Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL

“PEMANFAATAN MEDAN MAGNET BAGI MAKHLUK HIDUP”

GURU PEMBIMBING:
HENIE SURYANA,S.Pd

NAMA : ROMLATUL HASANAH


KELAS: IX.4
PEMANFAATAN MEDAN MAGNET BAGI MAKHLUK HIDUP
Kehidupan makhluk hidup di bumi sangat dipengaruhi oleh medan magnet bumi. Medan
magnet bumi adalah daerah disekitar bumi yang masih dipengaruhi oleh gaya tarik bumi.
Sebagian besar hewan memanfaatkan medan magnet bumi untuk mempertahankan
keberlangsungan hidupnya. Hewan mampu mendeteksi medan magnet bumi karena di
dalam tubuh hewan terdapat magnet. Fenomena tersebut dinamakan biomagnetik.
Selain itu, medan magnet bumi dapat membantu hewan dalam menentukan arah
migrasi, mempermudah upaya mencari mangsa, atau menghidari musuh.

1. Migrasi Burung
Bangsa burung adalah salah satu hewan yang selalu melakukan migrasi musiman. Pola yang
paling umum adalah terbang ke utara untuk berkembang biak pada musim panas Arktik dan
terbang kembali ke selatan ketika udara sedang mengalami musim dingin. Burung melakukan
migrasi pada bulan Agustus hingga bulan Maret, dimana di belahan bumi utara mengalami
musim dingin yang menyebabkan jumlah stok makanan burung-burung tersebut berkurang,
akibat kondisi ini burung-burung yang hidup di Rusia timur laut, China, Alaska akan melakukan
migrasi ke bumi belahan selatan guna mencari udara yang lebih hangat dan mencari tempat
yang memiliki makanan dalam jumlah berlimpah. Setiap kelompok burung melakukan migrasi
pada waktu yang berbeda-beda, ada yang migrasi pada siang hari dengan matahari sebagai
petunjuk arah dan adapula burung yang migrasi pada malam hari dengan bulan sebagai
patokan dan penunjuk arah. Beberapa jenis burung, misal burung elang dan burung laying-
layang, melakukan migrasi pada tiap musim tertentu. Burung tersebut menggunakan partikel
magnetik yang ada pada tubuhnya untuk menciptakan “peta” navigasi dengan memanfaatkan
medan magnet bumi.

