Kuantum Molekul 2018 PDF
Kuantum Molekul 2018 PDF
STRUKTUR ELEKTRONIK
ATOM DAN MOLEKUL
Rustam E. Siregar
ISBN 978-602-9238-62-4
i
PENGANTAR
Alhamdulillah. akhirnya penulisan buku ini dapat terselesaikan. Sesungguhnya buku ini
merupakan pengembangan dari diktat dan catan-catatan kuliah serta menggunakan
berbagai buku teks dan makalah-makalah. Isi buku ini dirancang sesuai kebutuhan
perkuliahan mahasiswa tingkat S1 dan S2 prodi Fisika dan Kimia. Dalam setiap bab,
buku ini diperlengkapi dengan contoh-contoh dan soal-soal untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik.
Struktur elektronik adalah keadaan gerak elektron-elektron di dalam medan
elektrostatik inti-inti yang stasioner. Pengertian itu meliputi fungsi-fungsi gelombang dan
energi-energi bersangkutan. Struktur elektronik diperoleh melalui penyelesaian
persamaan-persamaan fisika kuantum. Untuk itu ada sejumlah metoda perhitungan dan
penggunaannya bervariasi dari kasus ke kasus.
Sesuai dengan pengertian di atas, terlebih dahulu di dalam Bab 1 dikemukakan
dasar-dasar fisika kuantum yang meliputi persamaan Schrödinger, persamaan nilai eigen,
representasi matriks, teori gangguan dan metoda variasi. Bab ini selanjutnya merupakan
landasan bagi pembahasan struktur elektronik atom dan molekul dalam bab-bab
selanjutnya.
Bab 2 berisi struktur elektronik atom berelektron tunggal seperti hidrogen. Karena
sangat sederhana, penurunan struktur elektroniknya dapat dilakukan secara analitik.
Pengertian orbital atom dan energi bersangkutan, pengertian spin, pengaruh medan listrik
(efek Stark) dan medan magnet (efek Zeeman) serta interaksi-interaksi lainnya
diperkenalkan dalam bab ini.
Dalam Bab 3 dikemukakan struktur elektronik atom dengan sejumlah elektron,
khususnya helium dan litium. Potensial antara elektron-elektron menyebabkan
perhitungan secara analitik menjadi lebih sulit. Untuk itu digunakan teori gangguan dan
metoda variasi. Di sini mulai dipergunakan prinsip Pauli tentang spin elektron dan
diperkenalkan fungsi gelombang dengan cara determinan Slater. Dalam bab ini mulai
diperkenalkan perhitungan yang menggunakan orbital atom jenis Slater (STO) dan proses
self consistent field (SCF) serta korelasi elektron dan penanganannya.
Strukrur elektronik molekul dimulai dalam Bab 5, namun sebelumnya dibahas
simetri molekul dalam Bab 4 dengan menggunakan teori grup. Simetri molekul dengan
representasi-representasi irreducible-nya serta pembentukan orbital molekul sebagai
kombinasi linier yang teradaptasi simetri dikemukakan dalam bentuk contoh-contoh. Bab
5 berisi struktur elektronik molekul sederhana, seperti molekul ion hidrogen, molekul
hidrogen dan LiH. Pembahasan diawali dengan aproksimasi Born-Openheimer dan teori
orbital molekul. Dalam bab ini sudah diperkenalkan interaksi konfigurasi. Bab 6 berisi
tentang molekul organik terkonjugasi; pembahasan dilatar-belakangi oleh teori elektron-
π. Dengan demikian struktur molekul dapat diungkapkan dengan metoda perhitungan
Hückel. Hasil-hasil perhitungan dengan metoda ini mampu memperlihatkan kesesuaian
faktual secara kualitatif.
Metoda perhitungan secara ab initio berdasarkan persamaan Hartree-Fock-
Roothaan dikemukakan dalam Bab 7. Secara detail dikemukakan cara pembentukan
fungsi-fungsi basis (STO-nGTO) untuk mengatasi kesulitan perhitungan integral-integral
molekul dalam proses SCF. Berbagai cara mengatasi masalah korelasi elektron
dikemukakan secara lengkap. Dalam bab ini juga dikemukakan berbagai metoda semi-
empirik berikut aproksimasi-apoksimasi yang melandasinya. Dalam Bab 8 dikemukakan
ii
berbagai besaran atau sifat-sifat molekul yang dapat dihitung dengan menggunakan
fungsi gelombang keadaan dasar hasil perhitungan ab initio atau semi-empirik. Bab
terakhir, Bab 9, berisi tentang dasar-dasar spektroskopi NMR, Inframerah, Raman dan
UV-Vis.
Isi buku ini akan terus akan diperbaiki dan dikembangkan. Akhirnya, kepada
Allah swt. kita berserah diri, dengan harapan semoga buku ini bermanfaat bagi
mahasiswa dan pembaca.
Jatinangor, 09 April 2014
Rustam E. Siregar
iii
DAFTAR ISI
Pengantar i
Daftar Simbol vii
BAB 1 DASAR-DASAR FISIKA KUANTUM\ 1
1.1 Persamaan Schrödinger 1
1.2 Representasi Matriks 12
1.3 Gangguan Tak Bergantung Waktu 17
1.4 Gangguan Bergantung Waktu 26
1.5 Metoda Variasi 29
Soal-soal 31
iv
5.8 Molekul Diatomik Heteronuklir 140
Soal-soal 144
v
Apendiks 2. Beberapa Integral 251
Apendiks 3. Transformasi Koordinat Cartesian ke Koordinat Bola 252
Apendiks 4. Karakteristik Beberapa Atom 254
Apendiks 5. Tabel Karakter Beberapa Grup Simetri 257
Apendiks 6. Beberapa Program Komputer 262
Apendiks 7. Koordinat dan Frekuensi Normal 266
Indeks 269
Daftar Pustaka 271
vi
DAFTAR SIMBOL
a0 Jari-jari Bohr
anm Koefisien kombinasi linier
A Representasi irredusibel (berdimensi satu) yang simetrik terhadap sumbu rotasi C2
Å Angstrom
Aav: Harga rata-rata, nilai ekspektasi operator Â
Fungsi spin
Potensial ionisasi dalam metoda Hückel (Fii),
Eksponen dalam fungsi Gaussian,
Polarizabilitas listrik.
B Medan magnet
Representasi irredusibel (berdimensi satu) yang anti-simetrik terhadap sumbu rotasi C2
Fungsi spin
Elemen off-diagonal dari Hamiltonian efektif elektron-π
Hyperpolarizabilitas order-1;
Magneton Bohr
c Kecepatan cahaya dalam ruang hampa
cin Koefisien LCAO ke-i dalam orbital molekul ke-n.
D Energi dissosiasi
Satuan polarizabilitas (debye)
ij Kronecker delta
e Muatan elementer
E Energi
E Medan listrik
n Energi orbital molekul ke-n
f Frekuensi
F Operator Fock
G Operator gangguan
γ Gyromagnetic ratio
H Hamiltonian sistem partikel
K Energi kinetik
L Panjang;
Momentum sudut.
ℓ Bilangan kuantum orbilat
m Massa elektron
mℓ Bilangan kuantum magnetik orbital
ms Bilangan kuantum magnetik spin
µ Dipole listrik;
Elektron ke-µ
n Bilangan kuantum utama,
Indeks orbital molekul.
N Jumlah elektron
ν Elektron ke-ν
vii
BAB 1
DASAR-DASAR FISIKA KUANTUM
Pada awal abad 20 para Fisikawan menyadari bahwa hukum-hukum makroskopik dalam
Fisika tidak mampu menjelaskan perilaku partikel pada tingkat mikroskopik. Hal itu
mendorong para Fisikawan untuk mengembangkan suatu bidang Fisika yang disebut
Mekanika Kuantum atau Fisika Kuantum. Pada hakikatnya, Fisika Kuantum bertolak dari
sifat gelombang partikel. Jika bentuk potensial yang mempengaruhi partikel serta
batasannya diketahui maka akan diperoleh fungsi gelombang dan peluang keberadaannya,
serta energidan sifat-sifat lainnya.
2 ( x, t ) 1 2 ( x, t )
2 0. (1.1)
x 2 v t2
di mana ( x, t ) adalah fungsi gelombang dengan variable posisi (x) dan waktu (t). Jika
dimisalkan
( x, t ) ( x) (t ) (1.2)
v 2 d 2 ( x) 1 d 2 (t )
2 . (1.3)
( x) dx 2
(t ) dt 2
Pemberian konstanta -2 dapat dilakukan karena telah terjadi pemisahan variabel x dan
variabel t. Secara fisis hal ini berlaku karena keadaan yang stasioner. Jadi, dari persamaan
(1.3) itu diperoleh dua persamaan:
d 2 (t )
2 (t ) 0 (1.4)
d t2
dan
d 2 ( x) 2
2 ( x) 0 (1.5)
dx 2 v
(t ) ~ e i t (1.6)
dengan i 1 adalah bilangan imajiner. Jadi fungsi gelombang (1.2) dapat dituliskan
menjadi
( x, t ) ( x) e it (1.7)
1
=h/p. di mana h=6,6310-34 Js disebut konstanta Planck dan p momentum linier
partikel. Karena kecepatan v=f maka
v (1.8)
p
p2
T (1.10)
2m
d 2 ( x) 2m T
2 ( x) 0 (1.11)
dx 2
Jika energi potensial yang dimiliki partikel adalah V, maka energi partikel itu
adalah
E T V (1.12)
d 2 ( x) 2m
2 ( E V ) ( x) 0 (1.13)
dx 2
Inilah yang disebut persamaan Schrödinger yang tidak bergantung waktu. Jadi, persamaan
Schrödingeradalah persamaan gelombang untuk satu partikel. Untuk 3-dimensi
persamaan Schrödinger adalah:
2m
2 ( x, y, z ) ( E V ) ( x, y, z ) 0 (1.14)
2
di mana
d2 d2 d2
2 .
dx 2 dy 2 dz 2
Dari persamaan (1.13) dan (1.14) jelas bahwa persamaan Schrödinger adalah persamaan
gelombang bagi partikel. Solusi persamaanitu adalah energi E dan fungsi gelombang
φ(x)Untuk menyelesaikan persamaan itu diperlukan syarat batas bagi fungsi gelombang
φ(x). Syarat batas itu bisa ditentukan jika bentuk energi potensial V(x) diketahui
sebelumnya.
Persamaan Schrödinger (1.13) untuk 1-dimensi dapat dituliskan sebagai berikut:
2
2 d 2
2
V ( x) ( x) E ( x) (1.15)
2m dx
Untuk itu nyatakanlah
ˆ 2 d 2
H V ( x) (1.16)
2m dx 2
Hˆ ( x) E ( x) (1.17)
Ĥ disebut Hamiltonian partikel yang merupakan operator energi dari partikel. Untuk
kasus 3-dimensi Hamiltonian itu adalah
2 2
Hˆ V ( x, y, z ) (1.18)
2m
Hamiltonian di atas hanya bergantung pada ruang, tidak bergantung waktu. Jadi ia
bersifat stasioner. Dalam persamaan (1.17) terlihat bahwa operasi operator Ĥ pada fungsi
(x) menghasilkan energi E tanpa mengubah fungsi (x) . Persamaan seperti itu disebut
persamaan nilai eigen, di mana E adalah nilai eigen energy dari operator Ĥ dengan fungsi
eigen (x) . Analogi dengan fisika klassik, E=K+V, maka ( 2 / 2m) 2 / x 2 adalah
operator energy kinetik dan V adalah operator energi potensial dari partikel; baca Siregar
(2010).
Kembali ke persamaan (1.7), mengingat E / maka persamaan itu bisa
dituliskan seperti ( x, t ) ( x) e iEt / . Jika operator Ĥ dioperasikan pada fungsi lengkap
itu maka
( x)
2
dx 1 (1.20)
Persamaan (1.20) itu menyatakan fungsi gelombang partikel yang dinormalisasi. Dalam
persamaan itu ( x) * ( x) ( x) ( x) di mana * ( x) adalah konjugat dari (x)
2 2
3
Contoh 1.1 Sumur Potensial Persegi Tak Hingga
Andaikanlah sebuah elektron terperangkap didalam potensial berbentuk sumur tak
terhingga berdimensi-1 seperti berikut:
0; −𝑎 < 𝑥 < 𝑎
𝑉(𝑥) = (1.21)
∞; 𝑥 ≥ 𝑎, 𝑥 ≤ −𝑎
V=
-a 0 a x
Potensial persegi tak hingga 1-dimensi disebut juga kotak 1-dimensi dengan panjang 2a.
Seperti terlihat dalam Gambar 1.1, partikel itu berada dalam daerah -a<x<a, dan sama
sekali tak dapat ke luar daerah itu. Dengan perkataan lain peluang elektron berada di x>a
dan di x <-a sama dengan nol. Oleh sebab itu, jika (x) adalah fungsi gelombang
elektron, maka syarat batas bagi fungsi gelombang itu adalah:
( a ) ( a ) 0 (1.22)
Karena V(x)=0 dalam daerah –a<x<a, maka persamaan Schrödinger (1.13) bagi partikel
tersebut adalah:
2 d 2
E 0 (1.23)
2m dx 2
atau
d 2 2mE
2
k 2 0; k 2 2 (1.24)
dx
n
cos ka 0; k ; n 1, 3, 5, ......
2a (1.26)
n
sin ka 0; k ; n 2, 4, 6, ......
2a
Jadi fungsi eigen itu adalah:
4
Harga C dan D dihitung melalui normalisasi fungsi, yakni:
a
a
n ( x) 2 dx 1 .
1 𝑛𝜋
𝜑𝑛 𝑥 = cos
𝑥 ; 𝑛 = 1,3,5.. (1.27)
𝑎 2𝑎
1 𝑛𝜋
𝜑𝑛 (𝑥) = cos 𝑥 ; 𝑛 = 2,4,6. ..
𝑎 2𝑎
2 2
En n 2
; n 1, 2, 3, ....
2
(1.30)
8ma
3 32
3
2
2 22
3
2
2
1 12
3
1 2
-a0 ax -a 0 ax
Gambar 1.2 Fungsi-fungsi eigen n dan kerapatan peluangn2 untuk n=1, 2, 3.
Energi ini berharga diskrit (tidak kontinu, tapi bertingkat-tingkat) yang ditandai oleh
bilangan kuantum n; rupanya, suatu partikel yang terperangkap dalam sumur potensial
memiliki tingkat-tingkat energi (diskrit) seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.3. Dengan
bahasa yang lain, partikel yang terperangkap dalam suatu potensial mengalami kuantisasi.
4
E4=16E1
3
E3=9E1
2
E2=4E1
1
E1 2 2 / 8ma2
Gambar 1.3 Tingkat-tingkat energi elektron yang terperangkap dalam sumur potensial
tak terhingga.
5
Contoh 1.2 Potensial Persegi Terhingga
Misalkan elektron berada dalam sumur potensial terhingga seperti
0; a x a
V ( x) (1.31)
V0 ; x a, x a
Seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.4 partikel berada dalam daerah –a<x<a. Jika
energi E<Vo secara klasik partikel tak dapat ke luar daerah itu. Tetapi secara kuantum,
karena potensial itu terhingga partikel masih berpeluang berada diluar daerah –a<x<a.
Jadi, berbeda dengan sebelumnya, syarat batas tak dapat diterapkan; yang dapat
dinyatakan adalah ()=0.
V
Vo
E<Vo
-a 0 a x
d 2 2m
E 0 (1.32)
dx 2 2
d 2 2m
( E Vo ) 0 (1.34)
dx 2 2
Karena energi partikel E<Vo maka (x) merupakan fungsi exponensial yang menurun
menuju nol di x=. Jadi, untuk xa didapat
( x) C e K x (1.35a)
dengan
2m(Vo E )
K2 . (1.35b)
2
Agar (x) kontinu di semua harga x=±a, kedua persamaan (1.33a) dan (1.35a) beserta
turunannya di x=±a harus sama. Jadi,
6
cos ka Ce Ka
k sin ka KCe Ka
sehingga,
ka tg ka Ka \ (1.36)
Begitu pula,
sin ka Ce Ka
k cos ka KCe Ka
sehingga
ka ctg ka Ka \ (1.37)
Selain itu, dari persamaan (1.33b) dan (1.35b) diperoleh persamaan lingkaran
2mVo a 2
(ka) 2 ( Ka) 2 (1.38)
2
Ketiga persamaan (1.36), (1.37) dan (1.38) digambarkan dalam Gambar 1.5. Perpotongan
lingkaran (Vo tertentu) dengan garis-garis tg(ka) dan ctg (ka) memberikan harga-harga
kuntuk Vo tersebut. Harga-harga k itu ditandai dengan bilangan kuantum n=0, 2, 4,….
untuk perpotongan dengan tg(ka) dan n=1, 3, 5, …. untuk perpotongan dengan ctg(ka).
Selanjutnya dengan persamaan (1.33b) diperoleh harga-harga eigen energi:
2 k n2
En ; n 0,1, 2, ............. (1.39)
2m
Terlihat dalam Gambar 1.5 bahwa jumlah tingkat energi sangat bergantung pada
harga Voa2; misalnya untuk Voa2ħ2/4m hanya ada satu, dan ada dua tingkat energi
untukVoa2ħ2/2m. Fungsi-fungsi eigen di dalam sumur potensial mirip dengan
persamaan
tg (ka) tg (ka)
ctg (ka) ctg (ka)
Ka
n=0
n=1 2meVo a 2
(ka) 2 ( Ka) 2
2
n=2
n=3
0 /2 3/2 2 ka
7
(1.27), tetapi mulai di x=a fungsi-fungsi itu menurun secara eksponensial menuju 0
dix=. Untuk jelasnya, fungsi-fungsi itu diperlihatkan dalam Gambar 1.6.
3
2
1
-a 0 ax
Gambar 1.6 Fungsi-fungsi eigen dari partikel dalam sumur potensial terhingga.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa meskipun potensial yang dialami partikel itu
terhingga, tetapi karena E<Vo, energinya tetap diskrit. Keadaan energi yang diskrit itu
merupakan ciri dari partikel yang terikat dalam sumur potensial. Karena potensial itu
berhingga, fungsi-fungsi eigen mempunyai ekor berbentuk eksponensial menurun di luar
sumur. Artinya, elektron masih mempunyai peluang berada di luar sumur. Hal ini tidak
mungkin secara klasik.
d 2 ( x) 2m
2
2 ( E 12 m 2 x 2 ) ( x) 0 (1. 40)
dx
Andaikanlah
2E m
; z x (1. 41)
d 2 ( z )
2
( z 2 ) ( z ) 0 (1. 42)
dz
Solusi persamaan ini ada jika E>0 dan fungsi gelombang (x)=0 jika x→. Cara
penyelesaian persamaan (1.42) di atas dapat dilihat dalam buku Boas (1983). Solusi
persamaan tersebut adalah
1
e z / 2 H n ( z ); n 0,1, 2, 3, ....
2
n ( z) (1. 43)
2 n!
n1/ 2
8
dengan syarat 2n 1. Dari syarat ini diperoleh energi
Bilangan n adalah bilangan kuantum. Jadi, dapat dikatakan bahwa partikel yang berosilasi
mempunyai tingkat-tingkat energi yang diskrit (terkuantisasi). Hn(z) dalam persamaan
(1.43) adalah polinom Hermite tingkat-n dengan
H 0 ( z) 1
H1 ( z ) 2 z
(1. 45a)
H 2 ( z) 4z 2 2
H 3 ( z ) 8 z 3 12 z
H n1 ( z ) 2 z H n ( z ) 2n H n1 ( z )
dH n ( z ) (1.45b)
2n H n1 ( z )
dz
dansifat ortogonalitas:
e H m ( z ) H n( z ) dz 2 n n! 1/ 2 mn
z2
(1.45c)
Dalam Gambar 1.7 diperlihatkan fungsi-fungsi eigen untuk n hingga 3.Besarnya frekuensi
osilator harmonis ada dalam daerah frekuensi bunyi. Sehubungan dengan itu maka gerak
osilasi partikel disebut mengandung fonon (phonon). Sebuah fonon memiliki energi .
Bilangan kuantum n mengungkapkan jumlah fonon. Keadaan dengan fungsi gelombang
0(x) yang memiliki energi E0 12 tidak mengandung fonon; ini disebut keadaan
dasar, sedangkan 1(x) yang memiliki energi E1 32 mengandung sebuah fonon. Jadi
untuk mengeksitasikan partikel dari keadaan dasar ke keadaan eksitasi pertama, partikel
memerlukan sebuah fonon berenergi sebesar .Keadaan denganfungsi gelombang
E
3 n=3
2 n=2
1 n=1
n=3
0 n=0
n=2
0 x
Gambar 1.7 Fungsi-fungsi gelombang osilator harmonis sederhana untuk n hingga 3.
9
2(x) yang memiliki energi E2 52 mengandung dua buah fonon; artinya, untuk
mengeksitasikan partikel dari keadaan dasar 0ke keadaan eksitasi kedua2, partikel
memerlukan dua buah fonon masing-masing berenergi sebesarℏ.
, x0
V ( x) V0 ; 0 xa (1.46)
0; xa
seperti terlihat dalam Gambar 1.8. Karena ada dalam daerah 0 x a maka energi
partikel itu E<0.
V=
a
0
x
-V0
d 21 ( x) 2m
2 ( E V0 )1 ( x) 0 (1. 47)
dx 2
dengan (x)=0 di x=0. Karena E+V0>0 maka solusi persamaan di atas adalah
Dalam daerah x>a, misalkan fungsi gelombang partikeladalah2(x). Karena V=0 maka
persamaan Schrödinger untuk daerah itu adalah
10
d 2 2 ( x) 2m
2 E 2 ( x) 0 (1.50)
dx 2
2 ( x) D e Kx (1.51a)
dengan
2m
K E (1.51b)
2
Kedua fungsi gelombang partikel itu harus bersambung di x=a. Untuk itu kedua fungsi
dan turunan-turunannya harus sama di x=a.
k 2 e 2 aK
DC 2 (1.52)
k K2
dan
ak cot ka aK (1.53)
2m 2
(ak ) 2 (aK ) 2 a V0 (1.54)
2
Perpotongan kedua persamaan di atas akan memberikan solusi untuk energi. Kedua
persamaan di atas diplot pada grafik aK vs. ak dan hasilnya seperti Gambar 1.9. Terlihat
bahwa
2 2
untuk: a 2V0 tidak ada perpotongan, artinya tidak ada solusi,
8m
untuk: a 2V0 9 hanya ada satu salusi, artinya satu harga energi;
2 2 2 2
8m 8m
9 2 2 25 2 2
untuk: a 2V0 ada dua solusi, artinya dua harga energi;
8m 8m
25 2 2 49 2 2
untuk: a 2V0 ada tiga buah solusi, artinya tiga harga energi.
8m 8m
21.2 2 2
Dalam Gambar 1.9 di atas, untuk a 2V0 ada dua buah titik potong, yakni pada
8m
ak=0,75 dan 1,6. Dengan menggunakan persamaan (1.48b) diperoleh
2 2 2 2
E1 2,1 , E 2 0,1
ma 2 ma 2
11
2m 2
(ak ) 2 (aK ) 2 a V0
aK 2
3
2
-akcot ak
0 2 3 4 ak
Gambar 1.9 aK sebagai fungsi ak sesuai persamaan(1.43) dan (1.44).
Energi negatif dari partikel menunjukkan bahwa partikel itu dalam keadaan terikat
(bound state). Dari persamaan (1.49), (1.51) dan (1.52), fungsi gelombang partikel untuk
dua keadaan terikat di atas diperlihatkan dalam Gambar 1.10. Tampak bahwa fungsi-
fungsi itu mati di x=0 karena dinding sumur potensial, tetapi masih ada di daerah x>a
dengan bentuk eksponensial menuju nol. Artinya, partikel masih memiliki peluang,
walaupun kecil, di daerah x>a.
2
E2
1
E1
0 a x
Gambar 1.10 Fungsi gelombang partikel untuk dua keadaan terikat.
Hˆ E (1.55)
dV 1
*
(1.56)
12
c11 c2 2 c3 3 ..... c N N
ci i (1.57)
i
dengan overlap
dV Sij
*
i j (1.58)
c c S
ij
*
i j ij 1 (1.59)
Masalahnya adalah bagaimana menentukan perangkat koefisien {ci} untuk suatu fungsi
gelombang sistem yang eneginyaE?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, substitusikan persamaan (1.57) ke persamaan
(1.55); hasilnya
c j Hˆ j E c j j
j j
(1.60)
c Hˆ dV E c dV
j
j
*
i j
j
j
*
i j (1.61)
Nyatakanlah
H ij i* Hˆ j dV (1.62a)
H 11 H 12 H 13 .....
H 21 H 22 H 23 ......
Hˆ
H H 32 H 33 ......
(1.62b)
31
.............................
Demikian pula
S ij i* j d (1.63a)
S11 S12 S13 .....
S 21 S 22 S 23 ......
Sˆ
S S S ......
(1.63b)
31 32 33
.............................
Dengan persamaan (1.62a) dan (1.63a) maka diperoleh
c j H ij E c j Sij
j j
(1.64)
c j ( H ij ES ij ) 0
j
13
Dalam bentuk matriks, persamaan (1.64) dapat dituliskan seperti
Hˆ Cˆ E Sˆ Cˆ
(1.65)
( Hˆ E Sˆ ) Cˆ 0
atau
H 11 ES 11 H 12 ES 12 .........H 1N ES 1N c1
H 21 ES 21 H 22 ES 22 .........H 2 N ES 2 N c2
..... ..... ...... ............................................. ... 0 (1.66)
H ES H ES ......H NN ES NN c
N1 N1 N2 N2 N
Persamaan di atas disebut persamaan sekuler. Persamaan itu memiliki solusi hanya jika
determinan
det(Hˆ E Sˆ ) 0 (1.67)
atau
H 11 ES 11 H 12 ES 12 .........H 1N ES 1N
H 21 ES 21 H 22 ES 22 .........H 2 N ES 2 N
0 (1.68)
..... ..... ...... ..........................................
H N 1 ES N 1 H N 2 ES N 2 ......H NN ES NN
yang disebut determinan sekuler. Jika semua elemen matriks Hij dan Sij diketahui maka
dari determinan itu bisa diperoleh N buah harga En dengan n=1, 2, …,N. Selanjutnya,
substitusikanlah setiap En ke persamaan (1.66) untuk memperoleh koefisien-koefisien
{ci} bagi fungsi eigen bersangkutan. Jelasnya, E n n cni i .
i
Aˆ Cˆ aIˆCˆ (1.69)
di mana Iˆ adalah matriks satuan dengan elemen mn . Oleh sebab itu, persamaan (1.55)
dengan overlap Ŝ harus di transformasi dari Hˆ Cˆ ESˆC menjadi Hˆ ' Cˆ ' EIˆCˆ ' yang
sama dengan persamaan (1.69). Untuk itu, kalikan fihak kiri dan fihak kanan dari
persamaan (1.65) masing-masing dengan matriks Sˆ 1 / 2 , dan sisipkan Iˆ Sˆ 1 / 2 Sˆ 1 / 2 di
antara Ĥ dan Ĉ di fihak kiri dan diantara Ŝ dan Ĉ di fihak kanan; hasilnya adalah
Sˆ 1 / 2 Hˆ Sˆ 1/ 2 Sˆ 1 / 2 Cˆ Sˆ 1 / 2 E Sˆ 1 / 2 Sˆ Sˆ 1/ 2 Sˆ 1 / 2 Cˆ Sˆ 1/ 2
(1.70)
E Iˆ Sˆ 1 / 2 Cˆ Sˆ 1 / 2
Misalkan
14
Hˆ ' Sˆ 1/ 2 Hˆ Sˆ 1/ 2
(1.71)
Cˆ ' Sˆ 1/ 2 Cˆ Sˆ 1/ 2
sehingga diperoleh
Hˆ ' Cˆ ' EIˆCˆ ' (1.72)
yang sama dengan persamaan (1.69). Jadi, sebelum proses diagonalisasi dengan software
yang ada, harus dibuat program untuk memperoleh Ŝ dan Sˆ
1/ 2 1/ 2
, lalu Ĥ ' dan Ĉ ' .
Setelah diperoleh E dan Ĉ ' , matriks Ĉ ditentukan dengan
Cˆ Sˆ 1 / 2 Cˆ ' Sˆ 1 / 2 (1.73)
0,96E2+18E+71=0→E1=-12.58; E2=-5,42
0,58 2.484 c1
0
2.484 4.58 c 2
0,58c1-2.484c2=0→c2=0,2335 c1
Normalisai
c12 c22 2c1c2 S 1 c12 (1 0,2335 2 2 0,2335 0,2) 1 c1 0,93; c2 0.22
1 0,931 0,222
Substitusikan E2
15
6,58 3,916 c1
0
3,916 2,58 c 2
-6,58c1-3,916c2=0→c2=-1,68c1
Program MATLAB yang disusun untuk menyelesaikan soal di atas adalah sebagai
berikut.
clc
S=[1 0.2; 0.2 1];
H=[-12 -5; -5 -8];
[P,D]=eig(S); % Dadalah matriks hasil diagonalisasi matriks S dan P matriks
transformasi
D1=inv(D); % inversi matriks D
S1=P*(D1^0.5)*P; % S1 adalah matriks S^(-0.5)
H1=S1*H*S1;
[C1,E]=eig(H1);% C1 adalah matriks C’
E
C=S1* C1*(S^0.5);
C
c) Jika Sij=ij
12 E 5 c1
0
5 8 E c2
12 E 5
0
5 8 E
E2+20E+71=0→E1=-15,38; E2=-4,62
3,38 5 c1
0
5 7,38 c2
3,38 c1-5c2=0→c2=0,68c1
c c 1 c12 (1 0,46) 1 c1 0,83; c2 0.56
2
1
2
2
1 0,831 0,56 2
Substitusikan E2
7,38 5 c1
0
5 3,38 c2
16
-7,38c1-5c2=0→c2=-1,48c1
c c 1 c12 [1 2,19] 1 c1 0,56; c2 0.83
2
1
2
2
2 0,561 0.83 2
Sifat penting:dalam halSj=ij, trace dari matriks Ĥ adalah tetap terhadap transformasi
basis dari {i}{i}. Jelasnya,
i i
12 5 15,38 0
Hˆ Hˆ .
5 8
0 4,62
dengan adalah parameter yang bernilai 01. Harga =1 menyatakan gangguan itu
sepenuhnya di alami sistem.
Pada saat kehadiran gangguan itu, fungsi gelombang sistem berubah menjadi
{i} dan energi eigennya menjadi {Ei} sehingga
Pertanyaannya adalah bagaimana hubungan antara {i} dan i( 0) serta {Ei}dan Ei( 0)
Karena gangguan cukup kecil, maka baik fungsi-fungsi eigen maupun energi-energi eigen
dapat didekati sebagai berikut:
17
Ei Ei(0) Ei(1) 2 Ei( 2) 3 Ei(3) .......... (1.79)
di mana indeks atas (j) menyatakan order koreksi yang harus diberikan karena kehadiran
gangguan. Dengan substitusi persamaan (1.76), (1.78) dan (1.79) ke persamaan (1.77)
diperoleh
Hˆ ( 0)
Gˆ i(0) i(1) 2i( 2) 3i(3) ...
E i
( 0)
Ei(1) 2 Ei( 2) 3 Ei(3) .... i(0) i(1) 2 i( 2) ..
Aproksimasi dilakukan dengan mempersamakan fihak kiri dan kanan yang memiliki
parameter yang sama, lalu menetapkan =1. Hasilnya antara lain adalah
Hˆ (0) Ei( 0) i( 2) Ei(1) Gˆ i(1) Ei( 2) i( 0)
(iv) Hˆ (0) i(3) Gˆ i( 2) Ei(0) i(3) Ei(1) i( 2) Ei( 2) i(1) Ei(3) i(0)
i i
Hˆ ( 0) E (0) (3) E (1) Gˆ ( 2) E ( 2) (1) E (3) (0)
i i i i i i
Koreksi order-1
Persamaan (ii) kalau dikalikan dari kiri dengan i( 0) lalu diintegral, akan menghasilkan
*
Misalkan koreksi oerder-1 bagi fungsi eigen adalah superposisi fungsi-fungsi lama
sebagai berikut.
i(1) aij (j0) (1.80)
j i
Maka diperoleh
0 Ei(1) i( 0) Gˆ i( 0) dV
*
Dari persamaan (1.80) koreksi order-1 bagi fungsi eigen ditentukan sebagai berikut.
Substitusi persamaan (1.80) ke persamaan (ii) menghasilkan
18
a Hˆ ij
( 0)
Ei( 0) (j0) Ei(1) Gˆ i( 0)
j i
j i
aij Ek(0) Ei(0) k(0) (j0) dV Ei(1) k(0) i(0) dv k(0) Gˆ i(0) dV
* * *
j i
aik Ek( 0) Ei(0) k( 0) Gˆ i( 0) dV
*
Jadi, persamaan (1.80) yang merupakan koreksi order-1 bagi fungsi eigen adalah
G ji
i(1) (j0) (1.83)
j i E ( 0)
j E i
( 0)
Koreksi order-2
Sekarang akan diturunkan koreksi order-2. Kalikan persamaan (iii) dengan i( 0) lalu
*
diintegral.
Hˆ
( 0) *
i
( 0)
Ei( 0) i( 2) dV Ei( 2) i( 0) i(0) dV i(0) Ei(1) Gˆ i(1) dV
* *
E i
( 0)
Ei(0) i(0) i( 2) dV Ei( 2) Ei(1) i(0) i(1) dV i( 0) Gˆ i(1) dV
* * *
j i
G ji Gij (1.85)
j i E i
(0)
E (0)
j
Untuk koreksi order-2 bagi fungsi eigen, substitusikan persamaan (1.84) ke persamaan
(iii)
19
b Hˆ ij
( 0)
Ei( 0) (j0) Ei(1) Gˆ i(1) Ei( 2)i( 0)
j i
Selanjutnya, kalikan dari kiri dengan k( 0)* di mana kI lalu diintegral,
b Hˆ
ij
( 0 )*
k
( 0)
Ei( 0) (j0) dV k( 0)* Ei(1) Gˆ i(1) dV Ei( 2) k( 0)*i( 0) dV
j i
bik Ek( 0) Ei( 0) Ei(1) k( 0)*i(1) dV k( 0 )*Gˆ i(1) dV
bik E k( 0) Ei( 0) Gki Gii
( 0)
G ji Gkj
E Ei ( 0)
k
(0)
j i E j Ei( 0)
sehingga diperoleh
G ji Gkj Gki Gii
bik
j i E ( 0)
j E i
( 0)
E (0)
k E i
( 0)
E (0)
k Ei( 0) 2
Koreksi order-3
Untuk koreksi order-3 kalikan persamaan (iv) dengan i( 0) lalu diintegral.
*
Hˆ
i
(0)* (0)
*
*
Ei( 0) i(3) dV i( 0) Ei(1) Gˆ i( 2) dV Ei( 2) i( 0) i(1) dv Ei(3) i( 0) i( 0) dV
*
Misalkan
i(3) cij (j0)
j i
maka
Ei(3) i( 0) Gˆ i( 2) dV
*
Jadi, dengan persamaan (1.86) koreksi order-3 bagi energi eigen adalah
k i k i
(1.87)
20
GkjG ji Gik GkiGii Gik
( 0 )
k i
j i k
( 0)
E Ei E j Ei
( 0) ( 0)
Ek(0) Ei(0)
2
, x a, x a
V
0 , a x a
G cos(x / 2a); 1 2 a x 1
2 a
-a 0 a x
Gambar 1.11 Sumur potensial tak hingga dengan gangguan.
1 n
cos x ; n 1, 3, 5.....
a 2a
n ( x)
( 0)
.
1 n
sin x ; n 2, 4, 6......
a 2a
2 2
En( 0) n 2 ; n 1, 2, 3, ....
2
8ma
Jelas bahwa fungsi-fungsi eigen memiliki energi yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa
sistem ini nondegenerate, sehingga aproksimasi di atas dapat digunakan.
Misalkan kita akan menentukan fungsi gelombang dan energi terkoreksi hingga
order-1.Seperti terlihat di atas, energi dan fungsi eigen pada keadaan dasar (sebelum ada
gangguan) adalah
21
2 2
E1(0)
2
8ma
1
1( 0) ( x) cos x
a 2a
x x
a/2
E1(1) G11 1(0) Gˆ 1(0) dx
*
cos 2 cos dx
a a / 2 2a 2a
3x x
a/2
cos
4a a / 2 2a
3 cos dx 0.75
2a
2 2
E1( 0) 2
0.75
8me a
G21 G
1(1) 2( 0) ( 0) 31 ( 0) 3(0) ......
E E1
( 0)
2
(0)
E3 E1
a/2
x x x
G21 sin cos cos dx
a a / 2 a 2a 2a
a / 2
a/2
x x x
sin cos dx
2a a / 2 a a sin dx
2a a / 2 a
a x a x
a/2 a/2
1 a
a/2 a/2
2x 1 2a 3x 1 2a x
a/2
0,08
2 2 3 2 2
E 2( 0) E1( 0) (4 1)
2 2
8ma 8ma
22
2 2 8 2 2
E3( 0) E1( 0) (9 1)
2 2
8ma 8ma
ma 2 ( 0) ma 2 ( 0)
(1)
1 0.04 2 2 0,01 2 3 ......
ma 2 (0) ma 2 (0)
1 1(0) 0.04 2 2 0,01 2 3 ......
Hˆ E (1.89a)
dengan
.dv 1
*
(1.89b)
Untuk menentukan dan E, kita nyatakan sebagai kombinasi linier dari fungsi-fungsi
eigen i( 0)
ci i(0) (1.90a)
i
dengan
c 1
2
i (1.90b)
i
c Hˆ
i
i
( 0)
Gˆ i( 0) E ci i( 0)
i
(1.91)
23
Kalikanlah dari kiri dengan (j0)* lalu integral; hasilnya
c Hˆ
i
i
( 0 )*
j
( 0)
Gˆ i( 0) dV E ci (j0)*i( 0) dV
i
(1.92a)
atau
c G
i
i ji
( E E ( 0) ) ji 0 (1.92b)
Tetapi E E (0) E (1) adalah koreksi energi karena kehadiran gangguan. Persamaan
(1.92b) menjadi
ci G ji E (1) ji 0
i
(1.92c)
Karena G ji diketahui atau dapat dihitung, maka determinan itu akan menghasilkan N
buah koreksi energi eigen E1(1) , E 2(1) , .., E N(1) . Substitusi setiap energi Ei ke persamaan
(1.93) akan menghasilkan koefisien-koefisien {ci} untuk fungsi eigen i.Aproksimasi
yang dikemukakan di atas, pada dasarnya sama dengan yang telah dikemukakan dalam
paragraf 1.2.
E (1) 2 0 0 c1
2 E (1) . 2 0 c2
. 0
0 2 E (1) 2 c3
0 0 2 E (1) c 4
24
E (1) 2 0 0
2 E (1) . 2 0
0
0 2 E (1)
2
0 0 2 E (1)
E (1) E (1) 8E 2 2E
3 (1) (1) 2
8 0
E 12E 16 0
(1) 4 (1) 2
E
(1) 21
2
12 144 64 6 4,47
E1 3,24 eV
(1)
E
(1) 2
10,47
E 4 3,24 eV
(1)
E 2 1,24 eV
(1)
E
(1) 2
1,53
E3 1,24 eV
(1)
Pemberian indeks bawah dimulai dari yang paling negatif. Karena E E (0) E (1) , maka
E1(1) 3,24 eV E1 10 3,24 13,24 eV
E2( 0) 1,24 eV E2 10 1,24 11,24 eV
E3( 0) 1,24eV E3 10 1,24 8,76 eV
E4( 0) 3,24eV E4 10 3,24 6,76 eV
Substitusikan E1(1) 3,24 eV ke persamaan sekuler akan menghasilkan c2=1.62c1,
c3=1,62c1 dan c4=c1. Normalisasi:
c12 c22 c32 c42 1 c1 0,371; c2 0,602; c3 0,602; c4 0,602;
sehingga
1 0,3711(0) 0,602 2(0) 0,6023(0) 0,602 4(0) .
25
1.4 Gangguan Bergantung Waktu
Misalkan gangguan terhadap system adalah Gˆ (r , t ) Gˆ o (r ) u(t ) . Karena gangguan itu maka
Hamiltonian total adalah:
Hˆ Hˆ (0) (r ) Gˆ (r , t ) (1.95)
i (r , t ) ˆ
i H i (r , t ) [ Hˆ ( 0) (r ) Gˆ (r , t )] i (r , t ) (1.97)
t
Sebelum ada gangguan, sistem benar-benar pada fungsi keadaan yang stasioner, misalnya
i( 0) (r , t ) , i berati awal (initial). Segera gangguan itu masuk, sistem berada pada fungsi
yang merupakan campuran dari fungsi-fungsi stasioner. Nyatakanlah i (r , t ) sebagai
kombinasi linier dari fungsi-fungsi stasioner:
di mana cik(t) adalah koefisien kombinasi yang juga bergantung waktu. Substitusi
persamaan (1.98) ke persamaan (1.97) menghasilkan:
Sesuai dengan persamaan (1.96a), suku pertama di sebelah kiri sama dengan suku kedua
di sebelah kanan; oleh sebab itu
dcik (t ) (0)
cik (t )Gˆ (r, t ) k(0) (r, t ) i dt
k (r , t )
k k
26
Andaikanlah pada akhir gangguan, partikel menempati keadaan (f0) (r , t ) ; f bearti
akhir (final). Dengan mengalikan (f0)* (r , t ) dari sebelah kiri pada persamaan di atas lalu
mengintegralnya, akan diperoleh:
dc (t )
cik (t ) (f0)* (r, t )Gˆ (r, t ) k(0) (r, t ) dV i dtik (f0)* (r, t ) k(())(r, t ) dV
k k
Integral sebelah kanan mempunyai harga hanya jika k=f. Jadi persamaan di atas dapat
sederhanakan menjadi,
dcif (t ) 1
dt
i k
cik (t ) (f0)* (r , t )Gˆ (r , t ) k(0) (r , t ) dV (1.99)
dcif (t ) 1
(f0)* (r , t )Gˆ (r , t ) k(0) (r , t ) dV
i
dt (1.100a)
1 i ( E ( 0 ) E ( 0 ) )t /
G ofi (r ) u (t ) e f i
i
G ofi T
i ( E (f 0 ) Ei( 0 ) )t /
cif (T ) cif (0)
i dt u(t ) e
0
Tetapi seperti disebutkan di atas, pada permulaan cif dapat diabaikan; selain itu
( E (f 0) Ei( 0) ) / fi . Jadi
G ofi T
i fi t
cif (T )
i dt u(t ) e
0
(1.101)
2
Persamaan terakhir ini bila dikuadrat, cif , bisa diartikan sebagai ukuran dari
probabilitas transisi dari keadaan stasioner awal i( 0) (r ) ke keadaan stasioner akhir
27
(f0) (r ) . Probabilitas transisi rata-rata didefenisikan sebagai berikut:
2
Pif T1 c if (T ) (1.102)
Hˆ D . (e o r cos ) cos t . (1.103a)
Hˆ D G o (r ) u (t )
Gˆ o (r ) e r cos
o (1.103b)
u (t ) cos t
Mfidisebut disebut momen transisi dipole. Dengan itu maka persamaan (1.101) menjadi
o M fi T i fi t
i 0
cif (T ) dt cos t e
(1.105a)
o M fi ei ( )T 1
fi
1 e
i ( fi )T
i 2 fi fi
Dalam kasus di mana =fi, suku pertama dapat diabaikan. Maka probabilitas
transisi dalam persamaan (1.102) adalah:
o2 M fi
2
sin 2 [( fi )T / 2]
P~ (1.105b)
4 2 [( fi ) / 2]2
fi
Gambar 1.13 Probabilitas transisi sebgai fungsi frekuensi.
28
diperlihatkan dalam Gambar.1.14, transisi itu berlangsung karena mengabsorbsi foton
(photon) dari gelombang elektromagnet, dan elektron bertransisi dari tingkat energi Ei( 0)
ke tingkat energi E (f0) yang lebih tinggi.
(f0) i( 0)
E (f0) Ei( 0)
fi fi
(a) (b)
Gambar 1.14 Transisi elektron karena absorpsi foton (a) dan emisi foton (b).
Untuk kasus emisi di mana =fi diperoleh rumusan yang sama dengan
persamaan (1.105b). Transisi ini disebut juga transisi stimulatyang merupakan dasar bagi
mekanisme laser. Energi foton yang diserap sama dengan beda energi kedua keadaan:
E fi E f Ei fi (1.106)
Hˆ dV
*
E (1.107)
dV
*
ˆ 2 2 1
H ( x) m 2 x 2
2m x 2
2
Karena simpangan simetris terhadap titik kesetimbangan (x=0) maka fungsi gelombang
diduga memenuhi
( x ) e x
2
ˆ 2 2 1
H m 2 x 2
2m x 2
2
29
2
2m
2 1
2
2 4 2 x 2 e x m 2 x 2e x
2
Selanjutnya
Hˆ dx
* 2
2m
1
2 4 2 x 2 e 2 x dx m 2 x 2 e 2 x dx
2
2
2
2 1
2 x 2 2 2 x 2
2 e 4 x e dx m x 2 e 2 x dx
2
2 2
2m 0 0 2 0
1/ 2 1/ 2
2 1 2 2 2 1
m 2
2m 2 2 m 4 8 3
dan
1/ 2
1
dx e
2 x 2
*
dx
0
2 2
Integral-integral di atas dapat dilihat dalam Appendiks 2. Dari hasil-hasil itu, maka
1/ 2 1/ 2
2 1 2 2 2 1
m 2 3
Hˆ dx 2m 2 2 m 4 8
E
1/ 2
dx 1
2 2
2 1 2 2 2 1
m 2
m 2 m 4
Variasi energi terhadap parame adalah
dE 2 4 2 1 1 2 2 2 1 1
m 2 0
d m m 4 2 m 4 2
1 2 2 2 1 m 2 2 1 m
m 2 0 2 2
2 m 4 2
2 1 m 1 2 2 2 1 1
E m 2
m 2 2 m 4 2
dan fungsi gelombang
m 2
( x) e x exp
2
x
2
Energi dasar itu sama dengan persamaan (1.44) dan fungsi gelombang itu sama dengan
persamaan (1.43) untuk n=0.
30
Soal-soal
d2
1.1 Tunjukkan bahwa =exp(-x/2) adalah fungsi eigen dari operator 2
x2 .
dx
d 2
1.2 Dengan persamaan a , tentukanlah a dan (x) jika dikenakan syarat batas
dx 2
(0)= (L)=0. Tentukanlah (x) yang dinormalisasi.
1.3 Sebuah partikel bermassa 210-29 kg berada dalam kotak 1-dimensi yang
panjangnya 4 nm. Hitunglah frekuensi dan panjang gelombang foton yang
diemisikan jika partikel berpindah dari bilangan kuantum n=2 ke n=1.
1.4 Sebuah partikel bermassa 910-31 kg berada di dalam kotak 1-dimensi. Ketika
partikel itu berpindah dari n=5 ke n=2, partikel mengemisikan foton dengan panjang
gelombang 500 nm. Hitunglah panjang kotak itu.
1.5 Harga rata-rata posisi partikel di dalam kotak 1-dimensi dihitung dengan rumus
a
x a untuk semua n.
2
x n n ( x)dx . Tunjukkan bahwa x n
a
1.6 Suatu model sederhana untuk poliena adalah model orbital molekul elektron bebas
(free electron molecular orbital, FEMO). Tinjaulah rantai poliena dari N atom
karbon yang terkonjugasi dengan r adalah jarak antara dua atom karbon berdekatan.
Dengan itu maka boleh dipandang bahwa panjang kotak 1-dimensi adalah L=(N-1)r.
Rumuskan tingkat-tingkat energinya.
1.7 Suatu sumur persegi 1-dimensi dalamnya 15 eV dan lebarnya 2 Å Hitunglah jumlah
keadaan terikat yang dimiliki elektron.
1.8 Pada molekul HI, atom I memiliki dapat dipandang diam dan atom hidrogen
berosilasi dengan konstanta gaya k=313,8 N/m. Massa atom hidrogen m=1,710-
27
kg. Tentukanlah tingkat-tinggat energi dan hitunglah panjang gelombang yang
diemisikan jika terjadi transisi dari n=1 ke n=0.
