Anda di halaman 1dari 5

(PROTOTIPE ANALISIS HEURISTIK &

HERMENEUTIK PUPUH GAMBUH SERAT


WEDHATAMA)

Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik


1. Pembacaan Heuristik
Pupuh Gambuh Pada 4 dalam Serat Wedhatama Karya
KGPAA Mangkunegara IV

Thithik kaya santri Dul


Gajeg kaya santri brai kidul
Saurute Pacitan pinggir pasisir
Ewon wong kang padha nggugu
Anggere padha nyalemong

Puisi tradisional yang berbentuk tembang macapat


tersebut berjenis tembang Gambuh. Pupuh yang terdapat dalam
Serat Wedhatama Karya KGPAA Mangkunegara IV. Kata
‘Tembang’ berarti nyanyian, sedangkan ‘Gambuh’ berarti
‘jumbuh’ atau sesuai. Jadi, judul atau irah-irahan puisi
tradisional tersebut adalah puisi tradisional Jawa yang
berbentuk tembang yang mempunyai arti sesuai, tepat, atau
kecocokan, kesepahaman serta kebijaksanaan. Bijaksana
artinya dapat menempatkan sesuatu sesuai porsinya, tempatnya
dan mampu bersikap adil.
Baris/gatra pertama ‘Thithik kaya santri Dul’ mempunyai arti
yang sebenarnya yaitu Kadang seperti santri “Dul" (Sedikit
orang seperti santri Dul ‘Sekedhik tiyang kados santri Dul ).
Baris/gatra kedua ‘Gajeg kaya santri brai kidul’ mempunyai
arti yang sebenarnya yaitu Bila tak salah, seperti santri wilayah
selatan (Orang yang seperti santri wilayah selatan ‘Tiyang
ingkang kados santri wilayah kidul).
Baris/gatra ketiga ‘Saurute Pacitan pinggir pasisir’ mempunyai
arti yang sebenarnya yaitu Sepanjang Pacitan tepi pantai (Di
sepanjang tepi pantai Pacitan ‘Wonten saurutipun tinggir
pantai Pacitan ).
Baris/gatra ke empat ‘Ewon wong kang padha nggugu’
mempunyai arti yang sebenarnya yaitu Ribuan orang yang
percaya (sesuatu menyebabkan ribuan orang percaya pada
ucapan seseorang. 'sawijining bab anjalari Setunggalewu
tiyang pitados kaliyan ature tiyang' ).
Baris/gatra ke lima ‘Anggere padha nyalemong’ mempunyai
arti yang sebenarnya yaitu Asal-asalan dalam berucap (Tiyang
ingkang menawi ngendhika mboten wonten dasaripun).
Pembacaan Heuristik pada ‘Pupuh Gambuh pada 1’
tersebut baru menghasilkan arti berdasarkan konvensi bahasa
yaitu
(Bahasa Indonesia)
(sedikit orang seperti santri Dul, orang yang seperti santri
wilayah selatan, di sepanjang tepi pantai Pacitan, seribu orang
percaya, seseorang yang mengucap tanpa ada dasarnya)
(Bahasa Jawa)
Sekedhik tiyang kados santri Dul. Tiyang ingkang kados
santri wilayah kidul. Wonten saurutipun tinggir pantai Pacitan.
Setunggalewu tiyang pitados. Tiyang ingkang menawi
ngendhika mboten wonten dasaripun.

Pembacaan yang selanjutnya adalah pembacaan


hermeneutik yaitu pembacaan berdasarkan konvensi sastra.

