Anda di halaman 1dari 13

Perbandingan Hukum Perkawinan di Indonesia dengan Malaysia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang penulisan

Meskipun Indonesia dan Malaysia mempunyai banyak kesamaan dalam beberapa hal, seperti
Negara dengan mayoritas muslim terbanyak, sama-sama mempunyai adat dan ras melayu dan
menggunakan Hukum Islam, tetapi untuk masalah hukum perkawinan kedua Negara ini sangat berbeda
jauh dalam hal pengaturan maupun penerapannya.
Oleh karena hal itulah penulis mengangkat dan mengambil tema hukum perkawinan di antara kedua
negara tersebut. Sebagai bahan perbandingan dan pembelajaran untuk mencari persamaan serta
perbedaan yang timbul dalam masalah hukum perkawinan ini.

B. PERMASALAHAN

Berikut adalah permasalahan yang bisa penulis ambil :

 Apa saja persamaan dan perbedaan hukum perkawinan di Negara Indonesia dengan Negara
Malaysia?
 Apa yang melatarbelakangi persamaan dan perbedaan tersebut?
 Bagaimanakah prosedur pencatatan perkawinan di Negara Indonesia dengan Negara
Malaysia? Apa saja persyaratannya?
 Bagaimanakah prosedur Poligami di Malaysia?
 Bagaimanakah prosedur perkawinan campuran di Negara Malaysia?
 Bagaimanakah Prosedur perceraian di Negara Malaysia?
 Bagaimanakah prosedur perkawinan untuk nonmuslim di Negara Malaysia?

BAB III
PEMBAHASAN

A. Persamaan dan perbedaan Hukum Perkawinan Indonesia dengan Malaysia

Dalam hal hukum perkawinan dan tata cara perkawinan, Indonesia dan Malaysia mempunyai
beberapa kesamaan, yaitu :
1. Adanya Undang-Undang khusus yang mengatur masalah perkawinan dan perceraian.
2. Adanya wali hakim apabila wali dari pihak-pihak keluarga tidak bisa mewakilkan.
3. Adanya kursus Pranikah bagi pasangan yang ingin menikah dan taklik talak ketika akad nikah
diberlangsungkan.
4. Sama-sama mengizinkan Poligami (dengan syarat dan ketentuan yang berlaku).
5. Adanya Pengadilan Agama yang mengatur masalah hukum kekeluargaan untuk orang Islam.
Tetapi dalam hal ini, di Malaysia dikenal dengan Pengadilan Syari’ah.
6. Sama-sama mengizinkan perkawinan campuran.
7. Sama-sama mempunyai pengadilan khusus untuk mengatur masalah perkawinan dan perceraian
nonmuslim.

Sedangkan perbedaan-perbedaannya, yaitu :

1. Karena Malaysia adalah Negara Federal, maka di setiap wilayah dalam Negara Malaysia (dalam
hal ini adalah Negara bagian) terdapat perbedaan dalam hal prosedur untuk mengajukan
perkawinan dan perceraian.
2. Selain itu terdapat perbedaan dari segi umur pada Laki-laki yang ingin menikah.
3. Malaysia tidak mencantumkan atau memasukkan Perjanjian perkawinan dalam Hukum
perkawinannya.
4. Meskipun Malaysia adalah bekas jajahan Inggris, tetapi dalam hal penindakan penyimpangan
Poligami dan pasangan yang berbuat Zina, Malaysia menerapkan konsep Hukum yang lebih
tegas. [1]

Lalu apa yang melatarbelakangi terjadinya persamaan dan perbedaan tersebut?


Hal ini bisa dilihat dari sistem hukum Malaysia dan Indonesia yang berbeda, karena Malaysia merupakan
Negara bekas jajahan Inggris sedangkan Indonesia merupakan Negara bekas jajahan Belanda. Jika dilihat
dari hukum yang dibawa oleh kedua Negara penjajah tersebut maka kita juga bisa melihat bahwa Inggris
merupakan Negara yang menganut sistem hukum Anglo saxon, yang berarti Inggris lebih memakai
Yurisprudensi untuk mengambil suatu tindakan hukum. Sedangkan Belanda merupakan Negara yang
menganut sistem hukum Eropa kontinental, yang berarti bahwa Belanda lebih memakai Undang-Undang
untuk mengambil suatu tindakan hukum.

Selain itu, bentuk negara, sistem pemerintahan dan sumber hukum dari kedua negara ini
berbeda sehingga dalam pengaturan hukum dan penerapan hukumnya pun juga berbeda.

