1
Sudiyo, dkk, 1997, “Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia dari Budi Utomo
sampai dengan Pengakuan Kedaulatan”, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Museum Kebangkitan Nasional, hlm.
17
2
Sanjaya, Ageng, “Pendidikan Modern Pribumi Masa Kebangkitan Nasional”,
Makalah Artikel Dosen Pendidikan Sejarah, Universitas Veteran Bangun
Nusantara Sukoharjo, hlm. 1
1
Taman Siswa merupakan sebuah organisasi pergerakan nasional dalam
bidang pendidikan yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara. Organisasi
pendidikan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara pada tanggal 3 Juli
1922. Sekolah ini diberi nama “National Onderwijs Institut Taman Siswa” yang
berpusat di balai Ibu Pawiyatan (Majelis Luhur) Jalan Taman Siswa, Yogyakarta
dan memiliki sekitar 129 cabang sekolah di Indonesia.3 Latar belakang berdirinya
Taman Siswa adalah kondisi masyarakat Indonesia yang mendapat kekangan
Kolonialisme Belanda. Masyarakat Indonesia tidak mendapat hak pendidikan
yang merata dari pihak Kolonial. Pendidikan yang diterapkan di Indonesia hanya
kalangan tertentu saja, hal ini disebabkan oleh biaya pendidikan yang diterapkan
oleh pemerintah Kolonial sangat mahal dan juga strategi politik pendidikan.
Sehingga pendidikan yang ada di Indonesia ini hanya golongan tertentu saja bisa
bersekolah, seperti golongan Eropa atau Kolonial dan golongan Priyai saja yang
dapat menempuh pendidikan. Ki Hadjar Dewantara memberikan sebuah
semboyan untuk organisasi Taman Siswa yaitu Tut Wuri Handayani. Semboyan
yang dibuat oleh Ki Hadjar Dewantara memiliki maksud yaitu ketika seseorang
berada di depan harus mampu menjadi contoh yang baik, ketika berada ditengah-
tengah maka harus mampu membangun sebuah semangat, serta ketika seseorang
berada dibelakang maka harus mampu mendorong orang yang berada
didepannya.4
3
Kumalasari, Dyah, “Konsep Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan
Taman Siswa (Tinjauan Humaris-Religius)”, Jurnal Istoria, Vol 8, No 1,
September 2010, hlm. 49
4
Opocit, hlm. 56
2
Sifat kebangsaan terlihat jelas dari sebuah metode pendidikan yang
diterapkan dalam pendidikan di Taman Siswa. Salah satu metode pendidikan yang
diterapkan yaitu pendidikan diberikan kepada anak didik untuk menyiapkan rasa
kebangsaan dan tanggung jawab, agar anak berkembang merdeka dan menjadi
orang yang serasi, terikat erat dengan kebudayaannya sendiri, dan dengan
demikian pendidika di Indonesia terhindar dari pengaruh yang tidak baik dan
mendapatkan sebuah tekanan hubungan dengan kolonial, seperti rasa rendah diri,
ketakutan, kebencian, keseganan, dan tiruan yang membuta. Metode pendidikan
yang dilakukan oleh Taman Siswa ini membuat pemerintah Kolonial menutup dan
menyegel organisasi pendidikan Taman Siswa ini terjadi sebuah ordonasi.
Tindakan pemerintah ini temyata tidak mernatikan kegiatan Taman Siswa.
Kegiatan belajar dilakukan di rumah masing-masing guru. Bila ada seorang guru
yang ditangkap karena aksi yang terang-terangan menentang ordonansi itu, maka
dengan suka rela guru yang lainnya menggantikan guru yang ditangkap dan
dipenjara.6 Kegiatan belajar yang dilakukan oleh para pengajar di Taman Siswa
membuat pemerintah Kolonial Belanda curiga, selain itu juga pemerintah
Kolonial curiga terhadap sekolah partikelir dan sebuah pendidikan atau
pengajaran yang disalahguakan dan dipakai propaganda politik untuk melawan
kekuasaan Kolonial Belanda.
