Anda di halaman 1dari 89

PENGARUH PUPUK HAYATI DALAM BERBAGAI CARRIER

DAN PUPUK N, P, K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN


HASIL PADI GOGO PADA INCEPTISOLS JATINANGOR

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Agroteknologi di


Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Oleh:

KUSYANTI
150510190009

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2023
PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Dengan ini saya menyatakan bahwa penulisan skripsi berjudul “Pengaruh Pupuk
Hayati dalam Berbagai Carrier dan Pupuk N, P, K terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Padi Gogo pada Inceptisols Jatinangor” adalah benar karya saya
berdasarkan hasil penelitian yang saya lakukan sendiri dengan arahan dari Komisi
Pembimbing. Informasi yang terdapat dalam skripsi ini belum pernah
dipublikasikan dalam bentuk apa pun, kecuali seluruh atau sebagian isinya guna
pemenuhan syarat publikasi ilmiah sesuai ketentuan pimpinan Fakultas Pertanian.
Hal-hal lain yang berkaitan dengan kepemilikan hak cipta atas hasil penelitian ini,
seperti penetapan topik penelitian, biaya penelitian dan lain-lain, merupakan hasil
kesepakatan antara saya dengan komisi Pembimbing. Semua informasi eksternal
yang ada dalam skripsi ini sudah dirujuk dengan benar secara akademik dan telah
memenuhi kaidah anti plagiarisme karya ilmiah. Semua sumber kepustakaan yang
dirujuk sudah dicantumkan dalam Daftar Pustaka.
Apabila dikemudian hari terdapat pernyataan yang terbukti tidak benar, maka saya
bersedia karya ini dibatalkan.

Jatinangor, Oktober 2023

Kusyanti
150510190009

i
ABSTRAK
KUSYANTI. Pengaruh Pupuk Hayati dalam Berbagai Carrier dan Pupuk N,
P, K terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Gogo pada Inceptisols
Jatinangor. Dibimbing oleh PUJAWATI SURYATMANA dan BETTY
NATALIE FITRIATIN A.

Alih fungsi lahan sawah menyebabkan padi gogo ditanam di lahan kurang subur.
Solusi untuk mengatasi rendahnya produktivitas padi adalah pemupukan
berimbang. Pengaplikasian pupuk hayati dapat mempertahankan produksi dan
mengurangi dosis pupuk N, P, K. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pupuk hayati dengan bahan aktif konsorsium bakteri penambat nitrogen
dan bakteri pelarut fosfat dalam berbagai carrier berbeda yang dicampur dengan
berbagai dosis N, P, K terhadap pertumbuhan dan hasil padi gogo. Percobaan ini
dilakukan di Bale Tatanen Universitas Padjadjaran. Rancangan percobaan adalah
Rancangan Acak Kelompok yang terdiri atas 15 kombinasi pupuk hayati dan
dosis pupuk N, P, K dengan 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
aplikasi pupuk hayati dan pupuk N, P, K berpengaruh nyata terhadap kandungan
klorofil dan jumlah malai, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000
butir. Perlakuan pupuk hayati dalam carrier kompos, tepung azolla, dan dedak +
50% pupuk N, P, K lebih meningkatkan kandungan klorofil dan jumlah malai
dibandingkan dengan kontrol berupa perlakuan pupuk hayati dalam kultur cair.

Kata kunci: Azotobacter, Azolla, Bacillus, Dedak, Kompos

ii
ABSTRACT

KUSYANTI. The Effect of Biofertilizer in Carriers and N, P, K Fertilizers on


The Growth and Yield of Upland in Inceptisols Jatinangor. Supervised by
PUJAWATI SURYATMANA and BETTY NATALIE FITRIATIN A.

The conversion of paddy fields has caused upland rice to be planted on less fertile
land. The solution to overcome the low productivity of rice is balanced
fertilization. The application of biofertilizers can maintain production and reduce
the dose of N, P, K fertilizers. This experiment aimed to determine the effect of
biofertilizers with active ingredients of a consortium of nitrogen fixing bacteria
and phosphate-solubilizing bacteria in different carriers and doses of N, P, K on
the growth and yield of upland rice. The experiment was conducted at Bale
Tatanen, Padjadjaran University. The experimental design was a Randomized
Block Design consisting of 15 combinations of biofertilizers and N, P, K fertilizers
with 3 replications. The results showed that the application of biological
fertilizers and N, P, K fertilizers had a significant effect on chlorophyll content
and panicle number, but no significant effect on 1000 grain weight. Biofertilizer
treatment in the carrier of compost, azolla four, and bran + 50% N, P, K fertilizer
increased chlorophyll content and panicle number more than the control in the
form of biofertilizer treatment in liquid culture.

Key words: Azotobacter, Azolla, Bacillus, Bran, Compost

iii
PENGARUH PUPUK HAYATI DALAM BERBAGAI CARRIER
DAN PUPUK N, P, K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
HASIL PADI GOGO PADA INCEPTISOLS JATINANGOR

COVER DALAM

Oleh:

KUSYANTI
150510190009

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2023

iv
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI

Judul : Pengaruh Pupuk Hayati dalam Berbagai Carrier dan


Pupuk N, P, K terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi
Gogo pada Inceptisols Jatinangor
Nama : Kusyanti
NPM : 150510190009
Program Studi : Agroteknologi
Bidang Kajian : Teknologi Pengelolaan Tanah dan SDL (Ilmu Tanah)

Jatinangor, Oktober 2023


Menyetujui dan Mengesahkan,
Ketua Komisi Pembimbing, Anggota Komisi Pembimbing,

Dr. Dra. Pujawati Suryatmana, M.S. Prof. Dr. Ir. Betty Natalie Fitriatin A., M.P.

NIP. 195911061988032001 NIP. 196812271993092001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Agroteknologi

Dr. Muhammad Amir Sholihin, S.P., M.T.

NIP. 197407042003121001

Tanggal Sidang Kolokium : 25 Juli 2023


Tanggal Sidang Komprehensif : 04 Oktober 2023
Tanggal Penyerahan Skripsi :

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
penelitian yang dilaksanakan adalah “Pengaruh Pupuk Hayati dalam Berbagai
Carrier dan Pupuk N, P, K terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Gogo
pada Inceptisols Jatinangor.” Yang dilaksanakan pada bulan November sampai
dengan bulan April.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan karya ilmiah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang telah memberikan bimbingan, rekomendasi, dan
semangatnya kepada penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
banyak kepada:
1. Dr. Muhammad Amir Solihin, S.P., M.T. selaku Ketua Program Studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
2. Dr. Dra. Pujawati Suryatmana, M.S. sebagai Ketua Komisi Pembimbing
dan Prof. Dr. Ir. Betty Natalie Fitriatin, M.P. sebagai Anggota Komisi
Pembimbing
3. Prof. Dr. Ir. Reginawanti Hindersah, M.P. sebagai Ketua Komisi Penelaah
serta Prof. Dr. Ir. Hj. Tati Nurmala sebagai Anggota Komisi Penelaah.
4. Prof. Dr. Ir. Betty Natalie Fitriatin, M.P. selaku Kepala Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan.
5. Teman-teman Fakultas Pertanian 2019, Cendikiawan DKM Al-Amanah,
BEM KEMA Unpad Kabinet Garis Depan, dan Rizka Fatimah S. Agr
yang telah memberikan motivasi
6. Nurrani Oktaviani, Vina Agustina, Isabela Anjani, Dwi Haryani Wiji
Astuti, S. Kesos, Seftiana Lestari, S.Si., serta Nurun Nahdhoh Sholihah
S.T. yang telah menemani saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Alya Rizqita Maesaroh, Tiya Nurmala Dewi S. Agr, dan Fera Siti Meilani
S. Agr yang memberi dukungan dan membantu saya dalam menyelesaikan
proposal usulan penelitian.
Penulis sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada orang-orang
tercinta terkhusus Ayahanda Akhmad Jahidi dan Ibunda Supriyatin, serta Adik

vi
Ezy Rohman Saputra dan Ikhfina Maharani dan keluarga yang telah memberikan
bantuan moral dan material serta senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi
kepada penulis selama ini. Akhir kata, penulis mengharapkan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat secara umum dan khususnya bagi penulis sendiri.

Jatinangor, Oktober 2023

Kusyanti

vii
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KARYA ILMIAH ........................................................................ i


ABSTRAK .............................................................................................................. ii
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
COVER DALAM .................................................................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................... 4
1.5 Kerangka Pemikiran .................................................................................... 5
1.6 Hipotesis ...................................................................................................... 9
II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 10
2.1 Inceptisols.................................................................................................. 10
2.2 Padi Gogo .................................................................................................. 11
2.3 N, P, dan K ................................................................................................ 12
2.4 Azotobacter ............................................................................................... 13
2.5 Bacillus ...................................................................................................... 14
2.6 Bahan Pembawa ........................................................................................ 16
III BAHAN DAN METODE ................................................................................ 19
3.1 Tempat dan Waktu Percobaan ................................................................... 19
3.2 Alat dan Bahan Percobaan ........................................................................ 19
3.3 Metode Penelitian ...................................................................................... 19
3.3.1 Rancangan Percobaan .................................................................... 19
3.3.2 Rancangan Respon ........................................................................ 20
3.3.3 Rancangan Analisis ....................................................................... 21
3.4 Pelaksanaan Percobaan ............................................................................. 22
3.4.1 Pembuatan Formulasi Konsorsium Bakteri Pemfiksasi Nitrogen
dan Bakteri Pelarut Fosfat dalam Carrier ..................................... 22
3.4.2 Pengolahan Media Tanam dan Persiapan Benih Padi Gogo ......... 23

viii
3.4.3 Pemberian Perlakuan dan Penanaman ........................................... 23
3.4.4 Pemeliharaan ................................................................................. 23
3.4.5 Pengamatan.................................................................................... 24
3.4.6 Pemanenan ..................................................................................... 25
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 26
4.1 Pengamatan Penunjang ............................................................................. 26
4.1.1 Analisis Awal Tanah ..................................................................... 26
4.1.2 Pengamatan Kondisi Cuaca ........................................................... 26
4.1.3 Pengamatan Serangan Hama Penyakit .......................................... 27
4.1.4 Kepadatan Populasi Bakteri .......................................................... 30
4.2 Pengamatan Utama .................................................................................... 32
4.2.1 Kandungan Klorofil ....................................................................... 32
4.2.2 Jumlah Malai ................................................................................. 34
4.2.3 Bobot 1000 Butir ........................................................................... 36
V SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40
LAMPIRAN .......................................................................................................... 47
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 76

ix
DAFTAR TABEL

1. Analisis Sidik Ragam ........................................................................................ 21


2. Populasi Bakteri Azotobacter, Bacillus dan Total Bakteri pada 12 MST ......... 31
3. Hasil Analisis Pengaruh Aplikasi Kombinasi Pupuk Hayati dan pupuk N, P,
dan K terhadap Indeks Kandungan Klorofil..................................................... 33
4. Hasil Analisis Pengaruh Aplikasi Kombinasi Pupuk Hayati dan pupuk N, P,
dan K terhadap Jumlah Malai ........................................................................... 35
5. Hasil Analisis Pengaruh Aplikasi Kombinasi Pupuk Hayati dan Pupuk N, P,
dan K terhadap bobot 1000 butir ...................................................................... 37

x
DAFTAR GAMBAR

1. Hama Padi Gogo ............................................................................................... 28


2. Penyakit Pagi Gogo ........................................................................................... 29
3. Gulma pada padi gogo ...................................................................................... 30

xi
DAFTAR LAMPIRAN

1. Deskripsi Benih Padi Gogo Varietas Situ Bagendit .......................................... 48


2. Desain Penelitian di Rumah Kaca ..................................................................... 49
3. Perhitungan Pupuk Hayati ................................................................................ 50
4. Perhitungan N, P, K .......................................................................................... 51
5. Analisis Tanah Awal ......................................................................................... 52
6. Data Iklim Tempat Penanaman Padi Gogo ....................................................... 53
7. Cara Pembuatan Media Ashby’s ....................................................................... 55
8. Cara Membuat Media Nutrient Agar (NA) ....................................................... 56
9. Metode Total Plate Count (TPC) ...................................................................... 57
10. Kandungan Carrier Kompos, Dedak, dan Azolla........................................... 58
11. Uji Normalitas, Sidik Ragam Populasi Bakteri............................................... 60
12. Uji Normalitas, Sidik Ragam, dan Uji Lanjut Kandungan Klorofil ............... 62
13. Uji Normalitas, Sidik Ragam dan Uji Lanjut Jumlah Malai ........................... 64
14. Uji Normalitas dan Sidik Ragam Bobot 1000 Butir ....................................... 66
15. Dokumentasi Penelitian .................................................................................. 68
16. Verifikasi Hasil Perbaikan Seminar Kolokium ............................................... 71
17.Verifikasi Hasil Perbaikan Sidang Komprehensif ........................................... 74

xii
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu komoditi pangan yang memiliki peran penting dalam


pembangunan pertanian Indonesia adalah beras karena beras merupakan
sumber pangan pokok masyarakat Indonesia (Rahmasuciana dkk., 2016).
Produksi padi nasional sebagian besar dihasilkan dari produksi padi yang
ditanam di sawah sebesar 95% dan 5% produksi padi yang ditanam ladang
atau biasa dikenal dengan padi gogo. Kontribusi padi sawah terhadap produksi
padi nasional lebih besar dibandingkan dengan padi gogo, tetapi produksi padi
sawah berpotensi terhambat oleh alih fungsi lahan sawah ke lahan bukan
pertanian sehingga semakin terbatasnya sumberdaya lahan yang dapat
dijadikan lahan sawah. Selain itu, produktivitas padi sawah semakin rendah
akibat adanya kondisi kelelahan lahan sawah (Irawan, 2015).
Laju konversi lahan sawah pada tahun 2000-2013 berdasarkan
kesepakatan Kementan, BPN, dan BPS (2013) adalah 3.662 ha th-1. Tingginya
laju konversi lahan sawah di Jawa Barat salah satu alasannya adalah karena
perkembangan pemukiman dan perkantoran, kawasa industri serta
pembangunan infrastruktur khususnya untuk pemekaran kota Bandung dan
sekitarnya (Mulyani dkk., 2016). Solusi untuk mengatasi permasalahan
tersebut adalah dengan mengembangkan budidaya padi gogo pada lahan
kering untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional karena potensi lahan
kering yang tersedia cukup tinggi.
Padi gogo adalah jenis padi yang dibudidayakan di lahan yang tidak
tergenang air. Secara umum, tidak ada perbedaan antara padi sawah dan padi
gogo (Malik, 2017). Inceptisols adalah ordo tanah yang luas di Indonesia dan
memiliki potensi besar untuk mendukung pertumbuhan padi gogo, luas
Inceptisols yakni sekitar 37,5% atau 70,52 juta ha (Puslittanak, 2000).
Inceptisols dikenal sebagai ordo tanah yang belum sepenuhnya lapuk atau
terbentuk (Rajamuddin dan Sanusi, 2014). Tanah Inceptisols di Jatinangor,
Sumedang, Jawa Barat memiliki tingkat kesuburan rendah, bahan organik
rendah, dan memiliki reaksi tanah asam sehingga membuat pertumbuhan padi
gogo tidak optimal.

1
2

Salah satu strategi untuk mengatasi masalah tersebut dan memastikan


bahwa Inceptisols dapat digunakan seefektif mungkin adalah pemupukan.
Hara makro esensial yang dibutuhkan oleh padi gogo adalah nitrogen dan
fosfor. Pemberian pupuk anorganik khususnya nitrogen dan fosfor dapat
meningkatkan produktivitas Inceptisols serta akan mencukupi kebutuhan
unsur hara pada padi gogo (Rafdea, 2020). Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Sirappa dan Waas (2009), hasil tanaman padi dapat ditingkatkan melalui
penggunaan varietas unggul dan pemberian pemupukan yang seimbang.
Pemberian pupuk anorganik secara berkelanjutan dengan dosis yang tidak
tepat akan memiliki konsekuensi negatif dalam jangka panjang. Solusi untuk
mengatasinya adalah dengan menggabungkan pemakaian pupuk anorganik
dengan pupuk hayati yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Simanungkalit,
2001).
Pupuk hayati merupakan substansi yang mengandung organisme hidup
yang digunakan untuk mengikat atau meningkatkan ketersediaan nutrisi
tertentu dalam tanah sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman.
Dilaporkan lebih lanjut lagi inokulan yang biasanya digunakan adalah bakteri
penambat nitrogen non-simbiotik dapat menambahkan kebutuhan nitrogen
tanaman sekitar 10-46 kg ha-1 (Ginting dkk., 2006). Bakteri penambat nitrogen
yang ada dalam pupuk hayati memiliki kemampuan untuk meningkatkan
nitrogen dalam tanah, meningkatkan ketersediaan dan penyerapan hara
sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Azotobacter sp.,
merupakan contoh bakteri pengikat nitrogen yang tidak bersimbiosis,
mengingat nitrogen dengan cara mempercepat respirasi (Sapalina dkk., 2022).
Selain bakteri penambat nitrogen, inokulan lain yang biasa digunakan
dalam pupuk hayati adalah bakteri pelarut fosfat yang dapat menyediakan
unsur hara P bagi tanaman serta tidak menyebabkan lingkungan menjadi
tercemar. Penelitian Sunarlim dkk. (2000), bakteri pelarut fosfat dapat
mengurangi kebutuhan tanaman terhadap pupuk P sampai 60%. Bacillus sp.
adalah bakteri pelarut fosfat yang memiliki kapasitas paling tinggi dalam
melarutkan fosfat. Selain kemampuannya dalam melarutkan fosfat, bakteri
Bacillus sp. juga mampu memfiksasi nitrogen. (Husna et al., 2020).
3

