Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN ANALISIS JURNAL

Pengaruh Foot Massage terhadap Kualitas Tidur Pasien di Ruang ICU

STASE KEPERAWATAN KRITIS

Anggota :

Devy Oktavia Anisa I4B019050

Anji Muda Permana I4B019052

Nok Imroatul Azizah I4B019053

Ary Nur Khasanah I4B01054

Herdika Listya Kurniati I4B019055

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PROGRAM PROFESI NERS

ANGKATAN 24

PURWOKERTO

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pasien yang dirawat di ruang ICU mengalami perubahan pada tidurnya dimana pasien
yang mengalami sakit kritis mengalami jam tidur singkat sehingga membuat pasien
mengalami kesulitan pencapaian REM dan tidur yang dalam, mengakibatkan pasien mudah
terbangun (Weinhouse & Schwab, 2006). Pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU,
banyak yang mempunyai pengalaman gangguan tidur, penyebabnya diantaranya akibat
kebisingan, pencahayaan, intervensi yang diberikan serta pengobatan (Elliott, McKinley, &
Eagerm 2010). Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia [Kemkes RI] (2011),
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf
yang khusus dan perlengkapan yang khusus untuk observasi, perawatan, dan terapi pasien-
pasien yang menderita penyakit akut, cedera, atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa
atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia yang diharapkan masih reversible.
Pasien kritis yang menjalani perawatan di ruang ICU dan mengalami gangguan tidur,
umumnya digunakan sedasi untuk meminimalkan kegelisahan dan nyeri yang dapat
mengganggu kebutuhan tidur pasien. Penanganan gangguan tidur pada pasien kritis dengan
farmakoterapi menurut Asnis, Thomas, dan Henderson (2016) dan Food and Drug
Administration (FDA) sejak tahun 2005 menyetujui penggunaan semua hipnotik tanpa
membatasi durasinya, diantaranya adalah golongan obat Benzodiazepin, diantaranya
Lorazepam, Midazolam, dan Diazepam (FDA, 2017; Oldham & Pisani, 2015).
Terapi lain yang direkomendasikan adalah akupunktur, teknik pijatan pada tubuh,
mind body techniques, pijat, dan metode lain yang dapat membantu meringankan gejala dan
meningkatkan kondisi kesehatan fisik serta mental (Deng & Cassileth, 2005; Potter & Perry,
2011). Manusia merupakan makhluk yang utuh dan unik yang terdiri dari komponen bio,
psiko, sosio, dan spiritual. Hal ini berarti kebutuhan manusia juga harus dipenuhi secara
keseluruhan atau holistik yang meliputi kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual
baik dalam kontinum sehat maupun sakit.
Menurut teori Nightingale, perawatan holistik digambarkan dengan penggunaan terapi
komplementer yaitu terapi yang diberikan untuk melengkapi terapi medis konvensional.
Salah satu jenis terapi komplementer yang menurut literatur banyak terbukti berpengaruh
terhadap kesejahteraan bagi tubuh, yaitu foot massage (Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Dari
beberapa penelitian menggambarkan bahwa foot massage adalah salah satu metode yang
paling umum dari terapi komplementer. Terapi pijat dan refleksi merupakan pendekatan
terapi manual yang digunakan untuk memfasilitasi penyembuhan, kesehatan, dan dapat
digunakan oleh perawat di hampir setiap pelayan perawatan (Kaur, Kaur, & Bhardwaj,
2012).
Foot massage adalah manipulasi jaringan lunak pada kaki secara umum dan tidak
terpusat pada titik-titik tertentu pada telapak kaki yang berhubungan dengan bagian lain pada
tubuh (Coban & Sirin, 2010). Manipulasi ini terdiri dari 5 teknik dasar yaitu effleurage
(gosokan), petrissage (pijatan), tapotement (pukulan), friction (gerusan), dan vibration
(getaran) (Haakana, 2008). Manfaat foot massage semakin jelas teridentifikasi dan
dikategorikan sebagai manfaat fisik dan mental emosional (Puthusseril, 2006; Kozier et al.,
2010). Foot massage therapy dilakukan dengan cara memanipulasi otot dan jaringan lunak
yang bertujuan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot (Macsween et al., 2017). Selain itu,
foot massage therapy juga memberikan efek rileksasi yang menyebabkan tidur.
Kebanyakan pasien yang dirawat di ruang ICU mengalami gangguan tidur, pasien
sring kesulitan tidur nyenyak dan terbangun dimalam hari karena rasa tidak nyaman, gelisah,
bising suara alat dan takut. Berdasarkan data yang didapat dari perawat bahwa pengobatan di
Ruang IGD RS Goeteng Taroenadibrata hanya menerapkan terapi farmakologi sehingga
perlu diterapkan terapi alternatif atau terapi non farmakologi untuk memaksimalkan istirahat
tidur sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih baik pada proses penyembuhan salah
satunya yaitu dengan terapi foot massage.
B. Tujuan
Mengetahui efektivitas terapi foot massage terhadap pasien kritis di ICU.
BAB II
RESUME JURNAL
2.1 Identitas Jurnal