1.9 Dengan hubungan rekursif polinom Hermite dalam persamaan (1.45b) buktikan
z n 1
2 (n 1) n1 1
2 n n1
m
dengan z x.
31
1.11 Tinjaulah sebuah partikel di dalam kotak 1-dimensi yang panjangnya 2a. Andaikan
elektron berada pada keadaan dasarnya; jika ada gangguan x dengan adalah
konstanta tentukanlah energi dan fungsi gelombangnya hingga koreksi order
pertama.
1.13 Pandanglah potensial V=½m2x2+x4 dari suatu osilator (disebut osilator tak-
harmonis). Jika suku kedua dipandang sebagai gangguan, tentukanlah energi dan
fungsi gelombang keadaan dasar hingga koreksi order pertama.
32
BAB 2
ATOM BERELEKTRON TUNGGAL
Atom-atom seperti hidrogen (H), ion helium (He+), ion litium (Li+2), ion berilliu (Be+3)
memiliki satu lektron yang mengitari inti atom. Secara umum muatan inti dinyatakan +Ze
di mana Z adalah jumlah proton. Dalam bab ini akan dikemukakan cara menentukan
fungsi-fungsi gelombang (orbital) elektron dan energi-energi bersangkutan.
1 1 1
R 2 2 ; n m. (2.1)
n m n
Z 2e2
En ; n 1, 2,....... (2.4a)
8 0 rn
rn n 2 a0 (2.4b)
jari-jari orbit, dan
2 4 0
a0 0,53 Å (2.4c)
me2
disebut jari-jari Bohr. Jadi untuk atom hidrogen, sesuai dengan persamaan (2.3) diperoleh
33
2 2 me4 1 1
fn (2.5)
(4 0 ) 2 3 n 2f ni2
Dengan f=c, di mana c adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa, diperoleh
1 2 2 .me 4 1 1
(2.6)
n (4 0 ) 2 3 c n 2f ni2
Dari hasil di atas diperoleh rumusan konstanta Rydberg dalam persamaan (2.1) sebagai
2 2 .me 4
R (2.7)
(4 0 ) 2 3 c
Dengan substitusi nilai-nilai m, e, c , h dan 0 akan diperoleh harga yang sama dengan
hasil eksperimen seperti dalam persamaan (2.1).
Model Bohr sebagai gabungan fisika klassik dan kuantum telah mampu
menjelaskan spektrum atom hidrogen, namun untuk atom-atom lain akan mengalami
banyak kekurangan. Kegagalan itu selanjutnya dapat diatasi oleh Heisenberg dengan
mekanika matriks dan oleh Schrödinger (1926) dengan mekanika gelombang
Lx yp z zp y
L y zp x xp z (2.9)
Lz xp y yp x
dan kuadratnya adalah
L2 L2x L2y L2z (2.10)
Dalam Bab 1 telah dikemukakan bahwa operator energi kinetik adalah Kˆ ( 2 / 2m) 2
Dari hubungan K p 2 / 2m maka komponen-komponen operator momentum adalah
pˆ x i d / dx . pˆ y i d / dy dan pˆ z i d / dz . Jadi, operator-operator momentum
sudut dalam persamaan (2.9) adalah:
34
Lˆ x i ( y z )
z y
Lˆ y i ( z x ) (2.11)
x z
Lˆ z i ( x y )
y x
di mana 090o adalah sudut antara vektor posisi dan sumbu-z dan 0180o adalah
sudut azimut seperti dalam Gambar 2.1.
Selanjutnya diperoleh juga
1 1 2
Lˆ2 2 sin 2 (2.13)
sin sin 2
z
y
x .
[ Lˆ x , Lˆ y ] Lˆ x Lˆ y Lˆ x Lˆ y i Lˆ z
[ Lˆ y , Lˆ z ] Lˆ y Lˆ z Lˆ z Lˆ y i Lˆ x
(2.14)
[ Lˆ z , Lˆ x ] Lˆ z Lˆ x Lˆ x Lˆ z i Lˆ y
[ Lˆ2 , Lˆ ] Lˆ2 Lˆ Lˆ Lˆ2 0, x, y, z.
35
Contoh 2.1: Komutator Momentum Sudut
Buktikan [ Lˆ y , Lˆ z ] Lˆ y Lˆ z Lˆ z Lˆ y i Lˆ x .
Tinjaulah fungsi ( x, y, z )
[ Lˆ y , Lˆ z ] Lˆ y Lˆ z Lˆ z Lˆ y
2 z x x y x y z x
x z y x y x x z
2 2 2 2
2 z zx zy 2 x 2 xy
y xy x zy zx
2
xz x 2 yz y yx
2
Jadi, [ Lˆ y , Lˆ z ] iLˆ x .
Operator L̂ z dan L̂2 masing-masing mempunyai fungsi eigen dan nilai eigen.
Misalkan () adalah fungsi eigen dari L̂ z dengan nilai eigen Lz, maka:
L̂z Lz ;
atau
i Lz
dari mana diperoleh
0 e iLz /
iLz ( 2 ) /
e iLz / e e iLz / e i 2 Lz / .
2
Lz 0, 2 , 4 , .....
Lz m ; m 0, 1, 2, ..... (2.15)
36
( ) 0 e im (2.16)
2
d 1;
*
0
2
1
02 d 1 2C 2 1 0
0 2
Selanjutnya 0 disebut faktor normalisasi. Jadi, fungsi eigen yang dicari adalah
1 im
( ) e (2.17)
2
Fungsi-fungsi tersebut ortogonal satu sama lain. Terlihat dari persamaan (2.15) bahwa
komponen-z dari momentum sudut itu terkuantisasi dengan bilangan kuantum m .
Dalam eksperimen, sumbu-z dinyatakan sebagai arah medan magnet statik. Oleh sebab
itu m disebut bilangan kuantum magnetik orbital.
Nilai eigen dan fungsi eigen operator L̂2 ditentukan sebagai berikut. Andaikan
Y(,) adalah fungsi eigen dengan nilai eigen L2, maka
Lˆ2Y ( , ) L2Y ( , )
1 1 2
2 sin 2
Y L2Y
sin sin
2
atau
2Y Y L2 sin 2 2Y
sin 2 sin cos Y
2 2 2
Dengan sebagai fungsi eigen L̂z yang diperlihatkan dalam persamaan (2.16) maka
diperoleh
2P P L2 m2
ctg P 0 (2.19)
2 2 sin 2
37
Persamaan ini identik dengan persamaan differensial Legendre terasosiasidengan
m
(1) m d
m
1
( w) (1 w2 ) 2 ( w2 1) ; w cos
m
P (2.20b)
2 ! dw
P00 ( ) 1;
P10 ( ) cos ;
P11 ( ) sin ;
(2.21)
P20 ( ) 12 (3 cos 2 1);
P21 ( ) 3 cos sin ;
P22 ( ) 3 (1 cos ) 2 .
Dalam persamaan (2.20), adalah bilangan bulat positif: 0, 1, 2, ….. yang disebut
bilangan kuantum orbital. Dari persamaan itu jelas bahwa untuk suatu nilai ada (2
+1) buah nilai mℓ, yakni mℓ= - , -( -1), …,-1., 0, 1,……., ( -1), . Besar momentum
sudut adalah L ( 1) ; untuk =1, L=ħ2. Momentum sudut itu mempunyai tiga
orientasi seperti diperlihatkan dalam Gambar.2.2. Lz=mℓħ adalah proyeksi L pada sumbu-
z.
z
mℓ =1
Lz=
L 2
Lz=0 mℓ =0
Lz=- mℓ = -1
Akhirnya, dari persamaan (2.18) diperoleh fungsi eigen bagi operator L̂2 :
Y ( , ) Ym ( , ) P ( ) m ( )
m
(2.22)
yang disebut fungsi harmonik bola (spherical harmonics). Beberapa contoh fungsi Ym
adalah sebagai berikut:
38
1
Y00 ( )
4
3
Y10 ( ) cos ;
4
3
Y11 ( ) sin e i
8
(2.23)
5
Y20 ( ) (3 cos 2 1)
16
15
Y21 ( ) sin 2 e i
32
15
Y2 2 ( ) sin 2 e 2i
32
2
(Y
0 0
m ) *Y 'm ' sin d d ' m m ' (2.23c)
Orbital-orbital elektron dibangun dari fungsi-fungsi Ym dalam bentuk ril. Karena
di antara fungsi-fungsi Ym itu ada yang kompleks, maka pembentukan orbital harus
dilakukan melalui kombinasi linier dari fungsi-fungsi tersebut. Selanjutnya fungsi ril itu
disebut orbitalatom . Orbital-orbital itu diberi simbol s untuk 0 , p untuk 1 dan d
untuk 2 dan seterusnya. Untuk jelasnya baca Alonso (1979) atau Siregar (2010).
1
0; s Yoo
4
3
p z Y1
o
cos
4
(2.25a)
1 3
1; px (Y11 Y11 ) sin cos
2 4
i 3
py (Y11 Y11 ) sin sin
2 4
39
5
d z 2 Y20 (3 cos 2 1)
16
1 15
d xz (Y21 Y21 ) sin cos cos
2 4
i 15 (2.25b)
2; d yz (Y21 Y21 ) sin cos sin
2 4
1 15
d x2 y 2 (Y22 Y22 ) sin 2 cos 2
2 16
d xy i (Y22 Y22 ) 15 sin 2 sin 2
2 16
y y y y
x s x px x py x pz
z z z z z
y y y y y
x x x x x
dz2 dxz dyz dx2-y2 dxy
Sehubungan dengan operator L̂ x dan L̂ y dibentuk operator L̂ dan L̂ sebagai
berikut
Lˆ Lˆ x iLˆ y ; Lˆ Lˆ x iLˆ y (2.26)
Lˆ z Lˆ Lˆ Lˆ z Lˆ
sehingga
Lˆ z Lˆ Ym ( Lˆ Lˆ z Lˆ )Ym (m 1)Lˆ Ym
Lˆ z Lˆ Ym 1 ( Lˆ Lˆ z Lˆ )Ym 1 m Lˆ Ym 1
Tampak bahwa ( Lˆ Ym ) adalah fungsi eigen dari L̂ z dengan nilai eigen (mℓ+1)ħ.
Demikian pula Lˆ Ym , adalah fungsi eigen dari L̂ z dengan nilai eigen mℓħ. Padahal
merujuk pada persamaan (2.24) nilai-nilai eigen itu adalah nilai eigen dari L̂ z terhadap
Ym 1 dan Ym . Oleh sebab itu, dapat dituliskan
40
Lˆ Ym C Ym 1
Lˆ Ym 1 C Ym
Lˆ Lˆ Ym C 2Ym .
Di fihak lain,
sehingga diperoleh,
C 2 2 ( 1) m (m 1) .
Kedua persamaan di atas bukan persamaan nilai eigen, karena operator-operator itu
menggeser bilangan kuantum mℓ. Operator L̂ menambah bilangan kuantum mℓmenjadi
mℓ+1, sedangkan L̂ menguranginya dari mℓ menjadi mℓ-1. Oleh sebab itu, kedua
operator itu disebut sebagai operator tangga (ladder operator).
41
Lˆ
x m ' m Ym ' Lˆ xYm sin d d
12 Ym ' Lˆ Ym sin d d Ym ' LYm sin d d
12 ( 1) m (m 1) Ym ' Ym 1 sin d d
12 ( 1) m (m 1) Ym' Ym 1 sin d d
m’ℓ=-2 - 1 0 1 2 mℓ=
0 1 0 0 0 -2
12 6 0 1
2 6 0 0 -1
Lˆ x 0 1
2 6 0 1
2 6 0 0
0 0 1 0 1 1
0 0 0 0 0 2
Z adalah jumlah proton dalam inti (nomor atom) dan m massa elektron. Jika adalah
fungsi gelombang elektron, maka persamaan Schrödingerya adalah
Hˆ E (2.29)
2 2 2 1 2 ctg 1 2 Ze 2
Hˆ 2 2 (2.30)
2m r r r r 2 r 2 r 2 sin 2 2 4 o r
Mengingat operator L̂2 dalam persamaan (2.3), maka persamaan (2.30) dapat
disederhanakan menjadi
2 2 2 Lˆ2 Ze 2
Hˆ 2 (2.31)
2m r r r 2 r 2 4 o r
42
2 2 2 Ze 2 Lˆ2
2 E 0 (2.32)
2m r r r 4 o r 2mr 2
Inilah persamaan Schrödinger dalam koordinat bola. Dalam persamaan (2.32) L̂2
merupakan bagian dari Ĥ . Karena fungsi harmonik bola Ym ( , ) adalah fungsi eigen
dari L̂2 maka fungsi (r,,) harus mengandung Ym ( , ) . Oleh sebab itu (r,,) dapat
dinyatakan sebagai:
(r, , ) R(r ) Ym ( , ) (2.33)
2 2 R 2 R Ze 2 2 ( 1)
2 E R 0 (2.34)
2m e r r r 4 o r 2mr 2
Dalam persamaan ini terlihat bahwa secara efektif elektron memiliki energi potensial
efektif:
Ze 2 2 ( 1)
V (2.35)
4 o r 2mr 2
Dalam Gambar 2.4 tampak bahwa potensial itu menuju nol jika r menuju . Di sekitar
harga minimum potensial ini mirip dengan osilator harmonis sederhana.
2 ( 1)
2mr 2
0
r
E Ze 2
4 o r
Gambar 2.4 Potensial efektif yang dimiliki elektron di dalam atom hidrogen.
Jadi, jika elektron berada dalam potensial efektif seperti dalam Gambar
2.4elektron akan memiliki energi yang diskrit. Energi itu merupakan tingkat-tingkat
energiyang negatif.Untuk menyelesaikan persamaan (2.34) perlu dilakukan
penyederhanaan; untuk itu misalkan:
Z 2e2 2Z 4 o 2
n ; r; ao (2.36)
8 o ao E nao me 2
43
Dalam persamaan ini, ao=0,53 Å adalah jari-jari Bohr. Substitusi persamaan (2.36) ke
persamaan (2.34) menghasilkan
d 2 R 2 dR n 1 ( 1)
R 0 . (2.37)
d 2 d 4 2
d 2R 1
4 R 0,
d 2
R( ) s L ( ) e / 2 (2.38)
Kehadiran s adalah untuk memberi jaminan bahwa fungsi R() akan menuju nol bila
menuju nol (tidak ada peluang elektron berada di inti). Substitusi persamaan (2.38) ke
persamaan (2.37) menghasilkan
d 2L dL
2 2( s 1) [ (n s 1) s( s 1) ( 1)]L 0
d 2
d
Agar memberikan solusi yang baik dipilih s(s+1)- ( 1) 0 atau s= , sehingga
d 2L dL
2( 1) (n 1)L 0 (2.39)
d 2
d
Jadi, solusi persamaan (2.39) adalah polinom Laguerre Terasosiasi L n21 ( ) (Boas,
1983). Beberapa contoh polinom Laguerre Terasosiasi adalah sebagai berikut:
n L n21
1 0 L 11 ( ) 1
2 0 L 21 ( ) 2(2 )
2 1 L 33 ( ) 18 (2.41)
3 0 L 31 ( ) 3(6 6 2 )
3 1 L 43( ) 24(4 )
3 2 L 55 ( ) 120.
44
2n(n )!
3
e L n ( )L n' ( ) d
2 2 1 2 1 2
(2.42)
0
n 1! n'n
Akhirnya, dengan persamaan (2.38) dan (2.41) diperoleh:
(n 1)! / 2 2 1
Rn ( ) e L n ( )
2n[(n )!]3
(2.43)
Jika ditransformasi dari Rnℓ() ke Rnℓ (r) dengan menggunakan persamaan (2.36) akan
diperoleh:
3
2Z (n 1)! / 2 2 1
Rn (r ) e L n ( ) (2.44)
2n[(n )!]
3
nao
mZ 2 e 4 Z2 Z 2e2 Z2
En Rhc ( 13,6 eV ) (2.46)
2(4 o ) 2 2 n 2 n2 8 o ao n 2 n2
di mana R me4 / 8 o2 h 3 c adalah konstanta Rydberg. Untuk atom hidrogen Z=1,
rumusan ini sama dengan model Bohr. Bilangan n disebut bilangan kuantum utama;
bilangan inilah yang menyebabkan kediskritan dari energi elektron.
Dalam persamaan (2.20), L2 2 ( 1) dapat diganti menjadi L2 2 (n 1)n
(n 2 n) 2 sehingga jika n cukup besar maka L2 n 2 2 atau L n sebagaimana
model Bohr. Jadi, postulat Bohr merupakan kasus yang sangat khusus dari hasil
persamaan Schrödinger.
45
Kembali ke persamaan (2.33), kini fungsi gelombang elektron dapat dituliskan
secara lengkap dengan bilangan-bilangan kuantumnya seperti:
Dari hal-hal yang telah dikemukakan di atas, fungsi nm dengan sendirinya merupakan
fungsi eigen bagi operator Ĥ , L̂ z dan L̂2 :
46
Contoh 2.3: Rapat Peluang Elektron
2
Rapat peluang elektron berada dalam suatu orbital nm adalah nm . Peluang untuk
menemukan elektron dalam suatu sel bola setebal dr pada jarak r dari inti adalah:
2
P(r )dr 4 r 2 nm dr
Z 2 Zr / ao
Untuk orbital 1s , P(r ) 4r 2 e . Gambar 2.5 memperlihatkan rapat peluang
ao3
elektron pada orbital atom 1s sebagai fungsi jarak antara inti dan elektron dalam atom
hidrogen.
Peluang maksimum diperoleh sebagai berikut:
dP(r ) 2Z Z 2 Zr / ao
8r 4r 2 e 0
dr a0 a03
8r 4r 2 2Z r
a0
a0 Z
1.2
P(r)
P(r)
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6
r/a0
r/a0
Gambar 2.5 Rapat peluang sebagai fungsi jarak pada orbital atom 1s .
Untuk Z=1, hasil ini sesuai dengan model Bohr tentang jari-jari orbital elektron pada n=1.
Sampai di sini dapat dikatakan bahwa keadaan suatu elektron dapat
dikarakterisasikan oleh tiga bilangan kuantum n, ℓ dan mℓ. Selanjutnya, dengan orbital
atom nm tersebut, harga rata-rata besaran fisis elektron dapat ditentukan melalui
persamaan berikut:
A n*m Aˆ nm dV (2.51)
di mana elemen volume
47
2
1!
sin d d 4 ; e
2 r / ao
rdr ,
0 0 0 (2 / ao ) 2
1ao2 1
1/ r a 4 3
1s
4 ao
o
1 3!ao4 3
r r1s dv
*
4a 3
e
2 r / ao 3 3
r dr 4a ao
1s 1s
o
0
o
24 2
Jelaslah bahwa (1/r)av 1/(r)av.
M if( z ) e i* z f dV . (2.53)
Jika diterapkan pada elektron dalam atom hidrogen, fungsi-fungsi dalam integral diganti
dengan nm :
M if( z ) e n*m z n ' 'm' dV (2.54a)
di mana y=r sin sin= (1/2i)r sin (ei-e-i), Dapat dibuktikan bahwa transisi dapat
berlangsung dengan syarat (selection rule):
n 1, 2, .......
1 (2.55)
m 0, 1
Contoh 2.3:
Hitunglah komponen transisi dipole listrik M(z) dari orbital-orbital atom 2s dan 2p ke
orbital 1s dari atom hidrogen.
a) 2s 1s
48
M 2( sz 1s e 2 s z1s dV ;
)
2
e
e o (2 r / ao )r dr cos sin d d 0
3 3 r / 2 a
M 2( zs 1s
) 3
ao
4 2 0 0 0
b) 2 pz 1s
M 2( zpz) 1s e 2 pz z1s dv; z r cos
2
e
e o r dr cos sin d d
4 3 r / 2 a
M 2( zpz) 1s ao 4 2
4 2 0 0 0
e 4 4! 4
ao 0,745 eao
4 2 (3 / 2ao ) 5 3
c) 2 p x 1s
M 2( zpx) 1s e 2 p x z1s dv; z r cos ;
2
e
e r dr cos sin d sin d 0
3 3 r / 2 ao
M (z)
2 px1s ao 4 2
4 2 0 0 0
d ) 2 p y ke 1s
M 2( zpy) 1s e 2 p y z1s dv; z r cos
2
e
e o r dr cos sin d cos d 0
3 3 r / 2 a
M 2( zpy) 1s ao 4 2
4 2 0 0 0
Keadaan dasar atom hidrogen 1s( 0 ) tidak berdegenerasi dengan fungsi-fungsi eigen
lainnya, sehingga metoda gangguan tak bergantung waktu dapat diterapkan untuk
menghitung koreksi-koreksi bagi 1s( 0 ) dan E1( 0) . Seperti telah dikemukakan dalam
paragraf 1.3, koreksi order-1 bagi energi adalah:
49
E1(1) eE 1(s0) r cos 1(s0) dV
2
ao3
e r dr cos sin d d 0
2 r / ao
eF 3
0 0 0
Jadi, gangguan tidak mengubah energi E1( 0) . Selanjutnya, koreksi order-1 terhadap fungsi
1s( 0) adalah:
1(s1)
eE
E E 2( 0)
( 0)
2s
r cos 1s dV 2 s 2 px r cos 1s dV 2 px
1
2 py r cos 1s dV 2 py 2 pz r cos 1s dV 2 pz (2.59)
0,745a o eE
2 pz
E1( 0 ) E 2( 0)
Dalam perhitungan di atas, integral dalam suku keempat saja yang tak sama dengan nol.
Sekarang akan diperiksa koreksi order-2. Dalam perhitungan, cukup ditinjau
fungsi-fungsi keadaan yang dekat dengan 1s( 0 ) yakni 2( 0s ) , 2( 0pz) , 2( 0px) , 2( 0py) yang
berdegenerasi dengan energi E 2( 0) . Dengan fungsi-fungsi itu, maka
E1( 2)
e2E 2
E1( 0) E2( o )
(0)
1s r cos 2( 0s ) dV
2
( 0)
1s r cos 2( 0px) dV
2
2
1(s0) r cos 2(0py) dV 1(s0) r cos 2(0pz) dV
2
Seperti telah dikemukakan, yang memiliki harga hanyalah integral dalam suku keempat
saja, yakni 0,745 ao. Jadi,
e2E 2
E1( 2) ( 0) (0,745ao ) 2 (2.60)
E1 E 2 ( 0)
(0,745ao ) 2 e 2 2
E1 E ( 0)
E (2.61)
E1( 0) E 2( 0)
1
0,745ao eE
1s 1(s0) 2( 0pz) (2.62)
E ( 0)
2 E ( 0)
1
Menurut teori klasik, energi atom dalam medan listrik statik adalah E=E(0)+½ E 2 di
mana adalah polarizabilitas atom. Dengan hasil dalam persamaan (2.61) maka
polarizabilitas atom hidrogen adalah:
50
(0,745 ao ) 2 e 2
2 ( 0) (2.63)
E1 E 2( 0)
Sekarang akan diperiksa effek Stark terhadap E2(0) dan keempat fungsinya yang
berdegenerasi. Misalkan fungsi-fungsi itu 1 2 s , 2 2 pz , 3 2 px , 4 2 py .
Keempat fungsi itu memenuhi
dV
k l kl .
H11 H 22 H 33 H 44 E2(0)
H12 H 21 3eEao
Lain-lainnya =0.
E' 3eEao 0 0 c1
3eEao E' 0 0 c 2
0 (2.64)
0 0 E' 0 c3
E c 4
0 0 0
E' 3eEao 0 0
3eEao E' 0 0
0. (2.65)
0 0 E' 0
0 0 0 E'
1 1
1 ( 2 s 2 pz ); 2 ( 2 s 2 pz ); 3 2 px ; 4 2 py . (2.67)
2 2
51
Hasil di atas, bersama dengan hasil perhitungan teori gangguan bagi E1s diperlihatkan
dalam Gambar 2.6 di bawah ini.
2
E2=E2(0)+3eE ao
2s2pz2px2py
(0) 3, 4
E2 E3=E4=E2(0)
1
E1=E2(0)-3eE ao
1s
E1s(0)
(0,745ao ) 2 e 2 2
E1s E1(s0) E
E 2( 0) E1(s0)
0,745a o eE
1s 2 pz
E 2( 0) E1( 0)
Gambar 2.6 Pemecahan keadaan-keadaan berdegenerasi olef efek Stark.
Sˆ z s, ms ms s, ms (2.69)
Sˆ s, 12 0; Sˆ s, 12 s, 12
\(2.70)
Sˆ s, 12 s, 12 ; Sˆ s, 12 0
Sˆ 2 s, ms 34 2 s, ms (2.71)
Spin S dari elektron mengalami penjumlahan dengan momentum sudut L dari
elektron bersangkutan untuk membentuk momentum sudut total J sebagai berikut
J LS. (2.72)
j s s (2.73)
52
m j j, ( j 1),............. (2.74)
Momen magnet yang terinduksi oleh gerak orbital elektron dan momen magnet
terinduksi oleh spin-nya, berinteraksi dengan Hamiltonian (lihat Alonso et al. 1979).
Hˆ SL a S . Lˆ (2.75)
di mana
E n Z 2 2
a (2.76a)
2 n( 1)( 12 )
dan
e2 1
4 0 c 137 (2.76b)
disebut konstanta struktur halus.Enadalah energi kulit ke-n; lihat Alonso et al.
1979).Karena J L S maka J 2 L2 S 2 2S . L dan persamaaan (2.75) selanjutnya
dapat dituliskan seperti
Hˆ SL 12 a ( Jˆ 2 Lˆ2 Sˆ 2 ) (2.77)
Dengan nilai-nilai eigen masing-masing dari Jˆ 2 , Lˆ2 , Sˆ 2 , energi interaksi itu adalah
()
E SL 12 a 2 ,
( )
(2.78b)
E SL 12 a ( 1) 2 .
Orbital 2p dari atom hidrogendi mana 1, energinya yakni E2 mengalami pemecahan
seperti dalam Gambar 2.7. KarenaE2=-3.4 eV, maka E 3 / 2a 2 48 106 eV . Ini
identik dengan frekuensi f=11,6 GHz.Pergeseran suatu tingkat energi karena interaksi
spin-orbital disebut pergeseran Lamb.
j=3/2 ()
E SL 12 a 2 ,
E2 3 2
a
2
()
E SL a 2 .
j=1/2
53
Hˆ nm s, ms En nm s, ms (2. 79)
B (2.82)
EZ e Bm (2.84))
Energi ini merupakan tambahan bagi energi elektron, dan effek medan magnet itu disebut
effek Zeeman normal. Untuk orbital atom 2p (ℓ =1) dan 1s (ℓ =0) effek itu diperlihatkan
dalam Gambar 2.8 berikut. Dengan medan magnet dua tesla, beda energi E e B =
18,5464 1024 joule yang identik dengan frekuensi f=27,8 GHz. Ini sedikit lebih besar
dari interaksi spin-orbit, sehingga medan satu tesla dipandang cukup besar.
Secara umum, momen magnet di atas harus meliput spin juga, sehingga
e
L gs S e L gsS (2.85)
2m
54
m 1
p m 0 e B 3 2
E2 a
2
m 1
s m 0
E1
B=0 B0
Gambar.2.8 Pemecahan tingkat energi karena medan magnet yang kuat.
Parameter gs≈2 adalah faktor Lande. Dengan nilai gs itu maka momen magnet menjadi
e
J S g
J e
J J (2.86a)
di mana
( J S ). J j ( j 1) s( s 1) ( 1)
gJ 1 (2.86b)
J 2
2 j ( j 1)
Untuk ℓ=1, j=3/2 dan 1/2; gJ=1,33 dan 0,67 (lihat Alonso et al., 1979).
Jika elektron berada dalam medan magnet B maka interaksi dengan medan itu
adalah:
Hˆ Z J . B e g J J .B e g J BJ z (2.87)
Energi interaksi ini adalah
EZ e g J B m j (2.88)
Dalam medan magnet B yang lemah, energi interaksi ini masih lebih kecil
daripada energi interaksi spin-orbit (lihat persamaan 2.78). Untuk 0 , j=1/2, gJ=2,
mj=-1/2, 1/2 Untuk 1, j=3/2, 1/2. Dengan j=3/2, gJ=1,33, mj=-3/2, -1/2, 1/2, 3/2, dan
dengan j=1/2, gJ=0,67, mj=-1/2, 1/2. Pergeseran energi itu diperlihatkan dalam Gambar
2.9. Pecahan-pecahan karena spin disebut effek Zeemananomali.Energi keadaan dasar di
mj=3/2
1,33eB
j 3/ 2 mj=1/2
mj=-1/2
E2 2p
3 2 mj=-3/2
a
2
mj=1/2
0,67eB
j 1/ 2 mj=-1/2
ms=1/2
1s j 1/ 2 2eB
E1
Interaksi spin-orbit ms=-1/2
B=0 B0
Gambar.2.9 Pemecahan tingkat energi karena medan magnet yang lemah.
55
dalam medan magnet akan tergeser sebesar gseBms; lihat Gambar 2.8. Spin elektron
dengan ms=1/2 secara vektor mengarah sejajar medan magnet (spin up) dan spin dengan
ms=-1/2 berlawanan arah dengan medan magnet (spin down). Perbedaan energi keduanya
adalah E 2 e B . Dengan medan 0,3 tesla, E 5,56 10 24 J yang identik dengan
frekuensi 8 Ghz (frekuensi gelombang mikro). Pengukuran ini dapat dilakukan dengan
spektroskopi Electron Spin Resonance (ESR).
Hˆ 1 S . B1 e g s B1 cos t Sˆ x (2.89)
Terlihat bahwa hamiltionian H1 hanya mengandung operator spin saja sehingga hanya
beroperasi pada fungsi spin saja. Dalam paragraf 2.6 telah dikemukakan Sˆ x 12 Sˆ Sˆ
yang operasinya akan menggeser harga ms. Itu berati, operator H1 adalah operator yang
menyebabkan transisi spin. Oleh sebab itu, operator ini dapat dipandang sebagai
gangguan yang bergantung waktu. Untuk itu nyatakanlah
H 1 Gˆ 0 u(t ) Sˆ x (2.90a)
dengan
Gˆ 0 e g s B1 Sˆ x ; u (t ) cos t (2.90b)
Misalkan keadaan awal spin elektron 1s 12 , 12 dan keadaan akhir 1s 1
2 , 12 maka sesuai
dengan persamaan (1.92) probabilitas transisi spin adalah
2
Pif T1 c if (T )
dengan
G 0fi T
i fi t
cif (T )
i dt cos t e
0
Selanjutnya dihitung
e
G 0fi 1 1
,
2 2
Gˆ 0 1
2
, 12 g s B1 1 1
,
2 2
Sˆ x 1
2
, 12
e
g s B1 12 1 1
,
2 2
Sˆ Sˆ 1
2
, 12
Dapat diturunkan bahwa Sˆ 12 , 12 12 , 12 dan Sˆ 12 , 12 0 , sehingga
e
G 0fi g s B1 12 e B1
sedangkan
56
T
i fi t sin[( fi )T / 2]
dt cos t e
0
[( fi ) / 2]
Maka diperoleh
e B1 sin[( fi )T / 2]
cif (T )
i 2 [( fi ) / 2]
dan akhirnya, probabilitas transisi spin elektron dari 1s 12 , 12 ke 1s 1
2 , 12 adalah
2
1 e B1 sin[( fi )T / 2] 1 e B1 sin [( fi )T / 2]
2 2
Pif (2.91)
T i 2 [( fi ) / 2] T 2 [( fi ) / 2]2
2.8Interaksi Hyperfine
Inti-inti atom seperti H 1 ,C 13 dan F 19 juga memiliki spin yang diberi simbol I . Untuk
proton, spin inti tersebut mempunyai bilangan kuantum I=½. Sifat-sifat spin inti dan
fungsi-fungsi spinnya mirip dengan sifat-sifat dan fungsi-fungsi spin elektron.Karena spin
inti itu menginduksikan moment magnet, maka inti dapat berinteraksi dengan spin
elektron. Tinjaulah elektron dalam keadaan dasar atom hidrogen; interaksi dapat
diungkapkan dengan Hamiltonian:
Hˆ SI A S . I
(2.92)
A Sˆ z Iˆz 1 2 A( Sˆ Iˆ Sˆ Iˆ )
Dengan fungsi-fungsi itu, operator spin elektron beroperasi pada fungsi S dan S
sedangkan operator spin inti pada I dan I.
Elemen matriks Ĥ SI dengan fungsi-fungsi itu sebagai basis dapat ditentukan
sebagai berikut:
H 11 H 44 S I ASˆ z Iˆz 1 2 A( Sˆ Iˆ Sˆ Iˆ ) S I
A S I Sˆ z Iˆz S I 1
2 A S I Sˆ Iˆ S I S I Sˆ Iˆ ) S I
A 2
S I S I 0 0
4
A 2
4
H12 H 21 S I ASˆ z Iˆz 1 2 A( Sˆ Iˆ Sˆ Iˆ ) S I
A S I Sˆ z Iˆz S I 1 2 A S I Sˆ Iˆ S I S I Sˆ Iˆ ) S I
1 4 A 2 S I S I 0 1
2 A 2 S I S I
0
Selanjutnya dapat diturunkan:
57
H 22 H 33 1 4 A 2
H 23 H 32 1 2 A 2
Lainnya 0
1 0 0 0 c1
0 1 2 0 c 2
1 A 2 0
0 2 1 0 c3
4
0 0 1 c 4
0
di mana E 1
4 b 2 . Dengan determinan sekuler:
1 0 0 0
2 0 1 2 0
1 A 0
2 1 0
4
0
0 0 0 1
diperoleh (1 ){(1 ) 2 (1 ) 4(1 )} 0 sehingga
1 0 1 1
(1 ) 2 4 0 1 2 2 1, 3 3
1 0 4 1
E1 E 2 E 4 1
4 A 2
(2.94)
E 3 3 4 A 2
1 S I ; 4 S I
2 1
2
S I S I (2.95)
3 1
2
S I S I
Berdasarkan harga-harga energi di atas, dapat disimpulkan bahwa interaksi spin elektron
dan spin inti menyebabkan keadaan dasar atom hidrogen pecah menjadi dua, masing-
masing dengan pergeseran 3 4 A 2 yang singlet dan 1 4 A 2 yang triplet (berdegenerasi
lipat-3); lihat Gambar 2.10. Spektroskopi resonansi spin elektron (ESR) menunjukkan
58
harga A 2 =1,5x10-28 joule identik dengan frekuensi f=230 KHz. Ini adalah energi yang
sangat kecil sehingga interaksi ini disebut hyperfine interaction.
1, 2, 4
E1(0) 1 4 A 2
(0) 1s
𝐸1
A 2
3
E1(0) 3 4 A 2
Gambar 2.10 Pecahnya keadaan dasar karena interaksi hyperfine.
59
Soal-soal
2.1 Hitunglah sudut-sudut yang mungkin antara L dan sumbu-z untuk =2.
2.2 Operator L̂2 suatu partikel memiliki nilai eigen 12 2 dengan fungsi eigen tertentu;
tentukanlah nilai eigen operator L̂ z dengan fungsi eigen yang sama.
2.3 Gunakanlah operator tangga L̂ tiga kali berturut-turut terhadap fungsi harmonik
bola Y1,1 , dan tunjukkan bahwa setiap operasi akan menghasilkan fungsi-fungsi Y1,0;
Y1,-1; dan nol.
2.4 Hitunglah harga rata-rata potensial yang dialami elektron dalam atom hidrogen
pada: (i) keadaan dasar 1s, (ii) keadaan 2pz, dan (iii) keadaan 3s.
2.6 Buktikanlah bahwa harga rata-rata jarak elektron-inti pada keadaan nm adalah:
r n*m r nm dV
ao
3
2
n 2 12 ( 1)
2
2.7 Dengan rumusan peluang P(r ) 4r 2 nm , tentukanlah jarak r di mana peluang
mencapai maksimum untuk orbital-orbital: (i) 1s, (ii) 2s, (iii) 2pz, dan (iv) 3s.
2.8 Hitunglah harga rata-rata energi kinetik dan energi potensial pada orbital 1s:
2
2m
K 1*s 21s dV ;
e2 1
V
4 0 1*s 1s dV
r
2.9 Hitunglah komponen momen transisi dipole listrik M(z) untuk transisi: (i) dari orbital
3s ke orbital 1s, (ii) 3s ke 2pz, dan (iii) 3s ke 2px.
2.10 Hitunglah komponen-komponen momen transisi dipole listrik M(x) dan M(y) dari
orbital 2p ke orbital 1s.
2.11 Suatu besaran penting dalam spektroskopi adalah peluang suatu elektron ditemukan
di posisi inti. Evaluasi kerapatan peluang suatu elektron di orbital atom 1s dan 2s.
2.12 Interaksi dipol magnet antara elektron dan momen magnet inti sebanding dengan
1/r3. Hitunglah harga rata-rata 1 / r 3 untuk elektron di orbital 1s.
60
2.13 Untuk suatu harga bilangan kuantum utama n, harga bilangan kuantum orbital
adalah 0, 1, 2, ….,n-1, dan untuk suatu harga , m mengambil harga , 1 , …..,
2
. Buktikan bahwa degenerasi bilangan kuantum utama n adalah n .
2.14 Jika keadaan elektron di dalam ion He adalah (r, , ) R41(r )Y11( , ) htunglah
(a) energi elektron, (b) besarnya vektor momemtum sudut L, dan (c) proyeksi vektor
momemtum sudut pada sumbu z.
2.15 Nilai e/m bisa ditentukan secara eksperimen melalui pengamatan efek Zeeman.
Tentukanlah nilai tersebut jika separasi antara dua garis dalam medan 0.45 T adalah
6,29GHz.
2.16 Tentukanlah frekuensi RF yang bisa menginduksikan transisi spin elektron dari
orientasi paralel menjadi antiparalel atau sebaliknya di dalam medan magnet 0,1 T.
61
BAB 3
ATOM DENGAN BEBERAPAELEKTRON
Dalam Bab 2 telah dibahas atom dengan satu elektron. Di sana energi potensial yang
dimiliki elektron hanya berasal dari inti saja. Jika atom mengandung sejumlah elektron,
energi potensial yang dimiliki satu elektron tidak saja berasal dari inti, tapi juga dari
elektron-elektron lainnya. Dengan demikian maka jarak elektron-elektronmerupakan
variabel di dalam persamaan Schrödinger. Kesulitan akan timbul pada saat menyelesaikan
integral dengan menggunakan orbital atom yang sudah dikenal yakni s, p, d,…yang
bervariabel jarak elektron-inti saja. Selain itu, karena ada sejumlah elektron maka fungsi
gelombang sistem elektron harus memperhatikan spin-spin elektron bersangkutanuntuk
memenuhi aturan Pauli.
+2e
Gambar 3.1 Atom helium keadaan dasar.
e2
Hˆ Hˆ 1c Hˆ 2c (3.1)
4 o r 12
dengan
2 2 2e 2
H ic i ; i 1, 2 (3.2)
2m 4 o r i
Masing-masing H1c dan H 2c mirip dengan Hamiltonian elektron dari atom berelektron
tunggal (dengan Z=2), sedangkan suku Vee adalah potensial Coulomb antara elektron-
elektron dengan r12 adalah jarak antara keduanya.
Fungsi gelombang kedua elektron bisa dipandang sebagai perkalian fungsi
masing-masing elektron. Dengan orbital 1s keadaan dasar itu adalah
62
Energi keadaan dasar tersebut adalah
E 0 0 * Hˆ 0 dV1 dV2
e2 1 (3.5)
0 ˆ * ˆ c
H 1 0 dV1 dV2 0 H 2 0 dV1 dV2 0 * 0 dV1 dV2
* c
4 o r12
Perhitungan suku pertama dan kedua adalah sebagai berikut (lihat peramaan (2.46)):
Hˆ 1c 0 dV1 dV2 1*s (r1 ) Hˆ 1c1s (r1 )dV1 1*s (r2 ) 1s (r2 )dV2
*
0
4e 2
54,4 eV
8 0 a0
0 Hˆ 2 0 dV1dV2 1s (r2 ) Hˆ 2 1s (r2 )dV2 1s (r1 ) 1s (r1 )dV1
* c * c *
4e 2
54,4 eV
8 0 a0
di mana telah dipakai sifat 1*s (r1 )1s (r1 )dV1 1*s (r2 )1s (r2 )dV2 1 . Untuk suku ketiga
1 1
0 0 dV1dV2 1*s (r1 )1*s (r2 ) 1s (r1 )1s (r2 )dV1dV2
*
r12 r12
Terlihat bahwa variabel jarak di dalam orbital-orbital yang digunakan adalah r1 dan r2,
yakni jarak elektron-inti sedangkan r12 adalah jarak elektron-elektron Hal itu
menyebabkan perhitungan energi potensial elektron-elektronmenjadi sulit. Untuk
sementara persamaan (3.5) menjadi
e2 1
E0 108,8 eV
4 0 1*s (r1 )1*s (r2 ) 1s (r1 )1s (r2 )dV1dV2
r12
(3.6)
Hasil eksperimen menunjukkan energi keadaan dasar atom helium adalah -79 eV. Itu
artinya energi interaksi itu sangat penting untuk dihitung. Ada dua cara untuk menghitung
energi potensial elektron-elektron itu, (i) menggunakan teori gangguan dan (ii)
menggunakan metoda variasi.
Teori Gangguan
Suku kedua dalam persamaan (3.6) dipandang sebagai koreksi order-1 terhadap energi
e2 1
E (1)
4 0 1*s (r1 )1*s (r2 ) 1s (r1 )1s (r2 )dV1 dV2
r12
6
e2 1 2 1 2
e
4 r1 / a0
e 4 r2 / a0 r1 dr1 sin 1 d1 d1 r22 dr2 sin 2 d 2 d 2
4 o 2 a 0 r12
(3.7)
63
Aproksimasi perlu dilakukan untuk menghubungkan jarak elektron-elektron r12 menjadi
jarak-jarak inti-elektron. Untuk itu 1/r12 dapat dinyatakan sebagai superposisi produk
fungsi-fungsi harmonis sebagai berikut:
1
1 r *
Ym (1 , 1 )Ym ( 2 , 2 ) (3.8)
r12 0 m 2 1 r 1
di mana simbol r< menyatakan jarak yang lebih kecil dari pada r1 dan r> menyatakan
jarak yang lebih besar dari pada r2;untuk jelasnya lihat Jackson (1975). Persamaan (3.7)
menjadi
6
e2 1 2 1 4 r1 / a0 4 r2 / a0 r
E (1)
4 o 2 a0
m 2 1 r1 0 r2 0
e e
r
r 2 dr1r22 dr2
1 1
2 2
Y (1 , 1 )Ym ( 2 , 2 ) sin 1 d1 d1 sin 2 d 2 d2
*
m (3.9)
1 0 1 0 2 0 2 0
Untuk dapat menyelesaikan persamaan di atas digunakan fungsi harmonik bola Y00 dari
persamaan (2.23a). Kalikan dan bagikanlah persamaan (3.9) dengan
1
Y00 (1 ,1 )Y00* ( 2 ,2 )
4
6
e2 2 1 4 r1 / a0 4 r2 / a0 r
E (1)
2
o a0
2 1 e e r 2 dr1r22 dr2
1 1
r
m 00
2 2
Ym (1 ,1 )Yoo (1 ,1 ) sin 1 d1 d1
Y00* ( 2 ,2 )Ym ( 2 ,2 ) sin 2 d 2 d2
*
1 0 1 0 2 0 2 0
Berdasarkan sifat fungsi harmonik bola berlaku
2 2
Ym (1 ,1 )Yoo (1 ,1 ) sin 1 d1 d1 Y00 ( 2 ,2 )Ym ( 2 ,2 ) sin 2 d 2 d2 0 0m
* *
1 0 1 0 2 0 2 0
6
e2 2 1 2
e 1 0e 2 0
4 r / a 4 r / a
E (1)
2 r1 dr1r22 dr2 (3.10)
o a0 0 0
r
Sekarang masalahnya adalah bagaimana cara memperlakukan r> dalam integral. Itu
dilakukan bertahap. Integralkan r1 dari 0 ke r2 dengan r>=r2, lalu dari r2 ke dengan
r>=r1. Dengan itu maka persamaan (3.10) menjadi
e2 2
6
r2 r 2 2
4 r1 / a0 r1
e 4r2 / a0 r22 dr1 e
4 r1 / a0
E (1)
2 1
e dr1 dr2
o a0 0 0 r2 r2
r1
64
e2 2
4r2 / a0 2 2 4r1 / a0
6 r
4 r2 / a0 2
2 1 2
4 r1 / a0
2 e r r e dr dr e r e r1 1 dr2
dr
o a0 0 1
2
0 0 r2
Dibandingkan dengan hasil eksperimen yang -79eV, hasil di atas menyimpang 5,3% .
Metoda Variasi
Dalam atom helium, satu elektron bisa lebih dekat ke inti sehingga elektron yang lain
mengalami medan inti yanglebih kecil; lihat Gambar 3.2. Dengan pandangan itu maka
r12 -e
-e
r1 r2
+2e
nomor atom Z=2 bisa diganti dengan yang harganya 1<<2. Hamiltonian dalam
persamaan (3.1) dituliskan sebagai berikut:
Hˆ H1c H 2c
( 2)e 2 ( 2)e 2
4 o r 1
e2
4 o r 2 4 o r12
(3.13a)
dengan
2 2 e2
H 1c 1
2m e 4 o r 1
(3.13b)
2 2 e2
H 2c 2
2m e 4 o r 2
Untuk menghitung energi keadaan dasar atom helium, misalkan fungsi gelombang
elektron dalam keadaan dasar itu adalah
3
1 r / a r / a
0 1s (r1 )1s (r2 ) e 1 0 e 2 0 (3.14)
a0
Energi dihitung sebagai berikut:
65
E 0 ( ) 0 Hˆ 0 dV1 dV2
*
*1s (r1 ) H 1( 0)1s (r1 )dV1 *1s (r2 ) H 2( 0)1s (r2 )dV1 dV2
( 2)e 2 ( 2)e 2
*
1s (r1 ) 1s (r1 )dV1 1s (r2 )
*
1s (r2 )dV1 dV2
4 o r 1 4 o r 2
e2
*
1s (r1 ) *
1s (r2 ) 1s (r1 )1s (r2 )dV1 dV2
4 o r12
atau
2e2 2e2
E0 ( )
8 0 a0 8 0 a0
2e 2 1 1
1s (r1 )dV1 *1s (r2 ) 1s (r2 )dV2
*
1s (r1 )
4 0 r1 r2
(3.15)
e2 1
(r1 ) (r2 ) 1s (r1 )1s (r2 )dv1 dV2
* *
1s 1s
4 o r12
2e2
Suku pertama dan kedua masing-masing menghasilkan . Suku ketiga dan
8 0 a0
keempat dihitung sebagai berikut:
3 2
1 1
r e dr sin 1 d1 d
2 r1 / a0
*
1s (r1 ) 1s (r1 )dV1
a0
1
r1 0 0 0
3
1 1
4
a0 2 / a0 2
a0
Suku kelima dihitung dengan cara perhitungan teori gangguan yang hasilnya seperti
dalam persamaan (3.11). Jadi,
e2 1 5 e2
4 o
*
1s (1) 1s (2)
*
(1) ( 2) dv dv
8 4 0 a0
1s 1s 1 2
r12
e2 2 5
2 2)
4 0 a0 8
66
5
(27,2 eV ) 2 4
8
E0 (27,2 eV)[1,6875
27
1,6875] 77,46 eV
2
(3.16)
8
Hasil ini menyimpang 2 % dari hasil eksperimen yang -79 eV. Jadi, metoda variasi
memberikan hasil yang lebih baik dari pada teori gangguan.