B. Prosedur Perkawinan di Indonesia

• Perkawinan

Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 9 tahun 1975 tantang pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974
tentang perkawinan pasal 2 ayat 1 dan 2, “Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agama Islam dilakukan oleh Pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang No. 32 tahun 1954 tentang pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk”. Sedangkan ayat
duanya menyatakan : “Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya
menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat
Perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan
mengenai pencatatan perkawinan”.
Untuk prosedur pencatatan perkawinan dan tata cara Perkawinan, bisa dilihat pada pasal 5
sampai pasal 9, Pasal 10 sampai pasal 13 Peraturan Pemerintah RI No. 9 tahun 1975.
“Perkawinan harus didasarkan atas perjanjian kedua calon mempelai”. Ayat 2 : “Untuk melangsungkan
perkawinan, seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin
kedua orang tua”. (Pasal 6 ayat 1 dan 2 tentang Syarat-syarat Perkawinan)
“Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak
wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”. (pasal 7)
• Perkawinan Campuran

Menurut Pasal 57 yang di maksud dengan Perkawinan Campuran dalam UU No. 1 tahun 1974
ialah “Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena
perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganengaraan Asing dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia”.

Sedangkan prosedurnya adalah sebagai berikut :

• Sesuai dengan UU Yang Berlaku

Perkawinan Campuran yang dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-Undang


Perkawinan dan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan. Syarat Perkawinan diantaranya: ada
persetujuan kedua calon mempelai, izin dari kedua orangtua/wali bagi yang belum berumur 21 tahun,
dan sebagainya (lihat pasal 6 UU Perkawinan).

• Surat Keterangan dari Pegawai Pencatat Perkawinan

Bila semua syarat telah terpenuhi, mintalah kepada pegawai pencatat perkawinan untuk
memberikan Surat Keterangan dari pegawai pencatat perkawinan masing-masing pihak, --calon istri dan
calon suami (pasal 60 ayat 1 UU Perkawinan). Surat Keterangan ini berisi keterangan bahwa benar syarat
telah terpenuhi dan tidak ada rintangan untuk melangsungkan perkawinan. Bila petugas pencatat
perkawinan menolak memberikan surat keterangan, maka kita dapat meminta Pengadilan memberikan
Surat Keputusan, yang menyatakan bahwa penolakannya tidak beralasan (pasal 60 ayat 3 UU
Perkawinan).
Surat Keterangan atau Surat Keputusan Pengganti Keterangan ini berlaku selama enam bulan.
Jika selama waktu tersebut, perkawinan belum dilaksanakan, maka Surat Keterangan atau Surat
Keputusan tidak mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5 UU Perkawinan).

• Surat-surat yang harus dipersiapkan

Ada beberapa surat lain yang juga harus disiapkan, yakni :

a) Untuk calon suami :

Calon suami harus melengkapi surat-surat dari daerah atau negara asalnya. Untuk dapat menikah di
Indonesia, ia juga harus menyerahkan "Surat Keterangan" yang menyatakan bahwa ia dapat kawin dan
akan kawin dengan WNI. SK ini dikeluarkan oleh instansi yang berwenang di negaranya. Selain itu harus
pula dilampirkan:

 Fotokopi Identitas Diri (KTP/pasport)


 Fotokopi Akte Kelahiran
 Surat Keterangan bahwa ia tidak sedang dalam status kawin; atau
 Akte Cerai bila sudah pernah kawin; atau
 Akte Kematian istri bila istri meninggal
 Surat-surat tersebut lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penterjemah yang
disumpah dan kemudian harus dilegalisir oleh Kedutaan Negara WNA tersebut yang ada di
Indonesia.
b) Untuk calon istri :

 Fotokopi KTP
 Fotokopi Akte Kelahiran
 Data orang tua calon mempelai
 Surat pengantar dari RT/RW yang menyatakan bahwa tidak ada halangan untuk melangsungkan
perkawinan

• Pencatatan Perkawinan (pasal 61 ayat 1 UU Perkawinan)

Pencatatan perkawinan ini dimaksudkan untuk memperoleh kutipan Akta Perkawinan (kutipan
buku nikah) oleh pegawai yang berwenang. Bagi yang beragama Islam, pencatatan dilakukan oleh
pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Talak Cerai Rujuk. Sedang bagi yang
Non Islam, pencatatan dilakukan oleh Pegawai Kantor Catatan Sipil.

• Legalisir Kutipan Akta Perkawinan

Kutipan Akta Perkawinan yang telah di dapatkan, masih harus dilegalisir di Departemen Hukum
dan HAM dan Departemen Luar Negeri, serta didaftarkan di Kedutaan negara asal suami.
Dengan adanya legalisasi itu, maka perkawinan sudah sah dan diterima secara internasional, baik bagi
hukum di negara asal suami, maupun menurut hukum di Indonesia.

