Disusun Oleh:
Nur Halimah
NIM : 1901031020
1. Definisi
HIE (Hipoksik Iskemik Enselopati) adalah kerusakan neurologis
non progesif (otak) disebabkan oleh asfiksia intrauterin atau pascanatal
yang mengakibatkan hipoksemia dan atau iskemia serebral (Wong,
2003).
Hypoksic-ischemic encephalopathy (HIE) merupakan salah satu
penyebab utama disabilitas dan kematian pada bayi baru lahir di seluruh
dunia. Neonatal HIE adalah sindrom klinik dengan gangguan fungsi
neurologispada awal kehidupan neonatus yang lahir pada ataulebih dari
35 minggu gestasi, dengan gestasi penurunan kesadaran atau kejang
sering disertai gangguan untuk memulai dan menjaga pernafasan, dan
depresi tonus otot dan reflek. HIE juga merupakan penyebab penting
kerusakan otak pada bayi baru lahir dengan konsekuensi jangka panjang
yang buruk.(dalam jurnal
2. Etiologi
a. Oksigenase yang tidak adekuat dari darah maternal yang di
sebabkan oleh hipoventilasi selama proses pembiusan, CHD, gagal
nafas, keracunan CO2.
b. Tekanan darah ibu yang rendah karena hipotensi akibat dari
anastesi spinal atau tekanan uterus pada vena cava aorta.
c. Relaksasi uterus kurang karena pemberian oksitoksin berlebihan
akan menyebabkan tetani.
d. Plasenta terlepas dini.
e. Penekanan pada tali pusat atau lilitan tali pusat.
f. Vasokonstriksi pembulu darah uterus karena kokain.
g. Insufisiensi plasenta karena toksemia dan post date.
3. Pembagian Gejala klinis HIE pada bayi Aterm ( Kriteria sarnat dan
sarnat)
6. Penatalaksanaan
a. Pencegahan adalah manajemen yang paling baik.
b. Pertahankan oksigenisasi (resusitasi) dan keseimbangan asam basa.
c. Jika perlu lakukan ventilasi mekanik
d. Monitoring dan pertahnkan suhu tubuh dalam kondisi yang normal
e. Koreksi dan pertahankan kalori, cairan dan kadar elektrolit serta
glukosa (Dekstrosa 10% 60cc/kg/hr)
f. Jika terjadi kejang pada bayi berikan fenobarbital 20mg/kg IV setelah
5 menit, dosis bisa ditingkatkan 5 mg/kg setiap 5 menit hingga kejang
bisa diatasi, maksimum dosis 40mg/kg
7. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan sesuai dengan stadium STARNAT, jadi ada pemeriksaan
tingkat kesadaran, tonus otot, reflek-reflek (moro, tendo, mioklonus),
pupil, denyut jantung.
b. Pemeriksaan laboratorium
1. Serum elektrolit, seperti sodium, pottasium, klorida menurun
indikasi kerusakan akut pada tubulus ginjal.
2. Serum kreatinin, kreatinin klirens, BUN unutk deteksi fungsi renal.
3. Prothrotombin time, partial thrombhoplastin time, kadar fibrinogen
unutk evaluasi system koagulasi.
4. Gas darah untuk monitoring status asam basa, dan untuk
menghindari hyperoksia/hypoksia.
c. Pemeriksaa penunjang
1. MRI untuk mengetahui status milinisasi, prognosis,
follow up dan perkembangan drefect yang ada di otak,
biasnya memberikan gambaran :
o Loss of cerebral gray and white matter
diferentiation.
o Cortical higlighting (particularly in the
parasagittal perirolandic cortex)
o Basal ganglia or thalamus injury
o Decreaced signal in the posterior limb of the
internal capsule (PLIC)
2. Cranial USG dapat mengetahui apakah terjadi
pendarahan intracerebral atau intraventricular. USG
dopler cranial dapat menilai resistive index (RI), yang
memberikan informasi perfusi otak. Peningkatan nilai
RI menunjukkan prognosis buruk.
3. CT-Scan merupakan modalitas yang paling kurang
sensitif untuk memulai nilai HIE karena tingginya
kandungan air pada otak neonatus dan tingginya
kandungan protein cairan serebrospinal mengakibatkan
buruknya resolusi kontras perenkim. Selain itu paparan
radiasinya tinggi. Namun CT-Scan dapat menscreen
perdarahan pada neonatus sakit tanpa sedasi.