6
1 2 r1 / a0 1 2 r2 / a0
2
a0 e r1
dV1 e dV2
6 2 2
1 2 r1 / a0 1 2 r2 / a0
2
a0 e r1
r12 dr1 sin 1d1 d e r22 dr2 sin 1d1 d
0 0 0 0 0 0
6
1 1 2
4 4
2 a0 2 / a 2
0
2 / a 3
0
6 2 3
1 a0 a0
2 32 2
a0 2 2
a0
Dengan 1,6875 maka pada keadaan dasar 1 / r1 3,18 Å-1.
a0
r1 0* r1 0 dv
6
1 r1 / a0 r2 / a0 r1 / a0 r2 / a0
2
a0 e e r1 e e dV1 dV2
6
1 2 r1 / a0 2 r2 / a0
2
a0 e r1 dV1 e dV2
6 2 2
1 2 r1 / a0 2 r2 / a0
2
a0
e
0
r1 r12 dr1 sin 1 d1 d e
0 0 0
r22 dr2 sin 1 d1 d
0 0
67
3 a0
6
1 6 2
2 2 / a 4 4 2 / a 3 4 2
a0 0 0
3 a0
Jadi, pada keadaan dasar r1 0,47 Å
2
Kedua fungsi di atas adalah fungsi ruang. Dengan kombinasi linier dari kedua fungsi
basis di atas dibentuk fungsi keadaan eksitasi
H 11 H 12
ˆ
H (3.19a)
H H 22
21
dengan
H ij i* Hˆ j dV (3.19b)
Jika energi keadaan eksitasi adalah E dan overlap antara kedua fungsi basis adalah Sij
maka persamaan sekuler adalah
H 11 ES11 H 12 ES12 c1
0
H ES H 22 ES 22 c2
21 21
Karena
S ij i* j dV ij
H 11 E H 12 c1
0 (3.20)
H
21 H 22 E c2
68
E 2 ( H11 H 22 ) E ( H11H 22 H12 H 22 ) 0
sehingga
E 1 2 ( H11 H 22 ) 1 2 ( H11 H 22 ) 2 4H12 H 21 (3.21)
H 11 1* Hˆ 1 dV
1*s (r1 ) 2*s (r2 ) Hˆ 1c Hˆ 2c Vee 1s (r1 ) 2 s (r2 )dV1 dV2
1*s (r1 ) Hˆ 1c1s (r1 )dV1 2*s (r2 ) 2 s (r2 )dV2 1*s (r1 )1s (r1 )dV1 2*s (r2 ) Hˆ 2c 2 s (r2 )dV2
Karena e1*s (r1 )1s (r1 ) adalah kerapatan elektron di r1 dan e 2*s (r2 ) 2 s (r2 ) adalah
kerapatan elektron di r2 maka J1s2smenggambarkan potensial Coulomb. Itu sebabnya
J1s2sdisebut potensial Coulomb antara kedua elektron.
Dengan cara yang sama diperoleh
H 22 H11 karena E1s (1) E1s (2) , E2 s (1) E2 s (2) dan J 1s 2 s J 2 s1s . Selanjutnya
diperoleh
H12 K1s 2 s
di mana
K 1s 2 s 1*Vee 2 dV
e2 1 (3.22b)
4 0 1*s (r1 ) 2*s (r2 ) 1s (r2 ) 2 s (r1 )dV1 dV2
r12
K1s2s disebut potensial tukar (exchange) antara kedua elektron. Dalam hal ini terjadi
pertukaran elektron antara orbital 1s dan 2 s . Potensial ini tak mempunyai analogi
klassik, ini muncul sebagai koreksi kuantum terhadap Coulomb.
Substitusi elemen-elemen matriks di atas ke persamaan (3.21) menghasilkan
69
diabaikan kedua fungsi keadaan itu akan terpisah dengan tingkat-tingkat energi yang
berbeda 2K1s2s.
Selanjutnya, substitusi masing-masing energi itu ke persamaan sekuler akan
menghasilkan koefisien-koefisien ci yang diperlukan untuk membentuk fungsi keadaan
tereksitasi. Hasilnya adalah
E1( ) 1( )
1
1 2 1
1s (r1 ) 2s (r2 ) 1s (r2 ) 2s (r1 ) ; (3.24a)
2 2
E1( ) 1( )
1
1 2 1
1s (r1 ) 2s (r2 ) 1s (r2 ) 2s (r1 ) (3.24b)
2 2
Jika jarak antara kedua elektron r120 atau r1=r2 maka 1s (r1 ) 2 s (r2 ) .
1s (r2 )2 s (r1 ) . Akibatnya,
r1 r2 : 1( )
1
21s (r1 ) 2 s (r2 )
2 (3.25)
()
1 0
2 2
Dalam Gambar 3.3 diperlihatkan kerapatan peluang 1( ) dan 1( ) ; lihat Atkins et al.
2
(2005). Ketika r12=0, 1( ) =0; artinya tidak ada peluang menemukan kedua elektron
pada posisi yang sama dengan fungsi keadaan tereksitasi 1( ) . Tetapi, justru peluang itu
maksimum dengan fungsi keadaantereksitasi 1( ) . Cekungan 1( ) =0 disebut lubang
2
Fermi. Ini menunjukkan bahwa kedua elektron pada fungsi keadaan 1( ) cenderung
menghindar satu sama lain. Itu sebabnya energi keadaannya lebih rendah daripada 1( ) .
2
1( )
2
1( )
0 r12 0 r12
2 () 2
Gambar 3.3 Kerapatan peluang 1( ) dan 1 ; Atkins et al. (2005).
Sekarang misalkan sebuah elektron bertransisi dari orbital 1s ke orbital 2p.
Perhitungan untuk keadaan eksitasi ini dapat dilakukan seperti cara di atas. Hasil
perhitungan energi dan fungsi-fungsi bersangkutan adalah
E 2( ) E1s E 2 p J 1s 2 p K1s 2 p
(3.26)
E 2( ) E1s E 2 p J 1s 2 p K1s 2 p
70
2( )
1
1s (r1 ) 2 p (r2 ) 1s (r2 ) 2 p (r1 )
2 . (3.27)
2( )
1
1s ( r1 ) 2 p ( r2 ) 1s ( r2 ) 2 p ( r1 )
2
J1s2p
J1s2s
E1s E2 s
E1s E2 p
71
1
1 / r1 2( )* 2( ) dV
r1
1s (r1 ) 2 p (r2 ) 1s (r2 ) 2 p (r1 ) * r1 1s (r1 )2 p (r2 ) 1s (r2 )2 p (r1 )dV1dV2
1
1 1
1s (r1 ) 1s (r1 )dV1 2* p (r2 ) 2 p (r2 )dV2 1s (r1 ) 2 p (r1 )dV1 2* p (r2 )1s (r2 )dV2
r1 r1
1 1
1s (r2 ) 2 p (r2 )dV2 2* p (r1 ) 1s (r1 )dV1 1s (r2 )1s (r2 )dV2 2* p (r1 ) 2 p (r1 )dV1
r1 r1
5 2
1 r1 / a0 1 2
32
a0
e
0
r12
r1
r1 dr cos 2 1 sin 1d1 d1
10 0
3 5
1 1 1 6 4 5
4
a0 (2 / a0 ) 2
32 a0 ( / a0 ) 3
4
4 a0
Jadi, pada keadaan tereksitasi 1 / r1 3,98 Å-1. Bandingkan dengan 1/ r1 3,18 Å-1 pada
keadaan dasar dalam Contoh 3.1.
r1 1s (r1 ) 2 p (r2 ) 1s (r2 ) 2 p (r1 ) * r1 1s (r1 ) 2 p (r2 ) 1s (r2 ) 2 p (r1 ) dV1 dV2
1s (r1 )r11s (r1 )dV1 2* p (r1 )r1 2 p (r1 )dV1
3 2
1 2 r1 / a0
a0
e
0
r1 r12 dr1 sin 1 d1 d1
0 0
5 2
1 r1 / a0
e cos 1 sin 1 d1 d1
2 2 2
r r r dr
32
1 1 1
a0 0 10 0
3 5
1 6 1 120 4 a
4 6,5 0
a0 ( 2 / a 0 ) 4
32 a0 ( / a 0 ) 3
6
72
a0
Jadi, pada keadaan tereksitasi r1 6,5 2,04 Å. Bandingkan dengan r1 0,47 Å
pada keadaan dasar; lihat Contoh 3.1.
Selanjutnya, suatu fungsi lengkap dari suatu sistem elektron harus bersifat antisimetrik
terhadap pertukaran elektron. Jika (r1,r2) adalah fungsi ruang yang simetrik terhadap
pertukaran elektron maka (1,2) harus antisimetrik terhadap pertukaran elektron yang
sama, demikian juga sebaliknya.
Dalam persamaan (3.3) fungsi ruang dari keadaan dasar helium:
adalah simetrik terhadap pertukaran elektron. Pada keadaan dasar itu spin-spin kedua
elektron berlawanan arah satu sama lain sehingga total spin S=0, dan ms=0; ini disebut
singlet. Lihat Gambar 3.5 a). Fungsi spin dari kedua elektron dalam keadaan dasar helium
adalah
(1,2) 12 (1) (2) (2) (1) antisimetrik (3.32)
0 1
2
1s (r1 )1s (r2 ) (1) (2) (2) (1) (3.33)
2s
a) 0
1s
2s 2s
b) atau 1( )
1s 1s
2s 2s
c) atau 1( )
1s 1s
73
Fungsi 1( ) dalam persamaan (3.24a) adalah fungsi ruang yang simetrik. Untuk
memperoleh fungsi lengkap, fungsi itu harus dikalikan dengan fungsi spin yang anti
simetrik (keadaan singlet) seperti dalam persamaan (3.32):
1( )
1
1s (r1 ) 2s (r2 ) 1s (r2 ) 2s (r1 ) 1
(1) (2) (2) (1) (3.34)
2 2
Lihat Gambar 3.5 b). Berbeda halnya dengan fungsi keadaan tereksitai 1( ) ’ Fungsi ini
antisimetrik terhadap pertukaran elektron. Jika fungsi itu dilengkapi dengan fungsi spin
maka fungsi spin itu harus simetrik. Itu artinya kedua spin harus searah sehingga total
spin S=1 dan ms=-1,0,1. Lihat Gambar 3.5 c). Keadaan ini disebut triplet dan fungsi-
fungsi spin kedua elektron adalah
(1) (2)
12 (1) (2) (2) (1) simetrik (3.35)
(1) (2)
Dengan demikian maka fungsi keadaan tereksitai 1( ) secara lengkap dituliskan seperti
(1) (2)
1( ) 2 1s (r1 ) 2 s (r2 ) 1s (r2 ) 2 s (r1 ) 12 (1) (2) (2) (1)
1
(3.36)
(1) (2)
2
Keadaan di mana 1( ) 0 di r1=r2 (disebut lubang Fermi) dikaitkandengan keadaan
S=1. Dapat disimpulkan bahwa dua elektron dengan spin yang searah akan saling
menjauhi.
Eksitasi elektron dari orbital atom 1s ke orbital 2p akan menghasilkan fungsi-
fungsi keadaan eksitasi 2( ) dan 2( ) masing-masing simetrik dan antisimetrik terhadap
pertukaran elektron. Secara umum fungsi keadaan lengkapnya masing-masing adalah
2( )
1
1s (r1 )2 p (r2 ) 1s (r2 )2 p (r1 ) 1
(1) (2) (2) (1) (3.37)
2 2
(1) (2)
2( )
12 1s (r1 ) 2 p (r2 ) 1s (r2 ) 2 p (r1 ) 12 (2) (1) (2) (1) (3.38)
(1) (2)
74
Struktur elektronik keadaan dasar 0 , keadaan tereksitasi singlet 1( ) dan triplet 1( )
diperlihatkan dalam Gambar 3.5.
Lakukan perhitungan momen transisi dengan komponen dipol listrik z=-e(z1+z2) antara
keadaan dasar dan keadaan-keadaan tereksitasi.
a) 0 1( ) : ℓ=0, kedua keadaan memiliki fungsi ruang yang sama-sama simetrik.
b) 0 1( ) : ℓ=0, kedua keadaan memiliki fungsi ruang yang berbeda simetri.
c) 0 2( ) : ℓ=1, kedua keadaan memiliki fungsi ruang yang sama-sama simetrik.
2 e 0 ( z1 z 2 ) 2 dV1 dV2
()
M 0(
z) *
1 *
M 0( 2 e 1s (r1 )1*s (r2 )(r1 cos 1 r2 cos 2 )
z)
2
.
1s (r1 ) 2 pz (r2 ) 1s (r2 ) 2 pz (r1 ) dV1 dV2
(1) (2) (2) (1) (1) (2) (2) (1)
0,745 ea o 2
1,49ea 0
Transisi 0 2( ) diperbolehkan.
d) 0 2( ) : ℓ=1, kedua keadaan memiliki fungsi ruang yang berbeda simetri
M 0( z )2 e 1( )* ( z1 z 2 )2( ) dV1dV2
1 *
2
e 1s (r1 )1*s (r2 )(r1 cos 1 r2 cos 2 )
1s (r1 ) 2 pz (r2 ) 1s (r2 ) 2 pz (r1 ) dV1dV2
(1) (2) (2) (1) (1) (2) (2) (1)
0
75
Transisi 0 2( ) terlarang.
e) 1( ) 2( ) :ℓ=1, kedua keadaan memiliki fungsi ruang yang sama-sama simetrik
e
1
4
1*s (r1 ) 2*s (r2 ) 1*s (r2 ) 2*s (r1 ) (r1 cos 1 r2 cos 2 )
1s (r1 ) 2 pz (r2 ) 1s (r2 ) 2 pz (r1 ) dV1dV2
(1) (2) (2) (1) (1) (2) (2) (1)
e
1
2
2*s (r1 )r1 cos 1 2 pz (r1 )dV1 2*s (r2 )r2 cos 2 2 pz (r2 )dV2
3
1 Z Zr1 2 Zr1 / 2 ao 4 2
e 0 a0
1 1 d1
2
2 e r dr cos sin d
32
1 1 1
a0 0 0
5! 4
4
1 Z 4! Z
e 2
32 Z / a 0 a 0 Z / a 0 6 3
5
a0
2
e a a 3
0 (72) 3e 0 ea 0
24 Z Z 2
Transisi 1( ) 2( ) diperbolehkan.
f) 1( ) 2( ) :ℓ=1, kedua keadaan memiliki fungsi ruang yang sama-sama
antisimetrik
e
1
4
1*s (r1 ) 2*s (r2 ) 1*s (r2 ) 2*s (r1 ) (r1 cos 1 r2 cos 2 )
1s (r1 ) 2 pz (r2 ) 1s (r2 ) 2 pz (r1 ) dV1 dV2
e
1
2
2*s (r1 )r1 cos 1 2 pz (r1 )dv1 2*s (r2 )r2 cos 2 2 pz (r2 )dv2
3
1 Z Zr1 2 Zr1 / 2 ao 4 2
e 0 2 a0 e r1 dr1 cos 1 sin 1 d1 d1
2
32 a0 0 0
5! 4
4
1 Z 4! Z
e 2
32 Z / a 0 a 0 Z / a 0 6 3
5
a0
2
e a a 3
0 (72) 3e 0 ea 0
24 Z Z 2
76
Transisi 1( ) 2( ) diperbolehkan.
Dalam Gambar 3.6 diperlihatkan tingkat-tingkat energi keadaan dan transisi-transisi yang
diperbolehkan dan terlarang. Transisi 1( ) 2( ) diperbolehkan karenaselain ℓ=1,
fungsi –fungsi ruangnya sama-sama simertrik. Transisi 1( ) 2( ) juga diperboleh
karena selain ℓ=1, fungsi–fungsi ruangnya sama-samaantisimertrik. Tetapi meskipun
ℓ=1, jika fungsi–fungsi ruangnya berbeda simetrimaka transisi itu terlarang. Dapat
disimpulkan bahwa transisi diperbolehkan selain harus memenuhi selection rules, fungsi-
fungsi ruangnya harus memiliki simetri yang sama: simetrik simetrik atau antisimetrik
antisimetrik.
Simetrik Antisimetrik
2( )
2( )
1( )
1( )
0
Gambar 3.6 Tingkat-tingkat energi atom helium dan transisi antar keadaan; garis
menyatakan transisi yang diperbolehkan, dan garis ----- menyatakan transisi terlarang.
77
(1) (2)
1( )
1
1s (1) 2 s (2) 1s (2) 2 s (1) 12 (1) (2) (2) (1)
2
(1) (2)
1s (1) (1) 2 s (1) (1)
1
2
1s (2) (2) 2 s (2) (2)
1s (1) (1) 2 s (1) (1) 2 s (1) (1) 1s (1) (1)
1
(3.42)
2 (2) (2) (2) (2) (2) (2) (2) (2)
1s 2s 2s 1s
(1) (1) 2 s (1) (1)
1 1s
2 (2) (2) (2) (2)
1s 2s
e2 1 1 1
Hˆ Hˆ 1c Hˆ 2c Hˆ 3c (3.43)
4 o r 12 r13 r23
dengan
2 2 3e 2
H ic i ; i 1,2,3 (3.44)
2m 4 o r i
2s
0
1s
Sesuai dengan Gambar 3.7, dan analog dengan fungsi keadaan dasar helium dalam
persamaan (3.40), fungsi keadaan dasar litium adalah
78
0 (1,2,3)
1
1s (1) 1s (2) 2 s (3) 2 s (1)1s (2)1s (3) (1) (2) (3)
6
1s (1) 2 s (2)1s (3) 1s (1)1s (2) 2 s (3) (1) (2) (3) (3.46b)
2 s (1)1s (2)1s (3) 1s (1) 2 s (2)1s (3) (1) (2) (3)
E0 E ( 0) E (1) (3.47)
dengan
E (0) 0* ( Hˆ 1c Hˆ 2c Hˆ 33 )0 dV
(3.48)
dan
E (1) 0*Vee 0 dV (3.49)
Hˆ
*
0
c
1 0 dv
1
1s (1) 1s (2) 2 s (3) 2 s (1)1s (2)1s (3)* Hˆ 1
6
1s (1) 1s (2) 2 s (3) 2 s (1)1s (2)1s (3)dV
1
1s (1) 2 s (2)1s (3) 1s (1)1s (2) 2 s (3) Hˆ 1
*
6
1s (1) 2 s (2)1s (3) 1s (1)1s (2) 2 s (3)dV
2 s (1)1s (2)1s (3) 1s (1) 2 s (2)1s (3) Hˆ 1
1 *
6
2 s (1)1s (2)1s (3) 1s (1) 2 s (2)1s (3)dV
1
6
2
1s (1) Hˆ 1 1s (1)dv1 2 s (1) Hˆ 1 2 s (1)dV1 1s (1) Hˆ 1 1s (1)dV1
6
1
2 s (1) Hˆ 1 2 s (1)dV1 1s (1) Hˆ 1 1s (1)dV1
6
atau
4 2
Hˆ 0 dV 1s (1) Hˆ 1 1s (1)dV1 2 s (1) Hˆ 1 2 s (1)dV1
* c
0 1
6 6
4 2
Hˆ 1s (2) Hˆ 21s (2)dV2 2 s (2) Hˆ 2 2 s (2)dV2
0 dV
* c
0 2
6 6
4 2
0 Hˆ 3 0 dV 6 1s (3) Hˆ 31s (3)dV3 6 2s (3) Hˆ 3 2s (3)dV3
* c
Karena
79
3e 2
1s (1) Hˆ 1 1s (1)dV1 1s (2) Hˆ 21s (2)dV2 1s (3) Hˆ 31s (3)dV3 8 0 a0
3e 2
2s (1) Hˆ 1 2s (1)dV1 2s (2) Hˆ 2 2s (2)dV2 2s (3) Hˆ 3 2s (3)dV3 32 0 a0
maka energi yang belum dikoreksi adalah
32 e 2 32 e 2 9 32 e 2
E ( 0) 2 275,5eV (3.50)
8 0 0
a 32 a
0 0 4 8 a
0 0
Suku ke-4 dari persamaan (3.44) memberikan koreksi order-1 yang penyelesaiannya
sebagai berikut.
e2 1 1 1
E (1) 0* 0 dV 0* 0 dV 0* 0 dV
4 0 r12 r13 r23
1
0 dV
*
0
r12
1
6
1s (1) 1s (2) 2 s (3) 2 s (1)1s (2)1s (3)
* 1
r12
1s (1) 1s (2) 2 s (3) 2 s (1)1s (2)1s (3)dV
1s (1) 2 s (2)1s (3) 1s (1)1s (2) 2 s (3) 1s (1) 2 s (2)1s (3) 1s (1)1s (2) 2 s (3)dV
* 1
r12
2 s (1)1s (2)1s (3) 1s (1) 2 s (2)1s (3) 2 s (1)1s (2)1s (3) 1s (1) 2 s (2)1s (3)dV
* 1
r12
1 1 1
1s (1)1s (2) 1s (1)1s (2) dV1dV2 2 s (1)1s (2) 2 s (1)1s (2)dV1dV2
6 r12 r12
1 1
1s (1) 2 s (2) 1s (1) 2 s (2) dV1dV2 1s (1)1s (2) 1s (1)1s (2)dV1dV2
r12 r12
1 1
2 s (1)1s (2) 2 s (1)1s (2) dV1dV2 1s (1) 2 s (2) 1s (1) 2 s (2)dV1dV2
r12 r12
1 1
2 s (1)1s (2) 1s (1) 2 s (2)dV1dV2 1s (1) 2 s (2) 1s (2) 2 s (1)dV1dV2
r12 r12
Mengingat pengertian potensial Coulomb dan potensial tukar maka
e2 1 4 2 2
4 0 0*
r12
0 dV J 1s 2 s J 1s1s K1s1s
6 6 6
80
e2 1 4 2 2
4 0 0* 0 dv J 1s 2 s J 1s1s K1s1s
r13 6 6 6
e2 1 4 2 2
4 0 0*
r23
0 dv J 1s 2 s J 1s1s K1s1s
6 6 6
Perhitungan dengan cara yang sama dengan persamaan (3.6) akan menghasilkan
5 3e 2 17 3e 2 16 3e 2
J 1s 2 s ; J 1s1s ; K1s 2 s
8 4 0 a0 81 4 0 a0 729 4 0 a0
sehingga
5965 3e 2
E (1) 83,5 eV. (3.52)
972 4 0 a0
Hˆ dV
*
0 0
E0 (3.54)
dV
*
0 0
81
e2
Hˆ ( ) Hˆ c ( )
( ) 4 o r
(3.55a)
di mana
2 2 Ze 2
Hˆ c ( ) (3.55b)
2m 4 o r
Suku kedua sebelah kanan dalam persamaan (3.55a) adalah jumlah potensial yang
berasal dari elektron-elektron lain. Dengan demikian maka Hamiltonian total bagi
seluruh elektron adalah:
e 2
Hˆ Hˆ c ( ) 1 2 (3.56)
( ) 4 o r
Faktor ½ diperlukan untuk mencegah penghitungan dua kali pada setiap pasangan μν.
Untuk mengatasi kehadiran potensial repulsif antar elektron dalam persamaan (3.56)
diperlukan cara untuk menetapkan fungsi gelombang bagi sistem banyak-elektron
tersebut. Oleh sebab itu, potensial antar elektron-elektron untuk saat ini dapat dipandang
sebagai gangguan. Dengan demikian maka Hˆ c ( ) merupakan Hamiltonian elektron-
tunggal. Misalkanlah j (1) adalah spin-orbital elektron ke-j yang diduduki oleh elektron
ke-1. Suatu spin-orbital adalah produk dari orbital atom j dan fungsi spin dari elektron
( atau ) yang menempati orbital atom itu, misalnya j (1) j (1) (1) . Spin-orbital ini
adalah fungsi eigen dari Hamiltonian elektron-tunggal ke-1, Hˆ c (1) , dengan energi eigen
Ej:
Hˆ c (1) j (1) E j j (1) (3.57)
82
Hˆ Hˆ 1 Hˆ 2 Hˆ 3 ...... Hˆ N 1 (1) 2 (2) 3 (3). ........ . N ( N )
adalah juga fungsi gelombang bagi sistem tersebut Jadi, ada banyak fungsi gelombang
yang dapat dibangun melalui perkalian dengan penempatan elektron yang berbeda-beda,
yakni dengan mempermutasikan elektron-elektron. Karena ada N buah elektron dengan N
buah spin-orbital, maka ada N! buah fungsi gelombang yang dapat dibentuk.
Telah dikemukakan dalam paragraf 3.1, fungsi gelombang lengkap untuk atom
banyak elektron harus antisimetrik terhadap pertukaran elektron, sehingga dapat
diungkapkan dalam bentuk determinan dari spin-orbit-spin-orbit yang ditempati elektron-
elektron. Untuk sistem N-elektron, fungsi gelombang lengkap itu adalah:
83
j ( ) j ( ) ( ) atau j ( ) j ( ) ( ) maka persamaan (3.54a), unuk N
genapsecara lengkap diungkapkan sebagai berikut:
e2 1
Vs ( )
4 o s* ( ) s ( ) d
r
(3.60)
Dengan demikian maka Hamiltonian elektron tunggal dalam persamaan (3.50a) dapat
dinyatakan sebagai Hamiltonian efektif elektron-tunggal ; untuk elektron ke-μ
Hamiltonian efektif itu adalah:
Fˆ ( ) Hˆ c ( ) [2 Jˆ s ( ) Kˆ s ( )] (3.61)
s
Di sini Ĥ c disebut Hamitonian teras dari elektron ke-μ. Selanjutnya dipenuhi persamaan
Schrödinger:
Fˆ ( ) s ( ) Es s ( ) (3.62)
di mana Esadalah energi dari spin-orbital ke-s, yakni s. Orbital-orbital atom {s} untuk
atom dengan banyak elektron tak sama dengan orbital atom hidrogen. Menurut
Roothaan, suatu orbital atom dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari fungsi-fungsi
basis {i}
s c si i (3.63)
i
Fungsi basis i yang sering dipakai adalah orbital jenis Slater (Slater-type orbital, STO)
yang rumusannya seperti:
84
(2 ) n1/ 2 n1 r
( , n, , m ) r e Ym ( , ) (3.64a)
(2n)!
Z eff
(3.64b)
neff
di mana Zeff adalah harga efektif nomor atom Z dan neff adalah harga efektif bilangan
kuantum utama. Harga-harga Zeff dari beberapa atom dalam keadaan dasar adalah seperti
Table 3.1 di bawah ini;Clementi et al. (1963).
85
Dengan persamaaan (3.63) di atas, maka operasi integral Coulomb dan integral
tukar pada fungsi-fungsi STO adalah sebagai berikut.
* e2
ˆ
J s ( ) j ( ) s ( ) s ( ) dV j ( )
4 o r
(3.65a)
e2
csk *
csl k* ( ) l ( ) dV j ( )
k l 4 o r
* e2
ˆ
K s ( ) j ( ) s ( ) j ( ) dV s ( )
4 o r
(3.65b)
* e2
csk csl k ( )
*
j ( ) dV l ( )
k l 4 o r
F
j
ij ES ij c j 0 (3.66)
di mana
Fij H ijc 2c sk* c sl (ij kl) 12 (il kj)
s k l
(3.67a)
H ijc Pkl (ij kl) 12 (il kj)
k l
dengan
H ijc i* ( )H c ( ) j ( ) dV
e2 1
(ij kl) i ( ) k ( ) r l ( ) j ( ) dV dV
* *
(3.67b)
4 0
Pkl 2c sk
*
c sl
s
86
F11 ES 11 F12 ES 12 ............F1N ES 1N
F21 ES 21 H 22 ES 22 ........... F2 N ES 2 N
0 (3.68b)
....................................................................
....................................................................
Dari determinan itu diperoleh harga-harga energi spin-orbital {Es}; substitusi setiap
energi orbital Es ke dalam persamaan (3.67) akan menghasilkan koefisien-
koefisien{csj}bagi spin-orbital tersebut (lihat persamaan (3.63a)). Orbital seperti dalam
persamaan (3.63a) harus dinormalisasisehingga berlaku
c
ij
si sjc S ij 1 (3.69)
Sebelum dapat menyelesaikan persamaan sekuler di atas terlebih dahulu kita harus
menghitung seluruh Fij; tetapi seperti terlihat dalam persamaan (3.65a) diperlukan
koefisien-koefisien {csk}. Untuk itu harus disediakan harga awal bagi koefifien-koefisien
tersebut, dan selanjutnya perhitungan dilakukan dengan cara iterasi sehingga diperoleh
koefisien-koefisien yang tidak berubah lagi (konvergen). Inilah yang dimaksud dengan
penyelesaian dengan cara self-consistent field (SCF)
Dalam persamaan (3.66b) Pkl adalah elemen matriks kerapatan elektron. Untuk
atom dengan sel-tertutup, kerapatan probabilitas elektron adalah
N /2 N /2
2 s* s 2 csk* csl k* l Pkl k* l (3.70)
s 1 s k l k l
87
buah elemen dalam tabel periodik telah dilakukan oleh Clementi et al. (1974)Diagram alir
SCF atom diperlihatkan dalam Gambar 3.8.
Energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari orbital r dengan asumsi
bahwa electron-elektron yang lain tidak terganggu, adalah energy electron tunggal Er.
Energi bisa dinyatakan sebagai energi ionisasi elektron dari orbital itu. Inilah yang
dikenal sebagai teorema Koopman.
Start
N, {i}, {Sij},
{H ijc } , {(ijkl)}, {ci}
{Pij( 0) }
iter=iter+1
iter
Diagonalisasi
{Er },{cri }
{Pij }
tidak
( 0)
{Pij }?{P } ij
ya
E0
Stop
88
Contoh 3.5 Keadaan Dasar Atom Helium dengan Metoda SCF
Perhitungan SCF untuk atom helium pada keadaan dasar dilakukan sebagai berikut; lihat
Levine (1991).Dengan menggunakan fungsi basis STO 1s (n=1, l=0, ml=0):
1 1.45, 2 2.91 maka
3/ 2 3/ 2
1r / ao
1 2 1 e Y0,0 ; 2 2 2 e 2r / ao Y0,0
ao ao
S11 1 1dV 1; S 22 2 2 dv 1;
3/ 2 3/ 2
2 8 13 / 2 23 / 2
S12 S 21 1 2 dV 4 1 e 1 2 o r dr
( ) r / a 2
0,837
ao ao 0 1 2
3
2 2 e
2
2
Hˆ c ( )
2m 4 o r 4 o r
sehingga diperoleh
ˆ
2 2 1 e2
H 1 H 1dV 1
c c
1
2 dV
1dV 1 1
4 o r 4 o r
11 1
0 2m 0
12 e 2 e2
1 2 1 50,3095 eV
8 o ao 4 o ao
c ˆ c
2 2 2 e2
H 2 H 2 dV 2
2
2 dV
2 dV 2 2
22
4 o r 4 o r
2
0 2m 0
22 e 2 e2
2 2 2 43,1582 eV
8 o ao 4 o ao
H12c H 21
c
2 2 2 e2
1 Hˆ c 2 dV 1 1
2 dV
2 dV 1 2
4 o r 4 o r
2
0 2m 0
22 e 2 4 2 2 13 / 2 23 / 2 e 2
S12 51,2293 eV
8 o ao 1 2 3 4 o ao
Selanjutnya, dengan cara perhitungan interaksi antar elektron yang telah diperlihatkan
dalam atom helium dengan menggunakan orbital Slater, dapat diperoleh:
5 1e 2
1111 (1) (2) e2
1 (1) 1 (2)dV1dV2 24,6595 eV
4 o r12 8 4 o ao
1 1
0
2e2
22 22 5 49,4932 eV
8 4 o ao
89
20 13 23
1212 21 21 12 21 2112 e2
25,9494 eV
1 2 5 4 o ao
1112 11 21 1211 2111
16 19 / 2 23 / 2 12 1 8 2 9 1 2 e 2
24,5806 eV
3 1 2 4 1 2 2
2 12 4 o ao
12 22 2212 21 22 22 21
16 29 / 2 13 / 2 12 2 8 1 9 2 1 e 2
35,3212 eV
3 2 1 4 1 2 2
2 22 4 o ao
Iterasi pertama dilakukan dengan harga-harga Pij( 0) untuk menghitung Hcij dan ij kl
sehingga harga-harga Fijsebagai berikut.
F11 H 11c 1 2 P11( 0) 1111 P12( 0) 1112 P22( 0) 11 22 1 2 12 21
50,3095 1 2 0,9583 24,6595 0,4791 24,5806
0,2396 49,4932 1 2 25,9494
22,1234 eV
F12 F21 H12
c
12 P11(0) 1211 12 P12( 0) 32 1212 12 11 22 12 P22( 0) 12 22
F12 51,229 1 2 0,9583 24,5806
1 2 0,4791 32 25,9494 12 32,1809 1 2 0,2396 25,9494
24,2731 eV
F22 H 22
c
P11( 0) 22 11 1 2 2112 P12( 0) 2212 1 2 P22( 0) 22 22
43,1582 0,958332,1809 1 2 25,9494 0,4791 35,3212
1 2 0,2396 49,4932
1,9048 eV
Jadi determinan sekulernya adalah
22,1234 E 24,2731 0,8366 E
0
24,2731 0,8366 E 1,9048 E
90
Dari determinan itu selanjutnya diperoleh
Determinan sekulernya
23,9466 E 25,5792 0,8366 E
0
25,5792 0,8366 E 3,3906 E
Terlihat, masih ada perbedaan dengan Pij(1) sebelumnya sehingga perlu iterasi ketiga untuk
menghitung Fijlagi dengan menggunakan Pij( 2) di atas, dan hasilnya
91
Koefisien-koefisien ini memberikan
Hasil ini sudah sama dengan Pij( 2) sehingga perhitungan selesai (self consistent field). Jadi,
dengan menggunakan koefisien-koefisien {cij} terakhir diperoleh orbital atom
E0 E1 1 2 P11H11c 2 P12 H12c P22 H 22
c
24,9696 1 2 1,418 (50,3095) 2 0,308 (51,2293)
0,067 (43,1582) 77,85 eV
Jika dibandindingkan dengan hasil perhitungan pada paragraf3.1 yang menggunakan
metoda variasi dengan orbital atom hidrogen, metoda SCF ini memberi hasil sedikit lebih
baik. Program SCF untuk atom He dapat dilihat dalam Apendiks 6.1.
r1 / a0 r2 / a0
0 Ne e (1 br12 ) (3.74)
di mana N adalah faktor normalisasi, dan b adalah dua parameter yangakan divariasi.
Minimalisasi terhadap dan b menghasilkan energi minimum -78,7 eV dengan = 1,849
92
dan b=0,346/a0. Energi hasil perhitungan ini hanya 0,3 eV di atas eksperimen;Levine
(1991).Masalah dengan cara Hyleraas adalah bahwa perhitungannya sangat sulit
dilakukan jika jumlah elektron cukup besar.
Cara kedua adalah interaksi konfigurasi (configuration interaction, CI). Dalam
cara ini, fungsi gelombang dinyatakan sebagai superposisi dari fungsi-fungsi konfigurasi
keadaan dasar dan tereksitasi. Jika {i} adalah fungsi-fungsi konfigurasi yang diperoleh
dengan cara SCF, maka fungsi gelombang keadaan dasar adalah
0 Ci i (3.75)
H
i
ij ES ij Ci 0 (3.76a)
dengan
H ij i* Hˆ j dV (3.76b)
dan
S ij i* j dV (3.76c)
Contoh 3.6 Interaksi konfigurasi untuk memperoleh keadaan dasar atom helium
Sudah dilakukan perhitungan SCF yang hasilnya seperti dalam Contoh 3.5:
Dua konfigurasi hasil SCF dipakai sebagai basis dalam perhitungan interaksi konfigurasi.
Yang pertama, kedua elektron di 1 maka fungsi konfigurasinya adalah
1
1 1 (1)1 (2)[ (1) (2) (1) (2)]
2
dan yang kedua, kedua elektron di 2 maka fungsi konfigurasinya adalah
1
2 2 (1) 2 (2)[ (1) (2) (1) (2)]
2
Persamaan sekuler adalah
H 11 ES 11 H 12 ES 12 C1
0
H 21 ES 21 H 22 ES 22 C 2
93
e2 1
(1) 2* (2) 1 (1)1 (2)dV1dV2
*
4 0 r12
2
r12
c 2 (1) 2 (2)
e2 1
H 21 2
1 (1) 1 (2) c12c22 1 (1) 2 (2) c12c22 2 (1) 1 (2) c22
2
4 0
12
r12
c 2
11 1 (1) 1 (2) c11c211 (1) 2 (2) c11c21 2 (1) 1 (2) c21
2
2 (1) 2 (2)dV1 dV2
7,86 eV H 12
e2
H 22 Hˆ 2 d 2* (1) 2* (2)[ H c (1) H c (2)
*
] 2 (1) 2 (2)dV1 dV2
4 0 r12
2
e2 1
(1) H (1) 2 (1)dV1 (2) H (2) 2 (2)dV2
* c *
c
2* (1) 2* (2) 2 (1) 2 (2)dV1 dV2
4 0
2 2
r12
(1) H c (1) 2 (1)dv1 c122 1 (1) H c (1) 1 (1)dv1 2c12c 22 1 (1) H c (1) 2 (1)dv1
*
2
94
77,85 E 7,861 C1
0
7,861 87,5 E C 2
Determinan=0,
77,85 E 7,861
0
7,861 87,58 E
sehingga diperoleh
Terlihat bahwa interaksi konfigurasi dapat memperbaiki energi keadaan dasar dari -77,85
eV menjadi -78,44 eV (harga eksperimen -79eV) .
95
setiap orbital (nℓ) di dalam sel disebut sub-sel. Jumlah maksimum elektron dari sel-sel
berurutan yang terisi penuh adalah 2, 10, 18, 36, 54, 86 dan seterusnya. Atom-atom
dengan jumlah elektron maksimum seperti He, Ne, Ar, Kr, Xe dan Rd disebut gas mulia
(inert gas).
Ketika mengisi orbital p harus diingat bahwa orbital ini terdiri dari tiga sub-sel px,
py dan pz, yang masing-masing dapat mengakomodasikan 2 elektron.Dalam
pengisiannyaharus sebanyak mungkin elektron dengan spin-spin paralel. Jadi, pada atom
C kedua spin elektronitu paralel, pada atom N ada tiga spin parallel, pada O dua spin
parallel dan yang dua lagi anti-paralel. Dalam Tabel 3.2diperlihatkan penempatan
elektron-elektron sehubungan dengan spinnya.
7p 6
6d 10
5f 14 32 118(?)
7s 2
6p 6
5d 10 32
4f 14 86(Ra)
6s 2
5p 6
4d 10
18 54 (Xe)
5s 2
4p 6
3d 10
4s 2 18 36(Kr)
3p 6 8
3s 2 18(Ar)
2p 6 8 10 (Ne)
2s 2
1s 2 2 2(He)
Tabel 3.2 Struktur elektronik dan konfigurasi keadaan dasar beberapa atom.
n=1 n=2
Atom 1s 2s 2px 2py 2pz Konfigurasi Term
2
H 1s S1/2
He 1s2 1
S0
Li 1s22s 2
S1/2
Be 1s22s2 1
S0
B 1s22s22p 2
P1/2
C 1s22s22p2 3
P0
N 1s22s22p3 4
S
O 1s22s22p4 3
P2
F 1s22s22p5 2
P3/2
Ne 1s22s22p6 1
S
Keadaan yang sama terjadi pada orbital d yang terdiri dari lima sub-sel. Hal ini sesuai
dengan aturan Hund: resultan spin dari keadaan dasar atom-atom yang masih sesuai
dengan prinsip eklusif Pauli memiliki harga terbesar.
Tingkat-tingkat energi terkait dengan orbital-orbital suatu atom besar cenderung
mengikuti urutan dalam Gambar 3.10. Terlihat bahwa setelah n=2 tingkat-tingkat energi
96
itu beroverlap, energi orbital 4s sedikit lebih rendah dari pada 3d dan orbital 5s lebih
rendah dari pada 4d, 6s lebih rendah 4f dan seterusnya.
4f
5p
4d 5s
4p
3d
4s
3p
3s
2p
2s (a)
1s
1 2 3 4 5 6 7 8
s s s s s s s s
p p p p p p p
d d d d d d
f f f f
(b)
(b)
Gambar 3.10 (a) Tingkat-tingkat energi orbital-orbital atom berat, (b) urutan pengisian
elektron-elektron.
Term dalam tabel konfigurasi secara umum dapat dituliskan seperti2S+1LJdi mana
L menyatakan total bilangan kuantum orbital dengan simbol sebagai berikut.
L Simbol
0 S
1 P
2 D
3 F
Jmenyatakan bilangan kuantum totalJ=L+S, dan 2S+1 menyatakan multiplisitas spin.
Dalam Tabel 3.2 atom H memiliki hanya satu elektron di orbital 1ssehingga
konfigurasinya 1s1, L=0 maka simbolnya S, spin S=½ maka 2S+1=2, dan J=L+S=½;
maka term untuk atom H adalah 2S1/2. Dalam atom He, ada dua elektron dengan spin
antiparalel di orbital 1ssehingga konfigurasinya 1s2, L=0 maka simbolnya S, S=0
sehingga 2S+1=1, J=0, makaterm keadaan dasar He adalah1S0. Dalam atom Li ada tiga
elektron, dua di orbital 1s dengan spin antiparalel dan satu lagi di orbital 2s,
konfigurasinya 1s22s1; L=0 maka simbolnya S, S=1/2 maka 2S+1=2, dan J=1/2 sehingga
termkeadaan dasar Li adalah2S1/2. Atom B mempunyai 5 elektron, dengan konfigurasi
1s22s22p.: L=1, S=1/2, J=1/2, 3/2 dan term keadaan dasarnya 2P1/2.
Teori tentang struktur atom yang memiliki sel-sel lengkap ditambah dengan satu
atau dua elektron terluar, relatif sederhana. Elektron-elektron pada sel penuh disebut
teras dan sisanya disebut elektron-elektron valensi. Contohnya atom C yang konfigurasi
keadaan dasarnya 1s22s22p2. Terasnya adalah 1s2 (sama dengan He) sedangkan elektron-
elektron 2s22p2 adalah elektron valensi. Itu sebabnya konfigurasi itu dituliskan
[He]2s22p2. Perlu disadari bahwa jika berikatan dengan atom lain, sebuah elektron
97
promosi dari 2s ke 2p sehingga terjadi pembentukan orbital atom baru yang disebut
hibrida (h). Dalam sp1 misalnya hibrida-hibrida h1 dan h2 dibentuk olehkombinasi 2s dan
2px dalam sp2 hibrida-hibrida h1, h2 dan h3 dibentuk olehkombinasi 2s, 2px dan 2py.
Energi ikat elektron-elektron teras jauh lebih besar dari pada elektron valensi, dan
itu meningkat cepat dengan semakin besarnya nomor atom. Karena ikatan yang kuat itu,
elektron-elektron teras suatu atom secara praktis tidak terganggu dalam banyak proses
kimiawi. Dalam berbagai sifat kimia seperti ikatan antar atom dalam molekul dan reaksi
kimia, peran elektron-valensi sangat dominan. Suatu sel yang terisi penuh memiliki L=0
dan S=0. Artinya, momentum sudut dan spin suatu atom ditentukan oleh elektron-
elektron-valensinya saja. Misalnya, atom dengan satu elektron-valensi memiliki S=½ dan
semua tingkat energi di mana hanya elektron-valensi itu saja yang tereksitasi adalah
doblet (2S+1=2). Untuk atom-atom ini L=ℓ yakni bilangan kuantum orbital dari elektron-
valensi itu sendiri.
Rumusan yang dapat mem-fit tingkat-tingkat energi elektron-valensi adalah:
2
Z eff
E n Rhc Rhc n2 (3.77)
n
eff
di mana R adalah konstanta Rydberg dan n adalah eksponen orbital seperti dalam
persamaan (3.63c).Dalam persamaan (3.77), berlaku Zeff=Z- di mana adalah konstanta
skrining, dan neff=n- di mana adalah cacat kuantum yang nilainya bergantung pada
harga-harga n dan l dari elektron valensi. Untuk litium dan natrium nilaiadalah
s p d
Li (Z=3) 0,4 0,04 0
Na(Z=11) 1,37 0.88 0.01
Nilai bisa ditentukan sebagai bikut: Tetapkan kulit (n) di mana elektron yang akan
ditentukan konstanta -nya berada. Konstanta untuk elektron itumerupakan jumlah
kontribusi-kontribusi berikut ini: (i) semua elektron lain pada kulit yang sama
menimbulkan faktor skrining 0,35; (ii) elektron di kulit (n-1) menimbulkan faktor 0,85
dan elektron di kulit (n-2) menimbulkan faktor 1.; (iii) jika elektron di orbital d atau f
faktor 1 diberikan oleh semua elektron yang berada di bawahnya.
98
jari-jarinya lebih besar daripada d. Peningkatan nomor atom (Z) diiringi oleh penambahan
elektron pada sub-sel d; efeknya pada elektron di s sangat kecil. Karena kecilnya
perubahan jari-jari dan energi ionisasinya maka sifat kimia atom-atom logam transisi
tidak banyak berbeda satu-sama lain. Konduktivitas listrik atom-atom ini menurun dari Sc
ke Mn dan selanjutnya meningkat hingga Cu; meningkat dari Y hingga Ag, meningkat
dari Lu hingga Au. Suseptibilitas magnetnya boleh dikatakan sama, karena besarnya
momentum sudut yang dimiliki elektron-elektron d, dan besarnya jumlah elektron-d yang
dapat saling menggandengkan momen magnet spinnya. Fe, Ni dan Co bersifat feromagnet
sedangkan Cu dan Zn bersifat diamagnet dan atom-atom lainnya bersifat paramagnet.
Atom-atom yang pengisian sub-sel 4f-nya setelah sub-sel 6s disebut logam tanah-
langka (rare earth). Sifatnya mirip dengan logam transisi. Karena banyaknya jumlah
elektron di sub-sel 4f dan karena banyaknya jumlah elektron yang dapat menyearahkan
momen magnet spin mereka, maka suseptibilitas paramagnet atom-atom ini lebih besar
daripada logam transisi. Demikian pula sifat feromagnetnya, lebih besar daripada Fe.
Untuk jelasnya lihat Alonso et al. (1979),
Total momentum sudut suatu atom dapat menentukan sifat-sifat magnetik atom
dan probabilitas transisi dalam proses radiasi. Pada suatu atom yang terisolasi, total
momentum sudutnya selalu konstan; dengan menyatakan J sebagai bilangan kuantum
2
maka harga eigen dari Ĵ dan Ĵ z adalah:
Untuk setiap konfigurasi elektron dari suatu atom, ada beberapa harga yang mungkin dari
J, masing-masing dengan energi yang berbeda. Masalahnya adalah bagaimana
menentukan harga-harga J yang dimungkinkan untuk setiap konfigurasi dan fungsi-fungsi
gelombang bersangkutan.
Suatu metoda yang dapat dipakai untuk menentukan harga-harga J adalah metoda
L-S coupling atau disebut juga Russel-Saunders coupling. Dengan memandang elektron-
elektron bebas satu sama lain, fungsi gelombang seperti dalam persamaan (3.59b) di
mana setiap keadaan dinyatakan dengan bilangan-bilangan kuantum secara lengkap, maka
total momentum sudut adalah L Li dan Lz Lzi . Jika L dan ML adalah bilangan
i i
kuantum, maka berlaku
dengan mS msi . Jika L dan S diketahui, total momentum sudut untuk konfigurasi
i
ditetapkan dengan J L S . Harga-harga yang mungkin dari bilangan kuantum J
adalah:
J L S , L S 1, .............., L S . (3.81)
99
Keadaan suatu atom ditetapkan dengan ketiga bilangan kuantum L, S, dan J.
Keadaan-keadaan suatu konfigurasi dengan L dan S yang sama dinyatakan dengan suatu
term atau simbol. Setiap term dari suatu konfigurasi memiliki energi yang berbeda.
Energi setiap term bergantung pada harga L. Setiap harga L berkaitan dengan orientasi
relatif yang berbeda dari momentum-momentum sudut elektron-elektron, dan oleh sebab
itu berkaitan dengan orientasi relatif yang berbeda dari gerakan-gerakannya. Hal ini
menyebabkan interaksi Coulomb yang berbeda dan menyebabkan harga energi atom yang
berbeda. Keadaan-keadaan suatu term dengan L dan S yang sama tetapi berbeda harga J
secara praktis memiliki energi yang sama dan menimbulkan suatu multiplet. Pecahnya
suatu term L-S sesuai dengan harga-harga J merupakan efek interaksi spin-orbit. Karena
S<L, maka ada (2S+1) buah harga-harga J yang berbeda; inilah yang disebut multiplisitas.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, suatu term ditandai dengan simbol 2S+1LJ di
mana L menyatakan total bilangan kuantum orbital, J menyatakan bilangan kuantum
2 S 1
total J=L+S, dan 2S+1 menyatakan multiplisitas. Penulisannya adalah LJ di mana
simbol untuk L=0 adalah S, L=1 adalah P dan L=2 adalah D. Sebagai contoh, konfigurasi
ns2 hanya memberikan term singlet 1S0 seperti pada helium, di mana L=0, S=0 dan J=0.
