TBB Yosua Adiguna
TBB Yosua Adiguna
Yosua Adiguna
Universitas Negeri Jakarta
yosuaadiguna@gmail.com
ABSTRAK
Pemerolehan bahasa atau acquisition adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak
ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya.. Pemerolehan terhadap suatu bahasa,
sejatinya sudah didapati anak sejak bayi. Sejak lahir setiap anak telah dibekali dengan alat
pemerolehan bahasa (Language Acquisition Device). Metode yang digunakan pada penelitian ini
adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
menyimak dan merekam tuturan anak, kemudian dianalisis melalui tahapan klasifikasi, identifikasi,
interpretasi, dan deskrpsi. Data penelitian berupa tuturan anak berusia 3 tahun bernama Viona Dika
Satiti Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan pemerolehan bahasa anak pada rentang usia
tiga tahun. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa pada anak
usia tiga tahun sudah merujuk pelafalan kata secara utuh, pembentukan pola kalimat secara lengkap,
dan sudah mampu berinteraksi dengan orang dewasa dengan memperhatikan pilihan kata yang
digunakan, walau secara keseluruhan masih ada bunyi-bunyi huruf yang masih belum dikuasai.
Kata kunci: pemerolehan bahasa, anak, tiga tahun
PENDAHULUAN
Proses pemerolehan bahasa pertama bervariasi bagi setiap individu. Hal ini terjadi disebabkan
oleh faktor orang tua dan orang-orang di sekelilingnya. Apabila sedari usia dini anak sudah sering
dilatih berbahasa sebaik-baiknya, maka pemerolehan bahasa pertamanya, kemungkinan jadi baik.
Sebaliknya, jika anak kurang diperhatikan atau dilatih dalam berbahasa, maka pemerolehan
Chaer (2009: 167) memaparkan bahwa pemerolehan bahasa atau acquisition adalah proses
yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa
ibunya. Senada dengan itu, Dardjowidjojo juga menyatakan bahwa (2010: 225) istilah pemerolehan
dipakai untuk padanan istilah inggris acquisition, yang merupakan suatu proses penguasaan bahasa
yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya. Berdasarkan kedua
pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemerolehan bahasa merupakan suatu proses
bahasa yang berlangsung di dalam otak yang dilakukan secara natural oleh anak pada waktu dia
Lalu, Suyadi (2010:97) menyatakan bahwa bayi memperoleh bahasa sejak beberapa bulan
pertama, jauh sebelum mereka dapat mengatakan kata pertama. Hal ini diindikasikan melalui bentuk-
bentuk respons yang diberikan oleh bayi terhadap suatu rangsangan yang muncul, seperti bunyi-
bunyian yang unik dan belum lengkap secara bahasa. Hal ini bisa terjadi karena setiap manusia
dibekali dengan alat pemerolehan bahasa (Language Acquisition Device). Menurut Chomsky dalam
Chaer (2009: 222) alat ini yang merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan untuk
merinci butir-butir yang mungkin dari suatu tata bahasa. LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari
otak yang khusus untuk memproses bahasa, dan tidak punya kaitan dengan kemampuan kognitif
lainnya. Namun, sesuai yang sudah diuraikan sebelumnya, bayi hanya dapat merespons rangsangan-
rangsangan yang unik. Kondisi tersebut disebabkan karena belum berkembangnya fisik dan mental
bayi sehingga ia mengalami kesulitan dalam merealisasikan bunyi bahasa. Artinya, sebenarnya
pemerolehan bahasa anak sudah terjadi ketika masih bayi, tetapi terhalang oleh kemampuan secara
biologis. Barulah pada usia dua tahun hingga tahun, pemerolehan bahasa pada anak terjadi secara
alamiah. Alamiah ini maksudnya adalah ketika si anak berusaha untuk berkomunikasi dengan
seseorang menggunakan kata apa adanya, sebenarnya proses yang terjadi adalah dia sedang belajar
memperoleh bahasa.
Selanjutnya, dalam langkah-langkah pemerolehan bahasa, terdapat dua proses yang terjadi,
yaitu proses kompetensi dan performasi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan.