5
Purwoko, Dwi, “Semangat Taman Siswa dan Perlawanannya Terhadap
Undang-Undang Sekolah Liar”, Jurnal Pendidikan Jilid 1, No. 2, Agustus 1994,
hlm. 126
6
Dewantara, B.S, 1979, “Nyi Hajar Dewantara”, Jakarta: PT. Gunung Agung,
hlm. 116
3
belajar yang ada di rumah Ki Hadjar Dewantara dengan alasan tidak membayar
pajak. Padahal hal tersebut tidak diwajibkan untuk membayar pajak karena, Ki
Hadjar Dewantara hanya menempati dua kamar saja dan kamar-kamar lainnya
digunakan untuk kegiatan belajar. Dengan demikian penyitaan barang yang berada
di rumah Ki Hadjar Dewantara ini merupakan sebuah motif politik saja, sehingga
menghambat kegiatan pembelajaran yang ada di Taman Siswa.7
4
Indonesia untuk melakukan sebuah kegiatan. Protes tersebut tampaknya
diperhatikan oleh Gubernur Jendral de Jonge, seorang Gubernur Jendral yang
mempunyai sikap keras terhadap kaum pergerakan nasional. Protes ini juga
menggambarkan bahwa seluruh organisasii politik dan non politik Indonesia dapat
mencapai hasil.9
9
Ibid, Purwoko, Dwi, “Semangat Taman Siswa dan Perlawanannya Terhadap
Undang-Undang Sekolah Liar”, hlm. 132
10
Ingleson, John, 1983, Jalan Ke Pengasingan: Pergerakan Nasionalis Indonesia
Tahun 1927-1942, Jakarta LP3ES, hlm. 230
5
Kesimpulan
Terjadinya pergerakan nasional sekitar awal abad ke-20, hal ini digunakan
untuk melawan kolonialisme Belanda. Hal yang mempengaruhi terjadinya
pergerakan nasional akibat adanya diskriminasi dari segala bidang, sehingga
masyarakat di setiap daerah harus berkorban secara fisik. Pasca diterapkannya
politik etis muncul golongan cendekiawan yang menggeser posisi pemimpin
perjuangan fisik dan menawarkan perjuangan dengan cara yang lebih efektif.
Golongan cendekiawan ini lahir dari golongan priyayi yang mendapat pendidikan
modern Eropa, yang masih tetap mewarisi beberapa perangkat kebudayaan elite
tradisional. Pelopor adanya pergerakan Nasional berada pada golongan elit. Ki
Hadjar Dewantara lah salah satu pelopor pergerakan nasional dari golongan elit.
Ki Hadjar Dewantara membuat sebuah organisasi pendidikan yang bernama
Taman Siswa pada tahun 1922.
6
Daftar Pustaka
Dewantara, B.S. 1979. “Nyi Hajar Dewantara”. Jakarta: PT. Gunung Agung
Ingleson, John. 1983. Jalan Ke Pengasingan: Pergerakan Nasionalis Indonesia
Tahun 1927-1942. Jakarta LP3ES
Kumalasari, Dyah. “Konsep Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan
Taman Siswa (Tinjauan Humaris-Religius)”. Jurnal Istoria, Vol 8, No 1,
September 2010
Purwoko, Dwi. “Semangat Taman Siswa dan Perlawanannya Terhadap Undang-
Undang Sekolah Liar”. Jurnal Pendidikan Jilid 1, No. 2, Agustus 1994
Sanjaya, Ageng. “Pendidikan Modern Pribumi Masa Kebangkitan Nasional”.
Makalah Artikel Dosen Pendidikan Sejarah, Universitas Veteran Bangun
Nusantara Sukoharjo
Soeratman, Darsiti. 1977. “Ki Hajar Dewantara”. Jakarta: Departemen P dan K
Sudiyo, dkk. 1997. “Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia dari Budi Utomo
sampai dengan Pengakuan Kedaulatan”. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Museum Kebangkitan Nasional
Suminto, Aqib. 1985. “Politik Islam Hindia Belanda”. Jakarta: LP3ES