Untuk konfigurasi np2 term yang mungkin adalah L=0, S=0, J=0 atau 1S0, L=2, S=0, J=2
atau 1D2 dan L=1, S=1, dan J=2 atau 3P2.
Susunan term-term dalam suatu konfigurasi elektron-elektron yang sama, dapat
dilakukan dengan mengikuti aturan empiris Hund:
(i) dari semua term yang mungkin, term dengan multiplisitas terbesar (S paling besar)
memiliki energi paling rendah; dari semua term dengan multiplisitas yang sama, yang
paling besar harga L-nya memiliki energi terendah.
(ii) susunan tingkat-tingkat multiplisitas dari setiap term akan normal (J paling kecil
berenergi paling rendah) bilamana sub-sel kurang dari setengah. Susunan jadi terbalik
jika sub-sel lebih dari setengah.
Dalam Gambar 3.10 diperlihatkan urutan tingkat-tingkat energi dalam konfigurasi np2
mulai dari yang paling rendah: 3P, 1D dan 1S yang pecah karena pengaruh
Coulombterhadap momentum sudut total L seperti telah dikemukakan di atas. Karena
adanya interaksi spin-orbit maka 3P yang triplet (S=1) akan pecah tiga, masing-masing
dengan J=0, 1, dan 2. Terakhir diperlihatkan juga bahwa interaksi dengan medan magnet
(efek Zeeman) memecah setiap term berdasarkan harga J-nya dengan jumlah pecahan
(2J+1);Alonso et al. (1979).
Interaksi Interaksi Interaksi
Coulomb spin-orbit Zeeman
1
S 1So
np2 1
D2
1
D 3
P2
3
P1
3
P 3
P0
100
L 1, S 0
J 0, 1; ( tidak 0 0) (3.82)
M J 0, 1.
101
Soal-soal
3.1 Konfigurasi elektron suatu atom adalah 4s4p3d; dengan M L=1 dan MS=3/2
tuliskanlah semua fungsi gelombang yang mungkin dalam bentuk determinan Slater
3.2 Tentukanlah term untuk konfigurasi elektron di bawah ini, dan tunjukkanlah dalam
setiap kasus term yang mana bernergi paling rendah.
(i) ns, (ii) np3, (iii) (np2)(n’s), (iv) (nd2)(n’p).
3.5 Transisi elektron dalam atom Na dari orbital 3p ke orbital 3s menghasilkan garis
dengan panjang gelombang 589 nm. Hitunglah panjang gelombangnya . Hitung juga
untuk transisi dari 2p ke 2s.
3.6 Spektrum suatu ion berelektron-tunggal dari sebuah elemen menunjukkan orbital-
orbital ns berenergi 0, 2057972 cm-1, 2439156 cm-1dan 2572563 cm-1.untuk n=1, 2,
3, 4. Tentukan elemen itu serta ramalkan energi ionisasi ion itu.
3.7 Berdasarkan persamaan (3.77) tentukanlah energi keadaan dasar dan keadaan
eksitasi pertama dari elektron valensi dalam atom Li dan Na.
3.8 Beberapa garis K dari berbagai atom yang telah pernah diukur adalah: magnesium:
9,87 Å; sulfur: 5,36 Å, kalsium: 3,35 Å; chromium: 2,29 Å; cobalt: 1,79 Å;
tembaga: 1,54 Å; rubidium: 0,93 Å; dan tungsten: 0,21 Å. Plot akar frekuensi
terhadap nomor atom. H.G.Mosley menemukan hubungan empiris dalam bentuk
f1/2=A(Z-). Dari gambar hasil plot tersebut taksirlah harga-harga A dan .
3.9 Hitunglah konstanta kopling spin-orbit untuk electron 2p dalam orbital jenis Slater,
dan evaluasi hal itu untuk atom-atom netral dari boron hingga fluor.
3.10 Tuliskan Hamiltonian electron untuk ataom Li (Z=3) dan tunjukkan bahwa jika
potensial elektron-elektron diabaikan maka fungsi gelombangnya bisa dinyatakan
sebagai perkalian dari 1s(1)1s(2)2s(3) dari orbital-orbital hidrogen dan energinya
merupakan perjumlahan energi masing-masing elektron.
3.11 Orbital-orbital jenis Slater dapat dinormalisasi tetapi tidak orthogonal satu sama
lain. Dalam prosedur ortogonalisasi Schmidt suatu orbital 1 bisa dibuat orthogonal
terhadap orbital 2 dengan membentuk '1 1 c 2 dengan c 1* 2 dV .
Buktikan bahwa ’1 dan 2 adalah orthogonal. Lakukanlah prosedur itu untuk
orbital 2s dan 1s dari jenis Slater.
102
BAB 4
SIMETRI MOLEKUL
Simetri molekul adalah konsep yang yang mendasar dalam kimia. Dengan mengetahui
simetri suatu molekul orang dapat meramalkan atau menjelaskan berbagai sifat kimiawi
dari molekul bersangkutan. Untuk mengungkapkan simetri suatu molekul diperlukan
pemahaman tentang teori grup. Bab ini akan diwali dengan teori grup atau biasa disebut
grup simetri.
z y
H H Cl
H
N
C Pusat simetri C
y x Hc
O z C Ha
x
(a) Cl (b) H Hb (c)
Gambar 4.1 Formaldehid (a), trans-dikloroetilen (b) dan NH3 (c).
2. Refleksi melalui bidang. Refleksi dengan bidang vertikal yakni bidang yang sejajar
sumbu rotasi (misalnya bidang-zx dan bidang-zy,) dinyatakan dengan v dan v’ dalam
Gambar 4.1 (a); refleksi dengan bidang horizontal yakni bidang yang tegak lurus
sumbu rotasi dinyatakan dengan h, misalnya bidang-xy dalam Gambar 4.1 (b). Jika
bidang cermin membagi dua sudut antara dua sumbu rotasi C2, refleksi ditandai dengan
d.
3. Rotasi tak sesungguhnya yakni rotasi Cn yang diikuti dengan refleksi h. Rotasi ini
dinyatakan dengan
103
Tabel 4.1. Tabel perkalian grup C2v
h=4 I C2 v v’
I I C2 v v’
C2 C2 I v’ v
v v v’ I C2
v’ v’ v C2 I
Beberapa definisi dasar dan teorema penting dari suatu grup adalah:
1. Order suatu grup, h, menyatakan jumlah elemen dalam grup. Untuk grup C2v dan C2h,
masing-masing h=4 dan untuk C3v, h=6.
2. Perkalian dua elemen dalam grup yang sama, sama dengan suatu elemen dalam grup
itu. Misalnya, A dan B adalah elemen grup, maka jika C=AB maka C juga adalah
elemen grup. Jadi, suatu grup mempunyai tabel perkalian, seperti Tabel 4.1 dan Tabel
4.2. Jika AB BA, maka A dan B disebut tidak komut dan jika AB=BA disebut
komut, misalnya
vC2= C2v
C3vavaC3
ABC=A(BC)=(AB)C.
104
5. Setiap elemen memiliki resiprok yang juga elemen grup. Jika A dan B adalah dua
elemen grup dengan AB=BA=I, maka A adalah resiprok dari B dan sebaliknya
sehingga berlaku A=B-1 dan B=A-1. Contohnya, dalam grup C3v,
6.
C3C32=I,
sehingga
C32= C3-1 dan C3 =(C32 )-1.
7. Dalam suatu grup terdapat beberapa grup-grup kecil yang memenuhi sifat 2-5; grup
kecil itu disebut subgrup. Order subgrup merupakan faktor bulat dari order grup (h);
misalnya grup C2v dengan h=4, mempunyai tiga buah subgrup berorder 2, masing-
masing (I, C2), (I, v) dan (I, v’).
8. Jika A dan X adalah dua elemen grup maka
B=X-1AX (4.1)
adalah juga elemen grup. B disebut hasil transformasi similaritas A dengan X. Jika
X-1X=XX-1=I,
maka
A=XBX-1. (4.2)
vaC3= C3vc=vb;
jadi
vc =C3-1vaC3 dan va= C3vc C3-1;
maka vc adalah hasil transformasi similaritas va dan sebaliknya, dengan C3; jadi
vc dan va berkonjugasi.
Suatu set lengkap elemen-elemen grup yang saling berkonjugasi disebut kelas dari
grup tersebut. Jika XAX-1, XBX-1, dan XCX-1 semuanya menghasilkan A, B, dan C untuk
suatu operasi X, maka A, B, dan C membentuk kelas. Jumlah kelas dalam suatu grup
merupakan faktor bulat dari order grup (h).
Dalam grup C2v, semua elemen grup komut satu sama lain, AX=XA sehingga X-
1
AX=X-1XA=A. Jadi, setiap elemen dalam grup C2v membentuk satu kelas-1, sehingga
jumlah kelas grup ini adalah empat. Dalam grup C3v, I membentuk kelas-1, C3 dan C32
membentuk kelas-2 dan va, vb dan vc membentuk kelas-3; jadi ada tiga buah kelas.
105
z
x y
I v’
C v
z z z z
2 x
x y x y x y y
I z z; C2 z z; v z z; v ' z z (4.4a)
I x x; C2 x x; v x x; v ' x x (4.4b)
I y y; C2 y y; v y y; v ' y y (4.4c)
Selain itu, dapat juga dilakukan operasi simetri terhadap rotasi. Itu dilaksanakan
dengan menggambar lingkaran rotasi, misalnya Rz pada bidang xy seperti dalam Gambar
4.3. Hasilnya adalah:
I Rz Rz ; C 2 Rz Rz ; v Rz Rz ; v ' R z Rz (4.5)
z
Rz
I v’
z z C2 v z z
Rz Rz -Rz -Rz
Gambar 4.3 Operasi simetri elemen-elemen C2v terhadap rotasiRz.
106
x, Ry 1 -1 1 -1 3
y, Rx 1 -1 -1 1 4
A 0 B 0
X 1 AX 1 ; X 1 BX 1 , dan seterusnya. (4.7)
0 A2 0 B2
ci i (4.8)
i
di mana ci adalah bilangan bulat positif termasuk nol.
Jumlah elemen-elemen diagonal suatu matriks (nxn) disebut trace atau karakter
dari matriks itu dan diberi simbol . Karakter itu tidak berubah karena transformasi
similaritas. Oleh sebab itu, matriks-matriks yang menggambarkan operasi-operasi simetri
dari kelas yang sama mempunyai karakter yang sama pula. Misalnya, bilangan-bilangan
107
dalam Tabel 4. 4 merupakan matriks berdimensi-1, dan itu sudah merupakan IR-
IR.Dengan demikian maka tabel karakter grup C2v adalah seperti Tabel 4. 6.
Simbol bagi suatu IR berdimensi-1 adalah A atau B dan yang berdimensi-2 adalah E;IR
yang simetrik terhadap sumbu rotasi (C2) adalah A, dan yang antisimetrik adalah B.
Indeks 1 pada A1 menyatakan simetrik terhadap v dan indeks 2 menyatakan anti-
simetrik. Tabel 4.7 berikut adalah tabel karakter grup C3v.
Tabel 4.7. Tabel karakter grup C3v.
I 2C3 3v
A1 1 1 1 z x2+y2+z2
A2 1 1 -1 Rz -
E 2 -1 0 x, y, x2-y2,xy
Rx, Ry xz, yz
Dalam tabel ini, 2C3 menyatakan C3 dan C32; hal ini bisa serentak dikelompokkan karena
dua operasi simetri dari kelas yang sama. Demikian pula 3v menyatakan va, vb, dan vc
merupakan tiga buah operasi simetri dalam kelas yang sama. E menyatakan IR
berdimensi-2. Jika molekul mempunyai pusat simetri seperti trans-dikloroetilen
dalamGambar 4.1b, indeks g digunakan pada IR jika karakter dari operasi inversi i sama
dengan +1, dan indeks u jika -1. Contohnya adalah tabel karakter C2h dalam Tabel 4.8
dan D2h dalam Tabel 4.9.
108
B3g 1 -1 -1 1 1 -1 -1 1 Rx yz
B3u 1 -1 -1 1 -1 1 1 -1 x -
Seperti terlihat dalam tabel-tabel karakter di atas, hanya ada satu IR yang memiliki +1
untuk setiap operasi simetri. IR itu diberi simbol A (Ag jika ada pusat simetri) dan diberi
indeks seperti A1 atau A1g jika ada beberapa IR A (Ag).
Beberapa teorema penting yang berkaitan dengan IR-IR suatu grup adalah sebagai
berikut:
1. Jumlah IR dalam suatu grup, sama dengan jumlah kelas dalam grup itu.
2. Jumlah kuadrat dimensi IR-IR, {li}, suatu grup sama dengan order grup itu (h):
l i
i
2
h (4.9)
3. Jumlah kuadrat karakter-karakter matriks dalam suatu IR ke-i, yang sesuai dengan
operasi simetri R, sama dengan order grup itu:
2
i ( R) h (4.10)
R
4. Karakter-karakter dari matriks-matriks suatu operasi simetri dalam IR-IR yang berbeda,
ortogonal satu sama lain:
R
i ( R) j ( R) h ij (4.11)
di mana ai adalah bilangan bulat yang menyatakan berapa kali IR ke-i muncul dalam
representasi tereduksi. Koefisien ai itu dapat ditentukan sebagai berikut:
( R)
R
j ( R) ai i ( R) j ( R) ai h ij ai h
i R i
sehingga
1
ai ( R) i ( R)
h R
(4.13)
109
berubah. Jadi, sebelum dan sesudah operasi simetri, konfigurasi partikel tetap saja. Oleh
sebab itu Hamiltonian dan operasi simetri komut satu sama lain:
Hˆ R RHˆ (4.14)
dan berlaku:
Hˆ R RHˆ Ei R (4.15)
Jadi Radalah fungsi eigen bagi Ĥ . Jika adalah fungsi yang dinormalisasi, maka
dariRyang dinormalisasi berlaku:
R 1 (4.16)
Artinya, dengan setiap operasi simetri dari grup terhadap fungsi eigen yang non-
degenerate tersebut diperoleh representasi grup dengan matriks berdimensi-1, yakni 1.
Karena berdimensi-1 maka representasi itu irreducible. Jadi, dengan j(R) adalah karakter
IR ke-j untuk operasi R maka fungsi yang bertransformasi seperti IR ke-j adalah
j j ( R) R (4.17)
R
Fungsi inilah yang disebut sebagai fungsi yang teradaptasi simetri (symmetry adapted
function).
Untuk fungsi-fungsi eigen yang degenerate, persamaan (4.16) tetap berlaku, tetapi
untuk memperoleh n buah fungsi-fungsi degenerate itu, harus dilakukan n kali prosedur
dengan fungsi-fungsi yang berbeda. Tetapi, fungsi-fungsi yang diperoleh pada
umumnya tidak ortogonal satu sama lain, sehingga diperlukan proses ortogonalisasi.
dan
Ri j akiblj k l ckl,ij k l (4.18b)
k,l j, l
Kumpulan fungsi-fungsi {ij} yang disebut perkalian langsung (direct product) dari i
dan j, juga membentuk basis untuk representasi grup tersebut. Koefisien ckl,ij adalah
elemen dari matriks, sebutlah C, yang berorder (mn)(mn).
Karakter dari matriks C itu untuk elemen grup R adalah
C ( R) c jl , jl a jj bll ( R) ( R) (4.19)
j ,l j ,l
Itu berarti bahwa karakter dari representasi hasil perkalian langsung dua kumpulan fungsi,
sama dengan perkalian karakter-karakter dari representasi-representasi yang berbasiskan
kedua kumpulan fungsi itu.
110
Sebagai contoh, perkalian langsung beberapa IR dalam grup C3v adalah sebagai
berikut:
Grup C3v
I 2C3 3v
A1 1 1 1
A2 1 1 -1
E 2 -1 0
H ij i Hˆ j dv (4.20)
Hamiltonian Ĥ dari sistem elektron memiliki reprentasi simetrik penuh dari molekul
(misalnya A1 dalam C2v, dan Ag dalam C2h). Jadi, dari segi simetri persamaan (4.20) harus
memenuhi
( H ) ( 1 )( 2 ) (4.21)
Kedua, dalam persoalan transisi elektron, misalnya dari keadaan dasar o ke suatu
keadaan tereksitasi, misalnya n, peluang bertransisi sebanding dengan kuadrat momen
transisi yang diungkapkan dengan
M 0n 0 ̂ n dV (4.22)
Dalam persamaan ini û adalah operator dipol listrik yang diungkapkan dengan
komponen-komponenya ˆ e( xˆ yˆ zˆ) , sehingga persamaan (4.22) dapat dinyatakan
atas komponen-komponennya secara terpisah:
n e 0 x n dV
M 0(
x)
ˆ
n e 0 y n dV
M 0(
y)
ˆ (4.23)
M 0( n e 0 z
ˆ n dV
z)
Persamaan-persamaan di atas menyatakan bahwa transisi dapat terjadi melalui salah satu
dari ketiga komponen tersebut. Dalam kaitannya dengan gelombang elektromagnet yang
terabsorbsi/teremisi dalam transisi itu, medan listrik dari gelombang tersebut mempunyai
polarisasi yang arahnya sama dengan salah satu dari x, y, atau z. Jadi, jika hanya
M 0( n e 0 z
ˆ n dV 0, maka transisi tersebut terkait dengan medan yang terpolarisasi
z)
dalam arah-z.
Berdasarkan persamaan (4.23) di atas, maka dapat dikatakan bahwa salah satu dari
ketiga transisi tersebut dapat terjadi hanya jika representasi perkalian langsung 0 n
sama dengan representasi dari salah satu komponen x, y atau z; misalnya untuk
komponen-z berlaku:
111
Dalam menetapkan representasi suatu fungsi keadaan, terlebih dahulu harus
diketahui konfigurasi elektron dari keadaan tersebut. Setiap orbital molekul memiliki
representasi sendiri, sehingga representasi suatu keadaan sama dengan representasi
perkalian langsung dari orbital-orbital molekul yang diduduki elektron-elektron
bersangkutan. Jika suatu orbital molekul yang memiliki representasi A1 dalam grup C2v,
maka setiap elektron yang menduduki orbital itu dinyatakan dengan representasi a1; untuk
dua elektron di orbital itu dinyatakan dengan representasi a1 a1 yang hasilnya dapat
dilihat dalam tabel karakter C2v.
Sebagai contoh, andaikan suatu molekul memenuhi grup C2v dengan struktur
elektronik keadaan dasar o dan tereksitasi 1, 2 seperti dalam gambar Gambar.4.7.
a1 5 a1 5 a1 5
b1 4
b1 4 b1 4
b2 3 b2 3 b2 3
b1 2 b1 2 b1 2
a1 1 a1 1 a1 1
0 1 2
Gambar 4.7 Simetri setiap orbital molekul dalam berbagai keadaan.
112
(ii) menentukan IR bagi orbital 2s, 2px, 2py dan 2pz masing-masing atom C dan O.
(iii) penggabungan hasil-hasil tahap (i) dan (ii).
Tahap pertama, gambarkanlah molekul formaldehid H2CO:
H z H
C
y
O
Karakter molekul ini untuk setiap operasi simetri I, C2(z), v(xz), dan v’(yz) adalah:
1s a 1s a 1 0
I I I=2
1sb 1sb 0 1
1s a 1sb 0 1
C 2 C 2 C2 0
1sb 1s a 1 0
1s 1s 0 1
v a b v v 0
1sb 1s a 1 0
1s a 1s a 1 0
v ' v ' v ' 2
1sb 1sb 0 1
Dari hasil di atas diperoleh tabel karakter dari orbital-orbital atom hidrogen adalah:
I C2 v v’
(R) 2 0 0 2
a B 1 4 2 1 0 1 0 1 2 1 0[ a B 1 4 2 1 0 1 0 1 2 1 1
1 2
Jadi, orbital-orbital 1s dari atom-atom hydrogen mempunyai representasi:
1 A1 0 A2 0 B1 1 B2 A1 B2
Artinya, ada sebuah fungsi teradaptasi simetri A1 dan sebuah teradaptasi simetri B2.
Fungsi-fungsi itu ditentukan sebagai berikut.Ambillah orbital 1sa sebagai awal
perhitungan, operasikan elemen-elemen grup C2v pada orbital itu, dan hasilnya adalah:
I C2 v v’
1sa 1sa 1sb 1sb 1sa
113
Sesuai dengan persamaan (4.17), j j ( R) R maka perkalian dengan IR A1
R
menghasilkan fungsi
Tahap kedua adalah menentukan IR bagi orbital-orbital 2s, 2px, 2py dan 2pz dari
atom karbon dan atom oksigen. Untuk orbital 2s dan 2pz berlaku:
I (2 p x ) 2 p x ; C2 (2 p x ) 2 p x ; v (2 p x ) 2 p x ; v ' (2 p x ) 2 p x ;
I (2 p y ) 2 p y ; C2 (2 p y ) 2 p y ; v (2 p y ) 2 p y ; v ' (2 p y ) 2 p y ;
Terlihat bahwa orbital 2px bertransformasi sesuai representasi B1 dan orbital 2py
bertransformasi sesai representasi B2.
Tahap ketiga adalah penggabungan hasil-hasil tahap pertama dan tahap kedua.
Dari seluruh transformasi yang telah dilakukan diperoleh pengelompokan seperti tabel
berikut:
IR Kedua atom H Atom C Atom O
A1 (1sa+1sb)/√2 2s, 2pz 2s, 2pz
B1 - 2px 2px
B2 (1sa-1sb)/√2 2py 2py
114
1
B2 : 3 c13 (1sa 1sb ) c23 (2 p yC ) c33 (2 p yO )
2
Orbital 1 yang bersimetri A1 adalah orbital bonding-, orbital 2 adalah orbital bonding-
bersimetri B1, sedangkan 3 yang bersimetri B2 adalah orbital nonbonding. Berdasarkan
hasil-hasil di atas, maka orbital anti-bonding-* bersimetri A1, dan orbital anti-bonding-
* bersimetri B1. Penggambaran sekaligus orbital-orbital tersebut diperlihatkan dalam
Gambar 4.8
A1 *(5)
B1 *(4)
* n*
B2 n (3)
B1 (2)
A1 (1)
Sebagaimana telah diketahui, transisi elektron dari satu orbital ke orbital lainnya
dihitung berdasarkan momen transisi, misalnya dari keadaan dasar o ke keadaan terek-
sitasi 24 , yakni (*):
24 0 ˆ 24 dv
Untuk mengetahui apakah transisi itu dapat terjadi atau tidak, maka persamaan di atas
diungkapkan sesuai dengan persamaan (4.24):
(0 ) ( A1 A1 )( B1 B1 )( B2 B2 ) A1 A1 A1 A1
(24 ) ( A1 A1 ) B1 ( B2 B2 ) B1 A1 A1 A1 A1
maka
(ˆ ) A1 A1 A1
Maka, transisi dari 2 ke 4 (*) terjadi hanya jika (ˆ ) A1 ; ini mungkin terjadi
dengan komponen-z saja; lihat Tabel 4.6.
Untuk transisi elektron dari 0ke keadaan tereksitasi 34 (n*), harus
diperiksa representasi 34 yakni
(34 ) ( A1 A1 )( B1 B1 ) B2 B1 A1 A1 A2 A2
sehingga
(ˆ ) A1 A2 A2
115
Transisi ini tidak bisa terjadi karena (ˆ ) A2 tidak memenuhi satupun dari representasi
komponen dipol x, y, atau z; dengan demikian maka transisi n* tidak dapat terjadi.
vb
vc N va
Hc
Ha
Hb
Operasi simetri elemen-elemen grup ini terhadap orbital 1s dari atom-atom H adalah:
1s a 1s a 1 0 0
I 1sb 1sb I 0 1 0 I=3
1s 1s
c c 0 0 1
1s a 1sb 0 1 0
C 3 1sb 1s c C 3 0 0 1 C3 0
1s c 1s a 1 0 0
1s a 1s c 0 0 1
C 32 1sb 1s a C 32 1 0 0 C 2 0
3
c b
1s 1s 0 1 0
1s a 1s a 1 0 0
va 1sb 1sc va 0 0 1 va 1
1s c 1sb 0 1 0
1s a 1s c 0 0 1
vb 1sb 1sb vb 0 1 0 vb 1
1s c 1s a 1 0 0
1s a 1sb 0 1 0
vc 1sb 1s a vc 1 0 0 vc 1
1s c 1sc 0 0 1
I 2C3 v
3 0 1
116
Karakter C3v, seperti dalamTabel 4.7 adalah
I 2C3 3v
A1 1 1 1 z x2+y2+z2
A2 1 1 -1 Rz -
E 2 -1 0 x, y, x2-y2,xy
Rx, Ry xz, yz
aA1 1 3 1 0 1 2 1 1 3 1
6
a A2 1 6 3 1 0 1 2 1 1 3 0
a E 1 6 3 2 0 1 2 0 1 3 1
A1 E
Artinya, ada sebuah orbital teradaptasi simetri A1 dan dua buah teradaptasi simetri E
(karena IR dari E berukuran 2 x 2).
Untuk memperoleh kombinasi linier dari orbital-orbital 1s tersebutoperasikanlah
elemen-elemen grup pada orbital-orbital itu, misalnya
1
E1 [2(1s a ) 1sb 1s c ]
6
117
1
E2 [2(1sb ) 1s a 1s c ]
6
Baris ketiga dalam tabel operasi di atas tidak diperlukan, karena hasilnya akan sama
dengan yang sebelumnya.Kedua fungsi tersebut tidak ortogonal; untuk itu gunakan
ortogonalisasi Schmid, di mana kedua fungsi tersebut dinyatakan sebagai:
E1 dan E 2' E 2 c E1
dengan mana
c E1 E 2 dv 16 (2 2 1) 1
2 .
1
E 2' [ 1sb 1s c ]
2
Selanjutnya operasi elemen-elemen grup terhadap orbital-orbital atom 2s, 2px, 2py
dan 2pz dari atom N, adalah sebagai berikut. Representasi yang sesuai bagi orbital-orbital
2s dan 2pz, adalah A1. Sedangkan orbital 2px dan 2py, karena terletak pada sumbu-x dan –
y representasi bagi keduanya adalah E. Jadi secara keseluruhan dapat ditabelkan sebagai
berikut:
IR Ketiga atom H N
A1 (1sa+1sb+1sc)/3 2s, 2pz
E [2(1sa)-1sb-1sc]/6 2py
(1sb-1sc)/ 2 2px
A1 : 1 c1 [( 1 3 )(1s a 1s b 1s c )] c 2 (2s) c3 (2 p z )
118
Soal-soal
4.1 Tentukanlah semua operasi simetri yang mungkin pada masing-masing molekul (a)
H2S, (b)CHF3, (c)HOCl, (d)CH2F2.
4.5 Tentukanlah represenrasi irredusibel dari orbital-orbital atom s, px, py, pz dalam grup
simetri C2v.
4.6 Molekul H2O (lihat gambar) memenuhi grup C2v dengan sumbu-z sebagai sumbu
rotasi.Pada setiap atom H ada orbital atom 1s, pada atom O ada orbital atom 2s, 2px,
2py dan 2pz. Tentukanlah orbital-orbital molekul H2O.
y
O x
H H
z
a. Apakah IR untuk orbital-orbital atom s, p, d dalam grup simetri D6h?
b. Gambar di bawah ini adalah vibrasi normal molekul air. Gunakanlah grup simetri C2v
untuk modus-modus itu dan tentukanlah IR-IR-nya.
d. Fungsi keadaan dasar H2O mempunyai IR A1 dalam grup simetri C2v. Tentukanlah
IR-nya pada keadaan tereksitasi yang menyerap cahaya terpolarisasi linier (a) x, (b)
y, (c) z.
119
BAB 5
MOLEKUL DIATOMIK
Molekul diatomik adalah molekul dengan dua buah inti atom seperi H2 dan LiH.
Pembahasan diawali dengan mengemukakan konsep orbital molekul dan fungsi keadaan
molekul untuk menentukan energi molekul. Dalam perhitungan energi molekul akan
ditemui interaksi elektron-elektron yang akan memperumit proses perhitungan. Itu diatasi
dengan memperkenalkan aproksimasi Hamiltonian efektif; namun aproksimasi itu akan
menghilangkan korelasi elektron. Untuk menghadirkan kembali korelasi tersebut harus
digunakan interaksi konfigurasi.
Selanjutnya andaikan n(X1, X2) adalah fungsi gelombang inti-inti dan e(x, X1, X2)
fungsi gelombang elektron; maka fungsi gelombang molekul adalah
( x, X 1 , X 2 ) e ( x, X 1 , X 2 )n ( X 1 , X 2 ) (5.3)
Dengan Hamiltonian dalam persamaan (5.1), fihak kiri dari persamaan Schrödinger (5.2)
adalah
2 2 e 2 2 e n
Hˆ n
2
2
Ve n (5.4)
2 m x i 1, 2 2 M i X i
2 2 n 2 e n
e n e n 2 e
X i2
X i 2
X i 2
X i X i
2 2 2 2 n 2 e n
Hˆ n
e
2 e Ve n
X i X i
2m x X i X i
2 e 2 n 2
i 1, 2 2M 1
2 2 2 2 n 2 2 e e n
2
e
n e 2
n
2
2
Ve n
2 m x i 1, 2 2 M i X i i 1, 2 2 M i X i X i X i
Karena massa inti jauh lebih besar maka suku ketiga cukup kecil dan bisa diabaikan.
Maka
2 2 n 2 2
2 e
e Ve n Ee n (5.5)
i 1, 2 2M i X i 2m x
2
120
Terlihat, untuk posisi inti-inti yang tetap, suku pertama sama dengan nol sehingga berlaku
2 2
2m x 2 V e E e e (5.6)
Persamaan (5.6) merupakan persamaan Schrödinger untuk elektron dalam potensial inti-
inti V yang bergantung pada posisi inti-inti yang tetap. Aproksimasi derngan massa inti-
inti yang jauh lebih besar daripada masa elektron dan posisi inti-inti yang tetap disebut
aproksimasi Born-Oppenheimer.
di mana cnj adalah koefisien bagi orbital atom jdi dalam orbital molekul n. Dengan N
buah orbital atom itu, diperoleh N buah orbital molekul.
Jika suatu orbital molekul dinormalisasi, maka dipenuhi * dv 1 sehingga
berlaku
c
i j
*
in c jn S ij 1 (5.7b)
dengan
Sij i* j dV (5.7c)
disebut integral overlap.
Dalam keadaan dasar seperti diperlihatkan pada Gambar 5.1, untuk N yang genap
maka sesuai dengan prinsip Pauli, ½N buah orbital molekul saja yang diisi elektron, mulai
N N
N/2+2 N/2+2
N/2+1 N/2+1(LUMO)
N/2 N/2(HOMO)
N/2-1 N/2-1
1 1
Gambar 5.1 Orbital-orbital molekul dalam keadaan dasar dengan pengisianelektron sesuai
prinsip Pauli.
121
dari tingkat energi paling rendah. Inilah yang disebut sel tertutup (closed shell).
Orbital N/2 merupakan highest occupied molecular orbital (HOMO) dan N/2+1
merupakan lowest unoccupied orbital molecule (LUMO).
Setelah dapat menetapkan orbital-orbital molekul, selanjutnya fungsi gelombang
atau fungsi keadaan molekul diungkapkan sebagai determinan Slater(1929) dari seluruh
orbital molekul-spin. Orbital molekul ke-n, 𝜓𝑛 , yang ditempati oleh elektron ke-𝜇 dengan
fungsi spin 𝜒 dituliskan seperti 𝜓𝑛 𝜇 𝜒(𝜇). Jadi, fungsi keadaan dasar molekul dengan
jumlah elektron N yang genap adalah:
1 (1) (1) 1 (1) (1) 2 (1) (1) 2 (1) (1).... ........ N / 2 (1) (1)
1 1 (2) (2) 1 (2) (2) 2 (2) (2) 2 (2) (2).......... N / 2 (2) (2)
o (5.8)
N! .....................................................................................................
1 ( N ) ( N ) 1 ( N ) ( N ) 2 ( N ) ( N ) 2 ( N ) ( N )...... N / 2 ( N ) ( N )
Fungsi keadaan di atas telah memenuhi syarat antisimetrik bagi sistem elektron sebagai
fermion. Untuk orbital molekul 𝜓𝑛 , yang harus ditentukan adalah koefisien-koefisien
{cnj} dalam persamaan (5.7a), sekaligus dengan energi yang berkaitan dengan orbital
molekul bersangkutan, n.
Misalkan Fˆ ( ) adalah Hamiltonian efektif elektron tunggal ke-μ maka berlaku
persamaan Scchrödinger,
Fˆ ( ) ( ) ( ) (5.9)
(F
j
ij S ij ) c j 0; i, j 1,2,....., N . (5.10a)
dengan
Fij i Fˆ j dV ; Sij i j dV (5.10b)
122
Jika semua Fijdan Sijdiketahui maka dari determinan itu akan diperoleh N buah harga
energi orbital molekul: 1, 2,….., N. Selanjutnya, dengan mensubstitusikan setiap harga
energi n ke persamaan (5.10c) dan mengingat normalisasi dalam persamaan (5.7b) akan
dihasilkan satu set harga-harga koefisien, yakni c1n, c2n, ….,cNn dengan mana fungsi n
N
dibentuk berdasarkan persamaan (5.7a) yakni n cin i .
i 1
FN 1 FN 2 ..........FNN
ra rb
a b
+e R +e
Gambar 5.2Molekul ion hidrogen.
Dengan hanya sebuah elektron maka Hamiltonian ion hidrogen adalah:
123
2 2 e2 e2
Hˆ (5.14)
2m 4 o ra 4 o rb
H 11 H 12 S c1
0 (5.15a)
H 21 S H 22 c 2
dengan
H ij i* Hˆ j dv
(5.15b)
S i* j dv
Determinan adalah
H 11 H 12 S
0
H 21 S H 22
( H11 ) 2 ( H12 S ) 2 0
H11 ( H12 S )
H 11 H 12 H H 12
1 ; 2 11 (5.16)
1 S 1 S
1 1
c11 c21 ; c12 c22
2 2S 2 2S (5,17)
1
1
1s a 1 sb
2 2S
(5.18)
2
1
1s a 1s b
2 2S
124
Contoh 5.1 Perhitungan S, H11 dan H12.
a) S
S 1s 1s dV
a b
1
Dengan orbital atom 1s ao3 / 2 e r / ao dari hidrogen, lihat persamaan (2.50a), maka
1
S 1sa 1sb dV ao3 e ( ra rb ) / ao dV (5.19)
Integral dapat diselesaikan dengan transformasi ke koordinat elliptik; lihat Gambar 5.3.
(,υ,)
ra
rb
a b
0 z
(0,0,-½R) (0,0,½R)
y
ra rb r r
; v a b
R R
x 12 R ( 2 1)(v 2 1) cos ;
21 1 1 2
R3 R / ao R3 R / ao
S
8a 3 d
2 2 2
e dv v dv d e d ( v ) dv
4a o3 1 1 1 o 1 1 0
R3
R / ao
21 1 R3
R / a o 2 R3
3
e dv v 2
dv d 3
e d 3
e R / ao d
4a o 1 1 1 2a o 1 6a o 1
Hasilnya adalah :
R 1 R R / ao
2
S ( R) 1 e (5.21)
ao 3 ao
125
b) H11
H 11 1*sa Hˆ 1sa dV
2 2 e2 e2 e2
1*sa
2m 1s dVa
a
e 4 r
o a 4 r
o b 4 0 ab
R
2 2 e2 e2
1*sa 1sa dVa 1*sa 1sa dVa
2 me 4 r
o a 4 r
o b
Suku pertama adalah energi keadaan dasar atom hidrogen, EH=-13,6 eV, sehingga
H11 EH P (5.22a)
dan Padalah
e2
P 1*sa 1s dVa .
4 o rb a
e2 1 e 2 a03 1
P
4 o 1sa
rb
1sa dVa
4 o
2 e 2 ra / ao dVa
rb
e 2 a o3 R ( ) / ao 2 R3 2
P
4 2 o
e R ( v) 8
( v 2 )d dv d
1
e 2 a o3 2R 2 ( ) R / ao
4 2 o 4
e ( v) d dv
1 1
e2 R 2 R / ao
P 1 1 e (5.22b)
4 o R a0
c) H12
H 12 1sa Hˆ 1sb dV
2 e2 e2
1sa 2 1s dV
b
2m e 4 o ra 4 o rb
2 2 e2 e2 1
1sa 1s dV
1sb dV
4 o ra
1s
2me 4 r
b a
o b
e2 1
E H 1sa 1sb dV
4 o a rb
1s 1sb dV
H12 EH S Q (5.23a)
126
e2 1 e2 1 1
Q
4 o 1s a
rb
1sb dV 3
4 o a o
e ( ra rb ) / ao dV
rb
e2 1 2 R3 2
4 o a o3
R / ao
e ( v 2 )d dv d
R( v) 8
1
e 2 a o3 2R 2
e
R / ao
( v)d dv
4 o 4 1 1
e2 R
Q 1 e R / ao (5.23b)
4 o ao a0
Dari hasil-hasil perhitungan di atas tampak bahwa S, P dan Q bergantung hanya pada
jarak antara kedua proton saja. Substitusi H11, H22 dan H12 ke persamaan (5.16)
menghasilkan
PQ
1 EH
1 S
(5.24)
PQ
2 EH
1 S
Karena P, Q dan S adalah besaran-besaran positif maka 1<2; jadi 1 adalah energi rbital
molekul 1 dan 2 adalah energi orbital molekul 2. Energi orbital sebagai fungsi jarak
antara kedua inti, R, diperlihatkan dalam Gambar 5.4. Terlihat, energi orbital molekul 1
mencapaiminimum jika jarak antara inti R≈2,5 a0=1,33 Å. Pada jarak itu 1=-18,08 eV
dan 2=-7,90 eV.
0.1
0.05 2
1
-EH(au)
00
0 2 4 6 8 10
-0.05 R (au)
-0.1
Gambar 5.4 Energi orbital molekul ion hidrogen; EH=-0.5 au, energi 1 au=27,2 eV,
jarak 1 au=0,53 Å.
127
2 2 (anti-bonding)
1 1 (bonding)
a) b)
Gambar 5.5 a) Energi-energi orbital molekul, dan b)penggambaran orbital molekul.
E0 1* Hˆ 1dV
2 2 e2 e2 e2
1* 1dV
2m 4 o ra 4 o rb 4 o R
1
2 2S
*
1sa *
1sb 2 2
e2
e2
1s dV
4 o ra 4 o rb 1sa
2me
b
1 * 2 2 e2 *
2
e2
2 2S a 2m 1sb 2m
1s dV 2
dV
4 o ra 1sa 4 o rb 1sb
2 2 e2 2 2 e2
1*sa 1s dV 1*s dV
2m 4 o rb b b
2m 4 o ra 1sa
e2 e2 e2
1*sa 1sa dV 1*sb 1sb dV 1*sa 1sb dV
4 o rb 4 o ra 4 o rb
e2
1*sb 1*sa dV
4 o rb
1
2EH (1 S ) 2( P Q)
2 2S
atau
PQ
E0 E H 1 (5.25)
1 S
2 2S
Pada titik tengah antara inti a dan inti b, ataura=rb=1/2 R , 1sa 1sb kerapatan itu adalah
128
212sa
1 ; 2 0.
2 2
(5.26b)
1 S
Jadi, jika elektron berada di titik ra=rb maka elektron itu menempati orbital molekul 1
dan kerapatannya maksimum.Tarikan dari kedua inti terhadap elektron membuat keadaan
menjadi stabil.
Dalam keadaan dasar kedua elektron menduduki orbital molekul 1 dengan spin
dan seperti diperlihatkan oleh Gambar 5.6(b). Karena total spin S=0 (singlet), maka
fungsi gelombang keadaan dasar molekul H2 adalah:
1
1
1s a 1sb (5.27b)
2 2S
e2
Hˆ Hˆ c (1) Hˆ c (2) (5.28a)
4 o r12
dengan
2 2 e2
Hˆ c ( ) ; 1, 2; a, b (5.28b)
2m 4 o r
129
Energi keadaan dasar molekul H2 dihitung sebagai berikut.
E0 o Hˆ o dV . (5.29)
e2
E 0 1 2 1 (1) 1 (2) Hˆ c (1) Hˆ c (2) 1 (1) 1 (2) dV1 dV2
4 o r12
(1) (2) (2) (1) (1) (2) (2) (1)
ψ1* (1) Hˆ c (1)ψ1 (1) dV1 ψ1* (2)ψ1 (2) dV2 ψ1* (1)ψ1 (1) dV1 ψ1* (2) Hˆ c (2)ψ1 (2) dV2
e2
ψ1* (1)ψ1* (2) ψ1 (1)ψ1 (2) dV1 dV2
4πε o r12
ψ (1)ψ1 (1) dv1 ψ1* (2)ψ1 (2) dv2 1 , maka persamaan di atas dapat dituliskan
*
Karena 1
seperti
E0 2 1 J 12 (5.30)
dengan
1 ψ1* (1) Hˆ c (1) ψ1 (1) dV1 ψ1* (2) Hˆ c (2) ψ1 (2) dV2
(5.31a)
PQ
EH
1 S
yang sama dengan (5.24) dan J12 adalah energi interaksi antara kedua elektron:
e2
J 12 ψ1* (1)ψ1* (2) ψ1 (1)ψ1 (2) dV1 dV2 (5.31b)
4 o r12
Energi keadaan dasar pada persamaan (5.25) dari molekul ion H2 yang memiliki satu
elektron adalah energi orbital molekul 1 . Jika dibandingkan dengan energi keadaan dasar
pada persamaan (5.30) dari molekul H2 yang memiliki dua elektron, energi itu tidak
sekedar dua kali 1 tapi juga mendapat tambahan energi dari interaksi antara kedua
elektron J12. Interaksi ini merupakan energi potensial Coulomb dan J12 disebut integral
Coulomb elektro-elektron.
Perhitungan untuk integral Coulomb elektron-elektron dalam persamaan (5.31b)
adalah sebagai berikut.
e2
J12 ψ1* (1)ψ1* (2) ψ1 (1)ψ1 (2) dV1dV
4 o r12
1s (1) 1s (1) 1s (2) 1s (2) dV1 dV2
a b a b
130
4e r
2
1
2
1sa (1)1sa ( 2) 1sa (1)1sb ( 2) 1sb (1)1sa ( 2) 1sb (1)1sb ( 2)
2 2S o 12
1sa (1)1sa (2) 1sa (1)1sb (2) 1sb (1)1sa (2) 1sb (1)1sb (2) dV1dV2
2
Karena aa aa = bb bb , aa bb = bb aa , aa ab = ab aa = ab bb = ba aa maka hasil
diatas dapat dinyatakan sebagai berikut.
Suku pertama dalam peramaan (5.32) adalah integral satu pusat seperti yang telah
diturunkan untuk atom helium, yakni
aa aa *
(1)1*sa (2)
e2
1s (1)1s (2) dV1 dV2
5 e2
(5.33a)
4 o r12 8 4 0 a0
1sa a a
aa bb *
(1) * e2
1s (1)1s (2)dV1 dV2
4 0 r12
1s a 1s a a b
(5.33b)
e2 1 1 1 11 3 1 2 2
e ; R / a0
4 0 a0 2 8 4 6
aa ab *
(1)1*sa (2)
e2
1s (1)1s (2) dV1 dV2
4 o r12
1s a a b
(5.33c)
e 2 1 1 5 1 5 3
2 e e ; R / a0
4 0 2a0 4 8 4 8
e2
ab ab 1*s (1)1*s (2) 1s (1)1s (2) dv1dv2
a b
4 o r12 b b
e2 1
A( ) B( ); R / a0
4 0 5a0
131
A( )
6
ln S 2
E1 (4 ) S 2 2 E1 (2 ) SS '
25 23 1
B ( ) 3 2 3 e 2 0
8 4 3
S ' S ( ) 1 1
3
2
e
e z
E1 ( x) dz; (5.33d)
x
z
0,57722 konstanta Euler
Eo 2 E H
1
aa aa . (5.34)
2
Semestinya, jika R, molekul H2berdisosiasi dan berubah menjadi dua atom H dan
energinya menjadi 2EH saja. Jadi, cara perhitungan di atas tidak dapat menunjukkan
disosiasi molekul secara benar. Penjelasan tentang ketidak sesuaian tersebut adalah
sebagai berikut. Fungsi keadaan dalam persamaan (5.27a), bagian ruangnya dapat
dituliskan sebagai berikut:
o 1 (1) 1 (2)
1
2(1 S )
1sa (1) 1sb (1) 1sa (2) 1sb (2)
(5.35)
1
2(1 S )
1sa (1)1sa (2) 1sb (1)1sb (2) 1sa (1)1sb (2) 1sb (1)1sa (2)
Suku pertama menyatakan kedua elektron berorientasi pada inti-a, tidak ada yang
berorientasi pada inti-b. Kedaan ini dapat disebut sebagai: H a H b . Hal yang sama
dengan suku kedua: H a H b . Suku ketiga dan keempat menggambarkan keadaan di mana
kedua inti membagi kedua elektron. Jadi, suku pertama dan kedua meggambarkan
keadaan ionik dan sisanya menggambarkan keadaan kovalen, yakni
132
2(1 S 2 )
o (kov ion ) (5.36c)
2(1 S )
Fungsi gelombang ini memperlihatkan bobot yang sama bagi struktur ionik dan struktur
kovalen. Hal ini bertentangan dengan fakta di mana kejadian struktur ionik sangat kecil
kemungkinannya karena H2 adalah nonpolar. Lagipula, jika satu elektron berada di suatu
titik disekitar salah satu inti, maka peluang elektron lainnya untuk datang mendekati
elektron pertama cukup sangat kecil, karena adanya gaya tolak Coulomb. Jadi, posisi
elektron-elektron dalam suatu sistem elektron jamak seharusnya terkorelasi; oleh sebab
itu, fungsi gelombang yang benar adalah fungsi yang memperhitungkan korelasi
elektron. Di lain fihak, fungsi kov memperlihatkan korelasi elektron; bila satu elektron
berada di dekat inti-a maka elektron lain berada didekat inti-b. Dengan memandang
fungsi ini sebagai fungsi keadaan dasar, maka energi total adalah seperti :
e2
Eo kov Hˆ c (1) Hˆ c (2) kov dV
4 o r12
(5.37)
2( P SQ) aa bb ab ab
2EH
1 S 2 1 S 2
dan penggambarannya seperti dalam Gambar 5.7 b.Sekarang jelas bahwa kecuali suku
pertama, suku-suku lain bergantung pada R dan menuju nol jika R. Ungkapan fungsi
keadaan seperti di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh teori ikatan valensi.
Eo (a)
2EH
(b)
Ro R
Gambar 5.7 Energi H2 dalam keadaan dasar, (a) berdasarkan persamaan (5.30) dan,
(b) berdasarkan persamaan (5.37).
133
Kedua elektron dapat pula dieksitasikan ke orbital molekul 2.Fungsi keadaan eksitasi ini
adalah
2 (1) 2 (2) (1) (2) (2) (1)
1
2 (5.39)
2
Kedua fungsi di atas dipakai sebagai basis untuk membentuk persamaan sekuler. Dalam
hal ini berlaku S 0 Hˆ e 2 dv 0 . Dterminan sekuler seperti dalam persamaan (5.28b)
adalah sebagai berikut.
H 00 E H 02
0 (5.40)
H 20 H 22 E
atau
( H 00 H 22 ) ( H 00 H 22 ) 2 4 H 02
2
E (5.41)
2
di mana
H 00 0 Hˆ e 0 dV 21 J12
( 0)
(5.42a)
H 22 2 Hˆ e 2 dV 2 2 J12
( 2)
(5.42b)
H 02 0 Hˆ e 2 dV
e2 1 (5.42c)
4 o 1 (1) 1 (2) r12
2 (1) 2 (2)dV1dV2 K12
Dalam persamaan (5.41) energi keadaan dasar diperoleh dengan memilih tanda negatif.
