Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. DENGAN GASTROINTERITAS AKUT (GEA) DI RUANG


TERATAI (ANAK) RSUD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO
Oleh : Siti Qomariyah, S.Kep

1. Kasus (masalah utama) (dignosa medis)


Gastrointeritas Akut (GEA)
2. Proses terjadinya masalah
a. Pengertian
Gastroenteritis Akut (GEA) diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk
cairan/setengah cair (setengah padat) dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari
biasanya berlangsung kurang dari 7 hari terjadi secara mendadak (Soebagyo, 2008 dalam Nurmasari
Mega, 2010). Gastroenteritis akut adalah penyakit yang terjadi akibat adanya peradangan pada saluran
pencernaan yang disebabkan oleh infeksi dengan gejalanya terutama adalah muntah, dehidrasi dan diare
(Cakrawardi dkk,2011 dalam Sakti, 2016). Sedangkan Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan
sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.

b. Penyebab
Berdasarkan pengklasifikasian menurut Sodikin (2011 dalam Prihantosa, 2013) menyebutkan bahwa
penyebab dari gastrointeritas akut yakni :
1) Infeksi virus, kuman-kuman pathogen atau penyebab lainnya (seperti keadaan gizi/gizi buruk, hygiene
atau sanitasi yang buruk, kepadatan penduduk, sosial budaya, dan sosial ekonomi).
2) Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan (seperti
keracunan makanan, makanan yang pedas atau terlalu asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup),
gangguan saraf, hawa dingin atau alergi, dan sebagainya.
3) Defisiensi imun terutama SigA (Secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan berlipatgandanya
bakteri atau flora usus dan jamur (terutama Candida).
Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
1) Faktor infeksi
a) Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus
(enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi
parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia
lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
b) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA)
tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2) Faktor malaborsi
Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.
3) Faktor makanan
4) Faktor psikologis
Diare akut karena infeksi (gastroenteritis) dapat ditimbulkan oleh:

1) Bakteri : Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella para typhi A/B/C, Shigella dysentriae,
Shigella flexneri, Vivrio cholera, Vibrio eltor, Vibrio parahemolyticus, Clostridium
perfrigens, Campilobacter (Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp, Streptococcus sp,
Yersinia intestinalis, Coccidiosis.
2) Parasit : Protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp) dan
Cacing ( A. lumbricodes, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. velmicularis, S.
stercoralis, T. saginata dan T. solium)
3) Virus : Rotavirus, Adenovirus dan Norwalk.
Penelitian di RS Persahabatan Jakarta Timur (1993-1994) pada 123 pasien dewasa yang dirawat di
bangsal diare akut didapatkan hasil isolasi penyebab diare akut terbanyak adalah E. coli (38 %), V.
cholera Ogawa (18 %) dan Aeromonas sp. 14 %).

c. Patofisiologi
Sebanyak kira-kira 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap hari yang berasal dari luar
(asupan diet) dan dari dalam tubuh sendiri (sekresi cairan lambung, empedu dan sebagainya). Sebagian besar
jumlah tersebt diresorbsi di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml memasuki usus besar. Sejumlah 90%
dari cairan usus besar akan diresorbsi sehingga tersisa sejumlah 150-250 ml cairan ikut membentuk tinja.

Faktor-faktor fisiologis yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama lain. Misalnya,
cairan dalam lumen usus yang mengkat akan menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis karena
meningkatnya volume sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus
terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga
penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu. Bagan patofisiologi diare dan mekanisme kompensasi
dengan larutan gula garam secara sederhana dapat dilihat pada gambar berikut:
Dinding Epitel

Lumen Usus Entero toksin Sel Epitel Usus

AMP Siklik

Cl diiringi H2O, K+, Na+,


HCO3
Cl
Glukosa diiringi H2O, Na+,
K+, Cl-, HCO3
(H2O, K+, Na+, HCO3)

Glukosa
Na+ diiringi H2O, K+, Cl-,
HCO3

Na+

Glukosa

H2O

HCO3

Cl-

Na+

K+

Vaskuler

Mekanisme Kerja Enterotoksin AMP Siklik dan Cara Kompensasi dengan Larutan Gula Garam
Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah faktor kausal
(agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri
terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut yang terdiri atas faktor-faktordaya tahan tubuh atau
lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus dan juga mencakup flora
normal usus.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella telah terbukti dapat menyebabkan serangan
infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi V.cholera. Hipomotilitas
usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit serta mengurangi kecepatan eliminasi
agen sumber penyakit. Peran imunitas tubuh dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi Giardiasis yang
lebih tinggi pada mereka yang kekurangan Ig-A. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus
dirangsang suatu toksoid berulangkali akan terjadi sekresi antibodi. Percobaan pada binatang menunjukkan
berkurangnya perkembangan S. typhi murium pada mikroflora usus yang normal.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenitas antara lain daya penetrasi yang dapat merusak sel
mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat
kuman pada lumen usus. Kuman dapat membentuk koloni-koloni yang dapat menginduksi diare.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat
terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi
rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun
akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah
berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian
mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan
diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1) Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan
penyebab terjadinya kematian pada diare.
2) Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga
benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan.
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi
oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya
telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam
hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah
menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
4) Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan
terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya
hiperperistaltik.
5) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak,
kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.

