CALON AHLI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA UMUM
(AK3U)
DIREKTORAT PENGAWASAN NORMA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DAN K3
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA i
TAHUN 2020
DAFTAR ISI
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.
Perlindungan atas keselamatan dan kesehatan merupakan hak bagi tenaga kerja
dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi
dan produktivitas nasional. Dengan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
tersebut diharapkan akan lebih menjamin kondisi lingkungan kerja yang aman dan
tenaga kerjaselalu dalam keadaan sehat, selamat dan sejahtera sehingga pada
akhirnya dapat mencapai suatu tingkat produktivitas kerja yang tinggi. Untuk mencapai
kondisi tersebut maka diperlukan upaya kesehatan kerja.
Upaya kesehatan kerja perlu dilaksanakan karena di tempat kerja terdapat faktor-
faktor risiko bahaya yang dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (1) Undang Undang No.1 Tahun
1970, bahwa pengurus perusahaan wajib untuk melaksanakan syarat-syarat
keselamatan kerja, dimana terdapat lebih dari 50 % merupakan syarat-syarat
kesehatan kerja. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja tersebut.
1
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
C. RUANG LINGKUP
2
BAB II
POKOK BAHASAN
3
Upaya kesehatan kerja mempunyai tujuan utama menciptakan tenaga kerja
yang sehat dan produktif. Dalam hal tujuan utama tersebut terdapat korelasi yang
erat antara derajat kesehatan tenaga kerja dengan produktivitas kerja. Apabila
tenaga kerja bekerja dengan beban pekerjaan yang dilakukan dengan cara dan
dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan kerja serta
dengan derajat kesehatan tenaga kerja yang baik akan dicapai efesiensi kerja dan
produktivitas kerja yang optimal.
Dalam usaha mencapai tujuan kesehatan tenaga kerja guna mendapatkan
tenaga kerja yang produktif dan mempunyai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya perlu dilaksanakan berbagai upaya antara lain melalui penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kerja.
a. Beban kerja:
Setiap pekerjaan merupakan beban dari pelakunya. Beban kerja tersebut
antara lain:
- Beban fisik; seperti pada mengangkat, memikul, menempa (pandai besi)
dan lain-lain.
- Beban mental; seperti pada manajer, pengusaha dan lain-lain.
Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam
hubungannya dengan beban kerja. Pada umumnya mereka hanya mampu
memikul beban sampai batas tertentu, efisiensi dan produktivitas kerja
sangat ditentukan oleh tingkat beban optimal seorang tenaga kerja. Untuk
mendapatkan tingkat yang optimal, perlu menempatkan tenaga kerja pada
pekerjaan yang tepat. Tepat atau tidaknya suatu penempatan ditentukan
oleh faktor-faktor yang ada pada tenaga kerja seperti bakat, kecocokan,
pengalaman pengetahuan, ketrampilan, motivasi dan lain sebagainya.
4
b. Beban tambahan dari lingkungan kerja :
Suatu pekerjaan pada umumnya dilakukan dalam suatu lingkungan atau
keadaan yang dapat memberikan beban tambahan pada jasmani atau rohani
tenaga kerja. Secara garis besar faktor-faktor lingkungan kerja yang dapat
mengganggu kesehatan tenaga kerja adalah:
- Faktor fisik dapat berupa; kebisingan, suhu/iklim, radiasi, tekanan
udara, penerangan, getaran.
- Faktor kimia berupa: gas dan uap, partikel / aerosol, debu, kabut, asap,
cairan, dll
- Faktor biologi dapat berupa; bakteri, virus, jamur, cacing, parasit, dll
- Faktor fisiologi ( Ergonomi )
- yaitu faktor yang mempengaruhi keserasian antara tenaga kerja dan
pekerjaannya (kontruksi mesin, sikap kerja dan cara kerja). Ketidak serasian
dari faktor di atas dapat menimbulkan kecelakaan kerja, sakit otot, sakit
pinggang, cedera punggung dan lain-lain.
- Faktor psikososial berupa :
Hubungan kerja yang kurang baik, sifat pekerjaan yang monoton, tak sesuai
bakat, kesejahteraan yang kurang dan lain-lain. Faktor ini selain akan
menurunkan produktivitas, juga dapat menimbulkan penyakit-penyakit
psikosomatik.
c. Kapasitas kerja:
Kapasitas kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh :
- ketrampilan
- kesegaran jasmani
- keadaan kesehatan
- tingkat gizi
- jenis kelamin
- umur
- ukuran-ukuran tubuh (antropometri).
Kapasitas kerja akan maksimal, apabila seluruh faktor-faktor diatas dalam
keadaan optimal dan serasi dengan pekerjaan yang dihadapi. untuk itu perlu
pembinaan terus menerus, untuk meningkatkan ketrampilan dan tingkat
kesehatan tenaga kerja.
5
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan para
pekerja dan selalu dalam keadaan sehat dan produktif perlu dilakukan upaya-upaya
kesehatan kerja yaitu :
a. Optimalisasi beban kerja.
b. Pengendalian lingkungan kerja :
c. Peningkatan kapasitas kerja
UNDANG-UNDANG
1. Undang-undang No. 3 tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi
Organisasi Perburuhan International Nomor 120 Mengenai Higiene Dalam
Perniagaan dan Kantor-kantor.
Undang-undang ini menjelaskan bahwa dalam Konvensi No. 120 secara
garis besar mengatur kebersihan, ventilasi, suhu, penerangan, persediaan air
minum, kakus, tempat mencuci, tempat tukar pakaian dalam tempat kerja.
Selanjutnya Konvensi ini hendak melindungi pekerja terhadap bahaya getaran
dan sebagainya.
Setiap badan, lembaga atau dinas pemberi jasa atau bagiannya yang
tunduk kepada konvensi ini, dengan memperhatikan besarnya dan
kemungkinan bahaya yang akan terjadi, maka harus melaksanakan P3K di
tempat kerja.
6
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan;
e. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
f. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
g. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
h. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
i. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan cara dan
proses kerjanya.
7
KEPUTUSAN PRESIDEN
Di dalam Peraturan Presiden ini diatur hak pekerja atas Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK) sampai dengan 3 tahun setelah hubungan kerja berakhir, dan
juga penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau
lingkungan kerja, meliputi jenis penyakit:
d. Spesifik lainnya.
PERATURAN MENTERI
8
3. Permenaker No. 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga
Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
9
7. Permennakertrans No. Per. 25/Men/2008 tentang Pedoman Diagnosis
dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
Peraturan Menteri ini mengatur tentang pedoman untuk dapat
mendiagnosis penyakit akibat kerja dan untuk menilai kecacatan karena
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, yang dibagi dalam bidang-bidang
disiplin ilmu kedokteran sehingga lebih mudah untuk diikuti dan digunakan
oleh berbagai pihak terutama dokter yang mengobati dan merawat tenaga
kerja.
10
KEPUTUSAN MENTERI
11
Menyediakan kantin untuk perusahaan yang mempekerjakan lebih dari
200
Mengacu pelaksanaannnya dengan PMP No. 7 tahun 1964 khususnya
yang termaktub dalam pasal 8.
12
4. OBYEK PENGAWASAN NORMA KESEHATAN KERJA
Pengawasan Kesehatan Kerja adalah serangkaian kegiatan pengawasan
dari semua tindakan yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan atas
pemenuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan atas objek pengawasan
kesehatan kerja.
Sedangkan objek pengawasan kesehatan kerja, yang harus diperhatikan
dan selalu dilakukan pembinaan dan pengawasan adalah:
a. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja.
b. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan diagnosis penyakit akibat kerja
c. Pelaksanaan P3K di tempat kerja yang meliputi Personil dan Fasilitas P3K
di tempat kerja.
d. Gizi kerja dan penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja (kantin dan
perusahaan katering pengelola makanan bagi tenaga kerja).
e. Personil bidang kesehatan kerja (dokter perusahaan, dokter pemeriksa
kesehatan tenaga kerja, paramedis perusahaan, petugas dan pengelola
perusahaan katering bagi tenaga kerja, petugas P3K)
f. Program pencegahan dan penanggulangan penyakit di tempat kerja (HIV -
AIDS dan P4GN).
13
disesuaikan dengan kondisi tempat kerja serta cara atau proses kerja yang dihadapi
tenaga kerja.
Sesuai dengan Permenakertrans No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja, menyatakan bahwa Pelayanan Kesehatan Kerja adalah suatu usaha
kesehatan yang dilaksanakan dengan tujuan :
a. Memberikan bantuan terhadap tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik
maupun mental terutama dalam penyesuaian dengan pekerjaannya
b. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari
pekerjaan atau lingkungan kerjanya
c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik tenaga kerja
d. Memberikan pengobatan, perawatan dan rehabilitasi terhadap tenaga kerja yang
menderita sakit.
Ruang lingkup Pelayanan Kesehatan Kerja tersebut di atas selaras dengan
kesehatan kerja menurut Joint committee ILO - WHO tahun 1995, yaitu : “Promosi dan
pemeliharaan derajat yang setinggi-tingginya dari kesehatan fisik, mental dan sosial dari
pekerja pada semua pekerjaan; pencegahan gangguan kesehatan pada pekerja yang
disebabkan oleh kondisi kerjanya, perlindungan pekerja dari risiko akibat faktor-faktor
yang mengganggu kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikologisnya, dan sebagai
kesimpulan adalah penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan penyesuaian setiap
manusia kepada pekerjaannya”.
1. DASAR HUKUM
a. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
b. Permennakertrans No. Per. 01/Men/1976 tentang . Peraturan Menteri Tenaga
Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor Per-01/Men/1976 tentang Kewajiban
Latihan Hygiene Perusahaan, Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter
Perusahaan.
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per-01/Men/1979
tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan, Kesehatan Dan Keselamatan
Kerja Bagi Tenaga Para Medis Perusahaan.
d. Permennakertrans No. Per. 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
e. Permennakertrans No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
14
f. Kepdirjen Binwasnaker No. 22 Th 2008 ttg Juknis Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan Kerja
2. PENGERTIAN/DEFINISI
a. Dokter Perusahaan : tenaga dokter yang bekerja untuk menjalankan higiene
perusahaan, keselamatan dan kesehatan kerja di suatau perusahaan.
b. Paramedis Perusahaan : tenaga dokter yang bekerja untuk menjalankan higiene
perusahaan, keselamatan dan kesehatan kerja di suatau perusahaan.
c. Dokter Pemeriksa Kesehatan Tenaga Kerja : dokter yang ditunjuk perusahaan
untuk melaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan telah
mendapatkan penunjukan dari Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan.
d. Pelayanan Kesehatan Kerja (Occupational Health Services) adalah suatu
pelayanan yang dilakukan untuk pencegahan, diagnosa, menangani
kecelakaan kerja atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan serta
pemberian rehabilitasi terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan atau
penyakit di tempat kerja.
15
9. Memberikan nasihat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja,
pemiihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan
makanan di tempat kerja
10. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja
11. Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai
kelainan tertentu dalam kesehatannya
12. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan ksehatan kerja kepada
perusahaan.