2. Pembacaan Hermeneutik
Pembacaan Hermeneutik harus dilakukan setelah sebuah
objek kajian (Pupuh Gambuh) dibaca berdasarkan pembacaan
heuristik. Artinya, setelah diperoleh arti yang sebenarnya dari
konvensi kebahasaan, dilanjutkan pembacaan hermeneutik
karya sastra (pupuh gambuh) diinterpretasikan melalui
pemahaman kata dari makna konotatif, atau makna asosiatif
yaitu makna yang timbul dari sikap sosial, sikap pribadi.
Pembacaan Hermenutik ini membuat sebuah objek kajian
sastra dapat dipahami maknanya secara keseluruhan.
Puisi tradisional yang berbentuk tembang macapat di atas
adalah tembang Gambuh yang terdapat pada Serat Wedhatama
Karya KGPAA Mangkunegara IV. Kata ‘Tembang’ Jika
dibaca berdasarkan pembacaan hermeneutik mempunyai
makna ganda. Makna pertama ‘Tembang Gambuh’ yaitu
nyanyian, yang isi tembangnya selalu mendeskripsikan
kebijaksanan (adaptif/empan papan). Makna kedua ‘Tembang
Gambuh’ yaitu mengajak dan mengajarkan pembaca agar
selalu Bijaksana, dapat menempatkan sesuatu sesuai porsinya,
tempatnya dan mampu bersikap adil.
Baris/gatra pertama ‘Thithik kaya santri Dul’ mempunyai
makna yang sebenarnya yaitu Dul baru saja belajar ilmu agama
(Seseorang bernama Dul menunjukkan bahwa ia baru
mempelajari ilmu agama dan belum menguasai secara
sempurna).
Baris/gatra kedua ‘Gajeg kaya santri brai kidul’ mempunyai
makna yang sebenarnya yaitu Dul baru saja pulang ke kampung
halamannya di wilayah selatan (Dul pulang ke kampung
halamannya di wilayah selatan dengan mengajarkan ilmu
agamanya).
Baris/gatra ketiga ‘Saurute Pacitan pinggir pasisir’ mempunyai
makna yang sebenarnya yaitu Di sepanjang tepi pantai Pacitan
(Kampung halaman si Dul berada di sepanjang tepi pantai
Pacitan, kemudian ia mengajarkan ilmu agamanya pada santri
di sepanjang tepi pantai Pacitan).
Baris/gatra ke empat ‘Ewon wong kang padha nggugu’
mempunyai makna yang sebenarnya yaitu Ribuan orang
menuruti ajaran Dul (Ajaran Dul dipercaya ribuan orang di
pinggir pantai Pacitan karena mereka adalah kalangan awam
yang mempunyai pemahaman rendah).
Baris/gatra ke lima ‘Anggere padha nyalemong’ mempunyai
makna yang sebenarnya yaitu Aturan yang diajarkan oleh Dul
asal-asalan ( Ilmu agama yang dipelajari Dul belum tuntas,
tetapi sudah diajarkan kepada orang lain, sehingga ajaran
yang diberikan asal-asalan, tidak sesuai yang diajarkan oleh
ahli/ulama yang sudah mengerti benar ).
Pembacaan Hermeneutik diatas menghasilkan makna
tembang gambuh pada 1 yaitu...
(Bahasa Indonesia)
Seseorang bernama Dul menunjukkan bahwa ia baru
mempelajari ilmu agama dan belum menguasai secara
sempurna. Dul pulang ke kampung halamannya di wilayah
selatan dengan mengajarkan ilmu agamanya. Kampung
halaman si Dul berada di sepanjang tepi pantai Pacitan,
kemudian ia mengajarkan ilmu agamanya pada santri di
sepanjang tepi pantai Pacitan. Ajaran Dul dipercaya ribuan
orang di pinggir pantai Pacitan karena mereka adalah kalangan
awam yang mempunyai pemahaman rendah. Ilmu agama yang
dipelajari Dul belum tuntas, tetapi sudah diajarkan kepada
orang lain, sehingga ajaran yang diberikan asal-asalan, tidak
sesuai yang diajarkan oleh ahli/ulama yang sudah mengerti
benar
(Bahasa Jawa)

Anda mungkin juga menyukai