Untuk R akan diperoleh
( 0)
J 12 J 12
( 2)
K12 12 aa aa
(5.43)
H oo H 22 2 E H 1
2
aa aa
sehingga untuk R energi dalam persamaan (5.41) adalah E0=2EH seperti diperlihatkan
oleh Gambar 5.7b. Jadi, kelemahanmetoda orbital molekul dapat diatasi dengan
memperhitungkan korelasi elektronmelalui interaksi konfigurasi.
2
1
(a) (b)
Gambar 5.7 Dua kemungkinan posisi spin elektron dalam keadaan tereksitasi,
(a) singlet, dan (b) triplet.
134
Seperti sudah disingung sebelumnya, fungsi gelombang keadaan singlet
mengandung fungsi spin antisimetrik sehingga fungsi ruangnya harus simetrik. Dengan
demikian, maka fungsi keadaan tereksitasi singlet secara lengkap adalah:
1
1
1 (1) 2 (2) 1 (2) 2 (1) (1) (2) (1) (2)
2
(1) (1) 2 (1) (1) 1 (1) (1) 2 (1) (1) (5.44)
1 1
2
1 ( 2) ( 2) 2 ( 2) ( 2) 1 ( 2) ( 2) 2 ( 2) ( 2)
Untuk keadaan tereksitasi triplet, fungsi keadaan tereksitasi itu adalah salah satu
dari tiga buah fungsi yang mungkin, yakni
(1) (2)
3
1
1 (1) 2 (2) 1 (2) 2 (1) 1 (1) (2) (1) (2) (5.45)
2 2
(1) (2)
Ketiga fungsi gelombang tersebut memiliki energi yang sama (degenerasi rangkap tiga).
Karena multiplisitas spinnya lebih tinggi, maka menurut aturan Hund energi keadaan
eksitasi triplet lebih rendah daripada keadaan eksitasi singlet.
Energi keadaan tereksitasi singlet adalah:
1
Eex 1 Hˆ 1dV
e2
1 (1) 2 (2)[ Hˆ c (1) Hˆ c (2) ] 1 (1) 2 (2)dV1dV2
4 o r12
1 (1) Hˆ c (1) 1 (1)dV1 2 (2) 2 (2)dV2 2 (2) Hˆ c (2) 2 (2)dV2 1 (1) 1 (1)dV1
e2
1 (1) 2 (2) 1 (1) 2 (2)dV1dV2 (5.47a)
4 o r12
1 2 J12
135
I 2 1 (1) 2 (2) Hˆ 1 (2) 2 (1)dV
e2
1 (1) 2 (2) Hˆ c (1) Hˆ c (2) 1 (2) 2 (1)dV
4 o r12
(5.47b)
1 (1) Hˆ (1) 2 (1)dV1 2 (2) 1 (2)dV2 2 (2) Hˆ (2) 1 (2)dV2 1 (1) 2 (1)dV1
c c
e2 e2
1 (1) 2 (2) 2 (1) 1 (2)dV1dV2 (1) (1)dV 2 (2) 1 (2)dV
4 o r12 4 o r12
1 2
0 0 K12 0
I 3 1 (2) 2 (1) Hˆ 1 (1) 2 (2)dV1dV2 K12 (5.47c)
1
Eex 1 2 J 12 K12 (5.48)
Energi keadaan eksitasi triplet, dengan menggunakan salah satu fungsi gelombang dalam
persamaan (5.45) adalah:
3
Eex 1 2 J 12 K12 (5.49)
Terlihat bahwa keadaan eksitasi triplet berenergi lebih rendah daripada singlet dengan
beda energi sebesar 2 K12; lihat Gambar 5.9.
1
E ex
1
3
Eex 3
E0 0
1=c11(φadari
Gambar 5.10 Pembentukan orbital molekul +φb)dua buah orbital atom dalammolekul
diatomik homonuklir.
136
Andaikanlah kedua inti molekul berada pada sumbu-z.Maka posisi elektron dapat
diungkapkan dalam koordinat eliptik (,,); lihat Gambar 5.3. Analogdengan ortbital
atom,maka suatu orbital molekul dapat diungkapkan dalam variabel terpisah seperti
(,,)=F(,)(). Dalam proses pemisahan variable itu berlaku:
2 ( ) 1
2 ( ) ( ) exp( i ) (5.50)
2
2
Operasi momentum sudut L̂ z terhadap () adalah
( )
Lˆ z F ( , ) Lˆ z ( ) F ( , )(i) . (5.51)
Jadi, merupakan bilangan kuantum magnetik mirip dengan mℓ dalam atom. Oleh sebab
itu dapat dipakai untuk mengkarakterisasikan suatu orbital molekul; untuk itu diberikan
simbol bagi setiap harga , yakni
= 0, 1, 2, 3, ……..
Simbol orbital: , , , , ………
1sa+1sb g 1s
1sa-1sb u 1s 0 0
2 p z a 2 p zb g 2p
2 p z a 2 p zb u 2p
2 p xa 2 p xb
u 2p
2 p ya 2 p yb 1 1
2 p xa 2 p xb
g 2p
2 p y a 2 p yb
Indeks g dan u masing-masing menyatakan simetrik dan tidak simetrik terhadap inversi
melalui pusat simetri molekul, seperti diperlihatkan oleh Gambar 5.11 Untuk molekul
diatomik-berbeda inti tidak digunakan simetri; orbital-orbital molekulnya cukup
dinyatakan seperti 1s, 2s, 2p dan sebagainya.
Energi orbital molekul bergantung pada jenis orbital atom yang membentuknya, dan
overlap antara orbital-orbital atom tersebut. Misalnya, g1s dan u1s berenergi jauh lebih
rendah g2s karena energi orbital atom φ1s jauh lebih rendah daripada φ2s. Demikian pula
g2s, energinya lebih rendah daripada g2p. Sehubungan dengan overlap, dua buah orbital
φ2px atau dua buah orbital φ2py memiliki overlap lebih kecil daripada overlap darisejenis
dari dua atom yang sama. dua orbitalφ2s atau dua orbital φ2pz, sehingga energi g2p dan
137
u2plebih rendah daripadag2p dan u2p. Dengan alasan-alasan tersebut, maka urutan
energi adalah:
. + - u1s=1sa- 1sb
+ + -
+
1sa 1sb + g1s=1sa + 1sb
(a)
- + + - u2p=2pza-2pzb
- + + + -
2pz 2pz
a - + - g2p=2pza+2pzb
(b)b
+ -
2pya - 2pyb
+ + - +
+
- - +
2pya + 2pyb
2pya 2pyb
-
(c)
Gambar 5.11 Pembentukan orbital molekul bonding dan antibonding dari dua orbital atom
Untuk molekul dengan beberapa elektron, total momentum sudut orbital juga
mengkarakterisasikan keadaan molekul tersebut. Misalnya:
= 0, 1, 2, 3, ……..
Simbol: , , , , ………
Simbol itu diperlengkapi dengan multiplisitas spin (2S+1) dan simetrinya (g atau u),
misalnya 2 S 1 g . Sebagai contoh, dalam table di bawah ini diperlihatkan keadaan dasar
beberapa molekul diatomik homonuklir lengkap dengan energi dissosiasinya (Gaydon,
1953):
Molekul Konfigurasi keadaan dasar Simbol Energi
dissosiasi (eV)
H2+ (g1s) 2
g 2,65
H2 (g1s)2 1
g 4,48
He2+ (g1s)2(u1s)1 2
u 3,10
138
He2 (g1s)2(u1s)2 1
g -
Li2 (g1s)2(u1s)2(g2s)2 1
g 1,14
Be2 [Li2] (u2s)2 1
g -
B2 [Li2] (u2s)2(u2p)2 3
g 3,00
C2 [Li2] (u2s)2(u2p)4 1
g 4,90
N2 [Be2] (u2p)4(g2p)2 1
g 9,60
N2+ [Be2] (u2p)4(g2p)1 2
g 8,73
O2 [Be2] (g2p)2 (u2p)4(g2p)2 3
g 5,88
O2+ [Be2] (g2p)2 (u2p)4(g2p)1 2
g 6,48
Fe2 [Be2] (g2p)2 (u2p)4(g2p)4 1
g 1,60
Berikut ini akan dikemukakan perubahan suatu orbital molekul menjadi orbital
atom jika inti-inti disatukan. Pandanglah orbital molekul g1s (=φ1sa+φ1sb) dari H2+. Jika
proton dan atom H dalam molekul ini disatukan (R=0) maka H2+ akan berubah menjadi
ion He+ dan orbital molekul g1s berubah menjadi orbital atom 1s dari atom He. Tetapi
orbital u1s (=φ1sa-φ1sb) tidak berubah menjadi 2sdari helium karena berbeda simetri,
tetapi berubah menjadi salah satu dari orbital 2p. Untuk jelasnya, perhatikan Gambar
5.12. Dikatakan bahwag1s berkorelasi dengan φ1s dan u1s berkorelasi dengan φ2p.
Dengan cara yang sama, terlihat bahwa g2s berkorelasi dengan φ2s, danu2s berkorelasi
dengan φ3p. Dapat disimpulkan bahwa dengan mempersatukan inti-inti molekul, orbital-
orbital molekul bonding berubah menjadi orbital atom dengan bilangan kuantum yang
sama, sedangkan orbital molekul anti-bonding berubah menjadi orbital atom disertai
dengan peningkatan bilangan kuantum.
3du
u2p
3d 3dg
g2p
3dg
3pu 2p
u2p
3p
3pu
g2p
3s
2pu u2s
2p 2s
2pu g2s
2sg
2s u1s
1s
1sg
g1s
1s
Atom-atom
Atom-atom dipersatukan Molekul terpisah R=
R=0
c11 c2 2
Karena ada dua harga energi, 1 dan 2 maka ada dua buah orbital molekul, 1 dan
2. Jika φ1 dan φ2berbeda simetri maka H12=0, sedangkan dengan mengatur jarak antar
inti bisa dicapai H11=H22 sehinga 1=2. Dalam keadaan ini persilangan dalam diagram
bisa terjadi. Jika φ1 dan φ2bersimetri sama, maka H120 dan 12 sehingga tidak terjadi
persilangan.
Misalkan Ĥ adalah hamiltonian elektron tunggal, maka determinan sekuler untuk sistem
dua elektron ini adalah:
H 11 H 12S
0 (5.54)
H 21 S H 22
1
( H 11 H 22 2H 12 S )
2(1 S 2 ) (5.55)
( H 11 H 22 2 H 12 S ) 4(1 S )( H 11H 22 H )
2 2 2
12
dengan
140
H 11 1sH Hˆ 1sH dV
H 22 2 sL Hˆ 2 sL dV
(5.56)
H 12 H 21 1sH Hˆ 2 sL dV
S 1sH 2 sL dV
2 0.5161s 1.081 2s
H L
(5.58b)
Dalam keadaan dasar kedua elektron menempati orbital mlekul 1; kerapatan
elektron pada orbital ini adalah
0 2 12 2 (0,954) 2 12s (0,105) 2 22s 2(0,954)(0,105)1s 2s
H L H L
(5.59)
Kerapatan ini menunjukkan, bahwa dengan dua elektron ada 1,9 di sekitar inti H dan 0,1
di sekitar inti Li. Artinya, atom H kelebihan 0,9 elektron dan atom Li kekurangan 0,9
elektron, yang secara simbolik dituliskan seperti
Li+0,9H-0,9
Hasil perhitungan di atas secara kualitatif sesuai dengan pengamatan bahwa dalam
141
keadaan dasar molekul LiH bersifat ionik.
Sekarang, andaikan sebuah elektron tereksitasi ke orbital molekul 2; kerapatan
elektron dalam keadaan tereksitasi ini adalah
2 2
1s H (1,081)
2 2
2 sL 2(0.516)(1,081)1sH 2 sL (5.62)
0,99912sH 1,001 22s L
Artinya, ada 0,999 elektron di atom H dan 1,001 elektron di atom Li; ini dituliskan seperti
Li-0,001H+0,001
Kelebihan dan kekuranga elektron di atas tidak cukup siknifikan untuk menyatakan ikatan
ionik; jadi dalam keadaan tereksitasi seperti di atas ikatan dalam molekul LiH adalah
ikatan kovalen.
Dari hasil-hasil di atas terlihat bahwa meskipun kita telah menggunakan
pendekatan-pendekatan yang agak kasar, namun hasil-hasil tersebut secara kualitatif
benar. Orbital molekul 1 dalam persamaan (5.58) dan 2 dalam persamaan (5.62)
dibangun dari orbital-orbital atom φ1sH dan φ2sL yang masing-masing memiliki ml=0; jadi
kedua orbital molekul memiliki simetri-. Pembentukan kedua orbital molekul itu
mengikuti diagram seperti dalam Gambar 5.13.
2=c21φa-c22φb
φb
φa
1=c11φa+c12φb
Gambar.5.13 Pembentukan orbital molekul dari dua buah orbital atom
dalam molekul diatomik heteronuklir.
3s 3s
2s 2sB
2p 2sAB
2p 2sA
2p
2s 2s 1sB 1sB
1sA
1s
1s 1sA
142
Orbital 1 didominasi oleh φ1sH sehingga jika inti-inti H dan Li dipisahkan (R=)
maka 1 akan berubah menjadi φ1sH. Di lain fihak, penyatuan kedua inti (R=0) akan
membentuk atom Be dengan orbital φ2s. Proses yang sama mengalihkan 2 menjadi φ2sL
pada R= dan φ2p pada R=0. Perubahan-perubahan itu tidak bersilangan karena kedua
orbital molekul itu memiliki simetri yang sama. Dalam Gambar 5.14 diperlihatkan
diagram korelasi untuk molekul diatomik heteronuklir yang dibentuk dari dua atom, A
dan B .
Energi disosiasi
Energi potensial antara dua ion dari molekul diatomik heteronuklir secara empirik adalah
e2 b
V (r ) (5.63)
4 0 r r9
Di sini b/r9 merupakan koreksi terhadap energi tarik Coulomb antar kedua ion, di mana
pangkat 9 merupakan fitting terbaik terhadap data eksperimen. Harga minimum dari
energi potensial itu diperoleh dari dV / dr r0 =0,. Dari sini diperoleh b e 2 r08 / 36 0
sehingga harga minimum energi potensial itu adalah
8 e2
V (r0 ) (5.64)
9 4 0 r0
Harga positifnya energi potensial inilah yang disebut energi dissosiasi molekul, yakni
energi yang diperlukan untuk mendissosiasikan molekul dari keadaan dasarnya menjadi
dua ion yang diam dengan jarak tak terhingga. Misalnya untuk kasus NaCl, energy
dissosiasi adalah energi yang diperlukan untuk memisahkan molekul menjadi ion Na+ dan
-
Cl . Pada keadaan dasar NaCl, r0=2,51Å, energi dissosiasinya 5,12eV.
Jika diinginkan energi dissosiasi untuk memisahkan molekul NaCl menjadi dua
atom netral Na dan Cl maka harus disadari bahwa untuk mengionisasi Na diperlukan
energi 5,14 eV (lihat Apendiks 4.1) sedangkan pembentukan ion Cl- akan melepaskan
energi3,763 eV (lihat Apendiks 4.2). Maka sistem yang terbentuk oleh Na+ dan Cl- pada
jarak pisahtak terhingga mempunyai kelebihan energi sebesar 5,14eV -3,63 eV=1,51 eV.
Itu berarti, energi dissosiasi NaCl jika terpisah menjadi atom-atom netral adalah 5,12 eV-
1,51eV=3,61 eV; hasil ini lebih besar dari eksperimen. Tabel di bawah ini
memperlihatkan beberapa molekul diatomik dengan jarak antar inti (r0), energi dissosiasi
(D) dan dipol listrik permanenµ0.
143
Soal-soal
5.1 Kebergantungan S, P, dan Q pada R dalam molekul ion 𝐻2+ dapat dilihat pada
persamaan (5.21), (5.22b) dan (5.23b). Buatlah program komputer untuk
menghitung dan menggambarkan ketiganya sebagai fungsi R.
5.2 Dengan menggunakan program komputer dalam soal nomor 5.1, selanjutnya
gambarkan energi elektron 1 dan 2 sebagai fungsi R.
5.3 Hitunglah energi keadaan dasar H2+ untuk jarak R=2ao di mana ao adalah jari-jari
Bohr. Selanjutnya hitung pula energi keadaan dasar molekul H2 dengan R yang
sama.
5.4 Energi keadaan dasar molekul H2 diperlihatkan oleh persamaan (5.30). Dengan
menggunakan semua integral-integral dalam persamaan (5.31) - (5.33) buatlah
program komputer untuk menggambarkan energi keadaan dasar sebagai fungsi R.
5.5 Energi keadaan dasar molekul H2 diperlihatkan oleh persamaan (5.30). Dengan
menggunakan semua integral-integral dalam persamaan (5.31) - (5.33) buatlah
program komputer untuk menggambarkan energi keadaan dasar sebagai fungsi R.
5.7 Kemukakanlah pandangan teori orbital molekul bagi molekul ion HeH+. Tunjukkan
bahwa untuk R=, HeH+ berdisosiasi lebih ke H+ dan He, bukannya ke He+ dan H.
Potensial ionisasi helium dan hidrogen masing-masing adalah 24,6 eV dan 13,6 eV.
5.8 Ion He2+ mempunyai konfigurasi (g1s)2(u1s)1. Tentukanlah energi sistem elektron
ini dalam integral-integral J dan K. Asumsikan energi g1s adalah 1 dan energi
u1s adalah 2.
5.9 Prediksilah konfigurasi keadaan dasar molekul CO dan NO. Tentukanlah term-term
yang bisa timbul pada masing-masing molekul, dan yang manakah berenergi lebi
rendah.
5.11 Hitunglah energi yang dilepaskan untuk mendissosiasikan molekul AlCl menjadi
atom netral Al dan Cl. Lakukan juga untuk molekul AlBr.
5.12 Jika atom H menangkap satu electron untuk menjadi H-, energy sebesar 0,75 eV
akan dilepaskan. Energi ioniasi Li adalah 5,30 eV. Hitunglah energi dissosiasi dari
LiH. Misalkan jarak antara inti-inti adalah 1,6 Å.
144
BAB 6
MOLEKUL ORGANIK TERKONJUGASI
Konjugasi adalah overlap antara satu orbital-p dengan orbital-p lainnya sepanjang suatu
ikatan sigma. Molekul di mana atom-atom dihubungkan oleh orbital-orbital-p sehingga
elektron-elektron terdelokalisasi melalui ikatan berselang-seling tunggal dan rangkap
disebut molekul terkonjugasi. Elektron-elektron yang terdelokalisasi itu disebut elektron-
. Senyawa seperti grafen, grafit, polimer-polimer konduktif dan nanotube karbon
termasuk senyawa terkonjugasi.
Untuk jarak inti-inti 1,6Å Karo telah menghitung elemen-elemen matriks berikut (Karo et
al. 1959):
Harga 1 di atas bersesuaian dengan potensial ionisasi bagi LiH. Karena energi ini paling
negatip, maka energi ini merupakan energi orbital molekul bonding. Selanjutnya,
substitusi energi 1 ke dalam persamaan sekuler akan menghasilkan orbital molekul
bonding tersebut, yakni:
Dari suku kedua dan suku ketiga dalam persamaan (6.3a) diatas dapat diturunkan orbital
campuran (hibrid) yang berasal dari atom Li, misalnya
hL a 2 sL b 2 pL (6.3b)
2 2
dengan a +b =1, dan
1 0,701sH c hL (6.3c)
145
Jadi, dengan membandingkan persamaan (6.3c) di atas dengan persamaan (6.3a)
diperoleh ac=0,33 dan bc=0,20. Dengan demikian maka a=0,855 b=0,518 dan c= 0,39.
Orbital hybrid (6.3b) menjadi
Proses pembentukan suatu orbital atom campuran dari dua atau lebih orbital atom
dalam suatu atom disebut hibridisasi, dan proses itu berlangsung pada saat pembentukan
ikatan dengan atom lain. Dengan orbital atom hibrida φhL, keadaan lebih stabil (energi
bonding lebih negatip, karena overlap berlangsung tidak saja antara orbital φ1sH dan φ2sL
tapi juga dengan φ2pL. Energi suatu orbital hibrid berada di antara kedua orbital
pembentuknya. Jika perbedaan energi kedua orbital cukup besar, hibridisasi lebih sulit
terjadi karena diperlukan lebih besar energi. Jadi dua orbital yang beda energinya kecil
mempunyai peluang lebih besar untuk berhibridisasi.
Pada molekul diatomik heteronuklir seringkali terjadi aliran muatan dari satu atom
ke atom lain, bergantung pada ‘daya tarik elektron’ dari masing-masing atom. Dalam
keadaan seperti ini ikatan disebut polar; ikatan polar itu menimbulkan momen dipol
molekul. Misalkan molekul AB memiliki orbital molekul:
N ( A B ) (6.6)
q A qB q AB
di mana qA adalah jumlah elektron di atom A, qB adalah jumlah elektron di atom B dan
qAB adalah jumlah elektron di antara kedua atom. Jadi
146
q A 2 N 2 ; q B 22 N 2 ; q AB 4N 2 S AB (6.8a)
1
N2 (6.8b)
1 S 2
Terlihat bahwa, bila ≠1 maka qA≠qB; artinya ada pergeseran muatan yang menimbulkan
karakter ionik. Jika >1, maka qA<qB yang menunjukkan aliran elektron dari A ke B
.untuk membentuk A+B-.
Andaikan pada awalnya, qA=qB, lalu mengalir sejumlah muatan, misalnya , dari
A ke B. Maka beda muatan elektron keduanya adalah qB-qA=2; jika =1, maka qB=2,
qA=0 yang berarti ikatan antara kedua atom sepenuhnya ionik. Oleh sebab itu
didefenisikan fraksi karakter ionik sebagai berikut:
qB q A
f . (6.9a)
2
2 1
f . (6.9b)
1 2S 2
Jelas bahwa f=0 menyatakan ikatan sepenuhnya kovalen, dan f=1 menyatakan ikatan
sepenuhnya ionik
Selanjutnya, total momen dipol dapat didekati sebagai berikut:
qB q A eR (2 1)
eR eRf (6.10)
2 1 2S 2
dengan φ2p’ danφ2p’’ adalah orbital-orbital φ2px dan φ2py atau kombinasi keduanya. Kedua
hibrida di atas orthogonal satu satu sama lain:
h 2 dV N1 N 2 1 2 2 s2 p '' dV 1 2 p '2 s dV 12 2 p '2 p '' dV 0
h1
147
Karena berasal dari satu atom, maka suku kedua dan ketiga sama dengan nol. Yang tersisa
hanyalah suku keempat dan untuk itu misalkan
2 p ' 2 px ,
(6.12)
2 p '' cos 12 2 px sin 12 2 py
dengan 12 adalah sudut antara kedua hibrida. Dengan persamaan (6.12) maka
2 p '' dV cos 12 22pxdV sin 12 2 px2 pydV cos 12 .
2 p'
Jadi,
h 2 dv N1 N 2 1 12 cos 12 0
h1 (6.13)
merupakan syarat ortogonalitas antara kedua hibrida. Terlihat dalam persamaan (6.13)
bahwa sudut 12 berkaitan dengan besarnya campuran 2s-2p dalam kedua hibrida. Dengan
mengambil 1=2 maka cos12=-1/2; artinya sudut 12>90o. Jadi jelas bahwa konsep
hibridisasi sesuai dengan eksperimen. Harga tidak dapat ditentukan, kecuali
menggunakan harga eksperimen 104,5o. Dengan harga ini maka 2. Jadi, perbandingan
orbital 2s dan 2p dalam hibrida-hibrida itu adalah 1:4.
Dalam ungkapan hibridisasi di atas, orbital 2pz bersama 2s membentuk hibrida
lone pair yang mengandung dua elektron. Andaikan hibrida itu adalah
h3 N 3 ( 2 s 3 2 pz ) (6.14)
Terhadap hibrida-hibrida φh1 dan φh2 misalkan hibrida φh3 membentuk sudut 13 dan 23.
Sifat orthogonal terhadap kedua hibrida memberikan cos 13= cos 23= -1/3. Jadi
13=23>90o. Dengan perkataaan lain hibrida φh3 mengarah ke belakang O sebagai garis
bagi dari sudut H-O-H seperti diperlihatkan dalam Gambar 6.1. Dengan 12=104,5o maka
13=23=127,75o, dan 3=0,816.
φh3(lone pair)
127,75o 127,75o
φh1 φh2
H 104,5o H
148
Atom karbon dalam keadaan dasar memiliki konfigurasi 1s22s22p2. Konfigurasi ini
memperlihatkan valensi dua (divalent), tetapi dalam senyawanya atom ini bervalensi
empat (tetravalent). Untuk menjelaskan itu, diandaikan satu elektron 2s berpromosi ke 2p
sehingga konfigurasi menjadi 1s2 2s1 2p3. Selanjutnya, orbital 2s bercampur dengan
orbital-orbital 2p membentuk orbital-orbital hibrida..
Perumusan umum suatu hibrida yang terbentuk dari orbital-orbital 2s dan 2p
adalah
h a 2 s b 2 p ; a 2 b 2 1 (6.15)
Jenis hibrida ini disebut spn dengan bilangan bulat n=(b/a)2 menyatakan jumlah
komponen 2p yang terlibat. Normalisasi hibrida di atas adalah:
h
1
1 n
2s n 2 p (6.16)
Orbital 2p dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari orbital-orbital komponen- nya:
2 p c x 2 px c y 2 py c z 2 pz
(6.17)
c x2 c 2y c z2 1
Tinjau hibridisasi jenis sp3; setiap hibrida melibatkan ketiga komponen 2p dengan
bobot yang sama. Berdasarkan persamaan (6.16) diperoleh:
h
1
2
2s 3 2 p
Karena bobot yang sama, maka 2p dalam persamaan (6.17) dapat diungkapkan oleh
empat buah kombinasi, yakni
2 px 2 py 2 pz
1 2 px 2 py 2 pz
2p (6.18)
3 2 px 2 py 2 pz
2 px 2 py 2 pz
h1 12 ( 2 s 2 px 2 py 2 pz )
h 2 12 ( 2 s 2 px 2 py 2 pz )
(6.19)
h3 12 ( 2 s 2 px 2 py 2 pz )
h 4 12 ( 2 s 2 px 2 py 2 pz )
yang orthogonal satu sama lain. Misalkan sudut antara dua kombinasi dalam persamaan
(6.18) adalah . Dengan sifat orthogonal, maka sudut antara dua buah hibrida dapat
ditentukan, misalnya:
149
h1 h 2 14 2 s 2 s 3
4
2 p ' 2 p ''
0 14 43 cos cos 13
109,47 o
Jadi, keempat hibrida jenis sp3 dalam persamaan (6.19) membentuk struktur tetrahedral.
Semua ikatan yang dapat terjadi dari hibrida-hibrida ini disebut ikatan-. Contoh molekul
di mana terjadi hibridasi sp3di dalam atom karbon adalah metana, CH4 seperti dalam
Gambar6.2.
H
Sekarang, tinjau hibridisasi jenis sp2. Sesuai dengan persamaan (6.16) setiap
hibrida memenuhi persamaan berikut:
h
1
3
2s 2 2 p
Dalam jenis ini, 2p merupakan kombinasi linier dari 2pxdan 2py. Misalkan hibrida
pertama dipilih
h1
1
3
2 s 2 2 px
(6.20a)
1 1 1
h2 2s 2 px 2 py
3 6 2
(6.20b)
1 1 1
h3 2s 2 px 2 py
3 6 2
150
h 2 dV 13 2 s 2 s dV 2 2 p ' 2 p '' dV 13 23 cos 0
h1
cos 12 120o
Jadi, ketiga hibrida berada pada bidang-xy dengan sudut 120o satu sama lain. Contoh
molekul di mana atom karbon memiliki hibrida-hibrida sp2 adalah hidrokarbon olefin dan
aromatik di mana ikatan- terbentuk dari hibrida-hibrida sp2 dan ikatan- dibentuk oleh
orbital-orbital 2pz. Kedua macam ikatan itu diperlihatkan oleh molekul etilena H2C=CH2
seperti dalam Gambar 6.3.
H H
H H
y z
x
x H
H
ikatan-
H ikatan- H
Jenis hibridisasi terendah adalah sp1 di mana dua hibrida terbentuk dari orbital 2s
dan 2px,
1
h1 ( 2 s 2 px )
2
(6.21)
1
h2 ( 2 s 2 px )
2
Dengan kedua hibrida dapat terbentuk ikatan-, sedangkan orbital-orbital 2py dan
2pzdapat membentuk ikatan-. Contoh kedua hibrida ini ditemukan adalah molekul
asetilena HCCH seperti dalam Gambar 6.4.
H z
x
H
Gambar 6.4 Ikatan dalam molekul asetilena (C2H2).
151
yakni bidang yang dibentuk oleh ikatan-ikatan-. Elektron yang berperan dalam ikatan-
, disebut elektron-, terlokalisasi di tempat. Elektron yang berperan dalam ikatan-
disebut elektron-; elektron ini tidak terlokalisasi tetapi agak mudah bergerak di
sepanjang molekul. Kemudahan bergerak itulah yang menimbulkan polarizabilitas
molekul searah dengan ikatan-.
Karena ikatan- berada pada bidang yang tegak lurus terhadap bidang molekul,
jarak antara elektron- dan elektron- cukup besar sehingga interaksi antara mereka
relatif lebih kecil daripada interaksi antara elektron-elektron-. Jika interaksi antara
elektron- dan elektron- dapat diabaikan, maka orbital molekul dari suatu molekul
terkonjugasi dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari orbital-orbital 2pz saja.
Pandangan inilah yang disebut teori elektron-.
Berdasarkan teori elektron-, Hückel(1931) mengembangkan metoda perhitungan
yang dapat memberikan pengertian-pengertian dasar tentang sifat-sifat senyawa
terkonjugasi. Dalam metoda ini, Hamiltonian elektron- diungkapkan sebagai jumlah
Hamiltonian efektif elektron-tunggal:
N
Hˆ Fˆ ( ) (6. 22)
1
ci i (6. 23)
i
dengan i adalah orbital 2pz di atom karbon ke-i. Dengan Hamiltonian efektif elektron-
tunggal dan orbital molekul di atas, maka peramaan eigen adalah
F
i
ij
S ij ci 0; i, j 1, 2, ....N (6. 25)
152
1; i j
S ij (6. 27)
0; lainnya
di mana potensial ionisasi -11 eV dan energi lompat -2,5 eV. Dengan demikian,
maka persamaan sekuler (6.4) dalam bentuk matriks adalah
0........... c1
........... c2
0
....... c3
0 (6. 28)
..................................... ...
Melalui determinan
0...........
...........
0 (6.29)
0 .......
.....................................
dapat ditentukan semua harga energi orbital molekul {n}. Dengan mensubstitusikan
setiap energi orbital molekul ke persamaan (6.28) akan diperoleh koefisien-koefisien c
bagi orbital molekul bersangkutan. Perhitungan untuk menentukan harga-harga dan
koefisien-koefisien c bersangkutan dari persamaan sekuler disebut diagonalisasi matriks
𝐻.
Selanjutnya, andaikanlah n adalah salah satu orbital molekul sebagai solusi dari
persamaan sekuler; maka MO-LCAO menghasilkan
N
n cni i .
i 1
*
n n dV cin* c jn i* j dV cin c jn Sij 1 .
i, j i
Tetapi, dengan asumsi dalam persamaan (6.3) di mana Sij=δij, maka persamaan di atas
menjadi
n n dV cni 1
* 2
(6. 30)
i
di mana cni2 merupakan kerapatan parsial elektron- di atom karbon ke-i karena elektron-
itu menempati orbital molekul n.
Selanjutnya jika ηn (=0,1,2) adalah jumlah elektron- yang menempati orbital
molekul n maka kerapatan elektron- di atom karbon ke-i adalah
153
sedangkan order-ikatan antara atom-atom karbon ke-i dan ke-jyang berikatan langsung
adalah
Berikut adalah program Hückel untuk molekul linier dengan menggunakan MATLAB.
%Program Hückel untuk molekul linier
clc
clear;
close all;
% Matriks Fock
N=4;
for i=1:N
f(i,i)=-11;
end
for i=1:N-1
f(i,i+1)=-2.5;
f(i+1,i)=-2.5;
end
disp('Keadaan dasar')
% Energi orbital molekul dan koefisien bersangkutan
[C,D]=eig(F);
for i=1:N
E(i)=D(i,i);
end
disp('energi orbital molekul')
E
disp('koefisien c')
C
% Bond order
for i=1:N-1
P(i,i+1)=2*C(i,1)*C(i+1,1)+C(i,2)*C(i+1,2);
end
% Panjang ikatan dua karbon bertetangga terdekat
for i=1:N-1
r(i)=1.52-0.15*P(i,i+1);
end
disp('panjang ikatan')
r
Coulson (1947) juga mengemukakan valensi bebas suatu atom karbon, yakni
mudahnya atom itu diserang radikal bebas. Valensi bebas suatu atom karbon adalah
selisih antara order-ikatan maksimum yang mungkin dan total order-ikatanyang terkait
154
dengan atom karbon tersebut. Harga order-ikatan maksimum terjadi pada atom karbon di
pusat trimetilen metan, yakni 1,732.
CH2
CH2 C
Jadi, semakin besar harga total order-ikatan pada suatu atom karbon, semakin kecil
pula valensi bebasnya; artinya, semakin kecil peluang atom karbon tersebut untuk bisa
diserang radikal bebas lainnya.
Selain besaran-besaran di atas, dapat pula dihitung energi delokalisasi molekul.
Besarnya energi delokalisasi elektron-merupakan ukuran stabilitas molekul tersebut.
Energi delokalisasi elektron-adalah
Eo n n (6. 36)
n
di mana n adalah energi orbital molekul n sedangkan ηnadalah jumlah elektron- yang
menduduki orbital molekul tersebut. Energi lokalisasi Elok adalah energi elektron- jika
semua elektron itu dalam keadaan terlokalisasi. Energi ini dapat dihitung dengan
memandang bahwa semua Fij=0 kecuali atom ke-i dan ke-j berikatan rangkap. Misalkang1
menyatakan jumlah ikatan rangkap dan g2 menyatakan jumlah elektron yang tak
berpasangan (radikal) dalam molekul, maka energi lokalisasi elektron- adalah
Berdasarkan besarnya energi delokalisasi itu, maka stabilitas molekul dapat ditetapkan.
Semakin besar harga negatif dari energi delokalisasi, semakin stabil molekul
bersangkutan.
CH2 CH2
1 3
155
Mulai dari satu ujung atom-atom karbon diberi nomor 1, 2, dan 3. Persamaan sekulernya
adalah:
0 c1
c 2 0
0
c3
0 x 1 0
1 x 1 0
0 0 1 x
dengan
x ; x
Determinan di atas adalah x3-2x=0 sehingga didapat x=-2, 0, 2; energi orbital molekul
adalah
1 2 bonding
2 non bonding
3 2 anti bonding
di mana dan adalah energi yang negatif. Selanjutnya, substitusi harga-harga energi
atau x tersebut ke dalam persamaan sekuler akan menghasilkan koefisien c bersangkutan,
dan orbital-orbital molekunya adalah sebagai berikut:
3 3
LUMO
2 2
1 1 HOMO
Elektron- tunggal yang berada pada orbital 2 memiliki peluang yang sama untuk
berada di atom C1 dan atom C3, dan tidak berpeluang di atom C2. Jadi ada dua struktur
molekul yang mungkin:
CH CH
156
Kerapatan muatan pada setiap atom sesuai dengan persamaan (6.10) adalah sebagai
berikut.
q1 2c112 c21
2
2(0,5) 2 (0,707) 2 1.
q2 2c12
2
c22
2
2(0,707) 2 (0) 2 1.
q3 2c13
2
c23
2
2(0,5) 2 (0,707) 2 1.
Dengan order-ikatan tersebut maka jarak antara dua atom bersangkutan adalah sama, dan
berdasarkan persamaan (6.33), jarak itu adalah 1,394 Å.
Valensi bebas pada setiap atom sesuai persamaan (6.34) adalah sebagai berikut:
Jadi, atom karbon C1 dan karbon C3 yang berada diujung-ujung molekul lebih reaktif
dibandingkan dengan karbon C2 yang ditengah.Energi keadaan dasar:
Eo=21+2=3+22. Sesuai dengan gambaran di atas dan persamaan (6.37) maka
sebagai radikal energi lokalisasinya adalahElok=(2+2)+=3+2 sehingga energi
delokalisasi adalahEd= Eo-Elok=0,8.Sebagai kation struktur elektroniknya 1220dengan
energi Ekat=2+22 , Elok=2+2 sehingga energi delokalisasinya 0,8. Sebagai anion
deng\an struktur elektronik1222, energinyaEan=4+22 dan
Elok=(2+2)+2=4+2, sehingga energi delokalisasinya 0,8 juga. Jadi, stabilitas allil
dalam ketiga bentuknya adalah sama.
157
x
1 1,62 bonding
2 0,62 bonding
di mana dan adalah energi yang negatif. Selanjutnya, orbital molekul terkait dengan
energi oerbital tersebut diperoleh dengan menentukan koefisien-koefisien c bersangkutan.
Untuk itu substitusikan harga-harga energi atau x ke dalam persamaan sekuler sehingga
koefisien c bersangkutan dapat ditentukan. Hasilnya, adalah seperti gambar berikut, di
mana orbital-orbital molekulnya adalah
4 4
3 3 LUMO
2 2 HOMO
1 1
Dalam keadaan dasar molekul butadiena ini mempunyai konfigurasi elektron-1222
seperti terlihat dalam gambar di atas.
Kerapatan elektron pada setiap atom dihitung sebagai berikut.
q1 2c11
2
2c21
2
2(0,376) 2 2(0,607) 2 1.
q2 2c12
2
2c22
2
2(0,607) 2 2(0,376) 2 1.
q3 2c13
2
2c23
2
2(0,607) 2 2(0,367) 2 1.
q4 2c14
2
2c24
2
2(0,367) 2 2(0,607) 2 1.
Artinya, pada setiap atom karbon ada satu electron-π. Perhitungan order-ikatan antara dua
atom bertetangga terdekat adalah sebagai berikut.
158
p34 2c13c14 2c23c24 2(0,607 0,376 0,376 0,607) 0,912
Dengan order-ikatan tersebut maka jarak antara dua atom berdekatan adalah r12=r34=1,363 Å dan
r23=1,4310 Å. Artinya, ikatan antara C1 dan C2, antara C3 dan C4 adalah ikatan rangkap ( dan
), dan antara C2 dan C3 adalah ikatan tunggal (): CH2=CH-CH=CH2.
Valensi bebas pada setiap atom adalah sebagai berikut:
Hasil itu menggambarkan bahwa atom C1 dan C4 yang berada diujung-ujung molekul
lebih reaktif dibandingkan atom C2 dan C3 yang ditengah. Hal ini sesuai dengan reaksi
Diels-Alder di mana butadiena + etilena sikloheksena seperti gambar berikut
CH2 CH2
C-H CH2 CH CH2
+
C-H CH2 CH CH2
CH2 CH2
Energi keadaan dasar: Eo=21+22=4+4,48. Energi lokalisasi adalah Elok=2(2+2)
sehingga energi delokalisasi adalah Ed=0,48 .
Selanjutnya, tinjaulah butadiena dalam keadaan tereksitasi dengan konfigurasi
elektron-122131 seperti dalam gambar.
4 4
3 3
2 2
1 1
Dengan order-ikatan ini maka jarak r12=r34=1,432 Å dan r23=1,389Å; artinya, terjadi
pembalikan panjang ikatan, yang rangkap pada keadaan dasar menjadi tunggal pada
keadaan tereksitasi dan sebaliknya, seperti dalam gambar berikut.
CH CH2 keadaan
tereksitasi
CH2 CH
159
Energi lokalisasi Elok=(2+2)+2=4+2, Eeks=4+1,62. Elok>Eeks. Artinya, keadaan
eksitasi samasekali tidak stabil. Jika dihitung valensi bebasnya, diperoleh: F1=F4=1,276
dan F2=F3=1,0; jadi ada peningkatan valensi bebas pada kedua atom di ujung-ujung
molekul. Hal ini menunjukkan, bahwa dalam reaksi Diels-Adler molekul butadiena
terlebih dahulu mengalami eksitasi sebelum membentuk sikloheksena..
x 1 1
1 x 10
1 1 x
3
dari mana diperoleh x -3x+2=0, sehingga:
x1 2; 1 2
x2 x3 1; 2 3
Molekul ini bisa berupa kation (dua elektron-), radikal (tiga electron-π) dan
anion (empat elektron-π) seperti gambar berikut.
CH CH CH CH CH CH
C+H CH CH
Kation Radikal Anion
Pengisian elektron- pada orbital-orbital molekul untuk ketiganya adalah sebagai berikut:
2=3
1
E okat 2( 2 ) 2 4
E orad 2( 2 ) 3 3
E oani 2( 2 ) 2( ) 4 2
160
Edkat 2 ; Edrad ; Edani 0
Jadi kestabilan paling tinggi dari siklo-propenil adalah dalam bentuk kation, baru radikal,
dan anion samasekali tidak stabil.
CH CH
Determinan sekuler untuk molekul ini adalah:
x 1 0 1
1 x 1 0
0
0 1 x 1
1 0 1 x
dari mana diperoleh:
x1 2; 1 2
x2 x3 0; 2 3
x4 2; 4 2
Dalam keadaan dasar penempatan elektron- pada orbital molekul adalah sebagai berikut:
4
2 3
1
c k 1 xc k c k 1 0
(6. 38)
x
161
dengan k=1, 2, ……, N adalah nomor yang diberikan pada atom-atom karbon mulai dari
satu ujung (1) hingga ujung lainnya (N). Untuk itu dapat diberikan syarat batas
co c N 1 0 (6. 39)
ck Ae ik Be ik
di mana A dan B adalah konstanta yang kompleks. Substitusi ke persamaan (6.38) akan
menghasilkan
x 2 cos (6. 40)
n
; n 1, 2, ........., N (6. 41)
N 1
Akhirnya diperoleh
n 2 cos[n /( N 1)] (6. 42)
dan koefisien
2 nk
cnk sin (6. 43)
N 1 N 1
sedangkan orbital molekul adalah
2 nk
n
N 1
k
k sin
N 1
(6. 44)
di mana k adalah orbital 2pz di atom karbon ke-k. Jelas bahwa, dari N buah atom karbon
(N buah elektron-) diperoleh N buah orbital molekul dengan energi orbital yang simetris
terhadap , seperti diperlihatkan dalam Gambar. 6.1. Terlihat dalam gambar bahwa untuk
N ganjil orbital energi adalah non-bonding, semua di bawahnya adalah bonding dan
semua di atasnya anti-bonding. Untuk N genap, tidak ada orbital non-bonding. Contoh
untuk N=3 adalah radikal allil dan N=4 adalah butadiene, sedangkan contoh bagi N yang
besar adalah poliena dan N adalah poliasetilena.
Untuk N genap, orbital molekul ke-N/2 disebut HOMO, dan orbital ke (N/2+1)
disebut
anti-bonding
……………… non-bonding
.
bonding
Gambar 6.1 Tingkat-tingkat energi orbital molekul dari molekul terkonjugasi linier
dalam keadaan dasar untuk N genap dan ganjil.
162
LUMO. Beda energi antara LUMO dan HOMO (sebutlah atau gap energi) dapat
diturunkan dengan menggunakan persamaan (6.21):
( 1 N 1)
4 cos 2 (6. 45)
N 1
Gap energi sebagai fungsi jumlah atom karbon adalah seperti Gambar 6.2. Orbital
molekul pada tingkat-tingkat HOMO dan LUMO disebut orbital molekul frontier.
1,4
1,2
Gap(satuan beta)
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
0 0,1 0,2 0,3
1/N
Gambar 6.2 Gap energi sebagai fungsi jumlah atom karbon (N genap).
ck c N k (6. 46)
Untuk itu, misalkan
ck e ik (6. 47)
sehingga dengan persamaan (6.46), e ik e i ( N k ) . Dengan itu, maka e iN 1 atau
N / 2 ; N genap
2n
; n 0, 1, 2, ......, (6. 48)
N ( N 1) / 2; N ganjil
163
1
cnk e i 2 kn / N (6. 50)
N
1
n
N
e
k
k
i 2 kn / N
(6. 51)
di mana k adalah orbital 2pz di atom karbon ke-k. Orbital-orbital molekul molekul siklis
dapat digambarkan seperti dalam Gambar 6.3.
CH CH CH CH CH CH
CH CH CH CH
CH CH
+
HC HCo HCoo
Kation Radikal Anion
Kelima tingkat energi orbital molekul adalah
0 2
1 2 cos(2 / 5) 0,62
2 2 cos(2 / 5) 1,62
Pengisian elektron- ke orbital-orbital tersebut dalam bentuk kation, radikal, dan anion
adalah seperti dalam gambar di bawah ini.
2
1
o
164
E kat 4 5,24 ;
E rad 5 5,86 ;
E ani 6 6,48 .
Elok,kat 4 4 ;
Elok,rad 5 4 ;
Elok,ani 6 4 .
E d ,kat 1,24 ;
E d ,rad 1,86 ;
E d ,ani 2,4
Jadi, yang paling stabil dari ketiganya adalah senyawa anion sebagai akibat dari penuhnya
ketiga orbital. Kestabilan itu ditunjukkan oleh keasamannya yang tinggi dan
kemampuannya bereaksi dengan kalium membentuk K+(C10H10)-. Di lain fihak telah
disadari sulitnya mensintesis senyawa kation (C10H10)+, yang disebut ion karbonium.
Molekul benzena yang mengandung enam buah elektron- memiliki energi
keadaan dasar 6+8, dan energi lokalisasi 6+6, sehingga energi delokalisasinya
adalah 2. Dapat dihitung pula bahwa jarak-jarak antara dua atom karbon berdekatan
adalah sama. Jadi keenam elektron- itu terdelokalisasi sepanjang cincinnya. Hal itu
menyebabkan karakter kearomatisannya cukup besar.
Teori orbital molekul pada poliena siklis menunjukkan kekhususan stabilitas
elektronik dari senyawa siklis dengan 4n+2 buah elektron-. Berdasarkan perhitungan
dengan metoda Hückel sistem koplanar yang memiliki 4n+2 buah elektron- mempunyai
stabilitas yang tinggi dan karakter kearomatisannya besar, sebagai akibat dari konfigurasi
dengan sel tertutup sebagai mana dalam gas inert.
165
a11 a12 a13 a14 a15 a16 A A
11 12 A13 0 0 0
a a 26 A21 A22 A23 0
21 a 22 a 23 a 24 a 25 0 0
a31 a32 a33 a34 a35 a36
A31 A32 A33 0 0 0
a 41 a 42 a 43 a 44 a 45 a 46 0 0 0 B11 B12 B13
a51 a52 a53 a54 a55 a56 0 0 0 B21 B22 B23
a B33
61 a 62 a 63 a 64 a 65 a 66 0 0 0 B31 B32
Berikut akan diperlihatkan dua contoh aplikasi simetri, butadiena dan antresena.
Butadiena
Tinjau molekul butadiena H2C=CH-CH=CH2; berdasarkan teori Hückel ada empat
buah orbital 2pz yang digunakan dalam pembentukan orbital molekul. Jadi, persamaan
sekulernya mengandung matriks berukuran 4x4.
2 z
4
1 3
x
y
Jika ditinjau dari segi simetri, dengan bidang-xy sebagai bidang molekul, akan
dipenuhi operasi-operasi simetri C2(z), h(xy) dan i. Jadi, molekul ini memiliki grup C2h
dengan karakter seperti Tabel 4.8.Operasi elemen-elemen grup terhadap orbital-orbital
{i=2pz} adalah seperti Tabel 6.1 berikut total karakter setiap operasi simetri tersebut.
Tabel 6.1 Operasi grup C2h terhadap orbital-orbital dan total karakternya masing-masing
I C2(z) h(xy) i
1 1 4 1 4
2 2 3 2 3
3 3 2 3 2
4 4 1 4 1
4 0 4 0
C2h I C2 h i
Ag 1 1 1 1 Rz,x2,y2,z2,xy
Au 1 1 -1 -1 z
Bg 1 -1 -1 1 Rx, Ry, xz, yz
Bu 1 -1 1 -1 x, y
166
Berdasarkan persamaan (4.12) koefisien-koefisien ai dihitung menggunakan Tabel 4.8
dan karakter dalam Tabel 6.1 sebagai berikut:
a(Ag)=¼(41+01+41+01)=2,
a(Au)=¼(41+01-41-01)=0,
a(Bg)=¼(41-01-41+01)=0,
a(Bu)=¼(41-01+41-01)=2.