Chaer (2009:167) menjelaskan bahwa kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang
berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat untuk terjadinya proses
performansi yang terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses
menghasilkan kalimat-kalimat. Ini berarti untuk menghasilkan suatu bahasa, semua proses
berlangsung di dalam otak mulai dari kompetensi hingga penerbitan, sampai pada akhirnya melalui
alat tutur yakni bibir dan lidah, bahasa pun dapat dituturkan.
Beranjak lebih dalam terkait pembahasan kali ini, pemerolehan bahasa berdasarkan tingkat
penguasaannya, dibagi menjadi enam tingkatan. Simanjuntak dan Dardjowidjojo dalam Suhartono
(2005:82-84) membagi enam tingkatan tersebut menjadi, (1) tingkat membabel (0,0-1,0); (2) masa
holofrase (1,0-2,0); (3) masa ucapan dua kata (2,0-2,6); (4) masa permulaan tata bahasa (2,6-3,0); (5)
masa menjelang tata bahasa dewasa (3,0-4,0); (6) masa kecakapan penuh (4,0-5,0). Tingkat
membabel terjadi anak menghasilkan bunyi-bunyian yang tidak lengkap, atau masih bersifat suku
kata. Selanjutnya pada periode holofrase, anak-anak sudah mulai mampu menghasilkan satu kata
untuk mewakili keseluruhan maksud ujaran. Kemudian pada tahapan ucapan dua kata, anak sudah
mampu menghasilkan dua kata untuk menunjukkan keinginannya terhadap suatu hal. Kondisi bahasa
seperti ini semakin mudah dimengerti oleh lingkungan sekitar anak. Periode permulaan tata bahasa,
anak mulai menghasilkan kalimat yang rumit, walaupun terkadang masih terkendala kecakapan alat
ucap yang dimiliki. Kalimat-kalimat rumit yang dimaksudkan yakni, anak sudah mampu
menghasilkan kalimat sesuai pola, dan mampu menggunakan imbuhan (afiks) secara lengkap. Pada
periode-periode selanjutnya, yaitu pada tingkat menjelang tata bahasa dewasa dan kecakapan penuh,
anak mulai mampu meniru bahasa sebagaimana layaknya orang dewasa. Anak, secara sintaksis, sudah
mampu menyusun kalimat dengan benar, dan secara semantik, kalimat yang dibuatnya itu sudah
Pada penelitian kali ini, pembahasan akan berfokus pada tuturan periode satu kata, dua kata,
dan permulaan tata bahasa pada anak berusia tiga tahun bernama Viona Dika Satiti.
METODE
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Data
penelitian berupa ujaran anak berusia 3 tahun bernama Viona Dika Satiti. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara simak dan rekam hasil ujaran anak pada tanggal 10 Juni 2019 di Matraman,
Jakarta Timur, Lalu hasil dari simak dan rekaman dianalisis melalui tahapan klasifikasi, identifikasi,
interpretasi, dan deskripsi. Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan pemerolehan bahasa pada
Penelitian terhadap anak usia tiga tahun, dalam hal ini adalah objek penelitian yakni Viona
Dika Satiti., didapati hasil bahwa terdapatnya kemampuan objek untuk, 1.) berinteraksi dengan orang
dewasa, 2.) menyusun kalimat walau masih sepotong-potong, serta 3.) melafalkan kata secara utuh.
Selain itu, dalam melafalkan kata, masih terdapat ketidaksempurnaan saat mengucapkan fonem [r]
yang berubah menjadi [n]. Hal ini disebabkan karena belum lengkapnya struktur alat ucap secara
biologis. Data analisis disajikan dalam kolom tabel dengan keterangan kolom pertama adalah ujaran
asal, kolom kedua adalah ujaran asli yang dimaksud si anak, dan kolom ketiga adalah keterangan.
Data Bentuk Ujaran Bahasa Pertama pada Anak Usia Tiga Tahun yang Bernama
Viona Dika Satiti
Kemampuan si anak dalam memproduksi bunyi-bunyi bahasa terlihat pada saat mereka
perkemabangan artikulasi ini di antaranya adalah bunyi resonansi, bunyi berdekut, bunyi berleter,
bunyi berleter ulang dan bunyi vokabel, Chaer (2009: 230). Namun dari kelima tahap proses
pelafalan bunyi ini, tahap pelafalan bunyi yang terlihat jelas yakni pada tahap bunyi berleter ulang.
