Anda di halaman 1dari 28

Oleh Kelompok 4

1. Habibah Lutfiani
2. Putri Urifah
3. Aisyah Sukmafani
4. Ulfa Rizki Devianti
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap insan memiliki potensi yang sama untuk menguasai bahasa. Proses dan
sifat penguasaan bahasa setiap orang berlangsung dinamis dan melalui tahapan
berjenjang. Manusia mengawali komunikasinya dengan dunia sekitarnya melalui
bahasa tangis. Seorang bayi melatih bahasa tersebut dengan mengkomunikasikan
segala kebutuhan dan keinginannya. Sejalan dengan perkembangan kemampuan serta
kematangan jasmani terutama yang berkaitan dengan proses bicara, komunikasi
tersebut makin meningkat dan meluas. Perkembangan bahasa tersebut selalu
meningkat sesuai dengan meningkatnya usia anak. Pada masa anak-anak
perkembangan bahasa sangatlah penting.
1.2 Rumusan Masalah
1.1.1 Apakah pengertian perkembangan bahasa ?
1.1.2 Apa saja komponen-komponen dalam bahasa?
1.1.3 Teori apa saja yang mendukung perkembangan bahasa ?
1.1.4 Apa saja tahapan perkembangan bahasa pada anak ?
1.1.5 Apakah faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak ?
1.2.6 Apa implementasi perkembangan bahasa pada anak terhadap pendidikan ?
1.2.7 Bagaimana strategi dalam meningkatan kemampuan berbahasa?
1.2.8 Apa saja gangguang-gangguan dalam berbahasa?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian perkembangan bahasa
1.3.2 Untuk mengetahui komponen-komponen dalam bahasa.
1.3.3 Untuk mengetahui perkembangan bahasa pada anak
1.3.4 Untuk mengetahui teori apa saja yang mendukung perkembangan bahasa pada
anak
1.3.5 Untuk mengetahui tahapan perkembangan bahasa pada anak
1.3.5 Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak
1.3.6 Untuk mengetahui implementasi perkembangan bahasa pada anak terhadap
pendidikan
1.2.7 Untuk mengetahui strategi dalam meningkatkan kemampuan berbahasa
1.2.8 Untuk mengetahui gangguan-gangguan dalam berbahasa.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Perkembangan Bahasa
Bahasa dalam bahasa inggris berarti language. Dalam bukunya, Berko Gleason
mengungkapkan Language has been hailed as the hallmark of humanity, the ability that
separates humans from animals (Berko-Gleason, 1997)[1]. As humans in society, we use our
language ability continuously to embrace ideas, share our feelings, comment on the world,
and understand each other’s minds. Language can be defined as an organized system of
arbitrary signals and rule-governed structures that are used as a means for
communication. Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa erat
kaitannya dengan perekembangan berfikir individu. Perkembangan berfikir individu tampak
dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun
pendapat dan menarik kesimpulan.
Banyak orang yang mempertukarkan penggunaan istilah “bicara” (speech) dengan
bahasa (language), meskipun kedua istilah tersebut sebenarnya tidak sama. Bahasa mencakup
setiap sarana komunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan
makna kepada orang lain. Termasuk didalamnya perbedaan bentuk komunikasi yang luas
seperti: tulisan, bicara, bahasa symbol, ekspresi muka, isyarat, dan seni. Bicara adalah bentuk
bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan
maksud. Karena bicara merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif, penggunaannya
paling luas dan paling penting. Berbicara merupakan alat komunikasi terpenting dalam
berkelompok. Anak belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Bertambahnya kosakata yang berasal dari berbagai sumber menyebabkan semakin
banyak perbendaharaan kata yang dimiliki. Anak mulai menyadari bahwa komunikasi yang
bermakna tidak dapat dicapai bila anak tidak mengerti apa yang dikatakan oleh orang lain.
Hal ini mendorong anak untuk meningkatkan pengertiannya.
Sementara pengertian perkembangan atau dalam bahasa inggrisnya development
merupakan suatu proses yang pasti dialami setiap individu, perkembangan ini adalah bersifat
kualitatif dan berhubungan dengan kematangan serta sistematis. Syamsu Yusuf dalam
bukunya mendefinisikan perkembangan sebagai perubahan yang progress dan kontinyu
dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati. Yang mana aspek-aspek dari perkembangan
meliputi : fisik, intelegensi, emosi, bahasa, sosial, kepribadian, moral dan kesadaran
beragama.
Bahasa yang pertama dikenali anak adalah bahasa ibu. Maka dari itu
pemerolehan bahasa merupakan proses yang berlangsung didalam otak seorang anak-
anak ketika ia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Agar dapat
berbahasa dengan baik dan lancar , anak-anak memerlukan latihan yang intensif dan
bertahap. Hal ini sesuai dengan pendapat Soenyono Darjowidjojo (Tarigan
dkk.,1998)[7] bahwa pemerolehan bahasa anak itu tidaklah tiba-tiba atau sekaligus,
tetapi bertahap. Kemajuan kemampuan berbahasa mereka berjalan seiring dengan
perkembangan fisik, mental, intelektual, dan sosialnya. Oleh karena itu,
perkembangan bahasa anak ditandai oleh suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari
bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks.
Perkembangan bahasa anak itu dipengaruhi oleh bakat bawaan, lingkungan atau
faktor lain yang menunjang, yaitu perkembangan fisik dan intelektual. Kemampuan
berbahasa sangat penting bagi anak-anak karena anak-anak akan dapat
mengembangkan kemampuan sosialnya melalui berbahasa. Keterampilan bergaul
dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa. Melalui
bahasa, anak dapat mengekspresikan pikiran, sehingga orang lain memahaminya dan
menciptakan suatu hubungan sosial. Jadi, tidaklah mengherankan bahwa bahasa
dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak.

2.2 Komponen Bahasa


a. Phoneme
Definisi dari phoneme adalah bagian terkecil bahasa yang tidak memiliki
makna. Di dalam bahasa indonesia phoneme bisa kita sebut huruf atau aksara yang
jumlahnya 26 molai dari [A] sampai [Z] .seperti halnya dalam bahasa inggris bentuk
dan jumlahnya sama namun yang membedakan hanyalah cara pengucapannya.
- Huruf atau Aksara adalah tanda tulis yang bisa di lihat dan bisa menimbulkan
suara dalam ucapan, suara adalah kegemparan yang terditeksi/di dengar oleh
telinga yang di timbulkan oleh getaran dari sekitarnya
- Huruf Vokal (Vowel)
Vokal adalah bunyi ujaran yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru
tidak mendapat halangan.Vokal sering di sebut dengan huruf hidup atau huruf
bunyi.huruf yang melambangkan Vokal terdiri atas huruf-huruf: i, a, u ,e dan o
- Huruf konsonan (consonant)
- Konsonan adalah bunyi ujaran yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-
paru mendapat halangan.Konsonan sering juga di sebut dengan huruf mati.huruf
yang melambangkan konsonan terdiri atas huruf-huruf: b, c, d, e, f, g, h, c, k, l, m,
n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z
b. Morphology
Definisi dari morphology ialah kata dasar dan imbuhan contohnya
“pendidikan” pendidikan berasal dari kata didik dan didik berposisi sebagai kata dasar
(Rood Word) sedangkan dengan [pen] dan [an] adalah imbuhan (Affixalion).
Sedangan di dalam ahasa Inggris pada morpology ini biasanya ditambah dengan kata
s/es.
c. Semantic
Semantik (dari Bahasa Yunani: semantikos, memberikan tanda, penting, dari
kata sema, tanda) adalah cabang linguistik yang mempelajari arti/makna yang
terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Semantik sebuah
bahasa menggambarkan hubungan antara sintaks dan model komputasi.
Sederhananya, semantik menjelaskan arti dari program.
