Anda di halaman 1dari 8

A.

PEMAHAMAN FAIR VALUE ACCOUNTING


 Pengertian Fair Value

Sebelumnya, sistem akuntansi menggunakan dominasi konsep HistoricalCost. Konsep tersebut


menggunakan pendekatan biaya perolehan menghasilkan nilai buku. Untuk berbagai kepentingan,
laporan nilai buku itulah yang selama inilazim dijadikan acuan untuk menilai sebuah perusahaan.
Dengan kondisi pasar yang semakin dinamis dan berkembang sangat cepat, akhirnya konsep
historical cost dianggap tidak lagi relevan dalam mengukur realitas ekonomi. Hal tersebut terjadi
karena historical cost hanya mengukur transaksi yang telah selesai, tidak bisa mengakui perubahan
nilai riil yang terjadi.

Sebagai gantinya ditawarkanlah konsep Fair Value yang diberlakukan dalam IFRS untuk
semua standar yang dikeluarkan. Apa dan bagaimana sesungguhnya konsep fair value itu? Dalam
PSAK Nomor 10 dijelaskan bahwa nilai wajar (fair value) adalah suatu jumlah yang dapat
digunakan sebagai dasar pertukaran aktiva atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang paham
(knowlwdgeable) dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm’s length transaction).
Menurut IAI dalam Buletin Teknis No. 3 menyatakan bahwa dasar daridefinisi fair value adalah
asumsi bahwa entitas merupakan unit yang akan beroperasi selamanya tanpa adanya intense atau
keinginan untuk melikuidasi,untuk membatasi secara material skala operasinya atau transaksi
dengan persyaratan yang merugikan. Dengan demikian, fair value bukanlah nilai yanga kan
diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu transasksi yang dipaksakan,likuidasi yang
dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan. Fair value menyampaikan informasi tentang
nilai kekayaan dan kepengurusan manajemen dengan menyatakan semua aset dan kewajiban pada
neraca sebagai nilai kepada pemegang saham.

 Pro dan Kontra Tentang Fair Value

Fair value ditetapkan oleh IASB sebagai dasar dalam mengukur nilai asset dengan
diperkenalkannya IFRS diberbagai belahan dunia. Demikian pula GAAP yang mewakili standar
akuntansi keuangan Amerika, sejak tahun 2006 telahmemberlakukan SFAS 157 tentang Fair Value
Measurement. Pertanyaan mengenai bagaimana aset seharusnya diakui di neraca merupakan salah
satu isu penting digaris bawahi. Untuk itu, baik IASB maupun FASB melakukan pengkajian secara
seksama terhadap konsep fair value ini. Begitu banyak diskusi dalam beberapa waktu terakhir
mengenai sumbangsih akuntansi pada penurunan kondisi ekonomi baru-baru ini. Sejak krisis
keuangan terjadi, perdebatan tentang akuntansi nilai wajar pun semakin intensif. Bank-bank dan
pihak-pihak lain berpendapat bahwa fair value accounting bertanggung jawab atas kelemahan dan
ketidakstabilan yang mereka alami, sedangkan akuntan dan investor berpendapat bahwa kebenaran
atas fakta asetmilik bank-bank adalah apa yang akhirnya menyebabkan permasalahan tersebut.

Untuk memahami implikasi dari fair value, kita harus mulai dari pemahaman pentingnya
akuntansi terhadap sistem ekonomi. Inti dari kapitalisme adalah identifikasi harga dan perhitungan
laba rugi. Penilaian paling penting terhadap para manajer adalah apakah keputusan yang mereka
buat menghasilkan laba atau justru kerugian. Sedangkan investor, kreditor, dan mitra bisnis
menggunakan data akuntansi untuk membuat keputusan untuk alokasi investasi, perpanjangan
kredit, dan evaluasi kerja sama. Penggunaan akuntansi mark-to-market akan berakibat perubahan
yang terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan
penurunan serta laba dan rugi yang tercatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan
apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat manajemen atau oleh
perubahan yang terjadi dipasar.