Migrasi adalah petualangan terbesar dalam kehidupan burung. Ini bukan perjalanan yang
mudah, sebab risiko besar menanti mereka di depan samudera. Tak sedikit dari mereka yang
mati sebelum menginjak tanah idaman/perantauannya di dunia tropis. Burung-burung migran
harus menyeberangi lautan, melintasi padang pasir, dengan risiko terjebak badai atau menjadi
santapan pemangsa. Setibanya di lokasi tujuan, tak jarang kompetisi dengan burung lokal
ataupun penetap menyebabkan nyawa melayang tanpa raga. Burung migran memiliki
kemampuan menemukan rute perjalanan dari satu lokasi migrasi ke lokasi lainnya.
Kemampuan itu masih menimbulkan kekaguman para ilmuwan. Sebab, hingga saat ini belum
ada teori yang spesifik dan akurat yang dapat menjelaskan bagaimana burung bernavigasi.
Memori spasial burung yang kompleks mampu menciptakan peta ingatan lokasi-lokasi yang
mereka kenal, termasuk hubungan antarlokasi, dan tanda-tanda dan bentang alam yag
istimewa. Kemampuan ini juga dapat menghubungkan lokasi-lokasi yang pernah dikunjungi
dan memperkirakan rute penerbangan teraman. Agar dapat dengan mulus tiba di lokasi
migrasi, burung migran tidak cukup hanya mengandalkan orientasi arah. Mereka memiliki
kemampuan navigasi lainnya serupa kompas matahari yang diketahui pertama kali oleh
Gustav Kramer, peneliti burung, pada 1950. Dengan kompas dan bantuan “jam” pada
tubuhnya ini, burung-burung migran dapat mengurangi risiko kehilangan arah dan
memperhitungkan pergerakan matahari. Berbeda dengan jenis burung-burung malam. S.T.
Emlen, ahli zoologi asal Amerika Serikat pada 1967, menemukan bukti bahwa burung-burung
malam menggunakan bintang sebagai kompas. Mereka mengorientasikan diri pada gerak
putar keseluruhan bintang di langit. Di atas khatulistiwa, bintang-bintang tampak bergerak
cepat. Namun, mendekati kutub kecepatannya berkurang. Sebab tepat di atas kutub, bintang
akan “berhenti” atau dikenal sebagai titik perputaran langit. Selain itu, bantuan orientasi
penerbangan bagi burung-burung malam adalah magnet Bumi. Penelitian Institut Zoologi di
Jerman berhasil membuktikan melalui pengujian perilaku jenis prenjak kutub dan sikatan
berdada putih di bawah langit berbintang artifisial di laboratiorium. Kedua jenis tersebut biasa
terbang ke arah barat daya. Dalam rangkaian pengujian tersebut, kedua jenis burung berhasil
mengarahkan diri ke arah barat daya secara tepat saat mengorientasikan diri pada medan
magnet Bumi. Sedangkan, jika medan magnet Bumi diubah, mereka akan terbang ke arah
selatan. Kemampuan andal burung bernavigasi kemudian memunculkan pertanyaan dari para
ahli: Di mana “kompas” para burung itu berada? Sejumlah ahli biologi dari Frankfurt, Jerman,
menemukan kristal-kristal magnetik renik pada kulit bagian atas dekat paruh pada jenis burung
merpati pos. Mereka menduga, kristal ini berhubungan dengan kinerja otak sebagai alat
orientasi. Tetapi, peran kristal magnetis sebagai alat navigasi burung belum dapat dipastikan.
Kompas burung ini tidak membedakan arah utara atau selatan, tetapi mengetahui arah kutub
dan khatulistiwa. Oleh sebab itu, burung akan mencatat sudut inklinasi antara garis medan
magnet dengan permukaan bumi karena sudut ini lebih dekat ke garis khatulistiwa daripada ke
kutub agar mengetahui pada garis lintang berapa mereka berada. Burung-burung migran
menggunakan ketiga kompas ini sesuai kebutuhan. Kompas matahari atau bintang digunakan
saat awal perjalanan. Sedangkan untuk mengorientasikan perjalanan jarak jauh, mereka
mamanfaatkan kemampuan kompas magnet. Burung-burung migran menyimpan memori peta
topografi migrasi di otaknya. Sementara yang lain menduga, burung berorientasi pada cahaya,
tekanan udara, atau aroma lingkungan daerahnya.

2. Migrasi Ikan Salmon


Ikan salmon adalah ikan yang hidup di Samudra Atlantik dan Samudra Pasifik. Ikan salmon
merupakan ikan yang melakukan migrasi untuk berkembang biak. Setiap tahun ikan salmon
akan bermigrasi dari Samudera Pasifik atau Samudera Atlantik ke sungai-sungai tempat
mereka dilahirkan. Jika dihitung, perjalanan yang dilakukan oleh ikan salmon bisa mencapai
1.000 kilometer lebih. Saking jauhnya, banyak ilmuwan yang mengatakan, bahwa migrasi yang
dilakukan oleh ikan salmon adalah migrasi terberat di dunia satwa. Ikan salmon lahir di sungai
dan hidup di sana hingga remaja. Setelah remaja, ikan salmon akan bermigrasi ke laut.
Selama hidupnya di laut, salmon memangsa udang, kepiting dan invertebrata laut lainnya,
menyimpan energinya untuk migrasi yang panjang, dan sementara akan berpuasa ketika
berada di sungai. Salmon betina dapat mengeluarkan telur sebanyak tujuh kali sebelum telur
dalam ovariumnya habis. Oleh karena itu, salmon bisa mati kelelahan setelah bertelur. Telur
salmon diletakkan di bawah kerikil pada air yang dingin dengan berarus yang baik untuk suplai
oksigen. Sebagian besar salmon mati segera setelah pemijahan (bertelur), hanya sekitar 15%
yang dapat kembali ke hilir (laut).

