke bawah : 35
- Lengan kanan dari atau dari atas siku ke bawah : 35
- Lengan kiri dari atau dari atas siku ke bawah : 30
- Tangan kanan dari atau dari atas pergelangan ke bawah : 32
- Tangan kiri dari atau dari atas pergelangan ke bawah : 28
- Kedua belah kaki dari pangkal paha ke bawah : 70
- Sebelah kaki dari pangkal paha ke bawah : 35
- Kedua belah kaki dari mata kaki ke bawah : 50

- Sebelah kaki dari mata kaki ke bawah : 25


- Kedua belah mata : 70
- Sebelah mata atau diplopia pada penglihatan dekat : 35
- Pendengaran pada kedua belah telinga : 40
- Pendengaran pada sebelah telinga : 20
- Ibu jari tangan kanan : 15
- Ibu jari tangan kiri : 12
- Telunjuk tangan kanan : 9
- Telunjuk tangan kiri : 7
- Salah satu jari lain tangan kanan : 4
- Salah satu jari lain tangan kiri : 3
- Ruas pertama telunjuk kanan : 4,5
- Ruas pertama telunjuk kiri : 3,5
- Ruas pertama jari lain tangan kanan : 2
- Ruas pertama jari lain tangan kiri : 1,5
- Salah satu ibu jari kaki : 5

22
- Salah satu jari telunjuk kaki : 3
- Salah satu jari kaki lain : 2

CACAD-CACAD LAINNYA : % x Upah

- Terkelupasnya kulit kepala : 10 - 30


- Impotensi : 30
- Kaki memendek sebelah :
kurang dari 5 cm : 10
5 - 7,5 cm : 20
7,5 cm atau lebih : 30
- Penurunan daya dengar kedua belah telinga setiap 10: 6
desibel
- Penurunan daya dengar sebelah telinga setiap 10 desibel : 3
- Kehilangan daun telinga sebelah : 5
- Kehilangan kedua belah daun telinga : 10
- Cacad hilangnya cuping hidung : 30
- Perforasi sekat rongga hidung : 15
- Kehilangan daya penciuman : 10
- Hilangnya kemampuan kerja phisik
- 50% - 70% : 40
- 25% - 50% : 20
- 10% - 25% : 5
- Hilangnya kemampuan kerja mental tetap : 70
- Kehilangan sebagian fungsi penglihatan
Setiap kehilangan efisiensi tajam penglihatan 10% : 7
Apabila efisiensi penglihatan kanan dan kiri berbeda,
maka efisiensi penglihatan binokuler dengan rumus
kehilangan efisiensi penglihatan (3 x % ef. peng. terbaik)
+ % ef. peng. terburuk. Setiap kehilangan efisiensi tajam
penglihatan 10% : 7
Kehilangan penglihatan warna : 10
Setiap kehilangan lapangan pandang 10% : 7

23
Macam cacat tetap sebagian

1. Lengan kanan dari sendi bahu ke bawah;


2. Lengan kiri dari sendi bahu ke bawah;
3. Lengan kanan dari atau dari atas siku ke bawah;
4. Lengan kiri dari atau atas siku ke bawah;
5. Tangan kanan dari atau dari atas pergelangan ke bawah;
6. Tangan kiri dari atau dari atas pergelangan ke bawah;
7. Kedua belah kaki dari pangkal paha ke bawah;
8. Sebelah kaki dari pangkal paha ke bawah;
9. Kedua belah kaki dari mata kaki ke bawah;
10. Sebelah kaki dari mata kaki ke bawah;
11. Kedua belah mata;
12. Sebelah mata atau diplopia pada penglihatan dekat;
13. Pendengaran pada kedua belah telinga;
14. Pendengaran pada sebelah telinga;
15. Ibu jari tangan kanan;
16. Ibu jari tangan kiri;
17. Telunjuk tangan kanan;
18. Telunjuk tangan kiri;
19. Salah satu jari lain tangan kanan;
20. Salah satu jari lain tangan kiri;
21. Ruas pertama telunjuk kanan;
22. Ruas pertama telunjuk kiri;
23. Ruas pertama jari lain tangan kanan;
24. Ruas pertama jari lain tangan kiri;
25. Salah satu ibu jari kaki;
26. Salah satu jari telunjuk kaki;
27. Salah satu jari kaki lain.