d. Manifestasi Klinis
Gejala biasanya mendadak, umumnya disertai dengan riwayat bepergian makan makanan yang dicurigai
dan atau mungkin timbul pula gejala pada orang lain yaitu diare dan muntah, nyeri perut, demam, nyeri
kepala dan mialgia (Davey Patrick, 2005).

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri
perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang
adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus,
berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun
serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang
mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan
meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul). Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang
berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena
kekurangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan
menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan
timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

1) Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
2) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial dan wiata.
3) Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4) Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya
asam laktat.
5) Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata
cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
6) Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien
sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7) Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria)
8) Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan dalam. (Kusmaul).

e. Pemeriksaan Penunjang
Sebagian besar kasus sembuh sendiri dan tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang. Pada pasien
dengan keadaan sakit berat harus pertimbangan pemeriksaan penunjang meliputi kultur tinja dan darah,
hitung darah lengkap, elektrolit dan foto polos abdomen. Jika diare menetap sampai lebih dari tiga minggu,
pertimbangkan untuk melakukan sigmoidoskopi, biopsi rektum dan rujuk ke klinik gastroenterologi (Davey
Patrick, 2005). Pemeriksaan lainnya yaitu :

1) Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan
alkali dan analisa gas darah.
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
f. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Kasus yang ringan tidak membutuhkan terapi selain anjuran rehidrasi oral. Kasus yang lebih
berat mungkin perlu mendapat caira intravena. Indikasi pemberian antibiotik adalah septikimia (demam,
kultur darah positif). Siprofloksasin adalah antibiotik lini pertama yang baik, aktif terhadap bakteri
patogen umum (Samonella, Shigella dan Compylobacter) (Davey Patrick, 2005).
Dasar pengobatan diare adalah:
a) Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang
bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan
kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang
kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan
tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
- Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts
atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts
atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1
ml=20 tetes).
- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1
ml=20 tetes).
 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1
ml=20 tetes).
 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
- Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
 Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4
bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8
tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).

 Untuk bayi berat badan lahir rendah


Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian
NaHCO3 1½ %).

b) Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg,
jenis makanan:
- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh
- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak
mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
c) Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
2. Non Farmakologi
Dapat dilakukan untuk peningkatan cairan untuk mengatasi kekurangan volume cairan akibat
diare dengan cara banyak minum air mineral, kompres hangat untuk menurunkan demam dan relaksasi
untuk mengurangi nyeri abdomen.

3. Pohon Masalah

Invasi virus dan bakteri ke Toksisitas makanan


saluran gastrointestinal efek obat, keracunan,
bahan laut, makanan
dan minuman

invasi mukosa, produksi interotoksin gastroenteritis iritasi saraf lokal


dan atau produksi sitotoksin
nyeri abdominal

gangguan respons peningkatan motilitas


gastrointestinal sistematik
gangguan absorpsi nut-
mual, muntah peningkatan risi dan cairan oleh
kembung, ano- suhu tubuh mukosa intestinal
reksia, malabsorpsi
hipertermi hiperperistaltik (diare)
asupan nutrisi
tidak adekuat cairan banyak keluar

ketidakseimbangan kekurangan volume


nutrisi kurang dari kebutuhan cairan

4. Diagnosis keperawatan
a) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan
intake yang kurang
b) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap
diare.
c) Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare
d) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
e) Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
f) Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