Analoginya sebagai berikut. Apabila kita memakai sintaks [subyek] + [kata kerja] +
[kata benda], kita bisa menghasilkan kalimat-kalimat. Apabila kita mengasilkan
kalimat saya makan nasi, maka kalimat ini memenuhi aturan sintaks. Tapi, apabila
saya membuat kalimat “saya makan batu”, secara sintaks kalimat ini sudah benar.
Namun, secara semantik, kalimat ini tidak mengandung makna yang berarti.
Dalam hubungannya dengan bahasa pemrograman, kadang ada kalanya seorang
programmer tidak bisa mengaitkan sintaks dengan model komputasi. Kesalahan
logika bisa dengan mudah terjadi.
d. Syntak
Sintaks sebuah bahasa berhubungan dengan struktur bahasa. Sintaks
merupakan aturan yang spesifik tentang bagaimana cara untuk mengkombinasikan
kata menjadi bentuk kalimat atau frase yang nantinya akan memiliki arti yang
bermakna. Sebagai contoh, untuk membentuk sebuah kalimat yang valid dalam
bahasa kita memakai struktur: [subyek] + [kata kerja] + [kata benda]. Dengan
memakai struktur ini, kita bisa membentuk kalimat, sebagai contoh: Saya makan nasi.
e. Pragmatik
Pragmatik berhubungan dengan kemudahan implementasi dan efisiensi.
Dalam analoginya dengan bahasa, kita bisa saja memberitahukan ke seseorang
“jangan merokok”, apabila ada peraturan yang melarang seseorang merokok di dalam
sebuah ruangan. Kalimat singkat seperti itu sebenarnya sudah cukup efisien. Tapi,
dalam kesempatan lain kita bisa saja memakai kalimat “Mohon Anda jangan merokok
di sini karena menurut peraturan pemerintah daerah nomor XXX tahun XXX
dinyatakan bahwa merokok di tempat umum akan mengakibatkan pelanggaran
peraturan, selain itu dari sisi kesehatan dan seterusnya.
2.3 Teori-Teori Perkembangan Bahasa pada Anak
a. Perspektif Empirisme
Menurut perspektif empirisme, kemampuan berbahasa pada anak disebabkan
oleh peniruan, entah itu peniruan yang mereka dengar dari ucapan yang dikatakan
oleh orang yang ada disekitarnya maupun yang lain, yang dibuktikan dengan kata-
kata mereka yang benar, yang merupakan hasil koreksi dimana sebelumnya anak
tersebut telah menggunakan tata bahasa yang salah. Pada tahun 1957, B. F. Skinner
menerbitkan sebuah buku berjudul Verbal Behavior dimana ia berpendapat bahwa
anak-anak belajar berbicara dengan tepat karena mereka diperkuat secara gramatikal
dengan ucapan yang benar. Dia percaya bahwa orang dewasa mulai membentuk
bahasa pada anak melalui pidato ocehan yang dilakukan secara selektif. Aspek
mengoceh ini menyerupai kata-kata, sehingga meningkatkan kemampuannya bahwa
suara ini akan diulang. Begitu mereka "membentuk" suara menjadi kata-kata, orang
dewasa kemudian menahan penguatan lebih jauh (perhatian atau persetujuan) sampai
anak tersebut mulai menggabungkan kata-kata, yang mula-mula menjadi kalimat
primitif dan kemudian menjadi ucapan gramatikal yang lebih panjang.
b. Perspektif Nativisme
Nativisme berpendapat bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama,
kanak-kanak (manusia) sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang
secara genetis telah diprogramkan. Pandangan ini tidak mengangggap lingkungan
punya pengaruh dalam pemerolehan bahasa, melainkan mengganggap bahwa bahasa
merupakan biologis, sejalan dengan yang disebut “hipotesis pemberian alam”. Kaum
nativis berpendapat bahwa bahasa itu terlalu kompleks dan rumit, sehingga mustahil
dapat dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti “peniruan” (imitation).
Jadi, pasti ada beberapa aspek penting mengenai system bahasa yang sudah ada pada
manusia secara alamiah.
Menurut Chomsky (1965, 1975) bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia,
Binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat ini didasarkan
pada asumsi. Pertama, perilaku bahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik); pola
perkembangan bahasa adalah sama pada semua macam bahasa dan budaya
(merupakan sesuatu yang universal); dan lingkungan hanya memiliki peran kecil di
dalan proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat,
anak berusia empat tahun sudah dapat berbicara mirip dengan orang dewasa. Ketiga,
lingkungan bahasa si anak tidak dapat menyediakan data secukupnya bagi penguasaan
tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurut Chomsky, seorang anak dibekali “alat pemerolehan bahasa”
(language acquisition device (LAD). Alat yang merupakan pemberian biologis yang
sudah diprogramkan untuk merinci butir-butir yang mungkin dari suatu tata bahasa,
dan dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khususuntuk memproses
bahasa, yang tidak punya kaitannya dengan kemempuan kognitif lainnya. Adapun
yang mendukung pada pandangan nativisme yaitu:
a. Spesialisasi dan bahasa otak
otak adalah organ lateral dengan pusat bahasa utama di belahan otak kiri.
Kerusakan pada salah satu bahasa ini biasanya menghasilkan afasia atau
kehilangan satu atau lebih bahasa. Gejala yang diharapkan pasien aphasic
tergantung pada situs dan tingkat cedera nya. Cedera sampai
Daerah Broca, dekat lobus frontal belahan kiri, biasanya
mempengaruhi produksi bicara daripada pemahaman.Pada lobus temporal
belahan kiri, bisa berbicara cukup baik tapi memiliki pemahaman
pemahaman yang sulit. Ternyata, belahan otak kiri peka terhadap beberapa
aspek bahasa sejak lahir. Pada hari pertama kehidupan, suara ucapan sudah
menghasilkan lebih banyak aktivitas listrik dari kiri sisi otak bayi
sedangkan musik dan suara nonspeech lainnya menghasilkan lebih banyak
aktivitas dari belahan serebral kanan.
b. Hipotesis Periode Sensitif
Beberapa tahun yang lalu, nativis Erik Lenneberg (1967) mengusulkan
bahwa bahasa harus paling mudah didapat antara kelahiran dan pubertas.
Periode ketika otak manusia lateral menjadi semakin terspesialisasi untuk
fungsi linguistik. Hipotesis periode sensitif untuk pengembangan bahasa
ini diajukan dengan pengamatan bahwa aphasics anak sering memulihkan
fungsi bahasa mereka yang hilang tanpa terapi khusus, sedangkan aphasika
dewasa biasanya memerlukan intervensi terapeutik yang ekstensif
untuk memulihkan bahkan sebagian keterampilan bahasa mereka yang
hilang. Otak seseorang yang sudah pubertas sudah sepenuhnya
terspesialisasi untuk bahasa dan fungsi neurologis.
c. Perspektif Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa
merupakanhasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan
bahasa.Jadi, pada perspektif interaksionisme, beranggapan bahwa kemampuan
berbahsa pada anak dipengaruhi oleh perspektif nativisme dan perspektif
empirisme. Hal ini dibuktikan olehberbagai penemuan seperti yang telah
dilakukan oleh Howard Gardner. Diamengatakan bahwa sejak lahir anak telah
dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah
kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk.2006:2-3). Akan tetapi, yang tidak dapat
dilupakan adalah lingkungan juga faktor yang mempengaruhi kemampuan
berbahasa anak. Selain itu, Pemerolehan bahasa ituberhubungan dengan adanya
interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki
pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada
masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara
otomatis. Adapun yang mendukung pada perspekif interaksionisme antara lain:
 Aspek kognitif dan biologi
Menurut sudut pandang interaksionis, anak kecil berbicara sama dan menampilkan
bahasa universal linguistik, karena mereka semua adalah anggota spesies yang
sama dan memiliki banyak pengalaman umum. Tidak ada bawaan yang khusus
untuk pengetahuan linguistik atau keterampilan pengolahan, tapi otak yang
canggih yang sangat matang secara perlahan dan predisposisi anak-anak bisa
mengembangkan gagasan serupa pada gagasan usia yang sama. Memang ada
banyak dukungan untuk hubungan antara perkembangan kognitif umum
dan pengembangan bahasa. Misalnya, kata-kata adalah simbol, dan bayi biasanya
berbicara kata-kata bermakna pertama mereka sekitar usia 12 bulan, tak lama
setelah mereka menampilkan kapasitas untuk simbolisme dalam permainan
berpura-pura dan tiruan model dewasa mereka yang ditangguhkan. Selanjutnya,
kita akan melihat bahwa kata-kata pertama bayi berpusat pada benda-benda yang
mereka sukai telah dimanipulasi atau atas tindakan yang telah mereka lakukan-
singkatnya, pada aspek pengalaman mereka dapat memahami melalui skema
sensorimotor mereka.
