Anda di halaman 1dari 7

TAMAN SISWA SEBAGAI ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL

BIDANG PENDIDIKAN TAHUN 1922-1930


Zukhrufa Ken Satya Dien
18407144023
Ilmu Sejarah B- 2018

Pergerakan Nasional merupakan sebuah istilah yang memiliki arti yang


“multidiemsional” yaitu sebuah pergerakan dalam bidang sosial, budaya ,
ekonomi dan politik.1 Sebenarnya arti pergerakan nasional sama dengan
kebangkitan nasional, namun Indonesia ingin menunjukkan sifat yang lebih aktif
dan penuh menanggung resiko dalam perjuangan, maka banyak para pelaku
sejarah menggunakan perkataan "pergerakan nasional" daripada "kebangkitan
nasional". Walaupun sebenarnya sama-sama memiliki sebuah tujuan yaitu untuk
mencapai sebuah cita-cita Nasional. Terjadinya pergerakan nasional sekitar awal
abad ke-20, hal ini digunakan untuk melawan kolonialisme Belanda. Hal yang
mempengaruhi terjadinya pergerakan nasional akibat adanya diskriminasi dari
segala bidang, sehingga masyarakat di setiap daerah harus berkorban secara fisik.
Pasca diterapkannya politik etis muncul golongan cendekiawan yang menggeser
posisi pemimpin perjuangan fisik dan menawarkan perjuangan dengan cara yang
lebih efektif. Golongan cendekiawan ini lahir dari golongan priyayi yang
mendapat pendidikan modern Eropa, yang masih tetap mewarisi beberapa
perangkat kebudayaan elite tradisional.2 Kemudian golongan elit menjadi agen
pembaharuan dan pelopor dari gerakan nasional. Dalam pergerakan nasional yang
akan dituliskan dalam makalah ini yaitu mengenai Taman Siswa sebagai
organisasi pergerakan nasional dalam bidang pendidikan.

1
Sudiyo, dkk, 1997, “Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia dari Budi Utomo
sampai dengan Pengakuan Kedaulatan”, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Museum Kebangkitan Nasional, hlm.
17
2
Sanjaya, Ageng, “Pendidikan Modern Pribumi Masa Kebangkitan Nasional”,
Makalah Artikel Dosen Pendidikan Sejarah, Universitas Veteran Bangun
Nusantara Sukoharjo, hlm. 1

1
Taman Siswa merupakan sebuah organisasi pergerakan nasional dalam
bidang pendidikan yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara. Organisasi
pendidikan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 3 Juli
1922. Sekolah ini diberi nama “National Onderwijs Institut Taman Siswa” yang
berpusat di balai Ibu Pawiyatan (Majelis Luhur) Jalan Taman Siswa, Yogyakarta
dan memiliki sekitar 129 cabang sekolah di Indonesia.3 Latar belakang berdirinya
Taman Siswa adalah kondisi masyarakat Indonesia yang mendapat kekangan
Kolonialisme Belanda. Masyarakat Indonesia tidak mendapat hak pendidikan
yang merata dari pihak Kolonial. Pendidikan yang diterapkan di Indonesia hanya
kalangan tertentu saja, hal ini disebabkan oleh biaya pendidikan yang diterapkan
oleh pemerintah Kolonial sangat mahal dan juga strategi politik pendidikan.
Sehingga pendidikan yang ada di Indonesia ini hanya golongan tertentu saja bisa
bersekolah, seperti golongan Eropa atau Kolonial dan golongan Priyai saja yang
dapat menempuh pendidikan. Ki Hadjar Dewantara memberikan sebuah
semboyan untuk organisasi Taman Siswa yaitu Tut Wuri Handayani. Semboyan
yang dibuat oleh Ki Hadjar Dewantara memiliki maksud yaitu ketika seseorang
berada di depan harus mampu menjadi contoh yang baik, ketika berada ditengah-
tengah maka harus mampu membangun sebuah semangat, serta ketika seseorang
berada dibelakang maka harus mampu mendorong orang yang berada
didepannya.4