• Poligami

Pasal 40 menyebutkan “Apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang,
maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan”.
Untuk Prosedurnya sendiri bisa dilihat pada pasal 41 sampai pasal 44 :
“Pengadilan kemudian memeriksa mengenai:
 Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi, ialah :
a. Bahwa istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
b. Bahwa istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. Bahwa istri tidak dapat melahirkan keturunan.
 Ada atau tidaknya perjanjian dari istri, baik perjanjian lisan maupun tertulis, apabila perjanjian itu
merupakan perjanjian lisan, perjanjian itu harus diiucapkan di depan sidang Pengadilan.
 Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup istri dan anak-anak,
dengan memperhatikan :
a. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani oleh bendahara tempat
bekerja; atau
b. Surat keterangan pajak penghasilan; atau
c. Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh pengadilan;
 Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri dan anak-anak
mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan untuk
itu”. (Pasal 41)
 Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada pasal 40 dan 41, pengadilan harus
memanggil dan mendengar istri yang bersangkutan.
 Pemeriksaan Pengadilan untuk itu dilakukan oleh Hakim selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
setelah diterimanya surat permohonan beserta lampirannya. (Pasal 42)
 Apabila Pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristri lebih dari
seorang, maka Pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristri lebih dari
seorang. (Pasal 43)
 Pegawai pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan
beristri lebih dari seorang sebelum adanya izin Pengadilan seperti yang dimaksud dalam pasal 43.
(Pasal 44)

• Perceraian
Menurut pasal 19, Perceraian dapat terjadi karena alasan sebagai berikut :
 Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, penjudi dan lain sebagainya yang sukar
disembuhkan;
 Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) bulan berturut-turut tanpa izin pihak
lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;
 Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat
setelah perkawinan berlangsung;
 Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak
lain;
 Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami/istri;
 Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

“Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, yang akan
menceraikan istrinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya yang berisi
pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya disertai dengan alasan-alasannya serta
meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu”. (Pasal 14)
“Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud dalam pasal 14 dan dalam
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil pengirim surat dan juga istrinya untuk
meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu”. (Pasal
15)
“Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya, kepada Pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat”. (Pasal 20 ayat 1)
“Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 No. 2 diajukan kepada Pengadilan di
tempat kediaman penggugat”. “Gugatan tersebut dalam ayat 1 dapat diajukan setelah lampau 2 (dua)
tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah”. (Pasal 21 ayat 1 dan 2)
“Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 No. 6 diajukan kepada Pengadilan di
tempat kediaman penggugat”. (Pasal 22 ayat 1)
“Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami-istri mendapat hukuman penjara 5
(lima) tahun atau hukuman yang lebih berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 No. 3, maka untuk
mendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan pututsan
Pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap”. (Pasal 23)
“Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat atau tergugat,
Pengadilan dapat :
 Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami;
 Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;
 Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi
hak suami atau barang-barang yang menjadi hak istri”. (Pasal 24 ayat 2)
“Sesaat setelah dilakukan sidang Pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam
pasal 16, ketua pengadilan membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat
keterangan itu dikirimkan kepada pegawai pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan
pencatatan perceraian”. (Pasal 17)

C. Prosedur Perkawinan di Malaysia

• Perkawinan
Prosedur Permohonan kebenaran menikah di Wilayah Persekutuan :
a. Formulir permohonan kebenaran menikah "Formulir 1" berlaku bagi semua pemohon yang
tinggal di Wilayah Persekutuan saja atau untuk pemohon yang berdomisili di Wilayah
Persekutuan tetapi tinggal di luar Wilayah Persekutuan.
b. Formulir permohonan harus di isi dengan lengkap dalam dua (2) salinan dengan menggunakan
tinta hitam atau biru dan disahkan oleh Penolong Pendaftar Perkawinan, Perceraian dan Ruju
'bagi daerah masing-masing.
c. Menghapus kata salah atau ditindih adalah tidak sah.
d. Pemohon dan wali harus hadir di depan Penolong Pendaftar Perkawinan, Perceraian dan Ruju
'daerah ketika menandatangani formulir tersebut untuk tujuan verifikasi.
e. Asisten Pendaftar Perkawinan, Perceraian dan Ruju 'daerah harus memastikan formulir aplikasi
di isi dengan lengkap dan dokumen-dokumen berhubungan dengan disertakan sebelum
menandatangani formulir itu beserta dengan cop jabatan Penolong Pendaftar Perkawinan,
Perceraian dan Ruju' daerah.

Lampiran-lampiran dokumen sebagai berikut :

A) Permohonan menikah di Wilayah bagi pasangan dalam Wilayah Persekutuan


 Perempuan
1. Salinan Kartu Identitas.
2. Salinan Kartu Pengenalan Wali yang sah.
3. Salinan surat mati jika Wali Akrab telah meninggal dunia.
4. Salinan surat nikah orangtua.
5. Surat tanda tangan Wali Jauh jika Wali tidak tinggal Wilayah Persekutuan atau tidak dapat hadir
dihadapan Penolong Pendaftar Perkawinan, Perceraian dan Ruju 'daerah.
6. Surat pernyataan Cerai yang asli jika bercerai.
7. Salinan surat mati dan salinan surat nikah jika kematian suami.
8. Sertifikat Kursus Pra Pernikahan jika umur kurang dari 40 tahun.
9. Surat izin menikah dari Angkatan (bat D 193) jika anggota militer.
10. Surat izin menikah kali pertama dari Departemen Kepolisian jika anggota polisi.
11. Surat Izin menikah dari Mahkamah Syariah jika pemohon menikah di bawah umur.
12. Salinan Surat janji atau Kartu janji memeluk agama Islam dari Departemen Agama Islam Negeri
dan surat pembubaran perkawinan dari Mahkamah Syariah atau Pengadilan Sipil atau Surat
Cerai sebelum memeluk agama Islam jika pernah menikah.
13. Surat Wakalah Wali jika Wali tidak dapat hadir di dalam majlis akad nikah.
14. Surat izin menikah secara Wali Hakim dari Mahkamah Syariah jika sekiranya perkawinan
dilakukan secara Wali Hakim.
15. Berdomisili / tinggal di wilayah Federasi. Jika alamat tempat tinggal di Wilayah Persekutuan
tetapi alamat pada kartu identitas bukan didalam Wilayah Persekutuan, perlu konfirmasi anak
daerah dari Penolong Pendaftar NCR dengan mengemukakan tagihan pajak pintu rumah
tersebut.
 Lelaki
1. Salinan Kartu Identitas.
2. Surat janji bujang dari majikan jika bekerja dengan majikan atau surat janji Sumpah Bujang dari
Komisioner Sumpah jika majikan.
3. Surat pernyataan Cerai jika bercerai.
4. Salinan surat mati dan salinan surat nikah jika kematian isteri.
5. Sertifikat kursus pra perkawinan jika umur kurang dari 45 tahun.
6. Surat izin menikah dari Angkatan (bat D 193) jika anggota militer.
7. Surat izin menikah kali pertama dari Departemen Kepolisian jika anggota polisi.
8. Surat izin menikah di bawah umur dari Mahkamah Syariah jika di bawah umur.
9. Surat izin berpoligami dari Mahkamah Syariah (bagi permohonan poligami).
10. Salinan Surat janji atau Kartu janji memeluk agama Islam dari Departemen Agama Islam Negeri
dan surat pembubaran perkawinan dari Mahkamah Syariah atau Pengadilan Sipil atau Surat
Cerai / Surat Pembubaran Perkawinan sebelum memeluk agama Islam jika pernah menikah.
11. Berdomisili / tinggal di wilayah Federasi. Jika alamat tempat tinggal di Wilayah Persekutuan
tetapi alamat pada kartu identitas bukan didalam Wilayah Persekutuan, perlu konfirmasi anak
daerah dari Penolong Pendaftar NCR dengan mengemukakan tagihan pajak pintu rumah
tersebut.

B) Permohonan untuk menikah di Wilayah bagi pasangan Perempuan dalam Wilayah dan Lelaki luar
Wilayah.
 Perempuan
1. Salinan kartu identitas beralamat di Wilayah Persekutuan atau surat konfirmasi anak daerah jika
alamat tempat tinggal di Wilayah Persekutuan tidak sama di dalam kartu identitas.
2. Salinan kartu identifikasi wali yang sah.
3. Salinan surat mati jika wali akrab telah meninggal dunia.
4. Salinan surat nikah orang tua pemohon.
5. Surat tanda tangan wali jauh jika wali tidak tinggal di Wilayah Persekutuan atau tidak dapat
hadir di depan Penolong Pendaftar.
6. Surat pernyataan cerai jika mau bercerai.
7. Salinan surat mati dan salinan surat nikah jika kematian suami.
8. Sertifikat kursus pra pernikahan jika umur kurang dari 40 tahun.
9. Surat izin menikah dari Angkatan (bat D 193) jika anggota militer.
10. Surat izin menikah kali pertama dari Departemen Kepolisian jika anggota polisi.
11. Surat izin menikah di bawah umur dari Mahkamah Syariah jika di bawah umur.
12. Salinan surat / surat janji atau kartu memeluk agama Islam dari Departemen Agama Islam
Negeri dan surat pembubaran perkawinan dari Mahkamah Syariah atau Pengadilan Sipil atau
surat cerai sebelum memeluk agama Islam jika pernah menikah.
13. Surat Wakalah Wali jika wali tidak dapat hadir di dalam majlis akad nikah.
14. Surat izin menikah secara wali hakim dari Mahkamah Syariah jika Wali Nasab.
 Lelaki
1. Surat izin menikah dari kantor agama / negeri pria berdomisili / tinggal.
C) Permohonan kebenaran menikah di bawah umur (Lelaki di bawah umur 18 tahun dan Perempuan
di bawah umur 16 tahun)

i. Pemohon harus mengajukan dokumen untuk kebenaran menikah dan dua saksi di kalangan
keluarga dekat di Unit Perkawinan, Cerai dan Ruju '.
ii. Proses mendaftarkan kasus di Mahkamah Syariah akan di buat oleh pemohon atas nasihat dan
panduan oleh registrar. Perkawinan dapat dilakukan setelah mendapat perintah pengadilan.

