DISERTASI
OLEH
L.M. JALIL SILEA
G3IP 013 006
DISERTASI
OLEH
L.M. JALIL SILEA
G3IP 013 006
DISERTASI
Dr. Ir. H. Sarawa, M.S Prof. Dr. Ir. La Ode Safuan, M,P
Ko-Promotor Ko- Promotor
iii
REFLEKSI
Dan dari tanah yang subur dihasilkan tetanaman yang produktif dengan izin
Allah, dan dari tanah yang tidak subur tidak dihasilkan kecuali dengan payah
(Surah Al-A’raaf : 58)
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA DISERTASI
Konsentrasi : Agronomi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa kajian disertasi ini adalah karya akademik asli dari
penulis. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa sebahagian atau seluruh disertasi
ini ternyata di dalamnya ditemukan ada unsur karya orang lain atau kepalsuan (plagiat), maka
penulis bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan atau perundangan yang berlaku.
v
HALAMAN IDENTITAS PENGUJI
Sekretaris
Prof. Dr. Ir. Muhidin, M.Si (Wakil Direktur Pascasarjana UHO)
Promotor
Prof. Ir. H. Sahta Ginting, M.Agr.Sc. Ph.D
Co – Promotor
Dr. Ir. H. Sarawa, M.S
Co – Promotor
Prof. Dr. Ir. La Ode Safuan, M.P
Penguji External
Dr. Ir. H. Radian, M.S
Penguji Kehormatan
Prof. Dr. Muhammad Zamrun, S.Si., M.Si., M.Sc
vi
ABSTRAK
L.M. JALIL SILEA: G3IP 013 006. Program Doktor Ilmu Pertanian, Program Pascasarjana
Universitas Halu Oleo. Respon Agronomis Padi Gogo Kultivar Wakawondu terhadap
Kompos Bokashi dan Campuran Pupuk N-P-K pada Lahan Jenuh Air. Promotor: Sahta
Ginting, Co-Promotor I: Sarawa Mamma, dan Co-Promotor II: La Ode Safuan.
Kata kunci: kompos bokashi, pupuk N,P,K, jenuh air, Wakawondu, padi gogo
vii
ABSTRACT
L.M. JALIL SILEA: G3IP 013 006, Doctoral Program in Agricultural Science, Postgraduate
Program of Halu Oleo University. The Agronomic Response of the upland rice of
Wakawondu cultivar on bokashi compost and mixed N-P-K fertilizer at land saturated water.
Promotor: Sahta Ginting, Co-Promotor I: Sarawa Mamma, and Co-Promotor II: La Ode
Safuan.
The experiment was conducted in the field area of upland rice at Ngkaringngkaring Village of
Baubau City. The study aims: (i) to investigate the effect of interaction of bokashi compost
and mixed N-P-K fertilizer applications on agronomic responses of Wakawondu upland rice
cultivated at land saturated water, (ii) to measure the individual effects of the application of
bokashi compost and mixed N-P-K fertilizer on agronomic responses of Wakawondu upland
rice cultivated at land saturated water, and (iii) to discover the best rate of the application of
bokashi compost and mixed N-P-K fertilizer in order to improve agronomic responses of
Wakawondu upland rice cultivated at land saturated water. The experimental was arranged
using split plot in randomized block design, where rate of bokashi compost as main plot and
mixed N-P-K fertilizer as subplot. Observation parameters were: number of rice tillers, plant
height, leaf number, leaf area, chlorophyll content, number of productive tillers, days of
flowering, panicle length, unhulled rice per panicle, percentage of filled unhulled rice, rice
grain weight per panicle, weight of 1000 rice grain, production of dried unhulled rice, harvest
index, leaf area index, growth relative rate, netto assimilation rate, specific leaf area, root
stem ratio, and content of N-P-K in leaf tissue. The result showed that interaction between
bokashi compost and mixed N-P-K fertilizer significantly affected the number of unhulled
rice per panicle, leaf chlorophyll content and sorption of N and K. Individual bokashi
compost significantly increased leaf chlorophyll content, number of tillers productive,
number of unhulled rice per panicle, percentage of filled unhulled rice, weight of 1000 rice
grain, production of unhulled rice, netto assimilation rate, and sorption of N, P, K nutrients.
Individual mixed N-P-K fertilizer significantly enhanced number of rice tillers, leaf number,
plant height, leaf area, chlorophyll content, rice tillers productive, panicle length, number of
unhulled rice per panicle, percentage of filled unhulled rice per panicle, weight of 1000 rice
grain, production of unhulled rice, leaf area index, relative growth rate, and sorption of N, P,
K nutrients. The application of 8 ton ha-1 bokashi compost and 100% standard rate of N, P, K
fertilizer application (250 kg Urea + 125 kg SP-36 + 100 kg KCl) was the best rate of the
application for agronomic response of the upland rice of Wakawondu cultivar on bokashi
compost and mixed N-P-K fertilizer at land saturated water. It is recommended to increase
the rate of application of bokashi compost and mixed N-P-K fertilizer to obtain the optimum
rate.
Key words: bokashi compost, N,P,K fertilizer, saturated water, Wakawondu, upland rice
viii
KATA PENGANTAR
Penulis
ix
UCAPAN TERIMAKASIH
x
Harlina Silea, Wa Ode Muslinang Silea, S.Pd., M.Pd, L.M. Irman Silea, S.Pd., M.Pd,
Drs. Mashuri, M.Pd, La Ode Iriama, S.Pd., La Ode Asman, SE., M.Si., Eti Nursanti,
dan dr. Wa Ode Nurul Husna. Terimakasih atas segala bantuan moril maupun
materialnya.
19. Teristimewa buat istri tercinta, Sahariani, S.Pd dan anak-anak saya, Wa Ode Leady
Fitriyani J Silea, S.E., Wa Ode Melvy Agrina J Silea, L.M. Ivan Al Vadil J Silea, Wa
Ode Anindya Faragita Silea, dan Wa Ode Natasya Febrylyzya Silea, kesabaran,
pengertian, dan ketabahan dalam memberi dukungan dalam segala hal sehingga studi
saya dapat diselesaikan. Penuh haru semua itu saya haturkan terimakasih yang sedalam-
dalamnya untuk kalian yang kusayangi dan kucintai.
20. Kepada semua pihak yang telah membantu baik yang terkait langsung maupun tidak
langsung dalam proses penyelesaian studi ini, saya ucapkan terimakasih banyak.
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Hal
xiii
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 187
6.1 Kesimpulan ................................................ 187
6.2 Saran ............................................................ 188
xiv
DAFTAR TABEL
xv
Tabel 17. Pengaruh Interaksi Berbagai Dosis Bokashi dan Campuran
Pupuk N,P,K Terhadap Kandungan N Total (%) Daun ......................... 114
Tabel 18. Pengaruh Berbagai Dosis Bokashi dan Campuran Pupuk N,P,K
Terhadap Kandungan P Total (%) Daun .................................................. 116
Tabel 19. Pengaruh Interaksi Berbagai Dosis Bokashi dan Campuran
Pupuk N,P,K Terhadap Kandungan K Total (%) Daun ......................... 117
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xix
BIOGRAFI PENULIS
xx
1
BAB I. PENDAHULUAN
Batau rerumputan, yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas
(Siregar, 1981). Tanaman ini berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat
tropis dan subtropis. Diperkirakan terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal yaitu
Oryza sativa yang berasal dari Asia dan Oryza glaberrima yang berasal dari
Afrika Barat. Oryza sativa memilki dua subspecies yaitu Sinica (sinonim
Japonica) dan Indica. Padi japonica umumnya berumur panjang, postur tinggi
akan tetapi mudah rebah, lemma-nya memiliki "ekor" atau "bulu", bijinya
cenderung membulat, dan nasinya lengket. Padi indica, sebaliknya, berumur lebih
pendek, postur lebih kecil, lemma-nya tidak ber-"bulu" atau hanya pendek saja,
dan bulir cenderung oval sampai lonjong. Selain kedua subspesies ini, dikenal
subspesies minor “javanica” yang memiliki sifat antara dari kedua tipe utama di
dibedakan dalam dua tipe yaitu padi lahan kering (gogo) yang ditanam di lahan
kering dan padi sawah yang ditanam di lahan basah dengan pengairan yang
kontinyu. Pada umumnya petani membudidayakan padi gogo kultivar lokal yang
mempunyai rasa enak, toleran terhadap lahan marginal, tahan terhadap beberapa
jenis hama dan penyakit, memerlukan masukan pupuk yang rendah serta
rendah (Sunjaya, 2012). Saat ini rata-rata produktivitas padi gogo sekitar 3,31 ton
2
ha-1 yang masih lebih rendah dari produktivitas padi sawah yang mencapai 5,39
ton ha-1 (BPS, 2015). Sekalipun produktivitas padi sawah lebih tinggi jika
dibandingkan dengan padi gogo, akan tetapi padi sawah cenderung kurang tahan
Ketersediaan Nitrogen, Fosfor, Kalium, Ca, Mg, yang rendah dan oksida
Besi dan Aluminium yang tinggi pada lahan kering merupakan faktor penyebab
didominasi oleh tanah-tanah Alfisol, Ultisol, dan Oksisol dimana jenis tanah-
tanah ini umumnnya bersifat asam, dan defisien terhadap unsur hara. Di samping
itu, pada lahan kering, fosfor dan anion-anion difiksasi dengan kuat, kadar air dan
kapasitas simpan air tanah rendah dan rentan terhadap erosi. Sifat atau
Padi gogo kultivar Wakawondu merupakan jenis padi gogo lokal yang
ini memiliki karakteristik yakni beras berwarna merah, sifat nasi pulen (lengket),
aromatik (wangi), dan memiliki rasa yang enak. Kebutuhan beras Wakawondu
khususnya sebagai pencegah maupun terapi bagi penderita gula darah (pangan
terapis). Selain itu juga beras ini dimanfaatkan sebagai makanan sajian dalam
setiap peringatan keagamaan (haroa) dan kegiatan adat bagi masyarakat Buton.
Tidak mengherankan jika harga beras ini di pasaran cukup mahal yang dapat
3
mencapai dua kali lipat dari harga beras biasa. Kendatipun karakterisik yang
dimiliki cukup baik, akan tetapi produktivitas yang dihasilkan masih relatif
rendah (3,31 ton ha-1) (BPS, 2015) sebagaimana produktivitas padi gogo pada
umumnya. Pada sisi lain, padi gogo kultivar Wakawondu ini sesungguhnya
Wakawondu yang ditanam di lahan basah memiliki respon yang positif terhadap
malai, jumlah gabah per malai, termasuk potensi produktivitas yang dihasilkan
(Silea, 2013). Selama ini, padi Wakawondu hanya dibudidayakan di lahan kering
(ladang) ketika musim penghujan tiba. Dengan segala faktor pembatas yang ada
pada lahan kering maka berakibat pada rendahnya produktivitas dan frekuensi
panen.
mengalihkan metode budidaya dari sistem ladang ke lahan sawah dengan media
jenuh air. Lahan jenuh air adalah lahan dengan kelembaban yang tinggi akan
tetapi tidak tergenang oleh air. Pada media tanam ini, kebutuhan air bagi tanaman
diperoleh dari air resapan yang bersumber dari saluran-saluran (draenase) yang
Selain faktor air, kebutuhan hara makro dam mikro juga sangat diperlukan guna
mencapai produksi yang optimal. Nitrogen, fosfor, kalium adalah hara yang
dibutuhkan dalam jumlah banyak karena merupakan hara esensial bagi tanaman.
4
Pupuk kandang sapi memiliki kandungan hara (kilogram per ton) yakni;
Nitrogen 4,53 kg; Fosfor 0,91 kg; Kalium 3,63 kg; Kalsium 2,27 kg; Magnesium
0,91 kg; Sulfur 6,8 kg; Ferrum 0,45 kg; Boron 0,04 g; Cuprum 0,04 kg; Mangan
0,01 kg; dan Zinc 0,02 kg (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Pupuk kandang sapi
(EM-4) akan menghasilkan pupuk yang dikenal dengan nama “bokashi”. Bokashi
kesehatan tanah, hal itu dapat memperbaiki sifak fisik, kimia dan biologi tanah
dan memiliki kapasitas menyimpan air yang baik. Selain itu, pemberian bokashi
padi Wakawondu.
Ketersediaan unsur hara yang cukup dan dapat diserap dengan cepat bagi
tanaman padi tidak terlepas dari pengaruh bokashi yang memiliki unsur hara
mikro dan makro dalam membantu proses pertumbuhan dan penyerapan unsur
hara secara optimal dan efektif. Pemanfaatan kultivar yang berorientasi spesifik
lokal dengan pemberian pupuk yang tepat perlu dikaji untuk dikembangkan.
Produktivitas padi gogo yang rendah dan frekuensi panen yang rendah
yakni setahun sekali pada saat musim penghujan adalah penyebab rendahnya
5
tingkat pendapatan petani padi gogo di lahan kering (ladang). Hal ini secara
petani padi sawah dan petani padi gogo di lahan kering. Metode budidaya padi
gogo di lahan jenuh air diharapkan mampu meningkatkan produktivitas padi gogo
dua kali lipat dibandingkan dengan jika di budidaya di lahan kering dan frekuensi
panen dapat ditingkatkan minimal dua kali dalam setahun. Hal ini tentu akan
gogo.
dalam tanah maka rekomendasi pemupukan yang telah ada perlu diteliti lagi dan
satu alternatif untuk meningkat produktivitas padi gogo di lahan jenuh air. Akan
tetapi berapa takaran pupuk N, P, K dan bokashi yang tepat untuk menghasilkan
produktivitas padi Wakawondu yang optimal di lahan jenuh air adalah hal yang
masih perlu dikaji dan diteliti pada berbagai jenis tanah dan praktek budidaya.
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka perlu dilakukan pengkajian terhadap
jenuh air.
6
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat dirumuskan uraian masalah yakni:
jenuh air?
jenuh air.
jenuh air.
Ada beberapa manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, antara lain:
dimasa mendatang.
terkait dengan pertumbuhan dan hasil tanaman padi gogo yang pernah dilakukan,
antara lain:
2. Hatta.M, Cut Nur Ichsan, Salman. (2010). Respon Beberapa Varietas Padi
3. Junita Barus (2011). Uji Efektivitas Kompos Jerami dan Pupuk NPK
Patenggang.
Organik Pada Tanah Ultisol Untuk Tanaman Padi Gogo (Oryza sativa L).
8. Soraya dan Junita Barus (2014). Produktivitas Dua Kultivar Unggul Baru
Selatan.
10. Silea Jalil. (2015). Toleransi dan Respon Pupuk Organik pada Kultivar
Pupuk Makro Anorganik terhadap Hasil dan Mutu Benih Padi (Oryza
sativa L.) .
dengan ketahanan terhadap penyakit blas, akan tetapi masih terbatas yang
jenuh air sebagai upaya mewujudkan produktivitas padi gogo lokal yang
semaksimal mungkin.
karena hanya mengandalkan air hujan serta tingkat kesuburan tanah yang
rendah. Sementara itu, pada musim kemarau sumber air irigasi untuk
budidaya di lahan sawah juga menjadi terbatas. Sejauh ini upaya yang
terbatas.
lahan jenuh air yang diberi kompos bokashi dan pupuk N, P, K nyata
penerima dan peresap air hujan yang kemudian dialirkan ke dataran rendah, baik
melalui permukaan tanah (sungai) maupun melalui jaringan bumi air tanah. Jadi
lahan kering didefenisikan sebagai dataran tinggi yang lahan pertaniannya lebih
banyak menggantungkan diri pada curah hujan. Lahan kering diterjemahkan dari
kata “upland” yang menunjukkan kepada gambaran “daerah atas” (Hasnudi dan
Saleh, 2004).
Defenisi yang diberikan oleh Soil Survey Staffs (1998), lahan kering
adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air selama
periode sebagian besar waktu dalam setahun. Tipologi lahan ini dapat dijumpai
dari dataran rendah (0-700 m dpl) hingga dataran tinggi (> 700 m dpl). Dari
pengertian di atas, maka jenis penggunaan lahan yang termasuk dalam kelompok
lahan kering mencakup: lahan tadah hujan, tegalan, ladang, kebun campuran,
memiliki bulan basah kurang dari 3 bulan dan antara 3-4 bulan dengan bulan
kering 4–6 bulan dan di atas 6 bulan digolongkan ke dalam iklim D3, D4, E3 dan
1. Hyper Arid: indek kekeringan (rasio antara curah hujan dan evapotranspirasi
potensial) 0.03, tidak ada vegetasi tanaman kecuali hanya beberapa batang
tahunan rendah (di bawah 100 mm tahun-1), serta hujan terjadi tidak
ini terdapat di pe-“gurun”-an Saudi Arabia “Rub’ul Kholi” atau yang dikenal
2. Arid: indek kekeringan 0.03 - 0.20 yang ditandai dengan adanya peternakan,
tanaman musiman dan tahunan yang letaknya terpisah-pisah, dan curah hujan
tahunan antara 100 – 300 mm. Terdapat di Jeddah, Saudi Arabia dan Negara-
3. Semi Arid: indek kekeringan 0.2 - 0.5 yang ditandai dengan adanya kegiatan
rendah, terdapat kegiatan peternakan komunal, dan curah hujan tahunan 300-
4. Subhumid: indek kekeringan 0.5 - 0.75. Daerah sub humid juga dimasukkan
ke dalam area lahan kering, meski sebenarnya memiliki karakter yang dekat
hujan yang sangat rendah (700 –1500 mm tahun-1); jumlah bulan kering sangat
panjang (8 – 9 bulan / Maret – November); sifat curah hujan yang eratik dalam
bulan basah (hujan yang tidak merata, namun pada waktu tertentu mengalami
jumlah curah hujan yang sangat tinggi dan dapat menimbulkan banjir/genangan
yang tidak menguntungkan bagi usahatani); suhu harian yang rata-rata antara 30
muda (ultisol dan inceptisol) yang bersolum tipis dan sering disebut tanah
Lahan kering terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang sangat rendah,
sehingga keberadaan air sangat terbatas, suhu udara tinggi dan kelembabannya
rendah. Lahan kering sering dijumpai pada daerah dengan kondisi antisiklon yang
permanen, seperti daerah yang terdapat pada antisiklon tropisme. Daerah tersebut
biasanya ditandai dengan adanya perputaran angin yang berlawanan arah jarum
jam di utara garis khatulistiwa dan perputaran angin yang searah jarum jam di
menurunkan jumlah gabah isi (Passioura, 1996; Rang et al., 2011). Tanaman
fisiologis yang berbeda dengan tanaman yang peka dan tanggap tanaman
toleran dan tanaman peka (Bohnert dan Jensen, 1996). Pada beberapa kultivar
13
padi, kriteria ketahanan tanaman terhadap kekeringan juga dapat dilihat dari sifat
perakaran yang dimiliki (Sadimantara dan Muhidin, 2012) atau melalui uji daya
tembus akar (Hanum, et al., 2010). Karena respons genotipe tanaman terhadap
keragaan antar genotipe pun menjadi maksimum (Kasno dan Jusuf, 1994).
Tanaman padi memerlukan lahan atau tanah yang tergenang pada masa
dilakukan pada lahan yang memiliki kemampuan untuk menampung air (kedap
air) lebih lama. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, berupa
kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan mengikat air oleh tanah. Tekstur
tanah berperan terhadap kemampuan tanah dalam menahan dan meresapkan air.
Tekstur tanah yang sesuai untuk pertanaman padi sawah adalah tekstur yang
tanah menjadi semakin masam. Hal ini berkaitan dengan sifat fisik dan
2. Zat hara dari wilayah hulu terakumulasi di lahan sawah, dan hanya
Nitrogen organik.
bawah permukaan air akibat difusi O2 setebal 0-1 cm, selanjutnya lapisan reduksi
setebal 25-30 cm dan diikuti lapisan bajak yang kedap air. Selain itu selama
pertumbuhan tanaman padi akan terjadi sekresi O2 oleh akar padi yang
tanah sawah yang terjadi setelah penggenangan antara lain : (1) penurunan kadar
oksigen, (2) perubahan potensial redoks (Eh), (3) perubahan pH tanah, (4) reduksi
Ferri (Fe3+) menjadi Ferro (Fe2+ ), (5) perubahan mangani (Mn4+) menjadi
mangano (Mn2+), (6) terjadinya denitrifikasi, (7) reduksi sulfat (SO42-) menjadi
Fe 2+ pada tanah masam dapat menyebabkan keracunan besi pada padi, apabila
15
kadarnya dalam larutan sama dengan 350 ppm. Konsentrasi besi dalam larutan
tanah diatur oleh pH tanah, kandungan bahan organik, kandungan besi itu sendiri
alkali, tetapi juga memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah yang lain
seperti ketersediaan Fosfor, status kation-kation basa dan status kation atau unsur
tanah akan mengarah ke netral atau dengan kata lain tanah awal yang mempunyai
menuju netral mempunyai manfaat terhadap tingkat ketersedian hara tanah. Pada
tanah sawah ber-pH netral ketersediaan hara dalam kondisi optimal dan unsur
hara tertentu yang dapat meracuni tanaman mengendap (Adiningsih dan Agus,
2005).
antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Mustofa (2007)
Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu
bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar
Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah (Widodo, 2006). Tanpa pemberian
bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah
yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah.
tanah, (2) penyerapan hara, (3) ameliorasi tanah dan (4) mutu lingkungan.
dalam larutan tanah dan memberikan daya sanggah kimia kepada tanah
melawan perubahan besar pH. Dengan daya jerapnya, koloid tanah dapat
menambat air hujan atau air irigasi dan kation hara dari pelapukan mineral,
mineralisasi bahan organik atau dari pupuk. Dengan demikian KTK menjadi
faktor pembentuk cadangan air dan hara basa dalam tanah yang dapat
(Notohadiprawiro, 1998).
Tekstur tanah yang baik adalah tekstur halus berupa lempung, lempung
liat berdebu, lempung liat berpasir. Tekstur tanah tersebut sangat mendukung
air yang cukup untuk sirkulasi udara dalam tanah (Lehmann and Stahr, 2010;
bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-
berpasir (Hardjowigeno, 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung
pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh :
1) Reaksi tanah, 2) Tekstur atau jumlah liat. 3) Jenis mineral liat, 4) Bahan
kapasitas tukar kation tanah sangat beragam, karena jumlah humus dan liat serta
persen. Kejenuhan basa rendah berarti tanah kemasaman tinggi dan kejenuhan
yang positif antara kejenuhan basa dan pH. Akan tetapi hubungan tersebut
dapat dipengaruhi oleh sifat koloid dalam tanah dan kation-kation yang diserap.
Tanah dengan kejenuhan basa sama dan komposisi koloid berlainan, akan
memberikan nilai pH tanah yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
derajat disosiasi ion H+ yang diserap pada permukaan koloid. Kejenuhan basa
Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerat untuk tanaman tergantung pada
derajat kejenuhan basa. Tanah sangat subur bila kejenuhan basa > 80%,
berkesuburan sedang jika kejenuhan basa antara 50-80% dan tidak subur jika
18
kejenuhan basa < 50 %. Hal ini didasarkan pada sifat tanah dengan kejenuhan
basa 80% akan membebaskan kation basa dapat dipertukarkan lebih mudah dari
hara bagi tanaman. Pada pH yang netral (6-7) ketersediaan hara menjadi optimal
dalam hal jumlah maupun kesetimbangan unsur hara dalam larutan tanah.
Menurut Hakim et al. (1986), reaksi (pH) tanah di luar kisaran itu dapat
malah menyebabkan kelebihan ketersediaan unsur hara lainnya. Hal ini dapat
Aishah et al. (2010), pH optimum untuk tanaman padi sawah berkisar antara 5,6-
6,0. Untuk media budidaya, beberapa jenis tanah yang cocok untuk
pengembangan padi sawah dapat berupa tanah gleisol, aluvial, gambut, kambisol,
tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor genetis dan faktor lingkungan. Faktor
lingkungan yang paling penting adalah tanah dan iklim serta interaksi keduanya.
Padi gogo dapat tumbuh pada berbagai agroekologi dan jenis tanah. Persyaratan
utama untuk padi gogo adalah kondisi tanah dan iklim yang sesuai. Faktor iklim
tropis dan subtropis pada 45o LU sampai 45o LS dengan cuaca panas dan
kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan (Amirullah, 2008). Padi dapat
ditanam pada musim kemarau atau musim penghujan. Pada musim kemarau,
walaupun air melimpah akan tetapi produktivitas dapat menurun karena proses
umumnya tanaman padi sawah memerlukan curah hujan antara 200 mm/bulan
ditanam dari dataran rendah sampai ketinggian 1300 m dpl. Soemartono (1983)
terhadap hasil gabah, terutama saat tanaman berbunga, karena 75-80% kandungan
banyak, akan tetapi tidak semua fase pertumbuhan membutuhkan air dalam
jumlah yang sama (Soemartono, 1983). Kebutuhan air untuk pengolahan tanah
sampai siap tanam (30) hari mengonsumsi air sebanyak 20% dari total kebutuhan
air untuk padi sawah dan fase bunting sampai pengisian bulir (15) hari
tanam sampai memasuki fase bunting, tidak membutuhkan air banyak. Demikian
pula setelah masa pengisian bulir. Oleh karenanya, lima belas hari sebelum
panen, ditinjau dari aspek pemberian air memang tidak perlu lagi.