Organisasi Taman Siswa memiliki asas yang menyatakan bahwa bergerak


dalam bidang pendidikan yang mengajarkan sebuah dasar kemerdekaan. Hal ini
terlihat dari Pemyataan Asas Taman Siswa tahun 1922 yang di dalam pasal 1 dan
2 dari Pemyataan Asas tersebut mencantumkan sendi-sendi kemerdekaan. Bila
diterapkan kepada pelaksanaan pengajaran atau pelaksanaan pendidikan hal ini
dapat diartikan bahwa murid yang dididik diajak untuk berpikir dan berperasaan
serta bekerja dengan merdeka di dalam batas tujuan bersama.5

3
Kumalasari, Dyah, “Konsep Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan
Taman Siswa (Tinjauan Humaris-Religius)”, Jurnal Istoria, Vol 8, No 1,
September 2010, hlm. 49
4
Opocit, hlm. 56

2
Sifat kebangsaan terlihat jelas dari sebuah metode pendidikan yang
diterapkan dalam pendidikan di Taman Siswa. Salah satu metode pendidikan yang
diterapkan yaitu pendidikan diberikan kepada anak didik untuk menyiapkan rasa
kebangsaan dan tanggung jawab, agar anak berkembang merdeka dan menjadi
orang yang serasi, terikat erat dengan kebudayaannya sendiri, dan dengan
demikian pendidika di Indonesia terhindar dari pengaruh yang tidak baik dan
mendapatkan sebuah tekanan hubungan dengan kolonial, seperti rasa rendah diri,
ketakutan, kebencian, keseganan, dan tiruan yang membuta. Metode pendidikan
yang dilakukan oleh Taman Siswa ini membuat pemerintah Kolonial menutup dan
menyegel organisasi pendidikan Taman Siswa ini terjadi sebuah ordonasi.
Tindakan pemerintah ini temyata tidak mernatikan kegiatan Taman Siswa.
Kegiatan belajar dilakukan di rumah masing-masing guru. Bila ada seorang guru
yang ditangkap karena aksi yang terang-terangan menentang ordonansi itu, maka
dengan suka rela guru yang lainnya menggantikan guru yang ditangkap dan
dipenjara.6 Kegiatan belajar yang dilakukan oleh para pengajar di Taman Siswa
membuat pemerintah Kolonial Belanda curiga, selain itu juga pemerintah
Kolonial curiga terhadap sekolah partikelir dan sebuah pendidikan atau
pengajaran yang disalahguakan dan dipakai propaganda politik untuk melawan
kekuasaan Kolonial Belanda.

Kecurigaan pemerintahan Kolonial terhadap pendidikan Taman Siswa


membuat Ki Hadjar Dewantara menjadi sebuah sasaran untuk kepentingan politik
yang dilaksanakan oleh pemerintah Kolonial. Hal ini disebabkan karena rumah Ki
Hadjar Dewantara juga merupakan tempat kegiatan pendidikan organisasi Taman
Siswa. Pada tahun 1924 pemerintah Kolonial menyita barang yang ada di rumah
Ki Hadjar Dewantara. Barang yang disita oleh pemerintah Kolonial sebagian
besar digunakan oleh Ki Hadjar Dewantara untuk kegiatan belajar mengajar atau
kegiatan sekolah. Pemerintah Kolonial melakukan penyitaan barang kegiatan

5
Purwoko, Dwi, “Semangat Taman Siswa dan Perlawanannya Terhadap
Undang-Undang Sekolah Liar”, Jurnal Pendidikan Jilid 1, No. 2, Agustus 1994,
hlm. 126
6
Dewantara, B.S, 1979, “Nyi Hajar Dewantara”, Jakarta: PT. Gunung Agung,
hlm. 116