 Lingkungan yang mendukung perkembangan bahasa
- Belajar dari aktivitas bersama
Sebagai orang dewasa yang terus erbicara dengan anak kecil, mereka
menciptakan lingkungan belajar yang mendukung yang membantu anak
memahami keteraturan bahasa. Misalnya orang tua, melalui buku gambar
favorit anak-anak mereka pada waktu tidur bertanya, "Apa ini?" atau "Apa
kata kitty?" Ini memberi anak mereka kesempatan untuk belajar.
- Belajar dari berbicara searah
Penelitian lintas budaya menunjukkan hampir kecenderungan universal orang
tua dan kakak untuk mengatasi bayi dan balita, yaitu dengan menggunakan
kalimat sederhana dan sederhana itulah yang oleh psikolinguistik disebut
celoteh anak, atau orang tua. Biasanya, diucapkan perlahan dengan suara
bernada tinggi, sering diulang, dan ditekankan. Misalnya, seorang ibu
mencoba untuk mendapatkan
Anak mudanya untuk melempar bola bisa berkata, "Lempar bola, Andre!
Bukan mainannya. Lihat bola? Ya, itu bolanya; buanglah! "Sejak awal
kehidupan, bayi lebih memperhatikan ke pola nada.
- Belajar dari bukti yang salah
Meski orang tua tidak andal berusaha menguatkan tata bahasa yang benar,
mereka memberi anak itu bukti negatif; Artinya, mereka menanggapi ucapan
kesalahan gramatikal dengan cara yang secara halus mengkomunikasikan
kesalahan itu
telah dibuat dan memberikan informasi yang mungkin digunakan untuk
memperbaiki kesalahan.
- Percakapan
Anak-anak secara teratur berpartisipasi dalam interaksi sosial di mana bahasa
itu
digunakan, dan itulah yang paling penting dalam menguasai bahasa. jAAnak-
anak harus secara aktif terlibat dalam penggunaan bahasa
2.4 Tahap-Tahap Perkembangan Bahasa Pada Anak
a. Tahap Prelinguistik
Tahap pralinguistik adalah tahap awal dimana si kecil mencoba melakukan
komunikasi saat ia berusia 0-1 tahun. Pada tahap ini cara ia melakukan komunikasi
adalah dengan menangis, menjerit dan tertawa. Akan tetapi, pada bulan-bulan
berikutnya, ia sudah dapat mengoceh walaupun belum dalam kata-kata yang
sebenarnya, seperti ooh, aah, da d a, ba ba.
Pada tahap prelinguistik, bayai awal mengenal ucapan. Bayi yang baru lahir
tampaknya diprogram untuk "menyesuaikan diri" dengan ucapan manusia. Saat diajak
bicara, bayi sering membuka mata mereka, menatap pembicara, dan terkadang malah
menyuarakan diri. Pada usia 3 hari, bayi sudah mengenali suara ibunya dengan jelas,
bahkan lebih menyukai suara orang asing wanita. Selain itu, bayi baru lahir mengisap
lebih cepat untuk mendengar rekaman ucapan daripada mendengarnya musik
instrumental atau suara berirama lainnya. Jadi bayi dapat membeda-bedakan ucapan
dari pola suara lain, dan mereka sangat memperhatikannya pembicaraan sejak awal.
Apakah sampel ucapan yang berbeda sama artinya dengan bayi yang baru lahir?
Sepertinya tidak. Dalam beberapa hari pertama setelah kelahiran, bayi mulai
membedakan pola stres yang berbeda, atau irama, dengan kata-kata dua suku kata dan
tiga suku kata dan mereka sudah lebih memilih pola suara bahasa yang mereka ajak
bicara bahasa asing. Bayi berumur satu bulan sama seperti mampu sebagai orang
dewasa untuk membedakan suara konsonan seperti ba dan da dan ta, dan oleh.
Pada tahap prelinguistik, syarat intonasional sangat penting. Sebelumnya, kami
mencatat bahwa orang dewasa biasanya berbicara dengan bayi dengan sangat tinggi.
Ucapan terusan anak yang tidak diucapkan yang menarik perhatian mereka.
Selanjutnya, orang dewasa dengan andal memvariasikan nada suaranya saat mencoba
berkomunikasi berbeda "pesan" untuk bayi preverbal mereka. Meningkatnya intonasi
(misalnya,"Lihat ibu") digunakan untuk menangkap kembali perhatian bayi yang
berpaling, sedangkan intonasi yang jatuh seperti "HEY there!", sering digunakan
untuk menghibur atau menimbulkan pengaruh positif (senyuman, cerah mata) dari
bayi yang muram. Perintah intonasional ini sering terjadi berhasil mempengaruhi
suasana hati atau perilaku bayi dan anak usia 2 sampai 6 bulan sering menghasilkan
vokalisasi sebagai balasannya yang sesuai dengan intonasi dari apa yang mereka
dengar. Ketahuilah bahwa nada suara tertentu memiliki arti tertentu. Bahkan,
beberapa peneliti percaya bahwa interpretasi isyarat intonasional yang 2 sampai 6
bulan bisa berhasil. Berikan beberapa bukti paling awal bahwa bayi mengerti bahwa
ucapan itu bermakna.
Selain itu, pada tahap prelinguistik yang paling penting yaitu memproduksi suara
bayi. Tonggak vokal pertama selain tangisan, terjadi pada usia 2 bulan seperti bayi
mengucapkan "Oooooh" dan "aaaaah" yang mungkin sering terdengar.
Kamudian pada saat 4 sampai 6 bulan, bayi telah menambahkan suara konsonan
"mamama" atau "Papapa" yang mungkin terdengar seperti kata-kata tapi tidak ada
artinya. Menariknya, bayi tuli dengan orang tuanya yang tuli, berkomunikasi dalam
bahasa isyarat akan, sendiri, yaitu dengan mengoceh secara manual.
Pada usia 8 sampai 10 bulan, bayi balita mulai menggunakan gerak tubuh dan
tanggapan nonverbal lainnya, misalnya yaitu ekspresi wajah untuk berkomunikasi
dengan teman mereka . Dua jenis isyarat preverbal biasa terjadi: gerakan deklaratif,
yang dilakukan bayi untuk mengarahkan perhatian orang lain pada benda dengan
menunjuk atau menyentuhnya, dan gerak-gerik imperatif, di mana bayi mencoba
meyakinkan orang lain untuk melakukan sesuatu dengan cara seperti itu. Tindakan
seperti menunjuk pada permen yang dia inginkan atau tarik pada panteg pengasuh saat
dia berharap untuk dijemput. Akhirnya, beberapa gerakan ini sepenuhnya
representasional dan berfungsi seperti kata-kata.