16
2) Pelayanan kesehatan kerja baik yang ada di perusahaan maupun di luar
perusahaan berbentuk lembaga yang mendapat pengesahan berupa Surat
Keterangan dari instansi di bidang ketenagakerjaan sesuai wilayah
kewenangannya.
3) Struktur lembaga pelayanan kesehatan kerja minimal meliputi :
Penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja,
Pelaksana pelayanan kesehatan kerja,
Petugas pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan kerja
4) Lembaga pelayanan kesehatan kerja yang ada di perusahaan menjadi bagian
atau terintegrasi dengan struktur kelembagaan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) yang ada di perusahaan misalnya Departemen K3, P2K3 atau
lembaga sejenis lainnya;
17
c. Syarat sarana dan prasarana penyelenggaraan pelayanan kesehatan Kerja
Sarana penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja disesuaikan dengan
jumlah tenaga kerja dengan sarana minimal sebagaimana tabel 1;
Tabel 1 : Sarana Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja di Perusahaan
2. Ruangan :
a. Ruang tunggu
b. Ruang periksa
c. Ruang/almari obat
d. Kamar mandi dan
WC
3. Peralatan medis :
a. Tensimeter dan
stetoskop
b. Termometer
c. Sarung tangan
d. Alat bedah ringan
(minor set)
e. Lampu senter
f. Obat-obatan
18
g. Sarana/Perlengkapan
P3K
h. Tabung oksigen dan
isinya
Catatan :
Sarana Dasar dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja adalah sarana
minimal yang harus dipenuhi, sedangkan sarana penunjang dapat disediakan sesuai
kebutuhan perusahaan.
19
Ketentuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja yang
diselenggarakan di dalam perusahaan :
20
Ketentuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja di luar perusahaan.
Tata cara penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja melalui kerja sama dengan
pihak di luar perusahaan
Kuratif,
Perusahaan dengan
A Preventif dan Promotif Rehabilitatif &
tingkat risiko tinggi
Rujukan
21
2. Jumlah tenaga kerja pembinaan dan
< 200 orang pengawasan kesehatan diberikan
kerja dan lingkungan kerja selama jam
minimal setiap 3 bulan kerja
sekali
Kuratif,
Perusahaan dengan
B Preventif dan Promotif Rehabilitatif &
tingkat risiko rendah
Rujukan
Catatan :
*) Bentuk kegiatan pembinaan kepada tenaga kerja :
pendidikan/pelatihan/penyuluhan tentang kesehatan kerja kepada tenaga kerja agar
memahami masalah kesehatan kerja khususnya yang berkaitan dengan risiko
kesehatan yang dialami terkait dengan pekerjaannya.
**)Pengawasan dan pembinaan lingkungan kerja :
melihat secara langsung kondisi lingkungan kerja dan memberikan masukan-masukan
dalam rangka perbaikan lingkungan kerja khususnya dalam rangka menurunkan risiko
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
22
Apabila dilihat dari fungsi dan manfaatnya, maka penyelenggaraan pelayanan
kesehatan kerja yang dilaksanakan sendiri oleh pengurus dalam bentuk poliklinik
perusahaan atau rumah sakit perusahaan merupakan cara yang lebih tepat, karena
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak luar kebanyakan hanya berupa
pengobatan (kuratif) saja, sedangkan fungsi preventif & promotif sering tidak
dilaksanakan.
23
ketenagakerjaan sesuai wilayah kewenangannya (Disnakertrans
Provinsi/UPTD/Korwil Pengawasan Ketenagakerjaan) dengan melampirkan :
1) Data perusahaan/instansi, personil dan sarana/prasarana penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kerja;
2) Struktur organisasi pelayanan kesehatan kerja;
3) Surat Penunjukan dokter penanggung jawab Pelayanan Kesehatan Kerja dari
perusahaan/instansi yang bersangkutan,
4) Surat pernyataan dokter penanggung jawab yang menyatakan akan mematuhi
peraturan perundangan di bidang kesehatan kerja (di atas materai Rp. 6.000,-
;
5) Salinan Surat Keputusan Penunjukan (SKP) Dokter Pemeriksa Kesehatan
Tenaga Kerja (yang dikeluarkan oleh Dirjen Binwasnaker) bagi dokter
penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja;
6) Persyaratan lain sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Pegawai pengawas ketenagakerjaan melakukan pemeriksaan administratif dan
pemeriksaan lapangan untuk membuat laporan sebagai bahan pertimbangan
kepala dinas/instansi ketenagakerjaan dalam menerbitkan surat keputusan
pengesahan Pelayanan Kesehatan Kerja.
c. Pelayanan kesehatan kerja yang telah memenuhi persyaratan diberikan Surat
Keterangan oleh kepala dinas/instansi ketenagakerjaan.
24
b. Program dan kegiatan pelayanan kesehatan kerja meliputi :
1) Upaya kesehatan promotif, misalnya :
- Pembinaan kesehatan kerja
- Pendidikan dan pelatihan bidang kesehatan kerja
- Pembinaan dan perbaikan gizi kerja
- Program olahraga di tempat kerja
- Penerapan ergonomi kerja
- Pembinaan gaya hidup sehat
- Program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS dan Narkoba di
tempat kerja
- Penyebarluasan informasi kesehatan kerja melalui penyuluhan dan media
KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi), dengan topik yang relevan.
2) Upaya kesehatan preventif, misalnya :
- Melakukan penilaian terhadap faktor risiko kesehatan di tempat kerja
(health hazard risk assesment) yang meliputi :
Identifikasi faktor bahaya kesehatan kerja melalui : pengamatan, walk
through survey, pencatatan/pengumpulan data dan informasi
kesehatan kerja
Penilaian/pengukuran potensi bahaya kesehatan kerja
Penetapan tindakan pengendalian faktor bahaya kesehatan kerja
- Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja (awal, berkala dan khusus)
- Survailans dan analisis PAK dan penyakit umum lainnya
- Pencegahan keracunan makanan bagi tenaga kerja
- Penempatan tenaga kerja sesuai kondisi/status kesehatannya
- Pengendalian bahaya lingkungan kerja
- Penerapan ergonomi kerja
- Penetapan prosedur kerja aman (SOP)
- Penggunaan APD yang sesuai
- Pengaturan waktu kerja (rotasi, mutasi, pengurangan jam kerja terpapar
faktor risiko dll);
- Program imunisasi
- Program pengendalian binatang penular (vektor) penyakit.
25
3) Upaya kesehatan kuratif, misalnya :
- Pengobatan dan perawatan
- Tindakan P3K dan kasus gawat darurat lainnya
- Respon tanggap darurat
- Tindakan operatif,
- Merujuk pasien dll.
4) Upaya kesehatan rehabilitatif, misalnya :
- Fisio therapi
- Konsultasi psikologis (rehabilitasi mental)
- Orthose/prothese (pemberian alat bantu misalnya : alat bantu dengar,
tangan/kaki palsu dll)
- Penempatan kembali dan optimalisasi tenaga kerja yang mengalami
cacat akibat kerja disesuaikan dengan kemampuannya.
- Rehabilitasi kerja.
26
dan melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangannya, termasuk
dalam memasuki tempat-tempat kerja untuk melakukan pemeriksaan-
pemeriksan dan mendapatkan keterangan-keterangan yang diperlukan.
27
C. PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA KERJA
1. DASAR HUKUM.
Peraturan perundangan yang terkait dengan pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja adalah :
a. pasal 8 Undang-undang No. 1 tahun 1970
b. Permennakertrans No. Per. 02/Men/1980
c. Permennakertrans No. Per. 03/Men/1982.
2. PENGERTIAN-PENGERTIAN:
a. Pemeriksaan kesehatan awal (sebelum kerja) adalah pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja
diterima untuk melakukan pekerjaan.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala (periodik) adalah pemeriksaan kesehatan
pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh
dokter.
c. Pemeriksaan kesehatan khusus adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu.
28
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dilakukan untuk memenuhi 2 kebutuhan
:
a. Untuk mendiagnosa dan memberikan terapi bagi tenaga kerja yang
menderita penyakit umum. Bagi negara-negara yang sudah maju, hal seperti
ini dilakukan oleh asuransi.
b. Untuk mengadakan pencegahan dan mendiagnosa penyakit akibat kerja serta
menentukan derajat kecacatan. Hal tersebut dilakukan oleh dokter pemeriksa
kesehatan tenaga kerja atau dokter yang mempunyai keahlian dibidang
kesehatan/kedokteran kerja.
29
pedoman pemeriksaan kesehatan berkaitan dengan jenis pemeriksaan kesehatan
yang harus didasarkan pada unit kerja dan faktor risiko yang ada di tempat kerja,
sehingga akan diketahui jenis pemeriksaan dan jumlah yang diperiksa.
Anamnese (interview).
Didalam anamnese perlu ditanyakan tentang :
riwayat penyakit, ditanyakan tentang semua penyakit yang diderita, kondisi
kesehatan yang dirasakan, riwayat perawatan di rumah sakit, riwayat
operasi, dan kebiasaan-kebiasaan seperti merokok, minuman keras dan
sebagainya
riwayat pekerjaan, ditanyakan tentang semua pekerjaan yang pernah
dilakukan dibagain apa saja, berapa lama dan apakah pernah diperiksa
kesehatannya
kecelakaan yang pernah diderita
umur
pendidikan
keadaan keluarga dan lain-lain.
30
panyakit pinggang
hernia
hepatitis/penyakit hati
ulkus peptikum
anemia, dll.
Pemeriksaan klinis :
Seperti pemeriksaan klinis untuk penyakit umum, hanya lebih
memperhatikan kemungkinan adanya pengaruh dari faktor-faktor dalam
lingkungan kerja.
pemeriksaan mental
keadaan kesadaran, sikap dan tingkah laku, kontak mental, perhatian,
inisiatif, intelegensia dan proses berfikir.
pemeriksaan fisik
fisik diagnostik dari seluruh bagian badan dengan inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi, pengukuran tekanan darah, nadi, pernafasan, tinggi badan,
berat badan, pemeriksaan ketajaman penglihatan, pendengaran,
perabaan, refleks, kesegaran jasmani.
Pemeriksaan Laboratorium rutin dan Rongent dada.
Untuk membantu menegakkan diagnosis (darah, urine, faeces).
Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaan.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk melihat dan menilai kondisi
kesehatan tenaga kerja dikaitkan dengan jenis dan sifat pekerjaan yang
akan dikerjakannya, misalnya; alergi test, spirometri test, buta warna dan
lain-lain.
31
Menderita sakit/ada kelainan :
- boleh bekerja pada kondisi kerja tertentu, seperti; kerja ringan saja,
kerja ditempat tak berdebu, tak ada kontak dengan bahan kimia dan
lain-lain.
- ditolak untuk bekerja :
ditolak permanen (tetap) atau ditolak sementara menunggu proses
pengobatan.
Pemeriksaan klinis :
Pemeriksaan klinis pada pemeriksaan kesehatan berkala, sama dengan
pemeriksaan kesehatan awal, dimana harus lebih memperhatikan
kemungkinan adanya pengaruh dari faktor-faktor dalam lingkungan kerja.