Hal yang perlu diperhatikan ketika menggunakan konsorsium bakteri


sebagai pupuk hayati adalah carrier yang akan menjadi tempat hidup
sementara mikroba sebelum diaplikasikan (Setiawati dkk., 2008). Bahan
pembawa atau carrier dapat berperan dalam mempertahankan kualitas pupuk
hayati dan viabilitas bakteri agar tetap baik. Carrier merupakan tempat hidup
sementara bagi mikroba sebelum dipindahkan ke tanah. Beberapa carrier yang
dapat digunakan adalah kompos, dedak, dan tepung Azolla.
Carrier dengan bahan dasar kompos memiliki kandungan unsur hara
yang mendukung kelangsungan hidup bakteri. Bakteri pelarut fosfat yang
berasal dari perakaran padi menunjukkan jumlah koloni yang lebih banyak
dalam carrier kompos dibandingkan dalam carrier zeolit (Rahmayuni dkk.,
2018). Dedak padi berfungsi sebagai sumber energi mikroba karena
mengandung karbohidrat (Zahroh dkk., 2018). Penggunaan dedak dapat
meningkatkan kemampuan hidup bakteri pelarut fosfat lebih baik daripada
carrier yang terbuat dari pati (Ahmad dkk., 2015). Pertumbuhan Azolla
pinnata secara signifikan mempengaruhi kandungan N-total dan P-total pupuk
hayati padat (Setiawati dkk., 2017).
Bakteri yang mampu memfiksasi nitrogen dan bakteri yang mampu
melarutkan fosfat dapat disusun dalam formulasi beberapa carrier. Kombinasi
Azolla, kompos, dan inokulan Azotobacter sp. dapat meningkatkan hasil
produksi tanaman padi sampai 43,48% (Rosiana dkk., 2013). Penelitian
Rohmah dkk., (2016) menunjukkan penggunaan media pembawa bakteri
penambat nitrogen secara bersamaan dapat meningkatkan kandungan nitrogen
dalam tanah, yang akan memberikan dukungan bagi pertumbuhan tanaman.
Dedak padi yang digunakan sebagai carrier lebih baik untuk pertumbuhan
bakteri pelarut fosfat jika dibandingkan dengan penggunaan tepung tapioka
sebagai carrier (Ahmad dkk., 2015).
Penelitian Jihan (2019) menunjukkan bahwa pemberian bakteri
pemfiksasi nitrogen saja memberikan berat gabah bernas padi gogo tertinggi.
Komposisi carrier yang baik untuk meningkatkan berat gabah bernas tertinggi
adalah carrier campuan kompos, dedak dan tepung azolla. Tanaman padi
gogo dapat menghasilkan lebih banyak gabah jika bakteri pengikat nitrogen
4

diaplikasikan dengan carrier kompos, dedak, dan tepung Azolla (Trisilvi dkk.,
2022).
Berdasarkan pemaparan di atas diketahui bahwa pupuk hayati
konsorsium bakteri penambat nitrogen dan bakteri pelarut fosfat pada tanaman
padi gogo dapat meningkatkan hara N dan P yang tersedia bagi tanaman
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi gogo serta dapat
mengurangi pemakaian pupuk N, P, dan K. Dengan demikian, dibutuhkan
penelitian mengenai jenis carrier dan pupul N, P, dan K yang tepat untuk
meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi gogo.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disajikan, masalah yang dapat


diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Apakah pemberian kombinasi pupuk hayati dalam berbagai carrier
dan dosis pupuk N, P, dan K berpengaruh terhadap kandungan klorofil,
jumlah malai, dan bobot 1000 butir padi gogo pada Inceptisols
Jatinangor?
2. Kombinasi manakah yang paling meningkatkan kandungan klorofil,
jumlah malai, dan bobot 1000 butir padi gogo pada Inceptisols
Jatinangor?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:


1. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk hayati dalam berbagai carrier
dan dosis pupuk N, P, dan K terhadap kandungan klorofil, jumlah
malai, dan bobot 1000 butir padi gogo pada Inceptisols Jatinangor.
2. Mendapatkan kombinasi yang paling meningkatkan kandungan
klorofil, jumlah malai, dan bobot 1000 butir padi gogo pada Inceptisols
Jatinangor.

1.4 Manfaat Penelitian

Percobaan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai


dampak dari kombinasi pupuk hayati dengan berbagai carrier dan pupuk
5

nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) terhadap kandungan klorofil, jumlah
malai, serta bobot 1000 butir padi gogo pada Inceptisols Jatinangor.

1.5 Kerangka Pemikiran

Inceptisols masih belum mencapai tingkat kematangan sempurna dan


masih menunjukkan karakteristik yang mirip dengan bahan dasarnya, dengan
perkembangan profil yang kurang kuat jika dibandingkan dengan tanah yang
sudah matang. Bobot jenis Inceptisols adalah 1,0 g cm-3 dengan kejenuhan
basa di bawah 50% pada kedalaman COLE antara 0,07 dan 0,09, dengan
kalsium karbonat kurang dari 40% (Resman dkk., 2006). Penyebaran tanah
Inceptisols mencapai 70.52 juta ha atau sekitar 37,5%. Permasalahan yang
sering dijumpai pada tanah Inceptisols adalah pH yang masam, kesuburan
tanah rendah, serta kedalaman efektif yang beragam. Inceptisols juga memiliki
kandungan bahan organik yang rendah hingga tinggi, serta rasio C/N yang
tergolong rendah (Puslittanak, 2000). Permasalahan tersebut dapat diatasi
dengan pengaplikasian pupuk. Memberikan pupuk juga merupakan strategi
untuk meningkatkan produksi padi gogo di lahan kering yang mengalami
masalah kesuburan tanah rendah, mudah tererosi, mengalami kekeringan,
fiksasi fosfat yang tinggi sehingga menyebabkan rendahnya tingkat efisiensi
serapan pupuk P, sedikitnya bahan organik, serta penyakit blas (Supriyono
dkk., 2014).
Syarat melakukan pepumukan agar mendapatkan hasil yang optimal
adalah memperhatikan dosis yang direkomendasikan. Pupuk yang biasa
diberikan pada padi gogo adalah pupuk NPK. Pemupukan NPK 300 kg ha-1
memiliki tinggi tanaman tertinggi (128,44 cm) serta jumlah anakan terbanyak
yakni 12,7 anakan dibandingkan dengan dosis NPK 100 kg ha-1 dan 200 kg ha-
1
(Hasmi dkk., 2020). Pemberian pupuk NPK 550 kg ha-1 menghasilkan bobot
1000 butir lebih banyak jika dibandingkan dengan kontrol atau tanpa pupuk
NPK yakni sebanyak 50.20 gram. Peningkatan bobot 1000 butir ini
kemungkinan disebabkan adanya pengisian gabah yang sempurna karena
adanya penambahan ketersediaan unsur K (Yafizham dan Lukiwati).
Campuran pupuk anorganik dan pupuk hayati juga dapat digunakan saat
pemupukan selain pupuk NPK. Bakteri yang terdapat pada pupuk hayati dapat
6

menguraikan bahan organik yang ada di dalam tanah sehingga dapat diambil
oleh tanaman. Oleh karena itu, kombinasi pupuk anorganik dan pupuk hayati
dapat menurunkan dosis pupuk anorganik. Dalam penelitian Fadiluddin (2009),
pengaplikasian pupuk hayati dan pupuk NPK 50% dari dosis rekomendasi
mampu meningkatkan produksi jagung sebesar 36,5% (Sofatin dkk., 2017).
Kelompok mikroorganisme yang umumnya dipakai dalam pupuk hayati
adalah Azotobacter sp. dan Azotobacter chroococcum yang memiliki
kemampuan pemfiksasi nitrogen, serta Bacillus altitudinis dan Bacillus cereus
yang memiliki kemampuan melarutkan fosfat. Dosis pupuk nitrogen dapat
dikurangi dengan menggunakan pupuk hayati yang mengandung
mikroorganisme pengikat nitroge. Melalui simbiosis non-simbiosis dan
melalui simbiosis dengan tanaman, bakteri dapat memfiksasi nitrogen di udara.
Fiksasi nitrogen oleh bakteri dilakukan secara biologis, yaitu dengan cara
mengubah N2 menjadi bentuk anorganik yaitu dalam bentuk ion amonium
(NH4+) dan nitrat (N03-) yang dapat diserap oleh tanaman (Simanungkalit dkk.,
2004). Setyamidjaja (1986) mengatakan bahwa unsur yang membentuk
protein dan lemak serta merupakan komponen pembentuk klorofil pada daun
adalah nutrisi yang mengandung nitrogen.
Pemanfaatan bakteri pelarut fosfat mampu melarutkan fosfat, dapat
meningkatkan ketersediaan fosfat di tanah, berpartisipasi dalam produksi
vitamin D, memperbaiki pertumbuhan akar, dan dapat meningkatkan
penyerapan nutrisi (Wulandari, 2001). Bakteri pelarut fosfat yang memiliki
kemampuan terbesar sebagai inokulan pupuk hayati adalah bakteri
Pseudomonas sp., Bacillus megaterium, Bacillus sp., dan Chromobacterium sp.
dengan cara melarutkan fosfat yang terikat pada unsur lain sehingga tanaman
dapat menggunakan fosfat yang terlarut untuk pertumbuhannya (Widawati dan
Sulasih, 2006).
Bakteri pemfiksasi nitrogen dapat menyediakan kebutuhan unsur N bagi
tanaman hingga 75%. Azotobacter menyediakan fitohormon dan antifungi
(Tilak dkk., 2006). Penelitian Kennedy (1998) menunjukkan bahwa bakteri
Azotobacter dan Azospirilium dapat memproduksi hormon asam indol asetat
atau IAA yang berfungsi untuk membantu pertumbuhan tanaman. Fitohormon
7

IAA merupakan auksin yang berperan dalam mengendalikan beberapa proses


fisiologis, seperyo deferensi jaringan, reaksi terhadap cahaya dan gravitasi,
serta pembesaran dan pembelahan sel (Shokri dan Emtiazi, 2010).
Berdasarkan penelitian Husna dkk. (2019) mengenai hasil uji kemampuan
bakteri Bacillus sp., bakteri tersebut memiliki nilai aktivitas nitrogenase
sebesar 0.0568 ml-1 jam-1 dalam kemampuannya untuk memfiksasi nitrogen,
indeks pelarut fosfat 2.6 dalam kemampuannya melarutkan fosfat, dan
memproduksi asam organik. Bakteri Bacillus sp. dapat bertahan hidup dalam
pH 7,8 sampai 8,2.
Aspek yang harus diperhatikan ketika menggunakan konsorsium bakteri
sebagai pupuk hayati adalah carriernya. Komponen utama dalam pupuk
hayati adalah carrier karena carrier tersebut akan menjadi habitat sementara
mikroba sebelum diaplikasikan (Setiawati dkk., 2008). Menurut Suryantini
(2016), formula carrier menjadi faktor keberhasilan pengaplikasian pupuk
hayati. Hal tersebut dikarenakan peran carrier yang dapat menjaga viabilitas
dan efektivitas mikroba. Carrier juga memiliki tujuan tambahin yang lain,
yaitu untuk mengenkapsulasi agen biologis yang digunakan dan memfasilitasi
penggunaakn kembali inokulum di lapangan dengan lebih mudah (Nuzulul
dkk., 2016).
Salah satu jenis carrier adalah bahan organik. Bahan organik yang
sering digunakan adalah kompos, dedak, dan tepung Azolla pinnata. Carrier
berbasis kompos dapat menambahkan populasi dan aktivitas mikroba karena
dapat dijadikan sebagai sumber energi dan suplai makanan untuk mikroba
tanah (Toago et al., 2017). Populasi bakteri pelarut fosfat yang tumbuh pada
pengenceran carrier kompos lebih banyak dibandingkan koloni yang tumbuh
pada pengenceran carrier zeolit yakni sebanyak 20 x 10-7 cfu.g-1 (Rahmayuni
dkk., 2018). Tingginya jumlah populasi bakteri pada carrier kompos ini
diduga karena adanya kesesuaian antara carrier dengan pertumbuhan bakteri.
Komposisi senyawa yang terkandung dalam kompos mampu membantu dalam
pembentukan sel bakteri, pembentukan asam nukleat, serta dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk metabolisme bakteri (Firdausi dkk.,
2016).
8

Berdasarkan hasil penelitian Ahmad dkk., (2015), penggunaan dedak


padi sebagai carrier lebih baik dibandingkan dengan tepung tapioka. Dedak
mampu menjaga viabilitas bakteri pelarut fosfat selama dua bulan dengan
jumlah populasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan tepung tapioka.
Hal ini disebebkan oleh kandungan nutrisi yang lebih tinggi dalam dedak
daripada dalam tepung tapioka yaitu mengandung 41,34% C-organik, 1,198%
P-total, 1,56% N-total dengan pH 5,98. Sedangkan penggunaan carrier
berbasis Azolla pinnata dapat menjaga viabilitas bakteri Azospirillum sp.,
Azotobacter sp., bakteri pelarut fosfat, dan bakteri endofitik penambat N2 di
dalamnya (Setiawati dkk., 2017).
Bakteri yang mengikat nitrogen dan melarutkan fosfat menggunakan
berbagai pengangkut dapat membentuk konsorsium. Menurut Rosiana dkk.,
(2013), kombinasi Azolla, kompos, dan inokulan Azotobacter sp. dapat
meningkatkan hasil produksi tanaman padi sampai 43,48%. Penelitian
Rohman dkk., (2016) menunjukkan bagaimana menambahkan berbagai media
yang mengandung bakteri yang mengikat nitrogen dari tanah akan
meningkatkan jumlah nitrogen di dalam tanah yang akan mendukung
pertumbuhan tanaman. Penelitian Jihan (2019) juga menunjukkan bahwa
pemberian bakteri pemfiksasi nitrogen dengan carrier kompos, dedak, dan
tepung Azolla mampu meningkatkan rata-rata bobot gabah bernas sampai 221%
lebih tinggi dari kontrol.
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan, kombinasi
pupuk hayati dalam carrier kompos, tepung azolla, dan dedak memiliki
kemungkinan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi gogo. Oleh
karena itu diperlukan percobaan untuk menjelaskan pengaruh inokulan dalam
berbagai carrier terhadap kandungan klorofil, jumlah malai, dan bobot 1000
butir padi gogo.
9

1.6 Hipotesis

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran yang telah disajikan, hipotesis


yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1. Pemberian pupuk hayati dalam berbagai berbagai carrier dan pupuk N, P,
dan K berpengaruh terhadap peningkatan kandungan klorofil, jumlah
malai dan bobot 1000 butir padi gogo pada Inceptisols Jatinangor.
2. Kombinasi pupuk hayati dalam kompos, tepung azolla, dedak dan 50%
pupuk N, P, dan K adalah perlakuan yang paling meningkatkan kandungan
klorofil, jumlah malai, dan bobot 1000 butir padi gogo pada Inceptisols
Jatinangor.
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inceptisols

Inceptisols di Indonesia berasal dari bahan volkan dengan kandungan liat


lebih dari 40%, gembur, warna homogen, dan remah, pada beberapa horison B
nilai kejenuhan basa lebih dari 50%, serta penampang dalam (Subardja dkk.,
2014). Inceptisols yang tersebar di Indonesia seluas 37,5% dari luas wilayah
daratan Indonesia atau sekitar 70,52 juta (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,
2006). Persebaran Inceptisols ini yang cukup luas ini dapat dimanfaatkan untuk
budidaya jagung dan padi jika diolah dengan tepat. Hal ini dikarenakan
Inceptisols yang merupakan lahan kering memiliki tingkat kesuburan yang rendah
serta rendahnya ketersediaan unsur N, P, dan K dalam tanah (Abdurachman dkk.,
2008).
Tanah ini masih muda dan baru mulai berkembang sehingga memiliki
kandungan hara yang rendah. Memiliki solum dengan ketebalan berkisar antara
130 cm hingga 5 meter di atas bahan induk dan memiliki tingkat keasaman yang
agak rendah. Tanah Inceptisols merupakan salah satu tanah yang memiliki sifat
mengembang dan mengkerut atau tanah yang bersifat vertic (Smith, 2014).
Inceptisols biasanya dimanfaatkan untuk lahan pertanian karena bersifat vertik
dengan faktor pembatas berupa ketersediaan air. Dalam keadaan kering, tanah
akan sulit diolah karena tanah menjadi keras, padat dan retak-retak sehingga tanah
menyerap air dalam tubuh tanaman. Namun, jika dalam keadaan air yang cukup,
tanah akan mengembang sehingga mudah diolah dan dibajak. Inceptisols juga
merupakan lahan kering yang memiliki potensi untuk ditanami padi gogo. Padi
gogo dapat tumbuh di lahan kering dan toleran terhadap kemasaman tanah dengan
kandungan aluminium yang tinggi (Sujitno dkk, 2011).
Inceptisols memiliki karakteristik solum tanah yang khas 1-2 meter dan
warna abu-abu kehitanam sampai dengan coklat tua, memiliki pH 5-7,
produktivitas dan kandungan unsur hara yang bermacam-macam dari rendah
sampai tinggi, serta bahan organik sekitar 10% - 31% yang tergolong tinggi
(Utami dan Handayani, 2003). Penggunaan Inceptisols dalam jangka waktu yang
lama tanpa input pertanian apapun terbukti telah menurunkan produktivitas tanah.