Meskipun kebanyakan bayi tidak mengucapkan kata-kata bermakna pertama
mereka sampai akhir tahun pertama, orang tua sering kali yakin bahwa bayi mereka
yang tidak biasa, bisa mengerti setidaknya beberapa dari apa yang dikatakan kepada
mereka. Namun, tes pemahaman kata yang terkontrol dengan baik menyarankan
bahwa bayi yang tidak mengerti arti kata-kata, dilakukan pengetesan. Jadi satu studi,
anak-anak berusia 11 dan 13 bulan diberitahu oleh ibu mereka untuk melihat sebuah
benda yang sudah tidak asing lagi dengan mereka. Ibu tidak terlihat dan tidak bisa
menggunakan gerak tubuh atau nonverbal isyarat lainnya untuk mengarahkan
perhatian bayi. Anak-anak berusia 13 bulan itu mengerti artinya dari kata yang
menamakan objek ini, karena mereka menatap dengan saksama rujukannya saat
diberitahu. Pada saat berusia 17 bulan bisa mengerti arti banyak kata benda dan kata
kerja jauh sebelum mereka gunakan mereka dalam celoteh mereka sendiri. Jadi bayi
sepertinya tahu lebih banyak tentang bahasa daripada yang bisa mereka katakan. Ini
berarti bahasa yang reseptif (pemahaman) ada di depan bahasa produktif (ekspresi)
dari bulan ke 12 atau 13 kehidupan dan mungkin bahkan lebih cepat.
b.Tahap Holophrase(Tahap Satu Kata)
Pada tahap ini anak sudah mulai mengucapkan suatu kata. Pada periode ini
disebut holofrase, karena anak – anak menyatakan makna keseluruhan frase atau
kalimat dalam suatu kata yang diucapkannya itu.
Contoh :
VERSI SATU KATA VERSI LENGKAP
Mimi!(sambil menunjuk cangkirnya) Minta (mau) minum
Akut! (sambil menunjuk laba - laba) Saya takut laba – laba
Takit!(sambil mengacungkan jarinya) Jariku sakit
Saat bayi mulai berbicara, pertumbuhan kosa kata mereka menghasilkan satu kata
sekaligus. Kecepatan kata belajar meningkat secara dramatis antara usia 18 dan 24
bulan, ketika balita dapat menambahkan dari 10 sampai 20 kata-kata baru
seminggu. Ledakan kosakata ini terkadang disebut ledakan penamaan, seperti
kebanyakan orang tua akan membuktikan, balita tampaknya sampai pada realisasi
indah yang semuanya ada sebuah nama dan mereka ingin mempelajari semua
nama yang mereka bisa. Seorang anak berusia 2 tahun biasanya bisa
menghasilkan hampir 200 kata dan mungkin memahami jumlah yang jauh lebih
besar. Adapun di bawah ini ditunjukkan tabel kosa kata yang sering digunakan
anak dan presentasenya :
Kategori Kata Deskripsi dan Contoh Present
ase
Ucapan
Kata benda Kata-kata yang digunakan untuk merujuk 65
pada kelas objek (mobil, doggie, susu)
Kata Kerja Kata-kata yang digunakan untuk 13
menggambarkan atau menemani tindakan
atau untuk menuntut perhatian
(selamat tinggal, naik, pergi)

Pengubah Kata-kata yang mengacu pada properti 9


atau jumlah barang (besar, panas,
milikku, semua hilang)
Kata Personal/Sosial Kata-kata biasa mengungkapkan perasaan 8
atau berkomentar tentang hubungan
sosial (tolong, terima kasih, tidak, Aduh)
Kata Fungsi Kata-kata yang memiliki fungsi 4
gramatikal (apa, di mana, untuk, untuk)

Kemudian, agaimana balita menemukan kata-kata apa. Dalam banyak kasus,


mereka tampaknya menggunakan proses pemetaan cepat, cepat memperoleh (dan
mempertahankan) kata setelah mendengarnya dan diterapkan pada sejumlah kecil
kesempatan. Bahkan anak usia 13 sampai 15 bulan dapat mempelajari arti kata-
kata baru dengan pemetaan cepat meskipun nama benda lebih mudah diperoleh
pada usia ini dibanding nama tindakan atau aktivitas. Pemetaan yang cepat jelas
meningkat seiring bertambahnya usia: 18 sampai 20 bulan yang cenderung
mempelajari arti kata-kata baru yang hanya diperkenalkan oleh pembicara
dan pembicara secara bersama-sama menghadiri objek atau aktivitas berlabel.
Pada usia 24 bulan, anak-anak jauh lebih baik dalam menyimpulkan apa yang
dibicarakan pembicara dan sekarang akan dengan cepat memetakan sebuah kata
baru ke rujukannya, bahkan jika ada benda atau peristiwa lain bersaing untuk
mendapatkan perhatian mereka. Meskipun kemampuan pemetaan cepat yang luar
biasa, balita sering kali melampirkan makna untuk kata-kata yang berbeda dari
orang dewasa. Satu jenis kesalahan yang sering mereka lakukan adalah
menggunakan kata untuk merujuk pada variasi yang lebih luas objek atau
peristiwa. Fenomena ini disebut overextension, dimana ini merupakan
kecenderungan untuk menggunakan kata umum untuk merujuk pada rentang yang
lebih kecil objek-misalnya, menerapkan istilah cookie hanya untuk kue chocolate
chip.
Adapun strategi untk mengatasi masalah overextension, antara lain dengan
menggunakan petunjuk sintaksis. Pembelajar bahasa muda juga bisa
menyimpulkan kata artinya dengan memperhatikan cara kata itu digunakan dalam
sebuah kalimat. Sebagai contoh, 20- sampai 24 bulan yang mendengar sebuah
kata baru, zav, digunakan sebagai kata benda untuk merujuk pada mainan ("Ini
adalah zav") cenderung menyimpulkan bahwa kata baru ini mengacu pada mainan
itu sendiri. Namun, Seorang anak yang mendengar zav digunakan sebagai kata
sifat ("Ini adalah zav satu") lebih mungkin untuk menyimpulkan zav itu mengacu
pada beberapa karakteristik mainan, seperti bentuk atau warnanya. Perhatikan dua
kalimat berikut ini:
1. Bebek adalah goresan kelinci. (Gorping mengacu pada tindakan kausatif.)
2. Bebek dan kelinci itu sudah kenyang. (Gorping adalah tindakan yang
disinkronkan).
Ketika anak berusia 2 tahun mendengar satu atau kalimat lainnya, mereka
lebih memilih untuk menonton video yang sesuai dengan apa yang telah mereka
dengar-misalnya, melihat seekor bebek yang menyebabkan seekor kelinci
membungkuk. Jadi sintaks kata kerja-bentuk itu dibutuhkan dalam sebuah kalimat
yang memberikan petunjuk penting mengenai apa. Akhirnya, anak usia 2 tahun
dapat menggunakan makna kata kerja yang sudah dikenal untuk membatasi
kemungkinan rujukan dari kata benda baru. Jadi, jika mereka tahu apa arti
"makan" dan mendengar kalimat "Ayah sedang makan kubis, "mereka akan
memetakan nama ini ke zat berdaun yang dikonsumsi ayah daripada bertanya-
tanya apakah "kubis" mengacu pada ham, roti jagung, atau lainnya objek di meja
ruang makan. Pada usia 3 tahun, anak-anak menjadi sangat mahir dalam
menyimpulkan makna kata dari isyarat sintaktis yang mereka dapatkan percaya
pemahaman mereka tentang struktur kalimat daripada kendala pemrosesan lainnya
a. Tahap Telegrafik (Dari halofrase sampai kalimat sederhana)\
Pada usia sekitar 18 sampai 24 bulan, anak mulai menggabungkan kata
menjadi kalimat sederhana "seperti "Ayah makan," "Kitty pergi," dan "Mommie
minum susu" itu luar biasa mirip sintaks di seluruh bahasa yang beragam seperti
bahasa Inggris, bahasa Finlandia, jerman, dan samoa. Kalimat awal ini disebut
pidato telegraf karena, seperti
telegram, hanya mengandung kata-kata penting, seperti kata benda, kata kerja, dan
kata sifat,dan meninggalkan embel-embel seperti artikel, preposisi, dan kata kerja
tambahan
- Analisis Semantik Pidato Telegrafik
Ahli psikolinguistik telah mendekati bahasa awal anak-anak eolah-olah bahasa
asing dan bahasa luarnya telah mencoba untuk menggambarkan aturan yang
digunakan untuk membentuk kalimat merekauntuk menentukan karakteristik
struktural, atau sintaksis, dari pidato telegrafik yang dibuat. Cukup jelas bahwa
banyak kalimat paling awal dua kata anak mengikuti setidaknya beberapa aturan
gramatikal. Anak-anak yang berbahasa Inggris, misalnya, biasanya mengatakan
"Mommy drink" daripada "Drink mommy" atau "My ball" daripada "Ball my,"
sehingga menyarankan itu mereka sudah menyadari bahwa beberapa kata
perintah lebih baik daripada yang lain untuk menyampaikan makna. Namun,
segera menjadi jelas bahwa analisis pidato telegraf berdasarkan sintaksis. Anak-
anak sering menggunakan kata dua kata yang sama untuk menyampaikan makna
yang berbeda (atau semantik
hubungan) dalam konteks yang berbeda.