24
Macam cacat-cacat lainnya

1. Terkelupasnya kulit kepala (cacat anatomis);


2. Impotensi(cacat anatomis atau cacat fungsi);
3. Kaki memendek sebelah: kurang dari 5 cm; 5 – 7,5 cm; 7,5 cm atau lebih (cacat
anatomis);
4. Penurunan daya dengar kedua belah telinga setiap 10 desibel (cacat fungsi);
5. Penurunan daya dengar sebelah telinga setiap 10 desibel (cacat fungsi);
6. Kehilangan daun telinga sebelah(cacat anatomis);
7. Kehilangan kedua belah daun telinga (cacat anatomis);
8. Cacat hilangnya cuping hidung (cacat anatomis);
9. Perforasi sekat rongga hidung (cacat anatomis);
10. Kehilangan daya penciuman (cacat fungsi);
11. Hilangnya kemampuan kerja fisik(cacat fungsi);
12. Hilangnya kemampuan kerja mental tetap(cacat fungsi);
13. Kehilangan sebagaian fungsi penglihatan; kehilangan efisiensi tajam
penglihatan; kehilangan penglihatan warna; kehilangan lapangan pandang (cacat
fungsi).

25
PEMBAHASAN STUDI KASUS

Untuk analisis studi kasus Buruh Rokok ini Cacat Kecelakaan Kerja Tanpa
Menerima Haknya adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dibahas dalam studi kasus tersebut?


Studi kasus tersebut membahas mengenai buruh rokok yang cacak akibat
kecelakaan kerja namun tanpa menerima haknya di PT Karya Bina
Sentosa (TOPAS), Karangploso, Kabupaten Malang.
2. Siapa yang mengalami kecelakaan kerja dalam kasus tersebut?
Yang mengalami kecelakaan kerja dalam kasus tersebut yaitu Mulyadi
(39), buruh di PT Karya Bina Sentosa (TOPAS), Karangploso, Kabupaten
Malang
3. Kapan kasus tersebut terjadi?
Kasus tersebut terjadi pada tanggal 20 Januari 2015
4. Di mana kasus tersebut terjadi?
di PT Karya Bina Sentosa (TOPAS), Karangploso, Kabupaten Malang
5. Mengapa Mulyadi memilih diam saat dia tidak mendapatkan haknya atas
kecelakaan kerja tersebut?
Tidak mendapatkan haknya, Mulyadi bukan memilih diam. Segala upaya
sudah dilakukan, menagih kepada perusahaan, meminta bantuan Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Malang, menulis surat
pengaduan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM),
hingga Polres Malang.
"Tapi semua tidak merespon, Disnaker sebagai fasilitator cenderung tidak
membantu secara maksimal, terbukti saya tetap dibiarkan begini," terang
dia.
26
Menurutnya, hanya satu keinginan agar biaya operasi bisa diberikan.
Agar dirinya tidak mengalami cidera berkepanjangan dan bisa
beraktivitas sebagai kepala rumah tangga. "Kata dokter harus dioperasi,
dulu pemilik perusahaan menyatakan sanggup membiayai. Tetapi entah
manajemen kok tidak mewujudkannya," keluh dia.
Dia menambahkan, 13 Oktober 2015 lalu, manajemen perusahaan
memaksa dirinya menandatangani surat persetujuan bersama yang isinya
menerima
kebijakan perusahaan. Di situ, Mulyadi diberikan haknya berupa gaji 100
persen untuk Januari sampai April 2015, untuk Mei hingga Agustus
hanya dibayar 75 persen dan untuk September sampai Desember 2015
hanya diberikan sebesar 50 persen dari gaji pokok senilai Rp 2 juta per
bulannya.
Pada surat itu juga dicantumkan perusahaan tidak sanggup membiayai
operasi dan hanya bisa mengganti sebesar Rp 7,5 juta. Mulyadi juga
diberikan uang tali asih sebesar Rp 5 juta. "Kalau ditotal hanya Rp 17,5
juta, sementara biaya operasi saya saja kata dokter sampai Rp 75 juta.
Terus saya dapat darimana uangnya," sesal Mulyadi.
Dia mengaku, ingin mencari langsung pemilik perusahaan yang dari dulu
sanggup membiayai semua biaya pengobatan. Dirinya khawatir, biaya
tersebut sudah diberikan, namun manajemen tidak membayarkan kepada
dirinya. "Saya takut uangnya ditilep. Pemiliknya dulu pernah bilang akan
dibiayai semua," ungkapnya.
6. Bagaimana solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kasus
tersebut?
 Perusahaan harus memaksimalkan standar keselamatan kerja dan
kesehatan para karyawan selain produkitivita dan keuntungan.
 Perusahaan harus menyediakan jaminan kesehatan pekerja
 Perusahaan harus bekerja sama dengan pihak terkait dalam bidang
asuransi kesehatan, seperti BPJS ketenagakerjaan
 Ketika ada kasus seperti kasus Mulyadi, perusahaan harus siap
dengan tunjangan atau pembiayaan rumah sakit seperti yang