Setelah tanaman padi berumur 14 hari sampai periode bunting, padi tidak
dengan ketinggian air mencapai 5 cm bahkan lebih karena petani tidak membayar
Pada daerah tadah hujan, pengefisienan penggunaan air penting sekali, mengingat
daerah tersebut tidak mempunyai air irigasi. Pada daerah ini penanaman dua kali
setahun membawa konsekuensi yang besar, terutama kekurangan air pada saat
tanaman membutuhkan air banyak (periode bunting sampai pengisian bulir), yang
Tanah yang cocok untuk bertanam padi adalah tanah gembur dan kaya
bahan organik. Tekstur tanah bisa lempung, lempung berdebu, atau lempung
berpasir. Derajat keasaman (pH) normal antara 5,5-7,5 pada ketebalan lapisan
antara 18-22 cm dengan kemiringan tidak lebih dari 8%. Lokasi lahan
antara 0 - 1300 m dpl. Tekstur tanah dengan jumlah fraksi pasir yang sangat besar
kurang cocok untuk tanaman padi karena sangat mudah meloloskan air. Tanah
yang sesuai untuk tanaman padi adalah tanah yang mengandung lumpur atau
Pengolahan tanah untuk penanaman padi harus sudah disiapkan sejak dua
cara yaitu dengan cara tradisional dan cara modern. Pengolahan tanah sawah
dengan cara tradisional, yaitu pengolahan tanah sawah yang dilakukan dengan
alat-alat sederhana seperti sabit, cangkul, bajak dan garu yang semuanya
dikerjakan oleh manusia atau dibantu oleh hewan misalnya kerbau atau sapi,
sedangkan pengolahan tanah sawah dengan cara modern yaitu pengolahan tanah
sawah yang dilakukan dengan mesin yakni traktor dan alat-alat pengolah tanah
yang serba dapat bekerja sendiri. Pengolahan tanah sawah yang dilakukan secara
untuk menciptakan sirkulasi udara dalam tanah, yaitu membuang gas beracun dan
menyerap oksigen.
Padi gogo dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Hal yang lebih
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil adalah sifat fisik, kimia dan biologi
tanah atau dengan kata lain kesuburannya. Untuk pertumbuhan tanaman yang
mineral, 5% bahan organik, 25% bagian air, dan 25% bagian udara, pada lapisan
tanah setebal 0 - 30 cm. Struktur tanah yang cocok untuk tanaman padi gogo ialah
struktur tanah yang remah. Tanah yang cocok berfariasi mulai dari yang berliat,
berdebu halus, berlempung halus sampai tanah kasar dan air yang tersedia
diperlukan cukup banyak. Sebaiknya tanah tidak berbatu, jika ada harus < 50%.
Keasaman (pH) tanah bervariasi dari 5,5 sampai 8,0. Pada pH tanah yang lebih
22
Al. Sedangkan bila pH lebih besar dari 8,0 dapat mengalami kekahatan Zn.
Sebagai tanaman air bukan berarti bahwa tanaman padi itu hanya bisa tumbuh di
atas tanah yang terus-menerus digenangi air, baik penggenangan itu terjadi secara
alamiah seperti yang terjadi pada tanah rawa-rawa, maupun penggenangan itu
disengaja seperti yang terjadi pada tanah-tanah sawah. Tanaman padi juga dapat
tumbuh di tanah daratan atau tanah kering, asalkan curah hujan mencukupi
kebutuhan tanaman akan air (Siregar, 1981). Pada dataran rendah padi tumbuh
pada tanah alluvial, tanah liat, regosol, grumosol, podsolik, dan latosol dan
hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk peningkatan produktivitas dan mutu
tanaman (Sarief, 1989). Pemupukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan
secara kultur teknis dan termasuk kepada pengendalian hama terpadu. Seperti
yang diketahui selama ini bahwa penggunaan pupuk yang tidak benar (waktu
aplikasi, jenis, dan dosis) akan menyebabkan berbagai masalah terhadap tanaman,
23
sebaliknya penggunaan pupuk yang berimbang dan dengan dosis serta waktu
pengganggu tanaman (OPT). Oleh sebab itu, pemakaian dosis pupuk harus benar-
benar diperhatikan. Padi membutuhkan unsur hara yang diserap melalui tanah.
Hara N, P, dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan sering kekurangan,
sehingga disebut hara primer. Pemberian pupuk terhadap tanaman padi akan
membantu dalam penyediaan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
daerah tropika basah yang tingkat kesuburan tanahnya relatif rendah karena
yang umum dijumpai adalah kandungan hara di dalam tanah, terutama hara
terhadap serangan blas. Frekuensi pemberian pupuk K empat kali pada saat
tanam, umur 30 hst., umur 45 hst., dan umur 60 hst. lebih efektif dalam menekan
penyakit blas dibandingkan dengan hanya satu kali pada saat tanam (Nasahi,
2010). Jika Kalium cukup dalam tanaman, translokasi fotosintat dari daun ke
bagian perakaran akan lebih banyak, karena selain meningkatkan aktivitas enzim,
24
karena K berperan besar dalam metabolism tanaman. Jika Kalium dalam tanah
sangat rendah (K-HCl 25 % < 8,3 mg K per 100 g tanah), dibutuhkan pupuk K
sebanyak 150 sampai 200 kg ha-1 KCl agar tanaman tidak mengalami defisiensi K
(Ernawati, 2008). Pupuk yang digunakan dalam budidaya padi gogo sebaiknya
organik (pupuk kandang atau kompos), dapat memperbaiki sifat fisik dan biologi
dalam waktu cepat, pada dosis yang sesuai kebutuhan tanaman berpengaruh
Pupuk organik diaplikasikan pada saat penyiapan lahan. Pupuk ini dipakai
diberikan berupa 150-200 kg ha-1 Urea, 75 kg ha-1 SP-36 dan 50 kg ha-1 KCl.
Pupuk SP-36 dan KCl diberikan saat tanam dan Urea pada 3-4 minggu dan 8
minggu setelah tanam. Pupuk Urea, SP-36 maupun KCl sebaiknya diberikan
dalam alur atau ditugal kemudian ditutup kembali dengan tanah untuk mencegah
kehilangan unsurnya.
25
pertumbuhan dan produktivitas tanaman, dimana interaksi dari ketiga unsur ini
Nitrogen (N) merupakan salah satu hara makro yang paling banyak
eutrofikasi pada danau-danau atau pencemaran pada air yang dikonsumsi oleh
nukleik (DNA dan RNA), dan khlorofil (Suleman, 2014). Lebih lanjut dikatakan
bahwa gejala defisiensi Nitrogen umumnya ditunjukan oleh klorosis pada daun-
daun bagian bawah, pertumbuhan terhambat, tanaman kerdil, dan pada kasus
yang berat mengakibatkan nekrosis pada daun-daun tua. Kelebihan Nitrogen juga
kehitaman.
sedimen, mineral liat, dan fosil) sekitar 98%, selebihnya ± 2% berada di atmosfer,
hydrosfer dan biosfer (Stevenson, 1994). Atmosfer merupakan salah satu sumber
26
Nitrogen (udara mengandung 78% N atau sebesar 3,8 x 1015 ton N2 molekular)
(Hanafiah, 2009), akan tetapi Nitrogen tersebut tidak dapat digunakan secara
2014). Fiksasi Nitrogen melalui presipitasi berupa NH4+ , NO2-, NO3- dan N
Pasokan Nitrogen dari atmosfer dapat juga terjadi melalui petir yang
dalam air dan selanjutnya membentuk asam nitrit dan nitrus (2 NO2 + H2O
membentuk ion nitrat dan nitrit yang tersedia bagi tanaman dan mikroorganisme,
bentuk fiksasi biologi yang dilakukan oleh mikroba yang hidup bebas di dalam
27
tanah seperti bakteri saprophyte yang hidup pada sisa-sisa tanaman, bakteri yang
hidup di sekitar perakaran tanaman (rhizosphere) dan bakteri yang hidup di dalam
kadar lengas tanah, oksigen, dan nutrisi. Sementara bakteri anaerob seperti
Clostridium umumnya dominan pada padang rumput, air yang tergenang dan
Azotobacter juga dapat meningkatkan mobilitas logam berat seperti Cd, Hg, dan
dapat difiksasi oleh bateri nonsimbiotik ini relatif rendah, yakni hanya sekitar 15 -
berasosiasi dengan akar tanaman adalah dari genus Rhizobium. Bakteri ini
diperoleh dari degradasi gula dan molekul lainnya hasil fotosintesis yang
dilakukan oleh tanaman inang (host) (Suleman, 2014). Lebih lanjut dikatakan
difusi oksigen di dalam sistem perakaran tanaman. Pada kasus tertentu seperti
Sesbania rostrata dan Aeschynomene sp. dapat aktif memfiksasi Nitrogen pada
kondisi tersebut karena nodul terdapat pada bagian batang, dibandingkan dengan
menghambat nodulasi dan fikasi N2. Jika kekeringan berlanjut maka hal ini dapat
dan pertumbuhan Rhizobia di dalam tanah dan menghambat nodulasi serta fiksasi
N2. Rhizobia dan akar tanaman inang bisa keracunan Al+3, Mn+2 dan H+, serta
ketersediaan Ca2+ dan H2PO4- juga menurun. Defisiensi Fosfor yang sering terjadi
infeksi dan juga fiksasi N2. Beberapa hara mikro seperti Cu, Mo, Co, dan B
Lebih dari 90% Nitrogen pada lapisan tanah atas (top soil) yang berbentuk
organik dalam bentuk asam amino, gula amino, purin dan pirimidin serta
Nitrogen anorganik yang terikat pada mineral liat. Nitrogen organik tanah
terutama bersumber dari bahan organik yang telah mengalami proses humifikasi.
mineralisasi dan fraksi yang stabil (Barber, 1995). Asam amino dapat ditemukan
dalam larutan tanah atau pori mikro tanah, terikat kuat pada mineral liat atau
terikat pada koloid humus. Asam amino mudah mengalami mineralisasi yang
mukopeptida dan mukoprotein (Havlin et al., 2005). Di dalam tanah, gula amino
ditemukan dalam bentuk alkali-polisakarida yang tidak larut dan sering disebut
khitin (chitin). Gula amino sukar larut dalam tanah, akan tetapi memegang
tanah.
30
nitrit (NO2-), ammonium (NH4+) dapat ditukar, ammonium tidak dapat tukar
(terfiksasi), gas diNitrogen (N2) dan oksida nitrus (N2O). Dari aspek kesuburan
tanah, bentuk Nitrogen di dalam tanah yang paling penting adalah nitrat, nitrit,
dan ammonium karena bentuk inilah yang dapat diserap oleh tanaman. Kadar
Nitrogen anorganik tanah umumnya lebih rendah dari Nitrogen organik tanah
proses transformasi secara terus menerus dari bentuk organik menjadi anorganik
Kedua proses ini terjadi secara simultan. Mineralisasi Nitrogen merupakan proses
transformasi Nitrogen organik dari sisa-sisa tanaman, bahan organik tanah atau
(Jansson, 1982). Mineralisasi Nitrogen organik pada dasarnya terdiri dari 3 tahap
senyawa amin atau asam amino oleh mikroba tanah yang membebaskan amoniak.
Begitu terbentuk amonium maka ada sejumlah proses yang mungkin terjadi
antara lain: terasimilasi oleh mikroba atau tanaman, terikat pada kompleks
pertukaran, terfiksasi pada mineral liat, bereaksi dengan bahan organik tanah
(Havlin et al., 2005). Sementara itu, nitrifikasi merupakan proses oksidasi biologi
berikut:
tanah kering yang beraerasi baik. Pada tanah yang tergenang nitrifikasi akan
kadar lengas tanah dan suhu dalam tanah. Aktifitas mikroba berkisar pada pH 4,5
– 10,0 dengan pH optimum 8,5. Nitrifikasi juga berlangsung sangat cepat pada
kadar air kapasitas lapang. Makin meningkat suhu tanah maka makin cepat proses
nitrifikasi berlangsung.
Nitrogen anorganik (NH4+ dan NO3-) menjadi Nitrogen organik seperti asam
amino dan protein melalui perantara mikroorganisme (Foth dan Ellis, 1997).
32
sehingga tanaman bisa mengalami kekurangan Nitrogen. Kompetisi ini akan lebih
intens ketika kita aplikasikan material organik seperti jerami yang mempunyai
rasio C/N sekitar 60. Hal ini terjadi karena selama proses dekomposisi residu C/N
tinggi membutuhkan Nitrogen dari dalam tanah. Akan tetapi, ketika karbon di
dalam residu tanaman sudah berkurang atau habis terkonsumsi oleh mikroba,
maka pada saat itu mikroba kekurangan pasokan karbon sehingga mikroba mati.
Pada saat itulah mikroba melepaskan kembali Nitrogen dalam bentuk ammonium
alkaloid, dan basa purin. Menurut Mengel dan Kirkby (1987) bahwa Nitrogen
terserap dibandingkan dengan nitrat. Hal ini dikarenakan amonium segerah dapat
sedangkan jika nitrat yang diserap, sebelum diinkorporasikan nitrat lebih dahulu
membutuhkan sejumlah energi kimia ATP (Jones, 1999), yang menurut Paul dan
Clark (1989) tidak begitu banyak bebeda dibandingkan dengan kebutuhan energi
33
sel tanaman: 1) nitrat direduksi menjadi nitrit (NO2-), lalu 2) nitrit ini direduksi
menjadi amonia (NH3) (identik dengan nitrifikasi dalam tanah). Proses reduksi
menjadi amonia ini terjadi pada bagian hijau daun (kloroplast). Dalam proses ini
digunakan sejumlah ATP, oleh karena itu pada padi sawah yang banyak
menyerap amonium, sebagian besar reaksi reduksi ini tidak terjadi, sehingga
penggunaan energi ATP pada padi sawah menjadi lebih efisien. Konsekuensinya
kebutuhan pupuk fosfor dapat ditekan. Hal ini juga berarti bahwa penggunaan
proses fotorespirasi dalam siklus oksidasi karbon atau dari proses degradasi
ammonia ini digunakan untuk proses metabolisme lain. Akumulasi amoniak yang
sedikit berlebihan akan menjadi toksik bagi tanaman. Amoniak ini sebahagian
dasar dalam biosintesis asam-asam amino dan asam nuklet (DNA dan RNA).
asam aspartat dan asam keto. Asam aspartat ini selanjutnya diubah menjadi
aspargin, amida yang menyerupai glutamin, yang bersama asam-asam amino lain
34
(batang dan daun); meningkatkan jumlah anakan dan meningkatkan jumlah bulir
dominan (lambat panen); mudah rebah; cenderung sekulen, daun berwarna hijau
kualitas bulir dan jaringan tubuh tanaman menjadi lemah sehingga mudah
nyata meningkatkan hasil padi gogo kultivar lokal Pendok sebesar 7,08 ton ha-1
gabah kering giling (GKG) (Zainal et al., 2012). Hasil penelitian lainnya
ukuran daun, jumah gabah malai-1, persentaase gabah isi dan kandungan protein
gabah (Doberman dan Fairhurst, 2000). Sementara itu, dosis anjuran berdasarkan
Peraturan Menteri Pertanian tahun 2007 yakni (Urea 200 kg ha-1 dengan
produktivitas rendah kurang dari 5 ton ha-1; Urea 250-300 kg ha-1 dengan
produktivitas sedang 5-6 ton ha-1; Urea 300-400 kg ha-1 dengan produktivitas
tinggi > 6 ton ha-1) (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007).
35
urea yakni sebanyak 225 kg ha-1 dan Petrokimia Gresik menganjurkan untuk
penggunaan urea pada tanaman padi yakni sebesar 300 kg ha-1 (www.petrokimia-
(http://webapps.irri.org/nm/id/index.php).
Fosfor (P) merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara
makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen
dan kalium. Tetapi, fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan (key of life). Fosfor
dibutuhkan tanaman dalam berbagai proses antara lain sebagai penyusun energi
dan sintesis protein (Suleman, 2014). Fosfor dapat menangkap dan mengubah
oleh P-anorganik walaupun mungkin secara tidak langsung. Pada proses pertama,
penyusunan sukrosa dan heksosa memerlukan fosfat energi tinggi (ATP dan
36
UTP). Oleh karena itu, P-anorganik diperlukan dalam sel-sel daun waktu
penyusunan karbohidrat.
satu bagian tanaman dapat dipasok dari bagian tanaman lainnya. Ketika tanaman
menua atau matang, sebagian besar hara P dipindahkan ke biji atau buah, atau
tanaman tua ke bagian tanaman yang masih muda dan aktif. Kekahatan P lebih
yang kerdil. Gejala defisiensi P umumnya tampak pada tanaman muda yang
(Suleman, 2014).
tanaman muda ditandai dengan daun berwarna ungu. Tanaman yang tumbuh pada
tanah dengan kadar CaCO3 dapat mengalami defisiensi P akibat presipitasi Ca-P
menjadi mineral tidak larut. Sebaliknya terlalu banyak pasokan P tanah dapat
Kadar P-total dalam tanah bervariasi antara 0,05% - 0,15% (Havlin et al.,
2005). Total jumlah fosfor pada lapisan topsoil rata-rata 1.000 kg P ha-1 yang
tidak berbeda jauh dengan yang terangkut tanaman yakni sekitar 10-40 kg P ha-1
(Munawar, 2011). Hal ini disebabkan karena sebahagian besar fraksi P berada
37
dalam bentuk mineral yang tidak tersedia bagi tanaman. Umumnya kadar fosfor
dalam bahan organik adalah 1%, yang berarti dai 1 ton bahan organik tanah
36). Jika tanah mengandung 1% bahan organik, berarti terdapat 200 kg P-organik
bahan organik tanah, yang tercermin dari penurunan nisbah C/N nya.
cepat menjadi tidak tersedia, karena: 1) terikat oleh kation tanah (terutama Al dan
Fe pada kondisi masam atau dengan Ca dan Mg pada kondisi netral) yang
permukaan positif koloidal tanah (liat dan oksida Al / Fe) atau lewat pertukaran
anion (terutama dengan OH-). Sumber Fosfor larutan tanah, terutama dari hasil
desintegrasi dan pelapukan batuan / bahan induk yang mengandung mineral apatit
[Ca10 (PO4)6 (F, Cl, OH)2], seperti fluor apatit, khlor apatit dan hidroksi apatit
(Barber, 1995), juga berasal dari mineralisasi P-organik hasil dekomposisi sisa-
sisa tanaman yang mengimmobilisasikan Fosfor dari larutan tanah dan hewan
(Hanafiah, 2009).
organik terdapat pada sisa tanaman, binatang tanah dan jasad renik. Setengah atau
lebih Fosfor pada horizon A berada dalam bentuk P-organik; jumlahnya sangat
tergantung pada kadar bahan organik tanah. Kadar P-organik pada lapisan topsoil
dilaporkan dapat mencapai 50% atau lebih. P-organik tanah dapat digolongkan
menjadi 3 bentuk, yakni: inositol fosfat, asam nukleik, dan fosfolipida (Foth dan
38
Bentuk yang paling umum adalah myo-inositol heksafosfat, yang juga disebut
terdekomposisi dengan cepat di dalam tanah. Ada dua bentuk asam nukleik, yakni
RNA dan DNA dilepaskan ke dalam tanah dalam jumlah besar dibandingkan
dengan inositol, dan terdegradasi lebih cepat. Fosfolipida (5%) adalah senyawa P-
organik yang tidak larut dalam air, tetapi mudah disintesis oleh mikroba tanah.
Meskipun P-organik terdapat pada lapisan olah, akan tetapi bentuk ini tidak
anorganik melalui proses mineralisasi. Proses sebaliknya juga dapat terjadi yakni
(imobilisasi). Kedua proses ini berlangsung secara simultan di dalam tanah. Oleh
dalam tanah.
Jika rasio C;P lebih kecil dari 200:1, mineralisasi net akan lebih dominan.
Mineralisasi net ini merupakan indikasi bahwa Fosfor cukup tersedia untuk
Jika rasio C;P antara 200:1 dan 300:1, mineralisasi dan imobilisasi net
cenderung seimbang.
39
Jika rasio C;P lebih besar dari 300:1, imobilisasi net cenderung terjadi.
Di wilayah tropis, kadar P-organik dapat mencapai 700 kg ha-1 atau lebih,
Fosfor kadang tidak mendapat respon dari tanaman. Ion P di dalam larutan tanah
ditemukan dalam dua bentuk, yakni H2PO4- atau HPO= dan ketidaktersediaan P
5,6, kelarutan Fe (hara mikro toksik) dan Al (unsur toksik) meningkat sehingga
strengit (FePO4.2H2O).
masih mudah larut] mulai terjadi pada pH 6,0 dan kristalisasi koloid ini menjadi
dan OH-, sehingga pertukaran antaranion P dan OH- pada struktur Ca-koloidal
adanya ionisasi bentuk ion H2PO4- oleh OH- menjadi HPO4= yang relatif lebih
hidroksil tersebut.
dan atau Al membentuk P-terselubung yang kelarutannya sangat rendah. Hal ini
40
tinggi.
Anion P begitu terlarut menjadi target fiksasi (oleh muatan positif koloid /
kristal dan kation), sehingga tidak mudah terbawa aliran massa atau berdifusi.
tempat lain (tidak mobil), yang berakibat rendahnya efektivitas pemupukan jika
menyebabkan hanya 10-20% sisa P-pupuk yang diberikan ke dalam tanah yang
al., 2005): 1) adanya anion lain seperti silikat, karbonat, sulfat, arsenat dan
Fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat berubah
menjadi senyawa fosfor organik. Fosfor ini mobile antar jaringan tanaman. Kadar
optimal fosfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif adalah 0,3% -
0,5% dari berat kering tanaman. Ion fosfat dalam tanaman umumnya dalam
bentuk oksida. Fosfat setelah diserap dalam bentuk H2PO4- umumnya cepat
waktu beberapa menit (Marschner, 1986). Tetapi P-organik ini cepat dilepaskan
(1996), setelah diserap oleh akar, P mula-mula diangkut ke daun muda, kemudian
dipindahkan ke daun yang lebih tua. Di samping itu, P juga banyak terdapat pada
dan ion ortofosfor sekunder (HPO4-) dan (PO4-). Menurut Tisdale dan Nelson
(1985) bahwa ada kemungkinan fosfor masih dapat diserap dalam bentuk lain,
bahwa kemungkinan fosfor diserap dalam bentuk senyawa fosfor organik yang
larut air, misalnya asam nukleat, phitin, glukosa fosfat, dan fruktosa fosfat.
tetapi fungsi unsur ini adalah sebagai berikut : memacu terbentuknya bunga, bulir
pada malai; menurunkan aborsitas, menunjang perkembangan akar halus dan akar
jumlah anakan sedikit dan daun meruncing berwarna hijau gelap. Hasil penelitian
pertumbuhan vegetatif tanaman padi gogo seperti tinggi tanaman, jumlah anakan,
Peraturan Menteri Pertanian tahun 2007 yakni (fosfor tinggi = 100 kg ha-1,
Pertanian tahun 2009 menganjurkan untuk penggunaan SP-36 yakni sebesar 125
(http://webapps.irri.org/nm/id/index.php).
Kalium merupakan unsur hara makro kedua setelah nitrogen yang paling
banyak diserap tanaman. Di kerak bumi, kadar kalium cukup tinggi, yakni sekitar
2,3% (analisis fusion) yang kebanyakan terikat dalam mineral primer atau
al., 2002), sedangkan bahan induk dan tanah-tanah muda umumnya mengandung
Kalium dalam tanah tidak selalu dalam keadaan tersedia, tetapi masih
berubah menjadi bentuk yang lambat untuk diserap oleh tanaman (slowly
available). Hal ini disebabkan oleh bentuk kalium itu sendiri di dalam tanah,
43
Tanaman tidak dapat menyerap K di dalam bentuk kristalin yang tidak larut.
terperangkap di antara lapisan mineral liat, dan sering disebut fiksasi K sehingga
tidak dapat diserap oleh tanaman. Kalium lambat tersedia ini berfungsi sebagai
kemudian dilepaskan kembali pada saat basah. Sedangkan mineral illit dapat
menjerap K pada saat kering, akan tetapi tidak melepaskan K ketika diberikan air.
Hal ini merupakan masalah dalam pemupukan K pada tanah yang banyak
mengandung mineral illit (Suleman, 2014). Sementara itu, 0,1 - 2% K yang larut
dari hasil pelapukan mineral atau bahan organik berada dalam larutan atau
teradsorpsi pada permukaan jerapan partikel liat akan mudah tersedia bagi
yang teradsorpsi pada mineral liat akan dilepaskan ke dalam larutan tanah.
lengas tanah. Pada kadar lengas tinggi umumnya banyak tersedia K tanah, oleh
karena gerakan ion K terutama melalui proses difusi. Jika tanah mengering, difusi
dengan KTK tinggi dapat menjamin pasokan jumlah K yang tersedia bagi
tanaman; 3) Aerasi tanah. Udara dibutuhkan untuk respirasi akar dan serapan K.
