PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan suatu sistem. Artinya, pembelajaran
merupakan satu kesatuan yang terdiri atas berbagai komponen yang saling
menunjang. Oleh karena itu, keberhasilan pembelajaran akan ditentukan oleh
komponen-komponen yang terlibat dalam pembelajaran tersebut. Komponen-
komponen tersebut adalah guru, siswa, tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, metode dan teknik pembelajaran, evaluasi, serta sarana yang
dibutuhkan. Demikian pula dalam pembelajaran bahasa, agar pembelajaran
bahasa berhasil, komponen-komponen tadi harus diperhatikan.
Pernyataan di atas mengisyaratkan bahwa dalam pembelajaran,
khususnya pembelajaran bahasa, bukan hanya faktor guru dan materi
pembelajaran bahasa yang harus diperhatikan, siswa pun harus diperhatikan
demi keberhasilan pembelajaran. Materi bahasa dapat dipahami melalui
Linguistik sebagaimana dikemukakan oleh Yudibrata, Andoyo Sastromiharjo,
dan Kholid A. Harras (1997/1998: 2) bahwa linguistik adalah ilmu yang
mengkaji bahasa, biasanya menghasilkan teori-teori bahasa; tidak demikian
halnya dengan siswa sebagai pembelajar bahasa. Siswa sebagai organisme
dengan segala prilakunya termasuk proses yang terjadi dalam diri siswa ketika
belajar bahasa tidak hanya dapat dipahami oleh linguistik, tetapi dapat
dipahami melalui ilmu lain yang berkaitan dengannya, yaitu Psikologi. Atas
dasar hal tersebut muncullah disiplin ilmu yang disebut Psikolinguistik atau
disebut juga dengan istilah Psikologi Bahasa.
Psikolinguistik adalah ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya
pembicara membentuk dan membangun suatu atau mengerti kalimat tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari
proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalam rangka berbahasa.
Secara rinci psikolinguistik mempelajari empat topik utama:
a) komprehensi, yakni proses-proses mental yang dilalui oleh manusia
sehingga mereka dapat menangkap apa yang dikatakan orang dan
memahami apa yang dimaksud.
b) produksi, yakni proses-proses mental pada diri kita yang membuat
kita dapat berujar seperti yang kita ujarkan.
c) landasan biologis serta neurologis yang membuat manusia dapat
berbahasa.
d) pemerolehan bahasa, yakni bagaimana anak memperoleh bahasa
mereka.
B. PEMBAHASAN
1. Kajian Psikolinguistik
A. Komprehensi
Komprehensi dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana
pendengar mempersepsi bunyi yang dikeluarkan oleh seorang pembicara dan
memakai bunyi-bunyi itu untuk membentuk suatu interpretasi tentang apa
yang dimaksud oleh pembicara. Secara mudah, komprehensi adalah
pembentukan makna dari bunyi.
1) Struktur batin dan struktur lahir.
Dalam kebanyakan hal makna suatu ujaran dapat dipahami dari urutan
kata yang terdapat pada ujaran tersebut atau ciri-ciri dari masing-masing kata
yang dipakai. Contoh :
a) Lelaki tua itu masih dapat bermain tenis.
Dapat dipahami cukup dari urutan kata-kata yang terdengar atau
terlihat oleh kita. Interpretasi dari kalimat ini memiliki makna yang sama,
yakni, adanya seorang lelaki, lelaki itu tua, dia dari dulu sampai sekarang
bermain sesuatu, dan sesuatu itu adalah tenis.
Pada kasus yang lain, tidak mustahil bahwa suatu kalimat yang tampak
sederhana ternyata memiliki makna yang rumit. Dalam kalimat (b), misalnya,
b) Lelaki dan wanita tua itu masih dapat bermain tenis.
Kita tidak yakin apakah lelaki itu juga tua seperti si wanita atau hanya
wanitanya saja yang tua sedangkan lelakinya tidak. Interpretasi ini muncul
karena adjektiva tua dapat berfungsi hanya pada nomina wanita saja atau pada
frase lelaki dan wanita.
2) Proposisi
Proposisi dapat didefinisikan sebagai unit-unit makna. Proposisi terdiri
dari dua bagian:
(a) argumen, yakni, ihwal-ihwal yang dibicarakan, dan
(b) predikasi, yakni, pernyataan yang dibuat mengenai argumen
Contoh : (6) a. Sulaeman menyanyi
b. Santi sakit
c. Dewi sedang menulis
Pada contoh (6) menyanyi, sakit, sedang menulis adalah prediksi,
sedangkan Sulaeman, Santi, Dewi adalah argumen. Proposisi pada (6a)
memprediksi kegiatan menyanyi oleh Sulaeman; pada (6b) memprediksi
keadaan sakit si Santi; pada (6c) memprediksi kegiatan menulis oleh Dewi.
B. Produksi
Proses dalam memproduksi ujaran dapat dibagi menjadi empat tingkat:
a) Tingkat pesan
b) Tingkat fungsional
c) Tingkat posisional
d) Tingkat fonologi
Pada tingkat pesan, pesan yang disampaikan akan diproses. Pada
tingkat ini pembicara akan mengumpulkan nosi-nosi dari makna yang ingin
disampaikan.
Contoh : Tutiek sedang menyuapi anaknya
Makna yang ada pada benak pembicara antara lain (a) ada seseorang
(b) seseorang ini wanita (c) dia sudah menikah (d) dia punya anak (e) dia
sedang melakukan suatu perbuatan (f) perbuatan itu adalah memberi makan
anaknya.