27
disebutkan pada tabel santunan tunjangan pekerja cacat akibat
kecelakaan kerja
 Dan yang terpenting perusahaan harus memiliki alat pelindung
yang dipakai pekerja agar tidak terjadi kasus-kasus yang tidak
diinginkan

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan kerja merupakan suatu hal yang penting dan perlu diperhatikan oleh
pihk pengusaha.Adapun faktor gangguan kesehatan dan daya kerja meliputi beban
kerja, beban tambahan akibat dari lingkungan kerja, dan kapasitas kerja.Gangguan
kesehatan seperti cacat akibat kerja, cacat adalah keadaan hilang atu berkurangnya
fungsi anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang
atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan.

3.2 Saran
Kesehatan adalah hak asasi setiap orang dan merupakan investasi, juga
merupakan karunia Tuhan.Oleh karena itu, siapapun, kelompok manapun, di manapun
harus senantiasa memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Sujoso, A. D. (2012). Dasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja . Jember: UPT


Penerbitan UNEJ.

Harrington, J.M.2005.Buku Saku Kesehatan. Jakarta. EGC

Undang-undang No.1 tahun 1970

Permenakertrans No.: Per-02/MEN/1980

Peraturan pemerintah nomor 14 tahun 1993

Menteri Tenaga Kerja R.I. No.: KEPTS.333/MEN/1989

https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3049642/buruh-rokok-ini-cacat-kecelakaan-
kerja-tanpa-menerima-haknya

https://www.kamusbesar.com/daya-kerja

http://repository.uin-suska.ac.id/4270/3/BAB%20II%282%29.pdf

http://uajy.ac.id
29
http://www.e-jurnal.com/2014/11/pengertian-keselamatan-kerja.html

https://www.google.com/search?client=firefox-b-
ab&q=keppres+no+22+tahun+1993+tentang+penyakit+akibat+kerja&sa=X&ved=0ahU
KEwj7udjY_d3WAhXGVrwKHQwfBe4Q1QIIfygG&biw=1366&bih=635

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ua
ct=8&ved=0ahUKEwiZ4JDj-
d3WAhULwbwKHQIpBIoQFggtMAE&url=http%3A%2F%2Fdownload.portalgaruda.
org%2Farticle.php%3Farticle%3D428813%26val%3D3947%26title%3DPENYAKIT%
2520AKIBAT%2520KERJA%2520DAN%2520PENCEGAHAN&usg=AOvVaw1MK
VaRhxEnmzRTH8u8hNQC

LAMPIRAN

Buruh Rokok ini Cacat Kecelakaan Kerja Tanpa Menerima


Haknya

Foto: Muhammad Aminudin

Malang - Mulyadi (39), buruh di PT Karya Bina Sentosa (TOPAS), Karangploso,


Kabupaten Malang, cacat akibat kecelakaan kerja. Sejak kejadian 20 Januari 2015 lalu,
Mulyadi hanya bisa berbaring di atas tempat tidur karena tulang punggungnya patah.

Parahnya, selama dinyatakan sakit, Mulyadi tercatat sebagai karyawan ini tidak
menerima haknya. Diceritakan Mulyadi, sore itu dirinya tengah bekerja tidak seorang
diri melainkan bersama pegawai lain yang semuanya di bagian pengolahan tembakau.
Tugasnya sehari-hari mencatat stok bahan baku dari pengolahan untuk memenuhi
kebutuhan produksi.
30
Insiden terjadi ketika salah satu rekannya sedang memindahkan ratusan kilogram
tembakau menggunakan forklift, sebagai persiapan bahan baku untuk produksi rokok
besok paginya. Tumpukkan tembakau itu mendadak jatuh menimpa tubuhnya saat
dipindahkan.