10
11

2.2 Padi Gogo

Tanaman padi banyak ditanam di dataran rendah. Tumbuh baik dengan


curah hujan 200 mm/bulan, temperature 22-27 oC dan dengan ketinggian 0-1500
m dpl. Padi masuk kedalam tanaman berumur pendek atau tanaman semusim,
Dalam waktu kurang dari setahun, tanaman ini dapat menghasilkan satu kali
panen dan dapat dipanen (Hanum dkk., 2018). Dua kelompok meliputi komponen
nutrisi dan produksi struktur morfologi padi. Batang merupakan komponen yang
bersifat vegetatif yang beruas-ruang, akar, anakan yang akan membentuk rumpun
dan tumbuh pada dasar batang, daun dengan ciri khas berupa sisik dan telinga
daun. Sedangkan bagian generatif terdiri dari bunga padi yang disebut malai, buah
padi atau yang biasa disebut gabah, berwarna kuning bersih (Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 2009).
Curah hujan tinggi tidak diperlukan untuk penanaman padi dataran tinggi,
karena padi biasanya diproduksi di tanah kering (Nazirah dan Damanik). Hasil
panen lebih besar, masa hidup lebih pendek, dan tahan terhadap penyakit berat
yang merupakan kelebihan padi gogo, dapat membuat padi gogo dapat dikatakan
salah satu kultivar unggulan. Biasanya padi gogo dibudidayakan dengan sistem
tumpang sari. Padi gogo dikembangkan petani pada umur empat bulan yang
artinya, dari benih padi gogo disemai, kemudian di panen, masa hidupnya hanya
empat bulan. Morfologi padi gogo dengan padi yang lainnya tidak memiliki
perbedaan. Kelebihan yang dimiliki padi gogo adalah memiliki aroma yang khas
dan memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan dengan padi lainnya (Fitria dan
Ali). Sedangkan kekurangan dari padi gogo adalah memiliki produktivitas yang
lebih rendah dibandingkan dengan padi sawah (Malik, 2017).
Salah satu padi gogo yang termasuk ke dalam varietas padi unggul untuk
ditanam di lahan kering adalah varietas Situ Bagendit. Padi varietas Situ Bagendit
dapat dibudidayakan di lahan sawah dan lahan kering dengan produktivitas 3-5
ton/ha GKG. Varietas ini tidak rentan terhadap penyakit blast dan bakteri hawar
daun strain III dan IV (Lemana et al., 2002). Umur panen Situ Bagendit lebih
pendek yaitu 110-120 hari dengan tinggi tanaman 99-105 cm (Malik, 2017).
12

2.3 N, P, dan K

Pertumbuhan tanaman sangat bergantung pada ketersediaan unsur hara yang


memadai di dalam tanah. Setiap jenis tanaman memerlukan unsur hara tertentu.
Oleh karena itu, penting untuk memahami kebutuhan tanaman terhadap unsur
hara. Kehadiran unsur hara yang cukup dalam tanah sangat penting, jika terjadi
kekurangan unsur hara, pemupukan diperlukan untuk memastikan tanaman
mendapatkan kebutuhannya akan nutrisi. Tetapi, perlu juga memperhatikan dosis,
jenis, dan cara aplikasi pupuk. Jika tidak dilakukan dengan benar, pemberian
pupuk yang tidak tepat dapat mengakibatkan tanaman gagal tumbuh dan
berproduksi secara optimal (Ruhnayat, 2007). Oleh karena itu, penggunaan pupuk
harus efisien dan disesuaikan dengan kondisi tanah serta lingkungannya.
N, P, dan K merupakan unsur hara makro yang saling berinteraksi dan
memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman (Ruhnayat,
2007). Unsur nitrogen biasanya diperoleh dari pupuk urea, unsur fosfor berasal
dari SP-36 dan unsur kalium didapatkan dari KCl (Rauf dkk, 2010). Sintesis
protein dan sintesis bahan hijau daun (klorofil) sama-sama dibantu oleh unsur
hara N. Unsur hara P mempunyai peranan dalam pengangkutan dan penyimpanan
energi. Selain itu, sintesis pati, aktivasi enzim, dan penyimpanan katalitik produk
fotosintesis semuanya dipengaruhi oleh keberadaan unsur K..
Unsur nitrogen yang ada diatmosfir sekitar 80% dari total unsur di
atmosfir. Secara kimiawi, nitrogen di atmosfir bersifat innert dan tidak dapat
langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Hal ini dikarenakan nitrogen di atmosfer
merupakan nitrogen gas yang memiliki ikatan yang sangat kuat sehingga
memerlukan energi tinggi untuk memecah ikatannya. Tanaman nonlegume hanya
dapat menyerap nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3-) atau ammonium (NH4+)
(Sugito, 2012).
Pupuk yang sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan nitrogen tanaman
adalah pupuk urea, yang memiliki rumus kimia CO(NH2)2. Urea memiliki
kadungan nitrogen tertinggi dibandingkan dengan pupuk cair dan pupuk kompos
karena pupuk urea hanya mengandung satu unsur, yaitu nitrogen. Berdasarkan
analisis menggunakan metode Kjeldahl, kadar nitrogen dalam urea mencapai
46,04% (Yusmayani, 2019). Pupuk urea memiliki dua jenis, yaitu urea prill dan
13

urea non-prill. Urea bersifat tidak higroskopis dan larut dalam air, sehingga lebih
mudah diserap oleh tanaman (Hardjowigeno, 2007).
Hara fosfor sangat penting bagi tanaman karena berperan dalam pembelahan
sel, pertumbuhan akar, pembentukan bunga, buah dan biji, menyimpan dan
mentransfer energi, mempercepat pematangan, serta membentuk nukeloprotein
yang merupakan penyusunan gen RNA dan DNA. Kekurangan fosfor dapat
menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan daun berwarna ungu
(Hardjowigeno, 2007). Kebutuhan hara fosfor tanaman dapat dipenuhi dengan
cara melakukan pemupukan SP36. Pupuk SP36 mengandung 36% P2O5.
Keunggulan pupuk SP36 ini adalah sifatnya yang mudah larut dalam air, tidak
mudah menguap. dapat memacu pertumbuhan akar, pembentukan bunga dan
pemasakan biji (Bestari dkk., 2018).
Unsur kalium merupakan kation monovalent yang bermanfaat untuk
tanaman. Kalium memiliki peran penting sebagai activator untuk berbagai enzim
dalam tanaman. Selain itu kalium juga berfungsi dalam proses pembentukan pati,
pembukaan stomata, perkembangan akar, serta membantu dalam proses fisiologis
dalam tanaman (Hardjowigeno, 2007). Kekurangan kalium dapat menyebabkan
tanaman menjadi kerdil, daun tanaman terlihat kering dan terbakar, serta
menghambat pembentukan hidrat arang pada biji. Kekurangan K pada tanaman
dapat dicegah dengan melakukan pemupukan KCl. KCl mengandung K2O
sebanyak 52-55%.

2.4 Azotobacter

Kandungan nitrogen dalam atsmorfir dapat mencapai 78%, tetapu sebagian


besar dari nitrogen tidak dapat diserap langsung oleh tanaman. Oleh karena itu
perlu mengubahnya menjadi unsur yang dapat diserap oleh tanaman. Fiksasi
nitrogen dapat dilakukan dengan tiga acara yaitu fiksasi nitrogen dengan petir,
fiksasi nitrogen dengan pembuatan pupuk, dan fiksasi nitrogen dengan
menggunakan bakteri. Bakteri yang dapat digunakan untuk fiksasi nitrogen adalah
Azotobacter sp. dan Azotobacter chroococcum. Bakteri tersebut dapat mengubah
nitrogen yang tidak dapat diserap tanaman menjadi bentuk NH4+ atau NO3-
(Martínez-Dalmau et al., 2021). Reaksi kimia umum fiksasi nitrogen oleh
Azotobacter adalah sebagai berikut (Mahmud et al., 2020):
14

N2 + 8H+ + 8e− + 16Mg-ATP → 2NH3 + H2 + 16Mg-ADP + 16 P


Azotobacter adalah bakteri heterotrofik gram negatif yang dapat melakukan
fiksasi nitrogen non simbiosis. Bakteri tersebut berbentuk batang pendek tumpul
sampai oval dengan diameter 1,5-2 um atau lebih, biasanya bersifat aerobik dan
mampu untuk memperbaiki nitrogen atmosfer. Mekanisme bakteri Azotobacter
dalam penambatan nitrogen adalah dengan cara menjaga konsentrasi oksigen yang
rendah di dalam sel melalui peningkatan laju respirasi. Azotobacter tidak dapat
mengaktifkan enzim nitrogenase jika konsentrasi oksigen tinggi (Castillo et al.,
2020).
Azotobacter dapat memfiksasi nitrogen secara optimal pada pH 7,0-7,5.
Dapat tumbuh pada kondisi pH 5,0-9,0 dan optimal pada pH 8. Sedangkan,
temperatur yang optimal untuk pertumbuhan Azotobacter adalah 30 oC (Mukhtar,
2018). Azotobacter chroococcum adalah spesies Azotobacter pertama yang
diisolasi dari tanah Belanda oleh Beijerinck (Patil et al., 2020). Spesies
Azotobacter ini sangat umum ditemukan di tanah dibandingkan dengan spesies
Azotobacter lainnya. Azotobacter chroococcum berbentuk batang dan oval,
memiliki ukuran panjang 3,0-7,0 mm dengan lebar 1,5-2,3 mm serta
memproduksi pigmen berwarna coklat atau coklat abu-abu, dan hidup di suhu
optimum 37oC. Sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 7,5.
Azotobacter memiliki kemampuan untuk menghasilkan IAA. Kemampuan
Azotobacter dalam memproduksi EPS juga bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan
tanaman padi pada tanah yang terkontaminasi (Hindersah dkk., 2018). Oleh
karena itu Azotobacter dapat dimanfaatkan sebagai inokulan pada pupuk hayati
karena dapat melarutkan fosfat yang ditandai dengan terbentuknya halo,
menghasilkan IAA, serta toleran terhadap suhu tinggi dan pH rendah (Nurmas
dkk., 2014).

2.5 Bacillus

Selain nitrogen dan kalium, fosfor adalah makronutrien utama yang harus
diberikan dalam jumlah yang signifikan (Kalayu, 2019). Fosfor memiliki dua
peran utama dalam tanaman. Pertama, fosfor membantu dalam pembentukan
bahan kimia sekunder, makromolekul seperti protein, asam nukleat, membrane
plasma, ATP, dan vitamin. Kedua, fosfor juga penting untuk perkembangan akar,
15

kekokohan batang, pembentukan bunga dan biji, produksi energi, penyimpan dan
transfer respons, pembelahan serta pertumbuhan sel, ketahanan tanaman terhadap
penyakit, konversi gula menjadi pati, dan berperan dalam pewarisan sifat keturnan
(Sharma, 2013)
Peran fosfor yang begitu penting bagi tumbuhan, tetapi fosfor tidak tersedia
banyak di dalam tanah. Jumlah fosfor dalam tanah lapisan atas, yang biasanya
berkisar antara 50 hingga 300 mg kg-1 tanah, hanya dapat diambil oleh tanaman
dalam jumlah kecil (Zhu et al., 2018). Sebagian besar fosfor dalam tanah hadir
dalam bentuk organik yang tidak larut dan bentuk anorganik yang tidak larut
seperti Ca3(PO4)2 (Liu et al., 2015). Hanya sekitar 0,1% dari fosfor yang dapat
diambil tanaman dalam H2PO4 atau HPO42- (Zhu et al., 2011). Terbatasnya
ketersediaan fosfor di dalam tanah, menurut Krishnaraj dan Dahale (2014),
disebabkan oleh mudahnya unsur fosfor membentuk kompleks yang tidak larut
dan tidak dapat bergerak dengan kation, seperti besi dan aluminium pada dalam
keadaan tanah yang masam atau magnesium dan kalsium dalam keadaan tanah
yang basa.
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan pengaplikasian pupuk kimia
untuk mencukupi kebutuhan tanaman terhadap unsur hara fosfor. Namun,
pengaplikasian pupuk kimia yang terus menerus dapat menyebabkan hilangnya
kesuburan tanah akibat terganggunya keanekaragaman mikroba (Sharma, 2013).
Selain itu, menurut Dandessa dan Bacha (2018), sebagian besar fosfor dalam
bentuk kimia menjadi tidak dapat diserap oleh tanaman karena pengendapan
logam mencapai 75-90%. Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
menambahkan mikroba pelarut fosfat dalam tanah.
Telah dibuktikan bahwa penggunaan mikroba pelarut fosfat (MPF)
memiliki kemampuan untuk meningkatkan jumlah fosfor yang dapat diserap oleh
tanaman tanpa menimbulkan dampak negatif pada lingkungan (Zhu et al., 2011).
Pertumbuhan dan produktivitas padi, jagung, kedelai dapat ditingkatkan dengan
MPF (Raj et al., 2014). Bakteri Bacillus sp. adalah salah satu spesies mikroba
yang memiliki kemampuan untuk melarutkan fosfat dan pemfiksasi nitrogen.
Bacillus sp. dapat hidup bebas di tanah dan merupakan inokulan yang mampu
memfiksasi nitrogen dalam waktu yang lama (Hiremath et al., 2014). Bakteri
16

Bacillus sp. dapat menghasilkan asam organik, menambat N2 dengan aktivitas


nitrogenase sebesar 0,0568 ml-1 jam-1, dan melarutkan fosfat dengan indeks
pelarut fosfat sebesar 2,6. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Husna ddk., (2019)
mengenai hasil uji kemampuan bakteri Bacillus sp. Kemampuan Bacillus sp.
dalam melarutkan fosfat dikenal dengan proses solubilisasi fosfat. Reaksi kimia
umum yang terlibat dalam solubilisasi fosfat adalah sebagai berikut (Asril dkk,
2016):
Ca3(PO4)2 + 2H+ + 2H2O → 2Ca2+ + 2H2PO4-
Bakteri Bacillus sp. merupakan mikroorganisme yang disebut bakteri endofit
hidup di jaringan tanaman dan tidak merusak tanaman Sehingga, pemanfaatan
bakteri ini dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan produktivitas tanaman
padi selain pupuk kimia yang dapat menimbulkan hilangnya kesuburan tanah.
Tetapi, dalam penggunaannya sebagai agen hayati adan bioaktivator dalam bentuk
sel hidup kurang maksimal dan tidak dapat bertahan lama. Penyebabnya adalah
karena kebutuhan Bacillus sp. akan nutrisi sehingga dibutuhkan adanya
pembuatan formulasi. Formulasi dapat berisi bahan aktif, bahan organik, carrier
dan bahan pencampur (Oktrisna dkk., 2017). Bakteri Bacillus sp. dapat bertahan
hidup dalam pH 7,8 sampai 8,2. Bacillus sp. dapat dimanfaatkan untuk memacu
pertumbuhan tanaman padi. Pemberian Bacillus sp. pada padi lebih meningkatkan
tinggi padi dan berat kering padi dibandingkan dengan padi yang tidak diberi
Bacillus sp. Kemampuan Bacillus sp. dalam menghasilkan hormon sitokinin dapat
membantu proses pembelahan sel sehingga mempengaruhi jumlah anakan
produktif padi (Asniah dkk., 2019).
Bacillus cereus merupakan salah satu spesies Bacillus yang dapat digunakan
sebagai pupuk hayati. Bacillus memiliki banyak potensi yaitu mampu
memproduksi fitohormon IAA serta dapat melarutkan fosfat (Hapsoh dkk., 2021).
Selain dapat memproduksi IAA dan melarutkan fosfat, bakteri ini juga dapat
memineralisasi bahan organik (Huang et al., 2005).

2.6 Bahan Pembawa

Bahan pembawa atau carrier merupakan habitat pertama mikroba sebelum


diaplikasikan ke tanah. Carrier pupuk hayati terdapat dua jenis, yaitu carrier
padat dan cair. Carrier padat contohnya adalah serbuk gergaji, kompos, dedak
17

padi, tepung beras, dan blotong. Sedangkan contoh dari carrier cair adalah cairan
limbah tebu (molase), limbah cair dari pengolahan kedelai pada industri pada
industri tahu.
Carrier harus dapat memastikan kelangsungan hidup dan efektivitas
mikroorganisme yang digunakan dari pengaruh biotik dan abiotic yang
mengganggu sehingga dapat digunakan (Veen et al., 1997). Selain itu, carrier
tersebut harus mampu memudahkan bakteri untuk melakukan pertukaran gas
terutama oksigen dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam menahan air
(Bashan, 2005). Carrier yang digunakan adalah Azolla pinnata, dedak, dan
kompos. Sumber nutrisi dari carrier dimanfaatkan oleh bakteri untuk
pembentukan sel (Ahmad dkk., 2015).

Azolla pinnata adalah paku air yang banyak dijumpai di daerah persawahan
dengan suhu rata-rata lingkungan tumbuh 28oC-35oC (Vidhya et al., 2014). Azolla
pinnata bisa digunakan sebagai carrier karena mampu menyuplai protein yang
tidak sulit didegradasi oleh mikroba (Datta, 2011). Selain itu, Azolla pinnata juga
memiliki kandungan NPK dengan persentase nitrogen 3,08-4,21%, fosfat 0,16-
0,35%, serta kalium 1,21-0,09% (Setiawati dkk., 2017).
Azolla tumbuh antara 0,355 dan 0,390 gram per hari di laboratorium, tetapi
0,144 dan 0,890 gram per hari di alam liar. Azolla mengandung unsur hara makro
nitrogen yang cukup tinggi sehingga dapat memacu pertumbuhan bakteri yang ada
di dalamnya. Kadar C-organik Azolla pinnata cukup tinggi sehingga dapat
dijadikan sumber energi yang baik untuk mikroba heterotrof. Kandungan N-Total
Azolla sebesar 4,13% terbilang tinggi karena Azolla dapat bersimbiosis dengan
Sianobakteri yaitu Anabaena yang memiliki kemampuan memfiksasi N2 di udara
dan menghasilkan nitrogen 20-100 kg ha-1 per musim (Saraswati dan Sumarno,
2008).
Setelah diinkubasi selama dua bulan, Azolla pinnata terbukti dapat membuat
kandungan N-Total dan kandungan P-Total pupuk hayati padat meningkat,
mampu membuat populasi bakteri Azotobacter sp. meningkat. Kompos Azolla
sebagai pupuk hayati padat dapat menjaga viabilitas mikroba di dalamnya yaitu
lebih besar dari 107 cfu/g media (Setiawati et al., 2019). Azolla pinnata juga
diketahui dapat meningkatkan populasi Azotobacter sp. yaitu sebesar 4,24 x 1010
18

CFU mL-1 dengan komposisi Azolla 0,5ton ha-1 ditambah 400 g ha-1 pupuk hayati
(Rosiana dkk., 2013).

Dedak padi adalah hasil sampingan olahan padi dengan kandungan


karbohidrat yang tinggi (Lampiran 8). Karbohidrat memiliki peran penting yaitu
sebagai sumber energi untuk mikroba. Dedak padi memiliki kandungan nutrisi
yang cukup baik bagi pertumbuhan bakteri khususnya Bakteri Pelarut Fosfat.
Dedak memiliki pH 5,98, C-Organik 41,34%, N total 1,65%, dan P total 1,198%.
Dedak padi dapat mempertahankan kehidupan bakteri pelarut fosfat selama 2
minggu (Ahmad dkk., 2015).