Sebab-sebab perpindahan Wali Nasab kepada Wali Hakim:

1. Wali aqrab dalam ihram haji / umrah.


2. Tidak memiliki wali nasab.
3. Wali aqrab sengaja enggan.
4. Anak tidak sah taraf.
5. Saudara baru yang tiada wali nasab.
6. Wali aqrab hendak menikah dengan pemohon yang tiada wali setingkat.
7. Wali tidak jauh (hilang) yang tidak dapat di kesan.
8. Wali nasab berada jauh lebih dari dua marhalah (93KM).

D) Pendaftaran Perkawinan bagi pemohon bukan beragama Islam (Permohonan pendaftaran biasa)

 Pemohon harus hadir ke kaunter JPN / Kantor Perwakilan Malaysia di luar negara saat
permohonan dan daftar perkawinan.
 Tempat permohonan berdasarkan alamat yang tertera dalam Mykad (warga negara) dan alamat
tempat tinggal (bukan warga negara) di Malaysia.
 Pemohon bukan warga negara harus berdomisili di daerah pernikahan selama periode 7 hari
sebelum melakukan permohonan pendaftaran pernikahan di kantor JPN yang berlaku.
 Pengupacaraan akan dilakukan setelah 21 hari tetapi tidak melebihi masa 6 bulan dari tanggal
permohonan.
 Dokumen dukungan:
1. Kartu Pengenalan bagi warga negara.
2. Paspor bagi bukan warga negara beserta salinan fotostat informasi diri dan tanggal kedatangan
di Malaysia.
3. 1 (satu) keping gambar berwarna ukuran (32mm X 38mm) berlatar belakang biru untuk setiap
seorang.
4. Jika pemohon bertaraf Duda / Janda silahkan ajukan dekrit Nisi Mutlak
5. Jika pemohon bertaraf Duda / Balu silahkan ajukan Sertifikat Kematian pasangan
6. Pemohon bukan warga negara - kemukakan Surat Konfirmasi Status Perkawinan dari negara
pemohon yang telah diendorskan oleh pihak Kedutaan Malaysia di negara pemohon atau
Kedutaan negara pemohon di Malaysia berikut disahkan oleh Bagian Konsular, Kementerian
Luar Negeri (Wisma Putra), Putrajaya
 Formulir Pendaftaran - JPN.KC02
 Pembayaran: -
1. Sertifikat Pernikahan = RM20.00
2. Sertifikat = RM10.00
 Peringatan pada hari Pengupacaraan Perkawinan
 Pastikan kedua pasangan dan saksi-saksi membawa Kartu Identitas / Paspor asal
 Kedua pihak yang akan menikah WAJIB berpakaian sopan dan rapi.
 T-shirt (berkolar @ Tidak berkolar) / Jeans / sandal / Seluar pendek-TIDAK DIPERBOLEHKAN.
 Dua (2) orang saksi dewasa berusia 21 tahun ke atas yang dapat dipercaya

E) Permohonan konfirmasi perceraian / pembatalan Perkawinan

 Pemohon
 Perlu hadir ke kaunter JPN Kantor pusat untuk permohonan konfirmasi perceraian / pembatalan
perkawinan
 Permohonan dapat dilakukan melalui counter atau pos
 Dokumen dukungan:
1. Kartu Pengenalan bagi warga negara (Salinan jika permohonan dilakukan melalui pos).
2. Paspor bagi bukan warga negara.
3. Dekrit Nisi Mutlak / Perintah Pembatalan Perkawinan ASAL atau Salinan Yang Diakui Sah oleh
Pengadilan yang berlaku.
4. Surat permohonan dari Kantor Pengacara jika permohonan dilakukan melalui pengacara.
 Formulir Pendaftaran - JPN.KC15
 Pembayaran: Gratis
 Pemohon sendiri atau pengacara yang ditunjuk saja dapat membuat permohonan konfirmasi.