32
Pemeriksaan mental
Keadaan kesadaran, sikap dan tingkah laku, kontak mental, perhatian,
inisiatif, intelegensia dan proses berfikir.
Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik diagnostik dari dari seluruh bagian badan, khususnya
bagian badan yang mengalami kelainan/keluhan dengan metode inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi, pengukuran tekanan darah, nadi,
pernafasan, tinggi badan, berat badan, pemeriksaan ketajaman
penglihatan dan pendengaran.
Pemeriksaan laboratorium rutin (darah, urin dan faeces) dan rongent Dada.
Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaan.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai pekerja setelah melakukan
pekerjaan dan untuk menilai kemungkinan pemajanan faktor berbahaya di
lingkungan kerja. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti seperti;
spirometri test, pemeriksaan fungsi organ khusus, pemeriksaan
laboratorium khusus.
33
1) tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang
memerlukan perawatan yang lebih 2 (dua) minggu.
2) Tenaga kerja yang berusia diatas 40 tahun (empat puluh) tahun atau
tenaga kerja wanita dan tenaga kerja cacat serta tenaga kerja muda yang
melakukan pekerjaan tertentu.
34
“occupational diseases” mencakup penyakit yang diakibatkan sebagai akibat pajanan
faktor risiko yang timbul dari aktivitas pekerjaan (International labour organization
(ILO), 2010)
Dalam peraturan perundangan di Indonesia, terdapat 2 (dua) pengertian dari penyakit
akibat kerja, yaitu :
1) Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja:
”Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
dan/atau lingkungan kerja”
2) Permennaker No. 01/Men/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat
kerja : ”Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja".
Pengertian PAK secara murni disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan
kerja, dapat disebabkan oleh faktor tunggal dan dapat disebabkan oleh faktor
ganda dimana faktor-faktor penyebabnya semua berasal dari pekerjaan dan atau
lingkungan kerja (E.-A. Kim & Kang, 2013; Szeszenia-Da̧ browska & Wilczyńska,
2013)
35
2. JENIS PENYAKIT AKIBAT KERJA
a. Penyakit yang disebabkan pajanan faktor yang timbul dari aktivitas
pekerjaan
1) Faktor fisik
Faktor fisik misalnya karena suara yang tinggi/bising bisa menyebabkan
ketulian. Gangguan pendengaran sering terjadi akibat paparan kebisingan yang
tinggi. Kebisingan sangat tinggi dalam waktu singkat dapat memecahkan selaput
pendengaran (membrana tymphani), sedangkan paparan kebisingan dalam
jangka lama sering mengakibatkan kehilangan pendengaran (noise induced
hearing loss). Kehilangan pendengaran akibat bising dapat bersifat sementara
(temporary) yang masih dapat disembuhkan, dan dapat bersifat permanen yang
tidak dapat disembuhkan. Gangguan pendengaran lain akibat bising dapat berupa
telinga terasa berdenging (tinitus). Gangguan pendengaran yang belum
permanen dapat disembuhkandengan memindahkan pekerja ke tempat kerja
yang tidak/kurang bising. Tanda-tanda gangguan pendengaran akibat bising
antara lain dini ialah kesulitan untuk mengikuti percakapan di tempat yang ramai
dan tidak menyukai percakapan orang banyak.
Temperatur/suhu yang tinggi (ekstrim) dapat menyebabkan berbagai keluhan
dan penyakit mulai dari yang ringan sampai berat misalnya; hyperpireksi, heat
cramp, heat exhaustion, heat stroke, yang hal ini diakibatkan oleh keluarnya cairan
tubuh dan elektrolit yang berlebihan dari tubuh tenaga kerja. Faktor fisik lain
adalah radiasi sinar elektromagnetik (visible light, infra merah, termasuk laser)
misalnya; sinar infra merah menyebabkan katarak, ultra violet menyebabkan
conjungtivitis. Udara bertekanan atau udara yang didekompresi menyebabkan
Caisson's Disease, penerangan mempengaruhi daya penglihatan dan penyakit
yang disebabkan oleh getaran antara 20 - 400 Hz atau kelainan pada otot, tendon,
tulang, sendi, pembuluh darah tepi atau saraf tepi misalnya Reynaud's disease
atau vibration white finger (penyempitan pembuluh darah). Penyakit yang
disebabkan oleh faktor fisika lain yang tidak disebutkan di atas, di mana ada
hubungan langsung antara paparan faktor fisika yang muncul akibat aktivitas
pekerjaan dengan penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara
ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat.
36
2) Faktor Kimia
Penyakit yang disebabkan oleh faktor kimia, mencakup 38 jenis PAK akibat
bahan kimia spesifik, ditambah dengan penyakit yang disebabkan oleh bahan
kimia lain di tempat kerja di luar 38 jenis tersebut, di mana ada hubungan langsung
antara paparan bahan kimia dan penyakit yang dialami oleh pekerja yang
dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat.
Di dalam berbagai jenis industri misalnya industri pupuk, pestisida, kertas,
pengolahan minyak, gas bumi, obat-obatan dan lain sebagainya, banyak
mempergunakan bahan kimia sebagai bahan baku maupun bahan pembantu dan
atau memproduksi bahan kimia yang langsung dipakai oleh masyarakat.
Penggunaan bahan kimia tersebut berpotensi menimbulkan bahaya kesehatan
misalnya iritasi dan keracunan. Dilaporkan terdapat 70% penyakit akibat kerja
disebabkan oleh bahan kimia yang yang masuk melalui pernafasan, kulit maupun
termakan. Bahan kimia tersebut dapat berupa zat padat, cair, gas, uap maupun
partikel. Masuknya bahan kimia ke dalam tubuh dapat secara akut maupun kronis.
Keracunan akut sebagi akibat absorbsi bahan kimia yang dalam jumlah besar dan
waktu yang pendek dapat berupa keracunan gas, karbon monoksida (CO), asam
cianida (HCN). Reaksi iritasi non-alergi dapat ditimbulkan oleh chlor dan
formaldehid.
Gagal ginjal akut dapat terjadi akibat paparan dengan uap logam (cadmium,
merkury, timah hitam), pelarut organik dan pestisida. Carbon tetrachloride dan
berbagai bahan pelarut lainnya dapat menimbulkan kerusakan jaringan ginjal
(nefron) dan gagal ginjal kronik.
Gangguan kesuburan (infertilitas), keguguran dan kelainan janin/fetus kadang
dapat terjadi oleh bahan dalam lingkungan kerja. Kerja fisis selama hamil, paparan
radiasi mengion, timah hitam (pada pria dan wanita), merkuri organik (pada
wanita) dapat menimbulkan gangguan reproduksi.
Meskipun jarang, bahan toksik di lingkungan kerja dapat menimbulkan
berbagai gangguan hematologik. Kolik abdominal (kejang perut), paralisis saraf
motoris (kelumpuhan) dan anemia dapat terjadi oleh paparan uap Pb di atas 40ug/
100 ml.
Pada pekerja yang terpapar dengan karbon disulfida dan viscose rayon,
ditemukan peningkatan kematian oleh penyakit jantung koroner. Resiko tinggi
nyeri dada akibat jantung (angina) dan kematian jaringan jantung (infark myocard)
ditemukan pada pekerja yang terpapar dengan nitrat seperti gliceryl trinitrat dan
37
ethyline glycol dinitrate, misalnya pada manufaktur bahan peledak dan obat-
obatan. Paparan dengan bahan pelarut organik halogen seperti trichloroethyline
dapat menimbulkan kematian mendadak akibat fibrilasi ventrikel.
3) Faktor Biologi.
Berbagai Faktor biologi misalnya virus, bakteri, parasit, cacing, jamur dan lain-
lain, dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. Dilaporkan adanya pekerja yang
menderita penyakit malaria, filariasis pada pekerja di lapangan, penyakit hepatitis.
Tuberkulosis, virus hepatitis dan Human Immunodeficiency Virus pada petugas
kesehatan dan lain-lain. PAK akibat faktor biologi antara lain brucellosis pada
peternak dan dokter hewan, tetanus, sindrom toksik atau inflamasi yang berkaitan
dengan kontaminasi bakteri atau jamur, anthrax, leptospira.
Penyakit yang disebabkan oleh faktor biologi lain di tempat kerja yang tidak
disebutkan di atas, di mana ada hubungan langsung antara paparan faktor biologi
yang muncul akibat aktivitas pekerjaan dengan penyakit yang dialami oleh pekerja
yang dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat, misal :
Covid-19 dan infeksi kuman Legionella. Covid-19 termasuk salah satu potensi
PAK akibat faktor biologi yang dapat dibuktikan dengan tes PCR dan tracking
riwayat kontak dan jenis pekerjaannya. Pekerja di ruangan ber AC dilaporkan
dapat menimbulkan infeksi kuman Legionella yang dapat menimbulkan
pneumonia (radang paru-paru). Infeksi kuman leptospira dapat terjadi pada petani
dan sering menimbulkan kematian akibat gagal hepatorenal
38
h) alveolitis alergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organik atau aerosol yang terkontaminasi dengan mikroba,
yang timbul dari aktivitas pekerjaan;
i) penyakit paru obstruktif kronik yang disebabkan akibat menghirup debu batu
bara, debu dari tambang batu, debu kayu, debu dari gandum dan pekerjaan
perkebunan, debu dari kandang hewan, debu tekstil, dan debu kertas yang
muncul akibat aktivitas pekerjaan;
j) penyakit paru yang disebabkan oleh aluminium;
k) kelainan saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh sensitisasi atau iritasi
zat yang ada dalam proses pekerjaan; dan
l) penyakit saluran pernafasan lain yang tidak disebutkan di atas, di mana ada
hubungan langsung antara paparan faktor risiko yang muncul akibat aktivitas
pekerjaan dengan penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara
ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat.
2) Penyakit kulit
a) Dermatosis kontak alergika dan urtikaria yang disebabkan oleh faktor
penyebab alergi lain yang timbul dari aktivitas pekerjaan yang tidak termasuk
dalam penyebab lain;
b) Dermatosis kontak iritan yang disebabkan oleh zat iritan yang timbul dari
aktivitas pekerjaan, tidak termasuk dalam penyebab lain; dan
c) Vitiligo yang disebabkan oleh zat penyebab yang diketahui timbul dari aktivitas
pekerjaan, tidak temasuk dalam penyebab lain.
39
g) carpal tunnel syndrome karena periode berkepanjangan dengan gerak repetitif
yang mengerahkan tenaga, pekerjaan yang melibatkan getaran, posisi ekstrim
pada pergelangan tangan, atau 3 (tiga) kombinasi di atas; dan
h) penyakit otot dan kerangka lain yang tidak disebutkan diatas, dimana ada
hubungan langsung antara paparan faktor yang muncul akibat aktivitas
pekerjaan dan penyakit otot dan kerangka yang dialami oleh pekerja yang
dibuktikan secara ilmiah dengan menggunakan metode yang tepat.