Aktivitas akar dan serapan K menurun ketika kadar lengas mendekati jenuh air,
karena kadar oksigen menurun; 4) Suhu tanah. Semua proses fisiologis tanaman
Suhu optimum untuk serapan K adalah 16 – 27oC. Serapan K menurun pada saat
suhu tanah rendah; 5) Sistem pengolahan. Tanah yang diolah dapat menciptakan
struktur dan aerasi yang baik sehingga air sebagai media difusi dapat mengangkut
K di sekitar perakaran tanaman. Sebaliknya tanpa olah tanah (no-till sistem) dapat
Kalium diserap tanaman dari larutan tanah dalam bentuk ion K+. Di dalam
tanaman, K berperan sebagai aktivator berbagai enzim, dan lebih dari 80% enzim
adalah hara mobil di dalam tanaman dan akan bergerak dari bawah ke daun
bagian atas. Defisiensi K biasanya tidak langsung tampak atau biasa disebut
bagian tanaman. Unsur ini memiliki peran yang berbeda dibandingkan dengan N,
tunas), dan pengaturan buka-tutup stomata dan hal-hal yang terkait dengan
penggunaan air (Hanafiah, 2009). Lebih jauh Mengel dan Kirkby (1987)
mengatakan bahwa kalium juga berperan mengatur tegangan turgor pada dinding
sel, sehingga jika tanaman defisiensi K tampak tidak tahan terhadap cekaman air,
mudah patah atau tanaman mudah rebah, kerentanan terhadap serangan penyakit,
terganggunya aktivitas enzim invertase, diastase, peptase, dan katalase pada tebu,
dan piruvikinase pada beberapa tanaman lain merupakan ciri-ciri defisiensi unsur
kalium.
jagung, daun bagian bawah tampak berwarna coklat. Indikasi lain defisiensi K
adalah jumlah batang berkurang dan batang lemah pada tanaman gandum dan
jagung. Defisiensi K pada tanaman padi tampak ujung daun nekrotis dan
pertumbuhan akar dan tanaman lebih tahan terhadap hama dan penyakit.
seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi, dan hewan lainnya yang telah
yang disingkat (EM). Selama ini pupuk organik masih diangggap sebagai
alternatif, jika pupuk anorganik tidak tersedia, padahal para ahli lingkungan
yang berasal dari pabrik karena berpotensi mencemari air tanah, danau, sungai,
47
Harga pupuk buatan pun semakin mahal bagi petani. Oleh karena itu,
menghentikannya sama sekali. Saat ini budidaya tanaman secara organik semakin
kelebihan baik dari aspek fisik, kimia, maupun biologi tanah. Secara fisik, dapat
kemampuan tanah menyediakan air menjadi lebih banyak dan tanah lebih tahan
dapat memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah menjadi lebih ringan untuk
tanah, karena proses mineralisasi akan melepaskan unsur hara seperti N, P, K dan
pemupukan dengan dosis tinggi, hara tanaman tidak mudah tercuci. Menurut para
48
ahli, KTK bahan organik sekitar 100 - 300 meq/100 g, lebih tinggi jika
dibandingkan dengan mineral liat lainnya di dalam tanah. Bahan organik menjadi
sumber karbon dan energi bagi mikroba tanah yang penting di dalam daur hara.
organik yang dapat mengurangi efek negatif pestisida, dan bahan polutan lainnya
serta dapat mengkhelaton hara-hara mikro sehingga tidak hilang dari sistem
tanah-tanaman.
Bokashi sebagai bahan organik berperan dalam perbaikan sifat fisik dan
kimia tanah, maka bokashi sangat tepat digunakan pada tanah-tanah tropika
berat, seperti Ultisol dan Oxisol mempunyai karakteristik fisik dan kimia yang
kurang baik. Di Indonesia, luasannya mencapai 69,5% dari total luas lahan
pertanian. Top soil dangkal, peka tehadap erosi, pH rendah, KTK rendah, dan
Pupuk bokashi bersifat bulky dengan kandungan hara makro dan mikro
rendah sehingga perlu diberikan dalam jumlah banyak atau berperan juga untuk
bokashi merupakan pupuk lengkap, yang mengandung unsur hara makro dan
mikro. Kandungan unsur hara bokashi adalah nitrogen (N) sebesar 0,92 %,
Ca, Mg, dan sejumlah unsur mikro lainnya seperti Fe, Cu, Mn, Zn, Bo, dan Mo,
tanaman.
memobilisasi atau menjembatani hara yang sudah ada ditanah sehingga mampu
membentuk partikel ion yang mudah diserap oleh akar tanaman. (2) Pupuk
organik berperan dalam pelepasan hara tanah secara perlahan dan kontinu
sehingga dapat membantu dan mencegah terjadinya ledakan suplai hara yang
menjaga kelembaban tanah dan mengurangi tekanan atau tegangan struktur tanah
pada akar-akar tanaman (4) Pupuk organik dapat meningkatkan struktur tanah
dalam arti komposisi partikel yang berada dalam tanah lebih stabil dan cenderung
meningkat karena struktur tanah sangat berperan dalam pergerakan air dan
pertumbuhan akar, dan kecambah biji. (5) Pupuk organik sangat membantu
mengandung banyak hara. (6) Pemakaian pupuk organik juga berperan penting
organik berperan positif dalam menjaga kehilangan secara luas hara Nitrogen dan
50
fosfor terlarut dalam tanah (8) Keberadaan pupuk organik yang tersedia secara
Bahan organik dengan C/N tinggi seperti pupuk kandang sapi lebih besar
kemampuan memperbaiki sifat kimia tanah yaitu (1) penyediaan hara makro (N,
P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe, meskipun
jumlahnya relatif sedikit. Penggunaan bahan organik dapat mencegah kahat unsur
mikro pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif
kation (KTK) tanah; dan (3) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion
logam yang meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn. Bahan organik juga
berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat
sekaligus sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba (BB Litbang Sumberdaya
pupuk anorganik dan organik memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah
bulir malai-1, berat gabah kering batang-1, dan berat berangkasan kering tanaman
padi. Lebih jauh dikatakan oleh (Ade et al., 2015) bahwa pemupukan 50% bahan
organik dan 50% pupuk anorganik dari dosis anjuran merupakan perlakuan
terbaik terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan batang-1 tanaman padi gogo.
51
Hasil penelitian Edward (2014) menyimpulkan bahwa pemakaian pupuk KCl 100
kg ha-1 dapat meningkatkan hasil padi gogo. Berdasarkan atas petunjuk Layanan
Baubau untuk tanaman padi sebaiknya diberikan bahan organik sebesar 5 ton ha-1
(http://webapps.irri.org/nm/id/index.php).
Pemupukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan tingkaton haranya hanya
2006).
ditanam di tegalan, tanah hutan yang baru dibuka, lahan pasang surut dan rawa,
sehingga terdapat istilah padi ladang, padi gogo, padi gogo rancah dan padi lebak
(Siregar, 1981). Menurut Prihatman (2008), padi dapat dibedakan menjadi padi
sawah dan padi gogo. Padi sawah biasanya ditanam di daerah dataran rendah
tinggi pada lahan kering. Kultivar padi sawah mempunyai beberapa keunggulan
dibandingkan padi sawah, seperti tidak mudah rebah, tidak mudah rontok,
Padi gogo merupakan salah satu tanaman padi yang dapat ditanam pada
lahan kering. Lahan kering mempunyai ketersediaan air yang sedikit sehingga
52
padi gogo yang ditanam di lahan kering harus mempunyai sifat toleran terhadap
Budidaya padi gogo di lahan kering dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu gogo dan ladang. Padi gogo adalah padi yang diusahakan ditanah tegalan
kering secara menetap, sedangkan padi ladang diusahakan secara tidak menetap
(Oryza sativa L) dalam famili graminae, sub famili oryzaceae dan genus oryza.
Tanaman padi memiliki banyak kultivar, yang satu sama lain mempunyai
ciri tersendiri, akan tetapi diantara kultivar tanaman padi itu ada beberapa sifat
yang sama. Apabila dibandingkan dengan padi sawah, padi gogo mempunyai
kendala lebih banyak dalam sistem budidayanya antara lain peka terhadap
kekeringan, jumlah anakan maksimum dan jumlah anakan produktif lebih sedikit,
luas permukaan daun lebih sempit, umur berbunga lebih lambat, persentase gabah
hampa lebih tinggi, dan bobot brangkasan lebih rendah (Rezkiyanti, 2000).
Padi gogo merupakan padi lahan kering yang ditanam dalam kondisi
kering. Syarat utama untuk tanaman padi gogo adalah kondisi tanah dan iklim
yang sesuai. Faktor iklim terutama curah hujan merupakan faktor yang sangat
menentukan keberhasilan budidaya padi gogo karena kebutuhan air untuk padi
gogo hanya bergantung kepada curah hujan. Tanaman ini lebih peka terhadap
Padi gogo umumnya ditanam sekali setahun pada awal musim hujan. Di
Indonesia, padi gogo ditanam pada kondisi lingkungan yang beragam. Tanaman
ini dapat tumbuh pada daerah yang mempunyai ketinggian mencapai 1300 m dpl
Jumlah dan sebaran hujan merupakan komponen iklim yang penting dan
lahan kering, curah hujan dan kemampuan tanah memegang air menentukan
keberhasilan pertanam padi gogo. Suhu optimum yang dibutuhkan tanaman ini
berkisar 15-30°C.
Ketersediaan air memberikan pengaruh yang beragam pada fase vegetatif maupun
Tanaman dapat tumbuh pada daerah mulai dari daratan rendah sampai daratan
cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah
hujan yang baik adalah 200 mm/bulan selama 3 bulan berturut-turut atau 1500-
2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim
Padi gogo dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, sehingga jenis tanah
tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil padi gogo. Sedangkan
yang lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil adalah sifat fisik, kimia
dan biologi tanah atau dengan kata lain kesuburannya. Untuk pertumbuhan
45% bagian mineral, 5% bahan organik, 25% bagian air, dan 25% bagian udara,
kondisi iklim. Ekstur tanah bervariasi mulai dari berpasir hingga liat, keasaman
(pH) tanah bervariasi dari 3 sampai 10, kandungan bahan organik bervariasi
Faktor yang menyebabkan produktivitas padi sawah lebih tinggi dibanding padi
dengan padi gogo yaitu tanaman lebih pendek, jumlah anakan produktif lebih
banyak, luas daun lebih besar, pembungaan lebih cepat, persentase gabah hampa
lebih sedikit, produktivitas bahan kering lebih banyak, dan indeks hasil lebih
tinggi dari padi gogo (Yoshida, 1975). Akan tetapi, padi sawah akan berproduksI
dengan baik jika ditanam pada lahan yang sesuai. Untuk itu, tanah yang cocok
adalah tanah yang memiliki lapisan oksidasi di bawah permukaan air setebal 0-1
cm, lapisan reduksi setebal 25-30 cm dan diikuti lapisan bajak yang kedap air
55
hara dalam kondisi optimal dan unsur hara tertentu yang dapat meracuni tanaman
mengendap (Adiningsih dan Agus, 2005). Untuk mendapatkan tanah sawah yang
produktivitas tanaman terpenuhi. Sistem budidaya padi gogo yang saat ini
cekaman air (kekeringan), cekaman fisik (struktur dan tekstur tanah yang kurang
baik), cekaman kimia (kekurangan nutrisi akibat jenis dan tingkat keasaman
tanah), atau campuran antar faktor cekaman tersebut. Kondisi tersebut yang
secara simultan menimbulkan tekanan berat pada tanah dan tanaman sehingga
berdampak pada produktivitas tanah dan tanaman menjadi rendah. Hal tersebut
pembatas berupa ketersediaan air yang terbatas pada musim kemarau dapat
diatasi dengan cara budidaya padi di lahan sawah dengan kondisi jenuh air. Hal
ini diharapkan agar habitat padi gogo Wakawondu di lahan kering masih
tetap terjaga.
keunggulan yakni mudah tersedia dengan kandungan hara yang tinggi, akan tetapi
harganya relatif lebih mahal secara ekonomis dan jika penggunaannya dilakukan
pengrusakan ekosistem tanah (fisik, kimia, biologi tanah). Pada sisi lain, pupuk
organik dapat berperan dalam hal perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Kendatipun pupuk organik mengandung unsur hara yang lengkap, akan tetapi
kadar hara yang dikandung relatif rendah sehingga dibutuhkan dalam jumlah
tersedia bagi tanaman, maka upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
memproses lebih lanjut sehingga terbentuk bahan organik berupa bokashi yang
adalah salah satu bentuk upaya mengatasi cekaman air dikala musim kemarau dan
kebutuhan oksigen bagi perakaran tanaman padi tetap terjaga. Akhirnya faktor-
Akan tetapi, berapa dosis pupuk N, P, K dan bokashi yang tepat untuk mencapai
agronomi tanaman padi Wakawondu yang ditanam di lahan jenuh air dengan
Lahan Kering
Cekaman Fisik
Penggunaan Cekaman Kimia Penambahan
Pupuk N,P,K Cekaman Biologi Bokashi
Produktivitas
Tanah dan Tanaman Rendah
3.2 Hipotesis
air.
garis khatulistiwa diantara 05,18° - 05,22° Lintang Selatan dan di antara 122,36°
Tenggara. Jenis tanah di lokasi penelitian adalah tanah ultisol yang berada pada
ketinggian 34 meter dari permukaan laut dengan curah hujan antara 0 - 149,8 mm
(CH rata-rata 50,45 mm/bulan selama penelitian). Tekanan udara 1015, 33 mb,
kelembaban udara 83%, kecepatan angin rata-rata 3,38 knot. (Stasiun BMG
(Lampiran 27). Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei 2016 sampai Desember
2016.
pupuk kandang sapi, sekam padi, dedak, gula pasir, air, terpal, pupuk Urea, SP-
36, KCl, aluminium foil, ice blue, isolasi plastik, bahan analisis, plastik ukuran
100 x 60 cm, paranet, bambu, kayu balok, karung goni, dan tali rafia.
gembor, hand sprayer, garpu tanah, loyang, ember, kayu pengaduk, kaos tangan,
termometer, cool box, cangkul, parang, pisau, meteran, mistar geser, timbangan
analitik, alat-alat pengujian tanah, oven, cutter, dan alat tulis menulis.
61
dimana kultivar ini merupakan salah satu kultivar yang memiliki produktivitas
yang baik di antara kultivar lokal lainnya yang ada di pulau Buton. Kultivar ini
memiliki rasa nasi yang enak, aromatik, pulen, dan sangat disukai oleh
masyarakat lokal (Buton). Benih kultivar ini diperoleh dari kebun petani di
Pelaksanaan Percobaan:
Metode:
dalam Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari dua faktor, yaitu:
dengan tambahan larutan EM4) (A) sebagai Petak Utama, terdiri atas lima taraf,
yakni dosis pupuk 0 ton ha-1 (A0), dosis pupuk 2 ton ha-1 (A1), dosis pupuk 4 ton
ha-1 (A2), dosis pupuk 6 ton ha-1 (A3), dosis pupuk 8 ton ha-1 (A4).
sebagai Anak Petak (B) yang terdiri dari lima taraf, yakni: B0 = 0 kg ha-1 Urea +
0 kg ha-1 SP-36 + 0 kg ha-1 KCl; B1 = 62,50 kg ha-1 Urea + 31,25 kg ha-1 SP-36 +
25 kg ha-1 KCl; B2 = 125 kg ha-1 Urea + 62,50 kg ha-1 SP-36 + 50 kg ha-1 KCl;
perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 75 unit percobaan (75 petak). Setiap
62
anjuran yakni 25% dosis anjuran, 50% dosis anjuran, 75% dosis anjuran, dan
2) BalitBang Pertanian tahun 2009, yakni Urea = 250 kg ha-1, SP-36 = 125
3) Layanan Konsultasi Padi (LKP) dimana Urea sebesar 200 kg ha-1, SP-36
(http://webapps.irri.org/nm/id/index.php).
Dari ketiga rujukan dosis anjuran tersebut kemudian dikompilasi dan menetapkan
satu dosis anjuran, yakni Urea = 250 kg ha-1, SP-36 = 125 kg ha-1, dan KCl = 100
kg ha-1. Sementara itu, untuk dosis bahan organik berupa bokashi ditetapkan
sebesar 2 ton ha-1, 4 ton ha-1, 6 ton ha-1, dan 8 ton ha-1.
Variance (ANOVA), jika berbeda nyata dilakukan Uji Jarak Berganda Duncan
(Duncan’s multiple range test) pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan
program SAS for Window versi 9.0. Untuk melihat hubungan antara variabel
versi 7,0.
64
Pelaksanaan Penelitian:
Penyediaan Bokashi
pupuk-bokashi/).
dalam 5 liter air bersih. Sebanyak 75 kg pupuk kandang sapi kering (diperoleh
dari peternak sapi) ditambahkan dengan 2 kg sekam padi kering dan 2 kg dedak
yang ketiga bahan tersebut dicampur secara merata hingga berbentuk adonan.
perlahan dan merata ke dalam adonan sampai struktur adonan menjadi kenyal
dengan kadar air ± 30% dengan ciri bila dikepal dengan tangan air tidak keluar
dari adonan. Selanjutnya adonan digundukan dan diratakan di atas terpal dengan
hari agar terjadi proses fermentasi. Suhu gundukan adonan dipertahankan pada
40oC – 50oC, dan pengecekan suhu di siang hari dilakukan setiap 5 jam sekali.
Setelah hari ke-8, bokashi telah selesai terfermentasi dengan ciri-ciri; hitam,
Pengolahan Tanah
Tanah sawah sesuai ukuran yang disiapkan, diolah secara merata sampai
dibersihkan dari sisa-sisa tanaman ataupun rerumputan (gulma) yang ada. Pada
petakan kecil dengan ukuran 1,0 m x 1,5 m. Ketinggian petakan kecil (bedengan)
Karakteristik media tanam yang dibuat adalah dalam kondisi jenuh air
walaupun tidak dalam kondisi tergenang air sebagaimana budidaya padi sawah
pada umumnya. Media tanam yang jenuh air ini bertujuan agar media tanam tetap
diperoleh dari air rembesan yang berasal dari draenase antar petak percobaan
(Lampiran 26).
Persiapan Tanam
Setiap petakan kecil diberi label dan diberikan pupuk bokashi sesuai dosis
tanah kembali. Petak hasil pemberian bokashi kemudian dibiarkan selama dua
66
minggu dengan tujuan untuk memberi kesempatan pada proses fisik kimia dan
Bersamaan dengan pemberian bokashi, pupuk Urea, SP-36, dan KCl juga
diberikan sebagai pupuk awal sesuai dosis yang telah ditetapkan. Masing-masing
petak kecil ditanami 1 biji benih padi dengan jarak tanam 20 cm x 25 cm. Antara
kelompok juga dibuat jalur selebar 100 cm yang mana jalur-jalur tersebut
Sebelum ditanam, benih direndam dalam air yang dicampur dengan garam
sebanyak 1%. Benih yang tenggelam kemudian diambil untuk dijadikan sebagai
benih tanam. Benih yang telah disortir selanjutnya disterilisasi dengan sodium
hypochlorite 1% selama 3 menit kemudian dicuci tiga kali dengan air steril.
Sesudah sterilisasi kemudian benih dibungkus dengan kain basah dan diperam
selama 1 x 24 jam. Benih yang telah diperam selanjutnya ditanam dengan cara
ditugal (tanam benih langsung), masing-masing satu biji benih padi per lubang
tanam.
Perlakuan Pemupukan
Pupuk Urea diberikan dua kali, yaitu pada umur 7 hari setelah tanam (hst)
dan pada 35 hst. Pupuk SP-36 diberikan pada saat pengolahan tanah, sedangkan
KCl diberikan sebanyak 3 kali, yakni 1/3 bagian diberikan pada saat pengolahan
tanah bersama pupuk SP-36, 1/3 bagian pada umur 35 hst, dan 1/3 bagian pada
umur 70 hst.
67
Berdasarkan pada luasan lahan percobaan yang digunakan yakni 1,0 x 1,5
m2 untuk setiap petakan percobaan, maka dosis setiap petakan yaitu Urea 100%
sebanyak 37,50 g petak-1, Urea 75% sebanyak 28,12 g petak-1, Urea 50%
sebanyak 18,75 g petak-1 , dan Urea 25% sebanyak 9,37 g petak-1. Untuk SP-36
100% yaitu sebanyak 18,75 g petak-1, SP-36 75% yaitu sebanyak 14,06 g petak-1,
SP-36 50% yaitu sebanyak 9,37 g petak-1, SP-36 25% yaitu sebanyak 4,68 g
petak-1. Sedangkan untuk KCl 100% yakni sebanyak 15,0 g petak-1, KCl 75%
sebanyak 11,25 g petak-1, KCl 50% sebanyak 7,5 g petak-1, KCl 25% sebanyak
3,75 g petak-1, Sementara itu, dosis setiap petakan untuk pupuk kandang sapi
yakni 0 ton ha-1, 2 ton ha-1, 4 ton ha-1, 6 ton ha-1, dan 8 ton ha-1 (0 g petak-1, 300 g
Pemeliharaan
hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan secara manual dengan cara mencabut
saat tanaman berumur 15 hari setelah tanam (hst) dengan takaran 5 kg ha-1.
dengan cara menutup saluran air yang masuk di lahan percobaan sehingga kondisi
pemasakan biji dan mempercepat pemasakan biji. Panen dilakukan pada saat biji
telah masak fisiologis dengan ciri-ciri gabah telah berkembang penuh, keras, dan
berwarna kuning.
68
Pengamatan
rumpun. Sampel tanaman yang ditetapkan untuk diamati pada setiap petakan
yakni sebanyak 3 (tiga) rumpun yang dipilih secara acak. Data yang dihasilkan
(lima) rumpun yang didestruksi selama proses pengambilan data untuk parameter:
laju tumbuh relatif, laju asimilasi bersih, nisbah pupus akar, klorofil daun, dan
(MST).
2) Jumlah daun, dihitung semua daun yang telah terbentuk sempurna dan
4) Luas daun total, diukur dengan metode panjang kali lebar x konstanta x
jumlah daun total. Pengukuran luas daun dilakukan pada daun ketiga dari
atas, kemudian pada daun pertengahan, dan daun ketiga dari bagian
Guritmo, 1995).
diambil sebanyak 3 helai (daun bagian atas, tengah, dan bawah tanaman)
Lam = luas daun rata-rata pada suatu tanaman yang diperoleh dengan
LAB =
Setelah bersih dari kotoran dan tanah, akar dan tajuk (bagian tanaman di
atas pangkal akar) dipisahkan dengan cara memotong pada pangkal akar.
dengan temperatur 900C selama 24 jam. Akar dan tajuk kering ditimbang,
tanaman sejak benih ditanam sampai 80% tanaman yang ada di setiap
13) Panjang malai, diukur pada setiap malai yang terbentuk. Pengukuran
14) Jumlah gabah per malai, dihitung semua bulir yang terbentuk pada setiap
15) Persentase gabah isi per malai, dihitung semua bulir (gabah) berisi
16) Berat butir per malai (g), diukur dengan cara menimbang berat gabah per
17) Berat 1000 butir gabah (g) diukur setelah panen, dengan cara menimbang
Y = Hasil tanaman
19) Produktivitas hasil biji (ton ha-1) (GKG = gabah kering giling), dihitung
Sebelum diberikan pupuk, sampel tanah diambil pada lima titik yang telah
ditentukan (pada ke empat sudut bidang lahan dan bagian tengah lahan setelah
72
dibuat agonal) dengan kedalaman ± 15-20 cm. Semua sampel tanah dicampur
secara merata lalu dibagi menjadi tiga bagian. Masing-masing bagian tanaman
diambil sampel lagi sebanyak 200 g lalu dicampur diantara ketiga bagian yang
diambil. Dari ketiga bagian yang telah dicampur merata selanjutnya diperoleh
dalam kantung plastik dan selanjutnya dikemas dalam dus untuk dianalisis di
Analisis tanah setelah aplikasi pupuk yakni dua minggu setelah pemberian
pupuk
titik tanah yang telah ditentukan kemudian dicampur secara merata lalu disiapkan
lalu diberi label dan selanjutnya dikemas dalam dus untuk selanjutnya dilakukan
pada saat dua minggu setelah tanam. Kadar N total dihitung dengan
6. Kadar Fe dan Mn, dianalisis dengan menggunakan alat AAS dan dihitung
sebanyak tiga helai yakni daun bagian bawah, bagian tengah dan daun bagian atas
setelah diberi label lalu diikat dan dimasukan ke dalam coolbox yang telah berisi
ice blue sebagai bahan pendingin sehingga kesegaran bahan tanaman tetap terjaga
Pertanian Institut Pertanian Bogor (Lampiran 20a, 20b, 20c). Analisis tanaman
meliputi:
74
VIS dan dihitung dengan metode ekstrak: HNO3 65% + HClO4 60%
Sebanyak 600 g bokashi sebagai sampel dibungkus dalam kantung plastik setelah
diberi label dan selanjutnya dikemas dalam dus untuk dianalisis di laboratorium
5. Kadar Fe, dihitung dengan metode ekstrak: HNO3 65% + HClO4 60%
6. Kadar Mn, dihitung dengan metode ekstrak: HNO3 65% + HClO4 60%
Persiapan Pembuatan
Tanam Petak Percobaan
Pemberian Bokashi,
SP-36, KCl Pemupukan
(pemupukan awal) Susulan
Pengumpulan Data
Analisa Data
Hasil
5.1 Hasil
pada Tabel 2.
nyata pada kandungan klorofil, jumlah anakan produktif, jumlah gabah per
malai, persentase gabah isi per malai, berat 1000 butir gabah, produktivitas, Laju
anakan, jumlah daun, tinggi tanaman, luas daun, kandungan klorofil, jumlah anakan
produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi per malai,
berat 1000 butir gabah, produktivitas, Indeks Luas Daun, Laju Tumbuh Relatif,
interaksi antara bokashi dengan campuran pupuk N,P,K terhadap tinggi tanaman,
akan tetapi secara mandiri, campuran pupuk N,P,K berpengaruh nyata terhadap
pupuk N,P,K pada dosis B0, B1, dan B2 tidak menunjukan perbedaan yang nyata.