Bunyi berleter ulang diperoleh si anak pada umur enam bulan. Pada umur enam bulan ini si anak
sudah mampu mengucapkan bunyi bilabial yakni huruf [p] dan [b], bunyi letup alveolar yakni huruf
[t] dan [d], bunyi nasal, yakni huruf [n]. Kesempurnaan pelafalan bunyi-bunyi bahasa ini akan
Hal ini dialami pula oleh anak yang bernama Viona Dika Satiti. Kedua anak ini sudah
mampu melafalkan beberapa huruf yang ada, walaupun terkadang satu huruf ditukar dengan
hurufyang lainnya sehingga status huruf tersebut menjadi berubah. Misalnya huruf [k] berubah
statusnya menjadi [t] atau huruf [r] menjadi [n] serta ada beberapa huruf yang tidak dilafalkan pada
kata yang diucapkan. Adapun pendeskripsian pemerolehan fonologi pada anak tersebut adalah
sebagai berikut.
Terdapat dua proses dalam pemerolehan fonologi yang dialami oleh anak perempuan yang
bernama Viona Dika Satiti yakni proses penghilangan huruf pada sebuah kata dan proses
perubahan hruuf pada sebuah kata yang diucapkannya. Contoh proses hilangnya huruf dalam kata
yang biasa diucapkan oleh Viona adalah ketika ia mengucapkan lebih dari satu kata, atau dua kata
sekaligus. Misalnya ‘minyak tawong’ diucapkan menjadi ‘na wawong’ Karena ia belum mampu
Proses kedua yang dialami oleh Viona pada saat pengucapan kata adalah proses berubahnya
huruf tertentu. Adapun contoh proses perubahan huruf bahasa tersebut misalnya pada saat Viona
melafalkan kata yang berakhiran [r] ternyata berubah statusnya menjadi [n]. Misalnya pada kata
‘motor’ menjadi ‘moton’, ‘kamar’ menjadi ‘kaman’. Di sini, bunyi getar berubah menjadi bunyi
nasal. Namun jika huruf [r] berada di tengah kata, maka bunyi getar tersebut berubah menjadi bunyi
lateral, yakni sebagaimana anak cadel lainnya, huruf [r[ diucapkan menjadi [l]. Misalnya pada
contoh kata ‘kemarin’ menjadi ‘kemalen’ Ini bisa disebabkan lebih mudah mengucapkan bunyi
lateral ketika berada di tengah kata, ketimbang mengucapkan bunyi nasal. Bunyi lateral di sini
maksudnya adalah bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup sedemikian rupa sehingga
udara masih bisa keluar melalui salah satu atau kedua sisinya.
SIMPULAN
Sejalan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang disampaikan. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa anak-anak yang berumur dua sampai dengan tiga tahun
tergolong sudah mampu melafalkan ujaran dan bercakap-cakap dengan orang dewasa. Hanya saja
ujaran-ujaran yang ucapkan oleh anak-anak masih belum secara sempurna terutama dari segi
penguasaan fonologinya. Ada beberapa jenis bunyi yang memang masih belum dikuasai sehingga
mengakibatkan anak-anak melafalakan sebuah kata dengan cara menanggalkan atau mengubah
bunyi-bunyi tersebut. Para pakar menyatakan bahwa penguasaan fonologi pada usia tersebut
bersifat universal, artinya apa yang dialami oleh Viona Dika Satiti tentunya dialami juga oleh anak-
anak yang lain. Kemampuan-kemampuan verbal yang dilalui oleh setiap anak juga akan semakin
Ucapan terima kasih ditujukan kepada pihak-pihak yang membantu penulis menyelesaikan
artikel ini. Mulai dari Tuhan Yang Maha Esa, Bu Siti Ansoriyah selaku dosen mata kuliah Analisis
Kesalahan Berbahasa, teman-teman kelas 3 PB 1, dan orang tua dari Viona Dika Setiti yang
DAFTAR PUSTAKA