40
Keracunan kronis adalah absorbsi zat kimia dalam jumlah sedikit tetapi dalam
waktu yang lama, dapat berupa keracunan benzene, uap Pb yang dapat berakibat
leukemia. Keracunan zat karsinogenik dapat menyebabkan kanker. Daftar zat
karsinogenik yang dapat menyebabkan PAK dapat dilihat melalui Perpres No.7
Tahun 2019.
Selain faktor penyebab sebagaimana tersebut di atas, terdapat faktor lain yang
mempengaruhi terjadinya PAK, yaitu :
Kerentanan Individu
Adanya kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition)
Adanya tindakan tidak aman (unsafe action)
Manajemen K3 yang kurang baik.
41
c. Menentukan hubungan pajanan dengan diagnosis klinis
d. Menentukan besarnya pajanan
e. Menentukan faktor individu yang berperan
f. Menentukan pajanan di luar tempat kerja
g. Menentukan diagnosis PAK
4. DAMPAK PAK
a. Bagi tenaga kerja :
1) Akibat langsung :
Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB)
Cacat sebagian atau cacat total untuk selama-lamanya fisikatau mental.
Meninggal dunia
2) Akibat tidak langsung :
Kehilangan/menurunnya kemampuan kerja
Kehilangan pekerjaan
b. Bagi pengusaha :
1) PAK yang tidak terdeteksi sering dianggap penyakit umum sehingga :
memerlukan biaya pengobatan yang tinggi
mengurangi banyak waktu kerja
kegiatan lebih banyak kuratif
2) Kasus PAK terdeteksi mengakibatkan :
Terbuangnya waktu untuk mengurus pengobatan dan pembayaran
kompensasi
Meningkatnya waktu kerja yang hilang
Menurunkan image perusahaan
Menurunkan motivasi kerja
5. PENCEGAHAN PAK
Pencegahan PAK dilakukan melalui berbagai upaya mulai dari perencanaan
pembuatan tempat kerja,pengukuran faktor bahaya, pembuatan sistim
pengendalian pengaman terhadap faktor bahaya, penggunaan sistem pengaman
dan alat perlindung diri (APD) dan program program K3 lainnya. menurut organisasi
perburuhan international (ILO) pencegahan PAK dan kecelakaan kerja dapat
dilakukan melalui :
42
a. Peraturan-perundangan
b. Standarisasi
c. Pengawasan
d. Penelitian teknis
e. Riset Medik
f. Penilitian Psikologik
g. Penelitian secara statistik
h. Pendidikan
i. Pelatihan
j. Persuasi
k. Asuransi
l. Penerapan/sosialisasi (a) sampai dengan (k)
43
Pasal 3 :
Laporan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) harus dilakukan dalam
waktu paling lama 2 x 24 jam setelah penyakit tersebut dibuat diagnosanya.
Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan
Perlindungan Tenaga Kerja.
2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kpts 333/Men/1989 tentang Diagnosis
dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
Pasal 3 ayat (3):
Setelah ditegakkan diagnosis penyakit akibat kerja oleh dokter pemeriksa
maka dokter pemeriksa wajib membuat laporan medik.
Pasal 4:
Penyakit akibat kerja yang ditemukan sebagaimana dimaksudkan pasal 2
harus dilaporkan oleh pengurus tempat kerja yang bersangkutan bekerja,
selambat-lambatnya 2 x 24 jam kepada kepala Kantor Wilayah
Departemen Tenaga Kerja melalui Kantor Departemen Tenaga Kerja
setempat.
Laporan medik tentang penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud ayat
1 disampaikan oleh pengurus kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja
setempat dalam amplop tertutup dan bersifat rahasia untuk dievaluasi oleh
dokter penasehat sebagaimana dimaksud Undang-Undang No. 2 tahun
1951.
44
2) Perpres No 7 Tahun 2019 tentang PAK, PAK berhak atas Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK) sesuai regulasi.
3) UU No 40/2004 ttg SJSN, UU No. 24/2011 tentang BPJS dan peraturan
pelaksanannya, setiap orang bekerja (PNS. TNI/POLRI, dan pekerja penerima
upah dan pekerja bukan penerima upah/mandiri) wajib diikutsertakan dalam 5
(lima program Jaminan sosial) yaitu program BPJS Kesehatan (JKN/KIS) dan
Program BPJS Ketenagakerjaan/BPJamsostek (Program Jaminan
Kecelakaan Kerja/JKK, Jaminan Kematian/JKM, Jaminan Hari Tua/JHT, dan
Jaminan Pensiun/JP) sesuai pentahapan yang diatur dalam regulasi.
45
dan melalui PT ASABRI untuk TNI/POLRI. Adapun untuk pekerja swasta yang belum
menjadi peserta, maka semua jenis dan besarnya manfaat JKK tersebut wajib
diberikan oleh pemberi kerja.
2. Pengertian / Definisi
a. Gizi adalah kesehatan seseorang yang dihubungkan dengan makanan yang
dikonsumsinya sehari-hari.
b. Gizi kerja adalah penyediaan dan pemberian masukan zat gizi kepada tenaga
kerja sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan selama berada di tempat
kerja guna mendapatkan tingkat kebutuhan dan produktivitas kerja setinggi-
tingginya.
c. Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan yang
meliputipenyusunan anggaran belanja makanan, perencanaan menu,
pengadaan atau pembuatan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan
bahan makanan, persiapan dan pemasakan makanan, penilaian, pengemasan,
distribusi dan penyajian makanan bagi tenaga kerja.
3. GIZI KERJA
a. Jenis-Jenis Zat Gizi dan Fungsinya
1) Hidrat arang (Karbohidrat) adalah zat gizi sebagai sumber tenaga utama.
Hidrat arang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan seperti padi-padian,
umbi-umbian seperti padi, gandum, jagung, ubi, singkong, kentang, sagu
dan lain-lain serta hasil olahannya.
46
2) Lemak adalah zat gizi yang selain sebagai sumber tenaga juga sebagai
pelarut vitamin yang diperlukan tubuh. Lemak dapat berasal dari tumbuh-
tumbuhan disebut lemak nabati dan dari hewan disebut lemak hewani serta
hasil olahannya seperti minyak goreng, margarin, keju dan mentega.
3) Protein adalah zat gizi yang berfungsi sebagai pembangun tubuh dan selain
itu dapat berfungsi sebagai sumber tanaga. Protein dapat berasal dari
tumbuh-tumbuhan disebut protein nabati dan dari hewan disebut protein
hewani. Protein tersusun dari 22 (duapuluh dua) macam asam amino yang
dapat digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu :
Asam amino esensiel yaitu asam amino yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh, sehingga harus diperoleh dari makanan sehari-hari;
Asam amino non esensiel yaitu asam amino yang dapat dibentuk oleh
tubuh sesuai dengan kebutuhan.
Mutu protein ditentukan oleh jumlah asam amino esensial yang terkandung
di dalamnya. Dikenal 3 macam protein :
Protein sempurna yang mengandung semua asam amino esensial
yang diperlukan oleh tubuh, terdapat pada bahan makanan yang
berasal dari hewan seperti; daging, susu, ikan, telur dan hasil
olahannya.
Protein setengah sempurna mengandung sebagian saja asam amino
esensial yang diperlukan tubuh, terdapat pda bahan makanan yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti; kacang-kacangan, biji-bijian
dan hasil olahannya.
Protein tidak sempurna yang tidak mengandung asam amino
esensial, terdapat pada bahan makanan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan.
4) Vitamin adalah suatu zat yang senantiasa diperlukan setiap saat untuk
metabolisme tubuh, oleh karena harus selalu ada dalam makanan yang
dimakan setiap hari. Vitamin berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan dan
dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu :
Vitamin yang larut dalam air tetapi tidak larut dalam lemak seperti
vitamin B komplek dan vitamin c.
Vitamin yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak seperti
vitamin A, D, E dan K.
47
5) Mineral adalah suatu zat yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat pengatur
dalam tubuh. Mineral berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun alam
sekitar yang diperlukan tubuh dalam jumlah banyak maupun sedikit.
Diperlukan dalam jumlah banyak seperti Ca, P, Mg, Na, K, Cl, S.
Diperlukan dalam jumlah sedikit tetapi mutlak harus ada seperti Cu,
Co, Mn, Zn dan Y.
Diperlukan dalam jumlah sedikit sekali, seperti Al, As dan Br.
6) Air adalah salah satu unsur yang sangat diperlukan oleh tubuh dalam jumlah
besar, lebih kurang 60% berat badan manusia adalah air. Oleh karena itu
masalah penyediaan air minum penting pula diperhatikan disamping
makanan.
48
4. PENYELENGGARAAN MAKAN BAGI TENAGA KERJA
Penyelenggaraan makan di tempat kerja bertujuan untuk meningkatkan keadaan
kesehatan dan gizi tenaga kerja, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Yang dimaksud penyelenggaraan makanan adalah semua
proses, dimulai dari merencanakan anggaran belanja sampai ke makanan
dikonsumsi oleh tenaga kerja.
Penyelenggaraan makan bagi tenaga kerja dapat diselenggarakan sendiri
oleh perusahaan atau dengan cara kerjasama/kontrak dengan perusahaan
catering pengelola makanan bagi tenaga kerja. Untuk menyelenggarakan makan
tenaga kerja secara umum diperlukan persyaratan minimal yang meliputi :
a. Mempunyai dapur
b. Mempunyai tenaga gizi
c. Mempunyai tenaga pelaksana
d. Mematuhi peraturan perundangan yang berlaku
Pemberian Makan Bagi Tenaga Kerja memberikan keuntungan baik bagi tenaga
kerja maupun perusahaan, antara lain yaitu :
a. Meningkatkan dan mempertahankan kemampuan kerja
b. Meningkatkan produktivitas
c. Meningkatkan derajat kesehatan
d. Menurunkan absensi
e. Terciptanya hubungan timbal balik pengusaha dan pekerja maupun antar
pekerja
f. Suasana kerja menyenangkan dan meningkatkan motivasi dan gairah kerja
g. Mengatasi kelelahan dan persiapan tenaga untuk kerja kembali
h. Pengawasan relatif lebih mudah
49
4) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE.
01/Men/1979 tentang Pengadaan Kantin dan Ruang Makan;
5) Surat Edaran Direktur Jenderal Binawas No. SE. 86/BW/1989 tentang
Perusahaan Catering yang mengelola Makanan bagi Tenaga Kerja.
Sesuai dengan ketentuan Permenaker No. 5 Tahun 2018, bahwa higiene
dan sanitasi harus diterapkan pada setiap bangunan tempat kerja, termasuk
diantaranya kantin, ruang makan di tempat kerja dan perusahaan catering
pengelola makanan bagi tenaga kerja.
Sesuai Permennakertrans No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja, diatur mengenai tugas pokok pelayanan kesehatan, yang
salah satunya adalah mengenai gizi dan penyelenggaraan makanan di tempat
kerja.