a. Nama penulis : Nurlaily Afianti, Ai Mardhiyah


b. Judul : Pengaruh Foot Massage terhadap Kualitas Tidur Pasien di Ruang
ICU
c. Penerbit : Jurnal Keperawatan Padjadjaran
d. Volume, edisi, tahun : Volume 5 Nomor 1 April 2017
2.2 Metode Penelitian

Jenis penelitian dalam jurnal “Pengaruh Foot Massage terhadap Kualitas Tidur Pasien di Ruang
ICU” adalah penelitian quasi experiment dengan pendekatan pretest and posttest control group
design. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 24 pasien yang dirawat diruang ICU RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan uraian 12 pasien untuk kelompok intervensi dan 12 pasien
untuk kelompok kontrol. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah a). Kesadaran kompos
mentis, b). Kooperatif, komunikatif stabil sistolik 100-130 mmHg, diastolic 60-100 mmHg dan
MAP >65 mmHg tanpa menggunakan golongan inotropic dan support seperti dobutamin,
dopamine, epineprin dan norepineprin, d). Skala nyeri ringan dan sedang (skala 1-10), e).
Responden yang menggunakan ventilator mode spontan ataupun tidak menggunakan ventilator
dan kriteria ekslusi: a). Responden tidak menggunakan analgetik narkotik dan sedatif, b).
Responden yang mengalami fraktur, trauma, atau luka pada kaki, c). Responden dalam kondisi
gelisah, d). Responden yang mempunyai manisfestasi gejala thrombosis vena dalam. Instrument
kualitas tidur menggunakan Richard Campbell Sleep Quationare (RCSQ). Pengukuran pretest
dilakukan pada pagi hari, selanjutnya foot massage dilakukan pada malam hari menjelang tidur
selama dua hari berturut-turut. Foot massage diberikan selama 10 menit pada masing-masing
bagian kaki sehingga total lama perlakuan 20 menit. Data dianalisis dengan uji t berpasangan dan
uji t tidak berpasangan.

2.3 Hasil

Hasil penelitian dalam jurnal menyebutkan bahwa pada kelompok kontrol diketahui bahwa nilai
p = 0,150 (p value > 0,05). Nilai ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna rerata
skor kualitas tidur pada kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi diketahui bahwa nilai
significancy 0,002 (p<0,05) hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor kualitas
tidur yang bermakna pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan intervensi foot
massage menjelang tidur selama 2 hari berturut-turut dengan lama pemijatan masing-masing
kaki 10 menit. Sebelum dilakukan intervensi, memiliki nilai skor awal kualitas tidur 47,09 dan
sesudah intervensi memiliki nilai 60,69. Pada kelompok tersebut skor kualitas tidur mengalami
peningkatan sebesar 13. Hasil tersebut menunjukkan skor kualitas tidur lebih tinggi setelah
diberikan perlakuan. Adapun selisih skor kualitas tidur pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan terdapat perbedaan secara bermakna (p= 0,026). Simpulan penelitian ini skor kualitas
tidur pada kelompok intervensi lebih tinggi daripada kelompok kontrol.
BAB III
PEMBAHASAN

Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dimana kepentingannya sama
dengan kebutuhan dasar lainnya. Tidur yang berkualitas baik dapat meningkatkan kesejahteraan
psikologis dan sangat penting untuk penyembuhan dan kelangsungan hidup pasien dengan
penyakit kritis (Kozier, 2010). Kualitas tidur tidak selalu berhubungan dengan kuantitas tidur
dimana kualitas tidur dikaitkan dengan sesuatu yang dirasakan secara subjektif yaitu kemudahan
pasien untuk tidur, kemampuan memelihara tidur, total waktu tidur, bangun tidur diawal.
Berdasarkan pada jurnal utama yang berjudul “Pengaruh Foot Massage terhadap Kualitas Tidur
Pasien di Ruang ICU” menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kualitas tidur yang signifikan
pada kelompok intervensi saat sebelum dan setelah dilakukan foot massage. Foot massage
merupakan teknik dimana kedua kaki menerima beberapa teknik di berbagai posisi, dengan
memijat lembut dan berirama untuk mendapatkan respon relaksasi (Puthusseril, 2006).
Pemberian foot massage yang dimulai dari pemijatan kaki dan diakhiri dengan pemijatan
telapak kaki merespon sensor saraf kaki yang kemudian pijatan pada kaki ini meningkatkan
neurotransmitter serotonin dan dopamine yang rangsangannya diteruskan ke hipotalamus dan
menghasilkan Cortocotropin Releasing Factor (CRF) yang merangsang kelenjar pituitary untuk
meningkatkan produksi Proopioidmelanocortin (POMC) dan merangsang medulla adrenal
meningkatkan sekresi endorphin yang mengaktifkan parasimpatik sehingga terjadi vasodilatasi
pada pembuluh serta memperlancar aliran darah sehingga membantu otot-otot yang tegang
menjadi relaks sehingga RAS terstimulasi untuk melepaskan serotonin dan membantu
munculnya rangsangan tidur serta meningkatkan kualitas tidur seseorang (Aditya, Sukarendra &
Putu, 2013;Guyton, 2014; Aziz, 2014; Pisani, Friese, Gehlbach, Schwab,Weiunhouse & Jones,
2015).
Terdapat beberapa penelitian yang setuju dengan hasil penelitian ini, dimana foot
massage dapat memberikan efek relaksasi pada pasien di ruang ICU. Studi penelitian tentang
foot massage yang dilakukan pada pasien kritis dengan ketidakstabilan himodinamik diruang
ICU memberikan dapak meningkatkan sirkulasi, vasodilatasi arteri, mengurangi ketegangan otot,
dan memberikan efek relaksasi otot polos (Kurniawan, 2019). Sebuah penelitian tentang foot
massage terhadap kualitas tidur yang dilakukan pada lansia juga menunjukkan hasil bahwa food
massage berpengaruh terhadap peningkatan kualitas tidur pada lansia ( Damayanti, 2019).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa food massage bermanfaat untuk
meningkatkan kualitas tidur karena dapat memberikan efek relaksasi. Sehingga dapat
menurunkan hari perawatan pasien di ruang ICU karena pasien akan lebih cepat pulih. Kelompok
kami mengaplikasikan jurnal food massage pada pasien Ny. P umur 29 tahun dengan diagnosa
Peri Partum Cardio Miopati (PPCM) hari ke 4 dan 5. Selama dua hari berturut-turut kami
melakukan foot massage pada sekitar jam 19.00-20.00 selama 10 menit. Pada saat pemijatan
pasien merasa rileks sehingga pada jam 21.00 pasien terlihat dapat tidur dengan pulas. Namun
pada tengah malam pasien tetap terbangun dan tidak dapat tidur kembali karena pasien takut.
Ketakutan pasien disebabkan suasana ruangan ICU pada malam hari yang sepi dan tidak ada
keluarga yang berada disamping pasien.
Kelompok kami mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan jurnal pada beberapa
pasien karena keterbatasan jumlah pasien di ICU. Mengingat kondisi beberapa pasien yang
belum bisa dimasukan sebagai kriteria inklusi, antara lain kesadaran pasien yang belum Compos
Mentis atau tanda-tanda vital yang belum stabil.
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil aplikasi jurnal terapi footmassage pada Ny. P didapatkan hasil
bahwa meskipun pasien merasa rileks dan dapat tidur setelah dilakukan footmassage
namun karena pengaruh suasana lingkungan ruang ICU maka pada saat tengah malam
pasien masih terbangun dan tidak dapat tidur kembali.
Keterbatasan pelaksanaan aplikasi ini adalah minimnya jumlah pasien sehingga
kami tidak bisa mengaplikasikan jurnal pada beberapa pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, S., 2019, “Perbedaan Pengaruh Foot Massage dan Progressive Muscle Relaxation
terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Posyandu Lansia Dusun Mejing Kidul”
Skripsi.Universitas Aisyiyah, Yogyakarta.

Kurniawan, A., Beti, K., & Nur, W., 2019 “Aplikasi Foot Massage untuk Menstabilkan
Hemodinamik di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten” Universiti Research Colloqium 2019 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Gombong, pp 510-515

Anda mungkin juga menyukai