Perlakuan B2, B3 dan B4 juga tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Kecuali
perlakuan B0 dan B1. Pada umur 2 MST ini, tanaman tertinggi ditunjukan oleh
perlakuan B4 (41,91 cm) dan terendah ditunjukan oleh perlakuan B0 (38,64 cm)
diikuti oleh perlakuan B1 (39,11 cm), B2 (40,10 cm), dan B3 (41,87 cm).
diantara keduanya, serta perlakuan B3 dan B4 tidak berbeda nyata, akan tetapi
keduanya berbeda nyata dengan B0 dan B1. Perlakuan B4 berbeda nyata dengan
B0, B1 dan B2. Pada umur 4 MST, tanaman tertinggi ditunjukan oleh perlakuan
B4 (51,95 cm) dan terendah ditunjukan oleh perlakuan B0 (48,11 cm) diikuti oleh
nyata, demikian pula perlakuan B3 dan B4 diantara keduanya juga tidak berbeda
nyata. Akan tetapi, B3 dan B4 menunjukan perbedaan yang nyata dengan B0, B1
dan B2. Tanaman tertinggi ditunjukan oleh perlakuan B4 (81,10 cm) dan yang
nyata, demikian pula perlakuan B3 dan B4 diantara keduanya juga tidak berbeda
nyata. Akan tetapi, B3 dan B4 menunjukan perbedaan yang nyata dengan B0, B1
dan B2. Tanaman tertinggi ditunjukan oleh perlakuan B4 (89,36 cm) dan terendah
ditunjukan oleh perlakuan B0 (73,33 cm) kemudian diikuti oleh perlakuan B1,
perbedaan yang tidak nyata diantara ketiganya, akan tetapi ketiga perlakuan
tersebut berbeda nyata dengan perlakuan B3 dab B4. Sementara itu, perlakuan B3
dan B4 tidak berbeda nyata diantara keduanya. Pada umur 10 MST ini, tanaman
tertinggi ditunjukan oleh perlakuan B4 (96,88 cm) dan yang terendah ditunjukan
oleh perlakuan B0 (81,71 cm) diikuti oleh perlakuan B1, B2, dan B3.
respon terbaik terhadap tinggi tanaman pada semua periode tumbuh (umur
tanaman) walaupun hal ini tidak menunjukan perbedaan yang nyata dengan
80
perlakuan B3. Semakin tinggi dosis pupuk N,P,K yang diberikan maka semakin
tinggi kendati pada periode itu tanaman padi telah memasuki fase generatif
(Gambar 3).
(a) (b)
Gambar 3. Dinamika Tinggi Tanaman Padi yang Diberi Bokashi (a) dan Campuran
Pupuk N,P,K (b) pada Berbagai Umur Tanaman
tanaman cenderung masih terjadi. Oleh karena pengamatan tinggi tanaman hanya
dilakukan sampai pada umur 10 minggu setelah tanam mengingat telah memasuki
hingga minggu ke-12 hal ini akan mengganggu fase generatif seperti
MST. Hal ini menyebabkan informasi puncak pertumbuhan tinggi tanaman belum
dapat diketahui, akan tetapi sejak minggu ke 6 setelah tanam pola pertambahan
minggu ke-11 karena pada minggu tersebut adalah dimulainya fase pertumbuhan
interaksi antara bokashi dengan campuran pupuk N,P,K terhadap jumlah daun,
akan tetapi secara mandiri, campuran pupuk N,P,K berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun pada umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST (Tabel 4). Hasil pengamatan rata-
rata jumlah daun dan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 3a dan 3b.
Tabel 4 menunjukan bahwa pada umur 2 MST perlakuan B0, B1, dan B2
tidak menunjukan beda nyata. Kecuali untuk perlakuan B0, B1 dan B2 telah
menunjukan perbedaan yang nyata dengan perlakuan B4. Pada umur 2 MST ini,
82
jumlah daun tertinggi ditunjukan oleh perlakuan B4 (17,32 helai) dan yang
Setelah umur 4 MST, tampak bahwa perlakuan B0, B1, B2, B3 tidak
diantara keduanya, akan tetapi keduanya berbeda nyata dengan B0, B1, B2. Pada
umur 4 MST, jumlah daun tertinggi ditunjukan oleh perlakuan B4 (21,53 helai)
dan yang terendah ditunjukan oleh perlakuan B0 (17,19 helai) diikuti oleh
nyata diantara ketiganya serta B3 dan B4 juga tidak berbeda nyata. Akan tetapi,
B4 menunjukan perbedaan yang nyata dengan B0, B1 dan B2. Jumlah daun
ditunjukan oleh perlakuan B0 (46,05 helai) kemudian diikuti oleh perlakuan B1,
perbedaan yang nyata diantara keduanya, juga antara perlakuan B2 dan B3 tidak
B1, dan B2 dan antara B4 dan B3 tidak menunjukan adanya perbedaan yang
nyata. Pada umur 8 MST ini, jumlah daun tertinggi ditunjukan oleh perlakuan B4
83
(38,88 helai) dan yang terendah ditunjukan oleh perlakuan B0 (27,47 helai)
berbeda nyata, serta antara B3 dan B4 juga tidak menunjukan perbedaaan yang
nyata tetapi keduanya berbeda nyata dengan B0, B1 dan B2. Pada umur 10 MST
ini, jumlah daun tertinggi ditunjukan oleh perlakuan B4 (29,79 helai) dan yang
terendah ditunjukan oleh perlakuan B0 (24,44 helai) diikuti oleh perlakuan B1,
menunjukan perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT. Pada percobaan ini, dosis
100% dari dosis anjuran (B4) merupakan perlakuan terbaik untuk menghasilkan
daun yang banyak dan B0 adalah perlakuan yang menghasilkan daun paling
sedikit.
dengan dosis yang semakin tinggi menunjukan laju pertambahan jumlah daun.
perkembangan jumlah daun terjadi pada minggu ke-6, baik terhadap perlakuan
(a) (b)
Gambar 4. Dinamika Jumlah Daun Yang Diberi Bokashi (a) dan Campuran
Pupuk N,P,K (b) pada Berbagai Umur Tanaman
interaksi antara bokashi dengan campuran pupuk N,P,K terhadap jumlah anakan.
Secara mandiri, campuran pupuk N,P,K berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan
pada umur 2, 4, 6, 8, dan 10 MST (Tabel 5). Hasil pengamatan rata-rata jumlah
pupuk N, P, K pada dosis B0, B1, dan B2 tidak menunjukan perbedaan yang
nyata. Perlakuan B1, B2, dan B3 juga tidak menunjukan perbedaan yang nyata,
demikian pula perlakuan antara B2, B3, dan B4 tidak menunjukan beda nyata.
dengan perlakuan B4. Pada umur 2 MST ini, jumlah anakan tertinggi ditunjukan
oleh perlakuan B4 (7,29 batang) dan yang terendah ditunjukan oleh perlakuan B0
Setelah umur 4 MST, tampak bahwa terjadi perbedaan yang nyata pada
setiap perlakuan yang dicobakan. Pada umur 4 MST, jumlah anakan tertinggi
ditunjukan oleh perlakuan B4 (13,98 batang) dan yang terendah ditunjukan oleh
perlakuan B0 (10,30 batang) diikuti oleh perlakuan B1, B2, dan B3.
tidak menunjukan beda nyata diantara keduanya akan tetapi berbeda nyata
menunjukan beda nyata akan tetapi berbeda nyata dengan B0, B1, dan B2.
Jumlah anakan tertinggi ditunjukan oleh perlakuan B4 (15,16 batang) dan yang
nyata akan tetapi berbeda nyata dengan B2, B3, dan B4. Demikian juga untuk
tetapi berbeda dengan B0, B1, dan B4. Sedangkan untuk perlakuan B4
86
Pada umur 8 MST ini, jumlah anakan tertinggi ditunjukan oleh perlakuan B4
(13,48 batang) dan yang terendah ditunjukan oleh perlakuan B0 (9,99 batang)
Pada 10 MST, terlihat bahwa perlakuan B0, B1, B2, dan B3 tidak
menunjukan beda nyata dan perlakuan B2, B3, dan B4 juga tidak menunjukan
dengan perlakuan B0 dan B1. Pada umur 10 MST ini, jumlah anakan tertinggi
ditunjukan oleh perlakuan B4 (10,92 batang) dan yang terendah ditunjukan oleh
perlakuan B0 (9,12 batang) diikuti oleh perlakuan B1, B2, dan B3.
menunjukan perbedaan nyata berdasarkan uji DMRT. Pada percobaan ini, dosis
100% dari dosis anjuran (B4) merupakan perlakuan terbaik untuk menghasilkan
jumlah anakan yang banyak dan B0 adalah perlakuan yang menghasilkan jumlah
anakan paling sedikit. Peran bokashi dan campuran pupuk N,P,K dalam
tinggi dosis campuran pupuk N,P,K yang diberikan maka pertambahan anakan
(a) (b)
walaupun hal itu tidak menunjukan adanya pengaruh berbeda diantara dosis yang
dicobakan. Demikian halnya terhadap umur tanam, bahwa semakin lama umur
tanaman maka jumlah anakan juga semakin meningkat hingga mencapai titik
maksimum.
interaksi antara bokashi dengan campuran pupuk N,P,K terhadap luas daun total.
Secara mandiri, bahwa bokashi berpengaruh nyata terhadap luas daun pada umur
2 MST dan 8 MST dan campuran pupuk N,P,K berpengaruh nyata terhadap luas
daun pada umur 2 MST, 4 MST, 6 MST, 8 MST, dan 10 MST sebagaimana
Hasil pengamatan rata-rata luas daun total dan sidik ragamnya disajikan
A0 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (A1, A2, A3, dan A4), sedangkan
A1, A2, A3, dan A4 tidak menunjukan adanya perbedaan yang nyata. Luas daun
ditunjukan oleh perlakuan A0 (161,27 cm2) diikuti oleh perlakuan A1, A2, dan
A3. Campuran pupuk N, P, K pada dosis B0, B1, dan B2 tidak menunjukkan
yang nyata, serta B3 dan B4 juga tidak berbeda nyata, tetapi B3 dan B4 berbeda
nyata dengan B0, B1, dan B2. Pada umur 2 MST ini, luas daun tertinggi
ditunjukan oleh perlakuan B4 (217,93 cm2) dan yang terendah ditunjukan oleh
perlakuan B0 (170,70 cm) diikuti oleh perlakuan B1, B2, dan B3.
89
Umur 4 MST tampak bahwa perlakuan B0, B1, dan B2 tidak menunjukan
perbedaan yang nyata, akan tetapi ketiganya menunjukan perbedaan yang nyata
dengan B4. Perlakuan B2 dan B3 tidak bebeda nyata juga antara B3 dan B4 tidak
berbeda nyata. Pada umur 4 MST, luas daun total tertinggi ditunjukan oleh
(238,14 cm2).
yang nyata dengan semua perlakuan lainnya. Sementara itu, perlakuan B1 dan B2
tidak menunjukan perbedaan nyata terhadap parameter luas daun. Luas daun
ditunjukan oleh perlakuan B0 (946,47 cm2) kemudian diikuti oleh perlakuan B1,
diantara keduanya, demikian pula perlakuan A1, A2, A3, dan A4 juga tidak
A3, dan A4. Untuk pupuk bokashi, luas daun tertinggi dicapai oleh perlakuan
menunjukan perbedaan yang nyata dengan semua perlakuan lainnya (B1, B2, B3,
dan B4). Sementara itu, perlakuan B1 dan B2 tidak menunjukan perbedaan yang
nyata, akan tetapi kedua perlakuan itu berbeda nyata dengan B0, B3 dan B4.
Pada umur 8 MST ini, luas daun tertinggi dicapai oleh perlakuan B4 (1520,56
90
cm2) dan menunjukan perbedaan yang nyata dengan semua perlakuan lainnya dan
yang terendah ditunjukan oleh perlakuan B0 (708,89 cm2) diikuti oleh perlakuan
yang nyata dengan semua perlakuan lainnya terhadap parameter luas daun.
Sementara itu, perlakuan B1 dan B2 tidak menunjukan beda nyata, demikian pula
terhadap luas daun. Luas daun total tertinggi pada umur 10 MST ini ditunjukan
oleh perlakuan B4 (1057,52 cm2) dan yang terendah ditunjukan oleh perlakuan
B0 (694,21 cm2) kemudian diikuti oleh perlakuan B1, B2, dan B3.
diberikan maka semakin meningkat luas daun total yang dihasilkan kendati pada
Perlakuan B4 menghasilkan nilai tertinggi terhadap luas daun total. Hal ini
disebabkan oleh pemberian dosis Nitrogen, Fosfor, maupun Kalium yang tinggi.
Dinamika perkembangan luas daun total akibat pemberian bokashi dan campuran
bahwa semakin tinggi dosis campuran pupuk N,P,K yang diberikan maka
semakin tinggi luas daun total yang dihasilkan. Perlakuan dengan bokashi
menunjukan nilai yang tidak begitu berbeda yang ditunjukan oleh garis yang
puncak perkembangan luas daun terjadi pada minggu ke-6 dan ke-7 setelah
(a) (b)
Gambar 6. Dinamika Perkembangan Luas Daun Total (cm2) Dalam Setiap Periode
Tumbuh (MST) dengan Pemberian Bokashi (a) dan Campuran Pupuk N,P,K
(b) pada Berbagai Dosis Berbeda
kandungan klorofil daun dan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 20b, 20c
dan 6a.
menunjukan adanya perbedaan nyata diantara ketiganya. A3B3 dan A4B3 juga
92
A4B1, A4B2, dan A4B3 tidak menunjukan adanya perbedaanyang nyata diantara
pupuk N,P,K.
menurut uji DMRT. Hal ini disebabkan dengan semakin banyak dan tersedianya
kadar hara di zona rizosfer maka memungkinkan untuk diserap lebih banyak oleh
93
tanaman. Unsur hara yang cukup dan tersedia selanjutnya dimanfaatkan oleh
menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan baik
7a. Pengaruh bokashi dan campuran pupuk N,P,K pada berbagai dosis terhadap
(a) (b)
Gambar 7. Pengaruh Berbagai Dosis Bokashi (a) dan Campuran Pupuk N,P,K
(b) Terhadap Luas Daun Spesifik (cm2 g-1) pada Umur 60 HST
yang nyata diantara perlakuan yang diberikan, akan tetapi secara numerik
94
semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan baik bokashi maupun campuran
pupuk N,P,K maka semakin tinggi nilai luas daun spesifik yang dihasilkan. Pada
spesifik tertinggi yakni 2,54 cm2g-1 sedangkan A0 adalah perlakuan dengan luas
daun spesifik paling rendah yakni 2,18 cm2g-1. Pada umur 60 HST, luas daun
sedangkan A0 adalah perlakuan dengan luas daun spesifik paling rendah yakni
1,23 cm2g-1.
HST perlakuan B4 yang menunjukan luas daun spesifik tertinggi yakni 2,60
cm2g-1 sedangkan B0 adalah perlakuan dengan luas daun spesifik paling rendah
yang hanya mencapai 1,97 cm2g-1. Memasuki umur 60 HST luas daun spesifik
tertinggi yakni 1,73 cm2g-1 sedangkan B0 adalah perlakuan dengan luas daun
bokashi maupun peningkatan dosis pupuk N,P,K. Rata-rata luas daun spesifik
yang dihasilkan sebesar 2,36 cm2 g-1 pada 30 HST dan 1,49 cm2 g-1 pada 60 HST
baik terhadap perlakuan bokashi maupun perlakuan campuran pupuk NPK. Ini
berarti daun yang dihasilkan semakin tipis seiring pertambahan umur tanaman.
95
interaksi antara bokashi dengan campuran pupuk N,P,K terhadap indeks luas
daun. Secara mandiri, campuran pupuk N,P,K berpengaruh nyata terhadap indeks
luas daun pada umur 10 MST (Tabel 8). Hasil pengamatan rata-rata indeks luas
Tabel 8 di atas menunjukan bahwa rerata perlakuan A0, A1, A2, A3, dan A4
tidak menunjukan beda nyata, demikian pula untuk perlakuan B3 dan B4 tidak
menunjukan perbedaan nyata terhadap Indeks Luas Daun. Indeks Luas Daun
tertinggi ditunjukan oleh perlakuan B4 (6,35) dan yang terendah ditunjukan oleh
perlakuan B0 (4,17) kemudian diikuti oleh perlakuan B1 dan B2, serta B3.
96
Sebagaimana Tabel 8 bahwa semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka
semakin tinggi Indeks Luas Daun yang dihasilkan walaupun pada beberapa
dosis yang diberikan maka Indeks Luas Daun yang dihasilkan semakin meningkat
(a) (b)
seiring peningkatan dosis pupuk yang diberikan. Pada minggu ke-10, dimana hal
ini mulai memasuki fase pembungaan, nilai ILD berkisar antara 5,02 – 5,43 untuk
diantara dosis bokashi yang dicobakan. Nilai ILD untuk perlakuan dengan pupuk
interaksi antara bokashi dengan campuran pupuk N,P,K terhadap Laju Tumbuh
terhadap LTR pada umur 10 MST (Tabel 9). Hasil pengamatan rata-rata LTR
Pada Tabel 9 terlihat bahwa perlakuan A0, A1, A2, A3, dan A4
perbedaan yang tidak nyata diantara ketiganya, serta perlakuan B3 dan B4 juga
menunjukan perbedaan yang nyata dengan perlakuan B0, B1 dan B2. Pada umur
minggu-1 dan LTR terendah ditunjukan oleh perlakuan B0 yang hanya mencapai
0,708 g minggu-1.
sesudah itu menurun seiring pertambahan umur tanaman. Juga, LTR cenderung
menunjukan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT. Dinamika LTR pada
(a) (b)
kering tanaman dalam interval waktu, dalam hubungannya dengan berat awal.
Laju tumbuh relatif merupakan pertambahan berat kering tanaman pada suatu
waktu tertentu.
Puncak laju tumbuh relatif terjadi pada minggu ke-6 setelah tanam baik
(Gambar 9).
interaksi antara bokashi dengan campuran pupuk N,P,K terhadap laju asimilasi
bersih (LAB), akan tetapi secara mandiri, bokashi berpengaruh nyata terhadap
laju asimilasi bersih pada umur 10 MST (Tabel 10). Hasil pengamatan rata-rata
laju asimilasi bersih dan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 10a dan 10b.
Tabel 10. Pengaruh Berbagai Dosis Bokashi dan Campuran Pupuk N,P,K
Terhadap Laju Asimilasi Bersih (g cm-2 minggu-1) pada Umur 10
(MST)
Laju Asimilasi Bersih
Perlakuan Rerata
A0 A1 A2 A3 A4
B0 0,78 1,42 1,13 1,50 1,30 1,23
B1 1,15 1,30 1,11 1,14 2,01 1,34
B2 1,25 1,37 1,28 1,31 1,77 1,40
B3 1,08 1,31 1,64 1,49 1,59 1,42
B4 1,02 1,01 1,60 1,50 2,08 1,44
RERATA 1,06 a 1,28 a 1,35 a 1,39 a 1,75 b
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom tidak berbeda
nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Pada Tabel 10 terlihat bahwa semua perlakuan yakni A0, A1, A2 dan A3
tidak menunjukan adanya perbedaan yang nyata terhadap laju asimilasi bersih.
Akan tetapi, keempat perlakuan itu (A0, A1, A2, A3) berbeda nyata dengan
perlakuan A4. Laju asimilasi bersih yang tertinggi ditunjukan oleh perlakuan A4
(1,75 g cm-2 minggu-1) dan terendah ditunjukan oleh perlakuan A0 (1,06 g cm-2
minggu-1). Perlakuan B0, B1, B2, B3 dan B4 tidak menunjukan adanya perbedaan
100
yang nyata terhadap laju asimilasi bersih. Akan tetapi, secara numerik laju
asimilasi bersih yang tertinggi ditunjukan oleh perlakuan B4 (1,44 g cm-2 minggu-
1
) dan terendah ditunjukan oleh perlakuan B0 (1,23 g cm-2 minggu-1).
seiring peningkatan dosis pupuk menurut hasil uji DMRT. Secara numerik bahwa
pertambahan umur tanaman (Gambar 10). Pada penelitian ini terlihat bahwa
puncak laju asimilasi terlihat pada minggu ke-10 setelah tanam dan diduga
kemungkinan masih akan meningkat lagi atau sebaliknya bahkan mulai menurun
(a) (b)
pupuk N,P,K serta interaksi keduanya menunjukan pengaruh yang tidak nyata
numerik tampak bahwa semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka semakin
tinggi NPA yang dihasikan. Dinamika NPA selama periode tumbuh tanaman
(a) (b)
Gambar 11. Dinamika Perkembangan Nisbah Pupus Akar pada Berbagai Dosis
Bokashi (a) dan Campuran Pupuk N,P,K (b)
setelah tanam menunjukan fluktuasi antar dosis pemupukan (Lampiran 19a), akan
tetapi rata-rata Nisbah Pupus Aakar (NPA) dengan nilai paling baik diperlihatkan
oleh perlakuan A4 dan perlakuan B4 serta nilai NPA paling rendah ditunjukan
hanya berlangsung hingga umur 10 MST. Oleh karena itu, pada penelitian ini
puncak NPA terlihat pada minggu ke-10 setelah tanam dan diduga kemungkinan
produktif, akan tetapi secara mandiri, bokashi maupun campuran pupuk N,P,K
berpengaruh nyata terhadap anakan produktif pada umur 10 MST (Tabel 11).
Tabel 11. Pengaruh Berbagai Dosis Bokashi dan Campuran Pupuk N,P,K
Terhadap Anakan Produktif (batang) pada Umur 10 MST
Anakan Produktif
Perlakuan Rerata
A0 A1 A2 A3 A4
B0 4,62 5,84 6,42 6,78 7,29 6,19 a
B1 6,78 6,96 7,40 8,29 9,18 7,72 b
B2 7,62 7,82 8,07 8,82 9,78 8,42 c
B3 8,11 7,87 8,22 9,13 10,13 8,69 c
B4 9,42 9,27 9,56 10,36 11,24 9,97 d
RERATA 7,31 p 7,55 pq 7,93 q 8,68 r 9,52 s
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom (p, q, r) dan baris
(a, b, c, d) yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada
taraf kepercayaan 95%
Perlakuan A0 berbeda nyata dengan perlakuan A2, A3 dan A4, demikian pula
menunjukan jumlah anakan produktif yang tertinggi yakni sebanyak 9,52 batang
yakni sebesar 7,31 batang kemudian disusul oleh perlakuan A1 (7,55 batang), A2
perbedaan yang nyata dengan perlakuan B1, B2, B3 dan B4. Demikian pula
yang nyata dengan perlakuan B0, B1, dan B4. Perlakuan B4 menunjukan jumlah
anakan produktif yang tertinggi yakni sebanyak 9,97 batang dan perlakuan B0
menghasilkan jumlah anakan produktif yang paling sedikit yakni sebesar 6,19
batang kemudian disusul oleh perlakuan B1 (7,72 batang), B2 (8,42 batang) dan
B3 (8,69 batang).
menunjukkan adanya pengaruh yang nyata pada semua perlakuan baik secara
pupuk N,P,K (Lampiran 13b). Hasil pengamatan rata-rata umur berbunga (80%)
disajikan pada Lampiran 13a. Pengaruh bokashi dan campuran pupuk N,P,K
104
pada berbagai dosis terhadap umur tanaman berbunga 80% (hari) disajikan pada
gambar 12.
bokashi yang diberikan maka semakin singkat waktu yang diperlukan untuk
(a) (b)
Gambar 12. Pengaruh Berbagai Dosis Bokashi (a) dan Campuran Pupuk N,P,K
(b) Terhadap Umur Tanaman Berbunga 80% (hari)
lahan jenuh air mulai terbentuk bunga pada umur 75 hari setelah tanam (HST)
dan setelah umur 100 hari semua perlakuan sudah mencapai 80% berbunga. Pada
umur 103 HST keseluruhan tanaman telah berbunga 100%. Pada umur 128 HST
tanaman telah masak penuh dan siap dipanen. Dalam percobaan ini, kultivar
Wakawondu mencapai masa panen yang relatif lebih singkat. Padi Wakawondu
yang dibudidayakan di lahan kering (ladang) masa panen mencapai umur 143
terpenuhi dan didukung dengan ketersediaan unsur hara yang cukup, tanaman
Wakawondu di lahan jenuh air yang masa panennya ± 4 bulan berarti padi ini
dapat dipanen minimal dua kali dalam setahun dengan memanfaatkan sistem
irigasi teknis.
interaksi antara bokashi dengan campuran pupuk N,P,K terhadap panjang malai
pada umur 10 MST (Tabel 12), akan tetapi secara mandiri, campuran pupuk
panjang malai dan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 14a dan 14b.