• Perkawinan Campuran
A) Permohonan menikah di Wilayah bagi pasangan Perempuan Dalam Wilayah dan lelaki bukan
warganegara
 Perempuan
1. Salinan kartu identitas beralamat di Wilayah Persekutuan atau surat konfirmasi anak daerah jika
alamat tempat tinggal di Wilayah Persekutuan tidak sama di dalam kartu identitas.
2. Salinan kartu identifikasi wali yang sah.
3. Salinan surat mati jika Wali Akrab telah meninggal dunia.
4. Surat tanda tangan Wali jauh jika wali tidak tinggal di Wilayah Persekutuan atau tidak dapat
hadir di hadapan Penolong Pendaftar.
5. Surat pernyataan cerai jika bererai.
6. Salinan surat mati dan salinan surat nikah jika kematian suami.
7. Sertifikat kursus pra perkawinan jika umur kurang dari 40 tahun.
8. Surat kebenaran menikah dari Angkatan (bat D 193) jika anggota militer.
9. Surat izin menikah kali pertama dari Departemen Kepolisian jika anggota polisi.
10. Surat izin menikah di bawah umur dari Mahkamah Syariah jika di bawah umur.
11. Salinan surat / surat janji atau kartu memeluk agama Islam dari Departemen Agama Islam
Negeri dan surat pembubaran perkawinan dari Mahkamah Syariah atau Pengadilan Sipil atau
surat cerai sebelum memeluk agama Islam jika pernah menikah.
12. Surat Wakalah Wali jika wali tidak dapat hadir di dalam majlis akad nikah.
13. Surat izin menikah secara Wali Hakim dari Mahkamah Syariah jika menggunakan wali hakim.
 Lelaki
1. Salinan paspor (muka depan paspor dan cop entri) dan visa yang masih berlaku digunakan.
2. Surat izin menikah dari kedutaan bagi pemegang paspor Visa Sosial.
3. Surat izin dari kedutaan bagi pemegang paspor Visa Sosial dan surat konfirmasi dari
Kementerian Luar (bagi warga Pakistan saja).
4. Surat izin menikah dari Kantor Pendaftar Nikah Cerai dan Ruju 'Singapura dan disahkan oleh
kedutaannya (bagi warga Singapura).
5. Surat janji sumpah dan surat izin dari imigrasi jika tidak ada kedutaan dari Malaysia.
6. Surat dari kedutaan, Department Agama, persetujuan dan Surat Lampiran 7, 8, 10 dan 11 PMA
No.2. (Bagi warga negara Indonesia saja).
7. Surat konfirmasi memeluk agama Islam dari Departemen Agama Islam Negeri dan surat
pembubaran perkawinan dari Mahkamah Syariah atau Pengadilan Sipil atau surat cerai sebelum
memeluk agama Islam jika pernah menikah.

B) Permohonan menikah di Wilayah bagi pasangan Lelaki dalam Wilayah dan Perempuan bukan
warganegara
 Lelaki
1. Salinan kartu identitas beralamat di Wilayah Persekutuan atau surat konfirmasi anak daerah jika
alamat tempat tinggal di Wilayah Persekutuan tidak sama di dalam kartu identitas.
2. Surat janji bujang dari majikan jika bekerja dengan majikan atau Surat janji Sumpah jika bekerja
sendiri atau tidak bekerja.
3. Surat pernyataan Cerai jika bercerai.
4. Salinan surat mati dan salinan surat nikah jika kematian isteri.
5. Sertifikat kursus pra pernikahan jika umur kurang dari 45 tahun.
6. Surat izin menikah dari Angkatan (bat D 193) jika anggota militer.
7. Surat izin menikah kali pertama dari Departemen Kepolisian jika anggota polisi.
8. Surat izin menikah di bawah umur dari Mahkamah Syariah jika di bawah umur.
9. Surat izin berpoligami dari pengadilan Syariah (bagi permohonan berpoligami).
10. Salinan surat / surat janji atau kartu memeluk agama Islam dari Departemen Agama Islam
Negeri dan surat pembubaran perkawinan dari Mahkamah Syariah atau Pengadilan Sipil atau
surat cerai sebelum memeluk agama Islam jika pernah menikah.
 Perempuan
1. Salinan paspor (muka depan paspor dan cop kemasukan) dan visa masih berlaku.
2. Salinan paspor dan wali yang sah.
3. Salinan surat mati jika Wali Akrab telah meninggal dunia.
4. Surat pernyataan Cerai jika bercerai.
5. Salinan surat mati dan salinan surat nikah jika kematian suami.
6. Surat Wakalah Wali jika wali tidak dapat hadir di dalam majlis akad nikah.
7. Salinan surat / surat janji atau kartu memeluk agama Islam dari Departemen Agama Islam
Negeri dan surat pembubaran perkawinan dari Mahkamah Syariah atau Pengadilan Sipil atau
surat cerai sebelum memeluk agama Islam jika pernah menikah.
8. Surat izin menikah secara Wali Hakim dari Mahkamah Syariah jika menggunakan wali hakim.