3
belajar yang ada di rumah Ki Hadjar Dewantara dengan alasan tidak membayar
pajak. Padahal hal tersebut tidak diwajibkan untuk membayar pajak karena, Ki
Hadjar Dewantara hanya menempati dua kamar saja dan kamar-kamar lainnya
digunakan untuk kegiatan belajar. Dengan demikian penyitaan barang yang berada
di rumah Ki Hadjar Dewantara ini merupakan sebuah motif politik saja, sehingga
menghambat kegiatan pembelajaran yang ada di Taman Siswa.7

Kegiatan politik yang dilakukan oleh pemerintahan Kolonial Belanda


memunculkan reaksi keras dari kaum pergerakan. Kaum pergerakan menentang
sebuah kegiatan politik yang membuat organisasi Taman Siswa tidak bergerak
maju atau tidak ada perkembangan dengan baik. Tekad ini dinyatakan oleh Ki
Hadjar Dewantara dalam kawatnya kepada Gubemur Jendral dan juga di dalam
pembicaraan lisannya dengan Kiewiet de Jonge yakni pejabat yang bertindak
selaku kuasa pemerintah yang pada waktu itu berkunjung ke rumahnya.8
Kemudian reaksi yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara ini didukung dan
disebarkan melalui media pers atau media masa. Kegiatan yang dilakukan Ki
Hadjar Dewantara membuat kehebohan diseluruh masyarakat dan membuat
Dewan Rakyat membahasa hal yang dituliskan oleh Ki Hadjar Dewantara.

Kegiatan yang sudah dilakukan Ki Hadjar Dewantara ini membuat para


kaum pergerakan mendukung dan membantu Ki Hadjar Dewantara. Selain dari
kaum pergerakan, ternyata dari organisasi yang memiliki sekolah partikelir juga
mendukung dan membantu Ki Hadjar Dewantara untuk mendapatkan keadilan
untuk membangun sebuah sekolah Taman Siswa. Oraganisasi yang membantu Ki
Hadjar Dewantara antara lain Muhammadiyah, PSII (Partai Sarekat Islam
Indonesia), Budi Utomo, Permi, PNI (Partai Nasional Indonesia) dan Partai
Kristen Indonesia. Organisasi yang turut membantu Ki Hadjar Dewantara untuk
mendapatkan keadilan serta menolak politik ordonasi melakukan sebuah
musyawarah atau rapat besar. Hasil rapat dari setiap organisasi ialah menolak
keras adanya politik ordonasi yang ternyata membelenggu kebebasan organisasi
7
Soeratman, Darsiti, 1977, “Ki Hajar Dewantara”, Jakarta: Departemen P dan K,
hlm. 81
8
Suminto, Aqib, 1985, “Politik Islam Hindia Belanda”, Jakarta: LP3ES, hlm. 62

4
Indonesia untuk melakukan sebuah kegiatan. Protes tersebut tampaknya
diperhatikan oleh Gubernur Jendral de Jonge, seorang Gubernur Jendral yang
mempunyai sikap keras terhadap kaum pergerakan nasional. Protes ini juga
menggambarkan bahwa seluruh organisasii politik dan non politik Indonesia dapat
mencapai hasil.9

Bantuan dari banyak kaum pergerakan, organisasi politik maupun


pendidikan untuk lakukan sebuah aksi ketidak puasan menjadi sebuah prestasi
tersendiri dalam hal melawan politik ordonasi yang sudah dilakukan oleh
pemerintahan Kolonial Belanda. Pergerakan Nasional yang dilakukan organisasi
Taman Siswa juga berhasil menanamkan rasa Nasionalisme terhadap para pemuda
dari penjuru negeri. Tanpa organisasi pendidikan Taman Siswa di Indonesia tidak
akan ada pendidikan yang menciptakan rasa Nasionalisme atau cinta terhadap
tanah airnya, serta memiliki pengetahuan mengenai sebuah ilmu dan kebudayaan.
Setelah terlaksananya proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pada masa perang
melawan Belanda, masyarakat Indonesia semangat dan cita-cita kebangsaan pada
tahun 1930-an dan 1940-an, mereka mempunyai arti yang sangat besar dalam
menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia.10