Tabel 12. Pengaruh Berbagai Dosis Bokashi dan Campuran Pupuk N,P,K
Terhadap Panjang Malai (cm) pada Umur 10 MST
Panjang Malai
Perlakuan Rerata
A0 A1 A2 A3 A4
B0 23,5 23,3 23,4 23,2 24,1 23,5 a
B1 23,7 24,3 24,5 23,6 24,3 24,1 ab
B2 23,8 24,0 23,6 24,4 24,9 24,1 ab
B3 23,9 25,1 24,9 25,5 24,6 24,8 b
B4 24,9 23,6 25,2 25,0 25,4 24,8 b
RERATA 23,9 24,1 24,3 24,3 24,7
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%
Pada Tabel 12 tampak bahwa campuran pupuk N,P,K pada perlakuan B0, B1 dan
perlakuan B1, B2, B3 dan B4 juga tidak menunjukan perbedaan yang nyata
panjang malai yang paling rendah yakni sebesar 23,50 cm kemudian disusul oleh
perlakuan B1 (24,08 cm), B2 (24,14 cm) dan B3 (24,78 cm). Sesuai Tabel 12,
dosis pupuk kendatipun ada beberapa perlakuan yang menunjukan tidak ada
perbedaan nyata menurut uji DMRT. Berdasarkan hasil uji nilai rata-rata,
perlakuan B3.
pupuk N,P,K serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah
per malai (Tabel 13). Hasil pengamatan rata-rata jumlah gabah per malai dan
Tabel 13. Pengaruh Interaksi Berbagai Dosis Bokashi dan Campuran Pupuk
N,P,K Terhadap Jumlah Gabah Per Malai (butir)
Jumlah Gabah Per Malai
Perlakuan
A0 A1 A2 A3 A4
B0 82,44 p 102,08 p 108,36p 113,13 p 118,33 p
(a) (b) (c) (d) (e)
B1 95,88 q 105,00 q 112,35 q 118,31 q 120,08 q
(a) (b) (c) (d) (e)
B2 103,02 r 110,89 r 117,85 r 123,82 r 122,14 r
(a) (b) (c) (d) (e)
B3 115,32 s 115,58 s 123,04 s 127,48 s 130,53 s
(a) (b) (c) (d) (e)
B4 120,50 t 119,50 t 127,18 t 132,40 t 139,87 t
(a) (b) (c) (d) (e)
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom (p, q, r, s, t) dan
baris (a, b, c, d, e) yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf kepercayaan 95%
107
yang nyata pada semua level dosis pupuk. Interaksi antara bokashi dan campuran
pupuk N,P,K terlihat bahwa A4B4 (139,87 butir) merupakan perlakuan dengan
jumlah gabah per malai tertinggi, sedangkan A0B0 (82,44 butir) merupakan
persentase gabah isi per malai, akan tetapi secara mandiri, campuran pupuk
N,P,K berpengaruh nyata terhadap persentase gabah isi per malai (Tabel 14).
Hasil pengamatan rata-rata persentase gabah isi per malai dan sidik ragamnya
Tabel 14. Pengaruh Berbagai Dosis Bokashi dan Campuran Pupuk N,P,K
Terhadap Persentase (%) Gabah Isi Per Malai
Persentase Gabah Isi Per Malai
Perlakuan Rerata
A0 A1 A2 A3 A4
B0 77,92 80,71 84,83 81,91 85,47 82,17 a
B1 80,73 84,04 84,86 85,63 85,39 84,13 ab
B2 80,71 85,93 84,46 88,01 87,40 85,30 ab
B3 83,90 84,58 83,30 86,95 91,11 85,97 b
B4 86,68 85,85 87,54 89,14 89,97 87,84 b
RERATA 81,99 p 84,22 pq 85,00 pq 86,33 q 87,87 q
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom (p, q) dan baris (a,
b) yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf
kepercayaan 95%
Pada Tabel 14 terlihat bahwa perlakuan bokashi pada level dosis (A0,
A1, A2) tidak menunjukan adanya perbedaan yang nyata, demikian juga
108
perlakuan A1, A2, A3, dan A4 tidak menunjukan adanya perbedaan nyata. Akan
isi per malai yang paling rendah yakni sebesar 81,99% kemudian disusul oleh
Perlakuan campuran pupuk N,P,K (B0, B1, B2) tidak menunjukan adanya
perbedaan yang nyata. Demikian pula antara B1, B2, B3, dan B4 tidak
nyata dengan perlakuan B4. Perlakuan B4 menunjukan persentase gabah isi per
persentase gabah isi per malai yang paling rendah yakni sebesar 82,17%
Hasil analisis varians menunjukkan bahwa berat gabah per malai tidak
menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata pada semua perlakuan baik
campuran pupuk N,P,K (Lampiran 17b). Hasil pengamatan rata-rata berat gabah
per malai disajikan pada Lampiran 17a. Pengaruh bokashi dan campuran pupuk
N,P,K pada berbagai dosis terhadap berat gabah per malai (g) disajikan pada
gambar 13.
109
bokashi dan campuran pupuk N,P,K yang diberikan maka semakin berat butir
menunjukan berat gabah per malai paling tinggi yakni 3,52 g sedangkan A0
adalah perlakuan dengan berat gabah per malai paling rendah yakni 2,37 g.
Perlakuan B4 adalah perlakuan yang menunjukan berat gabah per malai paling
(a) (b)
Gambar 13. Pengaruh Berbagai Dosis Bokashi (a) dan Campuran Pupuk N,P,K
(b) Terhadap Berat Gabah Per Malai (g)
tinggi yakni sebesar 3,11 g malai-1 sedangkan B0 adalah perlakuan dengan berat
akan tetapi hasil yang diperoleh melukiskan bahwa bokashi maupun campuran
pupuk N,P,K memberi kontribusi yang baik terhadap unsur hara khususnya dalam
interaksi antara bokashi dengan campuran pupuk N,P,K terhadap berat 1000 butir
gabah, akan tetapi secara mandiri, bokashi maupun campuran pupuk N,P,K
berpengaruh nyata terhadap berat 1000 butir gabah (Tabel 15). Hasil pengamatan
rata-rata berat 1000 butir gabah dan sidik ragamnya disajikan pada Lampiran 18a
dan 18b.
Tabel 15. Pengaruh Berbagai Dosis Bokashi dan Campuran Pupuk N,P,K
Terhadap Berat 1000 Butir Gabah (g)
Berat 1000 Butir Gabah
Perlakuan Rerata
A0 A1 A2 A3 A4
B0 26,57 27,77 28,15 28,58 28,22 27,86 a
B1 27,35 28,58 28,57 29,01 29,04 28,51 ab
B2 28,12 29,21 28,95 29,40 29,53 29,04 abc
B3 28,20 29,33 29,31 29,77 30,44 29,41 bc
B4 28,77 29,82 30,03 30,47 31,32 30,08 c
RERATA 27,80 p 28,94 q 29,00 q 29,45 r 29,71 r
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom (p, q, r) dan baris
(a, b, c) yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf
kepercayaan 95%
yang tidak nyata serta antara perlakuan A3 dan A4 juga menunjukan perbedaan
yang tidak nyata tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda nyata dengan A0, A1,
dan A2. Perlakuan A4 menunjukan berat 1000 butir gabah yang tertinggi yakni
sebesar 29,71 g dan perlakuan A0 menghasilkan berat 1000 butir gabah yang
111
paling rendah yakni sebesar 27,80 g kemudian disusul oleh perlakuan A1 (28,94
perbedaan yang tidak nyata, demikian pula dengan perlakuan B1, B2, dan B3
juga tidak berbeda nyata, serta perlakuan antara B2, B3, dan B4 menunjukan
yang nyata dengan perlakuan B0 dan B1. Perlakuan B4 menunjukan berat 1000
butir gabah yang tertinggi yakni sebesar 30,08 g dan perlakuan B0 menunjukan
berat 1000 butir gabah yang paling rendah yakni sebesar 27,86 g kemudian
menghasilkan berat gabah tertinggi yakni 29,71 g kendatipun tidak berbeda nyata
berupa bokashi dengan dosis 6 ton ha-1 merupakan dosis ideal yang diberikan
karena lebih ekonomis dari segi biaya dan respon yang dihasilkan tidak berbeda
nyata dengan perlakuan A4 yakni pemberian bokashi dengan dosis 8 ton ha-1.
Demikian pula dengan campuran pupuk N,P,K yang diberikan bahwa semakin
tinggi dosis pupuk yang diberikan maka semakin tinggi berat butir gabah yang
dihasilkan. Dosis 75% dari dosis anjuran (B3) sesungguhnya merupakan dosis
terbaik yang diberikan untuk campuran pupuk N,P,K terhadap padi kultivar
Wakawondu yang dibudidaya di lahan sawah. Walaupun dosis 75% tidak berbeda
nyata dengan dosis 100% dosis anjuran tetapi secara ekonomis lebih diinginkan.
112
pengaruh yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan baik secara mandiri
N,P,K (Lampiran 19b). Hasil pengamatan rata-rata indeks panen disajikan pada
Lampiran 19a. Pengaruh bokashi dan campuran pupuk N,P,K pada berbagai
(a) (b)
Gambar 14. Pengaruh Berbagai Dosis Bokashi (a) dan Campuran Pupuk N,P,K
(b) Terhadap Indeks Panen
pupuk yang diberikan baik bokashi maupun campuran pupuk N,P,K maka
semakin tinggi nilai indeks panen yang dihasilkan. Pada perlakuan dengan pupuk
yakni 0,57 sedangkan A0 adalah perlakuan dengan indeks panen paling rendah
113
yakni 0,54. Sementara itu, perlakuan dengan pemberian campuran pupuk N,P,K
dimana B4 adalah perlakuan yang menunjukan indeks panen paling tinggi yakni
sebesar 0,62 sedangkan B0 adalah perlakuan dengan indeks panen paling rendah
yakni 0,54.
gabah, akan tetapi secara mandiri, bokashi maupun campuran pupuk N,P,K
(Tabel 16). Hasil pengamatan rata-rata produktivitas gabah kering giling dan
Tabel 16. Pengaruh Berbagai Dosis Bokashi dan Campuran Pupuk N,P,K
Terhadap Produktivitas (ton ha-1) Gabah Kering Giling (GKG)
Produktivitas
Perlakuan Rerata
A0 A1 A2 A3 A4
B0 1.71 2.81 3.32 3.73 4.13 3.14 a
B1 3.02 3.54 4.03 4.82 5.43 4.17 b
B2 3.77 4.29 4.68 5.46 5.99 4.84 c
B3 4.51 4.53 5.04 5.89 6.84 5.36 d
B4 5.57 5.58 6.22 7.11 8.35 6.56 e
RERATA 3.71 p 4.15q 4.66 r 5.40 s 6.15 t
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom (p, q, r, s, t) dan
baris (a, b, c, d, e) yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf kepercayaan 95%
menunjukan tingkat produktivitas gabah kering tertinggi yakni 6,15 ton ha-1 dan
114
rendah yakni sebesar 3,71 ton ha-1 kemudian disusul oleh perlakuan A1 (4,15
produktivitas gabah kering yang paling rendah yakni sebesar 3,14 ton ha-1
kemudian disusul oleh perlakuan B1 (4,17 ton ha-1), B2 (4,84 ton ha-1) dan B3
total (Tabel 17). Hasil pengamatan rata-rata kandungan N total dan sidik
Tabel 17. Pengaruh Interaksi Berbagai Dosis Bokashi dan Campuran Pupuk
N,P,K Terhadap Kandungan (%) N Total
Kandungan (%) N Total
Perlakuan
A0 A1 A2 A3 A4
B0 1,03 p 1,20 q 1,31 r 1,36 s 1,56 t
(a) (a) (a) (a) (a)
B1 1,13 p 1,28 q 1,44 r 1,44 r 1,75 t
(b) (b) (b) (b) (b)
B2 1,16 p 1,31 q 1,52 r 1,52 r 1,86 t
(c) (b) (c) (c) (c)
B3 1,23 p 1,42 q 1,54 r 1,70 s 1,92 t
(d) (d) (d) (d) (d)
B4 1,28 p 1,51 q 1,57 r 1,77 s 1,97 t
(e) (e) (e) (e) (e)
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom (p, q, r, s, t) dan
baris (a, b, c, d, e) yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf kepercayaan 95%
115
nyata diantara keduanya. Demikian pula dengan perlakuan A2B2 dan A3B2 juga
dengan kandungan N total tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya,
rendah dan bebeda nyata dengan perlakuan lainnya. Tampak bahwa kandungan N
dosis pemupukan, baik pupuk bokashi maupun campuran pupuk N,P,K walaupun
(Fosfor) total. Akan tetapi, secara mandiri bokashi maupun campuran pupuk
perbedaan yang nyata dengan perlakuan lainnya (A1, A2, A3, A4). Demikian
lain. Akan halnya dengan perlakuan A2 dan perlakuan A3, yang mana keduanya
116
Tabel 18. Pengaruh Berbagai Dosis Bokashi dan Campuran Pupuk N,P,K
Terhadap Kandungan (%) P Total Daun
Kandungan (%) P Total Daun
Perlakuan Rerata
A0 A1 A2 A3 A4
B0 0,13 0,15 0,16 0,17 0,18 0,16 a
B1 0,14 0,16 0,17 0,18 0,18 0,17 ab
B2 0,15 0,16 0,17 0,19 0,20 0,17 bc
B3 0,16 0,17 0,19 0,19 0,20 0,18 c
B4 0,17 0,18 0,21 0,21 0,21 0,20 d
RERATA 0,15 p 0,16 q 0,18 r 0,19 rs 0,20 s
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom (p, q, r, s) dan
baris (a, b, c, d) yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf kepercayaan 95%
menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata, serta perlakuan A3 dan A4 juga
keduanya tidak berbeda nyata, akan tetapi keduanya berbeda nyata dengan
yakni sebesar 0,20% dan terendah ditunjukan oleh perlakuan A0 yang hanya
sebesar 0,15% kemudian disusul oleh perlakuan A1, A2, dan A3.
perbedaan yang nyata dengan perlakuan B2, B3, dan B4. Perlakuan B1 tidak
berbeda nyata dengan B2, dan B2 tidak berbeda nyata dengan B3. Perlakuan B4
menunjukan kandungan P total tertinggi yakni sebesar 0,20% dan yang paling
rendah ditunjukan oleh perlakuan B0 yakni sebesar 0,16% disusul oleh perlakuan
B1, B2, dan B3. Tampak bahwa kandungan P total padi kultivar Wakawondu
117
(Kalium) total (Tabel 19). Hasil pengamatan rata-rata kandungan K dan sidik
campuranpupuk N,P,K pada perlakuan A2B1 dan A2B2 tidak berbeda nyata,
demikian juga dengan perlakuan A3B1 dan A3B2 tidak menunjukan adanya
perbedaan nyata.
Tabel 19. Pengaruh Interaksi Berbagai Dosis Bokashi dan Campuran Pupuk
N,P,K Terhadap Kandungan K Total (%) Daun
Kandungan (%) K Total Daun
Perlakuan
A0 A1 A2 A3 A4
B0 2,09 p 2,31 q 2,78 r 2,97 s 3,14 t
(a) (a) (a) (a) (a)
B1 2,13 p 2,51 q 2,83 r 3,10 s 3,25 t
(b) (b) (b) (b) (b)
B2 2,30 p 2,69 q 2,83 r 3,11 s 3,32 t
(c) (c) (b) (b) (c)
B3 2,42 p 2,79 q 3,05 r 3,24 s 3,82 t
(d) (d) (d) (d) (d)
B4 2,46 p 2,81 q 3,16 r 3,27 s 4,38 t
(e) (e) (e) (e) (e)
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom (p, q, r, s, t) dan
baris (a, b, c, d, e) yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf kepercayaan 95%
5.2 Pembahasan
respon tertinggi terhadap tinggi tanaman pada semua periode tumbuh (umur
tanaman). Semakin tinggi dosis pupuk N,P,K yang diberikan maka semakin baik
pertumbuhan tinggi tanaman yang dihasilkan (Tabel 3). Keberadaan unsur makro
menunjukan adanya pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, akan tetapi bokashi
dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga serapan pupuk N,
yang tinggi pada tanaman sebagaimana ditunjukan oleh hasil analisis jaringan
pada daun tanaman (Lampiran 20a, 20b), maka unsur-unsur itu dengan optimal
tanaman berupa organ batang, daun, dan akar. Pertambahan ukuran batang dan
salah satunya adalah jaringan batang dan daun. Sugiyanta (2007) melaporkan
produktif, produktivitas gabah, panjang malai ukuran daun, jumah gabah malai-1.
119
Sebagaimana data pada penelitian ini menunjukan bahwa semakin tinggi dosis
akan tetapi bokashi sebagai bahan organik mengandung asam-asam organik yang
tunas), dan pengaturan buka-tutup stomata dan hal-hal yang terkait dengan
penggunaan air.
daun (Tabel 4) dan jumlah anakan (Tabel 5). Hal ini ditunjukan dengan hasil uji
korelasi bahwa tinggi tanaman berkorelasi positif dan signifikan dengan jumlah
daun (r = 0,90) dan jumlah anakan dengan r = 0,55. Peningkatan jumlah daun
120
jaringan berupa daun. Sebagaimana dikatan oleh (Suleman, 2014) bahwa Fosfor
jumlah daun dan jumlah anakan. Pertambahan tinggi tanaman selain diakibatkan
lebar daun. Pertambahan panjang dan lebar daun ini kemudian berpengaruh
terhadap pertambahan luas daun. Hal ini dibuktikan dengan korelasi yang postif
antara tinggi tanaman dan luas daun dengan r = 0,92 (Lampiran 2c). Semakin
panjang daun yang dihasilkan maka tanaman yang dihasilkan juga akan semakin
tinggi, karena variabel panjang dan lebar daun merupakan peubah untuk
tinggi, akan tetapi laju peningkatan tinggi tanaman cenderung mulai lambat.
121
Hasil penelitian Hasfiah, et al. (2012) pada beberapa kultivar lokal padi
gogo Sulawesi Tenggara bahwa pada umur 10 MST Padi gogo kultivar Besu
memiliki tinggi tanaman (146,28 cm), kultivar Kori (154,48 cm), kultivar
Nggalaru (158,87 cm), kultivar Endokadia (160,49 cm). Varietas gogo lainnya
di Indonesia yaitu varietas Towuti dengan tinggi tanaman (101,16 cm), Situ
Bagendit (103,83 cm), Limboto (128,28), Situ Patenggang (125,92 cm), Inpago 6
ukuran yang relatif tinggi yakni 178,84 cm pada umur 12 MST (Budianti Kadidaa
et al., 2017). Akan tetapi, jika dibudidayakan pada lahan dengan ketersediaan
hara dan air yang cukup maka perkembangan vegetatif lebih cepat
yakni sekitar 81,71 cm - 96,88 cm atau rata-rata setinggi 89,30 cm. Hal ini berarti
sebesar 50,1% sebagaimana hasil penelitian ini. Dengan demikian, diduga bahwa
meristem pucuk yang terdapat pada ujung batang. Perkembangan primordia daun
sampai menjadi daun selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi
oleh faktor lingkungan berupa kesuburan tanah. Unsur NPK sangat berperan
dalam pembentukan daun. Hal ini dapat dilihat dari korelasi antara N, P, K
0,46 (Lampiran 2c). Unsur Fosfor sangat berperan dalam meningkatkan jumlah
daun karena Fosfor berperan dalam penyediaan energi untuk proses metabolisme
jumlah daun ikut mempengaruhi luas daun total. Sebagaimana hasil uji korelasi
menunjukan hubungan yang kuat antara jumlah daun dengan luas daun dengan r
= 0,94. Daun yang luas memiliki kandungan klorofil yang lebih banyak sehingga
dan buah. Produktivitas buah dalam bentuk gabah berkorelasi erat dengan jumlah
daun dan luas daun, berturut-turut r = 0,74 dan r = 0,80 (Lampiran 2c). Terhadap
jumlah daun yang terbentuk, peran bokashi belum menunjukan pengaruh yang
signifikan. Hal ini kemungkinan bokashi masih dalam proses penguraian lanjut
sehingga belum tersedia untuk diserap oleh tanaman. Sebagaimana terlihat pada
Gambar 4 bahwa dinamika perkembangan jumlah daun pada minggu ke-2 hingga
123
ke-4 untuk semua perlakuan selama periode tumbuh menunjukkan trend fluktuatif
dan saling overlaping. Hal ini dikarenakan bokashi sebagai bahan organik belum
berada dalam bentuk tersedia dan masih dalam proses penguraian. Setelah
minggu ke-6 pengaruh bokashi mulai terlihat hingga pada minggu ke-10.