- Ucapan pragmatik awal
Kalimat awal sering tidak lengkap dan maknanya sering ambigu, anak-anak
terus melengkapi kata-kata mereka dengan isyarat intonasional untuk
memastikannya. Meskipun mereka yang pandai dengan bahasa lisan, namun
mereka menganggap gerak tubuh nonverbal agak terbatas dan tidak efisien.
Bentuk komunikasi, sikap seperti itu sangat picik. Sehingga, anak-anak mengenal
dan menggunakan bahasa yang agak canggih yang berbasis tanda dan isyarat
nonverbal secara sepenuhnya. Balita juga menjadi sangat sensitif terhadap banyak
determinan sosial dan situasional
komunikasi yang efektif. Pada usia 2 sampai 2 ½, anak-anak tahu bahwa mereka
harus melakukannya baik berdiri dekat dengan pendengar atau mengkompensasi
jarak dengan meningkatkan suara mereka jika mereka adalah untuk
berkomunikasi dengan orang itu.
Dan sungguh, anak usia 2 sampai 2½ tahun mulai mempertimbangkan apa yang
lawan bicara tahu (atau tidak tahu) saat memilih topik percakapan atau membuat
permintaan. Mereka banyak lebih suka membicarakan kejadian yang belum
pernah mereka bagi bersama pasangan mereka atau belum tahu tentang sesuatu
hal baru.
b. Belajar Bahasa pada masa prasekolah
- Perkembangan Gramatikal
Morfem gramatika adalah modifikator yang memberi arti lebih tepat pada kalimat
untuk membangun penggunaan pengubah makna ini biasanya muncul pada saat
yang usia tiga tahun sebagai anak mulai pluralisasi kata benda dengan
menambahkan -s, untuk menandakan lokasi dengan preposisional morfem dalam
dan di atas, untuk menunjukkan kata kerja yang tegang dengan progresif atau
yang sekarang
bentuk lampau, dan untuk mendeskripsikan hubungan posesif dengan alat
pengikat.
- Mengetahui aturan Transformasi
Selain morfem gramatikal, setiap bahasa memiliki aturan untuk menciptakan
variasi
dari kalimat dasar deklaratif. Dengan menerapkan aturan tata bahasa
transformasional ini, pernyataan deklaratif "Saya sedang makan pizza" dapat
dengan mudah dimodifikasi untuk menghasilkan sebuah pertanyaan ("Apa yang
saya makan?") Atau untuk menghasilkan kalimat negatif ("Saya tidak makan
pizza."),
imperatif ("Makan pizza!"), klausa relatif ("Saya yang membenci keju sedang
makan pizza."), dankalimat majemuk ("Saya sedang makan pizza dan John sedang
makan spaghetti.")
- Perkembangan Semantik
Faktor lingkungan sangat berperan dalam perkembangan semantik, maka
pada umur 6-9 bulan anak telah mengenal orang atau benda yang berada di
sekitarnya. Leksikal dan pemerolehan konsep berkembang pesat pada masa
prasekolah. Terdapat indikasi bahwa anak dengan kosa kata lebih banyak akan
lebih popular di kalangan teman-temannya. Diperkirakan terjadi penambahan lima
kata perhari di usia 1,5 sampai 6 tahun. Pemahaman kata bertambah tanpa
pengajaran langsung orang dewasa. Terjadi strategi pemetaan yang cepat diusia
ini sehingga anak dapat menghubungkan suatu kata dengan rujukannya. Pemetaan
yang cepat adalah langkah awal dalam proses pemerolehan leksikal. Selanjutnya
secara bertahap anak akan mengartikan lagi informasi-informasi baru yang
diterima. Definisi kata benda anak usia pra sekolah meliputi properti fisik seperti
bentuk, ukuran dan warna, properti fungsi, properti pemakaian, dan lokasi.
Definisi kata kerja anak prasekolah juga berbeda dari kata kerja orang dewasa atau
anak yang lebih besar. Anak prasekolah dapat menjelaskan siapa, apa, kapan, di
mana, untuk apa, untuk siapa, dengan apa, tapi biasanya mereka belum memahami
pertanyaan bagaimana dan mengapa atau menjelaskan proses. Anak akan
mengembangkan kosa katanya melalui cerita yang dibacakan orang tuanya. Begitu
kosa kata berkembang, kebutuhan untuk mengorganisasikan kosa kata akan lebih
meningkat dan beberapa jaringan semantik atau antar relasi akan terbentuk.
- Perkembangan Pragmatik dan kemampuan berkomunikasi
Selama masa prasekolah, anak-anak memperoleh sejumlah keterampilan
percakapan yang membantu mereka untuk berkomunikasi lebih efektif dan
mencapai tujuan mereka. Sebagai contoh, anak-anak berusia 3 tahun sudah mulai
memahami maksud yang sebenarnya yang mana ucapan tersebut mungkin tidak
selalu sesuai dengan arti harfiah dari kata tersebut. Perhatikan bagaimana seorang
anak berusia 3 tahun menggunakan pengetahuan ini untuk keuntungannya
dia mengubah pernyataan deklaratif menjadi komando yang berhasil
Sheila: "Setiap malam saya mendapatkan es krim".
Babysitter: "Bagus sekali, Sheila."
Sheila: "Bahkan saat ada babysitter, saya mendapatkan es krim."
Anak-anak berusia tiga sampai lima tahun juga belajar bahwa mereka harus
menyesuaikan pesan mereka dengan lawan bicara jika mereka berharap bisa
berkomunikasi secara efektif. Marilyn Shatz dan Rochel Gelman
(1973) mencatat celoteh beberapa anak berusia 4 tahun saat mereka mengenalkan
mainan baru. Analisis rekaman menunjukkan bahwa anak-anak berusia 4 tahun
sudah mulai menyesuaikan celoteh mereka dengan tingkat pemahaman pendengar
mereka. Kapan berbicara dengan anak berusia 2 tahun, anak-anak yang lebih tua
menggunakan kalimat pendek dan berhati-hati untuk memilih frase seperti
"Watch," "Lihat, Shawtel," dan "Lihat di sini" yang akan menarik dan memelihara
perhatian si balita.
c. Belajar Bahasa Selama Masa Kecil dan Remaja
Selama masa kanak - kanak, anak-anak memperbaiki banyak kesalahan
sintaksis mereka sebelumnya dan mulai menggunakan sejumlah bentuk gramatikal
yang kompleks yang tidak muncul di awal mereka percakapan. Sebagai contoh,
anak-anak berusia 5 sampai 8 tahun mulai menyingkirkan kinks yang mereka
gunakan kata ganti pribadi, sehingga kalimat seperti "Dia dan dia pergi" menjadi
kurang sering. Pada usia 7 sampai 9, anak-anak mudah mengerti dan kadang-
kadang mungkin menghasilkan kalimat pasif yang kompleks seperti "Gufi disukai
oleh Donald" dan kalimat bersyarat seperti "Jika Goofy telah datang, Donald pasti
akan melakukannya
senang ".Jadi masa kanak-kanak adalah periode penyembuhan sintaksis: anak
belajar dengan haluspengecualian terhadap peraturan gramatikal dan bertentangan
dengan sintaksis yang lebih kompleks struktur bahasa ibu mereka. Namun, proses
elaborasi sintaksis ini terjadi sangat bertahap, sering berlanjut sampai remaja atau
dewasa muda.
Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan
masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti pembentukan kepribadian
yang dihasilkan dari pergaulan masyarakat sekitar akan memberi ciri khusus
dalam perilaku bahasa. Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat
luas, anak (remaja) mengkutip proses belajar disekolah. Sebagaimana diketahui,
dilembaga pendidikan diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan kaidah-
kaedah yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam
cakrawala ilmu pengetahuan semata, tetapi juga secara berencana merekayasa
perkembangan sistem budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan
di dalam masyarakat (teman sebaya) terkadang cukup menonjol, sehingga bahasa
anak (remaja) menjadi lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di
dalam kelompok sebaya. Dari kelompok itu berkembang bahasa sandi, bahasa
kelompok yang bentuknya amat khusus, seperti istilah baceman dikalangan pelajar
yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa prokem terutama
secara khusus untuk kepentingan khusus pula.
Dalam berkomunikasi sehari-hari, terutama dengan sesama sebayanya, remaja
seringkali menggunakan bahasa spesifik yang kita kenal dengan bahasa ‘gaul’.
Disamping bukan merupakan bahasa yang baku, kata-kata dan istilah dari bahasa
gaul ini terkadang hanya dimengerti oleh para remaja atau mereka yang kerap
menggunakannya. Menurut Piaget (dalam Papalia, 2004), remaja memasuki tahap
perkembangan kognitif yang disebut tahap formal operasional. Piaget menyatakan
bahwa tahapan ini merupakan tahap tertinggi perkembangan kognitif manusia.
Pada tahap ini individu mulai mengembangkan kapasitas abstraksinya. Sejalan
dengan perkembangan kognitifnya, perkembangan bahasa remaja mengalami
peningkatan pesat. Kosakata remaja terus mengalami perkembangan seiring
dengan bertambahnya referensi bacaan dengan topik-topik yang lebih kompleks.
Menurut Owen (dalam Papalia, 2004) remaja mulai peka dengan kata-kata yang
memiliki makna ganda. Mereka menyukai penggunaan metaphora, ironi, dan
bermain dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat mereka. Terkadang
mereka menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Bahasa
seperti inilah yang kemudian banyak dikenal dengan istilah bahasa gaul.
Disamping merupakan bagian dari proses perkembangan kognitif, munculnya
penggunaan bahasa gaul juga merupakan ciri dari perkembangan psikososial
remaja. Menurut Erikson (1968), remaja memasuki tahapan psikososial yang
disebut sebagai identity versus role confusion. Hal yang dominan terjadi pada
tahapan ini adalah pencarian dan pembentukan identitas. Remaja ingin diakui
sebagai individu unik yang memiliki identitas sendiri yang terlepas dari dunia
anak-anak maupun dewasa. Penggunaan bahasa gaul ini merupakan bagian dari
proses perkembangan mereka sebagai identitas independensi mereka dari dunia
orang dewasa dan anak-anak.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga masyarakat, dan sekolah
dalam perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara anak yang satu
dengan yang lain. Hal ini ditunjukkan oleh pilihan dan penggunaan kosakata
sesuai dengan tingkat sosial keluarganya. Keluarga dari masyarakat lapisan
pendidikan rendah atau buta huruf, akan banyak menggunakan bahasa pasar,
bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang kasar. Masyarakat terdidik yang
pada umumnya memiliki status sosial lebih baik, menggunakan istilah-istilah lebih
selektif dan umumnya anak-anak remajanya juga berbahasa lebih baik.
Telah disebutkan bahwa bahasa remaja diperkaya dan dilengkapi oleh lingkungan
sekitar tempat mereka tinggal. Remaja cenderung bergaul dengan sesamanya,
yaitu remaja usia sekolah. Dari pergaulan dengan teman sebaya ini, kemudian
timbul gaya atau pola bahasa yang mereka gunakan sebagai sarana dalam proses
penyampaian atau sosialisasi. Bahasa yang cenderung digunakan oleh remaja ini,
yaitu bahasa praktis, sehingga lebih mempermudah dalam proses sosialisasi
tersebut. Bahasa seperti ini sering disebut sebagai “Bahasa Gaul”.
Bahasa pergaulan ini bertujuan untuk memberikan ciri khas atau identitas tertentu
dalam pergaulan sesama remaja. Terkadang, bahasa ini mereka bawa ke dalam
lingkungan sekolah, sehingga menyebabkan Guru/Pendidik kadang-kadang
kebingungan dengan kondisi siswa-siswanya yang berbahasa tidak sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia yang benar.
Selain pergaulan teman sebaya, status sosial ekonomi keluarga juga memiliki
andil dalam mempengaruhi pola atau gaya bahasa remaja. Keluarga terdidik yang
pada dasarnya telah membawa kebiasaan-kebiasaan terdidik, baik dari latar
belakang pendidikan maupun latar belakang keluarganya, secara langsung telah
mempengaruhi cara berpikir dan berbahasa anak remajanya. Mereka biasanya
menggunakan bahasa yang lebih sopan dan fleksibel. Fleksibel disini,
dimaksudkan bahwa saat remaja berinteraksi dengan teman sebayanya, mereka
memiliki gaya dan kosakata yang sesuai. Begitu pula sebaliknya, saat mereka
berhadapan dengan orang dewasa, mereka juga punya cara tersendiri yang
tentunya lebih sopan. Sedangkan remaja yang berasal dari keluarga kurang
terdidik, umumnya menggunakan bahasa yang kasar, tidak terstruktur dan tidak
fleksibel. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan orang tua akan pola
perkembangan anak-anaknya, khususnya perkembangan bahasanya
2.5 .Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Pada Anak
Dalam kehidupan perkembangan anak, banyak faktor yang dapat
mempengaruhi jalannya perkembangan anak,mulai dari perkembangan tubuh anak
hingga faktor perkembangan bahasa anak yang biasanya mengalami permasalahan
atau kendala sehingga menjadikan anak mengalami keterlambatan komunikasi pada
umumnya. Faktor perkembangan bahasa anak dapat di sebabkan oleh banyak factor
antaran lain yaitu :
1. Tingkat pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor dari kualitas pengasuhan
anak. Penelitian oleh NICHD menyimpulkan bahwa anak yang mendapatkan
pengalaman perawatan dengan kualitas yang tinggi secara konsisten
menunjukkan fungsi kognitif dan perkembangan bahasa yang lebih baik
sepanjang tiga tahun pertama kehidupannya. Penelitian Pancsofar dan Vemon-
Feagans [15] menemukan bahwa tingkat pendidikan orangtua mempunyai
pengaruh yang bermakna pada kemampuan bicara dan bahasa anaknya, sebab
memberi dampak pada pola bahasa dalam keluarga. Zadeh (2007) menyatakan
tingkat pendidikan orangtua dan pola pikir orangtua yang tradisional yang
bersifat negatif seperti seorang anak harus mengikuti perintah orangtuanya
tanpa boleh bertanya atau mengharapkan kepatuhan sepenuh dari anaknya,
memiliki hubungan yang tinggi. Mereka menyimpulkan bahwa orangtua
dengan tingkat pendidikan yang rendah lebih cenderung untuk memiliki pola
pikir tradisonal, sehingga bersikap otoriter kepada anaknya yang nantinya
akan menghambat perkembangan bahasa dan bicara anak, dan selanjutnya
mempengaruhi prestasi anak tersebut.