Persyaratan tenaga kerja dalam penyelenggaraan makan bagi tenaga
kerja (food handler) :
1. Semua pegawai yang mengerjakan dan melayani makanan dan minuman
bagi tenaga kerja harus :
a) bebas dari penyakit menular (seperti TBC, typhus, cacingan) dan harus
selalu menjaga kebersihan badannya;
b) disediakan pakaian (schort) dan tutup kepala untuk digunakan sewaktu
melayani makanan;
c) telah mendapat pelatihan tentang kebersihan dan kesehatan
khususnya yang berkaitan dengan penyelengaraan makan bagi tenaga
kerja;
d) Sebelum bekerja harus diperiksa kesehatan badannya minimal satu
tahun sekali disertai dengan pemeriksaan rontgent paru-paru dan
dinyatakan dengan surat keterangan dokter ;
e) Tidak boleh melayani makanan selama menderita suatu penyakit
sampai dinyatakan oleh dokter bahwa ia sudah sehat kembali
(khususnya infeksi pada kulit, mata, telinga, hidung dan tenggorokan).
50
b) Tidak mempunyai kebiasaan buruk yang tidak sehat dalam bekerja,
misalnya; bicara waktu menyediakan makanan, bersin/batuk di depan
makanan, menggaruk bagian tubuh tertentu, merokok, mabuk dll.
c) Tidak mengunakan perhiasan selama mengolah makanan;
d) Disiplin memakai Alat pelindung (pakaian kerja, celemek, sarung
tangan, tutup kepala, masker, topi);
e) Segera melapor kepada supervisor apabila yang bersangkutan muntah
dan diare di tempat kerja, di rumah atau di tempat lain dan menderita
infeksi.
51
1) Setiap perusahaan catering yang mengelola makanan pada perusahaan-
perusahaan harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari
Depnaker.
2) Rekomendasi diberikan berdasarkan persyaratan-persyaratan kesehatan,
hygiene dan sanitasi.
Setiap Kantor Departemen Tenaga Kerja agar melaksanakan
pembinaan/penataran kepada perusahaan-perusahaan catering yang
beroperasi di daerahnya, khususnya mengenai hygiene, sanitasi dan
penanggulangan keracunan makanan.
Persyaratan untuk mendapatkan rekomendasi perusahaan katering pengelola
makanan bagi tenaga kerja:
1. Mengajukan permohonan kepada Bupati/Walikota c.q. Kepala Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat.
2. Permohonan dibuat rangkap 2 (dua) disertai lampiran:
◦ Salinan akte perusahaan
◦ Salinan Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP)
◦ Salinan surat keterangan domisili perusahaan
◦ Salinan bukti NPWP perusahaan
◦ Salinan wajib lapor ketenagakerjaan
◦ Daftar peralatan yang dimiliki sesuai jenis usahanya
◦ Struktur organisasi perusahaan
◦ Pernyataan pengelola catering untuk mentaati peraturan perundangan
ketenagakerjaan
◦ Salinan surat keterangan sehat bagi petugas penjamah makanan,
untuk penyakit menular; infeksi kulit, thypoid, TBC, Cacing.
◦ Salinan bukti telah mengikuti pelatihan pengelolaan makanan bagi
tenaga kerja untuk pengelola dan petugas penjamah makanan.
◦ Pas foto penanggung jawab/ pengelola catering
52
penanggulangan kecelakaan termasuk sakit di tempat kerja dengan pelaksanaan
P3K, antara lain :
a. Undang-undang No. 1 tahun 1970:
Di dalam Pasal 3 diatur mengenai syarat-syarat Keselamatan Kerja untuk
memberikan P3K. Begitu juga di dalam Pasal 9 ayat (3) diatur mengenai
kewajiban pengurus untuk membina tenaga kerja dalam pemberian P3K
b. Permenakertrans No.Per.03/Men/1982:
Di dalam pasal 2 yang mengatur tentang tugas pokok pelayanan kesehatan
kerja, dimana salah satu tugasnya adalah dalam pelaksanaan P3K dan
pendidikan petugas P3K.
c. Undang-undang No. 3 tahun 1969:
Pada pasal 19 mengatur tentang kewajiban setiap badan, lembaga atau dinas
pemberi jasa, atau bagiannya yang tunduk kepada konvensi ini, dengan
memperhatikan besarnya dan kemungkinan bahaya untuk:
- Menyediakan Apotik atau pos P3K sendiri atau
- Memelihara apotik atau pos P3K bersama-sama dengan badan, lembaga
atau kantor pemberi jasa atau bagiannya.
- Mempunyai satu atau lebih lemari, kotak atau perlengkapan P3K
d. Permenakertrans No. Per. 15/Men/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan di Tempat Kerja
Di dalam Peraturan Menteri ini berisi ketentuan umum yaitu :
- Pengusaha wajib menyediakan petugas dan fasilitas P3K di tempat kerja
- Pengurus wajib melaksanakan P3K di tempat kerja.
Persyaratan petugas dan fasilitas di atur dalam pasal-pasal peraturan menteri
ini.
2. PENGERTIAN-PENGERTIAN
a. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja selanjutnya disebut
dengan P3K di tempat kerja adalah upaya memberikan pertolongan pertama
secara cepat dan tepat kepada pekerja dan atau orang lain yang berada di
tempat kerja, yang mengalami sakit//cidera di tempat kerja.
b. Petugas P3K di tempat kerja adalah pekerja yang ditunjuk oleh
pengurus/pengusaha dan diserahi tugas tambahan untuk melaksanakan P3K di
tempat kerja.
c. Fasilitas P3K adalah semua peralatan, perlengkapan dan bahan yang
digunakan dalam pelaksanaan P3K di tempat kerja.
53
3. MAKSUD DAN TUJUAN
Pertolongan pertama tersebut dimaksudkan untuk memberikan perawatan
darurat pada korban, sebelum pertolongan yang lebih lengkap diberikan oleh dokter
atau petugas kesehatan lainnya.
P3K diberikan dengan tujuan untuk:
a. Menyelamatkan nyawa korban
b. Meringankan penderitaan korban
c. Mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah
d. Mempertahankan daya tahan korban
e. Mencarikan pertolongan yang lebih lanjut.
54
Apabila tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih, masing-
masing unit kerja harus terdapat Petugas P3K di tempat kerja sesuai jumlah pekerja
dan tingkat faktor risiko di tempat kerja. Apabila tempat kerja pada lantai yang
berbeda di gedung bertingkat, maka masing-masing unit kerja harus terdapat
Petugas P3K di tempat kerja sesuai jumlah pekerja dan faktor risiko di tempat kerja.
Apabila tempat kerja dengan jadwal kerja shif, maka masing-masing unit kerja tiap
shif harus terdapat Petugas P3K di tempat kerja sesuai jumlah pekerja dan tingkat
faktor risiko di tempat kerja
Pada suatu tempat kerja bila ada pekerja yang bersama-sama bekerja dengan
pekerja lain yang pengusahanya berbeda, seperti; kontruksi, maka mereka dapat
membuat perjanjian dimana salah satu dari mereka dapat menggunakan fasilitas,
personel maupun obat-obat dari yang lain. Perjanjian tersebut seharusnya ditulis
dan salinannya dimiliki oleh semua pihak yang bersangkutan. Pimpinan
perusahaan harus memasang pemberitahuan pada tempat yang mudah terlihat
tentang nama dan lokasi petugas P3K.
b. Seleksi/Pemilihan
Pengusaha harus mengadakan seleksi atau pemilihan petugas P3K yang cakap
untuk dilatih P3K. Pengusaha harus selektif dalam memilih untuk ditunjuk sebagai
petugas P3K di tempat kerja.
Penunjukan Petugas P3K di tempat kerja harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
- Bekerja pada perusahaan yang bersangkutan
- Berbadan sehat
- Bersedia ditunjuk menjadi petugas P3K
- Memiliki pengetahuan dan ketrampilan melaksanakan P3K di tempat kerja
yang dibuktikan dengan sertifikat pembinaan P3K di tempat kerja.
c. Latihan/Training
Seseorang dikatakan terlatih bila dia sudah selesai mengikuti kursus/ latihan
yang dilakukan oleh pelatih dan atau lembaga pelatihan yang memenuhi kualifikasi
dan kompetensi. Materi pelatihan P3K minimal meliputi :
- Peraturan Perundangan P3K di Tempat Kerja dan Dasar-dasar Kesehatan Kerja
- Dasar-dasar P3K di tempat kerja
55
- Anatomi dan Fisiologi Manusia
- Bahaya dan Penanganan Terhadap Kejang, Pajanan Suhu Lingkungan dan
Bahan Kimia.
- Gangguan Lokal (Luka, Perdarahan, Luka Bakar, Patah Tulang) dan praktek
- Evakuasi Korban dan Praktek
- P3K Keadaan Tertentu (di Ruang Terbatas/Confined Space dan Cedera Akibat
Sengatan Listrik)
- Gangguan umum (kesadaran, pernafasan, peredaran darah ) dan praktek
- Resusitasi Jantung Paru dan praktek
a. Ruang P3K
Tempat kerja dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih, atau tenaga kerja
kurang dari 100 tetapi dengan potensi bahaya tinggi wajib mempunyai ruang P3K
di tempat kerja.
Hal-hal yang perlu diperhataikan dalam penyediaan Ruang P3K :
(1) Lokasi Ruang P3K harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut :
- Dekat dengan toilet/kamar mandi
- Dekat dengan jalan keluar
- Mudah dijangkau dari area kerja.
- Dekat dengan tempat parkir kendaraan
(2) Luas ruang P3K minimal cukup untuk menampung satu tempat tidur pasien
dan masih terdapat ruang gerak bagi seorang petugas P3K serta
penempatan fasilitas P3K lainnya.
56
(3) Ruang P3K harus bersih dan terang, ventilasi yang baik, memiliki pintu dan
jalan yang cukup lebar untuk memindahkan korban
(4) Ruang P3K diberi tanda yang jelas dengan papan nama yang jelas dan
mudah dilihat
b. Kotak P3K
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Kotak P3K adalah sebagai
berikut :
(1) Rancangan kotak P3K terbuat dari bahan yang kuat, mudah dipindah dan
diberi label P3K.
(2) berwarna dasar putih dengan label P3K berwarna hijau.
(3) ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau, diberi tanda
arah yang jelas, cukup cahaya serta mudah diangkat apabila akan
digunakan.
(4) Kotak P3K tidak boleh diisi bahan atau alat selain yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan P3K di tempat kerja.
(5) Isi kotak P3K sebagai berikut :
57
Tabel 2. Isi Kotak P3K di Tempat Kerja
KOTAK A KOTAK B KOTAK C
(untuk 25 (untuk 50 (untuk 100
No ISI
pekerja atau pekerja atau pekerja atau
kurang) kurang) kurang)
1. Kasa steril terbungkus 20 40 40
2. Perban (lebar 5 cm) 2 4 6
3. Perban (lebar 10 cm) 2 4 6
4. Plester (lebar 1,25 cm) 2 4 6
5. Plester Cepat 10 15 20
6. Kapas (25 gram) 1 2 3
7. Kain segitiga/mittela 2 4 6
8. Gunting 1 1 1
9. Peniti 12 12 12
10. Sarung tangan sekali pakai (pasangan) 2 3 4
11. Masker 2 4 6
12. Pinset 1 1 1
13. Lampu senter 1 1 1
14. Gelas untuk cuci mata 1 1 1
15. Kantong plastik bersih 1 2 3
16. Aquades (100 ml lar. Saline) 1 1 1
17. Povidon Iodin (60 ml) 1 1 1
18. Alkohol 70% 1 1 1
19. Buku panduan P3K di tempat kerja 1 1 1
20. Buku catatan 1 1 1
21. Daftar isi kotak 1 1 1
Catatan :
- 1 kotak B setara dengan 2 kotak A.