Pengaruh bokashi yang fluktuaktif pada 2 MST dan 4 MST menunjukkan bahwa
dosis bokashi yang diberikan pada penelitian ini belum menunjukkan pengaruh
yang baik dan hanya bersifat menyediakan hara di dalam tanah yang akan
daun terjadi pada minggu ke-6, baik terhadap perlakuan pemberian bokashi
ke-6. Setelah minggu ke-6, jumlah daun menunjukan penurunan hingga minggu
ke-10. Penurunan ini disebabkan adanya kematian pada daun khususnya daun-
daun muda yang berada di sekitar batang bawah tanaman. Hal ini diduga
dikarenakan pasokan unsur hara pada daun-daun muda mulai berkurang dan
kematian. Unsur-unsur hara yang diserap tanaman disimpan pada bagian lain
bunga dan buah. Secara fisiologis, persiapan pembentukan bagian generatif pada
pembentukan daun mencapai titik optimal pada minggu ke-6 dengan indikator
124
morfologis yakni menguning dan matinya daun-daun muda. Oleh karena proses
pembentukan daun-daun muda ini tentu saja mengurangi pasokan nutrisi untuk
korelasi yang negatif dengan jumlah daun (r = -0,44), dan korelasi tidak nyata
terhadap Luas Daun Spesifik dan Nisba Pupus Akar. Artinya, pertambahan
jumlah daun justru menyebabkan periode pembungaan lebih cepat, dan jumlah
anakan, peningkatan Luas Daun Spesifik serta Nisba Pupus Akar tidak berkaitan
bahwa jumlah anakan meningkat dengan meningkatnya level pemupukan. Hal ini
terjadi karena pupuk N,P,K sebagai unsur hara makro dapat memenuhi
ketersediaan unsur hara pada tanah untuk mendukung potensi genetik kultivar
keberadaan bokashi sebagai bahan organik cukup berperan dalam perbaikan sifat
fisik tanah serta penyediaan hara mikro. Potensi ini nyata berbeda dengan kultivar
lokal lainnya seperti kultivar wangkariry dan kultivar wakombe yang ada di
wilayah Pulau Buton jika diberi perlakuan pemupukan seperti yang dilaporkan
oleh Silea (2015) bahwa kultivar Wakawondu yang diberi pupuk kandang ayam
lebih tua sehingga semakin besar bobot kering dan semakin tinggi kadar N akar
maka serapan hara khususnya N akan semakin besar sehingga N tersedia dengan
cepat bagi tanaman. Selanjutnya Silea et al. (2017) bahwa Ketersediaan N yang
cukup dalam tanah akan cepat memberi respon terhadap pertumbuhan vegetatif
tanaman. Pada tahap vegetatif, tanaman secara aktif menyerap unsur hara seperti
Kalium yang cukup juga mendukung perkembangan anakan yang lebih baik.
setelah pemberian pupuk (Lampiran 25b, 25c, 25d) akan tetapi daya serap
serap yang baik ini mungkin disebabkan oleh adanya bokashi sebagai pupuk
organik yang diberikan. Sekalipun tidak terjadi interaksi antara bokashi dan
campuran pupuk N,P,K, akan tetapi secara mandiri pengaruh campuran pupuk
meningkatkan tinggi dan jumlah anakan. Dalam percobaan ini tampak bahwa
unsur K terserap dengan baik oleh tanaman padi Wakawondu (Lampiran 20a,
126
20b). Hal ini diduga dipengaruhi oleh kadar lengas tanah yang baik sehingga
proses difusi ion K juga menjadi baik serta tersedianya bahan organik
menyebabkan aerasi dan KTK juga lebih baik. Kendati tidak begitu berperan
dalam menyusun bagian tanaman (hanya 1%), akan tetapi Kalium berperan
karbohidrat, sintesis protein, dan lain-lain. Menurut Baker dan Pilbeam (2007),
lebih dari 80% enzim tanaman membutuhkan K untuk aktivasi. Dengan demikian
Kalium dalam tanaman berperan sebagai ion yang sebagian besar berada
dalam cairan sel. Unsur K pada tanaman berkaitan erat dengan proses biofisika
dan biokimia (Beringer, 1980). Dalam proses biofisika, K berperan penting dalam
mengatur tekanan osmosis dan tugor, yang pada gilirannya akan memengaruhi
menjadi tenaga kimia (ATP atau senyawa organik). Apabila tanaman kekurangan
kecepatan fotosintetis itu sendiri (Mengel dan Kirkby 1987). Kekurangan hara
yang kekurangan Kalium juga tidak tegar sehingga mudah rebah. Gangguan
127
secara fisiologis dan biokimia berperan dalam peningkatan laju fotosintesis dan
tanaman, translokasi fotosintat dari daun ke bagian perakaran akan lebih banyak,
gula sederhana dan distribusinya ke bagian-bagian lain tanaman seperti akar dan
hal ini mempengaruhi banyaknya daun yang terbentuk. Hal ini dilihat dari
berkorelasi dengan jumlah daun, juga berkorelasi positif dan signifikan dengan
panjang malai, jumlah gabah, berat gabah, produksi, indeks panen, indeks luas
daun, LTR, LAB, dan kandungan NPK daun), kecuali umur tanaman berbunga
berkorelasi secara negatif dan tidak signifikan. Variabel Nisbah Pupus Aakar juga
memiliki korelasi yang tidak signifikan dengan jumlah anakan dengan r = 0,15
(Lampiran 2c).
daun, sehingga ikut mempengaruhi luas daun. Daun yang luas berkorelasi dengan
jumlah klorofil dengan r = 0,69 (Lampiran 2c). Artinya semakin daun itu luas
maka klorofil yang dikandungnya juga lebih banyak. Peningkatan jumlah klorofil
berada pada kondisi optimal. Hasil dari aktifitas fotosintesis adalah fotosintas
erat dengan laju penyerapan nutrisi yang akhirnya akan memacu pertumbuhan
hara makro dan mikro juga berperan dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah sehingga dapat memobilisasi hara yang sudah ada di dalam tanah
untuk membentuk partikel ion yang mudah diserap oleh akar tanaman.
bokashi dapat berperan dalam peningkatan penyerapan unsur hara makro melalui
perbaikan KTK tanah sehingga ikut mengambil peran dalam mendorong laju
129
dalam Gambar 5.
peningkatan dosis bokashi walaupun hal itu tidak menunjukan adanya pengaruh
berbeda diantara dosis yang dicobakan. Demikian halnya terhadap umur tanam,
bahwa semakin lama umur tanaman maka jumlah anakan juga semakin
pertambahan anakan terjadi pada minggu ke-6 setelah tanam. Setelah itu
Sebagaimana hasil penelitian Denny (2002) terhadap padi sawah bahwa jumlah
selanjutnya. Sejalan dengan Vergara (1995) bahwa anakan tanaman padi mulai
terbentuk sejak umur 10 HST dan mencapai maksimum pada umur 50-60 HST.
hara yang diserap tanaman disimpan sebagai bahan untuk pembentukan bagian
generatif tanaman seperti bunga dan buah. Secara fisiologis, anakan yang tidak
Grist (1960) menyatakan bahwa terjadi persaingan unsur hara antar anakan
yang nyata untuk setiap level dosis yang dicobakan terhadap pembentukan
anakan. Diduga bahwa bokashi yang salah satu kandungan haranya adalah unsur
Nitrogen, hal ini masih dimanfaatkan oleh mikroba dekomposer sebagai sumber
energinya sehingga unsur N yang tersedia pada bokashi belum dimanfaatkan oleh
tanaman padi. Hal ini didasarkan pada kandungan C- organik yang meningkat
(2006) bahwa bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, juga
berperan sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba. Bahkan, pemupukan yang
tidak seimbangpun dan tidak sesuai dengan tingkatan haranya hanya akan
Selain peran pupuk, ketersediaan air yang cukup juga menentukan banyaknya
terhadap padi gogo Wakawondu yang dibudidaya pada lahan kering, hanya
menghasilkan anakan sebanyak 7,15 batang yang masih lebih rendah dari hasil
penelitian ini.
Luas daun ditentukan oleh panjang dan lebar daun. Daun yang luas akan
Setiawati et al., 2016) dan kandungan klorofil pada daun akan mempengaruhi
reaksi fotosintesis. Kadar klorofil yang sedikit tentu tidak akan menjadikan reaksi
karbohidrat yang dihasilkan juga tidak bisa maksimal. Luas daun berkorelasi
kuat dengan jumlah daun (r = 0,94), tinggi tanaman (r = 0,92), kandungan klorofil
yang negatif (r = -0,42) (Lampiran 2c) atau dikatakan bahwa peningkatan luas
karena tinggi tanaman adalah variabel yang dipengaruhi oleh luas daun.
Peningkatan luas daun ini berkorelasi kuat dengan ILD (r = 1,00) sehingga ikut
meningkatkan indeks luas daun. Luas daun juga berkorelasi dengan LTR dan
LAB. Meningkatnya luas daun ikut memaksimalkan laju pertumbuhan dan laju
diikuti dengan peningkatan luas daun yang kemudian diikuti dengan peningkatan
kandungan klorofil daun. Area daun yang luas ikut meningkatkan laju transpirasi
(Lubis, 2000), Akibatnya, serapan hara juga semakin meningkat sekalipun ada
faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi laju transpirasi seperi cahaya, suhu,
pengaruhnya pada luas daun (Mas’ud, 1993). Lebih lanjut (Lakitan (2004)
menyatakan bahwa air bergerak ke atas karena adanya tarikan akibat terjadinya
132
transpirasi dari daun sehingga menimbulkan daya hisap daun. Tarikan air dari
dan K yang cukup dan seimbang nyata memacu pertumbuhan panjang dan lebar
daun. Dalam penelitian ini diduga bahwa kebutuhan hara dengan dosis 100%
dosis anjuran cenderung mendekati level yang sesuai (cukup dan seimbang)
pemberian pupuk Urea dengan dosis yang sesuai akan meningkatkan kandungan
dan merangsang penyerapan serta penggunaan Nitrogen secara efisien. di sisi lain
pemberian pupuk Urea yang berlebihan akan bersifat toksik pada tanaman
(Zheng, 2007). Secara umum perkembangan tanaman padi dapat dibagi menjadi
dan pemanjangan batang. Pertumbuhan pada tahap generatif pada padi ditandai
tahap vegetatif tanaman secara aktif menyerap unsur hara seperti N. P, dan K
Tanaman menyerap N dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan ion ammonium
(NH4+), baik yang telah tersedia di tanah maupun dari pupuk. Menurut Larcher
(1995) bahwa Nitrogen yang diserap kemudian diubah dalam bentuk asam
nukleat dan asam amino untuk biosintesis protein dan pertumbuhan baik vegetatif
beberapa faktor internal, seperti kondisi fisiologi tanaman, jenis tanaman dan
kebutuhan tanaman pada hara tertentu. Faktor eksternal atau lingkungan yang
mempengaruhi terserapnya Nitrogen oleh tanaman, yaitu cahaya, udara, air dan
pH tanah (FAPRC, 1995). Daya serap tanaman terhadap Nitrogen lebih baik
dengan meningkatnya dosis pemupukan N (Lampiran 20a, 20b). Hal ini mungkin
disebabkan oleh adanya bokashi yang diberikan. Sekalipun tidak terjadi interaksi
antara bokashi dan campuran pupuk N, P, K, akan tetapi secara mandiri pengaruh
tanaman terhadap naungan, seperti yang dikemukakan oleh Haris (1999) bahwa
kecukupan dan ketersediaan nutrisi tanah juga meningkatkan luas dun guna
optimalisasi serapan cahaya matahari oleh tanaman padi. Dalam penelitian ini
tampak bahwa semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka volume luas
klorofil. Pada tanaman padi, volume luas daun yang meningkat justru
bahwa perlakuan dengan bokashi dimana puncak perkembangan luas daun terjadi
pada minggu ke-6 dan ke-7 setelah tanam. Setelah itu perkembangan luas daun
N,P,K juga memperlihatkan puncak perkembangan luas daun total untuk padi
Wakawondu terjadi pada minggu ke-8 setelah tanam, setelah itu trend
perkembangan luas daun mulai menurun sebagai akibat adanya daun-daun yang
mulai menguning dan mengering. Pada minggu ke-7 perkembangan luas daun
cahaya) menjadi energi kimia (senyawa organik) dan dapat diambil oleh manusia
dalam bentuk biji, buah, bunga, daun, batang, akar, dan sebagainya. Produksi
tersedianya air, CO2, energi matahari di sekitar tanaman. Organ fotosintetik yang
berperan dalam proses fotosintesis adalah stomata dan klorofil (Prawiranata et al.,
1981). Klorofil yang terbentuk disebabkan oleh unsur-unsur hara makro maupun
mikro yang terserap oleh tanaman. Hasil uji korelasi menunjukan bahwa klorofil
karena bokashi mengandung hara makro dan mikro seperti N, P, K, Mg, Fe, Mn,
banyak faktor yaitu faktor genetik, cahaya, ketersediaan oksigen, karbohidrat dan
seperti anakan produktif, panjang malai, jumlah dan berat gabah, Indeks Panen,
klorofil daun berkorelasi positif dan signifikan dengan luas daun (r = 0,69), tinggi
komponen produktivitas tanaman padi. Dari ketiga unsur hara makro yang ada,
Nitrogen sebagai unsur hara makro memegang peranan penting dalam proses
2001). Kedua unsur tersebut (Mg dan Fe) bersama N melalui Urea yang diberikan
klorofil pada daun tanaman. Klorofil dinilai sebagai “mesin” tumbuhan karena
penting terutama dalam hal penyediaan energi dalam bentuk ATP yang cukup
137
dihasilkan akan meningkat pula. Sejalan dengan hasil penelitian Harjoko (2005),
enzim dan protein, ATP dalam metabolisme tanaman seperti proses fotosintesis
dan respirasi tanaman, sebagai pembentuk biji dan buah. Ketersediaan P yang
cukup pada periode awal pertumbuhan akan berpengaruh terhadap fase primordia
surya menjadi tenaga kimia (ATP atau senyawa organik), serta laju fotosintesis
tetap terjaga. Oleh Mengel dan Kirkby (1987) bahwa jika tanaman kekurangan
kadar hara yang tersedia. Kandungan klorofil a dan klorofil b pada tanaman
sehingga membuat penyerapan nutrisi dari dalam tanah menjadi lebih optimal dan
al. (2000) klorofil a dan klorofil b sangat baik menyerap spektrum merah.
Spektrum merah dengan panjang gelombang 630 - 675 nm ini nanti dimanfaatkan
untuk menghasilkan energi dalam proses fotosistem I dan fotosistem II. Energi
padi gogo kultivar Wakawondu memiliki kandungan klorofil yang lebih tinggi
merangsang perkembangan ukuran daun yang lebih luas dan jumlah daun yang
lebih banyak. Hal ini menyebabkan tanaman menjadi optimal dalam melakukan
demikian, luas daun dan jumlah daun juga menentukan jumlah klorofil yang
dimiliki tanaman untuk proses fotosintesis. Hal ini dibuktikan oleh Zulfita (2012)
fotosintesis karena kadar klorofil yang dimiliki daun tidak banyak. Keberadaan
139
klorofil dalam kaitannya dengan fotosintesis, oleh Sanchez (1993) dan Lambers
pematangan serta peningkatan kuantitas dan kualitas hasil. Hal ini dikarenakan
fotosintesis sebagai salah satu kegiatan metabolisme primer dalam tanaman yang
tanaman seperti gula fosfat, asam nukleat, nukleotida, ko-enzim dan fosfolipida.
Dalam penelitian ini, jumlah klorofil yang dihasilkan sebesar 3,29 mg g-1
yang dihasilkan oleh perlakuan 8 ton ha-1 bokashi yang dicampurankan dengan
100% dosis anjuran campuran pupuk N,P,K (A4B4). Hasil ini masih lebih baik
jika dibandingkan dengan jumlah total klorofil padi hitam yang diberi pupuk nano
silika yang jumlah klorofilnya hanya sebesar 1,70 mg g-1 (Putri, F.M, 2017).
Sedangkan padi gogo kultivar menthik wangi maupun kultivar segreg hanya
menghasilkan klorofil daun sebesar 0,25 mg g-1 pada fase vegetatif dan menurun
menjadi 0,075 mg g-1 pada fase generatif (Siswanti dan Agustin, 2014).
yang ada. Dalam penelitian ini, semakin tinggi dosis pupuk anorganik yang
diberikan maka ILD semakin meningkat (Tabel 8). Peningkatan ILD seiring
proses konversi energi cahaya menjadi energi kimia (fotosintesis) yang kemudian
tanaman melalui indeks luas daun. Shibles dan Weber (1965) mengemukakan
bahwa ada hubungan antara nilai indeks luas daun dan produktivitas bahan kering
Pada penelitian ini, salah satu bahan kering yang dihasilkan adalah gabah.
korelasi antara indeks luas daun dengan produktivitas tanaman padi (r = 0,80)
(Lampiran 2c). Menurut Manurung dan Ismunadji (1989), nilai ILD optimal pada
padi berkisar 4 – 7 dan nilai ILD maksimal dicapai pada fase berbunga. Nilai ILD
tertinggi dari hasil penelitian ini sebesar 6,35 yang merupakan nilai optimal.
Optimalnya nilai ILD yang dicapai dari hasil penelitian ini disebabkan karena
perolehan hara tanaman telah cukup dan tersedia serta intensitas cahaya yang
cukup selama periode pertumbuhan dan juga didukung dengan kebutuhan air
daun untuk menyekap cahaya. Indeks Luas Daun juga berkorelasi positif dengan
signifikan dengan Luas Daun Spesifik (Lampiran 7b). Akan tetapi, secara
numerik aplikasi bokashi dan campuran pupuk N,P,K meningkatkan luas daun
spesifik sejalan dengan peningkatan dosis pemupukan (Lampiran 7a). Hal ini
141
dengan semakin luasnya daun maka semakin banyak cahaya yang terserap, di
samping itu luas daun spesifik juga menentukan transmisi cahaya yang diserap
oleh daun. Semakin besar nilai luas daun spesifik mengindikasikan daun semakin
bifosfat dan klorofil yang lebih tinggi dari pada daun tipis (Sitompul dan
menyatakan bahwa ILD yang besar diperlukan untuk menyekap radiasi matahari.
Nilai ILD yang diperlukan untuk menyekap 95% cahaya datang dalam kanopi
tanaman padi adalah dengan ILD sekitar 4-8 untuk jalannya fotosintesis yang
baik. Meningkatknya jumlah daun, luas daun, luas daun spesifik, jumlah klorofil
(Lampiran 26), maka hal ini menjadikan proses fotosintesis berlangsung secara
dapat dilihat dari meningkatnya laju tumbuh relatif (Tabel 9) dan peningkatan
laju asimilasi bersih (Tabel 10) seiring peningkatan dosis pemupukan baik pupuk
nyata meningkatkan LTR dan LTR berkorelasi sangat kuat dengan LAB dengan r
= 0,48 dan juga LTR berkorelasi dengan ILD dengan r = 0,67 (Lampiran 2c).
Pada penelitian ini, ILD dan LAB meningkat dengan peningkatan level dosis
oleh Dwidjosputro (1994), laju pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh LAB dan
ILD. LAB yang tinggi dan ILD optimum akan meningkatkan laju pertumbuhan
tanaman.
kering tanaman dalam interval waktu, dalam hubungannya dengan berat awal.
Pertumbuhan optimal terjadi pada minggu ke-6 kemudian menurun pada minggu-
minggu berikutnya (Gambar 9). Peristiwa ini terjadi dikarenakan biomassa berada
pada puncak pembentukannya pada minggu ke-6 setelah tanam. Pada minggu ke
bagian-bagian tumbuh generatif seperti anakan produktif, bunga, dan buah. Pada
saat tanaman padi memasuki fase reproduktif dan banyak daun yang telah
senescence bahkan banyak yang rontok karena translokasi unsur hara mulai
vegetatif (jumlah anakan, berat kering akar dan berat kering tanaman).
perbedaan diantara dosis tersebut. Hal ini berarti bokashi pada level tersebut
Laju Asimilasi Bersih berkorelasi positif dan kuat dengan luas daun (r =
0,36) dan juga berkorelasi kuat dengan jumlah klorofil daun (r = 0,61) serta
meningkat. Akibat dari peristiwa ini maka terjadi peningkatan biomassa tanaman
khususnya pada bagian tajuk tanaman. Seperti dikatakan oleh Sitompul dan
Guritno (1995) bahwa laju asimilasi bersih merupakan tingkat asimilasi CO2
bersih, yaitu jumlah total CO2 yang diambil tanaman dikurangi dengan jumlah
yang hilang melalui respirasi. Lebih lanjut dikatakan oleh Kastono et al. (2005)
produktivitas bahan kering per satuan luas daun dengan asumsi bahan kering
tersusun sebagian besar dari CO2. Rata-rata Laju Tumbuh Relatif yang dicapai
dalam penelitian ini berkisar antara 0,708 – 0,717 g g-1minggu-1 dan LAB yang
diperoleh sebesar 0,78 hingga 2,08 g cm-2 minggu-1. Nilai-nilai ini masih masuk
dalam kisaran yang diperlihatkan oleh Scott dan Batchalor (1979), bahwa LAN
berkisar antara 1,33-8,50 g cm-2 minggu-1 dan niali LTR berkisar antara 0,011 –
(Gambar 10). Puncak laju asimilasi terlihat pada minggu ke-10 setelah tanam dan
diduga kemungkinan masih akan meningkat lagi atau sebaliknya bahkan mulai
menurun pada minggu berikutnya. Selain oleh faktor eksternal berupa pupuk,
faktor internal berupa umur tanaman juga berpengaruh terhadap laju asimilasi.
waktu. Semakin lama umur tanaman maka laju asimilasi bersih juga akan
LAB adalah laju penimbunan berat kering per satuan luas daun per satuan waktu.
diantaranya adalah ketersediaan air, cahaya, suhu, karbon dioksida, umur daun,
nutrisi, kandungan klorofil daun dan genotipe tanaman. Media yang digunakan
pada penelitian ini adalah media jenuh air sehingga selama periode tumbuh
berlangsung dengan baik dan berimplikasi pada proses serapan air dan hara yang
baik. Kondisi ini juga didukung dengan cahaya matahari yang cerah dan suhu
penelitian (Lampiran 26), akibatya, terjadi peningkatan laju asimilasi. Pada umur
8 – 10 MST terlihat bahwa LAB semakin meningkat. Pada kondisi ini jumlah
daun berkurang karena terjadi kematian daun-daun muda pada bagian dasar tajuk
145
dan berimplikasi terhadap penurunan luas daun total dan indeks luas daun. Situasi
fotosintesis.
terhadap laju asimilasi bersih tanaman, sedangkan daun-daun yang tidak aktif
misalnya daun yang sudah tua, daun yang menguning atau ternaungi akan
menurunkan laju asimilasi bersih. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh (Gardner
Indeks Luas Daun, makin banyak daun yang terlindung, menyebabkan penurunan
Laju Asimilasi Bersih sepanjang musim pertumbuhan. Dalam tajuk yang Indeks
Luas Daunnya tinggi, daun yang muda pada puncak tajuk menyerap radiasi
paling banyak, memiliki laju asimilasi CO2 yang tinggi dan mentranslokasikan
sejumlah besar hasil asimilasi ke bagian tumbuhan yang lain. Sebaliknya, daun-
daun yang tampak menguning dan daun-daun yang lebih tua pada dasar tajuk dan
terlindung mempunyai laju asimilasi CO2 yang rendah dan memberikan sedikit
terhadap NPA, akan tetapi luas daun, LTR, LAB, LDS berkorelasi positif dan
kuat terhadap NPA, dan NPA tidak berkorelasi dengan jumlah anakan dan umur
lebih digunakan untuk proses metabolisme yang ada dalam tanaman. Dengan
ragam tidak menunjukan beda nyata pada masing-masing level dosis pemupukan
yang diberikan. Berdasarkan hasil penelitian, nilai NPA berkisar antara 0,81 –
5,30 atau rata-rata sebesar 3,06. Nisbah Pupus Akar yang bernilai lebih dari satu
bernilai kurang dari satu menunjukan pertumbuhan tanaman lebih ke arah akar.
mengarah pada bagian akar. Hal ini diduga bahwa tanaman secara genetik
memperoleh unsur hara pada zona perakaran yang lebih luas. Menurut Nurmala
dan Irwan (2007), NPA yang ideal bagi tanaman pangan bernilai 3. Nilai NPA
yang tinggi pada penelitian ini yakni perlakuan A4 dan perlakuan B4 diduga
disebabkan oleh ketersediaan nutrisi yang cukup dan seimbang sehingga ruang
tumbuh tanaman kearah pupus menjadi lebih luas. Pertumbuhan tanaman yang
kurangnya unsur P yang tersedia sehingga akar tanaman tidak mendapatkan unsur
hara P yang cukup. Meskipun tidak terdapat pengaruh nyata, NPA dengan nilai
147
paling baik diperlihatkan oleh perlakuan pemberian bokashi 8 ton ha-1 dan
campuran pupuk N,P,K 100% dosis anjuran yang mana hal ini lebih dikarenakan
oleh nisbah antara bobot kering tajuk dan bobot kering akar cukup besar. Hal ini
pupus berupa tinggi tanaman, jumlah dan luas daun, panjang malai, jumlah
gabah, berat gabah, berat 1000 butir gabah dan produktivitas tanaman.
sebanyak 9,97 batang sedangkan tanpa pemberian pupuk hanya sebanyak 6,19
batang (Tabel 11) atau terjadi peningkatan sebesar 61,06% jika diberi campuran
pupuk N,P,K dengan dosis 100% dosis anjuran. Sementara itu, pengaruh
pada dosis 8 ton ha-1 (A4) jika dibandingkan dengan tanpa pemberian pupuk
yakni dari 7,31 anakan produktif menjadi 9,52 anakan produktif, dan untuk
interaksi tertinggi dihasilkan oleh perlakuan bokashi 8 ton ha-1 dan campuran
mencapai 11,24 batang (Tabel 11). Di sisi lain, jika padi Wakawondu
dibudidaya pada lahan kering tanpa perlakuan pemupukan maka anakan produktif
sebesar 37,37% jika dibudidaya pada lahan jenuh air dengan dukungan nutrisi
organik dan anorganik yang tersedia. Peningkatan jumlah anakan produktif ini
K (r = 0,76) yang ada pada daun (Lampiran 2c). Semakin tinggi kandungan hara
daun maka semakin banyak anakan produktif yang terbentuk hingga mencapai
titik optimum. Titik optimum ini dipengaruhi oleh faktor genetis dan lingkungan
pemberian pupuk N,P,K pada dosis yang diberikan dapat menyediakan unsur hara
makro dalam jumlah yang cukup bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
padi dapat dipenuhi. Unsur mikro pada bahan organik berupa Ca sangat berperan
Sulfur (S) membantu dalam pembentukan asam amino, dan membantu proses
pertumbuhan lainnya, juga ada unsur hara mikro Fe, Zn yang tersedia dan diserap
membentuk protein dan klorofil, fungsi unsur P sebagai sumber energi yang
pembentukan protein dan karbohidrat serta fungsi dari unsur S membantu dalam
lebih banyak berperan pada fase generatif dibandingkan fase vegetatif. Hal ini
dapat dilihat dari korelasi yang sangat kuat antara anakan produktif dan Fosfor (r
= 0,87). Menurut Winarso (2005), serapan P saat fase vegetatif tidak lebih dari
10% sehingga 90% unsur hara P selama pertumbuhannya diserap saat fase
anakan produktif yang banyak maka malai yang dihasilkan akan semakin banyak,
juga menunjukan korelasi yang kuat dengan indeks panen (r = 0,70) yang berarti
semakin banyak anakan produktif maka semakin tinggi indeks panen yang
dicapai atau semakin tinggi bahagian tanaman yang bernilai ekonomi yang
dihasilkan.
yang cukup dan tersedia dapat merangsang keaktifan penyerapan unsur hara lain,
karena fungsi fosfor dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi,
transfer dan penyimpanan energi, pembelahan sel dan pembesaran sel serta proses
termasuk jumlah anakan yang menghasilkan malai. Hal ini sejalan dengan
150
pendapat Marschner (1997) bahwa unsur hara yang tersedia cukup dalam tanah
menjadi lebih optimal. Ketiga senyawa tersebut sangat penting dalam proses
perlakuan yang diberi pupuk memberi kontribusi sebesar 81,56% dari jumlah
padi gogo sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara khusunya N dalam
tanah.
anakan produktif yang banyak maka malai yang dihasilkan akan semakin banyak,
yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi gabah (Silea et al., 2017).
media jenuh air. Sejalan dengan itu, Berkelaar (2001) bahwa saat pertumbuhan
anakan tumbuh lebih banyak. Anakan yang terbentuk pada stadia pertumbuhan
anakan padi akan berkurang, sehingga anakan produktifnya juga berkurang dari
nutrisi antar anakan sehingga sebahagian dari anakan tidak dapat bersaing dan
lainnya dalam hal pemasakan biji, dan pada waktu panen bulir-bulir hanya berisi
(Grist, 1960). Banyaknya malai dalam setiap batang akan mempengaruhi gabah
yang dihasilkan. Selain pupuk, faktor lingkungan juga ikut mempengaruhi jumlah
anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, berat 1000 butir gabah,
dan persentase gabah isi. Hasil uji korelasi menunjukan bahwa jumlah anakan
panjang malai dengan r = 0,72; jumlah gabah per malai dengan r = 0,949; berat
1000 butir gabah dengan r = 0,94; persentase gabah isi dengan r = 0,94. Semua
152
dengan produktivitas. Anakan produktif (Tabel 11), jumlah gabah per malai
(Tabel 13), persentase gabah isi (Tabel 14) berat 1000 butir gabah (Tabel 15)
nyata dipengaruhi oleh pemberian pupuk baik pupuk bokashi maupun campuran
peningkatan dosis pupuk yang diberikan. Komponen hasil berupa panjang malai,
(Tabel 12), sedangkan komponen waktu berbunga (Lampiran 13b), berat gabah
per malai (Lampiran 17b) dan indeks panen (Lampiran 19b) peningkatannya
Pupuk N, P, K dan pupuk bokashi sebagai hara tanaman berperan penting dalam
bahwa perlu diperhatikan ketersediaan unsur N dan P agar unsur yang diserap
tanaman terdapat dalam keadaan seimbang. Hal ini diketahui bahwa fungsi dari
dapat menyediakan unsur hara tanaman dan menekan fiksasi P oleh Al sehingga
malai. Hasil uji korelasi diketahui bahwa pertumbuhan malai berkolerasi positif
153
0,68, dan serapan K dengan r = 0,57 (Lampiran 2c). Penambahan dosis pupuk
jumlah malai yang terbentuk menjadi lebih banyak dan memacu pemanjangan
malai.
terhadap jumlah gabah per malai (Tabel 13). Tampak bahwa jumlah gabah per
unsur-unsur mikro maka daya serap unsur makro dari tanah akan meningkat dan
diperoleh. Dalam penelitian ini, pemberian hara makro berupa N, P, dan K yang
Bahwasanya, fosfor lebih banyak berperan pada fase generatif dibandingkan fase
daya tahan terhadap penyakit yang akhirnya meningkatkan kualitas hasil panen.