9
Ibid, Purwoko, Dwi, “Semangat Taman Siswa dan Perlawanannya Terhadap
Undang-Undang Sekolah Liar”, hlm. 132
10
Ingleson, John, 1983, Jalan Ke Pengasingan: Pergerakan Nasionalis Indonesia
Tahun 1927-1942, Jakarta LP3ES, hlm. 230

5
Kesimpulan

Terjadinya pergerakan nasional sekitar awal abad ke-20, hal ini digunakan
untuk melawan kolonialisme Belanda. Hal yang mempengaruhi terjadinya
pergerakan nasional akibat adanya diskriminasi dari segala bidang, sehingga
masyarakat di setiap daerah harus berkorban secara fisik. Pasca diterapkannya
politik etis muncul golongan cendekiawan yang menggeser posisi pemimpin
perjuangan fisik dan menawarkan perjuangan dengan cara yang lebih efektif.
Golongan cendekiawan ini lahir dari golongan priyayi yang mendapat pendidikan
modern Eropa, yang masih tetap mewarisi beberapa perangkat kebudayaan elite
tradisional. Pelopor adanya pergerakan Nasional berada pada golongan elit. Ki
Hadjar Dewantara lah salah satu pelopor pergerakan nasional dari golongan elit.
Ki Hadjar Dewantara membuat sebuah organisasi pendidikan yang bernama
Taman Siswa pada tahun 1922.

Latar belakang Ki Hadjar Dewantara membuat organisasi pendidikan yaitu


kondisi masyarakat Indonesia yang mendapat kekangan Kolonialisme Belanda.
Masyarakat Indonesia tidak mendapat hak pendidikan yang merata dari pihak
Kolonial. Pendidikan yang diterapkan di Indonesia hanya kalangan tertentu saja,
hal ini disebabkan oleh biaya pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah
Kolonial sangat mahal dan juga strategi politik pendidikan. Sehingga pendidikan
yang ada di Indonesia ini hanya golongan tertentu saja bisa bersekolah, seperti
golongan Eropa atau Kolonial dan golongan Priyai saja yang dapat menempuh
pendidikan. Ternyata usaha Ki Hadjar Dewantara ini memiliki banyak sekali
tantangan yang harus di lewati. Dengan semangat yang ada pada diri Ki Hadjar
Dewantara dan di bantu oleh kaum pergerakan ini lah yang membuat pergerakan
baru di dunia pendidikan Indonesia hingga saat ini.

6
Daftar Pustaka

Dewantara, B.S. 1979. “Nyi Hajar Dewantara”. Jakarta: PT. Gunung Agung
Ingleson, John. 1983. Jalan Ke Pengasingan: Pergerakan Nasionalis Indonesia
Tahun 1927-1942. Jakarta LP3ES
Kumalasari, Dyah. “Konsep Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan
Taman Siswa (Tinjauan Humaris-Religius)”. Jurnal Istoria, Vol 8, No 1,
September 2010
Purwoko, Dwi. “Semangat Taman Siswa dan Perlawanannya Terhadap Undang-
Undang Sekolah Liar”. Jurnal Pendidikan Jilid 1, No. 2, Agustus 1994
Sanjaya, Ageng. “Pendidikan Modern Pribumi Masa Kebangkitan Nasional”.
Makalah Artikel Dosen Pendidikan Sejarah, Universitas Veteran Bangun
Nusantara Sukoharjo
Soeratman, Darsiti. 1977. “Ki Hajar Dewantara”. Jakarta: Departemen P dan K
Sudiyo, dkk. 1997. “Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia dari Budi Utomo
sampai dengan Pengakuan Kedaulatan”. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Museum Kebangkitan Nasional
Suminto, Aqib. 1985. “Politik Islam Hindia Belanda”. Jakarta: LP3ES

Anda mungkin juga menyukai