- 1 kotak C setara dengan 2 kotak B
58
- Apabila tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih
masing-masing unit kerja harus menyediakan kotak P3K sesuai jumlah
tenaga kerja.
- Apabila tempat kerja pada lantai yang berbeda di gedung bertingkat,
maka masing-masing unit kerja harus menyediakan kotak P3K sesuai
jumlah tenaga kerja.
c. Tandu :
Tandu atau alat lain untuk memindahkan korban ke tempat yang aman atau
rujukan.
d. Mobil Ambulance
Mobil Ambulance atau kendaraan yang dapat digunakan untuk pengangkutan
korban.
e. Fasilitas P3K tambahan
Bagi tempat kerja yang memiliki potensi bahaya khusus harus menyediakan
fasilitas P3K tambahan meliputi alat pelindung diri dan/atau peralatan khusus.
Alat Pelindung Diri disesuaikan dengan faktor risiko yang ada di tempat kerja,
yang diperlukan untuk melakukan pertolongan. Peralatan khusus meliputi safety
shower dan eye shower yang diperlukan untuk melakukan pertolongan apabila
korban terpajan oleh bahan kimia, atau peralatan lain disesuaikan dengan
potensi bahaya yang ada di tempat kerja.
59
G. PENCEGAHAN PENYAKIT DI TEMPAT KERJA
1. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV-AIDS DI TEMPAT
KERJA.
60
Masa antara masuknya virus sampai terbentuknya antibodi tersebut disebut
window periode yang diperkirakan 0 bulan – 3 bulan yang belum terdeteksi pada
pemeriksaan laboratorium. Selama window periode atau periode jendela tersebut,
seseorang dengan HIV sangat infeksius, sangat mudah menularkan kepada orang
lain meskipun hasil pemeriksaan laboratoriumnya negatif.
Orang yang terinfeksi HIV (HIV +) sering tidak memberikan gejala dan tanda
untuk jangka waktu cukup lama bahkan sampai 10 tahun atau lebih. Jangka waktu
HIV positif ini bervariasi pada setiap orang, dimana virus bereplikasi dengan sangat
cepat dan diikuti oleh perusakan Limfosit T-CD4 dan sel kekebalan lainnya
sehingga terjadi sindroma penurunan daya tahan tubuh yang progresif yang
merupakan awal proses terjadinya AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Orang dengan AIDS akan memiliki gejala :
- Demam
- Penurunan berat badan secara drastis
- Pembengkakan kelenjar getah bening
- Bercak-bercak putih di rongga mulut
- Batuk dan sesak napas
- Diare berkepanjangan
- Hilangnya nafsu makan
- Gangguan pada susunan saraf berupa lamban berpikir, pelupa, pusing, sakit
kepala, kejang, libido menurun, dll.
Proses selanjutnya akan bermunculan infeksi oportunistik seperti infeksi jamur,
infeksi saluran napas termasuk TBC, infeksi saluran cerna, dll. Infeksi tersebut
merupakan penyakit umum yang biasanya memperberat ODHA akibat sangat
61
menurunnya daya tahan/kekebalan tubuh. Pada tahap ini seseorang hanya dapat
bertahan hidup paling lama 2 (dua) tahun.
62
2. Pajanan darah terinfeksi, produk darah atau transplantasi organ dan
jaringan.
Penularan melalui darah dapat terjadi jika darah donor tidak diuji saring untuk
antibodi HIV. Penggunaan ulang jarum dan spuit suntikan, alat medik lainnya
yang terkontaminasi HIV dapat terjadi di tempat layanan kesehatan seperti
rumah sakit, poliklinik, pengobatan tradisional melalui alat tajam/jarum, juga
pada Injection Drug Users (IDU). Pajanan HIV pada organ dapat terjadi dalam
proses transplantasi jaringan/ organ di tempat layanan kesehatan.
Abstinence adalah tidak melakukan hubungan seks baik secara oral, vaginal,
dan anal. Kemudian, be faithful adalah prinsip seseorang untuk tetap setia pada
satu pasangan. Sebab, risiko mendapatkan HIV/AIDS lebih besar pada mereka
yang kerap berganti pasangan. Use condoms juga diperlukan untuk mencegah
penularan HIV/AIDS saat berhubungan seksual. Terakhir, hindari penggunaan
narkoba terutama yang menggunakan injeksi (avoid Drugs) karena acapkali
penggunaan narkoba dengan injeksi melibatkan satu jarum suntik yang digunakan
63
beramai-ramai sehingga risiko penularan HIV/AIDS diantara kelompok ini pun
menjadi besar meski tidak berhubungan seksual.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah setiap prosedur kegiatan di air mengalir
dengan memakai detergen atau sabun atau alkohol 70%.
- Penggunaan berbagai pelindung seperti sarung tangan, jubah, masker, setiap
kali kontak langsung dengan darah atau berbagai cairan tubuh.
- Membuang sisa darah atau sisa cairan tubuh yang tercemar secara aman.
- Semua peralatan yang tercemar dilakukan sterilisasi dengan menggunakan
disinfektan yang tepat secara khusus.
- Kain-kain kotor dilakukan pencucian dengan detergen dan bahan disinfektan
dengan temperatur 800C.
64
- Usia produktif merupakan usia dimana secara hormonal merupakan periode
active sexually.
- Informasi dan sosialisasi tentang infeksi menular seksual yang sangat minim
sehingga pekerja tidak memiliki pengetahuan tentang IMS sebagai pintu
masuk HIV & AIDS.
- Lebih dari 85% kasus pada kelompok usia produktif (tulang punggung
pembangunan dan bisnis)
- Banyak pekerja yang bekerja dengan situasi dan pola kerja yang berisiko
tinggi terhadap terjangkitnya HIV-AIDS.
65
Tempat kerja mempunyai berbagai sumber daya (sumber daya manusia,
sistem organisasi dan teknologi, jumlah pekerja). Hal ini memungkinkan
dilaksanakannya upaya pencegahan HIV-AIDS di tempat kerja yang mendukung
tujuan nasional upaya pencegahan dan pengendalian HIV-AIDS yaitu target Three
Zero pada 2030, antara lain tidak ada lagi penularan infeksi baru HIV, tidak ada lagi
kematian akibat AIDS, dan tidak ada lagi stigma dan diskriminasi pada orang
dengan HIV/AIDS (ODHA). Program pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS
di tempat kerja dapat dilaksankan secara terstruktur, sistematik, masif dan
berkelanjutan untuk mencapai target STOP (Suluh, Temukan, Obati, Pertahankan)
dan strategi Fast Track 90-90-90. Strategi Fast Track 90-90-90 yang dicanangkan
pemerintah pada tahun 2017 meliputi percepatan pencapaian 90% orang
mengetahui status HIV melalui tes atau deteksi dini; 90% dari ODHA yang
mengetahui status HIV memulai terapi ARV, dan 90% ODHA dalam terapi ARV
berhasil menekan jumlah virusnya sehingga mengurangi kemungkinan penularan
HIV, serta tidak ada lagi stigma dan diskriminasi ODHA. Suluh dilaksanakan melalui
edukasi hendak dicapai 90% masyarakat paham HIV, Temukan dilakukan melalui
percepatan tes dini akan dicapai 90% ODHA tahu statusnya, Obati dilakukan untuk
mencapai 90% ODHA segera mendapat terapi ARV, Pertahankan yakni 90%
ODHA yang ART tidak terdeteksi virusnya.
66
melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja
diantaranya program pencegahan dan penanggulangan HIV - AIDS di Tempat
Kerja.
(5) Keputusan Dirjen PPK No. Kep. 44/PPK/VIII/ 2012 tentang Pedoman
Pemberian Penghargaan Program Pencegahan dan Penanggulangan HIV-
AIDS di tempat kerja.
67
g. Konseling dan Testing HIV Sukarela
68
menjadi tidak berisiko. Adapun tes HIV tersedia bermacam-macam tes antibodi
yaitu : ELISA Test, Western Blot Test dan Rapid Test.
69
Kelengkapan dokumen pengajuan usulan meliputi :
(2) Data pendukung sesuai format (dalam bentuk hard copy atau soft copy);
dan
70
4 Melakukan upaya untuk 15 a) Perusahaan 100
menghindari sikap dan % dengan ODHA telah
tindakan stigma dan melakukan poin 4.a
diskriminasi yang s.d. 4.d atau
dibuktikan dengan : perusahaan tanpa
ODHA telah
melakukan poin 4.a
dan 4.b
a) Tidak b) Perusahaan 60
melakukan test HIV yang dengan ODHA telah
bertentangan dengan melakukan tindakan
prinsip VCT atau poin 4.a s.d. 4.c atau
Konsutasi dan Tes HIV perusahaan tanpa
Sukarela*) untuk tempat ODHA telah
kerja Layanan Kesehatan melakukan poin 4.a
/Rumah Sakit termasuk saja
terhadap c) Perusahaan 30
pasien/masyarakat dengan ODHA telah
b) Memiliki sistem melakukan poin 4.a
atau prosedur baku untuk dan 4.c
menjaga kerahasiaan
(confidentiality) status HIV
pekerja
c) Pekerja dg HIV
dan AIDS diperlakukan
sama**) untuk tempat
kerja Layanan
Kesehatan/Rumah Sakit
tidak pernah melakukan
penolakan terhadap
pasien ODHA
d) Pekerja dg HIV
dan AIDS diberi dukungan
& difasilitasi untuk
mendapatkan
pengobatan/perawatan***)
untuk tempat kerja
Layanan
Kesehatan/Rumah Sakit
memberikan pelayanan
gratis terhadap
pekerja/karyawan yang
mengidap HIV dan AIDS
5 Memiliki program 15 a) Memiliki 100
dukungan dan % fasilitas VCT lengkap
perawatan (support and atau memiliki fasilitas
care) untuk VCT terbatas dan
pekerja/karyawan sistem rujukan
dengan HIV dan AIDS, b) VCT 60
seperti dukungan sosial, dilakukan dengan
konseling atau VCT, rujukan
pengobatan, sistem
71
rujukan, dll.*) Untuk
tempat kerja Layanan
Kesehatan/Rumah Sakit
telah ditunjuk sebagai
layanan kesehatan
rujukan VCT dan
perawatan ODHA (CST)
6 Telah mengalokasikan 10 a) Sudah ada 100
anggaran untuk % secara khusus
program P2-HIV AIDS b) Sudah ada 60
dan AIDS di tempat tetapi belum secara
kerja khusus
7 Jumlah karyawan yang 5% a) > 75 % 100
pernah diberi b) 50 – 75 % 60
penyuluhan/mengikuti
c) < 50 % 30
diskusi tentang HIV dan
AIDS di tempat kerja
dalam 1 tahun terakhir
8 Melakukan evaluasi 5% a) Dilakukan 1(satu) 100
secara regular terhadap tahun sekali terhadap
kebijakan dan efektifitas poin a, b, c
pelaksanaan program
melalui kuesioner
perilaku berisiko terkait
HIV dan AIDS terhadap
karyawan di perusahaan
untuk mengetahui : b) Dilakukan lebih
a) Tingkat dari 1 tahun sekali 60
pengetahuan tentang cara terhadap poin a, b, c
pencegahan dan
penularan HIV c) Dilakukan
b) Tingkat 30
terhadap hanya satu
pemahaman tentang atau dua poin a atau
larangan stigma dan b atau c
diskriminasi terkait HIV &
AIDS
c) Tingkat
perubahan perilaku
berisiko terkait HIV dan
AIDS
9 Memiliki prosedur K3 5% Ada 100
khusus dalam
pencegahan penularan
HIV di tempat kerja*)
Untuk tempat kerja
Layanan
Kesehatan/Rumah Sakit
telah memliki :
a) Prosedur dan
menyediakan obat untuk
Profilaksis Pasca Pajanan
72
atau Post Exposure
Prophylaxtic (PEP)
b) Prosedur baku
pencegahan kontaminasi
atau penularan HIV bagi
pasien dan pekerjanya.