Penelitian dilakukan terhadap ikan salmon yang melewati Sungai Fraser di Canada dan
kembali ke Sungai Fraser lagi dua tahun bermigrasi mangarungi Samudera Pasifik Hal ini
dikarenakan sungai Fraser memiliki medan magnet tertentu yang dapat dideteksi oleh ikan
salmon. Disimpulkan bahwa salmon menemukan jalan mereka dengan menggunakan
“penciuman”. Berkat hidungnya yang dirancang dengan cerdas, seekor salmon dapat melacak
bau-bauan di air hingga sumbernya seperti halnya anjing. Padahal, setiap arus memiliki bau
yang berbeda. Salmon muda merekam semua bebauan itu sepanjang perjalanannya dan
kembali ke rumahnya dengan mengingat bau-bauan tersebut.
Sebuah studi yang dirilis Xinhuanet, menunjukkan bahwa ikan dapat mewarisi semacam “built -
in GPS” atau dengan pengertian bahwa ikan salmon mempunyai peta petunjuk arah untuk
menunjukan mereka untuk pulang.
Pada dasarnya, ikan bertindak seolah-olah mereka memiliki peta berdasarkan medan magnet
dari naluri mereka. Studi lebih lanjut menunjukkan bahwa salmon menggunakan kombinasi
intensitas magnetik dan sudut kemiringan bumi untuk menilai lokasi geografis mereka dan
membimbing mereka sesuai keinginan.

3. Migrasi Penyu
Penyu memulai dan mengakhiri migrasi di Pantai Timur Florida, Amerika Serikat. Jalur migrasi
sepanjang 12.900 km melewati Laut Sargasso, wilayah perairan Laut Atlantik Utara. Waktu
yang dibutuhkan untuk sekali migrasi antara 5-10 tahun. Tidak seperti migrasi hewan lain yang
umumnya dilakukan secara berkelompok, penyu bermigrasi sendiri tanpa mengikuti penyu lain.
Ketika penyu mendeteksi medan magnet yang mirip dengan medan magnet wilayah dekat
Portugal, penyu akan berenang menuju selatan ke arah Portugal. Pergerakan penyu dalam
mengikuti jalur medan magnet bertujuan untuk menjaga penyu agar tetap berada di lautan
yang hangat dan wilayah yang kaya akan sumber makanan.
Menurut profesor biologi University of North Carolina yaitu Kenneth Lohmann, penyu dapat
kembali ke pantai yang memiliki medan magnet yang mirip dengan medan magnet tempat ia
dilahirkan. Seperti GPS (Global Positioning System) atau sistem penunjuka arah, medan
magnet ini membuat penyu bisa mengetahui tempat mereka dilahirkan dan kembali ke tempat
itu. Meski begitu, GPS penyu ini tidak selalu tepat. Terkadang penyu kembali ke pantai yang
salah, karena mendeteksi lingkungan yang memiliki medan magnet yang sama dengan sarang
pertama mereka.

4. Migrasi Lobster Duri


Lobster duri merupakan jenis lobster air laut yang melakukan migrasi. Peneliti Kenneth
Lohmann juga mengobservasi kemampuan lobster duri untuk mendeteksi medan magnet
dengan cara meletakkan lobster duri ke dalam bak air yang dapat diatur medan magnetnya.
Setiap kali medan magnet diubah, lobster duri akan menyesuaikan diri untuk tetap bergerak
menuju arah kutub utara. Hasil dari observasi tersebut membuktikan bahwa lobster duri
mampu merasakan medan magnet bumi untuk memandu migrasi yang dilakukan dari lepas
pantai Florida menuju lautan lepas yang lebih hangat dan tenang di setiap akhir musim gugur.