Hasil uji korelasi menunjukan bahwa jumlah gabah per malai berkorelasi
positif dan sangat kuat dengan serapan N (r = 0,87), serapan P (r = 0,94), serapan
berbunga 80% menunjukan korelasi yang negatif (Lampiran 2c). Dari ketiga
154
unsur hara makro yang ada, fosfor memiliki korelasi yang sangat kuat terhadap
pembentukan gabah. Fosfor sebagai unsur hara makro sangat diperlukan dalam
sel-sel daun pada proses sintesis karbohidrat karena berperan menyediakan energi
tinggi dalam bentuk ATP dan UTP. Selain itu, fosfor juga berperan dalam
dosis N,P,K 100% dari dosis anjuran yang dicampurankan dengan 8 ton ha-1
perkembangan baik pada fase vegetatif maupun generatif rupanya telah cukup
dan berada dalam keadaan seimbang. Hal ini menyebabkan pembentukan organ
pertumbuhan tanaman yang cepat dan juga memperbaiki tingkat hasil dan
berimbang pada awal fase generatif khususnya pemberian NPK, ini akan
meningkatkan jumlah butiran gabah per tanaman. Sejalan dengan perlakuan pada
penelitian ini yaitu pemberian bokashi 8 ton ha-1 ditambah pupuk N,P,K pada
100% dosis anjuran telah mampu membentuk gabah dalam setiap malainya rata-
rata mencapai 139,87 butir. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini masih lebih
yang telah mencapai 194,15 butir malai-1 dengan dosis pupuk yang digunakan
yaitu NPK 200 kgha-1 + Pupuk daun 3 l ha-1 (Sunjaya Putra, 2012). Kendati
155
jumlah gabah per malai yang dihasilkan belum maksimal, akan tetapi jika
per malai yang dihasilkan rata-rata hanya sebanyak 82,44 butir atau telah terjadi
peningkatan sebesar 41,06% jika diberi bokashi pada dosis 8 ton ha-1 dan
campuran pupuk N,P,K dengan 100% dosis anjuran. Campuran bokashi dan
dengan unsur hara makro yang lengkap (NPK) tampaknya mampu meningkatkan
banyak maka malai yang dihasilkan akan semakin banyak, yang pada akhirnya
antara bokashi dan pupuk N, P, K, akan tetapi tampak bahwa bokashi maupun
hama berupa walangsangit, ulat gerayak, wereng coklat, maupun semut hitam.
positif terhadap persentase gabah yang berisi dan mengurangi jumlah gabah
hampa.
Persentase gabah isi per malai akan tinggi jika butir hampa per malai
rendah. Menurut Jenning et al. (1997) bahwa penyebab kehampaan secara umum
adalah terjadinya kerebahan dan serangan hama berupa walang sangit. Tanaman
156
Demikian pula serangan hama menyebabkan kehampaan pada bulir padi karena
pada periode masak susu cairan pada bulir padi terisap oleh hama sehingga
Hasil uji korelasi menunjukan bahwa persentase gabah isi per malai berkorelasi
kandungan K (r = 0,88) (Lampiran 2c). Interaksi ketiga unsur hara makro yang
ada dalam keadaan yang seimbang akan memberi kontribusi positif dalam proses
pengisian gabah. Nitrogen berperan dalam pembentukan bulir padi, fosfor selain
fotosintat ke bagian biji, serta kalium berperan pada tahap pengisian biji.
diberikan (Lampiran 20a, 20b). Unsur K ini berperan dalam proses pengisian
kehampaan gabah tinggi dan pengisian gabah tidak sempurna. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Sunjaya (2012) Jumlah gabah per malai dan persentase gabah
isi per malai akan berpengaruh positif pada bobot gabah kering per batang.
157
unsur hara yang cukup dan seimbang selama periode tumbuh. Dengan
pemupukan yang diberikan selama penelitian dan sesuai dengan kebutuhan serta
tumbuh dengan baik apabila segala elemen yang dibutuhkan tersedia dalam
jumlah yang cukup dan dalam bentuk yang siap diserap oleh tanaman. Lebih
lanjut Lingga dan Marsono (2006) menjelaskan bahwa jika ketersediaan unsur
hara esensial kurang dari jumlah yang dibutuhkan maka tanaman akan terganggu
juga berperan didalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Sifat-
sifat tanah yang baik menjadikan KTK tanah meningkat, akhirnya serapan unsur-
yang diperlukan untuk optimalisasi proses pengisian gabah padi cukup tersedia.
Hal ini dapat dilihat dengan tanpa pemberian pupuk bokashi (A0) menunjukan
presentase gabah isi yang paling rendah di antara perlakuan yang ada (Tabel 14).
persentase gabah isi sebesar 89,97% jika dibandingkan dengan tanpa pemupukan
158
yang hanya sebesar 77,97% atau mengalami peningkatan sebesar 13,39%. Hasil
ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan padi gogo kultivar Jatiluhur yang
mana prosentase gabah berisi hanya mencapai 66,62% gabah isi per malai (Andes
Prayuda et al., 2013). Jika padi Wakawondu dibudidaya di lahan kering (ladang)
prosentase gabah berisi hanya mencapai 82,30% atau prosentase gabah hampah
mencapai 17,69% (Kadidaa et al., 2017). Hal ini tentu saja berdampak pada
dalam penelitian ini adalah media dengan ketersediaan air yang selalu terjaga
dengan itu, Jongdee et al. (2006) menyatakan bahwa kekeringan yang terjadi
ketika periode pembungaan dapat menurunkan hasil secara nyata dan rendahnya
fertilitas gabah.
Hasil uji korelasi menunjukan bahwa berat 1000 butir gabah berkorelasi
pemupukan (Tabel 15). Hara Fosfor berpengaruh terhadap berat gabah kering.
Menurut Winarso (2005), sebagian besar P akan dimobilisasi ke biji atau buah
dipengaruhi oleh serapan hara, sehingga dari pemberian pupuk organik dan
159
anorganik akan menambah pasokan hara dalam jumlah yang tersedia. Unsur-
unsur hara N, P dan K yang diserap tanaman pada mulanya digunakan untuk
yang diberikan berupa Urea, SP-36 dan KCl yang mengandung hara N, P dan K
dimana pupuk tersebut mudah larut sehingga mudah diserap tanaman yang
sehingga dengan tersedianya unsur tersebut maka akan menentukan kualitas biji
berpengaruh terhadap berat gabah kering karena peningkatan suplai unsur hara P
penelitian ini menghasilkan berat 1000 butir gabah yang lebih tinggi jika
dengan pupuk organik kotoran babi, kotoran ayam, dan kotoran sapi pada kultivar
sama yang hanya mencapai berat 25,64 g (Silea, 2015). Hasil percobaan Andes
160
Prayuda, et al. (2013) bahwa berat 1000 butir gabah pada sistem budidaya gogo
sedangkan pada sistem budidaya sawah menghasilkan berat 1000 butir gabah
lebih besar jika dibandingkan dengan sistem budidaya gogo, yaitu masing-masing
Selanjutnya, Sumreen Siddiq et al. (2011) bahwa rata-rata berat 1000 biji padi
yang dihasilkan dari percobaann dengan 135 kg N per hektar pada lahan kering
pupuk kandang sapi dan pupuk kandang kambing pada 3 kultivar yakni IR-64,
Ciherang, dan Ciliwung melaporkan bahwa rata-rata bobot 1000 biji padi sebesar
28,2 g yang dihasilkan dari pupuk kandang sapi dan sebesar 29,4 g yang
dihasilkan dari pupuk kandang kambing. Hasil-hasil tersebut masih lebih rendah
jika dibandingkan dengan hasil yang dicapai pada penelitian ini. Secara genetik
sebagaimana kultivar lokal Sulawesi Tenggara lainya seperti kultivar Bakala dan
kultivar Kori dengan berat 1000 biji masing-masing sebesar 34,77 g dan 33,12 g
(Hasfiah et al., 2012), serta Wakawondu sebesar 35,08 g jika dibudidaya di lahan
kering (Kadidaa et al., 2017). Berat 1000 butir gabah yang dicapai dalam
pengembangan kultivar unggul baru spesifik lokasi. Berat 1000 biji gabah
merupakan karakter penting dalam pengadaan suatu kultivar unggul baru karena
jumlah gabah yang dihasilkan tiap malai, berat 1000 biji gabah atau ukuran gabah
kuat dan positif dengan variabel pertumbuhan lainnya, kecuali umur tanaman
berbunga berkorelasi secara negatif dengan r = - 0,52 (Lampiran 2c). Selain unsur
hara N, P, K yang berasal dari pupuk anorganik maupun bokashi, komponen hasil
gabah per malai (r = 94,9%), persentase gabah isi per malai (r = 94,7%), berat
1000 butir gabah (r = 94,9%). Hal ini mengindikasikan bahwa keempat variabel
dalam penelitian ini pemberian pupuk tidak menunjukan pengaruh yang nyata
terhadap indeks panen, akan tetapi indeks panen yang dihasilkan rata-rata sebesar
energi guna proses-proses biokimia sel, pembelahan dan pembesaran sel. Hal ini
meningkatnya dosis pupuk yang diberikan baik pupuk bokashi maupun campuran
pupuk N,P,K menurut uji DMRT. Produktivitas yang tinggi pada tanaman padi
adalah sebagai bentuk respons dari aplikasi bokashi dan campuran pupuk N,P,K.
Hal ini akan memberikan produktivitas yang tinggi karena rhizosfer yang
baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan akar, yang pada akhirnya
menyebabkan pergerakan hara dan air sangat optimal. Pemberian pupuk bokashi
dimungkinkan karena bahan organik berupa bokashi sebagai pupuk kandang sapi
pupuk bokashi tersebut berperan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah
serta ditunjang oleh ketersediaan air yang cukup melalui media jenuh air.
(2009) menyatakan bahwa hasil dan komponen hasil merupakan resultan dari
padi gogo di lahan sawah. Pemberian Nitrogen pada tanaman berperan untuk
pada tanaman padi adalah untuk meningkatkan hasil bahan kering. Menurut
Kamsurya (2002), dengan pemberian pupuk urea saja sebenarnya sudah mampu
pupuk yang lain. Meskipun dalam penelitian ini tidak terjadi interaksi antara
bokashi dan campuran pupuk N,P,K akan tetapi secara mandiri pemberian 8 ton
ha-1 bokashi (A4) menghasilkan gabah kering tertinggi yakni 6,15 ton ha-1 yang
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya dan jika dibandingkan dengan tanpa
bokashi yang hanya mencapai 3,71 ton ha-1 gabah kering. Artinya, dengan
campuran pupuk N,P,K dengan 100% dosis anjuran mampu menghasilkan berat
gabah kering yang tertinggi yakni sebesar 6,56 ton ha-1 yang berbeda nyata
yang dicapai hanya sebesar 3,14 ton ha-1 atau terjadi peningkatan produktivitas
sebesar 108,94% jika diberi pupuk N,P,K pada 100% dosis anjuran. Kenyataan
ini menunjukkan bahwa peranan pupuk organik dan anorganik sangat baik dalam
164
Data ini pula melukiskan bahwa padi gogo kultivar Wakawondu memiliki
produktivitas yang sangat tinggi jika dibudidayakan di lahan jenuh air dengan
kondisi air yang senantiasa tersedia. Peranan unsur mikro yang dikandung
enzim dalam beberapa aktifitas metabolik. Bokashi sebagai bahan organik dapat
(N, P, K) dapat dipertukarkan dengan baik dan melepaskan kation terjerap dalam
koloid tanah sehingga tersedia untuk diserap oleh tanaman. Salah satu faktor yang
menentukan berat gabah kering adalah kandungan nitrogen dalam tanah. Menurut
ukuran butiran dan meningkatkan persentase protein dalam biji. Pupuk anorganik
biji. Dalam percobaan ini nitrogen terserap dengan baik oleh tanaman. Untuk itu,
dapat dipenuhi dengan baik pada fase reproduktif awal yang akhirnya berat biji
besar Fosfor (P) diimobilisasi ke biji atau buah serta bagian generatif tanaman
165
lainnya. Kadar P pada bagian-bagian generatif tanaman (biji) lebih tinggi jika
semakin tinggi berat gabah kering maka produktivitas padi akan semakin
gabah yang dihasilkan. Dengan jumlah anakan produktif yang banyak maka malai
yang dihasilkan akan semakin banyak, yang pada akhirnya akan meningkatkan
produktivitas gabah.
menjadi banyak tersimpan di dalam biji. Fosfor sangat berperan aktif dalam
(Hakim, et al., 1986) sehingga berat biji meningkat. Penambahan kalium (K)
melalui pupuk KCl berpengaruh terhadap berat gabah kering. Kalium juga
berpengaruh terhadap berat biji karena kalium berfungsi untuk menambah ukuran
tanaman selalu tersedia sehingga proses fisiologis tanaman berjalan dengan baik
(2002), selain membutuhkan hara, pembentukan biji juga membutuhkan air dalam
166
jumlah yang cukup. Kebutuhan air yang cukup akhirnya mendukung pencapaian
produktifitas yang maksimal. Pada sisi lain, Samuel dan Muthukkaruppan (2011)
menyatakan bahwa potensi hasil padi ditentukan oleh komponen hasil, yaitu
jumlah malai per batang, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, dan bobot
gabah bernas.
Dalam penelitian ini dengan sistem budidaya di lahan jenuh air serta
penggunaan bokashi dan campuran pupuk N,P,K (Tabel 16) adalah nyata
meningkatkan produktivitas padi dengan capaian sebesar 6,56 ton ha-1 gabah
kering giling. Hasil ini masih lebih tinggi dari produktivitas padi gogo varietas
Inpago 4 dengan capaian sebesar 6,0 ton ha-1 yang dilakukan di Aceh Timur
(BPTP, 2013). Kendatipun demikian, hasil ini masih lebih rendah dari capaian
padi kultivar ciherang di Jember dengan menggunakan pupuk NPK pada dosis
450 kg ha-1 Urea, 112.5 kg ha-1 SP-36, 75 kg ha-1 KCl dengan capaian panen
sebesar 17,67 ton ha-1 (Riani Ningsih dan Dwi Rahmawati, 2017). Sekalipun
masih lebih rendah dari capaian hasil penelitian Riani dan Dwi Rahmawati
(2017), akan tetapi potensi padi Wakawondu telah mendekati potensi hasil varitas
unggul baru padi gogo (INPAGO 12 AGRITAN) yang dilepas oleh Badan
yang mampu berproduksi hingga 10.2 ton ha-1. Varietas INPAGO 12 AGRITAN
maksimum padi gogo ranca melalui model PTT di Desa Kemiri Kecamatan
Kunduran Kabupaten Blora Jawa Tengah untuk kultivar Situ Patenggang dapat
mencapai 7,72 ton ha-1 GKG dan produktivitas kultivar Batutegi mencapai 7,74
ton ha-1 GKG. Jika dibandingkan dengan padi sawah varietas unggul baru (VUB)
yaitu Inpari 30, produktivitas VUB ini dapat mencapai 11,12 ton ha-1 (Sunjaya
Putra dan Yati Haryati (2018). Produktivitas padi Wakawondu yang dihasilkan
telah melebihi capaian produksi nasional baik padi gogo maupun padi sawah,
dimana rata-rata produktivitas padi gogo sekitar 3,31 ton ha-1 dan produktivitas
budidaya gogo yaitu hasilnya dapat mencapai hingga tiga kali lebih tinggi jika
sawah juga tidak terlepas dari peranan air. Air merupakan faktor lingkungan yang
sangat penting pada pertumbuhan padi. Air selain berperan khusus dalam proses
dalam tanah. Sari (2009) menyatakan bahwa tanaman padi yang mengalami
kekurangan air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi komponen
produktivitas padi. Padi merupakan jenis tanaman yang memerlukan air yang
(20016) bahwa padi gogo varietas Towuti yang dibudidaya pada lahan kering jati
dibudidaya pada lahan sawah produktivitas dapat mencapai 5,57 ton ha-1.
sehingga produksi yang dihasilkan pada sistem ladang menghasilkan daya hasil
yang tidak maksimal. Padi jenis ini memiliki potensi produksi yang dapat
dioptimalkan jika dibudidayakan pada lahan yang memiliki ketersediaan air yang
baik. Dengan produksi sebesar 6,56 ton ha-1 mengindikasikan bahwa padi
Terhadap kandungan nitrogen daun (Tabel 17) menggambarkan bahwa unsur hara
N terserap dengan baik oleh tanaman. Hal ini dikarenakan dukungan lingkungan
terhadap sifat kimia tanah, juga kontribusinya terhadap perbaikan sifat fisik dan
biologi tanah. Bahan organik meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga unsur
hara tersedia dengan cepat bagi tanaman. Disamping itu, pupuk organik juga
dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman
sudah ada di dalam tanah sehingga mampu membentuk partikel ion yang mudah
169
diserap oleh akar tanaman. Di samping itu, pupuk organik yang diberikan
mengandung sejumlah unsur makro dan mikro seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Zn,
Cu, Mo, Co, B, Mn, Fe meskipun jumlahnya relatif sedikit. Nitrogen adalah
unsur hara yang bermuatan positif (NH4+) dan negatif (NO3-), yang mudah hilang
atau menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Beberapa proses yang menyebabkan
NO3-. Denitrifikasi NO3- menjadi N2, volatilisasi NH4+ menjadi NH3, terfiksasi
oleh mineral liat atau dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah (Muklis dan Fauzi,
2003). Tanah ultisol dengan kandungan liat tinggi memiliki daya serap N yang
dibandingkan hasil penelitian Tisdale et al. (1990) bahwa kadar nitrogen rata-rata
dalam jaringan tanaman adalah 2 - 4% berat kering tanaman. Dari uji DMRT
(Suharno et al., 2007) yang selanjutnya klorofil yang banyak akan meningkatkan
ditunjukan oleh perlakuan dengan dosis 8 ton ha-1 bokashi dan pupuk N, P, K
imbangan pupuk organik dan pupuk anorganik yang baik sehingga menyebabkan
hara cepat tersedia bagi tanaman. Hal ini memungkinkan unsur hara seperti
nitrogen lebih mudah diserap tanaman. Sebagaimana dikatakan oleh Sirait (2005)
kandungan nitrogen tajuk. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Wilson dan Wild
daun. Menurut Suharno et al. (2007), bahwa keberadaan unsur nitrogen juga
faktor terutama ketersediaan air, unsur hara dalam tanah terutama Nitrogen.
dinyatakan oleh Soplanit dan Nukuhaly (2012), bahwa penyediaan N yang cukup
pada fase generatif sangat penting juga dalam memperlambat proses penuaan
maupun campuran pupuk N,P,K (Tabel 18). Hal ini disebakan karena senyawa
organik yang berasal dari bokashi berperan optimal dalam membantu pelarutan
atau pelepasan P yang terikat oleh Fe, Al, dan Ca tanah sehingga menjadi tersedia
dan diserap baik oleh tanaman. Kandungan P dalam jaringan daun tanaman
N,P,K bersifat mudah larut sehingga lebih cepat terurai jika dibandingkan dengan
pupuk organik yang hal ini menjadikannya cepat tersedia bagi tanaman. Suleman
lambat dari pada pupuk yang tidak dipersenyawakan, karena unsur P harus
terlebih dahulu terurai dari senyawa-senyawa mikro tersebut untuk tersedia bagi
Pada umumnya kadar P di dalam tanaman di bawah kadar N dan K yaitu sekitar
0,1 hingga 0,2%. Tanaman menyerap sebagian besar unsur hara P dalam bentuk
ion ortofosfat primer (H2PO4-). Sejumlah kecil diserap dalam bentuk ion
Fosfor (P) merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara
makro), jumlah P dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen (N)
dan kalium (K), tetapi P dianggap sebagai kunci kehidupan (key of life)
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Hasil uji korelasi menunjukan bahwa fosfor
tanaman berbunga berkorelasi secara negatif (Lampiran 2c). Unsur hara P yang
172
generatif. Ini ditunjukan dengan korelasi yang sangat kuat antara fosfor dengan
0,68), jumlah gabah per malai (r = 0,94), persentase gabah berisi per malai (r =
0,95), berat gabah per malai (r = 0,77), berat 1000 butir gabah (r = 0,91)
adalah pupuk sebagai sumber P sehingga akan menjadi P tersedia dalam jumlah
tinggi dan mudah larut sehingga mudah diserap oleh tanaman, sedangkan bokashi
ketersediaan Fosfor dari mineral karena membentuk P humat yang lebih mudah
diserap tanaman. Selain itu, bahan organik menghasilkan asam organik yang
bentuk P-Al dan P-Fe. Sehingga dengan menggunakan pupuk kandang akan
173
rata-rata kandungan P hanya mencapai 15% dan perlakuan tanpa campuran pupuk
meningkat menjadi 21% pada perlakuan A4B4. Hal ini dikarenakan penambahan
mengganti posisi P yang terfiksasi atau dengan kata lain melepaskan P dari
tersedia dalam bentuk ion ortofosfor primer (H2PO4-) dan ion ortofosfor sekunder
tanaman padi gogo seperti tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun dan
indeks luas daun (ILD). Pupuk fosfor memiliki sejumlah peran penting bagi
buah dan biji, bahkan mampu mempercepat pemasakan buah dan membuat biji
pertumbuhan yang lambat dan kerdil, pematangan buah terlambat dan biji
diperoleh hasil berat gabah kering giling sebesar 11,243 kg petak-1 dan berbeda
nyata terhadap kontrol (SP-36 0 kg ha-1) yang hanya sebesar 7,52 kg petak-1
interaksi terbaik ditunjukan oleh perlakuan A4B4 (Tabel 19). Hal tersebut diduga
dalam tanah cukup tersedia sehingga penyerapan K juga menjadi maksimal. Sri
keseimbangan yang dinamis, yaitu: (1) K terlarut (dalam larutan tanah); (2) K
dapat dipertukarkan; (3) K tidak dapat dipertukarkan, dan (4) K mineral (Su,
sangat terbatas karena porsi K terlarut dan K dapat ditukar di dalam larutan tanah
hanya sekitar 1-2% dari total K dalam tanah. Padahal, K terlarut dan K dapat
tertukar itulah yang dapat diserap oleh tanaman. Sisanya sebanyak 1-10%
merupakan K tidak dapat ditukar dan 90-98% adalah K mineral. Menurut (Sri
dinyatakan dalam K-total dan K dapat ditukar (K-dd) umumnya sangat rendah.