c) Prosedur baku
penanganan limbah yang
dapat menularkan HIV.
10 Pelaporan kegiatan 5% Ada 100
kepada instansi yang
membidangi
ketenagakerjaan
setempat.
11 Memiliki 5% a) > 2 kali/tahun 100
program/kegiatan P2- b) 1 - 2 kali/tahun 60
HIV dan AIDS terhadap
c) Pernah dalam 3 30
masyarakat di luar
tahun terakhir
perusahaan (sekolah,
tempat ibadah,
posyandu, lokalisasi)
NILAI TOTAL
Catatan : bagi calon penerima penghargaan yang nilai totalnya masih < 56, maka perlu
dibina lebih intensif oleh pengawas ketenagakerjaan setempat bersama pihak terkait.
73
kerja yang dapat memepengaruhi tingkat kecelakaan dan produktivitas. Untuk
mengantisipasi hal tersebut semua pelaku di tempat kerja perlu mengetahui dan
memahami dampak buruk narkoba dan upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangganya.
- Penetapan kebijakan;
74
(2) Dalam melaksanakan upaya pencegahan tersebut, pengusaha melibatkan
pekerja/buruh, Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, ahli dibidang tersebut.
(5) Pengusaha dapat menjatuhkan tindakan disiplin kepada pekerja/ buruh dalam
hal pekerja/ buruh tidak bersedia untuk mengikuti program pencegahan,
penanggulangan, perawatan dan atau rehabilitasi akaibat penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
(6) Pengusaha atau pekerja/ buruh harus segera melaporkan kepada Kepolisian
Negara RI apabila ditemukan seseorang atau lebih memiliki atau mengedarkan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja.
75
menular (BTA positif) yang batuk dan menyebabkan basil melalui udara yang
terhirup orang sehat.
Pada umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana droplet ada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah droplet, sementara cahaya
atau sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Droplet dapat bertahan
beberapa jam dalam kondisi gelap dan lembab.
Daya penularan dari seseorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan oleh parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin infeksius pasien tersebut.
Tenaga kerja merupakan aset atau modal dari unsur SDM (human capital)
yang sangat vital bagi kelancaran proses produksi dan berjalannya suatu
organisasi atau perusahaan sekaligus merupakan aktor penting dalam
pembangunan nasional. Untuk itu, maka tenaga kerja harus senantiasa
ditingkatkan kualitas kesehatan dan poduktivitasnya sehingga dapat mendukung
kemajuan dan daya saing perusahaan tempatnya bekerja dan meningkatkan daya
saing di pasar global.
76
diseases) pada masyarakat juga merupakan risiko pada pekerja termasuk
penyakit infeksi yang masih menjadi masalah nasional di Indonesia seperti ISPA,
Hepatitis, TB, HIV, Malaria dan Iain-Iain.
1) Diskriminasi
2) Kehilangan pekerjaan/PHK/pengangguran
3) Kemiskinan/kerugian ekonomi (20-30% pendapatan RT pertahun)
4) Terganggunnya pembangunan sektor ketenagakerjaan pada umumnya
Dampak lebih lanjut akibat TB di tempat kerja adalah penurunan produktifitas
bagi tenaga kerja, perusahaan dan nasional.
77
o Pengendalian TB di tempat kerja diintegrasikan dengan program K3
(Keselamatan & Kesehatan Kerja)
o Penyelenggaraan pengendalian TB (Tim TB DOTS) di tempat kerja
ditetapkan langsung oleh pimpinan tertinggi di tempat kerja dan atau
pimpinan puskesmas wilayah tempat kerja untuk skala usaha kecil
dan rumah tangga;
o Memberdayakan unit dan personil K3 di tempat kerja;
o Pengendalian TB di tempat kerja merupakan bagian dari kegiatan
surveilans nasional tuberculosis;
o Pengendalian TB di tempat kerja merupakan satu kesatuan
pengendalian TB di wilayah tempat kerja berada.
78
- Menyepakati garis besar tujuan program dan komit terhadap
pelaksanaan jangka panjang.
Promotif :
Sosialisasi/workshop tentang “Penerapan buku Pedoman
Penanggulangan TB di Tempat Kerja” bagi stake holder terkait
Pelatihan program DOTS bagi dokter dan paramedis perusahaan
Sosialisasi program TB di tempat kerja bagi pekerja (penyuluhan &
KIE) sebagai bagian dari promosi gaya hidup sehat
Advokasi program terhadap pengusaha
Peningkatan gizi kerja, olahraga dan program bebas rokok di tempat
kerja.
Preventif :
Penemuan kasus/suspek TB melalui pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja (Awal, Berkala, Khusus)
Pengendalian lingkungan kerja
Penggunaan APD
Imunisasi pada anak2 pekerja
79
Petugas pengelola makan bagi tenaga kerja dipersyaratkan tidak
mengidap penyakit menular (TB, Typhoid, Cacingan).
Kuratif :
Pengobatan dan perawatan bagi pekerja yang mengidap TB harus
adekuat yang memenuhi prinsip:
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat..
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi
b. Diberikan dalam dosis yang tepat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
(Pengawas Menelan Obat) sampai selesai pengobatan. Di
tempat kerja PMO dapat dilakukan oleh TIM DOTS atau sesama
pekerja yang terlatih.
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup, terbagi
dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan.
- Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan
pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara
efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien
dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru,
harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan
pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2
minggu. Pada tahap awal pengobatan pekerja dengan TB
dianjurkan untuk istirahatkan di rumah.
- Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap
yang penting untuk membunuh sisa sisa kuman yang masih ada
dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien dapat
sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. Tempat kerja
diharapkan dapat memfasilitasi pekerja dengan TB dengan
menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang melaksanakan
DOTS baik di klinik perusahaan maupun diluar klinik perusahaan.
80
- Rujukan pasien ke layanan kesehatan (laboratorium, diagnosis dan
pengobatan).
Rehabilitasi kerja :
Penyesuaian pekerjaan (jenis pekerjaan, beban kerja, lama kerja dan
kondisi lingkungan) pada pekerja yang sakit / dalam pengobatan TB.
1. Manajerial
Pihak manajerial adalah pimpinan tempat kerja dan pimpinan
fasilitas kesehatan tempat kerja. Dukungan manajemen yang efektif
berupa komitmen dan kepemimpinan merupakan penguatan upaya
manajerial untuk pencegahan TB.
2. Administratif
Pencegahan dan pengendalian administratif adalah upaya yang
dilakukan untuk mencegah/mengurangi pajanan Mycobacterium
Tuberculosis kepada pekerja, petugas kesehatan dan lingkungan.
81
3. Lingkungan Tempat Kerja
Pengaturan aliran udara/ventilasi untuk mencegah penyebaran dan
mengurangi/ menurunkan kadar percik renik (droplet) di udara
Pengembangan kemitraan
Kemitraan dilakukan sejak persiapan, pelaksanaan sampai dengan
monitoring dan evaluasi program. Tujuan kemitraan adalah untuk
meningkatkan komitmen, koodinasi, komunikasi, sumber daya dan
kemampuan serta terbukanya peluang untuk saling membantu.
82
(9) Penilaian Status Laik Kerja (Fit to Work)
83
(6). Monitoring dan Evaluasi
Diperlukan sumber data valid dengan sistem pencatatan dan pelaporan yg
baik sehingga data yang dikumpulkan dapat diolah, dianalisis dan
diinterpretasikan.
• Untuk mengukur kemajuan atau keberhasilan program pengendalian TB,
digunakan beberapa indikator, yaitu :
Salah satu permasalah K3 saat ini adalah adanya penyebaran virus Infulenza
type A dengan sub type H1N1 yang lebih dikenal dengan Flu Baru H1N1 dan sub
type H5N1 yang lebih dikenal dengan Avian influenza atau flu burung yang akan
berdampak terhadap sektor ketenagakerjaan. Badan Kesehatan Dunia WHO telah
menetapkan penyakit Flu Baru H1N1 sebagai Pandemi Influenza pada tanggal 11
Juni 2009. Data WHO pada tanggal 15 Juli 2009 kasus Flu Baru H1N1 telah
mencapai 94.512 kasus dengan 429 orang diantaranya meninggal dunia. Di
Indonesia berdasarkan data departemen Kesehatan kasus Flu Baru H1N1
sebanyak 157 kasus.
Tenaga kerja dengan kondisi kerja dan lingkungan kerja melalui pajanan di
tempat kerja dapat berdampak kepada kesehatan tenaga kerja termasuk pajanan
virus influenza termasuk flu burung maupun virus A H1N1. Pandemi Influenza
84
adalah wabah raya yang disebabkan oleh virus influenza dan mempunyai
kemampuan menyebar dengancepat antar manusia ke seluruh dunia.
Pandemi influenza merupakan masalah kita bersama dan salah satu tantangan
bagi pembangunan bidang kesehatan dan bidang ketenagakerjaan, karena
dikhawatirkan penyebaran virus tersebut merambah ke tempat kerja yang dapat
berakibat buruk terhadap dunia kerja.
85
03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja. Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kerja sebagai sarana perlindungan tenaga kerja dapat
merupakan salah satu upaya pencegahan yang cukup efektif bila
dilaksanakan secara optimal. Melalui pelayanan kesehatan kerja, dapat
dilakukan sosialisasi, informasi dan edukasi kepada tenaga kerja serta
pengawasan terhadap setiap kasus influenza sehingga penyebaran
influenza di tempat kerja dapat diketahui secara dini.