Pada tingkat fungsional, memberikan fungsi pada kata-kata yang telah
dipilih. Ada dua proses di sini, yang pertama memilih bentuk leksikal sesuai
dengan pesan yang akan disampaikan dan informasi gramatikal untuk masing-
masing leksikal tersebut. Misalnya, dari sekian orang dan wanita yang dia
kenal, wanita itu adalah Tutiek, kata ini adalah nama perempuan. Perbuatan
yang dilakukan diwakili oleh verba dasar yaitu suap, berada di antara 2
argumen yakni Tutiek dan anaknya. Tutiek adalah pelaku perbuatan,
sedangkan anaknya adalah penerima perbuatan Tutiek tadi.
Proses kedua pada tingkat fungsional adalah memberikan fungsi pada
kata-kata yang telah dipilih. Proses di sini menyangkut hubungan sintaktik
atau fungsi gramatikal. Pada contoh di atas kata Tutiek harus dikaitkan dengan
fungsi subjek sedangkan anaknya adalah objek.
Pada tingkat posisional, pada tingkat ini diurutkan bentuk leksikal
untuk ujaran yang dikeluarkan. Pengurutan ini berdasarkan kesatuan makna
yang hierarki. Contoh : Kata sedang bertaut dengan menyuapi, bukan dengan
Tutiek. Begitu juga –nya bertaut dengan anak, dan bukan dengan Tutiek atau
menyuapi.
Pada tingkat fonologi, hasil dari proses posisional dikirim ke tingkat
fonologi yang diwujudkan dalam bentuk bunyi. Pada tahap ini aturan
fonotaktik bahasa yang bersangkutan diterapkan. Seperti, kata Tutiek
mengikuti aturan fonotaktik bahasa Indonesia sedangkan Ktuiek tidak, kata ini
tentu akan ditolak begitu pula vocal /u/ dan /i/ harus berurutan seperti itu
karena kalau dibalik menjadi Tietuk dan referensinya akan lain.
D. Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa (akuisisi bahasa) merupakan proses pertama yang
berlangsumg dalam otak manusia ketika dia memperoleh bahasa pertamanya
(bahasa yang pertama kali diucapkan oleh anak) atau bahasa ibunya.
Ada 4 tahap pemerolehan bahasa pada anak :
1.) Pemerolehan Fonologi
Seorang anak mulai menggunakan bunyi-bunyi yang telah dipelajari
dengan bunyi-bunyi yang belum dipelajari.
Misalnya : menggantikan huruf /l/ yang sudah dipelajari dengan huruf /r/ yang
belum dipelajari dan mengganti huruf /b/ yang sudah dipelajari dengan
huruf /f/ yang belum dipelajari.
2.) Pemerolehan morfologi
Pada usia 3 tahun anak sudah membentuk beberapa morfem yang
menunjukkan fungsi gramatikal nomina dan verba yang digunakan. Kesalahan
gramatikal sering terjadi pada tahap ini karena anak masih berusaha
mengatakan apa yang ingin disampaikan, anak terus memperbaiki bahasanya
hingga usia sepuluh tahun.
3.) Pemerolehan Sintaksis
Anak mengembangkan tingkat gramatikal kalimat yang dihasilkan
melalui beberapa tahap yaitu peniruan, melalui penggolongan morfem dan
penyusunan dengan cara menempatkan kata-kata secara bersama-sama hingga
membentuk kalimat.
4.) Pemerolehan Semantik
Anak menggunakan kata-kata tertentu berdasarkan kesamaan gerak,
ukuran, dan bentuk. Misalnya: anak mulai mengetahui makna kata jam.
Awalnya anak hanya mengacu pada jam tangan orang tuanya namun
kemudian dia memakai kata tersebut untuk semua jenis jam.
KEBIJAKAN
PENDEKATAN
SILABUS
BAHAN
d. Kelas
Kelas merupakan wadah atau tempat yang paling dominan bagi
terjadinya sekelompok siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Sudarwan
Danim “kelas merupakan wahana paling dominan bagi terselenggaranya
proses pembelajaran bagi anak-anak sekolah”. Dengan demikian kedudukan
kelas dalam pembelajaran sangat penting untuk menentukan keberhasilan
belajar siswa pada tingkat tertentu. Kelas yang efektif sangat dibutuhkan
dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Indikator kelas yang efektif ditandai
dengan adanya peran aktif siswa dalam belajar.
Dengan kata lain, kelas yang efektif itu adalah guru tidak mengajar
siswa melainkan guru dapat membelajarkan siswa. Terciptanya kelas yang
efektif terdapat situasi atau suasana pembelajaran yang kondusif dan
menyenangkan bagi siswa, sehingga kelancaran belajar baginya akan cepat
diperoleh. Untuk menciptakan kelas yang efektif sangat diperlukan
keterampilan guru yang dapat dan mampu dalam mengelola kelas
pembelajaran agar selalu dapat terpelihara dengan baik.
e. Guru
Seorang guru harus memainkan banyak peran, sebagai sosok yang
berpengaruh, sebagai pemimpin, sebagai orang yang tahu, sebagai kepala,
sebagai pengelola, sebagai pembimbing, sebagai pemandu, dan bahkan
berperan sebagai teman, sebagai orang kepercayaan, dan sebagai orang tua
mereka.
Guru memasuki kelas tidak saja membawa rancangan pelajaran dan
bahan pelajaran, tetapi ia juga membawa pandangan-pandangan pribadi
mengenai prilaku, kepribadian, keterampilan komunikasi, dan pengetahuan
apa yang cocok untuk guru dan siswa dalam kelas bahasa.
f. Siswa
Siswa memasuki kelas dengan membawa faktor-faktor pribadinya,
pengetahuannya, sikapnya, dan motivasinya dalam belajar Bahasa.
Sumber :
Dardjowidjojo, Soenjono. 2016. PSIKOLINGUISTIK; Pengantar
Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Elis, R. Classroom Second Language Developmen, New York: Prentice,
1988.