Kompos merupakan salah satu pupuk yang berasal dari senyawa organik
yang telah terurai dan didaur ulang. Kandungan nitrogen, fosfor, kalium, serta
mikronutrien pada kompos dapat bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman dan
ketahanan tanaman. Kompos mempunyai beberapa manfaat bagi tanaman,
termasuk memiliki potensi untuk menyuburkan tanah, memperbaiki sifat tanah-
tanah yang rusak, meningkatkan penyerapan air tanah, menstimulasi aktivitas
mikroba, meningkatkan kualitas tanaman, serta dapat menambah ketersediaan
unsur hara tanah.
Kompos dapat dimanfaatkan sebagai carrier pupuk hayati karena memiliki
karakteristik yang sesuai untuk tempat pertumbuhan bakteri. Karakteristik
kompos diantaranya memiliki pH 7,23, kemampuan ikat air 186%, kadar bahan
organik 55,44%, kadar karbon 24,72%, kadar N-Kjeldahl 1,86%, kadar fosfat
(P2O5) 980 mg kg-1, kadar potassium (K2O) 8030 mg kg-1, kandungan unsur hara
yang sesuai untuk kelangsungan hidup bakteri, serta dapat mempertahankan kadar
kelembaban dengan baik. Oleh karena itu, kompos dapat dijadikan alternatif
carrier yang berlimpah, terbarukan, serta ramah lingkungan (Larasati, dkk., 2010).
III BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan dilaksanakan pada bulan November 2022 hingga April 2023 di


Bale Tatanen Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang dengan ketinggian tempat 752 m dpl dan di Laboratorium
Biologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan Percobaan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah cangkul, timbangan,


sprayer, meteran atau penggaris, sekop, emrat, kamera/handphone, peralatan
penunjang di laboratorium, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Benih padi gogo (Oryza sativa L.) varietas Situ Bagendit bersertifikat
(Lampiran 1)
2. Pupuk urea
3. Pupuk SP-36
4. Pupuk KCl
5. Inokulan Azotobacter sp., Azotobacter chroococcum, Bacillus altitudinis,
dan Bacillus cereus koleksi dari laboratorium Biologi Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran yang merupakan kepemilikan bersama
dengan PT. Pupuk Indonesia.
6. Carrier berupa kompos, tepung Azolla, dan dedak.
7. Bahan-bahan penunjang laboratorium, yaitu bahan-bahan pembuatan
Nutrient Agar, media Ashbys, dan media Trypic Soy Broth TSB.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Rancangan Percobaan

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 15


kombinasi perlakuan pupuk hayati dalam berbagai berbagai carrier dan dosis N, P,
dan K. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga digunakan 45
Polybag yang masing-masing berisi dua tanaman. Desain percobaan terdapat pada
lampiran 2. Dosis inokulan padat konsorsium bakteri pemfiksasi nitrogen dan

19
20

bakteri pelarut fosfat yang digunakan adalah 50 kg ha-1 atau 0,78gram dalam
setiap Polybag (Lampiran 3). Sedangkan perhitungan dosis N, P, K dapat dilihat
pada lampiran 4.
Perlakuan kombinasi yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
A: pupuk hayati dalam kultur cair + tanpa pupuk N, P, dan K
B: pupuk hayati dalam kultur cair + 50% pupuk N, P, dan K
C: pupuk hayati dalam kultur cair + 100% pupuk N, P, dan K
D: pupuk hayati dalam kompos + tanpa pupuk N, P, dan K
E: pupuk hayati dalam kompos + 50% pupuk N, P, dan K
F: pupuk hayati dalam kompos + 100% pupuk N, P, dan K
G: pupuk hayati dalam tepung azolla + tanpa pupuk N, P, dan K
H: pupuk hayati dalam tepung azolla+ 50% pupuk N, P, dan K
I: pupuk hayati dalam tepung azolla + 100% pupuk N, P, dan K
J: pupuk hayati dalam dedak + tanpa pupuk N, P, dan K
K: pupuk hayati dalam dedak+ 50% pupuk N, P, dan K
L: pupuk hayati dalam dedak+ 100% pupuk N, P, dan K
M: pupuk hayati dalam campuran kompos, tepung azolla dan dedak+ tanpa pupuk
N, P, dan K
N: pupuk hayati dalam campuran kompos, tepung azolla dan dedak + 50% pupuk
N, P, dan K
O: pupuk hayati dalam campuran kompos, tepung azolla dan dedak + 100%
pupuk N, P, dan K

3.3.2 Rancangan Respon

Pada percobaan ini dilaksanakan dua pengamatan, yaitu pengamatan utama


dan pengamatan penunjang. Parameter yang diamati pada pengamatan utama
meliputi komponen pertumbuhan dan hasil tanaman padi gogo, sebagai berikut.

1. Komponen pertumbuhan tanaman, yaitu kandungan klorofil dan jumlah


malai
2. Komponen hasil meliputi bobot 1000 butir gabah
Perhitungan kandungan klorofil dilakukan pada saat fase vegetatif maksimum
menggunakan alat krolofil meter dengan cara mengambil sampel daun secara acak.
Pengamatan jumlah malai dilakukan setiap minggu. Jumlah malai diamati saat
21

tanaman padi memasuki fase generatif. Perhitungan bobot 1000 butir gabah per
rumpun dilakukan pada saat panen. Pengamatan penunjang yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Kondisi tanah awal
2. Kondisi cuaca: suhu, kelembapan tanah, kelembapan udara, pH tanah
3. Serangan hama dan penyakit pada tanaman padi gogo
4. Kepadatan populasi bakteri Azotobacter sp. dan Bacillus sp., serta bakteri
total pada bulk soil pertanaman padi gogo

3.3.3 Rancangan Analisis

Analisis data percobaan dilakukan berdasarkan model linear dari Rancangan


Acak Kelompok yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Yij = µ + ti + rj + ɛij
Dimana:
𝑌𝑖𝑗 = nilai pengamatan respon pada perlakuan ke-i kelompok ke-j
𝜇 = nilai Tengah populasi
α𝑖 = pengaruh perlakuan ke-i
rj = pengaruh ulangan ke-j
𝜀𝑖𝑗 = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

Tabel 1. Analisis Sidik Ragam


Sumber Derajar Jumlah Kuadrat F hitung
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Kelompok r-1=2 JKK KTK KTK/KTG
Perlakuan t-1= 14 JKP KTP KTP/KTG
Galat (t-1) (r-1) = 28 JKG KTG
Total rt-1 = 44 JKT
Sumber: Gomes dan Gomez, 2007.

Keterangan:

JKK = Jumlah Kuadrat Kelompok KTK = Kuadrat Tengah Kelompok


JKP = Jumlah Kuadrat Perlakuan KTP = Kuadrat Tengah Perlakuan
JKG = Jumlah Kuadrat Galat KTG = Kuadrat Tengah Galat
JKT = Jumlah Kuadrat Total
22

Dilakukan uji normalitas untuk memastikan distribusi data menyebar secara


normal. Jika hasil yang didapatkan dari uji normalitas menunjukkan data
menyebar secara normal, maka dilanjutkan dengan analisis ragam dengan taraf
5%. Perlu dilakukan transformasi data jika data yang didapatkan tidak menyebar
normal. Jika analisis ragam berpengaruh nyata, maka harus dilakukan Uji Lanjut
Scott Knott dengan taraf nyata 5% yang bertujuan untuk mendaptkan hasil
perbedaan antar perlakuan.

3.4 Pelaksanaan Percobaan

3.4.1 Pembuatan Formulasi Konsorsium Bakteri Pemfiksasi Nitrogen dan


Bakteri Pelarut Fosfat dalam Carrier

Isolat bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah koleksi


Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran yang
diisolasi dari Kebun Percobaan Ciparanje.
Carrier kompos dan dedak didapatkan dari toko pertanian dan pakan ternak,
sedangkan Azollah pinnata didapatkan dari membeli Azolla kering di market
place. Carrier dihaluskan dan disaring dengan penyaring yang berukuran 2 mm
kemudian dikeringkan. Carrier Azolla dihaluskan dengan cara meremas dan
menyaring Azolla agar lebih halus dan kecil dengan ukuran partikel sebesar 2 mm.
Lalu, carrier tersebut masing-masing dimasukkan ke dalam kantung plastik
polypropylene kemudian disterilisasikan di autoklaf di bawah suhu 121oC selama
20 menit. Selanjutnya, masing-masing carrier dimasukkan ke dalam wadah
alumunium tertutup seberat 50gram carrier sesuai formulasi yang digunakan dan
disterilisasikan lagi.
Kultur bakteri-bakteri yang digunakan diperbanyak di media cair dengan
media Ashby untuk Azotobacter dan media TSB untuk Bacillus dalam inkubator
dengan suhu 30 oC selama 72 jam. Kedua media tersebut dihomogenkan dengan
menggunakan shaker selama tiga hari. Biakan murni cair yang sudah dibuat lalu
dilakukan perbanyakan inokulan yaitu dengan cara memasukkan inokulan starter
ke dalam media cair sebanyak 10% dari volume media. Lalu, diinkubasi selama
72 jam pada pengocokan 110 rpm dengan suhu 30 oC. Pemberian inokulan bakteri
pada carrier dilakukan dengan cara menyuntikkan media tersebut sebanyak 5ml
pada alumunium foil berisi carrier yang telah disterilisasi. Inokulan cair
23

konsorsium bakteri sebanyak 10% dan 1% tepung tapioka sebagai perekat.


Inokulasi konsorsium bakteri dilakukan dengan cara menyuntikkan konsorsium
bakteri tersebut ke dalam alumunium foil lalu diinkubasi selama 7 hari. Kepadatan
inokulan bakteri yang diinokulasikan adalah 107.

3.4.2 Pengolahan Media Tanam dan Persiapan Benih Padi Gogo

Percobaan ini menggunakan media tanam tanah Inceptisols yang didapatkan


dari Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Pertama-tama,
tanah dibersihkan terlebih dahulu dari sisa pertanian dan gulma, dikering-
keringkan dan diayak dengan ayakan. Kemudian tanah dimasukkan ke Polybag
yang akan digunakan. Masing-masing Polybag berisi 10 kg tanah.
Benih yang digunakan adalah benih padi varietas Situ Bagendit. Benih
direndam terlebih dahulu dalam air sebelum ditanam untuk memisahkan benih
hampa dan benih bernas. Lalu, benih bernas diperam selama 3 hari. Pemeraman
ini dilakukan dengan membungkus benih padi dalam kain lembab dengan tujuan
merangsang perkecambahan benih padi (Jamilah, 2017).

3.4.3 Pemberian Perlakuan dan Penanaman

Pemberian pupuk hayati dilakukan pada saat penanaman bibit padi gogo.
Pemberian pupuk anorganik meliputi pupuk urea dan pupuk SP-36. Pemupukan
urea dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada 14 HST, 42 HST, dan 55 HST, dengan
3 dosis, yaitu kontrol (tanpa pemberian pupuk urea), 50% dosis rekomendasi, dan
100% dosis rekomendasi. Sedangkan pemupukan SP-36 dilakukan pada 14 HST
dengan dosis tercantum pada lampiran 4.
Pemberian pupuk hayati dilakukan dengan cara ditanam pada lubang tanam
sesuai dengan perlakuan dengan metode soil inoculation atau dengan
memasukkan pupuk hayati ke dalam tanah melalui lubang tanam sedalam ± 5 cm.
Tanah dalam Polybag yang sudah diberi inokulan kemudian ditanami benih padi
gogo. Dua benih padi gogo dimasukkan ke dalam lubang tanam yang sudah diberi
inokulan dan ditutup kembali dengan tanah.

3.4.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, penyulaman, penyiangan,


penyiraman, dan pengendalian hama penyakit tanaman. Pemupukan KCl
24

dilakukan pada saat awal penanaman dan 42 HST dengan cara dibenamkan.
Perhitungan dosis pupuk KCl yang diberikan terdapat pada lampiran 4.
Penyulaman dilakukan bila ada tanaman padi gogo yang mati. Penyiangan gulma
dilakukan secara manual. Penyiraman dilakukan sesuai dengan kapasitas lapang
tanah padi gogo, yaitu 500 ml pada setiap Polybag. Sedangkan untuk
mengendalikan hama dan penyakit dilakukan dengan beberapa tindakan kuratif
berupa pengambilan tanaman yang terkena serangan hama atau penyakit jika
serangan ringan dan menggunakan pestisida curacron untuk mengendalikan hama
belalang.

3.4.5 Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada percobaan ini adalah pengamatan utama


dan pengamatan penunjang. Pengamatan utama dilakukan pada komponen
pertumbuhan dan komponen hasil padi gogo. Komponen pertumbuhan yang
diamati meliputi kandungan klorofil dan jumlah malai. Pengamatan kandungan
klorofil dilakukan pada saat fase vegetatif maksimum yaitu pada 70 HST dan
jumlai malai diamati pada saat memasuki fase generatif atau pada saat malai
mulai muncul. Dalam percobaan ini perhitungan malai dilakukan pada 84 HST.
Sedangkan komponen hasil meliputi berat gabah 1000 butir. Pengamatan berat
gabah 1000 butir dilakukan dengan cara mengeringkan gabah dengan cara dijemur
di bawah terik matahari langsung, lalu ditimbang berat 1000 butir perumpun dari
setiap perlakuan.
Pengamatan penunjang yang dilakukan dalam percobaan ini adalah kondisi
tanah pertanaman padi gogo, kondisi iklim pertanaman padi gogo, serangan hama
dan penyakit pada tanaman padi gogo, kepadatan populasi bakteri Azotobacter sp.,
serta total bakteri pada tanah pertanaman padi gogo. Pengamatan penunjang tidak
dianalisis secara statistik.
Selanjutnya, pengamatan penunjang untuk mengetahui serangan hama dan
penyakit dilakukan dengan mengamati gejala dan tanda yang muncul pada
tanaman padi gogo, sedangkan untuk menghitung jumlah populasi Azotobacter sp.
dan Bacillus sp. dilakukan pengamatan Total Plate Count (TPC) menggunakan
metode pengencerah bakteri. Sampel tanah sebanyak 1gram diencerkan dengan 9
ml NaCl, lalu kocok menggunakan vortex dan lakukan serial pengenceran sampai
25

pada pengenceran 10-5. 0,5 ml suspensi dari pengenceran 10-5 diinokulasikan ke


cawan petri dengan media Ashby untuk Azotobacter, media TSB untuk Bacillus,
dan media NA untuk total bakteri. Inkubasi selama 24-72 jam. Perhitungan
jumlah bakteri dilakukan pada cawan petri yang memiliki 30–300 koloni setelah
48 dan 72 jam inkubasi. Setelah itu, dilakukan perhitungan menggunakan rumus
sebagai berikut untuk mengetahui total populasi bakteri dalam satu gram tanah
kering.
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑥 𝑓𝑝
Total populasi (CFU) g-1 tanah kering = 𝑏𝑘 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ

Keterangan:
fp = factor pengenceran pada cawan petri yang koloninya dihitung
bk = berat kering contoh tanah (g)

3.4.6 Pemanenan

Kegiatan pemanenan dilakukan pada saat padi gogo berumur 126 HST
dengan ciri-ciri malai menguning 90-95%, tanaman rebah, dan gabah mengeras.
Proses pemanenan dilakukan dengan memotong bagian bawah padi, lalu gabah
dipisahkan dengan cara digebot untuk merontokkan gabah dari malainya. Setelah
itu gabah dikeringkan di bawah panas matahari, dan dilakukan pengamatan sesuai
dengan parameter yang telah ditentukan.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengamatan Penunjang

4.1.1 Analisis Awal Tanah

Hasil analisis tanah (lampiran 6) menunjukkan bahwa tanah yang digunakan


dalam penelitian tergolong ke dalam tanah masam dengan pH 5,00. Derajat
keasaman suatu tanah dapat mempengaruhi keberadaan mikroorganisme dalam
tanah tersebut. Azotobacter dapat memfiksasi nitrogen secara optimal pada pH
7,0-7,5 dan dapat tumbuh dalam kondisi pH 5,0-9,0, optimal pada pH 8,0
(Mukhtar, 2018). Sedangkan Bacillus cereus S1 dapat optimum pada pH 6-8
dengan minimum pH 4,3 (EFSA, 2005). Berdasarkan hasil analisis tanah awal,
kepadatan bakteri Azotobacter sp. pada Inceptisols Jatinangor adalah 30,4 x 107
CFU g-1, sedangkan jumlah populasi bakteri Bacillus sp. Adalah 61,5 x 107.
Kandungan C pada tanah Inceptisols Jatinangor tergolong rendah yaitu
sebesar 1,78% sedangkan kandungan N tergolong sedang yaitu sebesar 0,21%.
Selain itu, terdapat kandungan P potensial sebesar 34,58 100 g-1 yang tergolong
sedang, P tersedia sebesar 4,48 ppm P yang tergolong sangat rendah, dan K
potensial 12,58 100 g-1 yang tergolong rendah. Kapasitas kation tergolong tinggi,
yaitu sebesar 37,8 dan tekstur tanah liat berdebu dengan persentase pasir 13,45
cmol.kg-1, debu 43,98 cmol.kg-1, dan liat 42,56 cmol.kg-1.
Berdasarkan hasil analisis awal tanah yang telah dijelaskan, tanah
Inceptisols yang digunakan dalam percobaan ini memiliki tingkat kesuburan yang
rendah. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan pemberian pupuk hayati dan
N, P, K untuk meningkatkan kesuburan tanah.

4.1.2 Pengamatan Kondisi Cuaca

Data pengamatan kondisi cuaca didapatkan dari Balai Meteorologi


Geofisika Wilayah-II, Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga Bogor. Berdasarkan
data kondisi cuaca yang didapatkan selama pengamatan yang terdapat pada
lampiran 7 curah hujan tertinggi pada saat penelitian terjadi pada bulan Desember
yang mencapai 537,5 mm dengan rata-rata 17,4 mm, sedangkan curah hujan
terendah terjadi pada bulan Februari yaitu 105,5 mm dengan rata-rata 3,8 mm.
Curah hujan merupakan faktor penentu keberhasilan budidaya padi gogo karena

26
27

tanaman padi gogo merupakan tanaman yang bergantung terhadap curah hujan
(Nursalis, 2011).Curah hujan lahan penelitian tidak sesuai dengan syarat tumbuh
tanaman padi gogo karena padi gogo memerlukan curah hujan 200 mm/bulan
selama 3 bulan berturut-turut atau 1500-2000 mm/tahun (Nursalis, 2011).
Suhu rata-rata lingkungan pertanaman padi gogo tertinggi pada saat
penelitian terjadi pada bulan April yaitu mencapai 23,7 C sedangkan suhu rata-
rata terendah terjadi pada bulan November dan Februari yang mencapai 22,7 C.
Taufik et al. (2016) mengatakan bahwa suhu yang diperlukan agar tanaman padi
gogo tumbuh optimal adalah 20-30 C, suhu pertanaman padi selama penelitian
sesuai dengan syarat tumbuh optimal padi gogo.
Tingkat kelembapan yang sesuai untuk pertanaman padi berdasarkan
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh pada tahun 2009 adalah
sekitar 33-90% (Nazirah, 2018). Sedangkan kelembapan rata-rata pada
pertanaman padi gogo selama penelitan adalah sekitar 88-93%. Kelembapan dapat
mempengaruhi laju respirasi dan kemampuan tanaman untuk menyerap nutrisi.
Jika kelembapan pada sekitar pertanaman tinggi, maka laju respirasi akan
menurun dan kemampuan tanaman untuk menyerap nutrisi juga rendah(Nurnasari
dan Djumali, 2010).