=2Ag+2Bu.
Artinya, dua buah orbital teradaptasi simetri Ag dan dua buah teradaptasi Bu.
Selanjutnya, akan ditentukan orbital-orbital yang teradaptasi simetri {i} sebagai
kombinasi linier dari orbital-orbital asal {i=2pz}. Untuk itu hasil operasi simetriorbital-
orbital asal dikalikan dengan karakter-karakter Ag dan Bu, dan dijumlahkan.
C2h I C2 h i
1 1 4 1 4
2 2 3 2 3
Ag 1 1 1 1
Bu 1 -1 1 -1
F11 1 Fˆ 1 1
2 [ 1 Fˆ 1 1 Fˆ 4 4 Fˆ 1 4 Fˆ 4 ]
( 0 0 )
1
2
F12 F21 1 Fˆ 2 1 2 [ 1 Fˆ 2 1 Fˆ 3 4 Fˆ 2 4 Fˆ 3 ]
( 0 0 )
1
2
F22 2 Fˆ 2 1 2 [ 2 Fˆ 2 2 Fˆ 3 3 Fˆ 2 3 Fˆ 3 ]
( )
1
2
F33 3 Fˆ 3 1 2 [ 1 Fˆ 1 1 Fˆ 4 4 Fˆ 1 4 Fˆ 4 ]
( 0 0 )
1
2
F34 F43 3 Fˆ 4 1 2 [ 1 Fˆ 2 1 Fˆ 3 4 Fˆ 2 4 Fˆ 3 ]
1
2 ( 0 0 )
167
F44 4 Fˆ 4 1
2 [ 2 Fˆ 2 2 Fˆ 3 3 Fˆ 2 3 Fˆ 3 ]
1
2 ( )
0 0 c1
0 0 c2
0 0 c 0
3
0 c4
0
Jadi, matriks berukuran 44 dalam Contoh 6.2 berubah menjadi dua buah matriks yang
berukuran 22, dengan persamaan sekuler masing-masing adalah
c1
Ag : 0
c2
c3
Bu : 0
c
4
1,62 1
( Ag )
0,62 3
1,62 4
( Bu )
0,62 2
Hasil-hasil energi di atas sama dengan hasil-hasil dalam Contoh 6.2. Selanjutnya dengan
hasil di atas, maka untuk representasi Ag diperoleh: untuk 1: c1=0,53, c2=0,85 dan untuk
3: c1=0,85, c2=-0,53.Untuk representasi Budiperoleh untuk2: c1=0,85 dan c2=-0,53 dan
untuk 4: c1=0,53, c2=-0,85. Dengan demikian maka orbital molekul yang teradaptasi
simetri adalah
1 0,531 0,85 2 0,375( 1 4 ) 0,607( 2 3 )
Ag :
3 0,851 0,53 2 0,607( 1 4 ) 0,375( 2 3 )
168
Hasil-hasil di atas sama dengan hasil dalam Contoh 6.2. Dengan hasil-hasil tersebut,
struktur elektronik butadiena dalam keadaan dasar o adalah seperti dalam Gambar 6.3
4 4(Bu)
3 3(Ag)
2 2(Bu)
1 1(Ag)
(o)(1)=AgBu=Bu
(o)(2)=AgAg=Ag
(o)(3)=AgAg=Ag
(o)(4)=AgBu =Bu
hc 1,24
ki (μm) ; i 0, 1; k 1, 2
Ek Ei Eki (eV)
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada dua hal penting yang
diperoleh dari aplikasi simetri: (1) ukuran matriks dalam persamaan sekuler menjadi kecil
sehingga mudah diselesaikan, dan (2) mungkin atau tidak terjadinya transisi elektron
antara dua keadaan mudah terlihat.
169
2(Ag) E2
1(Bu) E1
(a)
0(Ag) E0
(b)
Naftalen
Sesuai dengan teori elektron-, molekul naftalena seperti gambar di bawah
memiliki sepuluh buah orbital 2pz yang digunakan dalam pembentukan orbital molekul.
Jadi persamaan sekulernya berukuran 10x10.Berdasarkan gambar itu, molekul tersebut
memiliki operasi-operasi simetri C2(z), C2(y), C2(x), h(xy), h(xz), h(yz), dan i. Jadi,
molekul ini memenuhi grup D2h dengan karakter seperti Tabel 4.9.
z
2
1
3
9
8 4
10
7
5 y
6
x
Operasi simetri terhadap orbital-orbital atom 2pzadalah seperti tabel di bawah ini.
Dalam tabel ditampilkan karakter setiap operasi.
170
D2h I C2(z) C2(y) C2(x) h(xy) h(xz) h(yz) i
1 1 5 -8 -4 -1 4 8 5
2 2 6 -7 -3 -2 3 7 6
3 3 7 -6 -2 -3 2 6 7
4 4 8 -5 -1 -4 1 5 8
5 5 1 -4 -8 -5 8 4 1
6 6 2 -3 -7 -6 7 3 2
7 7 3 -2 -6 -7 6 2 3
8 8 4 -1 -5 -8 5 1 4
9 9 10 -9 -10 -9 10 9 10
10 10 9 -10 -9 -10 9 10 9
10 0 -2 0 -10 0 2 0
171
diperoleh orrbital-orbital teradaptasi simetri untuk setiap representasi, yakni
1 1 2 (1 4 5 8 )
Au :
2 2 ( 2 3 6 7 )
1
3 1 2 (1 4 5 8 )
B1u : 4 1
2 ( 2 3 6 7 )
5
( 9 10 )
1
2
6 1 2 (1 4 5 8 )
B2 g :
7 2 ( 2 3 6 7 )
1
8 1 2 (1 4 5 8 )
B3 g : 9 1 2 ( 2 3 6 7 )
10 2 ( 9 10 )
1
Kini jelas, bahwa determinan sekuler yang 10x10 berubah menjadi 2x2, 3x3, 2x2 dan 3x3
seperti berikut. Elemen-elemen Fij dalam representasiAu adalah:
F11 1 4 1 4 5 8 Fˆ 1 4 5 8 1 2
Au : F12 H 21 1 4 1 4 5 8 Fˆ 2 3 6 7
F22 1 4 2 3 6 7 Fˆ 2 3 6 7
F33 1 4 1 4 5 8 Fˆ 1 4 5 8 1 2 ;
F34 F43 1 4 1 4 5 8 Fˆ 2 3 6 7 ;
F F 1 1 4 5 8 Fˆ 9 10 1 2
35 53 2 2
B1u :
F44 1 4 2 3 6 7 Fˆ 2 3 6 7 ;
F45 F54 1 2 2 2 3 6 7 Fˆ 9 10 0;
F55 1 2 9 10 Fˆ 9 10
F66 1 4 1 4 5 8 Fˆ 1 4 5 8 1 2 ;
B2 g : F67 F76 1 4 1 4 5 8 Fˆ 2 3 6 7
ˆ
F77 4 2 3 6 7 F 2 3 6 7
1
172
F88 1 4 1 4 5 8 Fˆ 1 4 5 8 1 2 ;
F89 F98 1 4 1 4 5 8 Fˆ 2 3 6 7 ;
F F 1 1 4 5 8 Fˆ 9 10 2
8,10 10,8 2 2
B3 g :
F99 1 4 2 3 6 7 Fˆ 2 3 6 7 ;
F9,10 F10,9 1 2 2 2 3 6 7 Fˆ 9 10 0;
F10,10 1 2 9 10 Fˆ 9 10
Jadi, determinan sekuler dan energi orbital molekul dalam masing-masing representasi
adalah:
0.62 ;
Au : 0 ( Au )
1.62
1
2
;
B1u : 0 0 ( B1u ) 0.828 ;
1
2
0 1,828
1,62 ;
B2 g : 0 ( B2 g )
0,62
1
2
;
B3 g : 0 0 ( B3 g ) 1.67 ;
1
2
0 0.67
173
Jadi, orbital molekul yang diungkapankan melalui kombinasi linier dari {i=2pz} jika
diurut sesuai dengan urutan energi mulai dari paling negatif (ingat dan negatif)
adalah:
Energi Orbital molekul j
1=+1,828 1=0,28(1+4+5+8)+0,34(2+3+6+7)+0,34(9+10) B1u
2=+ 2=-0,30(2+3+6+7)-0,59(9-10) B1u
3=+0,734 3=0,30(1-4-5+8)-0,17(2-3-6+7)+0,52(9-10) B3g
4=+0,62 4=0.43(1+4-5-8)-0,26(2+3-6-7) B2g
5=+0,62 5=0,43(1-4+5-8)+0,26 (2-3+6-7) Au
6=-0,828 6=0,42(1+4+5+8)-0,23(2+3+6+7)-0,23(9+10) B1u
7=- 7=-0,3(2-3-6+7)+0,6(9-10) B3g
8=-1,62 8=0,26(1+4+5+8)-0,43 (2-3+6-7) Au
9=-1,62 9=0.26(1+4+5+8)+0,43(2+3-6-7) B2g
10=-1,734 10=0,30(1+4+5+8)-0,41(2-3-6+7)+0,43(9-10) B3g
Struktur elektronik dalam keadaan dasar o diperlihatkan dalam Gambar 6.5. Selain itu
digambarkan juga tiga buah keadaan tereksitasi, 1 hasil transisi sebuah elektron dari
56 , 2 hasil transisi sebuah elektron dari 57 dan 3 hasil transisi sebuah
elektron dari 46.
B3g 10 10 10 10
c1 0; c2 0 ,597c1; c30 ;0,597; c3 0,830
; c02,830 ; c1 0; c2 0,
B3g 7 7 7 7
( B3 g
( B3 g ) 0,734 ) c1 0,0593 ; c2
,734 c01,341 c3;( B
0;,593 0,
g) ;
c023,73 ;0c,734
341 3 0 ,73
; c1 0,593
B1u 6 1,734
6 6 6
c1 0,599
1,734; c2 c01,816
0,599
c3 ; c20,579 1c,3734
0;,816 0,
579c;1 0,599
Au
10 5
10 5
5
10 5
B2g 4 4 4 4
B1u 1 1 1 1
c1 0; c2 0 c1; c30 ;c
;0 c1;c30;c0 0; , c1; c30; c02,830
;0,
,597 0,830 ,597 2 ,830 597
o 1 2 23
( B3 g
( B3 g ) 0,734 (; Bc32g
) c1 0,0593
,734 ) c01,341
0;,05933
c,734 c023,73
;( B c01,
g) ;
0,;593
341 0c,734
; c2,73
3 0 0;,593
; 0c1,341 c3
beberapa 0,599 1,734
c20, c01;,816
0,599 ; c20 0 3
Gambar 6.5 Keadaan dasar dan keadaan tereksitasi molekul naftalena.
1,734 c1 1,734; c2 c01,816 0,599c3 ; 579 1c,3734 ,579 0,c599
c;1,816
Representasi keadaan-keadaan seperti dalam gambar adalah
Jadi, representasi momen transisi untuk n=1, 2 dan 3 masing-masing adalah B1g, B3u dan
B2u. Artinya,
transisi 0 1 : (ˆ ) (0 )(1 ) Ag B1g B1g
transisi 0 2 : (ˆ ) (0 )(2 ) Ag B3u B3u
transisi 0 3 : (ˆ ) (0 )(3 ) Ag B2u B2u
174
Berdasarkan Tabel 4.9 komponen dipole x, y dan zmasing-masing memiliki representasi
B3u, B2u dan B1u. Jadi, transisi 0 1 terlarang sedangkan transisi 0 2 dan
transisi 0 3 diperbolehkan masing-masing dengan komponen dipol x dan y.
i hi
(6. 52)
i ki
di mana dan adalah nilai untuk atom karbon, sedangkan hidan kibergantung pada jenis
heteroatom (ke-eloktronegatifan) seperti dalam table di bawah ini.
x 1
0 atau x2+x-1=0.
1 x 1
1= +1,62 ,
2= -0,62 .
Dengan 1 diperoleh
1=0,525φC+ 0,851φO,
dan dengan 2 diperoleh
2=0,851φC- 0,525φO.
175
(2) lebih dekat orbital atom karbon seperti diperlihatkan dalam Gambar 6.6.
2,2
φC
φO
1,1
qC= 2x 0,5252=0,55
qO=2x0,8512=1,45.
Artinya, atom O menarik 0,45 elektron dari atom C; hal ini sesuai dengan sifat atom
oksigen yang senang menarik elektron (ke-elektronegatifan-nya lebih tinggi dari pada
karbon).
Dalam molekul heterosiklis piridin, atom nitrogen dipandang terhibridisasi sp2
dengan lone pair mengarah ke luar bidang cincin. Oleh sebab itu nitrogen ini mempunyai
satu elektron valensi yang tersisa untuk berperan dalam ikatan elektron -, sehingga
piridin adalah isoelektronik- dengan benzen. Kerapatan elektron dan order ikatan
dihitung dari tiga buah orbital molekul yang masing-masing ditempati elektron-. Hasil
perhitungan kerapatan elektron untuk piridin adalah sebagai berikut (Murrel et.al.,1977):
Terlihat bahwa sebagian muatan dari masing-masing atom karbon tertarik menuju atom
nitrogen yang mempunyai keelektronegatifan lebih besar dari atom karbon. Juga terlihat
bahwa kehadiran atom N memberi pengaruh yang besar pada atom-atom alternasi; hal ini
sesuai dengan ‘hukum polaritas yang beralternasi’.
0,910
10
0,987 0,987
0,962 0,962
N
1,147
176
Soal-soal
6.1 Untuk molekul hipotetis trimetilen metan (CH2)3C tuliskanlah persamaan sekuler
menurut metoda Hückel. Kemudian tentukanlah orbital-orbital molekul dan energi
orbital bersangkutan dalam keadaan dasar. Gambarkanlah tingkat-tingkat energi
orbital itu dan tempatkanlah elektron-. Selanjutnya hitunglah order-order-ikatan,
dan jarak antar karbon.
6.2. Molekul etilen dirumuskan seperti H2C=CH2 dan formaldehid seperti H2C=O.
Parameter ho=1 dan kc-o=1 untuk atom oksigen. Selesaikanlah pertanyaan berikut
atas dasar metoda Hückel.
a. Hitunglah energi-orbital dan orbital molekul bersangkutan pada etilen. Dalam
keadaan dasar, tentukanlah kerapatan elektron- di masing-masing atom karbon,
dan hitung pula panjang ikatan C=C.
b. Hitunglah energi-orbital dan orbital molekul bersangkutan pada formaldehid.
Dalam keadaan dasar,tentukanlah kerapatan elektron- di atom karbon dan di
atom oksigen, dan hitung pula panjang ikatan C=O.
c. Jelaskanlah perbedaan hasil-hasil perhitungan untuk kedua molekul.
6.3 Tunjukkan bahwa dalam konfigurasi keadaan dasar butadiena, panjang ikatan 1-2
dan 3-4 lebih pendek daripada 2-3; dalam konfigurasi tereksitasi pertama panjang
ikatan 2-3 lebih pendek daripada 1-2 dan 3-4. Tunjukkan pula bahwa pada anion-
butadiena panjang ikatan-ikatan hampir sama.
1,3,5-heksatriena 3-metilena-1,4,pentadiena
177
(a) Yang manakah yang memperlihatkan stabiltas aromatic?
(b) Sifat tak-biasa apakah dari azulen yang bisa diramalkan dari perhitungan?
6.10 Tentukanlah (i) tingkat-tingkat energi dan orbital molekul, (ii) panjang ikatan, dan
(iii) spectrum UV, untuk molekul naftalen.
6.11 Lakukan hal yang sama dengan soal nomor 5 untuk molekul antrasena.
6.12 Gunakanlah simetri molekul untuk menghitung tingkat-tingkat energi dan orbital
molekul naftalen.
6.13 Gunakanlah simetri molekul untuk menghitung tingkat-tingkat energi dan orbital
molekul antrasena.
6.14 Hitunglah energy delokalisasi karbocation, karbanion, dan radikal bebas yang
diperoleh dari propana.
6.15 Hitunglah kerapatan electron, order ikatan dan energy delokalisasi pada molekul-
molekul berikut.
6.16 Bandingkanlah stabilitas furan dan pirrol dengan siklopentadienil anion. Apakah
aturan aromatik 4n+2 berlaku untuk heterosiklik?
178
BAB 7
METODA KOMPUTASI STRUKTUR ELEKTRONIK
Dalam paragraf 3.4 telah dibahas metoda SCF untuk atom yang mengandung banyak
elektron berdasarkan pandangan Hatree-Fock. Dalam paragraf 5.2 telah dikemukakan
pula teori orbital molekul berdasarkan pandangan Roothaan. Dalam bab ini akan
dikemukakan perumusan Hatree-Fock-Roothaan secara umum dan bagaimana perumusan
itu dipakai untuk molekul. Bertolak dari perumusan Hartree-Fock-Roothaan,
berkembanglah metoda-metoda komputasi untuk studi molekul. Metoda-metoda itu bisa
dibagi menjadi dua kategori: ab initio dan semiempirik. Metoda ab initioadalah metoda
yang dalam perumusan-perumusannya sepenuhnya tidak mengandung parameter-
parameter eksperimen. Metoda ini menggunakan, interaksi konfigurasi, teori perturbasi
dan teori fungsional densitas.Semua integral dievaluasi secara eksak. Hasil perhitungan
dengan metoda ab initio setaraf dengan hasil eksperimen, hanya saja memerlukan
komputer yang lebih canggih agar proses komputasi berlangsung lebih cepat khususnya
untuk molekul besar.
di mana
2 2 Z ae2
ˆ
H ( )
c
c (7.2)
2m a 4 0 r a
e2
Hˆ Hˆ ( ) Hˆ c ( ) 1 2 (7.3)
4 0 r
Dalam persamaan-persamaan di atas Za adalah nomor atom ke-a, rμa jarak antara elektron
ke-μ dan inti ke-adan rμν adalah jarak antara elekron ke-μ dan elektron ke-ν.
Dalam persamaan (7.1) potensial antara dua elektron melibatkan secara serentak
koordinat masing-masing elektron ke-μ dan ke- yang tidak bisa dievaluasi secara eksak.
Untuk itu Fock melakukan pendekatan dengan memandang potensial sebagai potensial
elektron ke-μ dalam medan rata-rata elektron ke- yang menduduki orbital molekul ke-n,
e2 1
4 0 n* ( ) n ( ) dVv
r
(7.4a)
Karena elektron dapat bertukar tempat antara orbital-orbital molekul, maka potensial itu
bisa dipandang mencakup
e2 1
4 0 n* ( ) m ( ) dVv
r
(7.4b)
179
Kedua macam potensial di atas harus dijumlahkan pada semua orbital molekul yang
ditempati elektron. Untuk sistem elektron dengan sel tertutup, jumlah orbital molekul
adalah N genap. Dengan demikian, Hamiltonian untuk satu elektron dinyatakan sebagai
Hamiltonian efektif elektron-tunggal, misalnya untuk elektron ke-
N /2
Fˆ ( ) Hˆ c ( ) 2 Jˆn ( ) Kˆ n ( ) (7.5)
n
e2 1
Jˆn ( ) m ( ) n* ( ) n ( ) dVv m ( ) (7.6)
4 0 r
e2 1
Kˆ n ( ) m ( ) n* ( ) m ( ) dVv n ( ) (7.7)
4 0 r
Operator Ĵ dan K̂ masing-masing disebut operator Coulomb dan operator tukar. Angka 2
pada operator Coulomb dalam persamaan (7.5) menyatakan jumlah elektron yang
menempati suatu orbital molekul untuk sistem elektron dengan sel tertutup. Operator
tukar muncul karena persyaratan fungsi gelombaang yang harus antisimetrik terhadap
pertukaran elektron. Persamaan-persamaan (7.5) sampai dengan (7.7) disebut persamaan
Hartree-Fock. Selanjutnya persamaan (7.2) berubah menjadi
Hˆ F ( ) (7.8)
Persamaan eigen dari operator Fock untuk elektron ke-μ pada suatu orbital
molekul, misalnya n(μ), adalah
Fˆ ( ) n ( ) n n ( ) (7.9)
n cni i (7.10)
i
Fungsi basis akan dibahas dalam paragraf 7.2.Substitusi persamaan (7.10) ke persamaan
(7.9) menghasilkan persamaan sekuler:
F
i
ij n S ij cnj 0 (7.11)
180
dan integral overlap
Sij i* j dV (7.13)
Ungkapan rinci dari Fij dalam persamaan (7.12) adalah sebagai berikut:
e2
( ) c c
* *
*
( )l ( ) k* ( ) j ( )dV dV
4 0 r
i nk nl i
n (7.15)
H ijc 2cnk
*
cnl [(ij kl) 1 2 (il kj)]
k ,l n
di mana
H ijc i* ( )Hˆ c ( ) j ( ) dV (7.16)
Integral (ij kl) dan (il kj) masing-masing disebut integral repulsif dua-elektron, dan
ungkapannya adalah
e2 1 *
(ij kl) ( ) j ( ) k ( )l ( ) dV dV
*
(7.17)
4 0
i
r
e2 1 *
(il kj) ( )l ( ) k ( ) j ( ) dV dV
*
(7.18)
4 0
i
r
Adapun Pkl dalam persamaan (7.15) adalah order ikatan antara orbital atom ke-k dan
orbital atom ke-l, yakni
occ
Pkl 2c nk cnl (7.19)
n
Berdasarkan perumusan-perumusan di atas, program komputer untuk komputasi
molekul dapat dirancang berdasarkan diagram alir seperti diperlihatkan dalam Gambar
7.1. Elemen matriks Fock {Fij} harus dihitung terlebih dahulu, namun dalam setiap Fij itu
diperlukan koefisien-koefisien {cnj} untuk menghitung order ikatan {Pij}. Oleh sebab itu,
perhitungan hanya dapat dilaksanakan secara iteratif dengan memberikan harga awal,
{P0ij}. Metoda perhitungan seperti inilah yang disebut self-consistent field (SCF).
Akhirnya, dengan menggunakan hasil perhitungan SCF, fungsi keadaan dasar di-
bangun dalam bentuk determinan Slater dari seluruh orbital molekul yang diduduki
elektron. Untuk sistem sel tertutupfungsi itu adalah determinan Slater dari semua spin-
orbital molekul seperti,
181
1 (1) 1 (1) 2 (1) 2 (1)........... N / 2 (1)
1 (2) 1 (2) 2 (2) 2 (2)........... N / 2 (2)
1 (7.20a)
o ...........................................................................
N!
...........................................................................
1 ( N ) 1 ( N ) 2 ( N ) 2 ( N ).......... N / 2 ( N )
dengan ns (i) adalah spin-orbital molekul ke-n yang ditempati elektron ke-i dengan spin s
( atau ). Secara simbolik fungsi keadaan itu dituliskan seperti
Start
{P0ij}, Δ
iter=1
Fij
iter=iter+1
Diag. F
{n},{cnj} {P0ij}={Pij}
{Pij}
{Pij}-P0ij}Δ
tidak
ya
{n},{cnj}}
Stop
Dalam persamaaa (7.20a) dan (7.20b) terlihat bahwa setiap orbital molekul n ditempati
oleh dua elektron dengan spin berpasangan; ini sesuai dengan prinsip Pauli. Perumusansel
182
tertutup seperti ini dikenal dengan istilahrestricted Hartree Fock (RHF). Gambaran
susunan elektron dan spinnya dalam keadaan dasar diperlihatkan dalam Gambar 7.2.
. N
.
m
.
. N/2+1
. N/2
.
k
.
. 1
1 1 (1) 1 (1)
o
2 1 (2) 1 (2)
1 1 (1) 1 (1)
o 1
1
1 (1) 1 (2) 1 (1) 1 (2)
2 1 (2) 1 (2)
1
2
Hˆ 0 [ Hˆ (1) Hˆ (2)]
1
1 (1) 1 (2) 1 (1) 1 (2)
2
1 ˆ
H (1) 1 (1) 1 (2) 1 (1) 1 (2) Hˆ (2) 1 (1) 1 (2) 1 (1) 1 (2)
2
1 ˆ
2
H (1) 1 (1) 1 (2) Hˆ (1) 1 (1) 1 (2)
1
2
1 (1) Hˆ (2) 1 (2) 1 (1) Hˆ (2) 1 (2)
Hˆ 0 1
1
1 (1) 1 (2) 1 (1) 1 (2) 2
1
1 (1) 1 (2) 1 (1) 1 (2)
2 2
( 1 2 ) 1 (1) 1 (2) 1 (1) 1 (2)
( 1 2 )0
183
Contoh 7.2 Tunjukkan bahwa fungsi keadaan
Jadi, fungsi diatas bukan fungsi eigen dari Hˆ Hˆ (1) Hˆ (2) Hˆ (3) karena fungsi itu
melanggar prinsip Pauli.
Contoh 7.3 Tunjukkanlah bahwa fungsi keadaan dasar sistem sel tertutup (RHF) adalah
fungsi eigen dari operator spin Ŝ 2 . Untuk itu tinjaulah fungsi keadaan dasar dari sistem
dua elektron:
1 (1) 1 (1)
1
o .
2!
(2)
1 (2)
1
o
1
.
1
(1) 1 (2) 1 (1) 1 (2)
1
1 (1) (1) 1 (2) (2) 1 (2) (2) 1 (1) (1)
2 2
1 (1) 1 (2) (1) (2) (2) (1)
1
2
Operator spin S s1 s2 sehingga (lihat paragraf 2.6)
Sˆ 2 ( s1 s2 ).( s1 s2 ) sˆ12 sˆ22 2sˆ1.sˆ2 sˆ12 sˆ22 2( sˆ1z sˆ2 z sˆ1x sˆ2 x sˆ1 y sˆ2 y )
.
sˆ12 sˆ22 2sˆ1z sˆ2 z sˆ1 sˆ2 sˆ1 sˆ2 .
sˆ12 (1) (2) (2) (1) sˆ12 (1) (2) (2) sˆ12 (1) (1) (2) (2) (1)
3 2
4
sˆ22 (1) (2) (2) (1) (1) sˆ22 (2) sˆ22 (2) (1) 2 (1) (2) (2) (1)
3
4
2sˆ1z sˆ2 z (1) (2) (2) (1) 2[ sˆ1z (1) sˆ2 z (2) sˆ2 z (2) sˆ1z (1)]
1 1 1 1 1
2 (1) (2) (2) (1) 2 [ (1) (2) (2) (1)]
2 2 2 2 2
sˆ1 sˆ2 (1) (2) (2) (1) sˆ1 (1) sˆ2 (2) sˆ2 (2) sˆ1 (1)
0 (2) (1) 2 (1) (2)
184
sˆ1 sˆ2 (1) (2) (2) (1) sˆ1 (1) sˆ2 (2) sˆ2 (2) sˆ1 (1)
(1) (2) 0 2 (2) (1)
(sˆ1 sˆ2 sˆ1 sˆ2 ) (1) (2) (2) (1) 2[ (1) (2) (2) (1)]
1 (1) 1 (2) Sˆ 2 (1) (2) (2) (1)
1
Sˆ 2 o
2
3 1 1
1 (1) 1 (2) (1) (2) (2) (1) 0 o 0
3
2 2 2 2
4 4 2 2
Jadi fungsi keadaan dasar o adalah fungsi eigen dari operator spin Ŝ dengan nilai eigen
2
nol.
Dari hasil perhitungan SCF, keadaan tereksitasi singlet berkaitan dengan promosi
satuelektron dari orbital molekul k (kN/2) ke m (mN/2+1) menghasilkan keadaan
eksitasi
1
k m
1
2
1 .... k1 k m k1 .... N / 2
(7.20c)
1 .... k 1 m k k 1 .... N / 2
atau
1 (1) ....... k1 (1) k (1) m (1) k1 (1)........... N / 2 (1)
1 (2) ...... k 1 (2) k (2) m (2) k 1 (2).......... N / 2 (2)
1
1
k m ...............................................................................................
2 N!
........................................... .....................................................
1 ( N ) .... k1 ( N ) k ( N ) m ( N ) k1 ( N )......... N / 2 ( N )
(7.20d)
(1) .......
k 1
(1) (1) (1)
k 1 (1)........... (1)
1 k m N /2
di mana tanda negatif untuk keadaan singlet dan tanda positif untuk keadaan triplet.
Gambar 7.3 memperlihatlan susunan elektron dalam keadaan-keadaan tereksitasi singlet
dan triplet.
. N . N
. .
m m
. .
. N/2+1 . N/2+1
. N/2 . N/2
. .
k k
. .
. 1 . 1
Gambar 7.3 Susunan elektron dalam keadaan tereksitasi: (-) singlet dan (+) triplet.
185
Contoh 7.4 Jika hanya meninjau elektron-π saja maka keadaan dasar butadiena adalah
Tentukanlah fungsi keadaan molekul butadiena jika satu elektron tereksitasi dari orbital
molekul2 ke orbital molekul 3 dengan spin yang tetap (singlet).
1
23
1
2
1 1 2 3 1 1 3 2
1 (1) 1 (1) 2 (1) 3 (1) 1 (1) 1 (1) 3 (1) 2 (1)
1 1 (2) 1 (2) 2 (2) 3 (2) 1 (2) 1 (2) 3 (2) 2 (2)
2 4! 1 (3) 1 (3) 2 (3) 3 (3) 1 (3) 1 (3) 3 (3) 2 (3)
1 (4) 1 (4) 2 (4) 3 (4) 1 (4) 1 (4) 3 (4) 2 (4)
Dalam sistem sel terbuka, misalnya untuk N=3 keadaan dasar adalah
Meskipunelektron-1 dan elektron-2 berada pada orbital molekul ruang yang sama,1,
tetapi karena spinnya berbeda maka interaksi masing-masing dengan elektron-3 dengan
spin tertentu adalah berbeda. Dengan demikian maka persamaan eigen bagi operator
Hatree-Fock-Roothaan untuk masing-masing hamiltonian effektif F̂ dan F̂ harus
mengikuti
Fˆ s ( ) m
s
( ) m m ( ); s ,
s s (7.21a)
di mana
Ns
Fˆ s ( ) Hˆ c ( ) Jˆ ns ( ) Kˆ ns ( ) ; s , (7.21b)
n
dengan N dan Nβ masing-masing menyatakan jumlah elektron dengan spin- dan spin-β.
Jadi N= N + Nβ adalah jumlah elektron keseluruhan.Pandangan dan perumusan di atas
disebut unrestricted Hartree Fock (UHF).
Selanjutnya masing-masing orbital molekul n dan n dinyatakan sebagai
nq cinq i ; q , (7.22)
i
186
F
i
q
ij
nq S ij c qjn 0; q , (7.23)
Fijq H ijc Pkl (ij kl) Pklq (ij kl) ; q , (7.24)
k ,l
di mana
Pkl Pkl Pkl (7.25)
dengan
Nq
P cknq* clnq ; q ,
q
kl (7.26)
n
Energi molekul (Etotal) adalah jumlah energi sistem elektron (Eel)dan energi
potensial repulsif inti-inti terasnya:
Pij H ij Fij
1
Eel (7.27a)
2 i j
Etotal Eel E c
AB (7.27b)
A B ( A)
7.2Fungsi-fungsi basis
Dalam persamaan (7.10) dikemukakan bahwa suatu orbital molekul dibentuk sebagai
kombinasi linier dari fungsi-fungsi basis elektron tunggal. Dalam perhitungan ab initio
struktur elektronik atom, orang menggunakan orbital atom Slater type orbital(STO)
menggantikan orbital atom hidrogen karena orbital atom STOlebih sesuai untuk atom
yang lebih besar. Suatu orbital atom STO dirumuskan seperti
n1/ 2
1 2 r / a0
STO
r n1e Y m ( , ) (7.28)
(2n)! a0
s
di mana adalah eksponen orbital STO; n, l, m adalah bilangan kuantum utama, bilangan
kuantum orbital dan bilangan kuantum magnetik orbital sedangkan indek s mewakili
(n,l,m), misalnya s: 1s, 2s, 2px, 2py, 2pz. Dalam perhitungan ab initio itu, akan diperoleh
harga-harga eksponen yang memberikan energi atom minimum. Dalam perhitungan
struktur molekul, seperti telah dikemukakan di atas, dihadapi banyak sekali perhitungan
integral-integral dua-elektron (ij kl) . Pemakaian orbital atom STO dalam perhitungan itu
tidak praktis, dan masalah ini telah banyak dibahas orang.
Untuk memudahkan perhitungan ab initio, Boys (1950) mengusulkan penggunaan
orbital jenis Gaussian,Gaussian type orbital(GTO), sebagai fungsi basis menggantikan
STO. Bentuk asli (primitif)-nya suatu fungsi GTO adalah
g Ne ( r rc ) ( x xc )i ( y yc ) j ( z zc ) k
2
(7.29)
di mana (xc, yc, zc) adalah koordinatdari pusat fungsi Gaussian (rc), (x, y, z) adalah
koordinat posisi elektron (r), α adalah eksponen;i, j, k adalah bilangan-bilangan bulat
187
positif sedangkan indeks ladalahl=i+j+k dianalogikan sebagai bilangan kuantum orbital l
dari atom; misalnya l=0 disebut Gaussian-s, l=1 disebut Gaussian jenis-p dan sebagainya.
Fungsi-fungsi Gaussian yang biasa dipakai untuk orbital-orbital 1s, 2p dan 3d adalah
sebagai berikut:
g1s N 1e r
2
g 2 p x N 1e r x; g 2 p y N 1e r y; g 2 p z N 1e r z
2 2 2
(7.30)
g 3d xx N 2 e r x 2 ; g 3d yy N 2 e r y 2 ; g 3d zz N 2 e r z 2
2 2 2
g 3d xy N 3 e r xy; g 3d xz N 3 e r xz ; g 3d yz N 3 e r zy
2 2 2
(2i 1)!!
e
2 x 2
x 2i dx dengan (2i 1)!! 1.3.5.......(2i 1).
(4 ) i 2
Jadi ,
(2i 1)!! (2 j 1)!! (2k 1)!! (2i 1)!!(2 j 1)!!(2k 1)!!
3/ 2
1 N 2
N 2
(4 ) i j k 3 / 2
(4 ) i 2 (4 ) j 2 (4 ) k 2 2
sehingga
2 ( i j k ) ( 2 i 2 j 2 k 3) / 4
3/ 4
2
N (7.31)
[(2i 1)!!(2 j 1)!!(2k 1)!!]1 / 2
Keuntungan penggunaan fungsi GTO adalah bahwa perkalian dua fungsi GTO yang
berbeda pusat sama dengan suatu fungsi GTO yang berpusat di antara kedua pusat fungsi
semula; lihat Gambar 7.4 (lihat juga Szabo et al. 1989 dan Atkins et al. 2005).
Dapat dihitung bahwa pusat dan eksponen fungsi Gaussian hasil perkalian
g1(a1,1,R1,r) g2(a2,2,R2,r) adalah
R 2 R2
R 1 1 ;
1 2
(7.32)
1 2
1 2
188
Dengan demikian maka integral-integral dua-elektron dengan tiga dan empat pusat atom
bisa direduksi menjadi integral dengan dua pusat.
20
g1g2
15
2
0 , 018 ( r 30 )
10 g 2 8e
2
0 , 015 ( r 20 )
g1 5e
5
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
rr
Gambar 7.4 Fungsi Gaussian g1dan g2serta perkaliannya.
Kelemahan suatu fungsi GTO adalah ketika mendekati inti atom fungsi ini tidak
setajam STO. Untuk mengatasi hal itu, maka beberapa fungsi GTO dikelompokkan untuk
membentuk suatu fungsi basis baru yang disebut fungsi Gaussian terkontraksi
(contraction GTO disingkat CGTO) , yakni kombinasi linier dari beberapa fungsi
primitif,
s a s g (7. 33)
Koefisien-koefisien asl yang disebut koefisien kontraksi dan parameter-parameter di
dalam fungsi GTOgj dipertahankan selama perhitungan. Dengan demikian maka orbital
molekul yang dirumuskan seperti persamaan (7.10) menjadi
Jelas bahwa penggunaan fungsiCGTO akan mengurangi secara drastis jumlah koefisien
cns yang harus dihitung, dan hal ini dengan sendirinya mempercepat
perhitungan.Pembentukan suatu CGTO dari beberapa GTO sebagai pengganti suatu STO
dilakukan dengan cara least square fitting; Andzelm et al. (1984) dan Tazartes et
al.(1998).
Penentuan fungsi basis mengikuti pengertian-pengertian berikut.
(1) Basis set minimal:
Suatu basis set minimal mengandung satu fungsi basis STO untuk setiap orbital
atom kulit-dalam dan kulit valensi dari setiap atom. Misalnya pada molekul NH3 minimal
basis setnya adalah satu fungsi STO untuk 1s pada setiap H dan 1s, 2s, 2px, 2py, 2pz pada
N sehingga jumlah fungsi basis STO dalam minimal basis set untuk NH3 adalah 8. Pada
molekul C2H2 basisset minimalterdiri atas,1s, 2s, 2px, 2py, 2pz untuk setiap atom C dan 1s
untuk setiap atom H. Jadi, jumlah fungsi basis STO untuk C2H2adalah 12. Notasi untuk
minimal basis set ini adalah (2s1p/1s). Suatu basis set minimal akan menghasilkan fungsi
gelombang dan energi yang tidak tepat sehingga diperlukan basis set yang lebih luas.
189
Misalnya basis setdouble-zetauntuk C2H2 terdiri dari dua 1s pada setiap H, dan dua 1s +
dua 2s+ dua 2px+ dua 2py + dua 2pz pada etiap C. Jadi, ada 24 fungsi basis STO.Notasi
basis set ini adalah (4s2p/2s). Di dalam orbital molekul setiap fungsi basis itu memiliki
koefisien cns sendiri-sendiri. Itu sebabnya, dalam basis set DZjumlah koefisien-koefisien
itu dua kali jumlah koefisien-koefisien diperoleh dalam basis set minimal.
0.6 STO-1G
STO-2G
0.5 STO-3G
Amplitudo
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5
r (au)
190
(ii) Perhitungan SCF molekul dilakukan terlebih dahulu dengan menggunakan sejumlah
fungsi primitif GTO. Dari perhitungan itu diperoleh koefisien-koefisien ekspansi cns
dari setiap fungsi GTO untuk setiap orbital molekul n; lihat persamaan (7.10). Lalu,
koefisien-koefisien itu dipakai untuk menemukan fungsi-fungsi CGTO untuk
perhitungan SCF molekul; lihat persamaan (7.31b).
Contoh 7.6 Untuk keadaan dasar atom O, Huzinaga (1956) telah melakukan
optimasi terhadap sembilan buah GTO jenis-s. Hasil optimasi untuk sembilan buah
GTO adalah sebagai berikut:
g1 g2 g3 g4 g5 g6 g7 g8 g9
i 7817 1176 273.2 81.2 27.2 9.53 3.41 0.94 0.285
ai 1s 0.0012 0.009 0.043 0.144 0.356 0.461 0.140 -0.0006 0.001
ai2s -0.0003 -0.002 -0.010 -0.036 -0.095 -0.196 -0.037 0.596 0.526
ai g i ; g i exp( i r 2 )
i
di mana aiadalah koefisien ekspansi kontraksi dan i adalah eksponen. Misalkanlah kita
ingin membentuk CGTO dalam basis set SV, maka orbital 1s adalah sebuah CGTO dan
orbital 2s dengan dua buah CGTO.
Dari hasil di atas terlihat bahwa koefisien-koefisien ai bagi 1s: g1, g2, g3, g4, g5 dan
g7 jauh lebih besar daripada koefisien-koefisien ai bagi 2s, dan koefisien-koefisien ai bagi
2s: g8 dan g9 lebih besar daripada koefisien-koefisien ai bagi 1s, sedangkan koefisien-
koefisien ai dari g6 berkontribusi baik pada 1s maupun 2s. Jadi, CGTO yang mungkin
untuk 1s adalah
1s N1 0.0012 e 7817r 0.009e 1176r 0.043 e 273.2 r 0.014 e 81.2 r 0.356 e 27.2 r
2 2 2 2 2
0.14 e 3.41r
2
Orbital 2s memerlukan dua buah CGTO, dan itutentu berasal dari g6, g8 dan g9. Dari
ketiga- nya,g9 memiliki eksponen paling kecil sehingga fungsi ini menurun secara lambat
terhadap r; inilah yang disebut fungsi diffuse. Jadi fungsi CGTO untuk 2s adalah
2 s N 2 0.196e 9.53r 0.596e 0.94r
2 2
dan 2s' N 2' 0.526e 0.285r .
2
191
Contoh 7.7 Menentukan jumlah fungsi basis dengan menggunakan basis set 6-31G*.
Tinjaulah molekul C2H2; dengan basis set 6-31G* setiap atom dalam molekul akan
mengandung (i) satu CGTO dari 6 primitif untuk setiap orbital kulit-dalam, dan (ii) dua
fungsi basis untuk setiap orbital valensi, satu CGTO dari 3 primitif dan satu primitive
tunggal. Jadi ada 6 fungsi polarisasi jenis-p untuk setiap atom selain hidrogen. Setiap
orbital 1s dari H dinyatakan dengan 2 fungsi basis, dengan menggunakan 4 primitif
Gaussian. Setiap orbital 1s dari C dinyakan dengan satu CGTO dari 6 primitif. Orbital-
orbital 2s, 2px, 2py, dan 2pz dari setiap atom C dinyatakan dengan 2 fungsi basis, satu
CGTO dari 3 primitif dan satu primitif. Sebagai tambahan, setiap atom C juga
mempunyai 6 fungsi polariasi jenis-d. Jadi, jumlah fungsibasis dalam basis set 6-31G*
untuk C2H2 adalah 2(1+42+6)+22=34. Jumlah seluruh fungsi primitive adalah
2{6+4(3+1)+6}+2(3+1)=64.
C I I (7.35)
I
Dengan Hamiltonian total Ĥ dari sistem elektron dalam molekul, maka berlaku
persamaan sekuler:
H IJ E S IJ C J 0
J
(7.36)
di mana
H IJ I Hˆ J ; S IJ I J (7.37)
192
saja. Untuk molekul sedikit besar, interaksi konfigurasi dilakukan terbatas (limited CI),
misalnya hanya melibatkan keadaan-keadaan mono-eksitasi rendah saja.
Koefisien ekspansi Aiα dapat pula diperkirakan dengan teori perturbasi seperti
telah dikemukakan dalam Bab 1. Misalnya untuk keadaan dasar,
H 0J
0 0 J (7.38)
J E0 E J
F ( ) i ( ) i i ( ) (7.39)
di mana
2 2
N
Z
F ( ) Jˆ j ( ) Kˆ j ( ) (7.40)
2m r j 1
di mana Jˆ j ( ) dan Kˆ j ( ) telah dikemukakan dalam persamaan (7.6) dan (7.7) dengan
pengertian fungsi orbital ruang diganti dengan orbital-spin, dan integral dalam koordinat
ruang diganti dengan integrasi dalam kordinat ruang dan penjumlahan dalam koordinat
spin dari elektron.
Hamiltonian MP yang tidak terganggu diambil sebagai penjumlahan dari
hamiltonian effektif elektron tunggal,
n
Hˆ 0 Fˆ ( ) (7.41)
1
Fungsi Hatree-Fock untuk keadaan dasar adalah determinan Slater dari fungsi-fungsi
orbital-spin; misalkan fungsi itu
n
E0( 0) i (7.44)
i 1
( 0)
Gangguan Ĝ adalah selisih antara Hamiltonian sebenarnya Ĥ dan Ĥ ,
193
e2
n n
1
Gˆ Hˆ Hˆ ( 0) Jˆ j ( ) Kˆ j ( )
4 0 r 1 j 1
(7.45)
Selanjutnya, seperti telah dikemukakan dalam Bab 1, koreksi order pertama terhadap
energi adalah E0(1) 0( 0) Gˆ 0( 0) sehingga energi yang terkoreksi order pertama atau
disebut energi Hatree-Fock
2
s( 0) Gˆ 0( 0)
E0( 2) (7.46)
s0 E0( 0) Es( 0)
di mana s( 0) adalah fungsi keadaan tereksitasi yang belum terganggu, yakni determinan
Slater dari N buah fungsi spin-orbital yang sudah mengandung orbital-spin yang tidak
diduduki elektron dalam keadaan dasar. Misalkan i , j, k, .... adalah indeks bagi spin-
orbital yang diduduki elektron dan a, b, c, ... indeks bagi spin-orbital yang kosong di
alam determinan Slater 0( 0) . Maka dapat dinyatakan ia sebagai fungsi keadaan eksitasi
tunggal di mana dalam determinan Slater spin-orbital ψidiganti dengan ψa, dan ijab
merupakan fungsi keadaan eksitasi rangkap di mana ψidiganti dengan ψa dan ψjdiganti
dengan ψb.
Sehubungan dengan persamaan (7.42), dapat dinyatakan bahwa
Fungsi eksitasi rangkap ijab adalah fungsi eigen dari Ĥ 0 dengan nilai eigen
E ab
ij E ( 0)
0 a b i j . Dengan menggunakan persamaan (7.46) diperoleh
2
n n 1 ab r121 ij ab r121 ji
E ( 2)
0
b a 1 a n 1 i j 1 j 1 i j a b
(7.48)
di mana
e2
ab r121 ij (1) b* (2) r121 i (1) j (2) dv1dv2
*
(7.49)
4 0
a
Perhitungan dengan metoda MP2 memasukkan koreksi energi hingga order dua; jadi
energi molekul: E HF E0( 2) . MP3 memasukkan koreksi energi hingga order tiga.
Perhitungan MP jauh lebih cepat dari perhitungan CI sehingga banyak dipakai dalam ab
initio. Teori ini memiliki kelemahan, yaitu tak bekerja baik dalam: (i) sistem terbuka, (ii)
keadaan tereksitasi, (iii) geometri yang tak setimbang. Untuk itulah metoda perhitungan
dengan CI masih tetap dipakai.
194
7.3.3 Teori Coupled-Cluster (CC)
Metoda ini pada awalnya diperkenalkan oleh Coester dan Kümmel (1958, 1960),
kemudian dikembangkan oleh Pople dan kawan-kawan pada 1970. Misalkan Ψ0 adalah
fungsi keadaan dasar Hatree-Fock, maka fungsi eksak keadaan dasar Φ adalah
ˆ
e T 0
ˆk (7.50)
1 ˆ2 1 ˆ3 T
1 T T T .......0
ˆ 0
2! 3! k 1 k !
dengan n menyatakan jumlah elektron dalam molekul. Tˆ1 adalah operator eksitasi
tunggal, dan Tˆ operator eksitasi rangkap. Operator-operator ini didefenisikan sebagai
2
berikut:
n
Tˆ10 t
a n 1 i 1
i
a
ia (7.52a)
n n 1
Tˆ2 0 t
b a 1 a n 1 j i 1 i 1
ab
ij ijab (7.52b)
di mana ia dan ijab masing-masing adalah keadaan tereksitasi tunggal dan rangap
sedangkan t ia dan t ijab adalah koefisien numerik.
ˆ
Gunanya e T dalam persamaan (7.50) adalah untuk merumuskan Φ sebagai
kombinasi linier dari determinan-determinan Slater yang meliput Ψ0 dan semua keadaan-
keadaan eksitasi dari suatu spin-orbit yang diduduki elektron ke spin-orbit yang kosong.
Jadi hal ini mirip dengan CI penuh. Pencampuran menjadi fungsi gelombang dari
determinan-determinan Slater dengan elektron-elektron tereksitasi dari spin-orbital yang
diduduki ke yang kosong memungkinkan elektron-elektron berjauhan satu sama lain
sehingga dapat menjamin berlangsungnya korelasi elektron.
Maksud dari metoda coupled-cluster adalah untuk memperoleh koefisien-
koefisien t ia dan t ijab untuk semua i, j, ....dan semua a, b, ....; segera koefisien-koefisien
ini (disebut amplitudo) diperoleh, fungsi Φ akan diketahui. Secara teori telah ditunjukkan
bahwa dari semua Tˆi yang paling banyak kontribusinya adalah Tˆ2 . Jadi, aproksimasi
Tˆ Tˆ memberikan
2
ˆ
CCD eT2 o (7.53)
Persamaan (7.49) ini dikenal dengan metoda coupled-cluster doubles (CCD). Karena
1 1
e T2 1 Tˆ2 Tˆ22 Tˆ23 ......