Masalah lain yang juga akan muncul saat akan mengubah nilai aset berdasarkan nilai pasar.
Pertanyaan mendasar yang timbul adalah siapa yang menentukan harga pasar? Pihak yang
menentang akuntansi yang berdasarkan nilai pasar menggunakan argumentasi bahwa market value
accounting kurang dapat dipercaya dan menjadi halangan utama dalam penerapannya. Mereka
menganggap bahwa subjektivitas dari estimasi nilai wajar pada aset dan liabilitas tanpa pasar yang
likuid membuat laporan keuangan menjadi kehilangan relevansinya. Meskipun banyak pihak yang
menganggap bahwa subjektivitas selalu menjadi bagian dari akuntansi yakni dalam masalah
pengukuran, penggabungan usaha, dan dalam metode pembelian. Satu hal yang juga menarik
adalah angka-angka yang dilaporkan dengan sistem akuntansi nilai pasar mempunyai korelasi yang
sangat kuat dengan harga saham dan memberikan gambaran bahwa harga/nilai berdasarkan pasar
lebih baikdan lebih terpercaya dari pada historical cost. Akan tetapi, meskipun mempunyai
keunggulan tersebut, system market value berpotensi rentan terhadap manipulasidan kesalahan
estimasi.

 Benarkah Fair Value Itu Fair ?

Berdasarkan FASB Concept Statement No. 7 dapat ditarik suatukesimpulan bahwa fair value
adalah harga yang akan diterima dalam penjualan aset atau pembayaran untuk mentransfer
kewajiban dalam transaksi yang tertataantara partisipan di pasar pada tanggal pengukuran.
Terdapat tiga hirarki dalam mengestimasi fair value, yaitu dengan menggunakan nilai pasar,
komparasi dengan harga pasar dari item yang dapat diperbandingkan dengan item yang dinilai,
dan dengan menggunakan estimasi (Hitz 2007). Meskipn fair value dapat diukur dengan
menggunakan current market value, namun tidak berarti fair value itu sepenuhnya adalah current
market value. Untuk item-item tertentu dalam laporan keuangan yang berasal dari traksaksi yang
lazim terjadi (arm’ s length transaction) dan harga-harganya juga dapat dengan mudah diukur
dengan harga pasar, fair value dapat diukur dengan menggunakan current market value.
Pengukuran fair value seperti ini disebut juga dengan mark-to-market. Namun untuk item-item
yang harga pasarnya tidak tersedia, fair value diukur dengan menggunakan model penilaian yang
didasarkan atas perhitungan-perhitungan dane stimasi tertentu. Pengukuran fair value disebut juga
dengan mark-to-model. Dengan demikian, penggunaan fair value sesungguhnya dapat
menimbulkan implikasi yang bersifat subjektif terutama yang berkaitan dengan penilaian
(Blommaert dalam Verhoog 2003). Gassen dan Schwedler (2009) menemukan bahwa terdapat
pemahaman yang berbeda-beda mengenai fair value. Fair value yang didasarkan atas penilaian
mark-to-market lebih bernilai dan memiliki decision usefulness lebih tinggi dibandingkan dengan
fair value yang didasarkan atas penilaian mark-to-model. Mereka juga menemukan bahwa fair
value yang berdasarkan pada harga pasar memiliki decision usefulness yang tinggi untuk aset-aset
lancer dan non-operasional, dan untuk aset tidak lancer serta aset-aset yang digunakan untuk
kegiatan operasional, tidak ada perbedaan yang signifikan dari sisi decision usefulness baik yang
menggunakan historical cost maupun menggunakan marketbased fair value.

Pendekatan dalam perhitungan fair value dapat diklasifikasikan menjaditiga yaitu pendekatan
pasar, pendekatan pendapatan, dan pendapatan biaya (SFAC157). Masing-masing pendekatan ini
jika ditelusuri lebih lanjut memiliki resikountuk menimbulkan terjadinya fraud dalam laporan
keuangan, dan ini akanmenjadi suatu diskusi yang sangat menarik mengenai penerapan fair value
dan hubungannya dengan tindakan fraud dan resiko global. Pengukuran denganmenggunakan
atribut fair value memerlukan perhatian yang serius dari penyusunstandar akuntansi, terutama
dalam menciptakan konvergensi antara dua kerangkakonseptual dan standar akuntansi yang saat
ini banyak menjadi acuan yaitu yangdikeluarkan oleh FASB dan IASB. Hal ini diperlukan untuk
mengatasi kendala-kendala penerapan fair value agar menjadi lebih andal (reliable), dapat diaudit
(auditable), dan dapatdi verifikasi (verifiable). Penerapan fair value tidak dapat dihindari dalam
perkembangan akuntansi saat ini, yang harus dilakukan adalah menyediakaninstrument agar
konsep fair value dapat lebih diperkuat dan dapat diukur secaralebih reliable. Pernyataan yang
jelas dalam kerangka konseptual juga diperlukanterutama rekomendasi penggunaan fair value
untuk item-item tertentu, sepertiaset-aset atau kewajiban yang digunakan untuk meraih
keuntungan jangka pendek (short-term trading profit). Pengungkapan (disclosure) mengenai
penggunaan fair value juga perlu diatur secara lebih ketat untuk menghindari bias dan
penyalahgunaan manajemen dalam melakukan estimasi, khususnya untuk item-item yang diukur
dengan fair value namun current market valuenya-nya tidaktersedia.

B. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN FAIR VALUE ACCOUNTING


 Kelebihan Fair Value
1. Relevance
Banyak orang percaya bahwa standard akuntansi historical cost telah banyak
kehilangan relevansinya karena kegagalannya mengukur realitas ekonomi. Hampir
semua orang setuju bahwa peristiwa ekonomi---yaitu, kejadian yang mengubah waktu
kapan arus kas diterima dan jumlahnya yang akan datang – harus tercermin (terungkap)
dalam laporan keuangan lembaga. Akan tetapi, seringkali model historical cost hanya
mengukur transaksi sudah selesai dan gagal mengakui adanya perubahan nilai riil lain
yang dapat terjadi.
2. Reliability
Masalah yang selalu ada yang tidak dapat dihindari adalah bahwa model akuntansi
berdasarkan historical cost tidak mengakui adanya perubahan nilai bersifat ekonomis,
dan cenderung membiarkan perusahaan memilih sendiri apakah dan kapan mengakui
adanya perubahan tersebut. Ini mendorong adanya bias dalam pemilihan apa yang
dilaporkan, dan memperburuk kompromi kenetralan dan dipercayainya informasi
keuangan.
 Kelemahan Fair Value

Menurut Krumwiede (2008) terdapat beberapa kritik terhadap fair value :

1. Meskipun bermaksud baik, namun perkiraan manajemen dengan fair value bisa
menjadi salah dan meluas pada prediksi dan estimasi yang salah.
2. Oportunistik dan ketidak jujuran manajemen dapat menyebabkan aksi pemanfaatan
dari proses penilaian dan estimasi yang rentan untuk dimanipulasi.
Sedangkan menurut Warsidi (2010), terdapat beberapa keburukan dari fair value, antara
lain :
1. Fair value berusaha menyediakan informasi yang transparan dengan menilai aset pada
tingkat harga yang dihasilkan jika segera dilikuidasi, sehingga sangat sensitif terhadap
pasar.
2. Akuntansi fair value bekerja melalui akuntansi mark-to-market, yaitu aset dicantumkan
dengan harga pasar mereka jika diperdagangkan secara terbuka. Akibatnya, terjadi
perubahan terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset
mengalami kenaikan dan penurunan yang berdampak pada laba dan rugi yang dicatat.
Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan
oleh keputusan bisnis oleh manajemen ataukah terjadi karena perubahan yang terjadi
pada pasar.
3. Banyak pihak, utamanya lembaga-lembaga keuangan mengkhawatirkan akuntansi
yang berdasarkan harga pasar akan menyebabkan Volatility kinerja lembaga karena
semakin mudahnya berfluktuatif nilai item-itemaktiva maupun liabilitas.
Daftar Pustaka

https://www.academia.edu/6899531/Fair-kah_Fair_Value_itu

http://seminarakuntansi.warsidi.com/2010/05/pro-kontra-fair-value-kebaikan-dan.html
FAIR VALUE ACCOUNTING
Mata Kuliah : Teori Akuntansi (EKA 441)

Oleh:

Ni Putu Yuni Kusuma Dewi (1707531126)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
A. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN DALAM PSAK 23
1. Pengakuan Pendapatan

Pengakuan Pendapatan Ketentuan PSAK No.23 (2007, h.23.6) mengenai pengakuan


pendapatan atas transaksi penjualan jasa adalah sebagai berikut : bila suatu transaksi yang
meliputi penjualan jasa dapat diestimasi dengan andal, pendapatan sehubungan dengan
transaksi tersebut harus diakui dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada
tanggal neraca”. Yang dimaksudkan andal menurut PSAK No.23 (2007, h.23.6) adalah bila
seluruh kondisi dibawah ini dipenuhi :

1. Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal;


2. Besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan
diperoleh perusahaan;
3. Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan
andal; dan
4. Biaya yang terjadi untuk transaksi tersebutdan biaya untuk menyelesaikan transaksi
tersebut dapat diukur dengan andal.
2. Pengukuran Pendapatan
Standar Akuntansi Keuangan (2007, h.23.3) menyatakan bahwa “pendapatan harus
diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima”.
Adapun penjelasannya lebih lanjut dari pernyataan tersebut yang dikemukakan Standar
Akuntansi Keuangan (2007, h.23.3) adalah : Jumlah pendapatan yang relatif timbul dari
suatu transaksi oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli atau pemakai aktiva
tersebut. Jumlah tersebut diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat

Anda mungkin juga menyukai