4.1.3 Pengamatan Serangan Hama Penyakit

Pengamatan serangan hama penyakit dan gulma dilakukan setiap satu kali
dalam seminggu. Hama yang ditemukan pada padi gogo selama penelitian yaitu
belalang (Locustana pardalina), bapak pucung (Dysdercus cingulatus), ulat
grayak (Spodoptera litura), dan ulat tanduk hijau (Melanitis neda). Hama belalang
merusak tanaman padi dengan cara memakan daun tanaman. Pada penelitian,
hama belalang muncul secara terus-menerus dari fase vegetatif samapi panen
dengan intensitas yang tidak terkendali. Oleh karena itu dilakukan pengendalian
secara kimiawi yaitu menyemprotkan insektisida curacton dengan dosis 1,5ml/l
air. Bapak pucung merupakan salah satu spesies kepik sejati yang mengisap cairan
dari tanaman inangnya. Hama ini memiliki tipe mulut pencucuk penghisap.
Pengendalian hama ini dilakukan secara mekanik yaitu dengan menggunakan
tangan karena intensitas hama ini masih terkendali.
28

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 1. Hama Padi Gogo (a) Locustana pardalina (b) Dysdercus cingulatus (c)
Spodoptera litura (d) Melanitis leda

Pengendalian hama ulat grayak dan ulat bertanduk hijau dengan cara
mekanis yaitu mengambilnya menggunakan tangan secara langsung karena
intensitas serangan hama ulat grayak dan ulat bertanduk hijau masih dapat
dikendalikan. Ulat grayak menyerang tanaman padi dengan memakan bagian daun.
Ulat grayak termasuk hama yang sulit dikendalikan karena memiliki kisaran inang
yang luas dan dapat menyerang berbagai jenis tanaman. Siklus hidup ulat grayak
termasuk ke dalam metamofosis sempurna yaitu telur-larva-ulat-pupa-dewasa.
Hama ini memerlukan waktu 30-60 hari untuk siklus hidupnya (Marwoto dan
Suharsono, 2008). Fase yang berperan menjadi hama tanaman adalah fase larva.
Larva ulat grayak berwarna hijau pucat, mempunyai dua bintik hitam di ruas
perutnya, dan dengan kepala berwarna hitam pekat.
29

Gambar 2. Penyakit Pagi Gogo (a) Penyakit Blast

Penyakit yang menyerang padi gogo adalah penyakit blast. Penyebab


penyakit blast pada padi adalah karena terdapat jamur Pyricularia grisea. Bagian
tanaman yang biasanya terserang penyakit blast adalah pada bagian daun dan
leher malai (Santoso dkk., 2007). Gejala penyakit blas diawali dengan munculnya
bercak-bercak seperti belah ketupat berwarna coklat. Bercak tersebut kemudian
menyebar dengan ukuran yang lebih besar. Jamur dapat menyerang ke selurun
bagian tanaman pada berbagai fase pertumbuhan (Ram dkk., 2007).

(a) (b)
30

(c)

Gambar 3. Gulma pada padi gogo (a) Cynodon dactylon (b) Mimosa pudica (c)
Alternanthera sessilis

Pengamatan gulma dilakukan satu kali dalam seminggu. Gulma yang


ditemukan selama pengamatan adalah gulma Cynodon dactylon, Mimosa pudica,
dan Alternanthera sessilis. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara
penyiangan, yaitu dengan mencabut gulma menggunakan tangan.

4.1.4 Kepadatan Populasi Bakteri

Pemberian kombinasi pupuk hayati dalam berbagai carrier dan berbagai


dosis N, P, dan K tidak berpengaruh nyata terhadap populasi bakteri Azotobacter
sp., Bacillus sp., dan bakteri total (Tabel 2). Hal tersebut dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, salah satunya adalah pH tanah yang rendah yaitu 5,00 yang dapat
menyebabkan kinerja bakteri tidak optimal. Di tanah masam, fungi biasanya
mendominasi aktivitas mikrobiologi dan tumbuh pesat pada pH 5 hingga 5,5.
Sedangkan pertumbuhan bakteri yang optimum jika kondisi lingkungan memiliki
pH netral hingga basa (Antralina et al., 2015). Selain itu, pertumbuhan bakteri
dipengaruhi oleh kandungan karbon dan energi dalam tanah yang berpengaruh
terhadap aktivitas bakteri dalam menambat nitrogen (Nugroho dan Kuwatsuka,
1990).
31

Tabel 2. Populasi Bakteri Azotobacter, Bacillus dan Total Bakteri pada 12 MST
Populasi (107 CFU g-1)
Perlakuan
(Pupuk hayati dalam carrier) Azotobact Bacillu Total
er sp. s sp. Bakteri
A kultur cair + tanpa pupuk N, P, dan K 102,50 157,50 69
B kultur cair + 50% pupuk N, P, dan K 136 90,50 67
C kultur cair + 100% pupuk N, P, dan K 135 68,50 66
D kompos + tanpa pupuk N, P, dan K 106,50 69 55
E kompos + 50% pupuk N, P, dan K 140 110,50 67
F kompos + 100% pupuk N, P, dan K 138 68 55
G tepung azolla + tanpa pupuk N, P, dan K 115,50 92,50 47
H tepung azolla+ 50% pupuk N, P, dan K 131 105 54
I tepung azolla + 100% pupuk N, P, dan K 150 137,50 57,50
J dedak + tanpa pupuk N, P, dan K 122 77,50 49
K dedak+ 50% pupuk N, P, dan K 129 63 49,50
L dedak+ 100% pupuk N, P, dan K 112 155 78
M campuran kompos, tepung azolla dan dedak+ 130 137,50 65
tanpa pupuk N, P, dan K
N campuran kompos, tepung azolla dan dedak + 171 105 65
50% pupuk N, P, dan K
O campuran kompos, tepung azolla dan dedak + 145 125 55,50
100% pupuk N, P, dan K
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang
sama tidak berbeda nyata pada uji Scott Knott pada α= 5%

Populasi bakteri Azotobacter dan Bacillus pada saat analisis awal lebih
rendah dibandingkan dengan kondisi setelah ada tanaman padi. Rata-rata jumlah
populasi bakteri Azotobacter dan Bacillus pada 12 MST adalah 13,09 x 108 CFU
g-1 dan 10,41 x 108 CFU g-1. Sedangkan rata-rata jumlah populasi Azotobacter dan
Bacillus pada analisis awal adalah 3,04 x 108 CFU g-1, sedangkan jumlah populasi
bakteri Bacillus sp. Adalah 6,15 x 108. Hal ini diduga disebabkan oleh
penggunaan carrier dalam pengaplikasian pupuk hayati pada tanah yang dapat
mempertahankan viabilitas mikroba. Kompos Azolla dapat menjaga viabilitas
mikroba di dalamnya (Setiawati et al., 2019) serta dapat meningkatkat populasi
Azotobacter sp. (Rosiana et al., 2013). Dedak dapat menyediakan nutrisi untuk
pertumbuhan bakteri terlebih untuk Bakteri Pelarut Fosfat (Ahmad et al., 2015).
Sedangkan kompos memiliki karakteristik dan kandungan unsur yang sesuai
untuk tempat pertumbuhan bakteri (Larasati et al., 2010).
32

4.2 Pengamatan Utama

4.2.1 Kandungan Klorofil

Peran klorofil dalam proses fotosintesis adalah menyediakan energi untuk


ekosistem secara keseluruhan, dapat memicu fiksasi karbon dioksida dalam
menghasilkan karbohidrat, serta dapat menyerap sinar matahari (Song dan Banyo,
2011). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian perlakuan
kombinasi pupuk hayati dalam berbagai carrier dan berbagai dosis pupuk N, P,
dan K berpengaruh terhadap indeks kandungan klorofil.
Berdasarkan uji Scott Knott, kombinasi pupuk hayati dalam kultur cair +
tanpa pupuk N, P, dan K merupakan perlakuan dengan kandungan klorofil
terendah yaitu 20,06 CCI. Kandungan klorofil tanaman tergantung dari tahap
pertumbuhannya. Pengamatan kondisi klorofil dilakukan saat memasuki fase
generatif. Menrut Hidayah dkk (2019), indeks klorofil tertinggi yaitu pada saat
malai padi mulai muncul atau pada 70 HST dengan nilai klorofil 17,03 – 25,58
CCI. Pempupukan kedua pada umur 63 HST dapat mencukupi kebutuhan nutrisi
pada tanaman sehingga dapat meningkatkan kandungan klorofil pada tanaman
(Hidayah dkk., 2019).
Perlakuan kombinasi pupuk hayati dalam campuran carrier kompos, tepung
azolla dan dedak + 50% pupuk N, P, dan K menghasilkan nilai respon berbeda
nyata dengan perlakuan kombinasi pupuk hayati dalam inokulan cair, yaitu
sebesar 32,12 CCI. Tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian
kombinasi pupuk hayati dalam carrier campuran kompos, tepung azolla dan
dedak + 100% pupuk N, P, dan K. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengurangan
dosis 50% pupuk N, P, dan K menghasilkan kandungan klorofil yang tidak
berbeda nyata.
33

Tabel 3. Hasil Analisis Pengaruh Aplikasi Kombinasi Pupuk Hayati dan pupuk N,
P, dan K terhadap Indeks Kandungan Klorofil

Parameter Indeks Kandungan


(Pupuk hayati dalam carrier) Klorofil (CCI)
A kultur cair + tanpa pupuk N, P, dan K 20,06 c
B kultur cair + 50% pupuk N, P, dan K 31,16 a
C kultur cair + 100% pupuk N, P, dan K 28,66 a
D kompos + tanpa pupuk N, P, dan K 25,22 b
E kompos + 50% pupuk N, P, dan K 29,40 a
F kompos + 100% pupuk N, P, dan K 30,79 a
G tepung azolla + tanpa pupuk N, P, dan K 29,12 a
H tepung azolla+ 50% pupuk N, P, dan K 31,74 a
I tepung azolla + 100% pupuk N, P, dan K 26,08 b
J dedak + tanpa pupuk N, P, dan K 30,79 a
K dedak+ 50% pupuk N, P, dan K 30,37 a
L dedak+ 100% pupuk N, P, dan K 31,74 a
M campuran kompos, tepung azolla dan dedak+ 29,70 a
tanpa pupuk N, P, dan K
N campuran kompos, tepung azolla dan dedak + 32,12 a
50% pupuk N, P, dan K
O campuran kompos, tepung azolla dan dedak + 31,25 a
100% pupuk N, P, dan K
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang
sama tidak berbeda nyata pada uji Scott Knott pada α= 5%.

Perlakuan kombinasi pupuk hayati dalam kompos + tanpa pupuk N, P, dan


K dan perlakuan kombinasi pupuk hayati dalam tepung azolla + 100% pupuk N, P,
dan K memberikan respon yang berbeda nyata dengan respon perlakuan
kombinasi pupuk hayati dalam inokulan cair + tanpa pupuk N, P, dan K dengan
nilai 25,22 CCI dan 26,08 CCI. Permatasari dan Nurhidayati (2014) dalam
penelitiannya mengatakan bahwa kandungan klorofil dipengaruhi oleh tersedianya
unsur hara nitrogen. Jika kandungan unsur hara nitrogen yang tersedia untuk
tanaman itu tinggi, maka kandungan klorofil pada daun tanaman tersebut akan
meningkat.
Peningkatan indeks kandungan klorofil dalam penelitian ini diduga
diakibatkan oleh meningkatkan kadar nitrogen dalam tanah seiring dengan
meningkatnya bakteri pemfiksasi nitrogen. Bakteri yang terkandung dalam pupuk
hayati yang diaplikasikan dengan berbagai carrier dapat meningkatkan koloni
34

bakteri pemfiksasi nitrogen, hal tersebut dapat disebabkan oleh kandungan yang
ada dalam carrier tersebut dapat menyuplai nutrisi bagi bakteri.
Klorofil memiliki peran penting dalam fotosintesis karena klorofil
merupakan pigmen yang dapat memanfaatkan cahaya matahari sebagai pemicu
fiksasi karbon dioksida untuk menghasilkan karbohidrat. Karbohidrat tersebut
akan berubah lemak, protein, asam nukleat, serta molekul organik bagi ekosistem
secara menyeluruh (Juanda et al., 2020). Semakin tinggi kandungan nutrisi, daun
tanaman akan semakin berwarna hijau. Kandungan nutrisi tanaman contohnya
nitrogen akan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman. Jika tanaman
mendapatkan nutrisi yang mencukupi, produktivitasnya juga akan meningkat
(Song et al., 2006).
Unsur hara nitrogen berpengaruh terhadap proses pembentukan klorofil
sehingga dalam pembentukan klorofil dibutuhkan suplai unsur hara nitrogen
dalam jumlah yang cukup. Selain itu, dalam pembentukan klorofil dan sintesis
protein dibutuhkan unsur hara Fe (Permatasari dan Nurhidayati, 2014). Intensitas
cahaya merupakan salah satu faktor eksternal yang memengaruhi pertumbuhan
tanaman. Dalam proses fotosintesis, intensitas cahaya memegang peran kunci
dalam penyerapan energi yang terjadi melalui penyerapan langsung foton oleh
pigmen-pigmen seperti klorofil (Zakiyah dkk., 2018).

4.2.2 Jumlah Malai

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi pupuk


hayati dalam berbagai carrier dan pupuk N, P, dan K memberikan pengaruh yang
nyata terhadap rata-rata jumlah malai padi gogo. Perbedaan jumlah malai pada
setiap parameter percobaan kemungkinan disebabkan oleh kandungan nitrogen
yang berbeda pada setiap perlakuan.
Hasil analisis uji lanjut Scott Knott (tabel 4) menunjukkan bahwa jumlah
malai pada kombinasi inokulan dalam kompos, dedak, dan azolla + 50% pupuk N,
P, dan K berbeda nyata dibandingkan perlakuan inokulan dalam kultur cair.
Perlakuan pupuk hayati dalam kultur cair menghasilkan jumlah malai 11,66 dan
tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan pupuk hayati dalam kompos + tanpa
pupuk N, P, dan K, pupuk hayati dalam kompos, pupuk hayati dalam tepung
azolla + 50% pupuk N, P, dan K, pupuk hayati dalam tepung azolla + 100%
35

pupuk N, P, dan K, pupuk hayati dalam dedak + tanpa pupuk N, P, dan K, pupuk
hayati dalam dedak + 100% pupuk N, P, dan K, serta pupuk hayati dalam
campuran kompos, tepung azolla, dan dedak + tanpa pupuk N, P, dan K.

Tabel 4. Hasil Analisis Pengaruh Aplikasi Kombinasi Pupuk Hayati dan pupuk N,
P, dan K terhadap Jumlah Malai
Parameter Jumlah Malai
(Pupuk hayati dalam carrier)
A kultur cair + tanpa pupuk N, P, dan K 11,66 b
B kultur cair + 50% pupuk N, P, dan K 23,33 a
C kultur cair + 100% pupuk N, P, dan K 20,66 a
D kompos + tanpa pupuk N, P, dan K 13,33 b
E kompos + 50% pupuk N, P, dan K 16,66 b
F kompos + 100% pupuk N, P, dan K 27 a
G tepung azolla + tanpa pupuk N, P, dan K 14 b
H tepung azolla+ 50% pupuk N, P, dan K 24 a
I tepung azolla + 100% pupuk N, P, dan K 22,33 a
J dedak + tanpa pupuk N, P, dan K 15,33 b
K dedak+ 50% pupuk N, P, dan K 26,33 a
L dedak+ 100% pupuk N, P, dan K 22,33 a
M campuran kompos, tepung azolla dan dedak+ 19,66 a
tanpa pupuk N, P, dan K
N campuran kompos, tepung azolla dan dedak + 30,33 a
50% pupuk N, P, dan K
O campuran kompos, tepung azolla dan dedak + 21,66 a
100% pupuk N, P, dan K
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang
sama tidak berbeda nyata pada uji Scott Knott pada α= 5%.

Peningkatan hara nitrogen dapat meningkatkan jumlah malai pada padi


karena nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang berperan dalam
meningkatkan jumlah malai (Artacho et al., 2009). Pemberian pupuk nitrogen
pada tanaman dapat meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah anakan yang akan
memengaruhi peningkatan berat biomasa dan jumlah malai yang dihasilkan.
Dalam penelitian ini, bakteri pemfiksasi nitrogen Azotobacter sp. dan Azotobacter
chrococcum yang digunakan dapat memberikan tambahan nutrisi pada tanaman
dengan menyuplai hara nitrogen, sehingga tanaman mendapatkan tambahan
nitrogen yang cukup untuk pembentukan malai. Pupuk hayati dalam carrier
kompos Azolla dan kompos Jerami berpengaruh terhadap hasil tanaman padi
(Rosiana dkk., 2013).
36

Pengaplikasian pupuk P pada padi berpengaruh terhadap pembentukan


malai. Fosfor berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan akar, serta memicu
proses pembungaan dan pematangan buah pada tanaman. Dosis berbeda dari
pupuk fosfor menghasilkan jumlah malai yang berbeda. Dosis P 300 kg ha-1
menghasilkan jumlah malai per rumpun tertinggi jika dibandingkan dengan
pemberian dosis P 159 kg ha-1 dan 450 kg ha-1 (Rosalina dan Nirwanto, 2021).
Dalam penelitian ini, bakteri pelarut fosfat yaitu Bacillus sp. dan Bacillus cereus
mampu membantu menyediakan fosfor dengan cara melarutkan fosfat yang terikat
dengan unsur lain menjadi fosfat yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman
(Widawati dan Sulasih, 2006).
Parameter pupuk hayati dalam campuran kompos, tepung azolla dan dedak
+ 50% pupuk N, P, dan K menghasilkan jumlah malai tidak berbeda nyata
dibandingkan dengan perlakuan pupuk hayati dalam campuran kompos, tepung
Azolla dan dedak + 100% pupuk N, P, dan K. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pengurangan dosis 50% pupuk N, P, dan K tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah malai yang dihasilkan oleh padi gogo.

4.2.3 Bobot 1000 Butir

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa aplikasi kombinasi pupuk


hayati dalam berbagai carrier padat dan pupuk N, P, dan K tidak berpengaruh
nyata terhadap bobot 1000 butir tanaman padi gogo. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kurang tersedianya unsur hara dalam tanah untuk diserap oleh
tanaman. Salah satu penyebab hilangnya unsur hara dalam tanah adalah karena
proses pencucian oleh air hujan (Yamani, 2018). Curah hujan tertinggi pada saat
penelitian mencapai 537,5 mm dengan rata-rata 17,4 mm. Menurut Norsalis,
curah hujan yang optimal untuk padi gogo adalah 200 mm/bulan selama 3 bulan
berturut-turut. Sedangkan curah hujan pada saat penelitian perbulan adalah 315,5
mm, 537,5 mm, 243 mm, 105,5 mm, 132,5 mm, dan 238 mm. Selain itu, curah
hujan yang tinggi dan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman dapat menghambat
pembentukan malai dan pengisian gabah sehingga dapat berpengaruh juga
terhadap bobot 1000 butir (Pratiwi dkk., 2013).
37

Tabel 5. Hasil Analisis Pengaruh Aplikasi Kombinasi Pupuk Hayati dan Pupuk N,
P, dan K terhadap bobot 1000 butir

Parameter Bobot 1000 butir


(Pupuk hayati dalam carrier) (gram)
A kultur cair + tanpa pupuk N, P, dan K 20,6
B kultur cair + 50% pupuk N, P, dan K 21,1
C kultur cair + 100% pupuk N, P, dan K 22,8
D kompos + tanpa pupuk N, P, dan K 22,2
E kompos + 50% pupuk N, P, dan K 23,4
F kompos + 100% pupuk N, P, dan K 20,8
G tepung azolla + tanpa pupuk N, P, dan K 23,0
H tepung azolla+ 50% pupuk N, P, dan K 23,7
I tepung azolla + 100% pupuk N, P, dan K 25,0
J dedak + tanpa pupuk N, P, dan K 25,3
K dedak + 50% pupuk N, P, dan K 23,4
L dedak + 100% pupuk N, P, dan K 22,8
M campuran kompos, tepung azolla dan dedak + 23,5
tanpa pupuk N, P, dan K
N campuran kompos, tepung azolla dan dedak + 26,3
50% pupuk N, P, dan K
O campuran kompos, tepung azolla dan dedak + 22,4
100% pupuk N, P, dan K
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan faktor perlakuan yang
sama tidak berbeda nyata pada uji Scott Knott pada α= 5%.