86
pekerjaan, beban kerja, lama kerja dan kondisi lingkungan) pada pekerja
setelah perawatan/pengobatan Flu Burung.
87
BAB III
PENUTUP
88
DAFTAR PUSTAKA
1. Suma’mur PK, MSc.DR (1993) Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja edisi ke IX,
Jakarta PT Gunung Agung
7. Bag. Gizi RSCM & Persatuan Ahli Gizi Indonesia , 1986, Penuntun Diit, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama .
10. Sumakmur PK. : Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Penerbit Toko
Gunung Agung, Jakarta, 1981.
11. ( _________ ) (1983) Ergonomi dan produktivitas, Pusat Hiperkes dan Keselamatan
Kerja, Jakarta.
12. Pedoman Pemberian Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, Palang Merah
Indonesia (PMI), Jakarta 1999.
13. Pedoman praktis Ergonomik, ILO Jenewa Terjemahan DK3N
14. Barry S.L., David H. W.: Occupional Health, 4 th Ed., Lippincott W & W., Philadelphia
USA, 2000.
15. PT. Jamsostek (Persero) (1996) Kumpulan Peraturan Perundangan Pemerintah
Mengenai Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
89
Lampiran 1
Nomor :
Lampiran :
Perihal : Permohonan Pengesahan Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Kerja
Yth. *)
1. Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Depnakertrans RI
2. Kepala Dinas (Ketenagakerjaan) Provinsi................................
3. Kepala Dinas (Ketenagakerjaan) Kab/Kota..............................
(NAMA JELAS)
Tembusan :
1. Dirjen Binwasnaker Depnakertrans RI (bila permohonan diajukan ke Disnaker Provinsi)
2. Kepala Dinas ketenagakerjaan Provinsi (bila permohonan diajukan ke Disnaker Kab/kota)
3. Arsip
90
A. DATA PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA
I. Data Perusahaan
1. Nama Perusahaan Induk :
2. Alamat Perusahaan :
3. Bidang Usaha : Nomor KLUI
4. Nama Perusahaan Cabang (bila ada)
a. Nama Perusahaan :
Alamat :
b. Nama Perusahaan :
A. Alamat :
91
V. Sarana Pelayanan Kesehatan Kerja :
Nomor Jenis Sarana Keterangan
(beri tanda V bila sudah ada
A. SARANA DASAR :
1. Ruangan :
a. Ruang tunggu ..........................................
b. Ruang periksa ..........................................
c. Ruang/almari obat ..........................................
d. Kamar mandi dan WC ..........................................
2. Perlengkapan umum:
a. Meja dan kursi ..........................................
b. Tempat tidur pasien ..........................................
c. Wastafel ..........................................
d. Timbangan badan ..........................................
e. Meteran/pengukur tinggi badan ..........................................
f. Kartu status ..........................................
g. Register pasien berobat ..........................................
3. Peralatan medis :
a. Tensimeter dan stetoskop ..........................................
b. Termometer ..........................................
c. Sarung tangan ..........................................
d. Alat bedah ringan (minor set) ..........................................
e. Lampu senter ..........................................
f. Obat-obatan ..........................................
g. Sarana/Perlengkapan P3K ..........................................
h. Tabung oksigen dan isinya ..........................................
B. SARANA PENUNJANG :
1. Alat Pelindung Diri (APD) ..........................................
2. Alat evakuasi : tandu, ..........................................
ambulance/kendaraan pengangkut
korban dll.
3. Peralatan penunjang diagnosa :
a. spirometer, audiometer ..........................................
b. Peralatan pemantau/pengukur ..........................................
lingkungan kerja : sound level
meter, lux meter, gas detector
.............................. 20…..
Tanda tangan
Cap Perusahaan/Instansi
(NAMA JELAS)
92
B. BENTUK PERNYATAAN DOKTER PENANGGUNG JAWAB
Nama : .......................................................................
Tempat/tanggal lahir : .......................................................................
Jenis Kelamin : .......................................................................
Alamat Rumah : ........................................................................
Alamat Praktek : ........................................................................
Surat Izin Praktek No : .......................................................................
Kursus Hiperkes dan KK : Sudah/ Belum *)
93
LAMPIRAN 2
Perusahaan :
Nomor :
Tanggal :
94
Menetapkan :
KESATU : Pengesahan Penyelenggaraan Pelayan Kesehatan Kerja di
Perusahaan/Instansi ........................................................................
Dengan dokter perusahaan/Instansi yang bertanggung jawab dalam
Pelayanan Kesehatan Kerja,
Nama :
No Reg SKP Dokter Pemeriksa :
KEDUA : Pelayanan Kesehatan Kerja tersebut amar Pertama mempunyai tugas
memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri dengan
lingkungan kerja baik fisik maupun mental dan mencegah serta mengobati
penyakit akibat kerja dan penyakit lainnya demi meningkatkan kesehatan
kondisi mental dan kemampuan fisik tenaga kerja serta wajib melaksanakan
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada :
1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.
02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.
01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.
03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja
MEMUTUSKAN :
KETIGA : Pelayanan Kesehatan Kerja segera dapat melakukan tugas dan kegiatannya
sejak tanggal pengesahannya.
KEEMPAT : Pengurus wajib menyampaikan laporan Teknis Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan kerja kepada Dinas yang membidangi ketenagakerjaan setempat
dengan tembusan kepada Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
Depnakertrans RI
KELIMA : Semua pembiayaan yang berhubungan dengan kegiatan pelayanan
Kesehatan kerja dibebankan pada perusahaan/instansi yang bersangkutan
KEENAM : Surat Keputusan ini berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal
ditetapkannya dan apabila terdapat kekeliruan dalam penetapannya akan
diperbaiki sebagaimana mestinya.
Tembusan:
1. Dirjen Binwasnaker Depnakertrans RI
2. Gubernur/Bupati/Walikota .................... Ditetapkan Di :
3. Arsip. Pada tanggal :
KEPALA DINAS/INSTANSI
KETENAGAKERJAAN
……………………………
………………………………………
NIP……………………
95
LAMPIRAN 3
FORMULIR PELAPORAN
PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA
(KOP PERUSAHAAN/INSTANSI)
…………………, …………….20…
Nomor :
Lamp. : Kepada Yth :
Perihal. : 1. Kepala Dinas Tenaga Kerja …........
Laporan Penyelenggaraan 2. Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan
Pelayanan Kesehatan Kerja Kesehatan Kerja, Ditjen Binwasnaker
DEPNAKERTRANS RI
Bulan......... sd ......... Th.......
Jl Gatot Subroto Kav 51 Jaksel
di-
A. Jakarta
Yang bertanda tangan dibawah ini kami selaku pimpinan perusahaan/Instansi
Nama Perusahaan/Instansi :
Alamat Perusahaan/Instansi :
Jenis Perusahaan :
Jumlah Tenaga Kerja
a. Laki-laki ` : ...................... orang
b. Perempuan : ....................... orang
Pimpinan Perusahaan/Instansi
( ...................................... )
= ……………….=
96
I. DATA PENYAKIT YANG DIDERITA OLEH TENAGA KERJA YANG BERKUNJUNG KE
PELAYANAN KESEHATAN KERJA MAUPUN DARI HASIL PEMERIKSAAN
KESEHATAN BERKALA DAN KHUSUS
97
6. KELAINAN DARAH
6.1. Anemia
6.2. Kelainan darah lainnya sebutkan
.................
PENYAKIT OTOT DAN KERANGKA
Myalgia, athralgia
(1) Arthitis, Rhematoid termasuk Gout
Hernia Nukleus Pulposus
Lainnya sebutkan ...........................
8. PENYAKIT KANDUNGAN DAN ALAT
KANDUNGAN
8.1. Kehamilan, persalinan dan nifas normal.
8.2. Kehamilan, persalinan dan nifas dengan
kelainan termasuk pendarahan toxemia dan
lain-lain.
8.3. Keguguran/abortus
8.4. Infeksi/tumor alat kandungan dan lain-lain
termasuk fluor albus.
8.5. Lainnya sebutkan ...........................
9. PENYAKIT INFEKSI PARASIT
9.1. Malaria
9.2. Cacing
9.3. Schistozomiasis, Filariasis
9.4. Lainnya sebutkan ...........................
10. PENYAKIT/GANGGUAN GIZI
10.1 Kekurangan Kalori & Protein (KKP)
10.2 Defisiensi vitamin lain
10.3 Over weight/obesitas
11. PENYAKIT/GANGGUAN ENDOKRIN DAN
METABOTIK
11.1 Gondok Endemik
11.2 Hypertyroid
11.3 Kencing Manis (Diabetes Mellitus)
11.4 Lainnya sebutkan ...........................
.
12. PENYAKIT KELAMIN
12.1 Infeksi Gonokokus
12.2 Syphilis
12.3 Non Gonokokus Urethritis (NGU)
12.4 Lainnya sebutkan ...........................
.
13. PENYAKIT KULIT DAN JARINGAN
DIBAWAH KULIT
13.1 Dermatitis Kontak
13.2 Dermatitis Alergi
13.3 Kelainan Jaringan Dibawah kulit
13.4 Lainnya sebutkan ...........................
.
14. PENYAKIT MATA
14.1 Conjungtivitis, Keratitis, Skleritis.
14.2 Katarak
14.3 Glaukoma
14.4 Gangguan tajam penglihatan/Visus
14.5 Lainnya sebutkan ..........................
15. PENYAKIT PADA TELINGA DAN
MASTOID
98
15.1 Radang telinga luar
15.2 Radang telinga tengah dan dalam
15.3 Penurunan pendengaran/tuli
15.4 Lainnya sebutkan ...........................
.
16. PENYAKIT GIGI DAN RONGGA MULUT
16.1 Stomatitis
16.2 Caries, Pulpitis
16.3 Gingivitis
16.4 Lainnya sebutkan ...........................
99
II. DATA KECELAKAAN KERJA
Jumlah Keterangan
Jumlah
Kasus (Penyebab
NOMOR Data Kecelakaan
utama
Laki-laki Wanita
kecelakaan)
A. BAGIAN TUBUH YANG CIDERA
1 Kepala
2 Mata
3 Telinga
4 Badan
5 Lengan
6 Tangan
7 Telapak dan jari tangan
8 Paha
9 Kaki
10 Telapak dan jari kaki
11 Organ tubuh bagian dalam
B. CORAK KECELAKAAN
1 Terbentur, tertusuk, tersayat
2 Terpukul
3 Terjepit, tertimbun, tenggelam
4 Jatuh dari ketinggian yang sama dan tergelincir
5 Jatuh dari ketinggian berbeda
6 Keracunan
7 Tersentuh arus listrik
8 Lain-lain
C. AKIBAT KECELAKAAN
1 Jumlah korban yang meninggal
2 Jumlah korban yang cacat tetap
Jumlah korban sementara tidak
3 mampu bekerja
4 Jumlah hari kerja yang hilang
Jumlah korban yang langsung
5 mampu bekerja kembali
JUMLAH SELURUH KECELAKAAN
100
III. DATA KEGIATAN KESEHATAN KERJA LAINNYA :
*****
101