ˆ
2! 3!
195
Persamaan untuk memperoleh amplitudo-amplitudo diturunkan sebagai berikut.
Substitusi e T 0 ke persamaan Schrödinger Ĥ E menghasilkan
ˆ
Hˆ eT 0 E eT 0
ˆ ˆ
(7.54)
Jika dikalikan dari kiri dengan 0* dan diintegrasi akan memberikan
0 Hˆ e T 0 E 0 e T 0
ˆ ˆ
(7.55)
1
e T 0 0 Tˆ0 Tˆ 2 0 .......
ˆ
2!
Karena
Tˆ Tˆ1 Tˆ2 ........... Tˆn ,
1 ˆ2
fungsi-fungsi Tˆ0 , T 0 ....... mengandung determinan-determinan Slater dengan
2!
paling sedikit satu spin-orbit yang diduduki elektron diganti dengan satu spin-orbit
ˆ
kosong. Karena sifat ortogonal spin-orbit, maka 0 eT 0 0 0 1 . Oleh sebab
itu persamaan (7.55) menjadi
0 Hˆ e T 0 E
ˆ
(7.56)
Selanjutnya, kalikan persamaan (7.54) dari kiri dengan ijab* lalu diintegral;
hasilnya
ijab Hˆ e T 0 E ijab e T 0
ˆ ˆ
(7.57)
ijab Hˆ eT 0 0 Hˆ e T 0
ˆ ˆ ˆ
ijab e T 0 (7.58)
ECCD 0 Hˆ e T2 0
ˆ
(7.59)
ijab Hˆ e T2 0 0 Hˆ eT2 0
ˆ ˆ ˆ
ijab e T 0 (7.60)
dengan
0 Hˆ e T2 0 0 Hˆ (1 Tˆ2 1 2 Tˆ22 ......)0
ˆ
(7.61)
0 Hˆ 0 0 Hˆ Tˆ2 0 0 E HF 0 Hˆ Tˆ2 0
di mana EHF adalah energi keadaan dasar (Hatree-Fock) yang diperoleh melalui proses
196
SCF dan 0 Hˆ Tˆ22 0 0
.
ijab Hˆ e T2 0 ijab Hˆ (1 Tˆ2 1 2 Tˆ22 ......)0
ˆ
(7.62)
ab
ij Hˆ (1 Tˆ2 1 2 Tˆ22 )0
ijab Tˆ2 0
Selanjutnya sifat dalam persamaan (7.48), Tˆ2 0 memberikan penjumlahan berlipat dari
t ijab ijab sedangkan
Tˆ22 0 Tˆ2 Tˆ2 0 akan memberikan penjumlahan berlipat dari
t ijabt klcd ijkl
abcd
. Substitusi hasil-hasil ini ke persamaan (7.64) akan memberikan, untuk setiap
t ijab yang tak diketahui, satu persamaan di dalam persamaan (7.64), sehingga jumlah
persamaan-persamaan itu sama dengan jumlah t ijab yang tak diketahui. Akhirnya diperoleh
m m t 1
a
s 1
rs x s brst x s xt cr 0, r 1, 2, ........, m
t 2 s 1
(7.65)
di mana x1, x2, ....xm adalah t ijab yang tak diketahui, dan ars, brst, cr adalah konstanta-
konstanta yang meliputi energi-energi orbital dan integral-integral repulsif-elektron dalam
fungsi-fungsi basis, dan m jumlah t ijab yang tak diketahui. Persamaan (7.65) diselesaikan
secara iterasi, mulai dengan memberikan harga awal untuk x-x yang diperoleh dengan
mengabaikan beberapa suku dalam persamaan (7.65). Sekali harga x-x diperoleh maka
fungsi CCD dalam persamaan (7.49) dan energi ECCD dalam (7.59) dapat ditetapkan.
Jadi, kalau suatu fungsi keadaan berdimensi 3n, maka kerapatan elektron hanya
berdimensi 3.
Model lama zat padat didasarkan pada ide intuitif yang menyatakan energi
keadaan dasar suatu sistem dapat diungkapkan dengan beberapa fungsional kerapatan
elektron,
E Te E eN E ee (7.67)
197
di mana Te adalah energi kinetik elektron, EeN energi tarikan inti-elektron, dan Eee energi
dorongan elektron-elektron dengan
Z (r )
E eN [ ] A dr
A r RA
E ee [ ] J [ ] K [ ] (7.68)
(r ) (r ' )
J [ ] 1 2 dr dr '
r r'
5/3
(3 2 ) 3 / 2 (r ) dr
3
Te [ ]
10
(7.69)
1/ 3
3 3
K[ ] (r )
4/3
dr
4
Model ini hanya berguna untuk pamakaian semi-kuantitatif logam; metoda ini tidak teliti
jika digunakan untuk molekul. Teori yang moderen didasarkan pada dua teorema yang
dikemukakan oleh Hohenberg et al. (1964):
1. Kerapat elektron pada keadaan dasar secara unik menentukan hamiltonian Ĥ
2. Kerapatan elektron pada keadaan dasar memenuhi prinsip variasi:
di mana E0 adalah energi eksak keadaan dasar dan ρappadalah kerapat-an elektron pada
keadaan dasar.
Teorema Kohn et al. (1965) membenarkan pemakaian model berbasis ρ. Jika
harga eksak E(ρ) diketahui, perhitungan variasi akan memberikan jalur sederhana untuk
penentuan kerapatan pada keadaan dasar dan oleh sebab itu memberikan semua sifat-sifat
molekul pada keadaan dasar. E(ρ) tidaklah diketahui, tetapi Kohn & Sham menunjukkan
bahwa aproksimasi akurat bisa diperoleh dengan menggunakan pendekatan orbital.
Idenya adalah sebagai berikut:
1. Kerapatan muatan dirumuskan dalam ekspansi orbital
n
(r ) i (r )
2
(7.71)
i 1
198
2. Fungsional energi dituliskan dengan menggunakan Te0 seperti:
E[ ] Te0 [ ] EeN [ ] J [ ] E xc [ ]
di mana EeN[ρ]+J[ρ] adalah rumusan klassik sebelumnya (7.64) dan Ex[ρ] adalah
fungsional korrelasi tukar (exchange). Rumusan ini mendefinisikan Exc, yang meliput
perbedaan antara Te[ρ] dan Te0[ρ] untuk pertukaran elektron sedangkan aspek lain dari
Veetak dperhitungkan untuk J[ρ].
hˆK S i i i
(7.73)
dengan
hˆKS 1 2
ZA (r ') E xc
dr '
2
(7.74)
A r R A r r '
Orbital-orbital KS {ψi} bisa diekspansi dalam suatu set basis {φν} dengan cara yang sama
dengan kasus Hatree-Fock-Roothaan
i C vi v
v
K S C
v
i i 0 (7.75)
Solusi persamaan (7.65) diperoleh dengan cara iterasi seperti diperlihatkan dalam
bentuk diagram pada Gambar 7.6, yang mirip dengan Gambar 7.1 untuk persamaan
Hatree-Fock-Roothaan. Perbedaaanya adalah, tidak ditemukan adanya integral-integral
dua elektron.
Selanjutnya,untuk Excorang menggunakan aproksimasi densitas lokal (local
density approximation, LDA) yang rumusannyaseperti
ExcLDA [ ] (r ) x ( ) c ( )dr (7.78)
199
di mana εx(ρ) adalah energi exchange dan εc(ρ) energi korelasiper elektron dari sistem gas
elektron uniform dengan densitas . Untuk gas elektron yang uniform dapat digunakan
εx[ρ] fungsional energi-exchage Dirac (Parr et al. 1990), yakni
1/ 3
3 3
x ( ) (r )1 / 3 (7.79)
4
Start
Tidak
ρ =ρ
(n) (n-1)
?
Ya
SCF selesai: catat
ρ dan E
Stop
Perumusan analitik dari energi korelasi untuk gas elektron homogen belum diketahui
kecuali dalam batas densitas tinggi dan rendah yang berkaitan dengan korelasi tak
berhingga lemah dan tak berhingga kuat. Batas densitas tinggi adalah (Parr et al. 1990),
1g g
c 0 3 /12 ......... (7.81a)
2 rs rs
di mana
200
4 3 1
rs (7.81b)
3
adalah jari-jari Wigner-Seitz yang berkaitan dengan densitas. Simulasi energi gas elektron
homogen dengan kuantum Monte Carlo secara teliti telah dilakukan oleh Ceperley (1980)
untuk beberapa harga pertengahan dari densitas.
Fij 0,5 Fii F jj S ij K (7.82)
Harga parameter K sama dengan 1,75 memberikan hasil yang baik bagi energi total; tetapi
parameter ini dapat juga didekati dengan K=2-Sij. Contoh program dengan menggunakan
MATLAB diperlihatkan dalam Apendiks 6.2.
dengan ς2/=2,09ao. Dapat dihitung, S11=S22=1, dan S12=S21=0,435. Jadi, matriks overlap
adalah
201
1 0,435
Ŝ
0,435 1
Elemen matriks Fock adalah F11=-13.6 eV, F22=-24,6 eV, sedangkan F12=F21 dihitung
dengan menggunakan persamaan (6.39)F12=F21=0.5 x 1.75 x 0,435 x (-13.6-24,6) = -14.5
eV. Hasil-hasil perhitungan dengan program tersebut adalah:
1 / 2 1/ 2 1.435 0 ˆ 1 0.697 0
P̂ ; D̂ ; D
1 / 2
1 / 2 0 0.565 0 1.769
9,67 7,65
F̂ ' ;
7,65 21,74
Jadi, orbital molekul 1 0,2491 0,867 2 dengan energi ε1=-25,5 eV, dan 2 1,0821
0,696 2 dengan energi ε2=-5,95 eV.
Metoda Hückel yang diperluas tidak cukup teliti dalam menentukan geometri;
pemakaiannya terbatas pada molekul yang telah diketahui geometrinya secara
eksperimen. Namun, metoda ini berhasil meramalkan orbital molekul secara kualitatif,
dan sekarang dipakai orang untuk molekul besar, padatan dan struktur pita.
202
di mana ik adalah potensial antara elektron di orbital atom i dan elektron di orbital atom
j. Dalam teori elektron-, di setiap atom hanya ada satu elektron-. Oleh sebab itu
persamaan (7.83) memberi arti bahwa nomor untuk elektron sama dengan indeks pada
orbital atom. Berdasakan asumsi-asumsi di atas maka
Fii I i 1 2 pii ii
di mana Ii adalah energi ionisasi elektron- yang diperoleh dari eksperimen. Harga
βdidekati dengan rumus empiris
di mana 1,397 Ǻ adalah jarak C-C dalam benzena. Seringkali jarak C-C didekati dengan
rumus empiris Coulson (Murrel et al.1977):
Harga β untuk ikatan C-X diperlihatkan dalam paragraf 6.6. Adapun ii dapat didekati
sebagai berikut:
ii (ii ii ) I i Ai (7.88)
di mana Ai, adalah affinitas elektron, yakni energi tambahan atom jika mendapat satu
elektron dari orbital atom 2pz.Dalam Tabel 7.1 berikut diberikan harga-harga I dan A dari
elektron- untuk berbagai atom.
11eV
ij (ii jj ) (7.89)
1 0,584 rij2
di mana rij(Ǻ) adalah jarak antara elekron di orbital atom i dan elektron di orbital atom
j.
Dalam persamaan (7.84) terlihat kehadiran order ikatan pij di dalam elemen
matriks Fij. Sebagaimana telah diperlihatkan oleh persamaan (6.10) dan (6.11), order
ikatan itu mengandung koefisien-koefisien LCAO (ci). Karena koefisien-koefisien itu
adalah solusi dari persamaan sekuler
203
F
j
ij ij c j 0
maka penyelesaian harus dilakukan secara iterasi (SCF). Dalam Apendiks 6.3
diperlihatkan program Pariser-Parr-Pople untuk molekul linier dengan menggunakan
MATLAB. Menurut beberapa peneliti hasil perhitungan dengan metoda ini mempunyai
penyimpangan dari hasil eksperimen karena elektron-elektron yang dilibatkan dalam
metoda ini hanyalah elektro- saja.
Sebagai akibat seluruh integral dua-elektron pada satu pusat diparametrisasi dengan
menggunakan rumusan
di mana IA dan AA adalah potensial ionisasi dan affinitas elektron di orbital atom
bersangkutan. Kemudian, seluruh integral dua-elektron dengan dua pusat diparametrisasi
dengan rumusan Mataga-Nishimoto (1957):
AA BB
ii kk (7.92)
2 R AB ( AA BB )
AB
RAB adalah jarak inti teras A dan teras B; jika RAB besar rumusan di atas menuju 1/RAB,
sedangkan jika RAB kecil rumusan itu menuju harga rata-rata.
Dengan demikian maka elemen-elemen mariks Fock adalah
Fi Ai A U i Ai A PAA 1 2 Pi Ai A AA PBB AB V AB
B A (7.93)
Fi A j A 2 Pi A j A AA ; i j
1
Fi A jB i A jB 1 2 Pi A jB AB ; A B
204
U i A i A 1 2 ( I A AA ) (Z A 1) AA (7.94)
Interaksi atraktif elektron-teras VAB untuk pasangan atom-atom dibuat sama dengan
i A jB 1
2 ( Ao Bo )S i A jB (7.96)
Akhirnya,
PBB Pk B k B (7.97)
kB
Dalam Tabel 7.2 diperlihatkan harga empirik dari beberapa atom yang diperlukan dalam
perhitungan. Metoda CNDO adalah metoda semi-empirik paling sederhana dari teori
Hatree-Fock karena integral-integral satu-elektron sepenuhnya diabaikan dan jumlah
integral dua-elektron hanyalah N2. Metoda ini tidak teliti dalam meramalkan struktur
molekul, karena tak mampu membedakan jenis-jenis orbital atom yang berbeda serta
orientasi orbital-orbital itu.
( ss ss) AA F 0
(7.98)
( sp sp ) 1
3 G1
205
( p p p p ) 3
25 F 2;
( p p p p ) F 0 4 25 F 2 (7.99)
( p p p p ) F 0 2 25 F 2 ;
Fi A j A P (i k Al A A A
j k A l A ) 1 2 (i A k A j A l A ) ; i A j A
k Al A
(7.100b)
Fi A jB i A jB 1
2 Pi A jB AB ; A B
Jika orbital-orbital atom yang terlibat hanyalah jenis-s dan –p yang tidak
terhibridasi maka persamaan di atas menjadi lebih sederhana,
Fi Ai A U i Ai A Pk A k A (i A i A k A k A ) 1 2 (i A l A l A i A ) PBB AB V AB
kA B A
Fi A j A 1
2
Pi A j A 3(i A j A i A j A ) (i A i A j A j A ) ; i A j A (7.101)
Fi A jB i 1 2 Pi A jB AB ; A B
A jB
di mana U i A i A , AB , VAB dan PBB sama dengan rumusan dalam CNDO. Parameter-
parameter INDO diperlihatkan dalam Tabel 7.3 berikut.
206
repulsif inti. Untuk mengoptimasi harga-harga parameter pada awalnya Dewar dkk.
memilih 138 molekul kecil yang mengandung C, H, N dan O dan membentuk fungsi yang
bergantung pada panjang ikatan, sudut valensi, sudut puntuir, momen dipol, potensial
ionisasi dan panas pembentukan.
Bertolak dari metoda INDO, Jug et al. (1980) mengembangkan metoda symmetric
orthogonallized INDO1 (SINDO 1) yang mencakup fungsi-fungsi d untuk atom-atom
baris kedua. Hal itu memungkinkan penanganan molekul-molekul hipervalen; SINDO 1
ternyata jauh lebih baik menangani senyawa-senyawa yang mengandung fosfor
ketimbang metoda-metoda lain yang tidak menggunakan fungsi-fungsi d.
Jika orbital-orbital atom yang terlibat hanyalah jenis-s dan –p maka persamaan di atas
menjadi lebih sederhana, seperti
Fi A i A H icAi A Pk A k A (i A i A k A k A ) 1 2 (i A k A i A k A ) P k BlB (i A i A k B l B )
kA B A k BlB
Fi A j A H icA j A 1 2 Pi A j A 3(i A j A i A j A ) (i A i A j A j A ) P k BlB (i A j A k B l B ); i A j A
B A k B , lB
Fi A jB i A jB 1 2 Pk l A B
(i A l A j B k B ); A B
k B , lB
(7.103)
dengan
H i Ai A U i Ai A V AB
B A
H c
iA jA U i A j A i A VB j A dv A (7.104a)
B A
2 2
U i A j A i A V A j A dv A
2m
207
2 2
H icA jB i A V A VB jB dv A dv B (7.104b)
2m
Rumusan untuk U i Ai A dan i A jB sama dengan CNDO dan INDO; untuk VAB yang didekati
dengan aproximasi Goeppert-Mayer dan Sklar(1938):
s A VB s A ) Z Beff s A s A s A s A )
s A VB p A ) Z Beff s A p A s A s A ) (7.105)
p A VB p A ) Z Beff p A p A s A s A )
dimana orbital ke-i ada di atom A. Suku pertama adalah potensial ionisasi dari orbital
atom ke-i, suku ke dua adalah energi atraksi inti-inti selain inti A, dan suku ke tiga adalah
integral-integral Coulomb dan tukar, dan keempat adalah repulsive elektron dari atom-
atom selain A.
Elemen matrik offdiagonal dari orbital-orbital berbeda, dalam satu atom
Fij 1
2 i j S ij 1 2 P ik jl
kl (7.108)
kA lB
E AB Z A Z B s A s B s A s B ) (7.109)
di mana Z adalah nomor atom valensi. Parameter-parameter MNDO kini tersedia untuk
H, He, Li, Be, B, C, N, O, F, Al, Si, P, S, Cl, Zn, Ge, Br, Sn, I, Hg, and Pb.
Salah satu kelemahan metoda MNDO adalah dalam meramalkan geometri dan
energi ikatan hidrogen. Untuk itu Dewar et al.(1985) telah melakukan modifikasi dengan
208
mengembangkan Austin Model 1 (AM1). Energi potensial antara dua inti A dan B
dirumuskan seperti persamaan (9.26) dengan tambahan
a
4
E AB Z A Z B s A s B s A s B )
Z AZ B bA ,i ( RAB c A ,i ) 2 bB ,i ( RAB cB ,i ) 2
A,i e aB ,i e (7.110)
rAB i 1
1
Vstr
2 i
k s ,i (li li ,0 ) 2 (7.112)
dengan li,0 adalah panjang normal ikatan, li adalah panjang ikatan setimbang, dan ks,i
konstanta pegas untuk ikatan ke-i dalam molekul. Vθ adalah energi potensial bond-
bending
1
V
2 i
k ,i ( i i ,0 ) 2 (7.113)
di mana θi, θi,0, dan kθ,i adalah sudut sudut setimbang, dan konstan pegas bending untuk
sudut ikatan ke-i. Harga-harga li,0 dan θi,0 diperoleh dari geometri setimbang molekul-
molekul kecil; misalnya panjang ikatan tunggal C-C sekitar 1,53 Å.
Energi potensial van der Waals merupakan penjumlahan interaksi-interaksi antara
209
atom-atom tak berikatan; setiap pasangan interaksi dirumuskan dengan potensial Lenard-
Jones
a b
VvdW 12 6 (7.114)
R AB R AB
di mana a dan b adalah konstanta dan Rαβ adalah jarak antara inti-A dan inti-B.
Energi potensial elektrostatik Ves di dalam molekul adalah
Q A QB
Ves
A B R AB
(7.115)
dengan RAB adalah jarak antara inti-A dan inti-B yang muatannya masing-masing adalah
QA dan QB. Untuk hidrokarbon jenuh energi potensial ini diabaikan.
Energi potensial rotasi internal sekitar ikatan-ikatan tunggal dalam molekul adalah
1
V V0 (1 cos 3 ) (7.116)
2
di mana V0 adalah potensial penghalang dan φ adalah sudut puntir sekitar ikatan tunggal
C-C. Dalam Gambar7.7 diperlihatkan pengertian energi-energi potensial Vstr, Vθ dan Vφ.
Parameter-parameter energi potensal Vdipilihsedemikian agar memberikan fitting yang
baik dalam hal geometri, energi dan spektrum vibrasi bagi molekul-molekul kecil. Hasil-
hasil perhitunga metoda ab initio bisa juga digunakan untuk menentukan parameter-
parameter itu. Dalam perhitungan mekanika molekul, orang menggunakan model-model
Dreiding (model struktur bangunan baja) untuk memperoleh konformasi yang baik dari
molekul. Mula-mula koordinat-koordinat atom dimasukkan ke program komputer yang
dipakai untuk menghitung V berikut turunan-1 dan -2 sebagai terkaan awal.
Interaksi non-bond
kθ
ks
φ
Gambar7.7 Penggambaran Vstr, Vθ dan Vφ.
210
V L: minimum lokal
G: minimum global
L start
x
L
G
Gambar 7.8 Proses perhitungan iteratif untuk mencapai konformasi dengan energi
minimum global.
Beberapa observasi tentang Mekanika Molekul adalah sebagai berikut. (i) Metoda
MM2, MMP2 dan UFF memberikan prediksi kuantitatif yang sangat baik tentang
geometri molekul (misalnya alkana, eter, alkana tak-terkonjugasi) kalau effek elektronik
diabaikan. Panas pembentukan juga diprediksi secara teliti untuk molekul-molekul
tersebut, khususnya denganMM2 dan MM3. (ii) Untuk sistem terkonjugasi, MMP2 dan
MMX-PI bisa memberikan hasil lebih baik karena metoda ini memiliki koresi sistem-π.
UFF juga tepat untuk sistem tersebut. (iii) Untuk molekul besar seperti peptid dan polimer
metoda paling efektif adalah CHARMm and AMBER.
Hˆ Hˆ MK Hˆ MM Hˆ MK / MM (7.117)
di mana
1 Z 1 Z Z
Hˆ MK i2 A A B (7.118)
2 i iA riA ij rij AB R AB
daerah MM
daerah MK
dengan riα-jarak antara elektron ke-i dan inti-A, rij-jarak antara elektron ke-i dan elektron
ke-j, RAB-jarak antara inti bermuatan ZA dan inti bermuatan ZB, semuanya dalam daerah
MK.
Hˆ MM E MM (7.119)
211
dihitung dengan metoda mekanika molekul, dan
q Z q a b
Hˆ MK / MM M A M AM 12
AM
6
(7.120)
i , M riM A, M R AM A, M R AM R AM
di mana qM-muatan atom dalam molekul ke-M. Suku ke-1 dan ke-2 disebut efek muatan-
muatan luar. Bisa terjadi bahwa beberapa atom tidak bermuatan. Suku ke-3 adalah energi
van der Waals; ini bisa berbeda dari satu ion ke ion lain, misalnya meskipun ion-ion Cl
dan Br bermuatan sama tapi berbeda vdW; Warshel (1976).
Jika Ψ(r,RA,RM) adalah fungsi gelombang molekul sebagai fungsi dari posisi
elekron, posisi inti dan posisi molekul maka berlaku persamaan nilai eigen
212
Paket untuk perhitungan semiempirik yang banyak dipakai orang adalah MOPAC.
Paket ini berisi MNDO, MINDO3, AM1, PM3, MNDO dan PM5. Paket ini dapat
menunjukkan sifat-sifat dan reaktifitas molekul dari ratusan atom dalam fasa gas, larutan
dan padat. Paket semiempirik yang lain adalah ZINDO yang menggunakan parameter-
parameter spektroskopi. Paket AMSOL meliput berbagai model solvasi khususnya pada
AM1 dan PM3 untuk menghitung energi-energi Gibbs dari solvasi air dan berbagai
larutan organik.
Untuk mekanika molekul (MM) ada paket-paket CHARMM (Chemistry at
Harvard Macromolecular Mechanics) dan AMBER (Assisted Model Building with
Energi Refinement). CHARMM menggunakan fungsi energi potensial yang
diparametrisasi untuk protein, asam nukleik (DNA dan RNA), dan lipid. Energi-energi
bisa dievaluasi setelah parameter-parameter seperti konstanta gaya, geometri setimbang
dan jari-jari vd Walls ditetapkan. Nilai-nilai parameter diperoleh dari kombinasi hasil-
hasil studi eksperimen dan mekanika kuantum. Paket CHARMm yang merupakan versi
lain dari CHARMM mapu melakukan perhitungan QM/MM.
Paket AMBER adalah paket MM yang efisien dan akurat untuk medan-medan
gaya biomolekuler. Untuk biopolimer, paket TINKER menggunakan berbagai medan
gaya yang ada dalam AMBER dan CHARMM.
213
Soal-soal
7.1 Buktikanlah bahwa faktor normalisasi fungsi gelombang dari N buah partikel yang
dibangun dengan cara determinan Slater adalah 1/ 𝑁!.
7.2 Berikanlah suatu contoh fungsi gelombang restricted HF dan unrestricted HF untuk
atom nitrogen.
7.3 Perhatikan persamaan (7.17). Jika fungsi-fungsi basis dianggap ril, integral
(ij kl) ( ji kl) . Carilah integral-integral lain yang sama dengan (ij kl) .
dengan 1, R1, 2, dan R2 diketahui. Buktikan persamaan (7.33) untuk R dan ,
yakni pusat dan eksponen GTO hasil perkalian kedua GTO tersebut.
7.6 Dengan menggunakan fungsi-fungsi GTO, tunjukkan bahwa integral 4-pusat bisa
dinyatakan sebagai integral 2-pusat. Hal itu tidak terjadi jika menggunakan fungsi
STO.
7.7 Tunjukkan bahwa turunan pertama fungsi Gaussian jenis-s terhadap salah satu
koordinat Cartesian menghasilkan suatu fungsi Gaussian jenis-p.\
7.8 Dengan menggunakan persamaan (9.29) tunjukkan bahwa turunan GTO jenis-s
terhadap posisi inti xc, akan menghasilkan GTO jenis-p, dan turunan GTO jenis-p
akan menghasilkan perjumlahan GTO jenis-s dan GTO jenis-d.
7.9 Hasil fitting STO-1G, STO-2G dan STO-3G terhadap orbital 1s adalah sebagai
berikut:
0, 271r 2
STO-1G: e
STO-2G: 0,682 e 0, 258r 0,433e 0.952r
2 2
7.10 Dalam perhitungan struktur elektronik CH3Cl, tunjukkanlah basis set (a) minimal,
(b) split-valence dan (c) DZP. Tentukanlah jumlah fungsi basis yang diperlukan
masing-masing basis set.
7.11 Tentukanlah jumlah fungsi GTO dalam perhitungan ab initio dengan menggunakan
basis set 6-31G.
7.12 Tentukanlah jumlah fungsi basis dalam perhitungan struktur elektronik molekul
etanol, CH3CH2OH dengan menggunakan a) 6-31G, b)6-31G*, c)6-31G**.
214
BAB 8
BEBERAPA BESARAN MOLEKUL
Fungsi gelombang dan energ elektron suatu atom atau molekul yang dihasilkan oleh suatu
metoda ab initio atau semi-empirik selanjutnya bisa digunakan untuk menentukan
besaran-besaran atom dan molekul bersangkutan. Lebih daripada itu,fungsi gelombang itu
dapat pula digunakan untuk memahami sifat-sifat dan fenomena kimia dari atom dan
molekul. Dalam Bab 6 hal-hal tersebut telah mulai dikemukakan khususnya untuk
molekul organik terkonjugasi dengan menggunakan metoda perhitungan Hückel yang
sederhana.
N N
Pij i j (8.1)
i j
dV P S
i j
ij ij N (8.2)
Dalam hal ini, Piiadalah populasi netto di orbital atom i dan Qij=2Pij Sijadalah populasi
overlap antara orbital atom i dan j. Dalam skim Mulliken, populasi overlap dibagi oleh
atom-atom, sehingga muatan atom ke-i dapat dinyatakan sebagai
Qi Pii P S
j ( i )
ij ij (8.3)
dengan -e adalah muatan listrik elektron, xiadalah komponen ke-x dari vektor posisi
215
elektron ke-i.Rumusan bagi komponen-komponen-y dan –z analog dengan persamaan
(8.4). Dengan komponen-komponen momen dipole μ0x, μ0y, dan μ0z, maka momen dipol
permanen dirumuskan seperti
Satuan momen dipol adalah coulomb meter (Cm), tapi bisa juga debye (D) di mana
1D=3,3356410-30 Cm.
Jika 0 adalah fungsi gelombang keadaan dasar sistem elektron, maka nilai
ekspektasi momen dipole permanen adalah
0 x 0* ˆ 0 x 0 dV (8.6)
Untuk molekul dengan sel tertutup, substitusi persamaan (8.4) ke persamaan (8.6)
menghasilkan momen dipol elektron
( N 1) N N N / 2 *
0 x e
N!
i 1 n
n (i)xi n (i) dVi (8.7)
di mana N adalah jumlah elektrondan n(i) adalah orbital molekul ke-n yang ditempati
elektron ke-i. Dengan menggunakan MO-LCAO, persamaan (8.7) menjadi
( N 1) N N N
0 x e
2 N!
i k ,l
Pkl k* (i) xil (i) dVi (8.8)
di mana
N /2
Pkl 2cnk cnl (8.9)
n
adalah kerapatan elektron untuk k=l atau order ikatan untuk kl.
1 0,9541s 0,105 2 s
H L
Jarak antara kedua atom adalah 1.6 Ǻ. Misalkanlah molekul ini terletak pada sumbu-x,
maka sesuai persamaan (8.5), dengan N=2 momen dipole permanen yang ditimbulkan
oleh elektron adalah
1
0 x e( x1 x2 )( P11 2 P12 S12 P22 )
2
216
Jika inti Li sebagai referensi posisi maka x1=0 dan x2=1,6 Ǻ. Maka momen dipol
permanen adalah
1
0 x 1,6 10 19 C 1,6 A o (1,82 2 0,20 0,5 0,022)
2
2,86 10 19 CA 0 8,56 D
Gˆ ̂ z E (8.10)
Hamiltonian total adalah
Berdasarkan teori gangguan yang tak bergantung waktu seperti telah dkemukakan dalam
paragraf 1.3 koreksi-koreksi terhadap energi keadaan dasar adalah
E0(1) z ,00E
z ,0 j z , j 0
E0( 2) E2
j 0 E ( 0)
j E ( 0)
0
3
E0(3) ( 0) z ,0 k( 0) z ,kj ( 0z), j 0 ( 0) z ,0 k z ,k 0 z ,00 E
k i
j
i Ek E0 E j E0 E ( 0)
k E
(0) 2
0
z ,0 j z , j 0 2
E0 E0( 0) z ,00E E
j 0 E j E0
(0) ( 0)
(8.12)
( 0) z , 0 k( 0) z ,kj ( 0z), j 0 ( 0) z ,0 k z ,k 0 z , 002 E 3 .....
j i Ek E0 E j E0
k i
Ek( 0) E0( 0)
dE0
- μˆ z (8.13a)
dE
217
dan itu adalah
1 1
μˆ z 0 z zz E zzzE 2 zzzzE 3 ......... (8.13b)
2 6
z ,0 j z , j 0 z ,0 k z ,kj z , j 0 z ,0 k z ,k 0 z ,00 2
ˆ z z ,00 2 E E .....
j 0 E j E0
(0) (0)
3
k i
j i Ek
(0)
E 0
( 0)
E ( 0)
j E0
(0)
E ( 0)
k
E ( 0) 2
0
Jika dibandingkan dengan persamaan (8.13b) diperoleh
0 z z ,00 (8.14)
z ,no z ,0 n
zz 2 (8.15)
n 0 E n E0
( 0) (0)
Untuk molekul, fungsi keadaan eksitasi merupakan hasil dari transisi elektron dari suatu
orbital molekul ke orbital molekul yang lain. Misalkan m( 0) adalah keadaan eksitasi
elektron dari orbital molekul ke-i ke orbital molekul ke-k sehingga bia dituliskan
m( 0) i(0)k dan n( 0) dari orbital molekul ke-j ke orital molekul ke-l atau n( 0) j(
0)
l,
maka
218
z ,mn i(0)k* z j(
0)
l dV
(8.21)
0 ..................................................................... jika i j dan k l
*
k z l dV .................................................... jika i j dan k l
* dV ................................................. jika i j dan k l
i z j
h* z h dV i* z i dV *j z j dV ..jika i j dan k l,
h
lihat Szabo et al. (1989).Di dalam fluida, molekul berorientasi ke semua arah dengan
peluang yang sama, sehingga harga rata-rata polarizabilitas adalah
=⅓(xx+yy+zz). (8.22)
Jadi
2
2 2 z ,n 0
(z0,)n 0 z ,0( 0n) (8.23)
3 n 0 E n E0 3 n0 En 0
2
dimana En0 En(0) E0(0) dan z ,n0 z ,n0 z ,0n .Intensitas suatu transisi diungkapkan
dengan kekuatan osilator, yakni
4 m 2
f n0 z ,n 0 (8.24)
3e 2
e2 2 f
m
En02 (8.25)
n0 n0
x ,n1 x ,1n
xx 2
n 1 En E1
(0) (0)
2m
n 1
219
x ,n1 e n1
2m
En(0) (n 1 / 2)
2
n1 1n 1 e2
xx 2 e
2 m
E (0)
E1( 0)
2e 2
2m m 2
n0 n
k e2
Karena maka xx .
m k
Dalam persamaan (8.14-16) telah ditunjukkan momen dipole listrik permanen dan
induksi oleh medan listrik luar yang sejajar sumbu-z. Jika medan listrik luar mempunyai
komponen pada sumbu-sumbu koordinat x, y dan z maka suatu komponen momen dipole
listrik dapat dinyatakan seperti
1 1
a 0 a abEb abcEb Ec abcdEb Ec Ed .... (8.26)
2 6
220
Jika n( 0) adalah keadaan eksitasi yang diperoleh dengan mengeksitasikan satu elektron
dari orbital molekul ke-i ke orbital molekul ke-k maka persamaan di atas
x ,0 n e i x p k dx e ciq ckr q* x p r dx
p p q ,r
e cip ckp x p
p
eX 0 n
dengan
X 0 n cip ckp x p
p
Dimana xp adalah jarak karbon ke-p dari suatu referensi disumbu-x. Misalnya, kalau
karbon nomor 1 dijadikan sebagai referensi maka x1=0, x2=r12cos 30o, x3= x2+r23 cos 30o,
dan x4= x3+r34 cos 30o. Program MATLAB untuk menghitung polarizabilitas adalah
sebagai berikut:
221
end
M(2)=0;
for i=1:4
M(2)=M(2)+C(i,2)*C(i,4)*x(i);
end
M(3)=0;
for i=1:4
M(3)=M(3)+C(i,1)*C(i,3)*x(i);
end
M(4)=0;
for i=1:4
M(4)=M(1)+C(i,1)*C(i,4)*x(i);
end
% Polarizabilitasstatis
Polstat=0;
for n=1:4
Polstat = Polstat +2*M(n)*M(n)/DE(n);
end
Polstat
Gangguan yang dialami atom atau molekul oleh medan berosilasi pada sumbu-z adalah
G(t ) 2 z E cos t z E eit e it (8.28)
Seperti telah dikemukakan dalam paragraf 1.4, fungsi keadaan yang bergantung waktu
dari molekul karena kehadiran gangguan adalah (t ) ,
Dengan fungsi keadaan itu maka harga ekspektasi momen dipole adalah
z * (t ) ˆ z (t ) dv
0( 0 )* ˆ z 0( 0) dv
0( 0 )* ˆ z n( 0) dv an (t )e in 0t n( 0)* ˆ z 0( 0) dv an* (t )e in 0t (8.30)
n0
0, z z ,0 n an (t )e in 0t z ,n 0 an* (t )e in 0t
n0
di mana
222
En( 0) E0( 0)
n 0 (8.38)31)
Koefisien an(t) adalah
t t
1 E
an (t ) n( 0)*Gˆ (t ) 0( 0) e in 0t dvdt n( 0)* ˆ z 0( 0) dv e in 0t 2 cos t dt (8.32)
i 0 i 0
z ,n 0 E e i (n 0 )t e i (n 0 )t
an (t ) (9.33)
n 0 n0
2
En 0 z ,n 0
zz ( ) 2 (8.35a)
n0 En 0 ( )
2 2
2
2 En0 z , n0
( ) 2 (8.35b)
3 n 0 En0 ( ) 2
2
dimana z ,n 0 z ,n 0 z ,0 n , En0 En(0) E0(0) dan adalah energi foton dari medan
berosilasi. Dalam implementasinya persamaan (8.41) harus dinyatakan sebagai berikut
2
En 0 z ,n 0
zz ( ) 2 (8.36)
n 0 (En 0 i)(En 0 i)
di mana =h/denganadalah umur keadaan tereksitasi. Karena kita lebih mudah bekerja
dengan panjang gelombang, maka diganti dengan 1,24 / di mana adalah panjang
gelombang dalam m.
223
%Program Hückel untuk Polarizabilitas Dinamis Butadiena
Clc
G=0.2i; %faktor redaman
F=[-11 -2.5 0 0;-2.5 -11 -2.5 0; 0 0-11 -2.5; 0 0 -2.5 -11];
[C,E]=eig(F);
for i=1:3
P(i,i+1)=2*C(i,1)*C(i+1,1)+C(i,2)*C(i+1,2);
end
for i=1:3
r(i)=1.5-0.15*P(i,i+1);
end
x(1)=0;
x(2)=r(1)*0.866;
x(3)=x(2)+r(2)*0.866;
x(4)=x(3)+r(3)*0.866;
DE(1)=E(3,3)-E(2,2);
DE(2)=E(4,4)-E(2,2);
DE(3)=E(3,3)-E(1,1);
DE(4)=E(4,4)-E(1,1);
M(1)=0;
for i=1:4
M(1)=M(1)+C(i,2)*C(i,3)*x(i);
end
M(2)=0;
for i=1:4
M(2)=M(2)+C(i,2)*C(i,4)*x(i);
end
M(3)=0;
for i=1:4
M(3)=M(3)+C(i,1)*C(i,3)*x(i);
end
M(4)=0;
for i=1:4
M(4)=M(1)+C(i,1)*C(i,4)*x(i);
end
% Polarizabilitas dinamis (A)
for m=1:4
L(m)=1.24/DE(m); % panjang gelombang
end
for k=1:1000
L(k)=0.1+k*0.0004;% panjang gelombang
A(k)=0;
for m=1:4
B(k)=(DE(m)+1.24/L(k)-G)*(DE(m)-1.24/L(k)-G);
A(k)=A(k)+abs(DE(m)*(M(m))^2/B(k));
end
end
plot(L,A)
xlabel('Panjang gelombang (um)'),ylabel('Polarizabilitas (arb.unit)')
224
Hasil perhitungan dan analisa.
Keadaan-keadaan eksitasi singlet dan beda energinya masing-masing dengan keadaan
dasar:
Momen transisi:
01 =-1.1498 (-1,610-19) CÅ;
02 = 0;
03 =0;
04 =-0.0504 (-1,610-19) CÅ;
di mana x adalah sumbu molekul, maka keadaan eksitasi yang sesuai untuk transisi
elektron dari keadaan dasar 0 adalah 1 dan 4. Tetapi karena beda energi E40 yang
cukup besar dan momen dipole 04 yang sangat kecil maka polarizabilitas terkait transisi
04 sangat kecil dibandingkan polarizabiltas dengan 01 sehingga tidak terlihat.
Transisi 02 dan 04 adalah terlarang; hal ini didukung oleh hasil perhitungan
02 = 03 =0.
3.5
2.5
a(arb.unit)
1.5
0.5
0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Panjang gelombang (um)
225
8.5 Indeks bias bahan optik
Dalam teori medan elektromagnet dikemukakan bahwa permittivitas relatif r suatu bahan
optik adalah perbandingan permittivitas bahan itu dengan permittivitas ruang hampa
𝜀𝑟 =𝜀/𝜀0 dan indeks bias bahan adalah 𝑛 = 𝜀𝑟 . Dengan permittivitas relatif itu diperoleh
suseptibilitas listrik
𝜒𝑒 = 𝜀𝑟 − 1.
P e 0E .
P N E
di mana Nadalah kerapatan molekul (N/V); medan listrik E harus dinyatakan sebagai
penjumlah medan luar dan medan yang terinduksi secara lokal di dalam molekul, yakni
P / 3 0 . Jadi, secara lengkap polarisasi dinyatakan seperti P N E P / 3 0 sehingga
diperoleh
N / 0
P 0 E
1 N / 3 0
N / 0
e (8.37)
1 N / 3 0
sedangkan indeks bias bahan
1 2 N / 3 0 N
n 1 (8.38a)
1 N / 3 0 2 0
Akhirnya dengan persamaan (8.35b) untuk polarizabilitas maka indeks bias di atas
menjadi
2
N En 0 z ,n 0
n 1
3 0
E
n0
2
( ) 2
(8.38b)
n0
8.6Interaksi Dispersi
Gaya dispersi adalah gaya tarik-menarik antara dua molekul tak bermuatan. Gaya ini
timbul karena kopling antara dipol-dipol listrik dari kedua molekul sebagai akibat dari
fluktuasi sesaat distribusi muatan pada molekul. Dipol pada satu molekul bisa
menginduksikan dipol pada molekul tetangganya, lalu terjadilah interaksi antara
keduanya(baca Atkins et al. 2005)..
Interaksi antara kedua dipole 𝜇𝐴 dan 𝜇𝐵 yang berjarak satu sama lain 𝑅 merupakan
gangguan terhadap Hamiltonian molekul,
226
Ĥ Ĥ (0) ĜAB (8.39a)
dengan
Ĥ (0) Ĥ A Ĥ B (8.39b)
ĜAB
1
Bx Ay By 2 Az Bz (8.40b)
4 0 R
Ax
n n Ψn Ψn
Misalkan Ψ (0) (0)
A B
(0)
adalah fungsi keadaan gabungan kedua molekul sebelum ada
A B
gangguan
nAnB EnA EnB Ψ nAnB
Ĥ (0)Ψ(0) (0) (0) (0)
(8.41)
Misalkan molekul-molekul itu non-polar, maka koreksi order-1 untuk energi adalah
E (1) Ψ (0)
0 A0B Ĝ Ψ 0 A0B dVA dVB 0
* (0)*
(8.42)
G00,n A n B Gn A n B ,00
E (2)
n A ( 0) E0(0)A 0 B En(0)A n B
(8.43)
n B ( 0)
di mana
G00,nAnB Ψ (0)
0 A0B Ĝ Ψ nAnB dV
* (0)
Ψ (0)
0 A Ψ 0 B ( Ax Bx Ay By - 2 Az Bz )Ψ nA Ψ nB dVA dVB
* (0)* (0) (0)
Ψ (0)
n A Ψ nB ( Ax Bx Ay By - 2 Az Bz )Ψ 0 A Ψ 0 B dVA dVB
* (0)* (0) (0)
Perkalian G00,nAnB GnAnB ,00 menghasilkan sembilan suku. Di sana ada enam suku yang
harganya nol; misalnya ( Ax ,0 A n A Ay ,n A 0 A )(Bx ,0 B nB By ,nB 0 B ) . Tiga suku lainnya berharga
tidak nol, misalnya ( Ax ,0 A n A Ax ,n A 0 A )(Bx ,0 B nB Bx ,nB 0 B ) . Dari ketiga suku itu berlaku
227
Ax ,0 A nA
Ax ,n A 0A
= Ay ,0 A n A Ay ,n A 0 A = Az ,0 A n A Az ,n A 0 A dan berlaku pula Ax ,0 A n A Ax ,n A 0 A
1
= A ,0 A n A A ,n A 0 A . Dengan demikian maka koreksi order-2 adalah
3
( A ,0 A n A A ,n A 0 A )( B ,0 B n B B ,n B 0 B )
2
2 1
E (2)
3 4 0 R3
n A ( 0) E0(0)A 0 B En(0)A n B
(8.44)
n B ( 0)
Karena
E0(0)A0 B En(0)A nB ( E0(0)A E0(0)B ) - ( En(0)A En(0)B ) -[(En(0)A E0(0)A ) ( En(0)B E0(0)B )]
maka E(2)<0; artinya energi itu adalah energi tarikan yang berbanding terbalik dengan R6.
1
A Br ,
2
sehingga ( B r ). p B.(r p) B.L . Hamiltonian dalam persamaan (8.45a) menjadi
p2 e e2 2
Hˆ V B.L A (8.45b)
2m 2m 2m
Sekarang nyatakanlah B pada sumbu-z, maka A=Br/2 dengan r2=x2+y2. Jadi, persamaan
di atas menjadi
p2 e e2 2 2
Hˆ V BLz B (x y2 ) (8.45c)
2m 2m 8m
8m 2m n0 En 0
B B
E (2)
0 mz dB ( zz B ....) dB 1 2 zz B 2 .... (8.48)
0 0
e2 e2 Lz ,0 n Lz ,n 0
zz
4m
0 ( x y )0 dV 2
* 2 2
2m
n0 En 0
(8.49)
2
e2 e2 L0 n
6m
0
* 2
r 0 dV
6m 2
n0 En 0
(8.50)
Contoh 8.5 Tinjaulah sebuah elektron yang menempati orbital Slater 2px. Andaikan
energi orbital ini sebesar E di bawah orbital 2py. Hitunglah polarizabilitas magnet dalam
arah sumbu-z yang dimiliki elektron itu.Dari persamaan (3.64c) orbital STO untuk soal
ini adalah
5 / 2 r
2 px re sin cos
2
229
5 / 2 r
2 py re sin sin
2
2 2 2
Lz ,0 n Lz ,n 0 *
Lˆ z 2 py dV i 2* px 2 py dV i 2* px 2 pxdV 2
2 px
( x 2 y 2 )2 px dV 2 px ( x 2 y 2 ) dV
* 2
2 px
2
5/ 2
r e r sin cos (r sin ) 2 r 2 dr sin d d
2
2
5 6 2 r
2
r e dr sin 5 d cos
2
d
0 0 0
5
16
6! 6
2 2 15
7 7
2
3 e2 e 2 2
zz
2 m 2 2m 2 E
dan
e2 e 2 2
m 2 6m 2 E
230
E E E - [iˆ(cos cos ) ˆj (sin sin )] (8.53)
Tetapi, dalam bahan yang bersifat circular birefringence di mana ada perbedaan indeks
bias antara polarisasi melingkar-kanan dan –kiri, salah satu akan menjalar lebih cepat
daripada yang lain sehingga timbul perbedaan fasa antara keduanya. Hal inilah yang
diperlihatkan oleh persamaan (8.52). Superposisi dalam persamaan (8.53) menjadi
E E E - 2 (iˆ cos ˆj sin ) cos t (8.55)
di mana
z (n n )
(8.56)
2c
adalah pergeseran sudut yang dialami cahaya terpolarisasi bidang dalam waktu t setelah
menjalar sejauh z; lihat Gambar (8.2b).
E
E+ E- E
(a) (b)
E
+ E-
t, z
Gambar 82 (a) Tidak bersifat circular birefringence, dan (b) bersifat circular
birefringence.
231
dengan tanda + untuk polaritas melingkar –kanan dan tanda - untuk polaritas melingkar-
kiri. Jadi, nR nL menjadi
ωβ
n n N (8.59)
c 0
z 2
N N 0 z 2 (8.60)
2c 0
2
di mana c=1/(0µ0)1/2 , kecepatan cahaya dalam ruang hampa dan 0 adalah permeabilitas
ruang hampa. Molekul dengan > 0 atau n n disebut bersifat dextrorotary dan
molekul dengan <0 atau n n disebut bersifat laevorotary. Selanjutnya akan
diturunkan parameter .