Pemberian perlakuan inokulan dalam kultur cair menghasilkan bobot 1000


butir sebesar 20,6 gram. Sedangkan pemberian perlakuan kombinasi pupuk hayati
dalam campuran kompos, tepung azolla, dan dedak + 50% pupuk N, P, dan K
menghasilkan bobot 1000 butir sebesar 26,3 gram. Berdasarkan analisis tanah
awal, kandungan N-total pada tanah Inceptisols Jatinangor yang digunakan dalam
penelitian ini tergolong sedang, yaitu sebesar 0,21% dengan kandungan C-organik
yang rendah yaitu 1,78%. P potensial, P tersedia, dan K potensial juga tergolong
rendah sehingga padi gogo kemungkinan kekurangan unsur hara dan berpengaruh
terhadap hasil padi gogo. Kandungan fosfor yang rendah berdasarkan hasil
analisis awal berpengaruh terhadap bobot 1000 biji. Hara P dapat memacu
pembentukan serta mempercepat pembungaan dan pemasakan buah (Rosalina dan
Nirwanto, 2021). Hasil penelitian Syamsiyah, dkk (2009), pemberian dosis pupuk
SP36 60 kg ha-1 dan 80 kg ha-1 menghasilkann bobot 1000 yang berbeda nyata
dengan kontrol yaitu dengan peningkatan 6,704%. Hal ini diduga karena fosfor
38

banyak tersimpan dalam biji karena merupakan penyusun fitin, fosfolipid dan
nukleorotein.
V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Perlakuan kombinasi pupuk hayati dalam berbagai carrier dan pupuk N, P,


dan K berpengaruh nyata terhadap jumlah malai dan kandungan klorofil tetapi
tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir.
2. Perlakuan kombinasi pupuk hayati dalam kompos, tepung azolla, dan dedak +
50% pupuk N, P, dan K merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan
jumlah malai dan kandungan klorofil dibandingkan dengan perlakuan pupuk
hayati dalam kultur cair + tanpa pupuk N, P, dan K.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaplikasian kombinasi


pupuk hayati dalam carrier kompos, tepung azolla dan dedak dengan dosis yang
berbeda dan dosis pupuk N, P, dan K. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini
pengaplikasian kombinasi pupuk hayati dalam campuran carrier kompos, tepung
azolla dan dedak + 50% pupuk N, P, dan K menghasilkan respon yang terbaik
tetapi masih belum mendapatkan kesimpulan yang terbaik mengenai parameter
mengenai jenis carrier dan dosis pupuk hayati yang direkomendasikan.

39
DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2022. Produksi padi tahun 2021 turun 0,43%.
Diakses pada 09 Juli 2023 dari :
https://www.bps.go.id/pressrelease/2022/03/01/1909/produksi-padi-tahun-
2021-turun-0-43-persen--angka-tetap-.html
[PUSDATIN] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal
Kementerian Pertanian, 2022. Buletin Konsumsi Pangan, 13(1), 12-21.
Abdurachman, A., Dariah, A., & Mulyani, A. 2008. Strategi dan teknologi
pengelolaan lahan kering. Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 43–49.
Ahmad, A., Susilowati, L., & Arifin, Z. 2015. Uji carrier bakteri pelarut fosfat
sebagai agen pupuk hayati. Jurnal Crop Agro, 3(2), 1-9.
Asniah, Aidawati, N., & Razie, F. 2019. Uji kemampuan Bacillus sp. asal
persawahan Kalimantan Selatan dalam memacu pertumbuhan tanaman
padi (Oryzah sativa L.). Jurnal Tugas Akhir Mahasiswa, 2(2), 1-6.
Antralina, M., Kania, D., & Santoso, J. 2015. Pengaruh pupuk hayati terhadap
kelimpahan bakteri penambat nitrogen dan pertumbuhan tanaman kina
(Cinchona ledgeriana Moens ) klon Cib . 5. Jurnal Penelitian Teh dan
Kina, 18(2), 177–185.
Artacho, P., Bonomelli, C., & Meza, F. 2009. Nitrogen application in irrigated
rice grown in mediterranean conditions: Effects on grain yield, dry matter
production, nitrogen uptake, and nitrogen use efficiency. Journal of Plant
Nutrition, 32(9), 1574–1593. https://doi.org/10.1080/01904160903094339
Bestari, R. M., Indrawanis, E., & Ezward, C. 2018. Uji kompos sludge dan pupuk
sp-36 terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kacang hijau
(Phaseolus radiatus. L) (The. Jurnal Pertanian UMSB, 2(1), 28–43.
Bashan, Y. 2005. Bacteria / Plant growth-promotion. Encyclopedia of soils in the
environment. 1, 103-115.
Castillo, T., Adres, G., Claudio P-C., Alvaro D-B., & Carlos Pena. 2020.
Respiration in Azotobacter vinelandii and its relationship with the
synthesis of biopolymers. Electronic Journal of Biotechnology. 48, 36–45.
https://doi.org/10.1016/j.ejbt.2020.08.001
Dandessa, C., & Ketema Bacha. 2018. Review on role of phosphate solubilizing
microorganisms in sustainable agriculture. International Journal of Current
Research and Academic Review. 6(11), 48–55.
https://doi.org/10.20546/ijcrar.2018.611.006
Datta, S. N. 2011. Culture of Azolla and its efficacy in diet of Labeo rohita.
Aquaculture. 310(3–4), 376–379.
https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2010.11.008
EFSA. Opinion of the Scientific Panel on Biological Hazards on Bacillus cereus
and other Bacillus spp in foodstuff. 2005. EFSA J, 3(4), 1-48, https://
10.2903/j.efsa.2005.175

40
41

Fadiluddin, M. 2009. Efektivitas Formula Pupuk Hayati dalam Memacu Serapan


Hara, Produksi, dan Kualitas Hasil Jagung dan Padi Gogo di Lapang.
[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Firdausi, N., Muslihatin, W., & Nurhidayati, T. 2016. Pengaruh kombinasi media
pembawa pupuk hayati bakteri penambat nitrogen terhadap ph dan unsur
hara nitrogen dalam tanah. Jurnal Sains dan Seni ITS, 4(1), 44–46.
http://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/view/20634
Ginting, Rohani Cinta Badia, Rasti Saraswati, & Edi Husen. 2006.
Mikroorganisme pelarut fosfat. Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Hapsoh, H., Isna, R. D., & Abdul Rahman. 2021. Uji formulasi pupuk hayati cair
dengan penambahan bacillus cereus terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman jagung manis (Zea Mays Saccharata Sturt). Agrotekma: Jurnal
Agroteknologi dan Ilmu Pertanian. 5(2), 132–143.
https://doi.org/10.31289/agr.v5i2.4700
Hanum, L., Windusari, Y., Setiawan, A., Hidayat, M. R., Adriansyah, F.,
Mubarok, A. A., & Pratama, R. 2018. Morfologi dan Molekuler Padi
Lokal. Palembang: Nour Fikri.
Hidayah, F., Santosa, S., & Putri, R. E. 2019. Model prediksi hasil panen
berdasarkan pengukuran non-destruktif nilai klorofil tanaman padi rice
yield prediction model based on nondestructive measurements of rice
chlorophyll values paddy leaf. Agritech, 39(4), 289–297.
Hindersah, R., Nurfitriana, N., & Fitriatin, B. N. 2018. Azotobacter chroococcum
dan pembenah tanah untuk menurunkan serapan kadmium oleh tanaman
padi (Oryza sativa L.). Agrologia, 6(1), 19–25.
https://doi.org/10.30598/a.v6i1.176
Hiremath, G., et al. 2014. Isolation and characterization of nitrogen fixing
Bacillus subtilis strain as-4 from agricultural soil. International Journal of
Recent Scientific Research. 3(9), 4–8. http://www.recentscientific.com
Huang, C. J., Tang-Kai Wang, Shu-Chun Chung & Chao-Ying Chen. 2005.
Identification of an antifungal chitinase from a potential biocontrol agent,
Bacillus cereus 28-9. Journal of Biochemistry and Molecular Biology.
38(1), 82–88. https://doi.org/10.5483/bmbrep.2005.38.1.082
Husna, M., Sugiyanta, S., & Pratiwi, E. 2020. Kemampuan konsorsium bacillus
pada pupuk hayati dalam memfiksasi N2, melarutkan fosfat dan
mensintesis fitohormon indole 3-acetic-acid. Jurnal Tanah Dan Iklim,
43(2), 117. https://doi.org/10.21082/jti.v43n2.2019.117-125
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Irawan, Bambang. 2015. Dinamika produksi padi sawah dan padi gogo :
implikasinya terhadap kebijakan peningkatan produksi padi. Jurnal
pembangunan pertanian berbasis ekoregion, 5(3) 68-88.
Juanda, Aulia, F. Roosmawati, & Kanda Haswen. 2000. Analisa jumlah klorofil
daun terhadap produksi kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada elevasi 300-
600 MDPL di Kebun Pabatu. 3(22), 126-133.
42

Kalayu, G. 2019. Phosphate solubilizing microorganisms: Promising approach as


biofertilizers. International Journal of Agronomy. 2019, 1-7
https://doi.org/10.1155/2019/4917256
Kennedy, A.C. 1998. The rhizosphere and spermosphere Pp 389-407 In SILVIA
et al. (Eds) Principles and Aplication of Soil Microbiology. Prentice Hall.
New Jersey.
Krishnaraj, P. U., & S. Dahale. 2014. Mineral phosphate solubilization: Concepts
and prospects in sustainable agriculture. Proceedings of the Indian
National Science Academy. 80(2), 389–405.
https://doi.org/10.16943/ptinsa/2014/v80i2/55116
Larasati, T. R. D., Mulyana, N., & Sudrajat, D. 2010. Kompos dan vermikompos
sebagai bahan pembawa potensial untuk produksi inokulan mikroba.
Prosiding Simposium Dan Pameran Teknologi Aplikasi Isotop Dan
Radiasi., 1(1), 225–234.
Lesmana, O. S., Toha, H. M., & Las, d. I. 2002. Deskripsi varietas unggul baru
padi. Sukamandi: Balai Penelitian Tanaman Padi.
Liu, Z., et al. 2015. Characterization of phosphate-solubilizing bacteria isolated
from calcareous soils. Applied Soil Ecology. 96, 217–224.
https://doi.org/10.1016/j.apsoil.2015.08.003
Mahmud, K., Makaju, S., Ibrahim, R., & Missaoui, A. 2020. Current progress in
nitrogen fixing plants and microbiome research. Plants, 9(1), 1–17.
https://doi.org/10.3390/plants9010097
Mali, G. V, & Bodhankar, M. G. 2009. Antifungal and Phytohormone Production
Potential of Azotobacter chroococcum Isolates from Groundnut (Arachis
hypogea L.) Rhizosphere. Asian J. Exp. Sci, 23(1), 293–297
Malik, A. 2017. Prospek Pengembangan Padi Gogo. Jakarta : IAARD.
Martínez-Dalmau, J., Berbel, J., & Ordóñez-Fernández, R. 2021. Nitrogen
fertilization. A review of the risks associated with the inefficiency of its
use and policy responses. Sustainability (Switzerland), 13(10), 1–15.
https://doi.org/10.3390/su13105625
Marwoto & Suharsono. 2008. Strategi dan komponen teknologi pengendalian ulat
grayak (Spodoptera litura Fabricius) pada tanaman kedelai. Jurnal Litbang
Pertanian, 27(4), 131–136.
Mukhtar, H. 2018. Optimization of growth conditions for Azotobacter species and
their use as biofertilizer. Journal of Bacteriology & Mycology. 6(5), 274–
278. https://doi.org/10.15406/jbmoa.2018.06.00217
Mulyani, A., Kuncoro, D., Nursyamsi, D., & Agus, F. 2016. Analisis konversi
lahan sawah : penggunaan data spasial resolusi tinggi memperlihatkan laju
konversi yang mengkhawatirkan. Jurnal Tanah Dan Iklim, 40(2), 121–133.
Munir, J. 2019. Peluang Budi Daya Tanaman Padi.Yogyakarta: Deepublish.
Nazirah, Laila. 2018. Teknologi Budidaya Padi Toleran Kekeringan. Aceh: Sefa
Bumi Persada.
Nugroho, S. G., & Kuwatsuka, S. 1990. Concurrent observation of several
processes of nitrogen metabolism in soil amended with organic materials: I.
43

Effect of different organic materials on ammonification, nitrification,


denitrification, and N2fixation under aerobic and anaerobic conditions.
Soil Science and Plant Nutrition, 36(2), 215–224.
https://doi.org/10.1080/00380768.1990.10414986
Nurmas, A., Rahman, A., & Khaeruni, D. A. 2014. Eksplorasi dan karakterisasi
azotobacter indigenous untuk pengembangan pupuk hayati tanaman padi
gogo lokal di lahan marjinal. Jurnal Agroteknos, 4(2), 128–134
Nursalis, E. 2011. Padi gogo dan padi sawah. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1-
14.
Nurnasari, Elda & Djumali. 2010. Pengaruh kondisi ketinggian tempat terhadap
produksi dan hasil tembakau temanggung. buletin tanamn tembakau, serat,
dan minyak industri. 2(2), 45-49.
Nuzulul, R., W. Muslihatin, & Tutik Nurdihidayati. 2016. Pengaruh kombinasi
media pembawa pupuk hayati bakteri pelarut fosfat tehadap pH dan unsur
hara fosfor dalam tanah. Jurnal Sains Dan Seni ITS. 4(1), 44–46.
http://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/view/20634
Norsalis, E. 2011. Padi Gogo dan Sawah. Jurnal Online Agroteknologi. 1(2), 1-14.
Oktrisna, D., Puspita, F., & Zuhry, E. 2017. Uji bakteri Bacillus sp. Endofit
Diformulasi dengan beberapa Limbah terhadap Tanaman Padi Sawah
(Oryza sativa L.). Jurnal Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Riau, (5)1-2.
Patil, S. V., et al. 2020. Azotobacter beneficial microbes in agro-ecology: bacteria
and fungi, 397–426. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-823414-3.00019-8
Permatasari & Nurhidayati, T. 2014. Pengaruh inokulan bakteri penambat
nitrogen , pertumbuhan tanaman cabai rawit. Jurnal Sains Dan Seni
POMITS, 3(2), 44–48.
Pracaya. 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Organik. Yogyakarta:
Kanisius.
Puslittanak. 2000. Tanah Inceptisols. Bogor: Badang Litbang Pertanian.
Ram, T., Majumder, N., Mishra B., Ansari, M., & Padmavathi, G. 2007.
Introgression of board spectrum blast resistance gene(s) into cultivated
rice (Oryza sativa ssp indica) from wild rice O. Current science, 92(2),
225-239.
Rahmayuni, E., Ismiani, S., Muslimah, D. H., Wilujeng, E. D. I., & Rizqulloh, M.
N. 2018. Karakterisasi dan viabilitas isolat bakteri pelarut fosfat dalam
bahan pembawa kompos dan zeolit. Jurnal Agrosains Dan Teknologi, 3(1),
31–38. jurnal.umj.ac.id/index.php/ftan
Raj, D. P., Linda, R., & R. S. Babyson. 2014. Molecular characterization of
Phosphate Solubilizing Bacteria (PSB) and Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (PGPR) from pristine soils. International Journaal of
Innovative Sience, Enginering and Technology. 1(7), 317–324.
Rajamuddin, U. A., & Idham Sanusi. 2014. Karakteristik morfologi dan
klasifikasi tanah Inceptisols pada beberapa sistem lahan di kabupaten
jeneponto sulawesi selatan. Jurnal Agroland, 21(2), 81–85.
44

Rauf A.W, T. Syamsuddin &S.R. Sihombing. 2000. Peranan Pupuk NPK pada
Tanaman Padi. Departemen Pertanian Badan Penelitian dan
Pengembangan. Irian Jaya: Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Koya
Barat Irian Jaya.
Resman, Syamsul, A. S., & H. S. Bambang. 2006. Kajian beberapa sifat kimia dan
fisika Inceptisols pada toposekuen lereng selatan Gunung Merapi
Kabupaten Sleman. Jurnal Ilmu Tanah Dan Lingkungan, 6(2), 101–108.
Rosalina, E., & Nirwanto, Y. 2021. The effect of phosphor (p) fertilizer measures
on the growth and yield of some varieties rice plant (Oryza sativa L.).
Media Pertanian, 6(1), 45–59.
Rosiana, Turmuktini, Yuwariah, Simarmata, & Arifin. 2013. Aplikasi kombinasi
kompos jerami , kompos azolla dan pupuk hayati untuk meningkatkan
jumlah populasi bakteri penambat nitrogen dan produktivitas tanaman padi
berbasis IPAT-BO. Agrovigor, 6(1), 16–22.
Salisbury, B., F., & Ross, C. W. 1995. Pengantar Fisiologi Tumbuhan Jilid I,
diterjemahkan oleh Diah R, Lukman dan Sumaryono. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Sapalina, F., Ginting, E. N., & Hidayat, F. 2022. Bakteri penambat nitrogen
sebagai agen biofertilizer. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 27(1), 41–
50.
Saraswati, Risa & Sumarno. 2008. Pemanfaatan mikroba penyubur tanah sebagai
komponen teknologi pertanian. Iptek Tanaman Pangan, 3(1), 41-58
Setiawati, M. R., D. H. Arief, , P. Suryatmana, & R. Hudaya. 2008. Aplikasi
bakteri endofitik penambat N2 untuk meningkatkan populasi bakteri
endofitik dan hasil tanaman padi sawah. Agrikultura, 19(3), 13–19.
https://doi.org/10.24198/agrikultura.v19i3.1009
Setiawati, M. R., Damayanti, M., Herdiyantoro, D., Suryatmana, P., & Khumairah,
F. H. 2019. Uji Formulasi pupuk hayati padat berbasis azolla terhadap
populasi dan fungsional mikroba tanah menguntungkan. SoilREns, 15(2),
21–25. https://doi.org/10.24198/soilrens.v15i2.21461
Setyamidjaya, D. 1986. Pupuk dan Pemupkan. Bogor : Pusat Pendidikan dan
Latihan Pertanian.
Simanungkalit, R. D. 2001. Aplikasi Pupuk Hayati dan Pupuk Kimia : Suatu
Pendekatan Terpadu. Buletin Agrobio, 4(2), 56–61.
Simanungkalit, R. D. M., R. Saraswati, R. D. Hastuti, & D. E. Husen. 2004.
Bakteri Penambat Nitrogen. Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati, 2(1), 27.
Simanungkalit, R., et al. 2006. Pupuk Organik dan Pupupk Hayati. Bogor: Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Sirappa, M.P., & Edwen D. Waas. 2009. Kajian varietas dan pemupukan terhadap
peningkatan hasil padi sawah di dataran Pasahari, Maluku Tengah. Jurnal
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 12(1), 79-90.
Sharma, S. B. 2013. Phosphate solubilizing microbes: sustainable. Springer Plus,
1-14.
45