"Kira-kira berat tembakau itu sekitar 250 kilogram tepat menimpa punggung saya.
Pasca kejadian saya tidak sadarkan diri, baru tahu beberapa jam kemudian berada di
sebuah klinik berobat," kata Mulyadi mengawali cerita saat ditemui wartawan di
rumahnya, Rabu (21/10/2015)siang.

Karena mengalami luka cukup serius, warga Jalan Raya Saptorenggo RT03/RW6, Desa
Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, ini harus menjalani rawat inap di
RS. Prima Husada selama satu pekan. "Kata dokter, saya harus menjalani operasi dan
biaya sekitar Rp 85 juta. Karena hasil diagnosa beberapa ruas tulang belakang saya
hancur akibat kecelakaan kerja itu," ujarnya.

Lantaran tidak mendapatkan perhatian dari perusahaan serta kendala biaya. Mulyadi
memutuskan untuk pulang paksa, meskipun rasa sakit masih dialami. "Saya hanya bisa
menahan rasa nyeri. Jaminan kesehatan tidak ada, meski saya berstatus karyawan.
Semua biaya berobat saya harus mengeluarkan sendiri," ungkapnya.

Penderitaan Mulyadi semakin bertambah ketika perusahaan tidak memiliki etikat untuk
membesuk atau membiayai pengobatan. Sejak kejadian hingga saat ini, Mulyadi tidak
mendapatkan hak sebagai karyawan tanpa alasan jelas. Padahal, sudah empat tahun
dirinya mengabdi di produsen rokok tersebut. "Tidak ada gaji, lah saya punya anak istri
dan kebutuhan membeli obat," tuturnya.

Tidak mendapatkan haknya, Mulyadi bukan memilih diam. Segala upaya sudah
dilakukan, menagih kepada perusahaan, meminta bantuan Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Malang, menulis surat pengaduan kepada Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), hingga Polres Malang.

"Tapi semua tidak merespon, Disnaker sebagai fasilitator cenderung tidak membantu
secara maksimal, terbukti saya tetap dibiarkan begini," terang dia.

Menurutnya, hanya satu keinginan agar biaya operasi bisa diberikan. Agar dirinya tidak
mengalami cidera berkepanjangan dan bisa beraktivitas sebagai kepala rumah tangga.
"Kata dokter harus dioperasi, dulu pemilik perusahaan menyatakan sanggup
membiayai. Tetapi entah manajemen kok tidak mewujudkannya," keluh dia.

31
Dia menambahkan, 13 Oktober 2015 lalu, manajemen perusahaan memaksa dirinya
menandatangani surat persetujuan bersama yang isinya menerima kebijakan
perusahaan. Di situ, Mulyadi diberikan haknya berupa gaji 100 persen untuk Januari
sampai April 2015, untuk Mei hingga Agustus hanya dibayar 75 persen dan untuk
September sampai Desember 2015 hanya diberikan sebesar 50 persen dari gaji pokok
senilai Rp 2 juta per bulannya.

Pada surat itu juga dicantumkan perusahaan tidak sanggup membiayai operasi dan
hanya bisa mengganti sebesar Rp 7,5 juta. Mulyadi juga diberikan uang tali asih sebesar
Rp 5 juta. "Kalau ditotal hanya Rp 17,5 juta, sementara biaya operasi saya saja kata
dokter sampai Rp 75 juta. Terus saya dapat darimana uangnya," sesal Mulyadi.

Dia mengaku, ingin mencari langsung pemilik perusahaan yang dari dulu sanggup
membiayai semua biaya pengobatan. Dirinya khawatir, biaya tersebut sudah diberikan,
namun manajemen tidak membayarkan kepada dirinya. "Saya takut uangnya ditilep.
Pemiliknya dulu pernah bilang akan dibiayai semua," ungkapnya.

HRD PT Karya Bina Sentosa Geneng Dwi Yoga saat dikonfirmasi mengaku, kasus
tersebut sudah dimediasi oleh Disnaker. Namun, dirinya enggan berkomentar lebih
banyak. "Saya no comment," tandasnya di ujung telepon.
(fat/fat)

32

Anda mungkin juga menyukai