BBDM 5 1 Skenario 1
BBDM 5 1 Skenario 1
1 SKENARIO 1
“GAGAL MENIKAH”
Seorang laki laki 18 tahun datang ke IGD diantar keluarga karena kejang. Dua hari ini
meracau seperti berbicara dengan tunangannya. Pasien tidak mengenali keluarganya. Bibir
pasien tampak kering dan mata cekung dan hari ini muncul kejang pada pasien. Keluarga
mengatakan tiga minggu yang lalu tunangan memutuskan untuk tidak jadi menikah dan
mengembalikan cincin pertunangan dengan alasan ketidakcocokan. Pasien menjadi murung,
mengurung diri di kamar dan tidak mau makan dan minum lagi merasa hidup tidak berarti.
Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 100x/menit dan suhu 400C
D. STEP 4 : Diagram
GEJALA
(Sesak nafas dini hari, suara mengi,
dahak sulit keluar )
PEMERIKSAAN FISIK
(Kardiomegali, hepatomegaly, pitting oedem,
postur roundoud, ictus cordis deviasi
Diagnosis Banding
(Cor pulmonal e.c. hipertensi pulmonal,
pneumonia, asma bronkial, PPOK)
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis kerja
Demensia
Merupakan salah satu faktor risiko yang paling besar. Faktor risiko demensia
pada pasien delirium sebesar 25-50%. Adanya demensia meningkatkan risiko
delirium sebanyak 2-3 kali
Penyebab neurologik
Hal ini biasanya dengan adanya tanda neurologic fokal selain fungsi
terganggu. Contohnya meliputi hemiparesis pada kaku kuduk pada meningitis
atau perdarahan subarachnoid dan gangguan gaya berjalan pada hidrosefalus.
Keadaan bingung persisten dapat terjadi dengan rangkaian kejang ringan atau
kontinyu (status epileptikus min). Keadaan bingung akut dapat menyertai
ensefalitis atau abses otak tanpa tanda sistemik infeksi yang selalu ada.
Penyebab sistemik
Penyebab sistemik biasanya ditandai dengan tidak adanya tanda neurologic
fokal yang terpisah dari gangguan kognitif, meskipun mungkin tampak tanda
minor seperti asimetris reflex atau respons ekstensor plantaris
Penyebab psikiatrik
Pada kecemasan, kesedihan yang ekstrim, atau depresi, orientasi terhadap
orang dan tempat biasanya tetap baik, dan dengan dorongan, pasien dapat
berkonsentrasi dan memperbaiki penampilan kognitif. Hiperaktivitas,
berkurangnya kebutuhan tidur, tekanan pembicaraan, delusi, jarak perhatian yang
singkat. Dan perhatian mudah dialihkan pada mania akut mungkin dikacaukan
dengan sensetivitas yang berlebihan pada delirium. Mania ditandai dengan
meningkatnya suasana hati yang bertahan lama dan orientasi tetap baik.
Klasifikasi Delirium
Tanda yang khas adalah penurunan kesadaran dan gangguan kognitif. Adanya
gangguan mood (suasana hati), persepsi dan perilaku merupakan gejala dari deficit
kejiwaan. Tremor, nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urin merupakan gejala
deficit neurologis.
Klasifikasi delirium berdasarkan DSM-IV :
1) Delirium karena kondisi medis umum
2) Delirium karena intoksikasi zat
3) Delirium karena sindrom putus zat
4) Delirium karena etiologi multiple
5) Delirium yang tak terklasifikasikan
b. Klasifikasi Kejang
Kejang telah di klasifikasikan dalam beberapa klasifikasiberdasarkan etiologi
baik itu idiopatik (primer) atau gejala (sekunder). Klasifikasi kejang pertama kali
diusulkan oleh Gastaut pada tahun 1970 dan kemudian disempurnakan berulang
kali oleh International League Againts Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981, dengan
klasifikasi sebagai berikut :
1. Kejang Parsial (fokal)
1.1.Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
1.1.1.Dengan gejala motorik
1.1.2.Dengan gejala sensorik
1.1.3.Dengan gejala otonomik
1.1.4.Dengan gejala psikik
1.2.Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
1.2.1.Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
1.2.1.1.Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
1.2.1.2.Dengan automatisme
1.2.2.Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
1.2.2.1.Dengan gangguan kesadaran saja
1.2.2.2.Dengan automatisme
5. Kejang Mioklonik
Kejang yang ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh secara tiba-
tiba dan di sertai dengan flexi lengan.Kejang tipe ini dapat terjadi ratusan kali
per hari.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sering mengungkapkan petunjuk penyebab delirium.
Adanya temuan fisik berupa gambaran klinis yang telah diketahui atau riwayat
trauma kepala atau ketergantungan alkohol atau zat lain membantu menegakkan
diagnosis.
Tabel 2. Gambaran Klinis Delirium
Disfungsi
Gambaran Esensial Gambaran Variabel Pemeriksaan Fisik
Autonom
Onset akut Gangguan persepsi Disartria Takikardi
Berfluktuasi Hiper/hipo-aktif Disnomia Hipertensi
Tidak terfokus Ganguan tidur atau Disgrafia Berkeringat
Disorganisasi siklus tidur Afasia banyak
berpikir & Gangguan Nistagmus Flushing
berbicara emosional Ataksia Dilatasi pupil
Kesadaran Tremor/asteriksis
berkabut Mioklonus
Defisit kognitif
c. Pemeriksaan Penunjang
Delirium biasanya didiagnosis di bangsal rawat dan ditandai oleh awitan
gejala yang mendadak. Pemeriksaan status mental di bangsal rawat, contohnya
Mini Mental State Examination (MSSE), dapat digunakan untuk
mendokumentasikan hendaya kognitif serta untuk memberikan landasan untuk
mengukur perjalanan klinis pasien.
Pemeriksaan laboratorium pasien delirium sebaiknya mencakup uji standar
dan pemeriksaan tambahan sesuai indikasi klinis. Pada delirium, EEG secara
karakteristik menunjukkan perlambatan aktivitas secara umum dan dapat berguna
untuk membedakan delirium dengan depresi dan psikosis. EEG pasien delirium
kadang-kadang menunjukkan area hiperaktivitas fokal. Pada kasus jarang,
mungkin sulit untuk membedakan delirium terkait epilepsi dengan delirium
terkait penyebab lain.
CT Scan dilakukan untuk delirium dengan sebab kelainan intrakanial. Pungsi
lumbal juga perlu dilakukan jika curiga penyebab delirium adalah meningitis.
d. Kriteria Diagnosis Delirium
Diagnosis delirium memerlukan 5 kriteria dari DSM-5, yaitu:
1. Gangguan kesadaran (berupa penurunan kejernihan terhadap lingkungan)
dengan penurunan kemmapuan fokus, mempertahankan atau mengubah
perhatian.
2. Gangguan berkembang dalam periode singkat (biasanya beberapa jam
hingga hari) dan biasanya cenderung berfluktuasi dalam perjalanannya.
3. Perubahan kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan bahasa)
atau perkembangan gangguan persepsi yang tidak dapat dimasukkan ke
dalam kondisi demensia
4. Gangguan pada kriteria 1 dan 3 tidak disebabkan oleh gangguan neuro-
kognitif lain yang telah ada, terbentuk ataupun sedang berkembang dan
tidak timbul pada kondisi penurunan tingkat kesadaran berat, seperti koma
5. Temuan bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau laboratorium yang
mengindikasikan gangguan terjadi akibat konsekuensi fisiologik langsung
suatu kondisi medik umum, intoksiksikasi atau penghentian substansi
(seperti penyalahgunaan obat atau pengobatan), pemaparan terhadap
toksin, atau karena etiologi multipel.
f. Pemeriksaan Penunjang
a. ASPEK LABORATORIUM
Digunakan untuk screening etiologi dan mengetahui kemungkinan komplikasi
Hasil lab yang muncul adalah :
Hematocrit meningkat dan polisitemia
Disebabkan penyakit paru dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis
dengan kenaikan viskositas darah.
Peningkatan jumlah eritrosit juga berhubungan dengan usaha tubuh untuk
mengikat oksigen lebih banyak.
Antibody anti-nuclear
Penyakit vascular kolagen (scleroderma)
Serum alfa-1 antitripsin
Jika terjadi defisiensi, melindungi dari enzim protein dan kerusakannya.
Blood Gas Analysis
Dilakukan untuk mengevaluasi status oksigen dan karbondioksida dalam
pembuluh darah arteri, serta mengukur pH darah.
B-Natrium Peptide (BNP)
Merupakan hormone yang disekresi oleh ventrikel dan dikeluarkan jika
ventrikel mengalami kelelahan.
Memiliki prohormon yaitu nt-pro BNP.
b. X-FOTO THORAX
Pada cor-pulmonale biasanya tampak :
Pembesaran a.pulmonalis daerah hilus
Pembesarah jantung kanan
Pelebaran v.cava
Penurunan drastic corak vaskuler paru
Jika terdapat emfisema, difragma agak rendah
c. EKG
EKG pada kor pulmonale biasanya terdapat gambaran Right Ventricle Hipertrophy
(RVH), RV Strain. Berbagai perubahan pada EKG:
Ritme pada kor pulmonale biasanya bervariasi dari normal sampai aritmia. Biasanya
supraventrikular
d. Echocardiography
Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan diagnosis
kor pulmonal adalah dengan echocardiography. Dimensi ruang ventrikel kanan
membesar, tetapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada gambaran
echocardiography katup pulmonal, gelombang ‘a’ hilang menunjukan hipertensi
pulmonal. Kadang-kadang dengan pemeriksaan echocardiography sulit terlihat katup
pulmonal karena acoustic window sempit akibat penyakit paru.
PENATALAKSANAAN
TERAPI O2
Terapi O2 akan mengurangi vasokontriksi sehingga akan menurunkan tahanan
perifer pembuluh darah pulmo yaitu a.pulmonalis sehingga isi sekuncup (stroke
volume) jantung akan meningkat.
Terapi O2 juga akan meningkatkan aliran oksigen ke otak, jantung, dan organ-
organ penting lainnya. Yang juga akan berefek pada peningkatan kualitas hidup.
Durasi penggunaan terapi O2 sendiri terdapat beberapa sumber yaitu:
1) Selama 12 jam (National Institute of Health);
2) Selama 15 jam (British Medical Research Council); dan
3) Selama 24 jam (National Institute of Health).
VASODILATOR
Obat-obat golongan vasodilator di antaranya adalah Nitrat, Hidralazine,
Minoxidil, dan Diazoxide. Penggunaan obat-obatan ini dapat disertai pula
dengan obat-obatan ACE Inhibitor seperti captotril, ramipril, dan lisinopril.
Penggunaan vasodilator ini bertujuan untuk mencapai keseimbangan
hemodinamik seperti:
1) Resistensi vaskuler paru diturunkan minimal 20%;
2) Curah jantung meningkat atau tidak berubah;
3) Tekanan a.pulmonalis menurun atau tidak berubah; dan
4) Tekanan darah sistemik tidak berubah dengan signifikan.
Evaluasi diperlukan untuk memastikan apakah keseimbangan hemodinamik
bersifat menetap atau tidak; dalam kurun waktu setelah 4-5 bulan penggunaan.
DIGITALIS
Obat digitalis hanya digunakan apabila cor pulmonal disertai dengan gagal
jantung kiri atau indikasi adanya atrial fibrillation (AF).
Penggunaan obat digitalis ini bisa saja meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi aritmia jantung.
DIURETIK
Obat diuretik digunakan apabila cor pulmonal disertai dengan gagal jantung
kanan.
Golongan obat diuretik ini seperti thiazide dan furosemide; yang berfungsi untuk
meningkatkan proses urinasi guna menurunkan tekanan darah sistemiknya.
Namun, penggunaan diuretik memiliki beberapa kelemahan yaitu timbulnya
kekurangan cairan (dehidrasi) sehingga berdampak pada menurunnya preload
ventrikel kanan dan menurunnya curah jantung.
FLEBOTOMI
Merupakan tindakan yang dilakukan pada pasien cor pulmonal dengan nilai
hematokrit (Ht) yang tinggi; pada keadaan ini nilai Ht diharapkan untuk turun
mencapai angka 59%. Indikasi dilakukannya terapi ini bila terjadi gagal jantung
kanan.
Apa itu hematokrit? Hematokrit adalah perbandingan antara jumlah sel darah
merah dengan semua volume darah. Nilai hematokrit normal adalah sebagai
berikut:
1) Pria dewasa : 38,8 s.d 50%
2) Wanita dewasa : 34,9 s.d 44,5%
ANTIKOAGULAN
Antikoagulan diberikan apabila dicurigai terjadi tromboemboli akibat adanya
hipertrofi dan disfungsi ventrikel kanan; dan adanya faktor imobilisasi pada
pasien.
Obat-obatan antikoagulan ini seperti Heparin, dan Warfarin.
EDUKASI
Edukasi yang bisa diberikan pada pasien cor pulmonal meliputi:
a. Apabila pasien merupakan perokok, maka harus diedukasikan bahwa dia
wajib dan harus berhenti merokok guna mengurangi resiko terpaparnya asap
rokok dan zat-zat berbahaya pada rokok yang dapat memperparah keadaan
dan menggagalkan pengobatan.
b. Mengedukasikan kepada pasien untuk menghindari paparan asap rokok, zat
kimia, dan polusi udara baik indoor maupun outdoor; yang bisa diatasi dengan
penggunaan masker pada kehidupan sehari-hari.
c. Menghindari dan mengobati segera apabila positif terserang penyakit-penyakit
infeksi pada saluran pernapasan agar tidak memperkeruh kondisi tubuh.
d. Mengutamakan diet makanan yang cukup nutrisi dan tidak memperberat
beban yaitu dengan makanan-makanan yang teksturnya lunak seperti bubur.
Daftar Pustaka