Shokri, D., & G. Emtiazi. 2010. Indole-3-acetic acid (IAA) production in


symbiotic and non-symbiotic nitrogen-fixing bacteria and its optimization
by taguchi design. Current Microbiology, 61(3), 217–225.
https://doi.org/10.1007/s00284-010-9600-y
Smith, D. W. 2014. Keys to Soil Taxonomi. United State Departement of
Agriculture: Soil Survey Staff.
Syamsiyah, J., Suhardjo, M., & Lilis Andriyani. (2009). Efisiensi pupuk p dan
hasil padi pada sawah Pasir Pantai Kulonprogo yang diberi zeolit. Sains
Tanah, 6(1), 7–14.
Sugito, Y. 2012. Ekologi Tanaman: Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap
Pertumbuhan Tanaman dan Beberapa Aspeknya. Malang: Universitas
Brawijaya Press (UB Press). Cetakan Kedua.
Subardja, D. S., Ritung, S., Anda, M., Sukarman, Suryani, E., & Subandiono, R. E.
2014. Petunjuk Teknis Klasifikasi Tanah Nasional. Bogor: Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Supriyono, A., S, Minarsih, & B. Prayudi. 2014. Efektivitas pemberian pupuk
hayati terhadap pertumbuhan dan hasil padi gogo pada tanah kering.
Agritech, 16(1), 1-2
Suryantini. 2016. Formulasi Carrier Pupuk Hayati Pelarut Fosfat untuk Kedelai di
Tanah Masam. Buletin Palawija. 14(1), 28-35.
Song, Nio & Yunia Banyo. 2011. Konsentrasi klorofil daun sebagai indicator
kekurangan air pada tanaman. Jurnal Ilmiah Sais, 11(2), 166-173
Tilak, K. V. B. R., N. Ranganayaki, & C. Manoharachari. 2006. Synergistic
effects of plant-growth promoting rhizobacteria and Rhizobium on
nodulation and nitrogen fixation by pigeonpea (Cajanus cajan). European
Journal of Soil Science, 57(1), 67–71. https://doi.org/10.1111/j.1365-
2389.2006.00771.x
Trisilvi, F. O., dkk. 2022. Peningkatan Produktivitas padi gogo (oryza sativa
linnaeus) akibat aplikasi pupuk N dan bakteri pemfiksasi nitrogen dalam
carrier pada Inceptisols asal Jatinangor. Soilrens, 19(2), 17.
https://doi.org/10.24198/soilrens.v19i2.38360
Van Veen, J. A., van Overbeek, L. S., & van Elsas, J. D. 1997. Fate and activity
of microorganisms introduced into soil. Microbiology and Molecular
Biology Reviews, 61(2), 121–135. https://doi.org/10.1128/mmbr.61.2.121-
135.1997
Vidhya, K., Uthayakumar, V., Muthukumar, S., Munirasu, S., &
Ramasubramanian, V. 2014. The effects of mixed algal diets on
population growth, egg productivity and nutritional profiles in cyclopoid
copepods (Thermocyclops hyalinus and Mesocyclops aspericornis). The
Journal of Basic & Applied Zoology, 67(2), 58–65.
https://doi.org/10.1016/j.jobaz.2014.08.003
Utami, S. N. H., & Handayani, S. 2003. Sifat Kimia Entisol Pada Sistem
Pertanian Organik. Ilmu Pertanian, 10(2), 63–69.
46

Widawati, S., & Suliasih, S. 1970. The population of phosphate solubilizing


bacteria (PSB) from Cikaniki, Botol Mountain, and Ciptarasa Area, and
the ability of PSB to solubilize insoluble P in solid pikovskaya medium.
Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 7(2), 109–113.
https://doi.org/10.13057/biodiv/d070203
Wulandari, S. 2001. Efektifitas bakteri pelarut fosfat Pseudomonas sp. terhadap
pertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max L.) pada Tanah Podsolik
Merah Kuning. Jurnal Natur Indonesia. 4(1), 21-25.
Yamani, A. 2018. Telaah kesuburan tanah pada hutan alam di kawasan hutan
dengan tujuan khusus universitas lambung mangkurat. Jurnal Hutan Tropis,
6(1), 1–5.
Yusmayani, M. 2019. Analisis kadar nitrogen pada pupuk urea, pupuk cair dan
pupuk kompos dengan metode kjeldahl. Amina, 1(1), 28–34.
https://doi.org/10.22373/amina.v1i1.11
Zakiyah, Miftahul, Togar F. M., & Reine S. W. 2018. Kandungan klorofil daun
pada empat jenis pohon di Arboretum Sylva Indonesia PC, Universitas
Tanjungpura. Jurnal Hutan Lestari. 6(1), 48-55
Zahroh, F., Kusrinah, K., & Setyawati, S. M. 2018. Perbandingan variasi
konsentrasi pupuk organik cair dari limbah ikan terhadap pertumbuhan
tanaman cabai merah (Capsicum annum L.). Al-Hayat: Journal of Biology
and Applied Biology, 1(1), 50. https://doi.org/10.21580/ah.v1i1.2687
Zhu, F., L. Qu, X. Hong, & X. Sun. 2011. Isolation and characterization of a
phosphate-solubilizing halophilic bacterium Kushneria sp. YCWA18 from
Daqiao saltern on the coast of yellow sea of China. Evidence-Based
Complementary and Alternative Medicine. 1-6.
https://doi.org/10.1155/2011/615032
Zhu, J., Min Li, & M. Whelan. 2018. Phosphorus activators contribute to legacy
phosphorus availability in agricultural soils: A review. Science of the
Total Environment, 612, 522–537.
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2017.08.095
LAMPIRAN

47
48

LAMPIRAN
Lampiran 1. Deskripsi Benih Padi Gogo Varietas Situ Bagendit
Nomor seleksi : S4325D-1-2-3-1
Asal persilangan : Batur/2 *S2823-7D-8-1-A
Golongan : Cere
Umur tanaman : 110 – 120 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 99 – 105 cm
Anakan produktif : 12 – 13 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna
Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Panjang ramping
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Sedang
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 22%
Rata-rata hasil : 4,0 t/ha (lahan kering) 5,5 t/ha (sawah)
Potensi hasil : 6,0 t/ha
Ketahanan terhadap penyakit : Agak tahan terhadap blas dan Agak tahan
terhadap hawar daun bakteri strain III dan
IV
Anjuran tanam : Cocok ditanam di lahan kering maupun
ditanam di lahan sawah
Pemulia : Z. A. Simanulang, Aan A. Daradjat, Ismail
B. P., dan N. Yunani
Tim peneliti : Mukelar Amir, Atito D., dan Y. Samaullah
Teknisi : Meru, U. Sujanang, Karmita, dan Sukarno
Dilepas tahun : 2003
49

Lampiran 2. Desain Penelitian di Rumah Kaca


N J M
L O L
M A E
J C N
D B F
E N C
C L K
J K I
G D O
F F J
B I A
O G B
H H H
I M D
A E G

Keterangan:
A: pupuk hayati dalam kultur cair + tanpa pupuk N, P, dan K
B: pupuk hayati dalam kultur cair + 50% pupuk N, P, dan K
C: pupuk hayati dalam kultur cair + 100% pupuk N, P, dan K
D: pupuk hayati dalam kompos + tanpa pupuk N, P, dan K
E: pupuk hayati dalam kompos + 50% pupuk N, P, dan K
F: pupuk hayati dalam kompos + 100% pupuk N, P, dan K
G: pupuk hayati dalam tepung azolla + tanpa pupuk N, P, dan K
H: pupuk hayati dalam tepung azolla+ 50% pupuk N, P, dan K
I: pupuk hayati dalam tepung azolla + 100% pupuk N, P, dan K
J: pupuk hayati dalam dedak + tanpa pupuk N, P, dan K
K: pupuk hayati dalam dedak+ 50% pupuk N, P, dan K
L: pupuk hayati dalam dedak+ 100% pupuk N, P, dan K
M: pupuk hayati dalam campuran kompos, tepung azolla dan dedak+ tanpa pupuk
N, P, dan K
N: pupuk hayati dalam campuran kompos, tepung azolla dan dedak + 50% pupuk
N, P, dan K
O: pupuk hayati dalam campuran kompos, tepung azolla dan dedak + 100%
pupuk N, P, dan K
50

Lampiran 3. Perhitungan Pupuk Hayati


1. Perhitungan formulasi pupuk hayati dosis 50 kg ha-1:
Dosis pupuk hayati (ha)/populasi tanaman (ha)
50.000
𝑥50 = 0,00025 𝑘𝑔 = 0,39𝑔 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛
128.000
= 0,78 𝑔 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑜𝑙𝑦𝑏𝑎𝑔

2. Perhitungan setiap perlakuan formulasi pupuk hayati


Perlakuan Kompos Azolla Dedak Tapioka Inokulan
(%) (%) (%) (%) (%)
a2 100 0 0 1 10
a3 0 100 0 1 10
a4 0 0 100 1 10
a5 33.33 33.33 33.33 1 10

3. Kebutuhan komposisi formulasi pupuk hayati


Perlakuan Kompos Azolla Dedak Tapioka Inokulan
(%) (%) (%) (%) (%)
a2 50 0 0 0.5 5
a3 0 50 0 0.5 5
a4 0 0 50 0.5 5
a5 17 17 17 0.5 5
51

Lampiran 4. Perhitungan N, P, K
𝑫𝒐𝒔𝒊𝒔 𝒓𝒆𝒌𝒐𝒎𝒆𝒏𝒅𝒂𝒔𝒊 𝒑𝒆𝒓 𝒉𝒆𝒌𝒕𝒂𝒓
Kebutuhan pupuk = 𝑷𝒐𝒑𝒖𝒍𝒂𝒔𝒊 𝒕𝒂𝒏𝒂𝒎𝒂𝒏

1. Perhitungan Pupuk Urea 100% rekomendasi


300.000
Kebutuhan pupuk =128.000 = 2,34375 𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛
Kebutuhan pupuk = 2,34375 g per tanaman x 2 = 4,6875 g per Polybag
2. Perhitungan Pupuk Urea 50% rekomendasi
150.000
Kebutuhan pupuk =128.000 = 1,171875 𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛
Kebutuhan pupuk = 1,171875 g per tanaman x 2 = 2,34375 g per Polybag
3. Perhitungan Pupuk SP-36 100% rekomendasi
100.000
Kebutuhan pupuk =128.000 = 0,78 𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛
Kebutuhan pupuk = 0,78 g per tanaman x 2 = 1,56 g per Polybag
4. Perhitungan Pupuk SP-36 50% rekomendasi
100.000
Kebutuhan pupuk =128.000 x 50% = 0,39 𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛
Kebutuhan pupuk = 0,39 g per tanaman x 2 = 0,78 g per Polybag
5. Perhitungan Pupuk KCl
100.000
Kebutuhan pupuk =128.000 = 0,78 𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛
Kebutuhan pupuk = 0,78 g per tanaman x 2 = 1,56 g per Polybag
52

Lampiran 5. Analisis Tanah Awal


Hasil Analisis Tanah Awal Inceptisols
Jatinangor
No Parameter Satuan Hasil Kriteria
1 pH: H2O - 5,00 Agak Masam
2 pH: KCL 1N - 4,30 -
3 C-organik (%) 1,78 Rendah
4 N-total (%) 0,21 Sedang
5 C/N - 9 Rendah
6 P2O5 HCL 25% (mg/100g) 34,58 Sedang
7 P2O5 (bray) (ppm P) 4,48 Sangat Rendah
8 K2O HCL 25% (mg/100g) 12,58 Rendah
9 Susunan Kation:
K-dd (cmol.kg-1) 0,50 Sedang
Na-dd (cmol.kg-1) 0,24 Rendah
Ca-dd (cmol.kg-1) 6,01 Sedang
Mg-dd (cmol.kg-1) 2,99 Tinggi
10 KTK (cmol.kg-1) 37,8 Tinggi
11 Kejenuhan Basa (%) 2,35 Sangat Rendah
12 Al-dd (cmol.kg-1) 0,39
13 H-dd (cmol.kg-1) 0,09
14 Kejenuhan Al (%)
15 Tekstur
Pasir (cmol.kg-1) 13,45
Debu (cmol.kg-1) 43,98 Liat Berdebu
Liat (cmol.kg-1) 42,56
16 Azotobacter sp. CFU g-1 3,04 x 108
17 Bacillus sp. CFU g-1 6,15 x 108

Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman dan Laboratorium
Mikrobiologi Tanha, Departemen Ilmu Tanah dan Nutrisi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Padjadjaran, 2022
53

Lampiran 6. Data Iklim Tempat Penanaman Padi Gogo


NOVEMBER DESEMBER JANUARI
T (oC) RH H T (oC) RH H T (oC) RH H
Tgl
(%) (mm) (%) (mm) (%) (mm)
1 22,8 88 - 23 91 - 22,7 92 3,5
2 23,7 90 27 22,5 93 50,0 23,1 88 0
3 24,1 87 0 22,6 90 1,5 22,9 89 -
4 23,7 88 1,0 23,0 91 15,0 22,9 88 -
5 23,8 88 2,0 21,9 94 16,0 23,1 87 -
6 23,2 91 22,0 22,3 92 27,0 23,0 86 -
7 22,6 94 9,0 22,6 93 0 23,6 85 -
8 21,4 94 4,5 22,8 93 2,0 23,3 86 -
9 22,1 94 15,5 22,1 92 44,0 22,7 91 6,5
10 22,5 93 24,0 22,8 91 2,0 23,2 90 11,0
11 22,8 91 12,5 22,9 91 1,0 22,8 87 -
12 21,5 94 15,5 22,4 93 96,5 24,1 86 2,0
13 22,3 93 38,0 22,3 92 1,0 23,3 86 1,5
14 22,2 94 6,0 22,5 92 2,5 24,2 86 -
15 21,7 94 10,5 21,7 94 4,5 23,3 87 1,5
16 22,3 93 2,0 22,5 94 20,0 23,0 88 0
17 22,1 95 1,0 22,6 93 83,5 23,2 91 -
18 23,0 88 2,5 23,2 93 58,0 21,8 91 0
19 23,7 87 1,5 22,5 92 51,0 21,7 94 51,0
20 24,0 86 - 22,6 93 13,0 22,4 94 -
21 22,6 88 - 23,3 90 5,0 22,4 92 30,0
22 24,5 86 - 22,8 92 2,0 22,8 92 25,5
23 22,4 91 6,0 22,6 91 3,5 23,1 89 2,0
24 22,3 94 13,5 22,7 92 - 22,4 92 45,0
25 22,0 93 52,5 22,4 94 2,5 22,0 93 42,5
26 22,6 94 15,0 21,8 94 2,0 21,9 91 4,5
27 22,7 91 13,5 21,0 96 18,0 22,1 93 1,5
28 22,5 93 7,5 21,6 93 1,0 22,2 93 -
29 23,1 91 17,5 22,0 92 1,0 22,2 93 13,5
30 22,0 92 - 22,1 94 10,5 23,0 90 1,5
31 22,7 93 2,5 23,3 90 -
Total 682,2 2732 315,5 695,8 2868 537,5 714,4 2782 243
Rerata 22,7 91 10,5 22,5 93 17,4 23,0 90 7,8
54

Lanjutan

FEBRUARI MARET APRIL


Tgl T (oC) RH H T (oC) RH H T (oC) RH H
(%) (mm) (%) (mm) (%) (mm)
1 23 90 - 22,7 93 0 21,7 93 28,0
2 23,2 92 2,0 21,3 94 8,5 22,9 89 1,0
3 22,4 92 1,0 21,7 92 3,0 23,2 89 36,0
4 23,6 89 0 22,6 88 - 23,8 84 -
5 23,8 87 - 22,3 88 - 23,5 87 -
6 23,1 86 - 22,6 88 0 22,8 89 5,5
7 23,3 86 - 22,7 88 1,5 22,7 87 -
8 23,2 88 - 23,0 86 - 23,8 87 -
9 23,2 88 - 22,7 90 - 23,8 86 2,0
10 22,8 89 2,5 24,2 85 8,5 22,8 91 -
11 22,7 92 7,0 23,0 88 - 22,5 86 -
12 21,5 96 14,5 23,1 88 - 22,7 89 -
13 21,7 93 10,0 23,7 86 - 21,8 93 8,0
14 22,3 93 1,5 23,2 86 - 22,0 91 -
15 23,2 89 1,0 24,1 84 - 22,7 85 61,0
16 22,1 91 6,5 23,2 85 - 23,6 88 78
17 23,1 92 2,0 23,1 85 - 23,8 85 1,5
18 23,2 89 11,5 23,3 86 7,5 24,0 86 1,0
19 23,7 89 3,0 22,9 88 - 24,4 86 -
20 21,7 92 1,0 22,6 89 - 23,8 87 -
21 22,5 91 7,0 22,4 90 57,0 24,0 85 -
22 23,1 91 - 24,0 86 1,0 24,4 86 -
23 22,9 91 - 23,6 88 - 23,8 86 -
24 21,4 96 7,5 23,9 86 - 24,0 87 -
25 21,7 95 13,5 23,1 88 1,0 22,7 88 7,0
26 22,0 94 1,0 22,7 88 6,5 22,5 93 5,0
27 21,6 96 11,0 22,2 92 17,0 22,8 89 2,0
28 22,2 93 2,0 23,4 86 18,0 23,7 86 -
29 21,9 91 - 23,8 87 2,0
30 22,2 87 1,5 22,8 88 -
31 22,8 90 2,5
Total 635,2 2550 105,5 710,2 2727 132,5 647,7 2633 238
Rerata 22,7 91 3,8 22,9 88 4,3 23,7 88 7,9

Sumber: Balai Meteorologi dan Geofisika Wilayah – II, Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga
Bogor
55

Lampiran 7. Cara Pembuatan Media Ashby’s


Komposisi
Bahan Jumlah
Sukrosa 20,000 g
KH2PO4 0,150 g
MgSO4.7H2O 0,2000 g
K2HPO4 0,050 g
CaCl2 0,020 g
Na2MoO4 2,000 mg
FeCl3 1,000 mg
Na2MoO42H2O 1,000 mg
Agar 15,000 g
Air Distilasi 1000 ml
Sumber: Handbook of Microbiological Media (Ronald M. Atlas, 2010)