Kalium sebagai hara esensial dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, bahkan
sebagai ion yang sebagian besar berada dalam cairan sel. Peran K pada tanaman
osmosis dan tugor, yang pada gilirannya akan memengaruhi pertumbuhan dan
Kalium diserap tanaman dari tanah dalam bentuk ion (K+) serta berfungsi sebagai
peranan penting terhadap lebih dari 50 enzim baik langsung maupun tidak
langsung. Bila tanaman kurang K, maka banyak proses yang tidak berjalan
tanaman mudah roboh (Rosmarkan dan Yuwono, 2002). Dengan demikian unsur
campuran pupuk N,P,K. Terlihat bahwa bokashi dengan dosis 8 ton ha-1 (A4)
sedangkan pemberian pupuk N,P,K pada dosis 100% dosis anjuran (B4) hanya
menghasilkan daya serap K rata-rata sebesar 3,21 % (Tabel 19). Hal ini
unsur K, sehingga unsur K yang diberikan dari pupuk anorganik terhindar dari
pencucian dan difiksasi oleh mineral liat. Dengan demikian unsur K yang
Pemberian pupuk K yakni KCl dan bokashi akan meyebabkan tanah dan
K menjadi lebih tinggi. Disfusi dan osmose meyebabkan K diabsorbsi oleh akar
tertinggi 4,380% dan berbeda nyata pada uji DMR taraf 95 % terhadap pelakuan
lainnya. Pada perlakuan A4B4, kandungan K meningkat tajam yang jika tanpa
untuk tanaman. Akibat dari peningkatan serapan K ini kemudian diikuti dengan
bersifat cepat larut, sehingga kehilangan unsur K pun juga cepat, karena unsur K
sangat mobil. Selain diserap tanaman, K dapat hilang karena difiksasi mineral liat
dengan kandungan K2O dan mensuplai bahan organik. Bahan organik tersebut
merupakan koloid organik yang bermuatan negatif sehingga daya jerap kation
phospor, dan kalium berkorelasi kuat dan positif terhadap semua komponen
agronomis tanaman padi, seperti; tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun,
luas daun, kandungan klorofil daun, jumlah anakan produktif, panjang malai,
jumlah gabah per malai, persentase gabah isi per malai, berat gabah per malai,
berat 1000 butir gabah, produktivitas, indeks panen, indeks luas daun, Laju
Tumbuh Relatif, Laju Asimilasi Bersih, Luas Daun Spesifik, dan Nisbah Pupus
Akar, kecuali waktu berbunga berkorelasi negatif (Lampiran 2c). Artinya, unsur
air memiliki respon pertumbuhan yang positif dengan tingkat produktivitas yang
lebih baik dibandingkan dengan jika dibudidaya di lahan kering (ladang). Hal ini
ini menjadikan asupan nutrisi lebih banyak dan tersedia sehingga serapan NPK
tanaman, anakan produktif, malai, dan gabah. Ketersediaan fotosintat yang cukup
kebutuhan sel selama proses metabolisme. Korelasi antara ketiga unsur tersebut
yaitu N-P (r = 0,92), N-K (r = 0,94), P-K (r = 0,89) (Lampiran 2c). Artinya ketiga
Jika satu unsur tercukupi akan tetapi unsur lainnya tidak tercukupi maka sistem
metabolisme tanaman akan terganggu. Pada penelitian ini, dosis maksimal yang
diberikan adalah Nitrogen sebanyak 250 kg ha-1, Phospor sebanyak 125 kg ha-1,
dan K sebanyak 100 kg ha-1 tampaknya belum menunjukan dosis optimal. Jika
180
dilihat dari kurva yang ada (Gambar 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14)
parameter agronomis yang ada. Dosis pupuk yang digunakan masih dapat
dikatan oleh (Suleman, 2014) bahwa Fosfor dibutuhkan tanaman dalam proses
buah dan sintesis protein. Syamsiyah (2008) melaporkan bahwa peningkatan hara
tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun dan Indeks Luas Daun (ILD). Unsur
meristem (pucuk, tunas), dan pengaturan buka-tutup stomata dan hal-hal yang
dan perkembangan jaringan tanaman yang salah satunya adalah tinggi tanaman.
Peningkatan tinggi tanaman ini berkaitan dengan pertambahan luas daun dengan
korelasi (r = 0,923). Semakin luas ukuran daun maka ukuran tinggi tanaman juga
akan semakin meningkat. Menurut Chaturvedi (2005) salah satu fungsi N adalah
selanjutnya akan berpengaruh pula pada peningkatan tinggi dan berat kering
tanaman.
klorofil yang dikandung. Semakin banyak daun yang dihasilkan maka jumlah
bahwa semua komponen tumbuh tanaman berkaitan antara satu dengan yang
lainnya (Lampiran 2c). Jika satu komponen tumbuh meningkat maka komponen
tumbuh lainnya juga mengalami peningkatan hingga pada suatu titik optimal.
182
banyak, meningkatkan persentase gabah berisi, rata-rata berat 1000 butir gabah
padi.
Dalam penelitian ini, eksistensi bokashi sebagai hara mikro telah berperan
dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga pupuk N, P, K
yang tersedia di dalam tanah dapat terserap dengan baik. Hal ini didasarkan pada
et al. (2017) melaporkan bahwa pengaruh pupuk organik yang signifikan selama
pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi gogo terlihat pada fase generatif
bokashi. Pada sisi lain, bokashi sebagai bahan organik cenderung lambat
bokashi setelah tanaman berada pada fase generatif, dimana pada fase ini
dalam tanah dan juga bokashi mulai melepaskan ion-ion nutrisi yang
183
dimanfaatkan pada masa pertumbuhan vegetatif karena cepat tersedia dan bokashi
Kebutuhan nutrisi tanaman yang lengkap baik makro maupun mikro cenderung
generatif yang baik memerlukan sejumlah unsur-unsur makro dan mikro yang
tersedia.
per malai, kandungan klorofil daun, dan kandungan N dan K. Hal ini
membuktikan bahwa pada level dosis pupuk yang dicobakan masih belum
hanya sebatas pada peran masing-masing dalam penyediaan hara bagi tanaman.
unsur hara pada tanah, diduga bahwa peran efektifnya jika bokashi diberikan
secara kontinyu dan berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Sejalan dengan
hal itu, Sutono, et al. (1996), bahwa kontinuitas dan kesinambungan penggunaan
bahan organik dalam periode panjang akan mampu berperan dalam memobilisasi
atau menjembatani hara yang sudah ada di tanah sehingga mampu membentuk
partikel ion yang mudah diserap oleh akar tanaman serta berperan dalam
pelepasan hara tanah secara perlahan dan kontinyu sehingga dapat membantu dan
Untuk itu, selama periode penelitian ini yang hanya ± lima bulan dengan
pupuk akan menunjukan peran yang sangat signifikan dalam semua komponen
parameter yang ada. Dosis 8 ton ha-1 bokashi dan pupuk N, P, K pada 100% dosis
anjuran (250 kg ha-1 Nitrogen, 125 kg ha-1 Phospor, 100 kg ha-1 Kalium) masih
pada dosis tersebut belum ditemukan dosis optimal pada percobaan ini. Diduga
yang lebih luas pada parameter-parameter tumbuh tanaman jika dosis kedua
Metode budidaya padi gogo di lahan jenuh air memberi peluang bagi
tanaman untuk tumbuh dan berkembang lebih baik karena kebutuhan air
terpenuhi dan tata aerasi untuk mensuplai oksigen bagi tanaman terpelihara.
Media tumbuh tanaman secara fisik dan kimia cukup baik karena diberi bokashi
yang dapat memperbaiki tekstur tanah, juga meningkatkan kapasitas tukar kation
sehingga unsur hara makro dapat terserap dengan baik. Bokashi juga
185
mengandung unsur hara makro dalam jumlah sedikit serta mengandung sejumlah
cukup dan tersedia dengan dukungan media yang baik dan akhirnya menjamin
Sekalipun tidak terjadi interaksi nyata antara bokashi dan campuran pupuk
P, K, dengan dosis 250 kg ha-1 Nitrogen + 125 kg ha-1 Phospor + 100 kg ha-1
sebesar 6,57 ton ha-1 atau terjadi peningkatan produktivitas sebesar 108,94% jika
produktivitas sebesar 3,14 ton ha-1 gabah kering giling (Tabel 16). Dengan
meningkatnya dosis pupuk N,P,K yang diberikan, maka ketersedian hara N, P dan
oleh tanaman sehingga semakin banyak hara yang tersedia di dalam koloid tanah
maka tanaman juga akan menyerap hara tersebut dalam jumlah yang banyak. Hal
ini dapat dilihat dari kandungan N, P, K pada daun (Tabel 17, 18, 19). Hara
makro dan mikro yang bersumber dari pupuk N, P, K dan bokashi kemudian
baik. Proses metabolisme yang baik itu ditandai dengan peningkatan Laju
186
Tumbuh Relatif (Tabel 9) dan LAB (Tabel 10) yang dihasilkan. Fotosintat yang
tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, anakan, berat kering tanaman mengalami
anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai, prosentase gabah isi
per malai, berat butir gabah per malai, dan akhirnya bermuara pada peningkatan
berkorerlasi kuat dan positif antara satu dengan yang lainnya (Lampiran 2c).
hara bagi tanaman. Rata-rata pH yang dihasilkan dari penelitian ini adalah 6,9
(Lampiran 25c, 25d). Pada pH yang netral (6-7) ketersediaan hara menjadi
optimal dalam hal jumlah maupun kesetimbangan unsur hara dalam larutan tanah.
Menurut Hakim et al. (1986), reaksi (pH) tanah di luar kisaran itu dapat
malah menyebabkan kelebihan ketersediaan unsur hara lainnya. Hal ini dapat
Aishah et al. (2010), pH optimum untuk tanaman padi sawah berkisar antara 5,6-
6,0. Untuk media budidaya, beberapa jenis tanah yang cocok untuk
pengembangan padi sawah dapat berupa tanah gleisol, aluvial, gambut, kambisol,
6.1 Kesimpulan
100% dosis anjuran (250 kg ha-1 Urea + 125 kg ha-1 SP-36 + 100 kg ha-1
lainnya dan meningkatkan hasil terhadap jumlah gabah per malai (139,87
dan K (4,38%) daun, padi gogo Wakawondu yang ditanam di lahan jenuh
air.
persentase gabah isi per malai (87,87%), berat 1000 butir gabah (29,71 g),
produktivitas (6,15 ton ha-1), Laju Asimilasi Bersih (1,75 g cm-2 minggu-
1
), dan kandungan P daun (0,20).
Urea + 125 kg ha-1 SP-36 + 100 kg ha-1 KCl) pada budidaya padi gogo
terhadap jumlah anakan (10,92 batang), jumlah daun (29,79 helai), tinggi
tanaman (96,88 cm), luas daun (1057,52 cm2), anakan produktif (9,97
batang), panjang malai (24,8 cm), persentase gabah isi per malai
4. (87,84%), berat 1000 butir gabah (30,08 g), produktivitas (6,56 ton ha-1),
Indeks Luas Daun (6,35), Laju Tumbuh Relatif (0,712 g minggu-1) , dan
produktivitas sebesar 6,15 ton ha-1 dan 100% dosis anjuran berupa
pupuk N (250 kg ha-1 Urea), P (125 kg ha-1 SP-36), K (100 kg ha-1 KCl)
waktu panen menjadi lebih singkat yakni dari 143 hari menjadi 128 hari,
dengan jika dibudidaya pada lahan kering, (ii) waktu panen menjadi lebih
singkat yakni dari 143 hari menjadi 128 hari, (iii) jumlah anakan produktif
6.2 Saran
dan campuran pupuk N, P, K dengan dosis 250 kg-1 Urea + 125 kg-1 SP-36
2. Penggunaan pupuk bokashi dengan dosis 8 ton ha-1 dan campuran pupuk
N, P, K dengan dosis 250 kg-1 Urea + 125 kg-1 SP-36 + 100 kg-1 KCl)
189
.DAFTAR PUSTAKA
Baker, AV, Pilbeam, D. J. (2007). Handbook of Plant Nutrition, CRC Press, Boca
Raton, USA.
Bakhtiar, Hasanuddin dan Taufan Hidayat. (2013). Identifikasi Beberapa Varietas
Unggul Padi Gogo di Ace Besar. Jurnal Agrista 17 (2) : 49 – 54.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. (2006). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. (2015). Jenis Tanah dan Profil Lahan Padi
Gogo.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. (2017). Mengenal 7 Varietas Padi Darat
Unggul (Padi Gogo Lahan Kering), Potensi Hasil dan Keunggulannya.
Barber, S.A. (1995). Soil Nutrient Bioavailability: A Mechanistics Approach. 2nd
Edition. New York: John Wiley & Sons.
Barus Junita. (2011). Uji Efektivitas Kompos Jerami dan Pupuk NPK terhadap
Hasil Padi. J. Agrivigor 10(3): 247-25.
Basyr, A., S.Punarto, Suyanto dan Suprihatin. (1995). Padi Gogo. Balai
Penelitian Tanaman Pangan. Malang.
Bidwell, R.G.S. (1979). Plant Physiology 2en ed. Collier Mac Millan International
Editions. New York.
Bintari, E.N., (2006). Uji Daya Galur Harapan Padi Sawah Tipe Baru (Oryza
sativa, L) di Dua Lokasi Berbeda. Jurnal Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Beringer, H. (1980). The Role of Potassium in Crop Production. In: Proceeding of the
International Seminar the Role of Potassiumin Crop Production. FSSA Publication
75: 25-32.
Berkelaar, D. (2001). Sistem Intensifikasi Padi (the System of Rice
Intensification-SRI): Sedikit Dapat Memberi Lebih Banyak. 7 hal
terjemahan. Buletin ECHO, Inc. 17391 Durrance Rd. North Ft. Myers FL.
33917 USA.
Blanco, F.F. and M.V. Folegatti. (2003). A new method for Estimating the Leaf
Area Index of Cucumber and Tomato Plants. Horticultura Brasiliera 21:
666-669.
Bohnert, H.J. and R.G. Jensen. (1996). Strategies for engineering water stress
tolerance in plants. TIBTECH 14 : 89-97.
Bolbol, H., M.K. Eghbal, H. Torabi, and N. Davatgar. (2013). Fertility
Capability Classification of Paddy Soils in Comparison With The Soil
Taxonomy Inguilan Province, Iran. International Journal of Agriculture:
Research and Review 3(4):873-880.
BPS. (2015). Statistik Indonesia 2015. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 612p.
192
Hasfiah, Taufik M, Wijayanto T. (2012). Uji Daya Hasil dan Ketahanan Padi
Gogo Lokal Terhadap Penyakit Blas (Pyricularia oryzae) Pada Berbagai
Dosis Pemupukan. PPs UNHALU, Penelitian Agronomi 1(1): 26-36.
Hasnudi, E. Saleh. (2004). Rencana Pemanfaatan Lahan Kering untuk
Pengembangan Usaha Peternakan Ruminansia dan Usaha Tani Terpadu di
Indonesia. Digitizet by USU Digital Library.
http://wwwlibrary.usu.ac.id/download/fp/ternak-eniza4.pdf.
Hatta Muhammad, Ichsan C Nur, Salman. (2010). Respon Beberapa Vaietas Padi
Terhadap Waktu Pemberian Bahan Organik Pada Metode Sri. J. Floratek
5: 43 – 53.
Hitchcock, A.S. (1971). Manual of the Grasses of the United States. 2nd ed. Agnes
Chase (Ed). Vol. 1, New York; Dover Publications.
Ihsan Nurman. (2011). Menghitung Perkiraan Produksi Panen Padi. THL-TBPP
Deptan Banten.
Indonesian Center for Rice Research. (2017). Padi Gogo Potensi Hasil Tinggi.
http://pangan.litbang.pertanian.go.id.
Islami,T. dan W.H. Utomo. (1995). Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP
Semarang Press, Semarang.
Jansson M.B. (1982). Land Erosion by Water in Different Climates. Uppsala
University. Uppsala Sweden.
Janus, L.L. and R.A. Vollenweider. (1981). The OECD Cooperative Programme
on Eutrophication: Summary Report – Canadian Contribution. Inland
Waters Directorate Scientific Series No. 131, Envoronment Canada,
Burlington, Ontario, Canada.
Jennings PR, Coffman WR, Kauffman HE. (1997). Rice Improvement. Los Banos
(PH): International Rice Research Institute.
Jones, J.B. (1999). Plant Nutrition Manual. 2nd Edition. Boca Raton: CRC Press.
Jongdee B. Pantuwan G. Fukai S. Fischer K. (2006). Improving Drought
Tolerance in Rainfed Lowland Rice: An Example From Thailand. Agric
Water Manage. 80:225-240.
Juniati dan Syamiah. (2006). Pengaruh Jenis Pupuk Organik dan Jarak Tanam
terhadap Pertumbuhan Lidah Buaya. Jurnal Floretek 2 : 107-113. Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala.
Kadidaa.B, G.R. Sadimantara, Suaib, La Ode Safuan, Muhidin. (2017). Genetic
Diversity of Local Upland Rice (Oryza sativaTraits L.) Genotypes Based
on Agronomic Traits and Yield Potential in North Buton, Indonesia.
Asian Journal of Crop Science. 9(4): 109-117.
195
Rahayu, A.Y. dan T. Harjoso. (2010). Karakter Agronomis dan Fisiologis Padi
Gogo yang Ditanam pada Media Tanah Bersekam pada Kondisi Air Di
bawah Kapasitas Lapang. Akta Agrosia. 13 (1): 40-49.
Rang. Z.W, S.V.K. Jagadish., Q.M. Zhou., P.Q. Craufurd., S. Heuer. (2011).
Effect of high temperature and water stress on pollen germination and
spikelet. fertility in rice. Environmental and Experimental Botany 70: 58–
68.
Rauf, A.W,Syamsudin T dan Sri Rahayu Sihombing. (2000). Peranan Pupuk
NPK pada Tanaman Padi. Jurnal . Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Riani Ningsih; Dwi Rahmawati. (2017). Aplikasi Paclobutrazol dan Pupuk Makro
Anorganik terhadap Hasil dan Mutu Benih Padi (Oryza sativa L.) .
Agriprima, Journal of Applied Agricultural Sciences 1(1): 22-34.
Rezkiyanti P. (2000). Uji Potensi Hasil Beberapa Galur Padi Gogo (Oryza sativa
L.) pada Beberapa Tingkat Naungan (Skripsi S1). Jurusan Budidaya
Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Rosmarkam A dan Yuwono.W.N. (2002). Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius,
Yogyakarta.
Rover. (2014). Pemberian Campuran Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik Pada
Tanah Ultisol Untuk Tanaman Padi Gogo (Oryza sativa L). Jurnal Green
Swarnadwipa 5(1): 121-130.
Sadimantara, G.R, dan Muhidin. (2012). Daya Hasil Beberapa Kultivar Padi
Gogo Lokal Asal Sulawesi Tenggara Pada Cekaman Kekeringan. Jurnal
Agroteknos 2(3):121-125
Salysbury, F. B dan C.W. Ross. (1992). Fisiologi Tumbuhan, jilid dua.
Terjemahan Plant Physiology, 4th edition, oleh : Diah R. Lukmana dan
Sumaryono. 1992. Bandung. Penerbit ITB Bandung.
Samuel S, Muthukkaruppan SM. (2011). Characterization of plant growth
promoting rhizobacteria and fungi associated with rice, mangrove and
effluent contaminated soil. Current Botany. 2(3): 22-25.
Sanchez, P.A. (1993). Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Penerbit ITB.
Bandung.
Sari, E.N. (2009). Pertumbuhan dan Produksi Padi yang di Tanam Dengan
Metode System of Rice Intensification (SRI) Di Desa Limo, Depok, Jawa
Barat.
Sarief, E. S. (1989). Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana.
Bandung.
Schulze ED, MM Caldwell. (1995). Ecophysiology of Photosynthesis. New York:
Springer-Verlag.
199
Scott, H. Dr D. and J.T. Batchelor. (1979). Dry Weight and Leaf Area, Solar
Radiation, Interception and Dry Matter Production by Soybeans. Crop Sci.
5:575-578.
Setyorini. (2005). Pupuk Organik Tingkatkan Produktivitas Pertanian. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat 27(6): 13-15
Shibles, R. M. Dan C. R. Weber. (1965). Leaf area, solar radiation, interception
and dry matter production by Soybeans. Crop Sci. 5 : 575 – 578.
Siddiq Sumreen, Anayat A, Sattar A, Asif Ali M and Yaseen M (2011). Response
of Different Rice (Oryza sativa L.) Cultivars to Different NPK Levels In
The Central Cropping Zone of Punjab. Agric. Sci. Digest 31 (3) : 155 –
160.
Silea Jalil. (2013). Uji Adaptasi Beberapa Kultivar Padi Gogo Lokal di Lahan
Basah. (nonpublikasi).
Silea Jalil. (2015). Toleransi dan Respon Pupuk Organik pada Kultivar Padi
Gogo Lokal Buton yang Ditanam pada Lahan Basah. Jurnal Agriyan 1(2):
48-52.
Silea L. O. M. J., Ginting S., Mamma S., Safuan L. O., (2017). The Agronomic
Response of the Dry Rice Toward Fertilized Plantation on Wetland. AAB
Bioflux 9 (1):47-56.
Simanihuruk Bilman Wilman. (2010). Tanggap Tanaman Padi GogoTerhadap
Pengurangan N Sintetik Yang Digantikan Dengan Bahan Organik Pupuk
Kandang dan Tithonia Diversifolia. Jurnal Agriculture 18 (2) : 710-718.
Sirait, J. (2005). Pertumbuhan dan serapan Nitrogen rumput pada naungan dan
pemupukan yang berbeda. Thesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Siregar, H. (1981). Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya. Jakarta
Sitompul, SM dan Guritno, B. (1995). Analisis Pertumbuhan Tanaman, Gadjah
Mada University, Yogyakarta
Soemartono. (1983). Neraca Air Lahan Klimatik di Indonesia pada Satuan
Kabupaten. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian IPB Bogor dengan
Badan Litbang Pertanian Jakarta. Bogor. 133 hal.
Soepardi, Goeswono. (1983). Sifat dan Ciri Tanah. Departmen Ilmu Tanah.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 591 hal.
Soil Survey Staff. (1998). Kunci Taxonomi Tanah. Edisi Kedua Bahasa
Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, IPB – Bogor.
200
Supriyadi S., A. Imam dan A. Amzeri. (2009). Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk
Tanaman Pangan di Desa Bilaporah, Bangkalan. Agrovigor 2(2):110-117.
Sutanto, Rachman. (2005). Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep Kenyataan. Kanisius
Yogyakarta.
Sutedjo, M.M. (2002). Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
Sutono, S., A. Abdurachman dan I. Juarsah. (1996). Perbaikan Tanah Podsolik
Merah Kuning (Haplorthox) Menggunakan Bahan Organik dan
Anorganik: Suatu Percobaan Rumah Kasa. Prossiding Pertemuan
Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Puslittanak.
Syamsiar. (2009). Respon kultivar dan pupuk organik terhadap intensitas
serangan penyakit pada pertanaman padi secara organik. Departemen
Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan. FP USU, Medan.
Syamsiyah, Syofiatin. (2008). Respon Tanaman Padi Gogo terhadap Stress Air
dan Inokulasi Mikoriza. Skripsi (S1) Institut Pertanian Bogor.
Syekhfani. (1997). Hara Air Tanah dan Tanaman. Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Brahwijaya. Malang.
Thompson, JA, Nelson, RL & Schweitzer, LE. (1995). Relationships Among
Specific Leaf Weight, Photosynthetic Rate, and Seed Yield in Soybean,
Crop Sci., 35: 1575-1581.
Thompson, L.M. and F.R. Troeh. (1978). Soils and Soil Fertility. McGraw - Hill
Pub. xi+516 h.
Tia Setiawati, Irene AAS, Mohamad N, Asep ZM. (2016). Analisis Kadar
Klorofil dan Luas Daun Lampeni (Ardisia humilis Thumberg) pada
Tingkat Perkembangan yang Berbeda di Cagar Alam Pangandaran.
Prosiding. Seminar Nasional MIPA. 122-126 h.
Tisdale, S.L., W.L. Nelson & J.D. Braton. (1985). Soil Fertility and Fertilizers.
MacMillan Pub. Co New York. Xiv + 754h.
Tisdale, S.L., W.L., Nelson dan J.D. Braton. (1990). Soil Fertility dan
Fertilizer.4th Edition Macmillan Pub. Co. New York.
Umi Siswanti Dwi, Rega Virgiyana Agustin. (2014). Respons Fisiologis Padi
(Oryza sativa L.) " Segreng " dan " Menthik Wangi " Terhadap Aplikasi
Pupuk Organik Cair dan Dekomposer . J. Biogenesis 2 (2): 89-93.
Vergara, B.S. (1990). Bercocok Tanam Padi. Departemen partanian, Jakarta.
Vergara. B.S. (1995). Plant growth and development. Rice Production Manual.
IRRI Philippines.
Widodo, R.A. (2006). Evaluasi Kesuburan Tanah Pada Lahan Tanaman Sayuran
di Desa Sewukan Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. J. Tanah dan
Air 7(2):142-150.
202