• Poligami
Berdasarkan UU perkawinan Malaysia tentang boleh atau tidaknya seorang laki-laki melakukan
poligami, ada tiga hal yang perlu dibicarakan, yakni: syarat-syarat, alasan-alasan pertimbangan boleh
tidaknya poligami, dan prosedur. Dalam perundang-undangan Malaysia tidak ada penegasan tentang
prinsip perkawinan.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi :


Pertama, poligami tanpa izin lebih dahulu dari pengadilan tidak boleh didaftarkan. Kedua,
poligami tanpa izin lebih dahulu dari pengadilan boleh didaftarkan dengan syarat lebih dahulu
membayar denda atau menjalani hukuman yang telah ditentukan.
Alasan-alasan pertimbangan bagi pengadilan untuk memberi izin atau tidak ada tiga pihak :
pihak isteri, pihak suami, dan pihak orang-orang yang terkait.
Adapun yang bersumber dari pihak isteri adalah: karena kemandulan, keudzuran jasmani,
karena kondisi fisik yang tidak layak atau tidak mungkin melakukan hubungan seksual, sengaja tidak mau
memulihkan hak-hak persetubuhan, atau isteri gila.
Sedangkan pertimbangan dari pihak suami, yang sekaligus menjadi syarat boleh berpoligami,
adalah:
1. suami mempunyai kemampuan untuk menanggung semua biaya isteri-isteri dan orang-orang
yang akan menjadi tanaggungannya kelak dengan perkawinannya tersebut;
2. suami berusaha berbuat adil di antara para isterinya.
Adapun pertimbangan dari pihak orang-orang terkait, yang lebih tepat disebut orang-orang yang
terkena akibat dari poligami, adalah : bahwa perkawinan tersebut tidak menjadikan isteri-isteri yang
sudah dinikahi menjadi dimudaratkan, poligami tersebut tidak merendahkan langsung terhadap tarap
hidup (martabat) orang-orang yang sebelumnya menjadi tanggungannya.
Sedangkan prosedur untuk berpoligami ada tiga langkah:
 Suami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin dari hakim, bersama persetujuan atau
izin dari pihak isteri/isteri-isterinya.
 Pemanggilan pemohon dan isteri atau isteri-isteri, sekaligus pemeriksaan oleh pengadilan
terhadap kebenaran pemohon.
 Putusan pengadilan berupa penerimaan atau penolakkan terhadap permohonan pemohon.
Suami yang melakukan poligami yang tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang
ditetapkan, secara umum dapat dikenai hukuman berupa hukuman denda maksimal seribu ringgit atau
kurungan maksimal enam bulan atau keduanya.

• Perceraian
Adapun alasan perceraian dalam perundang-undangan Keluarga Muslim di negara-negara
Malaysia sama dengan alasan-alasan terjadinya fasakh. Dalam undang-undang perak dan pahang ada
lima alasan, yaitu:
 Suami impoten atau mati pucuk;
 Suami gila, mengidap penyakit kusta, atau vertiligo, atau mengidap penyakit kelamin yang bisa
berjangkit, selama isteri tidak rela dengan kondisi tersebut;
 Izin atau persetujuan perkawinan dari isteri (mempelai putri) diberikan secara tidak sah, baik
karena paksaan kelupaan, ketidaksempurnaan akal atau alasan-alasan lain yang sesuai dengan
syariat;
 Pada waktu perkawinan suami sakit syaraf yang tidak pantas kawin;
 Atau alasan-alasan lain yang sah untuk fasakh menurut syariah.

Adapun sebab-sebab terjadinya perceraian dalam Undang-undang Muslim Malaysia mayoritas


menetapkan empat sebab dengan proses masing-masing, yakni :
 Perceraian dengan talak atau perintah mentalak.
 Tebus talak.
 Syiqaq.
Hanya Undang-undang serawak yang mencantumkan sebab li’an.