5. Magnet dalam Tubuh Bakteri


Magnetotactic bacteria merupakan kelompok bakteri yang mampu melakukan navigasi dan
bermigrasi dengan memanfaatkan medan magnet. Beberapa bakteri ini memiliki flagella yang
berfumgsi sebagai pendorong saat bergerak. Jenis bakteri ini ditemukan pertama kali oleh
Richard P. Blakemore pada tahun 1975. Magnetosome tersusun atas senyawa magnetite
(Fe3O4) atau greigite (Fe3S4) yang memiliki sifat kemagnetan jauh lebih kuat dibandingkan
dengan magnet sintetik atau yang dibuat oleh manusia. Magnetosome dan senyawa yang
terkandung di dalamnya masih terus diteliti dan diduga memiliki potensi yang besar untuk
digunakan dalam bidang kesehatan.
MTB memiliki struktur yang disebut sebagai magnetosom, yaitu organel magnetik yang
terdapat dalam selnya. Bentuk dan komposisi magnetosom berbeda-beda antar spesies
bakteri. Pembentukan magnetosom diatur secara molekuler oleh sel MTB. Para ahli telah
melakukan beberapa analisis genetik untuk mengungkap misteri bagaimana magnetosom
dapat disintesis oleh sel bakteri.
Beberapa ilmuwan dari Jepang telah melakukan penelitian genetis pada spesies MTB,
Desulvofibrio magneticus, dimana bakteri tersebut dikenal dengan bentuk magnetosom seperti
peluru yang unik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa seluruh spesies-spesies dari
kelompok MTB setidaknya memiliki tiga kelompok gen terpisah yang mengatur pembentukan
magnetosom dalam sel. Salah satu gen tersebut adalah MagA yang berfungsi untuk transport
besi dalam pembentukan magnetosom. MTB menggunakan magnetosom layaknya jarum besi
pada kompas magnet. Pada belahan bumi utara, medan magnet bumi arah utara akan
membuat magnetosom mendeteksi pusat medan magnet sehingga MTB akan bergerak ke
arah pusat bumi. Dengan cara demikian MTB, yang kebanyakan merupakan bakteri anaerobik
akan bergerak menuju perairan yang lebih dalam, menjauhi oksigen. Begitu pula dengan MTB
pada belahan bumi selatan. Pada MTB yang hidup di daerah ekuator, medan magnet bumi
utara dan selatan besarnya sama kuat, sehingga terdapat kecenderungan untuk bergerak
sesuai keinginan sel tersebut untuk mencari pusat magnet utara atau selatan.

6. Migrasi Paus
Paus memanfaatkan medan magnet bumi untuk mengarahkan mereka ke kutub yang ingin
mereka tuju. Namun, terkadang Medan magnet yang dirasakan oleh paus akan terganggu oleh
teknologi-teknologi yang Manusia bangun di laut seperti Gelombang sonar yang dipakai di
kapal Laut dan markas angkatan laut. Gangguan ini akan menyebabkan Paus salah
mengartikan sinyal yang mereka dapat sehingga mereka terkadang malah tersasar ke perairan
dangkal atau daratan. Hal tersebut seringkali terjadi di wilayah perairan Indonesia. Misalnya
saja yang terjadi di perairan Bating Ujung Bekasi Jawa Barat, garis pantai desa Tambala,
Minahasa Sulawesi Utara, dan masih banyak lagi. Para ahli menyebutkan bahwa sebab
terjadinya hal tersebut adalah adanya pergerakan lempeng tektonik yang mengganggu sistem
navigasi ikan paus. Paus bergerak di lautan bebas dengan memanfaatkan sonar untuk
menentukan arah. Mamalia air tersebut menghasilkan semacam gelombang suara infrasonik
yang dipantulkan untuk mnegidentifikasikan posisi predator dan musuh lainnya di perairan.
https://www.mikirbae.com/2015/11/pemanfaatan-medan-magnet-pada-migrasi_27.html
https://studylibid.com/doc/193569/pemanfaatan-medan-magnet-pada-migrasi-hewan
http://vieldering.blogspot.com/2017/01/migrasi-pada-hewan.html
https://ruangseni.com/uraian-pemanfaatan-medan-magnet-pada-migrasi-hewan/
https://www.burung.org/2017/10/25/navigasi-dalam-migrasi-kompas-ajaib-burung-burung-
migran/
https://edukaloka.com/2019/09/11/migrasi-ikan-salmon/
https://bobo.grid.id/read/08682257/penyu-yang-memiliki-gps-untuk-menentukan-
arah?page=all
https://qrmaindonesia.com/magnetotactic-bacteria/

Anda mungkin juga menyukai