4. EEG untuk menentukan stagimg dari HIE
8. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hipoksia bayi
b. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai darah,
O2 dan nutrisi kejaringan menurun
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan diet kurang
9. Intervensi
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hipoksia bayi
Tujuan : ketidakefektifan pola nafas teratasi
K.H : - Pernafasan dalam batas normal
- pola nafas efektif
- Bayi aktif
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional : frekuensi biasanya meningkat apabila terjadi
peningkatan kerja nafas
2. Catat upaya pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu
pernafasan.
Rasional : penggunaan otot bantu pernafasan sebagai akibat dari
peningkatan kerja nafas
3. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti ronchi,
dll.
Rasional : adanya bunyi tambahan menandakan adanya kegagalan
pernafasan
4. Tinggikan kepala bayi dan bantu mengubah posisi
Rasional : untuk memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan
5. Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
b. Gangguan perfusi jaringan periferberhubungan dengan suplai darah,
O2 dan nutrisi ke jaringan perifer menurun
Tujuan : perfusi jaringan perifer adekuat
K.H : - nadi perifer meningkat.
- kulit dan kuku tidak pucat
- CRT < 2 detik
Intervensi :
1. Kaji status mental bayi secara teratur
Rasional : mengetahui derajat hipoksia
2. Catat adanya penurunan kesadaran
Rasional : penurunan kesadaran merupakan manifestasi penurunan
suplai darah dan oksigen ke jaringan perifer yang parah
3. Catat takipnea, sianosis, pucat, kulit lembab, catat kekuatan nadi
perifer
Rasional : suplai darah perifer diakibatkan oleh penurunan curah
jantung yang di buktikan oleh penurunan perfusi kulit, penurunan
nadi.
4. Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional : dapat memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia
pada otak.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan diet kurang
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
K.H : - tidak mengalami penurunan berat badan
- panjang badan, lingkat dada, kepala, perut, dalam batas normal
-lingkar lengan atas dalam batas normal
Intervensi :
1. Kaji maturitas reflek hisap dan menelan bayi
Rasional : menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk
bayi
2. Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik dan status
pernafasan
Rasional : pemberian makan pertama bayi stabil memiliki
peristaltik dapat dimulai 6-12 jam setelah keelahiran. Bila distress
pernafasan ada cairan parenteral di indikasikan dan cairan peroral
harus ditunda.
3. Kaji berat badan dengan menimbang BB setiap hari, kemudian
dokumentasikan pada grafik pertumbuhan bayi
Rasional : mengidentifikasi adanya resiko derajat dan resiko
terhadap pola pertumbuhan bayi SGA dengan kelebihan cairan
ekstrasel kemungkinan kehilangan 15% BB lahir. Bayi SGA
mungkin telah mengalami penurunan berat badan dalam uterus
atau mengalami penurunan simpanan lemak/glikogen.
4. Pantau masukan dan hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap
hari.
Rasional: memberuka informasi tentang masukan aktual dalam
hubungannya dengan perkiraan kebutuhan untuk digunakan dalam
penyesuaian diet
5. Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, berat jenis
urine, kondisimembran mukosa, fruktuasi BB.
RAsional : peningkatan kebutuhan metabolikdari bayi SGA dapat
meningkatkan kebutuhan cairan. Keadaan bayi hiperglikemia
diuresi pada bayi. Pemberian cairan intravena mungkin diperlukan
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan tetapi harus hati-hati
untuk menghindari kelebihan cairan.
Daftar pustaka
Arif, Mansjoer, 2000. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi III.
Jakarta:FKUI.
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Edisi. 8.Jakarta:EGC.
Doengoes, Marilynn. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi
III.Jakarta:EGC.
Kristiyanisari,W. 2011.Asuhan Keperawatan Neonatus Dan Anak.
Muha Medika : Yagyakarta
Markum. AN. 1991.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. BCS.
IKA Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakrta
Waloyo, J,dkk.2008. Buku Ajar Neonatalogi Edisi Pertama.IDAI:
Jakarta
Wong. Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan
Pediatrik.EGC.Jakareta