Proses atau langkah-langkah perceraian dengan talak, secara umum adalah sebagai berikut:
 Mengajukan permohonan perceraian ke pengadilan, yang disertai dengan alasan.
 Pemeriksaan yang meliputi pemanggilan oleh pihak-pihak oleh pengadilan dan mengusahakan
pengadilan.
 Putusan.
Juru damai yang diangkat dalam proses perdamaian diutamakan dari keluarga dekat yang berperkara.
Kalau juru damai yang diangkat dianggap kurang mampu menjalankan tugasnya, bisa diganti dengan
juru damai lain yang dianggap lebih mampu. Adapun masa usaha mendamaikan adalah maksimal enam
bulan, atau lebih dengan persetujuan pengadilan, kecuali Kelantan yang menetapkan tiga bulan. Kalau
para pihak tidak mau didamaikan, pegawai yang ditunjuk harus membuat laporan dan melampirkan hal-
hal yang perlu dipikirkan kaitannya dengan akibat perceraian, seperti nafkah dan pemeliharaan anak
sebelum dewasa, pembagian harta dan lain-lain.
Dalam proses peradamaian ada kemungkinan mendatangkan pengacara atau pembela, dengan izin
juru damai. Setelah usaha perdamaian itu tidak membuahkan hasil, pengadilan mengadakan sidang
untuk ikrar talak, yang idealnya diikrarkan oleh suami.
Adapun proses perceraian dengan tebus talak, kalau sudah disepakati kedua belah pihak, adalah setelah
pihak-pihak menyetujuinya dan menyelesaikan pembayaran yang sudah disetujui, pengadilan menyuruh
suami untuk melakukan ikrar talak, dan talaknya akan jatuh talak bain sughra (tidak boleh dirujuk lagi).
Proses perceraian dengan taklik talak adalah isteri melapor tentang terjadinya pelanggaran taklik
talak. Kalau pihak pengadilan mempertimbangkan benar terjadi, maka diadakan sidang perceraian yang
kemudian direkam untuk dicatatkan.
Sedangkan proses perceraian karena ada masalah di antara para pihak (syiqaq), pada dasarnya
mempunyai proses yang sama dengan proses perceraian talak yang tidak disetujui salah satu pihak dan
proses tebus talak, yakni didahului dengan pengangkatan juru damai sampai putusan cerai, kalau tidak
bisa didamaikan. Bahkan Kelantan membuat proses yang sama antara talak dan syiqaq. Karena itu
secara prinsip, dalam proses perceraian dengan talak, tebus talak, taklik talak, dan percekcokkan, antara
suami isteri mempunyai hak yang sama, dan pada akhirnya untuk dapat bercerai harus dengan
persetujuan bersama atau keputusan Pengadilan Agama.
Hal-hal lain yang penting dicatat tentang proses perceraian adalah pertama, ikrar talak (perceraian)
harus di depan pengadilan. Kedua, perceraian harus didaftarkan, dan perceraian yang diakui hanyalah
perkawinan yang sudah didaftarkan. Seorang janda boleh kawin lagi kalau sudah mempunyai :
 Surat yang dikeluarkan berdasarkan undang-undang; atau
 Salinan perceraian, atau
 Pengakuan cerai dari hakim.
Demikian juga seorang yang ditinggal mati boleh nikah lagi kalau sudah mempunyai surat keterangan
kematian.
Sebagai tambahan, semua undang-undang di Malaysia mencantumkan murtad sebagai alasan
perceraian. Tetapi tidak dengan sendirinya terjadi perceraian, melainkan dengan putusan hakim.

Kesimpulan:
Proses menikah di Malaysia lebih ribet dan susah dibanding dengan Indonesia, mungkin karena Negara
Malaysia adalah negara Federal jadi tiap-tiap wilayah di Malaysia mempunyai hukum yang berbeda-
beda. tapi itu justru kelebihan dari Hukum Perkawinan di Malaysia agar tak ada orang yang mudah saja
kawin-cerai atau berpoligami.
DAFTAR PUSTAKA

UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia.


Afandi, Prosedur Poligami di Negara Malaysia, 2009, www.aafandia.wordpress.com
Prosedur permohonan Kebenaran menikah di Wilayah Persekutuan, www.alshahir.com.my.
Departemen Daftar Negara Malaysia, Pendaftaran Perkahwinan bagi pemohon bukan beragama Islam,
www.jpn.com.my.
Prosedur perkawinan Campuran di Indonesia, LBH Apik, www.jurnalhukum.blogspot.com
Anggota Parlemen Malaysia diadili karena Poligami tanpa izin, 2010, www.republika.co.id
Sistem Hukum di Negara Malaysia, Gatot Sugiharto, 2008, www.gats.blogspot.com

Footnote:
[1] Hal ini bisa dilihat pada kasus yang menimpa seorang anggota Parlemen Malaysia yang ketahuan
menikah untuk kedua kalinya di bawah tangan dengan seorang wanita berusia 32 tahun tanpa
persetujuan istri pertama dan pengadilan. Anggota Parlemen tersebut telah diadili pada tanggal 21 April
2009 dan Putusannya akan dibacakan pada tanggal 18 Mei 2009. Pasangan ini kemungkinan akan
didenda 1.000 ringgit Malaysia atau penjara selama enam bulan, atau bahkan keduanya.
www.republika.co.id.
- See more at: http://jilbabkujiwaku.blogspot.co.id/2011/02/perbandingan-hukum-perkawinan-
di.html#sthash.ps8v7n8B.dpuf

Anda mungkin juga menyukai