5. Rencana tindakan keperawatan


Dx. NOC NIC
Keperawatan
Gangguan Tujuan : setelah dilakukan a. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan
keseimbangan tindakan keperawatan selama 3 x elektrolit. R/ Penurunan sisrkulasi volume
cairan dan 24 jam keseimbangan dan cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan
elektrolit elektrolit dipertahankan secara pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan
berhubungan maksimal terapi pergantian cairan segera untuk
dengan Kriteria hasil : memperbaiki defisit
kehilangan cairan a. Tanda vital dalam batas normal b. Pantau intake dan output
skunder terhadap (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi
diare c, RR : < 40 x/mnt ) glomerulus membuat keluaran tak aadekuat
b. Turgor elastik , membran untuk membersihkan sisa metabolisme.
mukosa bibir basah, mata tidak c. Timbang berat badan setiap hari. R/
cowong, UUB tidak cekung. Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1
c. Konsistensi BAB lembek, kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
frekuensi 1 kali perhari d. Anjurkan keluarga untuk memberi minum
banyak pada kien, 2-3 lt/hr. R/ Mengganti
cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
e. Kolaborasi :
 Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit
(Na, K,Ca, BUN). R/ koreksi keseimbang
cairan dan elektrolit, BUN untuk
mengetahui faal ginjal (kompensasi).
 Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan
umur. R/ Mengganti cairan dan elektrolit
secara adekuat dan cepat.
 Obat-obatan : (antisekresin,
antispasmolitik, antibiotik). R/ anti sekresi
untuk menurunkan sekresi cairan dan
elektrolit agar simbang, antispasmolitik
untuk proses absorbsi normal, antibiotik
sebagai anti bakteri berspektrum luas
untuk menghambat endotoksin.
Perubahan nutrisi Tujuan : setelah dilakukan a. Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan
kurang dari tindakan perawatan selama diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan
kebutuhan tubuh dirumah di RS kebutuhan nutrisi air terlalu panas atau dingin). R/ Serat tinggi,
berhubungan terpenuhi lemak,air terlalu panas / dingin dapat
dengan tidak Kriteria : merangsang mengiritasi lambung dan sluran
adekuatnya a. Nafsu makan meningkat usus.
intake dan out put b. BB meningkat atau normal b. Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari
sesuai umur bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat.R/ situasi
yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu
makan.
c. Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi
kegiatan yang berlebihan. R/ Mengurangi
pemakaian energi yang berlebihan
d. Monitor intake dan out put dalam 24 jam. R/
Mengetahui jumlah output dapat
merencenakan jumlah makanan.
e. Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
- terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
- obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan ,
untuk proses pertumbuhan
Resiko Tujuan : Stelah dilakukan a. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam. R/ Deteksi
peningkatan suhu tindakan perawatan selama 3x 24 dini terjadinya perubahan abnormal fungsi
tubuh jam tidak terjadi peningkatan tubuh ( adanya infeksi)
berhubungan suhu tubuh b. Berikan kompres hangat. R/ merangsang pusat
dengan proses Kriteria hasil : pengatur panas untuk menurunkan produksi
infeksi dampak a. suhu tubuh dalam batas normal panas tubuh
sekunder dari ( 36-37,5 C) c. Kolaborasi pemberian antipirektik. R/
diare b. Tidak terdapat tanda infeksi Merangsang pusat pengatur panas di otak
(rubur, dolor, kalor, tumor,
fungtio leasa)
Resiko gangguan Tujuan : setelah dilakukan a. Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga
integritas kulit tindaka keperawtan selama di tempat tidur. R/ Kebersihan mencegah
perianal rumah sakit integritas kulit tidak perkembang biakan kuman
berhubungan terganggu b. Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam
dengan Kriteria hasil : merawat perianal (bila basah dan mengganti
peningkatan a. Tidak terjadi iritasi : pakaian bawah serta alasnya). R/ Mencegah
frekwensi BAB kemerahan, lecet, kebersihan terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan
(diare) terjaga oleh karena kelebaban dan keasaman feces
b. Keluarga mampu c. Atur posisi tidur atau duduk dengan selang
mendemontrasikan waktu 2-3 jam. R/ Melancarkan vaskulerisasi,
perawatan perianal dengan mengurangi penekanan yang lama sehingga
baik dan benar tak terjadi iskemi dan irirtasi .
Kecemasan anak Tujuan : setelah dilakukan a. Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan
berhubungan tindakan perawatan selama 3 x 24 perawatan. R/ Pendekatan awal pada anak
dengan tindakan jam, klien mampu beradaptasi melalui ibu atau keluarga
invasive Kriteria hasil : Mau menerima b. Hindari persepsi yang salah pada perawat dan
tindakan perawatan, klien tampak RS. R/ mengurangi rasa takut anak terhadap
tenang dan tidak rewel perawat dan lingkungan RS
c. Berikan pujian jika klien mau diberikan
tindakan perawatan dan pengobatan. R/
menambah rasa percaya diri anak akan
keberanian dan kemampuannya
d. Lakukan kontak sesering mungkin dan
lakukan komunikasi baik verbal maupun non
verbal (sentuhan, belaian dll). R/ Kasih saying
serta pengenalan diri perawat akan
menunbuhkan rasa aman pada klien.
e. Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa, Jakarta gaya baru
Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik, Jakarta, EGC
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4, EGC, Jakarta
Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Alih bahasa : Manulang R.F. Jakarta, EGC
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3, BP FKUI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai