Anda di halaman 1dari 5

Konsep Penetapan Harga dalam Islam

1. Penetapan Harga Ibnu Khaldun


Ibnu Khaldun membagi jenis barang menjadi dua jenis, yaitu barang kebutuhan pokok dan
barang pelengkap. Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan selanjutnya populasinya
bertambah banyak (kota besar), maka pengadaan barang-barang kebutuhan pokok akan mendapat
prioritas pengadaan. Akibatnya, penawaran meningkat dan ini berarti turunnya harga. Ibnu
Khaldun juga menjelaskan tentang mekanisme penawaran dan permintaan dalam menentukan
harga keseimbangan. Secara lebih rinci, ia menjabarkan pengaruh persaingan diantara konsumen
untuk mendapatkan barang pada sisi permintaan. Bagi Ibnu Khaldun, harga adalah hasil dari
hukum permintaan dan penawaran. Pengecualian satu-satunya dari hukum ini adalah harga emas
dan perak, yang merupakan standar moneter. Semua barang-barang lain terkena fluktuasi harga
yang tergantung pada pasar. Bila suatu barang langka dan banyak diminta, maka harganya tinggi.
Jika suatu barang berlimpah maka harganya akan rendah.

2. Penetapan Harga Abu Yusuf


Pembentukan harga menurut menurut Abu Yusuf. Abu Yusuf adalah seorang mufti pada
kekhalifahan Harun al-Rasyid. Dalam kitabnya Al Kharaj, buku pertama tentang sistem perpajakan
dalam Islam. Dan Abu Yusuf tercatat sebagai sebagai ulama terawal yang mulai menyinggung
mekanisme pasar. Abu Yusuf menyatakan, ‚tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal
yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada batasan yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui.
Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak disebabkan kelangkaan
makanan. Abu Yusuf berpendapat harga tidak bergantung pada penawaran saja, tetapi juga
bergantung pada kekuatan permintaan. Karena itu, peningkatan atau penurunan harga tidak selalu
berhubungan dengan penurunan atau peningkatan produksi. Abu yusuf menegaskan bahwa ada
beberapa variable lain yang mempengaruhi, tetapi dia tidak menjelaskan lebih rinci. Bisa jadi,
variable itu adalah pergeseran dalam permintaan atau jumlah uang yang beredar di suatu negara,
atau penimbunan dan penahanan barang atau semua hal tersebut.

3. Penetapan Harga Al-Ghazali


Al-Ghazali pernah berbicara mengenai ‚harga yang berlaku‛, seperti yang ditentukan oleh
praktik-praktik pasar, sebuah konsep yang kemudian hari dikenal sebagai at tsamanal‘ adil (harga
yang adil) dikalangan ilmuwan muslim atau equilibrium price (harga keseimbangan) di kalangan
ilmuwan kontemporer. Al Ghazali juga memperkenalkan teori permintaan dan penawaran; jika
petani tidak mendapatkan pembeli, ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah, dan harga
dapat diturunkan dengan menambah jumlah barang di pasar. Ghazali juga memperkenalkan
elastisitas permintaan, ia mengidentifikasi permintaan produk makanan adalah inelastic, karena
makanan adalah kebutuhan pokok. berkaitan dengan ini, ia menyatakan bahwa laba seharusnya
berkisar antara 5 sampai 10 persen dari harga barang.

4. Penetapan Harga Ibnu Taimiyah


Ibnu Taimiyah mengatakan, ‚Kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksir oleh hal-
hal yang setara, dan itulah esensi keadilan ( nafs al adl ). Dimanapun ia membedakan antara dua
jenis harga yang adil dan disukai. Dia mempertimbangkan harga yang setara sebagai harga yang
adil. Dalam Majwu fatawa -nya Ibnu Taimiyah mendefinisikan equivalen price sebagai harga baku
dimana penduduk menjual barang-barang mereka dan secara umum diterima sebagai sesuatu yang
setara dengan itu dan untuk barang yang sama pada waktu dan tempat yang khusus. Sementara
dalam Al - Hisbah , ia menjelaskan bahwa equivalen price ini sesuai dengan keinginan atau
persisnya harga yang ditetapkan oleh kekuatan pasar yang berjalan secara bebas-kompetitif dan
tidak terdistorsi antara penawaran dan permintaan. Jika permintaan terhadap barang meningkat
sementara penawaran menurut harga akan naik. Begitu sebaliknya, kelangkaan dan melimpahnya
barang mungkin disebabkan oleh tindakan yang adil, atau mungkin tindakan yang tidak adil. Ia
mengatakan, ‚jika penduduk menjual barangnya dengan cara yang normal (al - wajh al - ma‘ ruf )
tanpa menggunakan cara-cara yang tidak adil, kemudian harga itu meningkat karena pengaruh
kekurangan persediaan barang itu atau meningkatnya jumlah penduduk (meningkatnya
permintaan). Dalam kasus seperti itu, memaksa penjual untuk menjual barangnya pada harga
khusus merupakan paksaan yang salah (ikrah bi ghairi haq), karena bisa merugikan salah satu
pihak.

Konsep Harga yang Digunakan Rasulullah SAW


 Tidak diperbolehkan pembatasan harga komoditi
 Konsep persaingan yang sehat dalam menentukan harga
Nabi Muhammad bersabda,”Janganlah kamu menjual menyaingi penjualan saudaramu”
(HR. Bukhari, dari Abdullah bin Umar Ra).
Perang harga tidak diperbolehkan karena bisa menjadi bumerang bagi para penjual.
 Bersaing diperbolehkan dalam hal quality (kualitas), delivery (layanan), dan valueadded
(nilai tambah) dan bukan persaingan di price.
 Mencangankan kewajiban bagi pengusaha untuk tidak membingungkan konsumen
 Memerintahkan kepada pengusaha untuk tegas dalam menentukan harga. Nabi Muhammad
bersabda, “ Penjual harus tegas terhadap timbangan dan takaran”.
 Nabi Muhammad bersabda,” Menukar emas dengan emas, perak dengan perak, gandum
dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam.
Apabila barang yang ditukar itu berlainan jenis lakukankah sesukamu asalkan tunai.”
 Dalam melakukan jual beli price harus sesuai dengan nilai suatu barang. Hal ini pada
akhirnya akan menguntungkan pihak pengusaha karena adanya kepercayaan konsumen.
 Wajib menyediakan barang di pasar dan membiarkan pemiliknya membawa barang
dagangannya dan menyediakannya sendiri serta mengatur harganya. Dengan demikian
akan berkuranglah perantara di antara produsen dan konsumen, sehingga harga barang itu
tidak bertambah dengan bertambahnya tangan yang memutarkannya, terutama bermacam-
macam makanan, yang merupakan kebutuhan pokok.
 Hadis, dari Abdullah bin Umar r.a. Banhwa Rasulullah SAW pernah bersabda: Janganlah
sebagian kamu menjual atas penjualan sebagian yang lain dan janganlah kamu sekalian
menyongsong barang-barang dagangan sehingga diturunkan ke pasar”
 Wajib menyediakan barang secara jujur, terpercaya, dan tidak mempermainkan harga,
dengan menambah harganya.
 Hadis, Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW pernah melarang “najasi”.
An Najsyu secara bahasa: menggertak binatang buruan agar lari dan tersebar dari
tempatnya supaya mudah diburu, sedang menurut syara’, maksudnya, penambahan harga
barang dari orang yang sebenarnya tidak mau membelinya agar orang lain bersedia
membeli dengan harga itu. Hal itu menyebabkan orang lain menyukai terjadi dengan
persetujuan dari penjual, mereka berdua sama-sama berdosa.
 Menepatkan ukuran, timbangan sehingga hak-hak kedua belah pihak dapat terpenuhi dan
dapat tercegah dari kecurangan dan penganiayaan.
 Memudahkan penyediaan barang untuk semua orang dan memerangi segala macam
penimbunan terutama barang yang merupakan kebutuhan utama semua orang.
 Hadis, dari Ma’mar bin Abdullah dari Rasulullah Saw, bersabda:”Tidak menimbun kecuali
orang yang salah” (HR.Muslim).
 Ihtikar (penimbunan) maksudnya membeli sesuatu barang dan menahannya gar langka di
pasaran dan menjadi mahal harganya.
 Yang tersurat dari hadis Imam Muslim adalah bahwa menimbun bahan makanan dan juga
lainnya adalah terlarang.
 Sedang Abu Yusuf berpendapat hadis ini umum maka katanya apa saja yang jika ditahan
akan membahayakan semua orang adalah ihtikar (penimbunan)., baik itu emas atau
pakaian.
 Mengawasi harga barang –barang yang tersedia di pasar dan berusaha menekan agar harga
tidak melampaui harga yang pantas, dan jika perlu, harga bisa ditentukan dan diwajibkan
kepada para pedagang demi tegaknya keadilan, mewujudkan kesejahteraan dan
memberantas kezaliman.
 Islam melarang permainan harga dan melarang mempengaruhi para produsen dengan
menemui mereka untukmenentukan harga hasil produksi mereka.
 Islam menghendaki agar pasar menjadi bebas terbuka sehingga dapat berjalan lancar
hukum-hukum penyediaan dan permintaan secara alami dan biasa dan Islam pun
mengharamkan segala bentuk permainan.Semua ini memberi hak kepada pemerintah
untukmengawasi pasar, bagaimana jalannya, dan harga-harganya demi tegaknya keadilan
yang Allah perintahkan diantara sekalian manusia. QS.Al Hadid:25.
 Islam menganjurkan agar usaha orang Islam adalah usaha yang baik dan halal, memelihara
yang ma’ruf dan harga-harga yang normal, tidak mengeksploitasi kebutuhan orang dan
menaikkan harga berlipat ganda.
 Apabila pedagang telah mengubah harga normal dan mengubah harga-harga yang
semestinya dan mengubahnya dari harga yang telah berlaku , maka berbuat lalim terhadap
masyarakat. Untuk itu harus ditindak dan dipaksa menyesuaikan dengan batas-batas
keadilan dan kenormalan, dan membatasi harga barang dengan harga yang memadai.

Menetapkan harga yang adil

Taimiyah membedakan dua tipe penetapan harga: tak adil dan tak sah, serta adil dan sah.
Penetapan harga yang tak adil dan tak sah, berlaku atas naiknya harga akibat kompetisi
kekuatan pasar yang bebas, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan suplai atau menaikkan
permintaan. Ibnu Taimiyah sering menyebut beberapa syarat dari kompetisi yang sempurna.
Misalnya, ia menyatakan, “Memaksa penduduk menjual barang-barang dagangan tanpa ada
dasar kewajiban untuk menjual, merupakan tindakan yang tidak adil dan ketidakadilan itu
dilarang. Ini berarti, penduduk memiliki kebebasan sepenuhnya untuk memasuki atau keluar
dari pasar.

Sedangkan penetapan harga yang adil dan sah sebagaimana pada penjelasan di atas yaitu
penetapan harga diberlakukan apabila ada kedzaliman dalam penentuan harga atau karena ada
ketimpangan harga yang kiranya diperlukan adanya tas’ir. Dan sah jika untuk kemashlahatan
bersama.

Anda mungkin juga menyukai