Pada saat cahaya menjalar di dalam bahan optik, komponen medan listrik ℇdan
komponen medan magnet 𝐵 dari cahaya itu menimbulkan gangguan terhadap
Hamiltonian elektron dari molekul dalam bahan. Jika 𝜇 dan𝑚 masing-masing adalah
momen dipole listrik dan momen dipole magnet dari molekul maka gangguan itu adalah
Gˆ (t ) .E (t ) m.B(t ) (8.61)
di mana m L , dan L adalah momentum sudut total elektron, γ adalah rasio
giromagnetik elektron. Di dalam bahan yang bersifat circular birefringence vektor-vektor
medan dalampersamaan (8.61) harus dinyatakan melingkar- kanan dan melingkar-kiri,
Gˆ (t ) .E (t ) m.B (t ) (8.62)
ℇ± 𝑡 = 𝜀 𝑖 cos𝜔𝑡 ± 𝑗sin𝜔𝑡
dengan an (t) adalah koefisien bagi fungsi keadaan terganggu yang bergantung waktu,
232
t
1
i 0
an (t ) Gn0 (t )ein 0t dt (8.66)
Karena integral di atas diawali dari t=0, maka gangguan pada persamaan (8.64) harus
diawali dari nol sehingga harus dikalikan dengan (1-et/). Dengan itu maka persamaan
(8.65) menjadi
2 n 0 cos t i sin t
0 n ( x ,n 0 Bm y ,n 0 )
n0 n20 2
(8.67a)
i sin t cos t
i 0 n ( y ,n 0 Bm x ,n 0 ) n 0
n20 2
Kita tahu bahwa momen dipol listrik adalah ril, sedangkan momen dipolmagnet adalah
imaginer (karena momentum sudut adalah operator yang imajiner). Oleh sebab itu setelah
melalui penyusunan kembali, persamaan (8.67) dapat dituliskan sebagai berikut.
2 n 0 2 1 dB (t )
Re 0 n n 0 2 E (t ) Im 0 n mn 0 2
2
2
(8.67b)
n 0 n 0 n 0 n 0 dt
di mana Re menyatakan bagian ril dan Im bagian imajiner. Terlihat bahwa persamaan ini
sama dengan P / N dalam persamaan (8.57) sehingga diperoleh
2 m
Im 20 n n 0 2 (8.68)
n0 n 0
2 m
N 0 z 2 Im 20 n n 0 2 (8.69)
n0 n 0
233
Soal-soal
8.1 Polarizabilitas volum didefenisikan seperti ' / 4 0 . Molekul tetrachlorometan
mempunyai polarizabilitas volum1,0510-29m3. Hitunglah (a) besarnya momen dipol
terinduksi oleh medan listrik 10000 V/m, dan (b) perubahan energi molar.
8.2 Sebuah elektron di dalam kotak dimensi-1 (sepanjang sumbu-x) yang panjangnya L.
Andaikan di tengah kotak ada muatan positif yang menyebabkan timbulnya momen
dipol tetapi tidak mempengaruhi fungsi gelombang elektron. Hitunglah
polarizabilitas sistem sejajar sumbu-x.
8.3 Tentukanlah polarizabilitas dan polarizabilitas volum suatu atom hidrogen. Untuk
mudahnya misalkan keadaan dasar adalah 1s dan keadaan tereksitas 2pz.
8.4 Rancanglah perhitungan variasi bagi polarizabilitas atom hidrogen. Gunakan fungsi
coba =1s+a2pz yang belum dinormalisasi dengan a sebagai parameter variasi.
Hamiltoniannya adalah 𝐻 = 𝐻0 + 𝑒𝑧ℰ. Tentukanlaj nilai optimal a dan tentukanlah
zz. Harga eksperimen polarizabilitas volum adalah 6,610-31m3.
8.5 Pada sumbu-x, dua buah muatan +e dan –e dihubungkan oleh gaya dengan konstanta
gaya k . Sistem ditempatkan dalam medan listrik yang sejajar sumbu-x. Hitunglah
hiperpolarizabilitas xxx.
8.6 Kekuatan osilator dari transisi sekitar 160 nm dalam etana adalah 0.3. Hitunglah
polarizabiltas volum molekul itu. Harga eksperimen: 4,2210-30m3.
8.7 Tinjaulah dua partikel masing-masing di dalam kotak dimensi-satu. Jarak antara pusat
kedua kotak adalah R. Setiap sistem dapat dipandang sebagai model atom seperti
dalam soal nomor 8.2. Hitunglah energi dispersi jika kotak-kotak itu (a) pada satu
garis, (b) berdampinga tapi tidak pada satu garis.
8.8 Hitunglah energi dispersi antara dua buah atom hidrogen. Jarga eksperimen
polarizabilitas volume atom hydrogen adalah 6,610-31 m3.
234
BAB 9
SPEKTROSKOPI MOLEKUL
Metoda spektroskopi secara langsung memberikan informasi tentang struktur molekul
dan sifat kimia-fisiknya. Teori Kuantum dapat memberikan landasan fisis dari spektrum
serta hubungan antara struktur mikroskopik molekul dan parameter-parameter spektral
yang makroskopik. Secara umum asal-muasal fisis spektrum molekul adalah interaksi
antara radiasi gelombang elektromagnet dan materi. Peran dari teori kuantum dalam
spekroskopi molekul adalah memberikan model sederhana dan mendeskripsikan
spektrum secara singkat dengan menggunakan parameter-parameter empirik. Parameter-
parameter itu bergantung pada elektron-elektron yang terkandungan dalam molekul dan
interaksi-interaksinya yang dapat dihitung dengan menggunakan metoda-metoda
komputasi yang ada.
di mana gN dan N adalah faktor-g dan magneton Bohr inti, a konstanta perisai di inti
ke-a, Iˆa dan Iˆb masing-masing spin-inti ke-a dan ke-b dan Jabkonstanta kopling antara
kedua spin. Reonansi suatu inti hidrogen tergeser ke medan magnet yang lebih kecil
daripada medan magnet luar sebagai akibat dari awan elektron disekitar inti. Konstanta
perisai awan elektron inilah yang membedakan suatu proton dengan proton lain di dalam
molekul. Oleh sebab itu merupakan parameter penting dalam spektroskopi NMR.
Selain itu, interaksi antara spin-spin menyebabkan pecahnya suatu signal absorpsi spin
karena interaksinya dengan spin lain. Struktur multiplet spektrum NMR muncul jika
molekul mengandung inti-inti yang berbeda konstanta perisi. Jumlah garis yang
disebabkan inti a dalam molekul AXn adalah 2nIx+1. Spasi antara dua garis dalam
spektrum suatu gugus adalah Jax.
Sebagai contoh Gambar 9.1 memperlihatkan signal NMR dari etilklorida (CH3-
CH2-Cl). Gugus CH3 memberikan signal dengan dua pecahan dan gugus CH2
memberikan signal dengan empat pecahan. CH2 muncul pada posisi medan lebih kecil
B2B1 B
Gambar 9.1 Signal NMR etilklorida (CH3-CH2-Cl).
daripada CH3. Karena frekuensi Larmour sama pada kedua kelompok hidrogen, maka
konstanta perisai dari CH2 lebih kecil daripada CH3. Luas dibawah kurva signal
sebanding dengan jumlah atom hidrogen yang menimbulkan signal itu.
235
Dari persamaan (9.1) jelaslah adanya dua parameter penting dalam spektroskopi
NMR, yakni konstanta prisai dan konstanta kopling spin-spin. Kedua parameter ini akan
dibahas satu persatu sebagai berikut.
Konstanta Perisai
Dalam metoda semiempirik, Pople (1962) mengemukakan bahwa medan magnet
luar B memodifikasi fungsi basis atom iAdari atom amenjadi
ie
i i exp Ai . r (9.2)
a a
hc a
di mana Aia adalah vektor potensial medan magnet luar di posisi atom a. Dengan
demikian maka pembentukan orbital molekul di dalam medan magnet sebagai kombinasi
linier dari orbital-orbital atom (MO LCAO) menjadi
n ( B) ci ,n ( B) i ( B) a a
(9.3)
a i
di mana koefisien LCAO dan fungsi basis telah dinyatakan sebagai fungsi medan magnet
luar. Begitu pula fungsi keadaan molekul sebagai determinan Slater dari seluruh orbital
molekul yang ditempati elektron, juga akan bergantung pada medan magnet luar.
Konstanta perisai suatu inti a, menurut Pople merupakan penjumlahan sebagai
berikut,
a aa
d
aap ab (9.4)
b a
di mana aad
adalah konstanta perisai diamagnetik lokal, dan aap konstanta perisai
paramagnetik. Suku ketiga adalah perisai yang ditimbulkan oleh arus antar atom yang
terinduksi oleh medan magnet; komponen ini dapat dipandang konstant.
Jika integral-integral multi-pusat diabaikan, komponen perisai diamagnetik adalah
e2 1
aa
d
3mc2
P iaia ia
ia dVa (9.5)
ia ra
Dalam hal ini Pia ia adalah elemen matriks P̂ dari molekul yang belum terganggu medan
magnet. Komponen perisai paramagnetik adalah
aap
N
1
1
X aap 2 pa 3 2 pa dVa
ra
(9.6a)
P
X aa
1
3
X aa
P
xx
X aa
P
yy
X aa
P
zz
X
Ne 2 2 occ unocc
1 (9.6b)
P
c y a , n c z a , n c z a , n c ya , n
p n
aa xx
m 2c 2 n p
cb
c
yb ,n zb ,n c zb ,m c yb ,n
236
Dalam persamaan (9.6b) di atas indeks xx menyatakan komponen tensor suseptibilitas
paramagnetik lokal; penjumlahan dilakukan pada semua orbital molekul yang diduduki
(n) dan yang tidak diduduki elektron (p). Penjumlahan terhadap semua atom
bdilakukan terhadap semua atom termasuk atom a; koefisien LCAO c ya ,n c2 pa ,n .
Komponen X aa
P
yy dan X aaP zz diperoleh dengan cara substitusi siklik: xy, yz, zx.
Integral (1/r3)2pa bergantung pada muatan atom a. Dengan eksponen orbital Slater
(STO), integral itu bergantung pada jumlah rata-rata elektron dari atom a. Perumusan
untuk integral ini adalah
1 Z a3
2 pa ra32 pa dVa 24 (9.7a)
Z a Z ao 0,35 Pia ,ia na (9.7b)
ia
di mana Z ao adalah muatan inti efektif atom terisolasi, dan na jumlah elektron valensi
atom a.
Konstanta Kopling
Konstanta kopling dalam persamaan (9.1) dapat diungkapkan secara lengkap
seperti
J ab a b K ab (9.8a)
di mana A dan B adalah rasio giromagnetik spin inti a dan b. Kabdikenal sebagai
kontribusi kontak Fermi antara spin inti a dan b(Memory, 1968) dengan ungkapan
2 8
Sˆ (r
2
E
1
K ab g m E0 0 a )m dV
3 3 m0 (9.8b)
0 Sˆv (rbv )m dV
v
di mana g dan masing-masing adalah faktor-g dan magneton Bohr elektron, Ŝ dan Ŝ v
adalah vektor spin elektron ke- dan ke-, rajarak antara elektron ke- dan inti ke-a,
rbvjarak antara elektron ke- dan inti ke-b,0 adalah fungsi keadaan dasar dengan energi
E0 dan m adalah fungsi keadaan tereksitasi ke-m dengan energi Em.
Fungsi keadaan dasar adalah suatu determinan Slater tunggal untuk keadaan
singlet sel-tertutup adalah seperti persamaan (7.20b),
maka fungsi-fungsi keadaan tereksitasi yang berkaitan dengan perpindahan elektron dari
orbital molekul ke-n ke orbital molekul-p adalah seperti persamaan (7.20c dan d),
237
Singlet: 0 n p 1 1 ...... n p ..... N / 2 N / 2 1 1 ...... p n ..... N / 2 N / 2 (9.10)
Jumlah fungsi sejenis np adalah sama dengan perkalian jumlah orbital molekul yang
diduduki dan jumlah orbital molekul yang tak diduduki elektron dalam keadaan dasar.
Fungsi keadaan eksitasi np menggantikan m dan energi Enp menggantikan Emdalam
persamaan (9.8b). Aproksimasi kasar terhadap beda energi Enp – E0= p-n. Substitusi
persamaan (9.9) ke persamaan (9.8b) menghasilkan
2 8
2 N /2
unocc
K ab g
3 3
(
n p N / 2 1
p n ) 1
(9.12)
n (1) (ra1 ) p (1) dV p (1) (rb1 ) n (1) dV
Mengingat orbital molekul sebagai kombinasi linier dari orbital-orbital atom, maka
selanjutnya persaamaan (9.11) menjadi
2 8
2 N /2
unocc
K ab
3 3
g
(
n p N / 21 ia jb
p n ) 1
(9.13)
cia ,n cia , p c jb , p c jb ,n ia (1) (ra1 )ia (1) dV jb (1) (rb1 ) jb (1) dV
Sifat delta-Dirac adalah,
(9.14)
2
jb (1) (rb1 ) jb (1) dV ib (0)
di mana ia (0) dan ib (0) adalah orbital-orbital atom di pusat koordinat atom a dan atom
b. Jadi, persamaan (9.13) menjadi
2 8
2 N /2
unocc
K ab
3 3
g
( p n ) 1
n p N / 21 ia jb (9.15)
2 2
cia ,n cia , p c jb , p c jb ,n ia (0) ib (0)
238
N /2 unocc
ia jb 4 ( p n ) 1 cia ,n cia , p c jb , p c jb ,n (9.16)
n p N / 21
1 8
2
2 2
K ab g ia jb i (0) i (0) (9.17)
6 3 ia jb
a b
Jika a dan b adalah atom-atom hidrogen, maka orbital atom dalam persamaan itu adalah
1s.
1 3 N dxi
2
T mi (9.18a)
2 i 1 dt
3N
V 1 2 kij xi x j (9.18b)
i j
Dalam persamaan (9.18a) arus diingat bahwa m1=m2=m3, m4=m5=m6 dan seterusnya.
Parameterkij disebut konstanta gaya. Untuk menyederhanakan persamaan di atas
didefeniskan koordinat terbobot massaseperti
qi mi xi (9.19)
2
1 3 N 6 dq
T i (9.20a)
2 i dt
3 N 6
V 1
2 K
i 1, j 1
ij qi q j (9.20b)
Koordinat terbobot q yang berkaitan dengan translasi dan rotasi harus dikeluarkan karena
tidak mengandung konstanta gaya. Itu sebabnya jumlah koordinat menjadi 3N-6. Energi
total adalah
239
3 N 6 2
dqi 1 3 N 6
E 1
2
i 1 dt
2 K ij qi q j
i 1, j 1
(9.21)
Kesulitan dengan suku kedua timbul dari kehadiran perkalian silang untuk ij.
Kesulitan itu di atas dengan menggunakankoordinat normalQkyang merupakan kombinasi
linier dari koordinat {qi} (Wilson (1955).Contoh cara menentukan koordinat normal dapat
dilihat dalam Apendiks 7. Dalam koordinat normal energi total menjadi
2
dQi
3 N 6
3 N 6
E 1
2
i 1 dt
1 2 i Qi2
(9.22)
i 1
Di sini i di sebut frekuensi modus normal ke-i. Fungsi gelombang modus ke-i dengan
frekuensi idan energi
Eni ni 1 2 i (9.26)
0 N e aiQi / 2 Ne Q ; Q 2 ai2Qi2
2 2
/2
(9.27)
i i
dengan energi
E0 1
2 i
i (9.28)
i nm Bnm (9.29)
10 3 c
240
dengan c adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa, nm En Em / adalah
frekuensi transisi antara keadaan myang berenergi Em dan keadaan nyang berenergi En,
sedangkan Bnm adalah koefisien absorpsi yang dirumuskan seperti
8 2
Bnm nm
2
(9.30)
3 2
Di sini, fungsi keadaan dinyatakan sekaligus sebagai fungsi dari posisi elektron ( r ) dan
inti ( R ). Fungsi keadaan diungkapkan sebagai produk dari fungsi keadaan elektron dan
fungsi keadaan inti,
(r , R) el (r , Q) osc (Q) (9.32a)
(9.33)
osc
nosc
1
(Q ) (Q ) n2 (Q) dVQ
dengan
(Q) oel (r , Q)ˆ oel (r , Q) dVr (9.34)
(Q) o Qk (9.35)
k Qk 0
Dari persamaan (9.35), 0 adalah momen dipole permanent dari molekul sehingga tidak
berperan dalam vibrasi molekul seperti terlihat dalam persamaan berikut
241
nm o nosc (Q) nosc (Q) dvQ nosc (Q ) Q osc
(Q ) dvQ (9.36)
Qk
k n2
0
1 2 1
k
Integral dalam suku pertama itu nol karena fungsi-fungsi keadaan osilasi untuk
n1n2orthogonal satu sama lain. Jadi
nm nosc (Q ) Q osc
(Q ) dvQ (9.37)
Qk
1 k n2
k 0
alam persamaan (9.37) di atas jelas bahwa signal inframerah terjadi jika dipenuhi
/ Qk 0 0 yang disebut aktif inframerah. Integral dalam persamaan (9.37) memiliki
harga hanya jika memenuhi aturan seleksi n1 n2 1 , seperti telah dikemukakan dalam
Bab 1 mengenai osilator harmonis. Transisi dari n1=0 ke n2=1 dikenal sebagai transisi
fundamental.
Dari segi simetri seperti diperlihatkan oleh persamaan (4.24) transisi
fundamental itu aktif inframerahjika modus normal bersangkutan memiliki spesis simetri
yang sama dengan salah satu komponen dari momen dipole.
(i ) (nosc
1
)(nosc
2
) (9.38)
datang mengenai molekul. Medan itu menginduksikan momen dipole di dalam molekul
( ) E0 cos(0 t ) (9.40)
( ) ( 0 ) Qk cos( k t ) (9.41)
Qk 0
dengan k adalah frekensi vibrasi modus normal dari inti-inti molekul.Jadi, momen dipol
pada persamaan (9.40)menjadi
242
E 0 ( 0 ) Qk cos( k t ) cos( 0 t )
Qk 0
1
E 0 ( 0 ) cos( 0 t ) Qk cos( 0 k )t (9.42)
2 Qk 0
1
Qk cos( 0 k )t
2 Qk 0
Suku pertama menggambarkan hamburan yang tidak mengubah frekuensi; hamburan ini
disebut hamburan elastik Rayleigh. Suku kedua menggambarkan hamburan yang
menambah frekuensi; hamburan ini disebut hamburan tak-elastik anti-Stokes. Suku ketiga
menggambarkan hamburan yang mengurangi frekuensi; hamburan ini disebut hamburan
tak-elastik Stokes; yang kedua dan ketiga disebut hamburan Raman. Proses di atas
digambarkan seperti Gambar 9.2.
ℏ𝜔𝑘 ℏ𝜔𝑘
(a) (b) (c)
Gambar 9.2 Diagram energi yang memperlihatkan hamburan elastis Rayleigh (a),
hamburan Raman inelastis anti-Stokes (b) dan Stokes (c). 0 adalah frekuensi cahaya
datang,R adalah frekuensi cahaya terhambur dan kfrekuensi modus normal inti-inti
molekul.
ind ,i ii Ei ij E j ik E k ; i, j, k x, y, z (9.43)
nm (0 k ) 4 ij
2
(9.45)
i, j
243
pada sumbu-x, maka hamburan Raman terdiri atas dua polarisasi, yakni sejajar medan
listrik (I//) dan tegak lurus medanlistrik (I). Intensitas masing-masing adalah
2 2
𝐼∥ ∞ 𝛼𝑧𝑧 ℰ𝑧
2 2
𝐼⊥ ∞ 𝛼𝑦𝑧 ℰ𝑧 (9.46)
Jika molekul tidak terorientasi, maka hubungan antara sifat polarisasi dan tensor
hamburanmenjadirumit dan komponen-komponen tensor tidak bisa ditentukan.
Keadaan tereksitasi
B A
Keadaan dasar
Gambar 9.3 Kurva energi potensial untuk keadaan elektronik dasar dan tereksitasi.
244
Jika molekul mengabsorpsi radiasi, elektron bertransisi ke keadaan elektronik
yang ebih tinggi, m, misalnya pada suatu keadaan vibrasi tertentu, s( m) (Q' ) . Keadaan
tereksitasi ini diungkapkan sekaligus seperti
ms
M oo o ,o ˆ m, s dV
Menurut aproksimasi Born-Oppenheimer, jika vibrasi dalam keadaan dasar itu berada
dalam konfigurasi yang setimbang, Qo, maka persamaan (9.49) dapat disederhanakan
menjadi
ms
M oo om o( o ) (Q o )s( m) (Q' ) dVQ (9.51)
om
2 2
2 o
Pooms ~ (o ) (Q o )s( m) (Q' ) dVQ (9.52)
[(om )]
E ms Eo
om (9.53)
s h
dengan
Ems Em s(m) (9.54)
245
dimana E0 adalah energi keadaan dasar 0 dan Em adalah energi keadaan elektronik
tereksitasi m dan s(m) adalah energi vibrasi ke-s dalam keadaan elektronik tereksitasi
m. Untuk transisi 00 (A) probabilitas transisi dalam persamaan (9.52) mencapai
maksimum. Intensitas absorpsi dari suatu transisi elektron sebanding dengan probabiltas
transisi tersebut.
Dalam teori orbital molekul, suatu keadaan elektronik tereksitasi dapat dibangun
dari keadaan dasar dengan memindahkan satu elektron dari orbital molekul terisi ke
orbital molekul yang kosong seperti diperlihatkan dalam Gambar 9.4. Jadi, setelah
menyelesaikan perhitungan untuk keadaan dasar, selanjutnya keadaan-keadaan tereksitasi
dapat dibangun. Misalnya, jika keadaan tereksitasi m merupakan hasil pemindahan
elektron dari orbital molekul ike orbital molekul kmaka m= ik .
k k
i i
0 i
k
Gambar 9.4 Keadaan dasar 0 dan keadaan tereksitasi ik yang terkait dengan transisi
elektron dari obital molekul i ke orbital molekul k.
di mana r p adalah vektor posisi muatan ke-p yakniqp.
Dalam teori elektron-, setiap atom karbon memiliki satu elektron-, sehingga
qp=-e pada setiap atom karbon, dan indeks p menyatakan atom karbon ke-p. Sebutlah xp
sebagai komponendari vektor posisi atom di sepanjang sumbu molekul, maka
x e x p (9.58)
p
Jika titik pusat dipilih pada suatu ujung molekul, maka dp dapat dipandang sebagai jarak
246
atom ke-p dari ujung itu. Jadi,
x,0 m e cip c kq p xr q dx e cip c kp x p (9.59)
pq r p
Dengan metoda Hückel dan Pariser-Parr-Pople persamaan di atas secara mudah dapat
dihitung. Berikut adalah program absorbsi butadienadengan metoda Hückel.
247
DE(3)=E(3)-E(1);
DE(4)=E(4)-E(1);
DE
pg(1)=1.24/DE(1);
pg(2)=1.24/DE(2);
pg(3)=1.24/DE(3);
pg(4)=1.24/DE(4);
pg
%
% Momen dipole transisi
M(1)=0;
for p=1:4
M(1)=M(1)+C(p,2)*C(p,3)*x(p);
end
M(2)=0;
for p=1:4
M(2)=M(2)+C(p,2)*C(p,4)*x(p);
end
M(3)=0;
For p=1:4
M(3)=M(3)+C(p,1)*C(p,3)*x(p);
end
M(4)=0;
For p=1:4
M(4)=M(4)+C(p,1)*C(p,4)*x(p);
end
%
%Absorpsi sebg fungsi energi foton dalam panjang gelombang L (um)
for k=1:1000
L(k)=0.1+k*0.0004;% panjang gelombang
A(k)=0;
for m=1:4
B(m)=(DE(m)+1.24/L(k)-G)*(DE(m)-1.24/L(k)-G);
A(k)=A(k)+abs((M(m))^2/B(m));
end
end
plot(L,A)
xlabel('Panjang gelombang (um)'),ylabel('Absorpsi (arb.unit)')
1.2
1
Absorpsi (arb.unit)
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
Panjang gelombang (um)
249
Apendiks 1
Beberapa Konstanta
Konstanta gravitasi: G = 6,6726 x 10-11 nm2/kg2
Konstanta gas universal: R = NAkB = 8,314 J/mole-K
Konstanta Boltzmann: kB = 1,38066 x 10-23 J/K
Konstanta Stefan-Boltzmann: σ = 5,6703 x 10-8 W/m2K4
Konstanta Faraday: F = 96,485 C/mole
Konstanta Coulomb: 1 / 4 o = 8,988 x 109 Nm2/C2
Konstanta Planck: ћ=h/2 = 1,054557 x 10-34 Js
Konstanta Rydberg R = 1,09737 x 107 /m
Konstanta struktur halus: α = 1/137,036
Kecepatan cahaya: c = 2,99792 x 108 m/s
Angstrom: Å =10-10 m= 10-4 μm= 0,1 nm
Elektron volt: eV = 1,6022 x 10-19 J
Muatan elektron: -e = -1,6022 x 10-19 C
Permittivitas ruang hampa: εo = 8,85419 x 10-12 C2/Jm
Bilangan Avogadro: NA = 6,022 x 1023/mole
Satuan massa atom: u = 1,661 x10-27 kg = 931,5 MeV/c2
Massa diam elektron: me = 9,11 x 10-31 kg = 0,511 MeV/c2
Massa diam proton: mp = 1,673 x 10-27 kg = 938,28 MeV/c2
Massa diam neutron: mn = 1,675 x 10-27 kg = 939,57 MeV/c2
Massa diam alfa: mα = 6,6448 x 10-27 kg = 3727,41 MeV/c2
Jari-jari Bohr: ao = 5,29177 x 10-11 m
Energi atom Hidrogen: En = -13,6057 eV/n2, n=1 ,2, .....
Magneton Bohr: μB = 9,2741 x 10-24 J/T
Magneton inti: μN = 5,0508 x 10-27 J/T
250
Apendiks 2
Beberapa Integral
x 1
1. x sin bx dx bsin bx cos bx
b 2
x 1
2. sin 2 bx dx sin(2bx)
2 4b
x2 x 1
3. x sin 2 bx dx sin(2bx) 2 cos(2bx)
4 4b 8b
x3 x 1 x
4. x sin bx dx 3 sin(2bx) 2 cos(2bx)
2 2
6 4b 8b 4b
1 bx
xe dx
e (bx 1)
bx
5.
b2
bx x 2x 2
2
6. x e dx e
2 bx
2 3
b b b
n!
x e qx dx ; n 0,1, 2, .....; q 0
n
7.
0 q n1
1
1/ 2
e
bx2
8. dx
0
2 b
1.3.....(2n 1)
1/ 2
x
bx2
9. 2n
e dx 2 n1 ; n 1, 2, 3, ......
0 2 n1 b
n! at a 2t 2 a nt n
x e dx ; n 0,1, 2,.....
n ax
10. e 1 at .......
t a n1 2! n!
251
Apendiks 3
Transformasi koordinat Cartesian ke koordinat bola
z
r
x y
r 2 x2 y2 z 2 (A3.2)
z
cos (A3.3)
x y2 z2
2
y
tg (A3.4)
x
r
; x, y, z (A3.5)
r
r
2r 2 x 2r sin cos
x
sehingga
r
sin cos (A3.6a)
x
r
sin sin
y
(A3.6b)
r
cos
z
Dari persamaan (A3.3) diperoleh
252
dengan cara yang sama diperoleh pula
cos sin
y r
(A3.7b)
sin
z r
i persamaan (A3.4) dan (A3.1)
1 y r sin sin
2 2
cos x
2
x r sin 2 cos 2
sehinnga
sin
(A3.8a)
x r cos
cos
y r sin
(A3.8b)
0
z
2 2 1 2 ctg 1 2
2 (A3.10)
r 2 r r r 2 2 r 2 r 2 sin 2 2
253
APENDIKS 4
Karakteristik Beberapa Atom
254
46 Pd Kr+4d10 1
S0 8,33
47 Ag Kr+4d105s 2
S1/2 7,57
48 Cd Kr+4d105s2 1
S0 8,99
49 In Kr+4d105s25p 2
P1/2 5,79
50 Sn Kr+4d105s25p2 3
P0 7,34
51 Sb Kr+4d105s25p3 6
D1/2 8,64
52 Te Kr+4d105s25p4 3
P2 9,01
53 I Kr+4d105s25p5 2
P3/2 10,45
54 Xe Kr+4d105s25p6 1
S0 12,13
2
55 Ca Xe+6s S1/2 3,89
56 Ba Xe+6s2 1
S0 5,21
57 La Xe+5d 6s2 2
D3/2 5,61
58 Ce Xe+4f 5d 6s2 1
G4 6,54
59 Pr Xe+4f3 6s2 4
I9/2 5,48
60 Nd Xe+4f4 6s2 5
I4 5,51
61 Pm Xe+4f5 6s2 6
H5/2 5,60
62 Fm Xe+4f6 6s2 7
F0 5,67
63 Eu Xe+4f7 6s2 8
S1/2 6,16
64 Gd Xe+4f75d 6s2 9
D2 6,74
65 Tb Xe+4f9 6s2 6
H15/2 6,82
66 Dy Xe+4f10 6s2 5
I8
67 Ho Xe+4f11 6s2 4
I15/2
68 Er Xe+4f12 6s2 3
H6
69 Tm Xe+4f13 6s2 2
F7/2
70 Yb Xe+4f14 6s2 1
S0 6,22
71 Lu Xe+4f145d 6s2 2
D3/2 6,15
72 Hf Xe+4f145d2 6s2 3
F2 7,00
73 Ta Xe+4f145d3 6s2 4
F3/2 7,88
74 W Xe+4f145d4 6s2 6
D0 7,98
75 Re Xe+4f145d5 6s2 6
S0 7,87
76 Os Xe+4f145d6 6s2 5
D4 8,70
77 Ir Xe+4f145d7 6s2 4
F9/2 9,20
78 Pt Xe+4f145d8 6s2 3
D3 8,88
79 Au Xe+4f145d10 6s 2
S1/2 9,22
80 Hg Xe+4f145d10 6s2 1
S0 10,43
81 Tl Xe+4f145d10 6s26p 3
P1/2 6,11
82 Pb Xe+4f145d10 6s26p2 3
P0 7,42
83 Bi Xe+4f145d10 6s26p3 4
F3/2 7,29
84 Po Xe+4f145d10 6s26p4 3
P2 8,43
85 At Xe+4f145d10 6s26p5 2
P3/2
86 Rn Xe+4f145d10 6s26p6 1
S0 10,75
87 Fr Rn+7s
88 Ra Rn+7s2 1
S0 5,23
89 Ac Rn+6d 7s2 2
D3/2 6,90
90 Th Rn+6d27s2 3
F2
91 Pa Rn+5f26d 7s2 4
K11/2
92 U Rn+5f36d 7s2 5
L6 4,00
255
4.2 Elektronegativitas beberapa atom
256
APENDIKS 5
Tabel Karakter Beberapa Grup Simetri
Fungsi linier,
C2 E C2 Fungsi kuadrat
rotasi
A +1 +1 z, Rz x2, y2, z2, xy
B +1 -1 x, y, Rx, Ry yz, xz
Fungsi linier,
C3 E C3 (C3)2 Fungsi kuadrat
rotasi
A +1 +1 +1 z, Rz x2+y2, z2
*
+1 + + x+iy; Rx+iRy
E * (x2-y2, xy) (yz, xz)
+1 + + x-iy; Rx-iRy
Fungsi linier,
C2v E C2 (z) v(xz) v(yz) Fungsi kuadrat
rotasi
A1 +1 +1 +1 +1 z x2, y2, z2
A2 +1 +1 -1 -1 Rz xy
B1 +1 -1 +1 -1 x, Ry xz
B2 +1 -1 -1 +1 y, Rx yz
Fungsi linier,
C3v E 2C3 (z) 3 v Fungsi kuadrat
rotasi
A1 +1 +1 +1 z x2+y2, z2
A2 +1 +1 -1 Rz -
E +2 -1 0 (x, y) (Rx, Ry) (x2-y2, xy) (xz, yz)
257
Fungsi linier,
C2h E C2 (z) i h Fungsi kuadrat
rotasi
Ag +1 +1 +1 +1 Rz x2, y2, z2, xy
Bg +1 -1 +1 -1 Rx, Ry xz, yz
Au +1 +1 -1 -1 z -
Bu +1 -1 -1 +1 x, y -
Fungsi linier,
D2 E C2 (z) C2 (y) C2 (x) Fungsi kuadrat
rotasi
A +1 +1 +1 +1 - x2, y2, z2
B1 +1 +1 -1 -1 z, Rz xy
B2 +1 -1 +1 -1 y, Ry xz
B3 +1 -1 -1 +1 x, Rx yz
Fungsi linier,
D3 E 2C3 (z) 3C'2 Fungsi kuadrat
rotasi
A1 +1 +1 +1 - x2+y2, z2
A2 +1 +1 -1 z, Rz -
E +2 -1 0 (x, y) (Rx, Ry) (x2-y2, xy) (xz, yz)
Fungsi linier,
D4 E 2C4 (z) C2 (z) 2C'2 2C''2 Fungsi kuadrat
rotasi
A1 +1 +1 +1 +1 +1 - x2+y2, z2
A2 +1 +1 +1 -1 -1 z, Rz -
B1 +1 -1 +1 +1 -1 - x2-y2
B2 +1 -1 +1 -1 +1 - xy
E +2 0 -2 0 0 (x, y) (Rx, Ry) (xz, yz)
258
Fungsi linier, Fungsi
D2h E C2 (z) C2 (y) C2 (x) i (xy) (xz) (yz)
rotasi kuadrat
Ag +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 - x2, y2, z2
B1g +1 +1 -1 -1 +1 +1 -1 -1 Rz xy
B2g +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 Ry xz
B3g +1 -1 -1 +1 +1 -1 -1 +1 Rx yz
Au +1 +1 +1 +1 -1 -1 -1 -1 - -
B1u +1 +1 -1 -1 -1 -1 +1 +1 z -
B2u +1 -1 +1 -1 -1 +1 -1 +1 y -
B3u +1 -1 -1 +1 -1 +1 +1 -1 x -
Fungsi
Fungsi
D4h E 2C4 (z) C2 2C'2 2C''2 i 2S4 h 2 v 2 d linier,
kuadrat
rotasi
x2+y2,
A1g +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 -
z2
A2g +1 +1 +1 -1 -1 +1 +1 +1 -1 -1 Rz -
B1g +1 -1 +1 +1 -1 +1 -1 +1 +1 -1 - x2-y2
B2g +1 -1 +1 -1 +1 +1 -1 +1 -1 +1 - xy
Eg +2 0 -2 0 0 +2 0 -2 0 0 (Rx, Ry) (xz, yz)
A1u +1 +1 +1 +1 +1 -1 -1 -1 -1 -1 - -
A2u +1 +1 +1 -1 -1 -1 -1 -1 +1 +1 z -
259
B1u +1 -1 +1 +1 -1 -1 +1 -1 -1 +1 - -
B2u +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 - -
Eu +2 0 -2 0 0 -2 0 +2 0 0 (x, y) -
Fungsi
2C6 h 3 3 Fungsi
D6h E 2C3 C2 3C'2 3C''2 i 2S3 2S6 linier,
(z) (xy) d v kuadrat
rotasi
x2+y2,
A1g +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 -
z2
A2g +1 +1 +1 +1 -1 -1 +1 +1 +1 +1 -1 -1 Rz -
B1g +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 - -
B2g +1 -1 +1 -1 -1 +1 +1 -1 +1 -1 -1 +1 - -
(Rx, (xz,
E1g +2 +1 -1 -2 0 0 +2 +1 -1 -2 0 0
Ry) yz)
(x2-y2,
E2g +2 -1 -1 +2 0 0 +2 -1 -1 +2 0 0 -
xy)
A1u +1 +1 +1 +1 +1 +1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 - -
A2u +1 +1 +1 +1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 +1 +1 z -
B1u +1 -1 +1 -1 +1 -1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 - -
B2u +1 -1 +1 -1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 +1 -1 - -
E1u +2 +1 -1 -2 0 0 -2 -1 +1 +2 0 0 (x, y) -
E2u +2 -1 -1 +2 0 0 -2 +1 +1 -2 0 0 - -
Fungsi linier,
Td E 8C3 3C2 6S4 6 d Fungsi kuadrat
rotasi
A1 +1 +1 +1 +1 +1 - x2+y2+z2
A2 +1 +1 +1 -1 -1 - -
E +2 -1 +2 0 0 - (2z2-x2-y2, x2-y2)
T1 +3 0 -1 +1 -1 (Rx, Ry, Rz) -
T2 +3 0 -1 -1 +1 (x, y, z) (xy, xz, yz)
260
Fungsi
Fungsi
Oh E 8C3 6C2 6C4 3C2 =(C4)2 i 6S4 8S6 3 h 6 d linier,
kuadrat
rotasi
A1g +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 - x2+y2+z2
A2g +1 +1 -1 -1 +1 +1 -1 +1 +1 -1 - -
(2z2-x2-
Eg +2 -1 0 0 +2 +2 0 -1 +2 0 - y2, x2-
y2)
(Rx, Ry,
T1g +3 0 -1 +1 -1 +3 +1 0 -1 -1 -
Rz)
(xz, yz,
T2g +3 0 +1 -1 -1 +3 -1 0 -1 +1 -
xy)
A1u +1 +1 +1 +1 +1 -1 -1 -1 -1 -1 - -
A2u +1 +1 -1 -1 +1 -1 +1 -1 -1 +1 - -
Eu +2 -1 0 0 +2 -2 0 +1 -2 0 - -
T1u +3 0 -1 +1 -1 -3 -1 0 +1 +1 (x, y, z) -
T2u +3 0 +1 -1 -1 -3 +1 0 +1 -1 - -
261
Apendiks 6
Beberapa Program Komputer
262
C=S1*C1;
b=C(1,1)/C(2,1);
CIT(2,1)=1/sqrt(1+b^2+2*b*S(1,2));
CIT(1,1)=b*CIT(2,1);
%Perhitungan P
for i=1:2
for j=1:2
P(i,j)=2*CIT(i,1)*CIT(j,1);
end
end
delta=abs(P(1,1)-P0(1,1));
for i=1:2
for j=1:2
if delta>W
P0(i,j)=P(i,j);
end
end
end
iter=iter+1; %kembali ke looping P------------------------------------
end
% Looping selesai
iter
% Energi orbital dan koefisien2
E
C
% Energi keadaan dasar
E0=E(1,1)+0.5*(P0(1,1)*H(1,1)+2*P0(1,2)*H(1,2)+P0(2,2)*H(2,2));
E0
263
clc
Iu=15.6;
S=0.005;
delta=1;
M=4;
%Nilai awal P
for u=1:M
for v=1:M
if u==v
P0(u,v)=1;
else
P0(u,v)=0;
end
end
end
% Looping untuk P
iter=1;
while delta>S
%for iter=1:100
for u=1:M
for v=1:M
if v==u
r(u,v)=0;
elseif v>u+1
r(u,v)=0;
elseif v<u-1
r(u,v)=0;
else
r(u,v)=1.52-0.2*P0(u,v);
end
end
end
for u=1:M
for v=1:M
if abs(u-v)>1
V(u,v)=0;
else
V(u,v)=11/sqrt(1+0.584*r(u,v)^2);
end
end
end
% Matriks Fock
for u=1:M
for v=1:M
if u==v
F(u,v)=-Iu+0.5*P0(u,v)*V(u,v);
elseif abs(u-v)==1
F(u,v)=-2.5-0.5*P0(u,v)*V(u,v);
else
F(u,v)=0;
264
end
end
end
[C,D]=eig(F); %diagonalisasi
for u=1:M
E(u)=D(u,u); %energi orbital molekul
end
% Jumlah elektron pada orb molekul
for u=1:M
if u<=M/2
m(u)=2;
else
m(u)=0;
end
end
%Perhitungan P
for v=1:M
for u=1:M
jum=0;
for w=1:M
if u==v
P(u,v)=1;
elseif abs(u-v)==1
jum=jum+sum(m(w)*C(u,w)*C(v,w));
P(u,v)=jum;
else
P(u,v)=0;
end
end
end
end
delta=max(abs(P-P0));
for u=1:M
for v=1:M
if delta > S
P0(u,v)=P(u,v);
end
iter=iter+1; %kembali ke looping P
end
end
end
r
E
iter
265
Apendiks 7
Koordinat dan Frekuensi Normal
Tinjaulah molekul linier B-A-B dengan massa atom-atom mA dan mB . Misalkan ketiga
atomnya terletak pada sumbu-x dengan pergeseran masing-masing x1, x2, and x3.
Misalkan perubahan panjang ikatan x1-x2 dan x3-x2 sehingga energi potensial
sistem adalah
k x1 x2 k x3 x2
1 1
V
2 2
(A7.1)
2 2
k k 0
kˆ k 2k k (A7.2)
0 k k
qi mi xi (A7.3)
2V 1
K ij k ij (A7.4)
qi q j mi m j
atau
k k
0
mB mB m A
K
k k k
2 (A7.5)
mB m A mA mB m A
k k
0
mB m A mB
1
V Kij qi q j
2 i, j
(7A.6)
1 dqi
T
2 i
qi2 , q i
dt
(A7.7)
266
d T V
0 atau qi K ij q j 0 (A7.8)
dt qi qi j
Qn cniqi (A7.10)
Qˆ Cˆ Kˆ Cˆ 1Qˆ
(A7.12)
ˆ Qˆ
di mana
ˆ Cˆ Kˆ Cˆ 1
(A7.13)
Artinya, ̂ adalah matriks diagonal dari matriks K̂ dengan Ĉ adalah matriks vektornya.
Dengan matriks K̂ dalam persamaan (A7.5), maka
k k
0
mB mB m A
c1
k k
k c 0
2 2 (A7.14)
mB m A mA mB m A
c3
k k
0
mB m A mB
k k
0
mB mB m A
k k k
2 0
mB m A mA mB m A
k k
0
mB m A mB
267
Dari akar-akar itu diperoleh frekuensi-frekuensimodus normal
k m 2m
1 0, 2 , 3 k A B
(A7.16)
mB m m
A B
b
Untuk 1 0 c13 c11; c12 c11
ab
mB mA
c11 c13 ; c12
m A 2 mB mA 2mB
1
m A 2 mB
m1B/ 2 q1 m1A/ 2 q2 m1B/ 2 q3 (A7.17)
k
Untuk 2 c22 0; c23 c21
mB
1 1
c21 ; c23
2 2
Q2 c21q1 c22q2 c23q3
1 (A7.18)
(q1 q2 )
2
m 2mB
Untuk 3 k A
m A mB
mA 2mB
c31 c33 ; c32
2(mA 2mB ) mA 2mB
1
m1A/ 2 q1 2m1B/ 2 q2 m1A/ 2 q3 (A7.19)
2(m A 2mB )
268
INDEKS
269
momen transisi, 75 polarizabilitas magnet, 229
Mosley, 102 polarizabilitas paramagnetik, 229
NDDO, 207 polarizabilitas statis, 218
normalisasi fungsi, 5 polinom Laguerre, 44
Operasi simetri, 106 polinomial Hermite, 9
operator potensial
momentum sudut, 34 effektif, 43
momentum sudut spin, 52 sumur tak hingga, 4
operator Coulomb, 180 probabilitas transisi, 27, 28
operator tukar, 180 Representasi Matriks, 12
orbital jenis Gaussian, 187 Resonansi Magnetik Inti (NMR), 235
orbital jenis Slater (Slater-type orbital, restricted Hartree Fock (RHF), 183
STO), 84 Russel-Saunders, 99
orbital molekul, 121 sel tertutup (closed shell), 122
orbital-spin, 122 self-consistent field (SCF), 87, 181
Osilator Harmonis, 8 self-consistent field (SCF)., 182
paramagnet, 99 sifat ortogonalitas, 44
Pengaruh Heteroatom dan Substituen, Slater, 201
175 Spektroskopi Inframerah, 239
persamaan diferensial Laguerre Spektroskopi Raman, 242
terasosiasi, 44 Spektroskopi UV-Vis, 244
persamaan eigen, 12, 186 spin elektron, 52
Persamaan eigen, 180 spin-orbital, 181
persamaan gelombang, 1 spin-orbital elektron, 82
persamaan Hartree-Fock, 180 suseptibilitas listrik, 226
persamaan Legendre terasosiasi, 38 Teorema Kohn et al., 198
persamaan nilai eigen, 3 Teori Coupled-Cluster (CC), 195
persamaan Schrödinger, 2 Teori Fungsional Kerapatan (DFT), 197
persamaan Schrödinger yang bergantung Teori Gangguan Møller-Plesset (MP),
waktu, 3 193
Persamaan sekuler, 156 transisi, 48
PM3, 209 absorpsi, 29
polarisasi listrik, 226 stimulat, 29
polarizabilitas diamagnetik, 229 unrestricted Hartree Fock (UHF), 186
polarizabilitas dinamis, 223 zero differential overlap (ZDO), 202
270
DAFTAR PUSTAKA
Boas, Mary L. (1983), Mathematical Methods in the Physical Sciences, 2nd ed. John
Wiley.
Boys, S. F. (1950), Electronic wave functions I. A general method of calculation for the
stationary states of any molecular system, Proc. R. Soc. (London), A200, 542
Ceperley, D. M., and B. J. Alder (1980), Ground State of the Electron Gas by a
Stochastic Method, Phys. Rev. Lett.45, 566–569.
Clark, H. (1982), A first course in Quantum Mechanics, ELBS and Van Nostrand
Reinhold.
Clementi , E., and C. Roetti,(1974), At. Data Nucl. Data Tables 14,177
Clementi, E. and D.L. Raimondi (1963), Atomic screening constants from SCF
functions. IBM Res. Note NJ-27
Condon ,E. U., and G. H-Shortley (1935). Theory of Atomic Spectra, Cambridge
University Press
Dewar, M. J. S and W. Thiel W. (1977), Ground states of molecules. 38. The MNDO
method. Approximations and parameters. J. Am. Chem. Soc. 99, 4899
271
Gaydon, A. G. (1953): Dissociation energies, Chapman & Hall,
Hohenberg, P. and W. Kohn (1964), Inhomogeous Gas, Phys. Rev. B 136, 864–871.):
Jug, K. and D. N. Nanda (1980), SINDOl III. Application to ground states of molecules
containing fluorine, boron, beryllium and lithium atoms. Theor. Chim. Acta 57, 131-
144.
Mead, C. Alden (1979), The ’’noncrossing’’ rule for electronic potential energy
surfaces: The role of time‐reversal invariance, J. Chem. Phys. 70, 2276
272
Nishimoto, K. and N. Mataga (1957),Electronic Structure and Spectraof Some Nitrogen
Heterocycles, Z. physik. Chem. (Frankfurt) 12, 335 and 13, 140 .
Parr, Robert G and Weitao Yang, (1994). Density-Functional Theory of Atoms and
Molecules. Oxford University Press.
Ridley, J., and M. Zener (1973), INDO technique for spectroscopy: Pyrrole and the
azines, Theor. Chim. Acta 32, 111-134
Siregar, Rustam E. (2010), Fisika Kuantum, Teori dan Aplikasi, Wydia Padjadjaran
Slater, John. C. (1929), Theory of Complex Spectra , Phys. Rev. 34, 1293
Warshel, A., and M. Levitt (1976), Theoretical Studies of Enzymic Reactions: Dielectric,
Electrostatic and steric stabilization of the carbonium ion in the reaction of lysozyme, J.
Mol. Biol. 103, 227-49.
Wilson, E.B. (1933), Wave Functions for the Ground State of Lithium and
Three‐Electron Ions, J. Chem. Phys. 1, 210
273
Wilson, E. B., J. C. Decius, P. C. Cross, (1955), Molecular Vibrations: The Theory of
Infrared and Raman Vibrational Spectra, McGraw-Hill Inc.
274
Rustam E. Siregar adalah Guru Besar Emeritus di
Departemen Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran
Bandung. Dia dilahirkan di Hutagodang Kabupaten
Labuhan Batu Sumatera Utara pada 3 Januari 1943. Lulus
Sarjana pada 1970 dari Jurusan Fisika FMIPA Universitas
Padjadjaran Bandung, lulus Magistert Sains pada tahun
1983 dan Doktor pada tahun 1993 dari Pascasarjana Fisika
Institut Teknologi Bandung.
Sejak tahun 1985 hingga sekarang dia mengampu mata kuliah Fisika Kuantum dan Mekanika
Kuantum Molekul di program studi S1 Fisika Universitas Padjadjaran. Pada tahun 2002-2015 dia
mengampu mata kuliah Kimia Kuantum di program studi S2 dan S3 Pascasarjana Kimia
Universitas Padjadjaran. Selain itu, dia juga aktif dalam penelitian material optik dan fotonik.
Email: resiregar@phys.unpad.ac.id
275