2. Faktor ekonomi orang tua
Faktor ekonomi orang tua sangat mempengaruhi perkembangan bahasa pada
anak-anak seperti yang diungkapkan A family history of language and
learning problems, and low socioeconomic status are each associated with
language impairment.[18] Beberapa studi tentang hubungan antara
perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga menunjukkan
bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam
perkembangan bahasa dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga
yang lebih baik. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan
kecerdasan atau kesempatan belajar (keluarga miskin diduga kurang
memperhatikan perkembangan bahasa anaknya), atau kedua-duanya (Hetzer &
Reindorf dalam E. Hurlock. 1956).
3.Hubungan Keluarga
Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan
berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orang tua yang
mengajar, melatih dan memberikan contoh berbahasa dengan anak. Hubungan
yang sehat antara orang tua dan anak memfasilitasi perkembangan bahasa
anak, sedangkan hubungan yang tidak sehat menakibatkan anak akan
mengalami kesulitan atau kelambatan dalam perkembangan bahasanya.
Hubungan yang sehat itu bisa berupa sikap orang tua yang keras\kasar, kurang
kasih sayang dan kurang perhatian untuk memberikan latihan dan
contohdalam berbahasa yang baik kepada anak, maka perkembangan bahasa
anak cenderung akan mengalami stagnasi atau kelainan. Seperti gagap dalam
berbicara, tidak jelas dalam mengungkapkan kata-kata, merasa takut untuk
mengungkapkan pendapat, dan berkata yang kasar atau tidak sopan.
4.Kesehatan
Anak yang sehat lebih cepat belajar berbicara ketimbang anak yang tidak
sehat, karena motivasinya lebih kuat untuk menjadianggauta kelompok sosial
dan berkomunikasi dengan anggauta kelompok tersebut. Apabila pada usia
dua tahun pertama, anak mengalami sakit terus menerus, maka anak tersebut
cenderungakan mengalami kelambatan atau kesulitan dala perkembangan
bahasannya.
5.Metode Pelatihan Anak
Anak-anak yang dilatih secara otoriter yang menekankan bahwa ”anak harus
dilihat dan didengar” merupakan hambatan belajar. Sedangkan pelatihan yang
memberikan keleluasan dan demokratis akan mendorong anak untuk belajar.
2.6 Implikasi Perkembangan Bahasa Terhadap Pendidikan
Implikasi perkembangan bahasa anak terhadap segi pendidikan salah
satunya adalah terhadap penyelenggaraan pendidikan. Sebagai individu yang
sedang tumbuh dan berkembang, maka proses pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa.
Bahasa merupakan sebuah pengantar. Jika telah memahami bahasa maka tidak
akan sulit bagi anak untuk menerima pesan ataupun kata-kata yang diucapkan
oleh seorang guru. Karena Perkembangan bahasa adalah merupakan proses
alamiah yang difasilitasi oleh kesempatan-kesempatan memanfaatkan bahasa
dalam aktivitas sehari-hari. Para guru dapat mengintruksikan kepada para
siswa untuk mengekspresikan dirinya secara verbal dan dalam bentuk tulisan
ketika mereka memecahkan persoalan dan menyelesaikan tugas-tugas
akademik. Jadi perkembangan bahasa sangat penting dalam penyelenggaraan
proses pendidikan disekolah. Perkembangan bahasa sangat penting karena
Melalui bahasa, anak dapat mengekspresikan pikiran, sehingga orang lain
memahaminya dan menciptakan suatu hubungan sosial. Jadi, tidaklah
mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu indikator
kesuksesan seorang anak.
2.7 Strategi dalam Meningkatan Kemampuan Berbahasa
a. Pemerolehan Bahasa Pertama
Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secaraverbal
itulah yang disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Jadi pemerolehanbahasa
pertama terjadi bila anak pada awal kehidupannya tanpa bahasa kinitelah memperoleh
satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa tersebut,bahasa anak lebih mengarah
pada fungsi komunikasi daripada bentuk ataustruktur bahasanya. Anak akan
mengucapkan kata berikutnya untuk keperluankomunikasinya dengan orang tua atau
kerabat dekatnya. Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa pada umumnya
menggunakan 4 strategi. Strategi pertama adalah meniru/imitasi. Berbagai penelitian
menemukan berbagai jenis peniruan atau imitasi, seperti:
 Imitasi spontan
 Imitasi perolehan
 Imitasi segera
 Imitasi lambat
 Imitasi perluasan
Strategi kedua dalam pemerolehan bahasa adalah strategi
produktivitas.Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan
bahasamelalui sarana komunikasi linguistik dan nonlinguistik (mimik, gerak,
isyarat,suara dsb). Strategi ketiga adalah strategi umpan balik, yaitu umpan balik
antarastrategi produksi ujaran (ucapan) dengan responsi Strategi keempat adalah apa
yang disebut prinsip operasi. Dalam strategiini anak dikenalkan dengan pedoman,
”Gunakan beberapa prinsip operasi umum untuk memikirkan serta menggunakan
bahasa” (seperti kata: berajar menjadi belajar)
b. Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuahbahasa
lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasapertamanya
(bahasa ibu). Khusus bagi kondisi di Indonesia, istilah bahasa pertama atau bahasa
ibu,bahasa asli atau bahasa utama, berwujud dalam bahasa daerah tertentu,sedangkan
bahasa kedua berwujud dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing.Tujuan pengajaran
bahasa asing kadang-kadang berbeda dengan pengajaranbahasa kedua. Bahasa kedua
biasanya merupakan bahasa resmi di negaratertentu, oleh karenanya bahasa kedua
sangat diperlukan untuk kepentinganpolitik, ekonomi dan pendidikan.
2.8 Gangguan-Gangguan Bahasa
Untuk mencapai kemampuan berbahasa diperlukan terpenuhinya beberapa elemen
berikut:  Lengkapnya sistem penginderaan
 Lengkapnya sistem syaraf pusat
 Kemampuan mental yang cukup
 Kestabilan emosi
 Pajanan pada bahasa
Apabila sejak masa anak-anak terdapat kekurangan atau ketiadaan setidaknya
satu dari elemen di atas, dapat berimbas pada munculnya beragam gangguan
berbahasa.
Dalam berbahasa, terjadi proses mengeluarkan pikiran dan perasaan (dari otak)
secara lisan, dalam bentuk kata-kata atau kalimat-kalimat. Otak menerima dan
memahami masukan bahasa melalui telinga. Fungsi otak dan alat bicara yang baik
akan mempermudah berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang memiliki kelainan
fungsi otak dan bicaranya, 4 tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, baik
reseptif maupun produktif. Inilah yang disebut sebagai gangguan berbahasa. Menurut
Field (2003) gangguan berbahasa perlu dipelajari dengan dua alasan mendasar sebagai
berikut:
 Dengan memahami kesulitan penyandang gangguan bahasa dalam bidang linguistik
dan dengan membandingkannya dengan pemerolehan bahasa secara normal, kita
dapat mempertimbangkan jenis teknik pengajaran yang dapat membantu anak-anak
dengan gangguan berbahasa
 Secara teoritis, dengan mempelajari penyimpangan pemerolehan bahasa, baik dari
penyandang dewasa maupun anak-anak, kita dapat mengetahui lebih banyak
mengenai bagaimana kapasitas perkembangan pemerolehan bahasa yang normal.
Selain itu keistimewaan setiap penyimpangan akan mengantarkan kita pada
pemahaman ke arah
hubungan antar sistem bahasa yang berbeda. Misalnya, bahasa pada anak dengan
keterbelakangan mental akan membuktikan tentang peran intelegensi dalam
perkembangan bahasa.
Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa gangguan berbahasa
berdampak pada dua hal:
 Lambat dalam pemerolehan bahasa – dimana sebagai contoh, anak berusia lima
tahun memiliki kompetensi bahasa setara dengan anak usia dua tahun; atau
 Menyimpang dari bentuk baku – dimana anak memperoleh bahasa dengan urutan
yang berbeda dari kebanyakan anak, atau anak tersebut memiliki kemampuan yang
sangat berbeda dari penutur asli bahasanya sendiri. Adapun jika ditinjau dari asalnya,
gangguan berbahasa dapat dikategorikan kedalam dua kelompok:
- Gangguan berbahasa yang berkembang, artinya gangguan akibat kelainan
yang dibawa sejak lahir. Pada sebagian anak, terjadi kesulitan dalam
pemerolehan bahasa akibat kelainan tumbuh kembang.
- Gangguan berbahasa yang diperoleh, artinya gangguan akibat operasi, stroke,
kecelakaan atau penuaan.
a. Gangguan Berbahasa secara Biologis
- Gangguan akibat ketidaksempurnaan organ
Pada penderita tunarungu, pendekatan modern yang digunakan untuk
mendidik tunarungu memprioritaskan pada pengajaran bahasa isyarat.
- Gangguan pada mekanisme bicara
Ketidaksempurnaan organ wicara menghambat kemampuan seseorang
memproduksi ucapan (perkataan) yang sejatinya terpadu dari pita suara, lidah,
otot-otot yang membentuk rongga mulut serta kerongkongan, dan paru-paru.
Hal ini disebut gangguan mekanisme berbicara.
- Gangguan Berbahasa secara Kognitif
 Dimensia
Istilah demensia mencakup diagnosa yang luas sebagai simtom dari
kemunduran intelektualitas akibat perubahan jaringan sel di otak.
 Huntington’s Disease
HD merupakan kelainan genetik neurogeneratif progresif yang
mengakibatkan kemunduran motorik, kognitif dan kejiwaan. Satu dari
sepuluh ribu orang dapat terjangkit HD. Ada 2 macam HD yaitu yang
umumnya muncul di usia 35-42 tahun dan yang terjadi pada masa anak
atau remaja. Ditemukan tahun 1872 oleh George Huntington, identifikasi
HD nampak dari hilangnya kemampuan berjalan (mengendalikan
koordinasi motorik), berbicara (mengekspresikan pikiran), mengingat
(memori dan persepsi), dan kemandirian (membutuhkan perawatan).
 Schizophrenia
Schizofrenia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan berpikir.
Penyandang sisofrenia kronis disebut schizophrenic word salad yang
dapat melafalkan word-salad dengan lancar dan volume cukup ataupun
lemah sekali. Curah verbalnya penuh dengan kata-kata neologisme. Irama
serta intonasinya menghasilkan curah verbal yang melodis. Seorang
penderita sisofrenia dapat berbicara terus menerus. Ocehannya hanya
merupakan ulangan curah verbal semula dengan sedikit tambahan atau
dikurangi beberapa kalimat.
 Depresif
Orang yang tertekan jiwanya tampak dari gaya bahasanya dan makna
curah verbalnya. Volume curah verbalnya lemah lebut dan kelancarannya
terputus-putus dalam interval yang cukup panjang. Namun, arah arus isi
pikiran tidak terganggu.
b. Gangguan Berbahasa secara Psikogenik
Gangguan ini bersifat lebih ‘ringan’ karena itu lebih tepat disebut sebagai variasi
cara berbicara yang normal sebagai ungkapan dari ganguan mental. Modalitas
mental ini terungkap dari nada, intonasi, intensitas suata, lafal, dan diksi. Ujaran
yang berirama lancar atau tersendat-sendat juga mencerminkan sikap mental si
pembicara.
 Berbicara Manja
Disebut berbicara manja karena ada kesan keinginan untuk dimanja
sebagaimana anak kecil yang membuat perubahan pada cara bicaranya.
Fonum [s] dilafalkan [c] sehingga kalimat “sakit sekali susah sembuhnya”
menjadi “cakit cekali cucah cembuhnya”. Gejala seperti ini dapat diamati
pada orang tua pikun atau jompo 19 (biasanya wanita).
 Berbicara kemayu
Itilah kemayu mengacu pada perangai kewanitaan yang berlebihan yang
dalam hal ini ditunjukkan oleh seorang pria. Berbicara kemayu dicirikan
oleh gerak bibir dan lidah yang menarik perhatian dan lafal yang
dilakukan secara menonjol atau ekstra lemah gemulai dan memanjang
 Berbicara gagap
Gagap yaitu berbicara yang kacau, tersendat-sendat, mendadak berhenti,
lalu mengulang-ulang suku karta pertama, kakta-kata berikutnya, dan
setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat diselesaikan.
Penderita gagap kerap tidak berhasil mengucapkan suku kata awal, hanya
berhasil mengucapkan konsonan atau vokal awalnya dengan susah payah
hingga bisa menyelesaikan kalimatnya. Dalam 20 usahanya mengucapkan
kata pertama yang barangkali gagal, penderita gagap menampakkan rasa
letih dan kecewanya.
 Berbicara Latah
Latah atau ekolalia yaitu perilaku membeo atau menirukan ucapan orang
lain. Ini merupakan sindrom yang terdiri atas curah verbal repetitif yang
bersifat jorok (koprolalla) dan gangguan lokomotorik yang dapat
dipancing. Kata-kata jorok yang ditiru cenderung berorientasi pada alat
kelamin laki-laki.
c. Gangguan Berbahasa Secara Linguistik
 Masalah kefasihan.
Sebagian penutur, masalah ini lebih banyak bersifat psikologis, misalnya
yang terjadi pada orang yang gagap dan latah. Pada penutur lain masalah
ini bersifat fisiologis, menyangkut kesalahan formasi dan pengolahan
organ artikulasi (seperti mulut, lidah, langit-langit, pangkal tenggorok dll.).
 Masalah bahasa tulis (Aleksia/Disleksia).
Masalah ini dialami oleh penyandang aleksia. Aleksia atau yang lebih
populer disebut disleksia merupakan gangguan berbahasa yang
menyebabkan kesulitan membaca, menulis, atau mengolah informasi
linguistik secara tertulis. Gangguan ini jika terjadi pada orang dewasa
timbul sebagai akibat kerusakan pada jaringan otak yang sangat
menentukan kemampuan membaca, menulis dan mengeja.

-
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa
erat kaitannya dengan perekembangan berfikir individu. Perkembangan berfikir
individu tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk
pengertian, menyusun pendapat dan menarik kesimpulan. Sedangkan, perkembangan
merupakan suatu proses yang pasti dialami setiap individu, perkembangan ini adalah
bersifat kualitatif dan berhubungan dengan kematangan serta sistematis.
Perkembangan bahasa pada anak sangatlah penting karena melalui bahasa, anak dapat
mengekspresikan pikiran, sehingga orang lain memahaminya dan menciptakan suatu
hubungan sosial. Jadi, tidaklah mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah
satu indikator kesuksesan seorang anak.

DAFTAR PUSTAKA
Berko-Gleason, J. 1997. The development of language. Boston: Allyn & Bacon.
Chear, Abdul. 2002. Psikolinguistik kajian Teori. Rineka Cipta: Jakarta.
Conny R. Semiawan. 1999. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Elizabeth B. Hurlock.1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Hurlock Elizabeth B. 1978. Jakarta: Perkembangan anak. Erlangga.
Kartono. Kartini. 2007. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: CV. Mandar
Shaffer, D.R.. 2010. Developmental Psychology Childhood and Adolescene. Canada: Nelson
Education

Anda mungkin juga menyukai