Cara Kerja:
1. Siapkan bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan media Ashby’s
yang sudah dituliskan di atas dan menimbang sesuai dengan jumlah yang
diperlukan
2. Larutkan bahan-bahan tersebut dalam 1000 ml air distilasi sampai
mendidih pada pH 6,2
3. Sterilisasikan dengan autoklaf dalam tenakan 15 lbs (121oC) selama 15
menit
4. Aduk dan tuangkan pada cawan petri yang sudah disterilkan
56

Lampiran 8. Cara Membuat Media Nutrient Agar (NA)


Komposisi:

Bahan Jumlah
Pepton 5g
Beef extract 3g
Agar 15 g
Air distilasi 1000 ml
Sumber: Handbook of Microbiological Media (Ronald M. Atlas, 2010)

Cara Kerja:
1. Siapkan bahan-bahan yang sudah tercantum di atas dan timbang sesuai
jumlah yang dibutuhkan
2. Larutkan bahan-bahan tersebut dengan 1000 ml air distilasi, kemudian
panaskan hingga mendidih
3. Sterilkan media dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit
57

Lampiran 9. Metode Total Plate Count (TPC)


Alat Bahan
1. Botol serum besar 1. Contoh tanah
2. Botol serum kecil 2. Larutan 0,85% NaCl
3. Cawan petri 3. Tween 80
4. Pipet mikro dan tip ukuran 1 4. Etanol
ml dan 200 µ 5. Medium nutrient agar (NA)
5. Vortex
6. Timbangan
Langkah kerja:
1. Timbang 1 g tanah dan masukkan ke dalam botol tertutup berisi 95 ml
larutan NaCl 0,85% dan satu tetes tween 80 steril. Catat bobot tanah.
Kocok larutan tanah selama 2 menit, kemudian beri label pada botol
pengenceran 10-1
2. Pindahkan 1 ml larutan tanah ke tabung reaksi yang telah berisi 9 ml
larutan NaCl steril. Kocok larutan tanah yang sudah dipindahkan dengan
vortex, beri label pengenceran 10-2. Lakukan pengenceran sampai 10-7
3. Ambil 0,1 ml larutan tanah dengan menggunakan pipet pada pengenceran
10-4 - 10-7 dan teteskan di bagian tengah cawan petri pada permukaan agar.
Setiap pengenceran diulang dua kali (duplo). Sebar dengan batang
penyebar steril. Beri label pada tiap cawan petri.
4. Inkubasi cawan petri pada posisi terbalik selama 3-4 hari pada suhu 25oC
5. Hitung bakteri pada cawan petri yang memiliki 30-300 koloni.
Perhitungan total populasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖𝑘 𝑥 𝑓𝑝
Total populasi (CFU) g-1 tanah kering = 𝑏𝑘 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ
Keterangan:
Fp = factor pengenceran pada cawan petri yang koloninya dihitung
Bk = bobot kering contoh tanah (g) = bobot basah x (1-kadar air)

Sumber: Metode Analisis Biologi Tanah (Saraswati et al., 2007)


58

Lampiran 10. Kandungan Carrier Kompos, Dedak, dan Azolla


Kandungan Carrier Kompos Bioposka
No Parameter Satuan Hasil
1 pH : H20 - 7,6 – 8
2 Kadar Air % 56,51 - 66,93
3 C/N - 11-16
4 C-Organik % 9,54 - 13,29
5 Nitrogen % 0,70 - 0,99
6 P2O5 % 0,10 - 0,19
7 K2O % 0,15 - 0,34
8 CaO % 1,54 - 2,13
9 Mg % 0,25 - 0,38
10 Fe ppm 6687-10907
11 Mn ppm 429 – 512
12 Cu ppm 11 – 16
13 Zn ppm 60 – 77
14 B ppm 32 – 41
15 Mo ppm 2 - 4,5
Sumber: Hasil Uji Laboratorium Balai Penelitian Tanah – Deptan, 2010-2011

Kandungan Carrier Dedak


No Parameter Satuan Hasil
1 Protein g 11,3 - 14,9
2 Lipid g 15,0 - 19,7
3 Serat Kasar g 7,0 - 11,4
4 Karbohidrat g 34 – 62
5 Abu g 6,6 - 9,9
6 Pati g 13,8
7 Kalsium mg 30 – 120
8 Magnesium mg 500 – 1300
9 Fosfor mg 1100 – 2500
10 Silika mg 300 – 500
11 Vitamin B1 mg 1,2 – 2,4
12 Vitamin B2 mg 0,18 – 0,43
13 Vitamin B3 mg 26,7 – 49,9
Sumber: Champagne, et al (1992) dalam Astawan dan Leomitro (2009)
59

Lanjutan

Kandungan Carrier Azolla


No Parameter Satuan Hasil
1 Dry Matter % 91,78
2 Organic Matter % 74,50
3 Crude Protein % 22,25
4 Crude Fiber % 11,19
5 Ether Extract % 2,45
6 Nitrogen Free Extract % 38,61
(NFE)
7 Total Ash % 25,50
8 Acid Insoluble Ash % 7,94
(AIA)
Sumber: Kumar, et al (2018)
60

Lampiran 11. Uji Normalitas, Sidik Ragam Populasi Bakteri


Uji Normalitas Populasi Azotobacter sp.

Tabel Annova Populasi Azotobacter sp.

Uji Normalitas populasi Bacillus sp.


61

Tabel Annova Populasi Bacillus sp.


Tests of Between-Subjects Effects

Uji Normalitas Bakteri Total

Tabel Annova Bakteri Total


62

Lampiran 12. Uji Normalitas, Sidik Ragam, dan Uji Lanjut Kandungan
Klorofil
Uji Normalitas
Test of Normality
Perlakuan Shapiro-Wilk
(Pupuk hayati dalam carrier) Statistic df Sig.
A (kultur cair + tanpa pupuk N, P, dan K) .800 3 .114
B (kultur cair + 50% pupuk N, P, dan K) .932 3 .497
C (kultur cair + 100% pupuk N, P, dan K) .988 3 .789
D (kompos + tanpa pupuk N, P, dan K) 1.000 3 .962
E (kompos + 50% pupuk N, P, dan K) .848 3 .235
F (kompos + 100% pupuk N, P, dan K) .785 3 .080
G (tepung azolla + tanpa pupuk N, P, dan K) .924 3 .466
H (tepung azolla+ 50% pupuk N, P, dan K) .931 3 .493
I (tepung azolla + 100% pupuk N, P, dan K) .977 3 .712
J (dedak + tanpa pupuk N, P, dan K) .996 3 .882
K (dedak+ 50% pupuk N, P, dan K) .979 3 .720
L (dedak+ 100% pupuk N, P, dan K) .846 3 .229
M (campuran kompos, tepung azolla dan dedak+ .918 3 .446
tanpa pupuk N, P, dan K)
N (kompos, tepung azolla dan dedak + 50% pupuk 1.000 3 .991
N, P, dan K)
O (kompos, tepung azolla dan dedak + 100% pupuk .903 3 .396
N, P, dan K)
a. Lilliefors Significance Correction
63

Tabel Anova
Source Type III df Mean F Sig.
Sum of Square
Squares

Corrected 439.231a 16 27.452 4.656 <001


Model
Intercept 3415.534 1 38415.534 6515.226 <001
Perlakuan 436.744 14 31.196 5.291 <001
Ulangan 2.487 2 1.244 .221 .811
Error 165.096 28 5.896
Total 39019.861 45
Corrected 604.327 44
Total
a. R Squared = .727 (Adjusted R Squared = .571)

Hasil Uji Lanjut

Perlakuan N Subset
1 2 3
A 3 20.0667
D 3 25.2233
I 3 26.0833
C 3 28.6633
G 3 29.1233
E 3 29.4067
M 3 29.7067
K 3 30.3733
J 3 30,79
F 3 30,79
B 3 31,16
O 3 31,25
H 3 31,74
L 3 31,74
N 3 32,12
Sig. 1.000 .054 .065
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square (Error) = 5.896.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
b. Alpha = 0.05.
64

Lampiran 13. Uji Normalitas, Sidik Ragam dan Uji Lanjut Jumlah Malai

Test of Normality

Perlakuan Shapiro-Wilk
(Pupuk hayati dalam kultur cair) Statistic df Sig.

A (kultur cair + tanpa pupuk N, P, dan K) .987 3 .780


B (kultur cair + 50% pupuk N, P, dan K) .821 3 .165
C (kultur cair + 100% pupuk N, P, dan K) .964 3 .637
D (kompos + tanpa pupuk N, P, dan K) .923 3 .463
E (kompos + 50% pupuk N, P, dan K) .996 3 .878
F (kompos + 100% pupuk N, P, dan K) 1.000 3 1.000
G (tepung azolla + tanpa pupuk N, P, dan K) .818 3 .157
H (tepung azolla+ 50% pupuk N, P, dan K) 1.000 3 1.000
I (tepung azolla + 100% pupuk N, P, dan K) .996 3 .878
J (dedak + tanpa pupuk N, P, dan K) .887 3 .344
K (dedak+ 50% pupuk N, P, dan K) .987 3 .780
L (dedak+ 100% pupuk N, P, dan K) .987 3 .780
M (campuran kompos, tepung azolla dan dedak+ .987 3 .780
tanpa pupuk N, P, dan K)
N (kompos, tepung azolla dan dedak + 50% pupuk .964 3 .637
N, P, dan K)
O (kompos, tepung azolla dan dedak + 100% pupuk .996 3 .878
N, P, dan K)
a. Lilliefors Significance Correction
65

Tabel Anova

Source Type III Sum df Mean F Sig.


of Squares Square

Corrected 1245.822a 16 77.864 2.567 .014


Model
Intercept 19055.022 1 19055.022 628.319 <.001
Perlakuan 1244.978 14 88.927 2.932 .007
Ulangan .844 2 .422 .014 .986
Error 849.156 28 30.327
Total 21150.000 45
Corrected 2094.978 44
Total
a. R Squared = .595 (Adjusted R Squared = .363)

Hasil Uji Lanjut

Uji Lanjut Jumlah Malai


Perlakuan N Subset
1 2
A 3 11.6667
D 3 13.3333
G 3 14.0000
J 3 15.3333
E 3 16.6667
M 3 19.6667
C 3 20.6667
O 3 21.6667 21.6667
I 3 22.3333 22.3333
L 3 22.3333 22.3333
B 3 23.3333
H 3 24.0000
K 3
F 3
N 3
Sig. .051 .053
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square (Error) = 5.896.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
b. Alpha = 0.05.
66

Lampiran 14. Uji Normalitas dan Sidik Ragam Bobot 1000 Butir
Uji Normalitas

Test of Normality

Perlakuan Shapiro-Wilk
(Pupuk hayati dalam carrier) Statistic df Sig.

A (kultur cair + tanpa pupuk N, P, dan K) .842 3 .220


B (kultur cair + 50% pupuk N, P, dan K) .795 3 .103
C (kultur cair + 100% pupuk N, P, dan K) .984 3 .758
D (kompos + tanpa pupuk N, P, dan K) .832 3 .194
E (kompos + 50% pupuk N, P, dan K) .893 3 .363
F (kompos + 100% pupuk N, P, dan K) .959 3 .609
G (tepung azolla + tanpa pupuk N, P, dan K) .908 3 .412
H (tepung azolla+ 50% pupuk N, P, dan K) .891 3 .356
I (tepung azolla + 100% pupuk N, P, dan K) 1.000 3 1.000
J (dedak + tanpa pupuk N, P, dan K) .964 3 .637
K (dedak+ 50% pupuk N, P, dan K) .942 3 .537
L (dedak+ 100% pupuk N, P, dan K) .990 3 .806
M (campuran kompos, tepung azolla dan dedak+ .876 3 .312
tanpa pupuk N, P, dan K)
N (kompos, tepung azolla dan dedak + 50% pupuk .901 3 .389
N, P, dan K)
O (kompos, tepung azolla dan dedak + 100% pupuk .798 3 .110
N, P, dan K)
a. Lilliefors Significance Correction
67

Tabel Anova

Source Type III Sum df Mean F Sig.


of Squares Square

Corrected 145.800a 16 9.112 .767 .706


Model
Intercept 24017.070 1 24017.070 2022.063 <.001
Perlakuan 110.463 14 7.890 .664 .788
Ulangan 35.336 2 17.668 1.488 .243
Error 332.570 28 11.878
Total 24495.440 45
Corrected 478.370 44
Total
a. R Squared = .305 (Adjusted R Squared = .092)
68

Lampiran 15. Dokumentasi Penelitian

Persiapan carrier

Formulasi pupuk
hayati

Pemeraman benih padi


gogo

Pelaksanaan
penanaman dan
pemberian perlakuan.
69

Kegiatan TPC untuk


menghitung jumlah
koloni bakteri pada
tanah penelitian padi
gogo

Pemupukan

Penyiraman

Pengamatan parameter
70

Pemanenan padi gogo

Penimbangan dan
Pengeringan padi gogo
71

Lampiran 16. Verifikasi Hasil Perbaikan Seminar Kolokium


Verifikasi Masukan
Masukan Seminar Tindak Lanjut Tandatangan
Penulis Pembimbing/Penelaah
Pembimbing 1 Perubahan uji Diperbaiki pada
lanjut Duncan halaman 33, 35,
menjadi uji lanjut 38.
Scott Knott

Pembimbing 2 Perubahan uji Diperbaiki pada


lanjut Duncan halaman 33, 35,
menjadi uji lanjut 38.
Scott Knott

Penelaah 1 Pengurangan Diperbaiki pada


bagian paragraf 2
pendahuluan yang halaman ii dan
terlalu banyak iii.
pada abstrak
Penambahan Diperbaiki pada
spesies bakteri paragraf 2
yang digunakan halaman ii dan
dalam penelitian iii.
pada abstrak
Penambahan Diperbaiki pada
literatur mengenai paragraf 2
perlunya halaman 2.
pemupukan pada
lahan kering
Perbaikan daftar Diperbaiki pada
Pustaka. halaman 43-50.
Perbaikan daftar Diperbaiki pada
gambar agar tidak halaman xi.
terlalu spesifik
Tidak ada Diperbaiki pada
singkatan dalam halaman xii.
daftar lampiran.
Penambahan Diperbaiki pada
pemfiksasi N paragraf 4
pada bagian latar halaman 2-3.
belakang.
Penambahan Diperbaiki pada
Bacillus pada paragraf 3
bagian halaman 4.
pendahuluan.
Perbaikan Diperbaiki pada
penulisan halaman 4 dan
72

inokulan dalam 8.
identifikasi
masalah, tujuan
penelitian,
manfaat
penelitian, dan
hipotesis menjadi
pupuk hayati
Perbaikan pada Diperbaiki
tinjauan Pustaka halaman 9-18.
harus disertai
dengan referensi.
Penambahan Diperbaiki pada
hubungan sifat paragraf 1
Inceptisol dengan halaman 9.
potensi budidaya
padi gogo pada
tinjauan Pustaka.
Penambahan Diperbaiki pada
pembahasan paragraf 2
mengenai halaman 14.
produksi hormon
Azotobacter.
Perlunya Diperbaiki pada
dilakukan uji halaman 33.
statistik untuk
mengetahui
pengaruh carrier
terhadap populasi
bakteri.
Penambahan Diperbaiki pada
pembahasan hasil halaman 32-41.
anova, hasil uji
lanjut, serta alas
an fakta dari hasil
pada semua poin
hasil dan
pembahasan.
Penelaah 2 Penambahan data Diperbaiki pada
produktivitas padi paragraf 1
gogo di lahan halaman 11.
kering.
Penambahan Diperbaiki pada
satuan kandungan halaman 34-35.
klorofil
Penambahan Diperbaiki pada
penjelasan dari halaman 32-41.
tabel hasil
73

penelitian
Perbaikan Diperbaiki pada
kesimpulan lebih paragraf 1-2
spesifik halaman 42.
Perbaikan daftar Diperbaiki pada
pustaka agar halaman 42-50.
sesuai dengan
format penulisan.
Berdasarkan hasil perbaikan penulis pada naskah draft skripsi hasil kolokium,
maka naskah skripsi bersifat final dapat dinyatakan selesai.

Jatinangor, September 2023


Menyetujui,

Ketua Komisi Pembimbing, Anggota Komisi Pembimbing,

Dr. Dra. Pujawati Suryatmana, M.S Prof. Dr. Ir. Betty Natalie Fitriatin A., M.P.

NIP. 195911061988032001 NIP. 196812271993092001


74

Lampiran 17.Verifikasi Hasil Perbaikan Sidang Komprehensif


Verifikasi Masukan
Masukan Sidang Tindak lanjut Tandatangan
Penulis Pembimbing/
Penelaah
Pembimbing 1 Perbaikan saran Diperbaiki pada
halaman 38

Pembimbing 2 Perbaikan penulisan Diperbaiki pada


PT. PI halaman 18

Penelaah 1 Perbaikan judul Diperbaiki pada


skripsi halaman judul
skripsi, iv, v, vi
Perbaikan isi abstrak Diperbaiki pada
halaman ii dan iii
Perbaikan penulisan Diperbaiki pada
N, P, K menjadi seluruh halaman
Pupuk N, P, dan K skripsi
Perbaikan Diperbaiki pada
identifikasi masalah paragraf 2-5
dan tujuan penelitian halaman 4
Perbaikan hasil dan Diperbaiki pada
pembahasan halaman 30-32
kepadatan populasi
bakteri
Perbaikan pada hasil Diperbaiki pada
dan pembahasan halaman 32-34
kandungan klorofil
Penambahan Ditambahkan pada
literatur bobot 1000 halaman 5.
butir pada kerangka
pemikiran
Penelaah 2 - -

Berdasarkan hasil perbaikan penulis pada naskah draft skripsi hasil komprehensif
maka naskah skripsi bersifat final dapat dinyatakan selesai.
75

Jatinangor, Oktober 2023


Menyetujui,

Ketua Komisi Pembimbing, Anggota Komisi Pembimbing,

Dr. Dra. Pujawati Suryatmana, M.S Prof. Dr. Ir. Betty Natalie Fitriatin A., M.P.

NIP. 195911061988032001 NIP. 196812271993092001


76

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Kusyanti lahir di Cirebon


pada tanggal 25 Maret 2001. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara pasangan Akhmad Jahidi dan
Supriyatin. Kusyanti telah menamatkan sekolah formal
yaitu Sekolah Dasar Negeri 1 Weru Lor, Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Weru, dan Sekolah Menengah
Atas Negeri 1 Kota Cirebon. Setelah lulus dari sekolah
menengah atas, Kusyanti melanjutkan Pendidikan di Universitas Padjadjaran
dengan program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian pada tahun 2019.
Kusyanti aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas
Pertanian (BEM KMFP), DKM Al-Amanah Fakultas Pertanian, dan Badan
Eksekutif Mahasiswa Kemahasiswaan Universitas Padjadjaran pada tahun 2019
sampai 2022.

Anda mungkin juga menyukai