Anda di halaman 1dari 28

HIPERTROFI

PATOFISIOLOGI

DOSEN PENGAMPU :
Ns. Sumitro Adi Putra, S.Kep, M.Kes
Sri Martini, S.Kp, M.Kes

TINGKAT 1A
KELOMPOK 2
1. Alfina Damayanti (PO.71.20.1.18.005)
2. Alfina Lian Sari (PO.71.20.1.18.006)
3. Alfira Damayanti (PO.71.20.1.18.007)
4. Febrina Sari Putri (PO.71.20.1.18.042)
5. Firmarani Amalia (PO.71.20.1.18.043)
6. Ghanniyah Salelah (PO.71.20.1.18.044)
7. Gita Rizkia Aslamiya (PO.71.20.1.18.045)

PRODI DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, sehingga penulis mampu
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Patofisiologi dengan
judul “Hipertrofi”.
Kami ucapkan terimakasih kepada setiap pihak yang telah mendukung serta
membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini.
Kritik serta saran yang membangun mengenai penulisan makalah kami ini, untuk
kemudian kami akan merevisi kembali pembuatan makalah ini di waktu berikutnya.

Palembang, April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................. i
Daftar Isi ....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A.Pengertian Hipertrofi .................................................................................................. 3
B. Jenis – jenis Hipertrofi............................................................................................... 3
1. Hipertrofi Otot ........................................................................................................... 4
2. Hipertrofi Ventrikel Kiri ........................................................................................... 6
3. Hipertrofi Adenoid .................................................................................................... 9
4. Hipertrofi Konka ....................................................................................................... 11
5. Hipertrofi Prostat (Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)) ......................................... 12
6. Kardiomiopati Hipertofi ................................................... ......................................... 18

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................................................ 23
B. Saran .......................................................................................................................... 23

Daftar Pustaka .............................................................................................................. 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertrofi adalah suatu keadaan menebalnya otot-otot jantung sebagai akibat katup-
katup jantung tidak berfungsi sehingga jantung bekerja ekstra. Akibatnya, saat tertentu,
jantung tidak dapat lagi memberi cukup oksigen (O2) terhadap jaringan.
Hipertrofi merupakan kelainan progresif berupa bertambahnya isi atau volume suatu
jaringan atau alat tubuh yang terjadi pada sel-sel yang tidak dapat memperbanyak diri
sehingga sel-sel yang menyusun jaringan atau alat tubuh tersebut membesar.Pada kondisi
tersebut membesarnya jaringan atau alat tubuh disebabkan sel-sel yang menyusunnya
membesar, bukan karena bertambahnya jumlah sel.
Hipertrofi biasanya ditandai dengan bertambah besar ukuran sel karena
bertambahnya jumlah ultrastruktur dalam sel bukan disebabkan karena bertambahnya
cairan didalam sel, meningkatnya ukuran sel meningkatkan ukuran alat tubuh, hipertrofi
sering terjadi pada otot skelet dan otot jantung.
Oleh karena keduanya tidak mampu meningkatkan metabolisme untuk melakukan
mitosis dan pembentukan lebih banyak sel untuk menghadapi kerja. Selain itu hepertrofi
ini dapat disebabkan karena otot dilatih secara berlebihan yang mengakibatkan
peningkatan volume organ atau jaringan
Pencegahan untuk gangguan hipertrofi dapat dengan cara melatih otot sewajarnya
dan mengurangi aktivitas yang berlebihan, jika telah terlanjur mengalami hipertrofi dapat
diatasi dengan cara terapi akupuntur.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud hipertrofi?
2. Jenis-jenis hipertrofi?

C. Tujuan Penulisan
Dari beberapa rumusan masalah yang telah disebutkan, maka akan tercapai
beberapa tujuan dalam penulisan ini. Diantaranya yaitu:
1. Mengetahui penyakit hipertrofi
2. Mengetahui jenis-jenis hipertrofi
1
BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Hipertrofi
Hipertrofi adalah pertambahan besar organ akibat adanya pertambahan ukuran sel
pada organ. Hipertrofi adalah suatu respons adaptif yang terjadi apabila terdapat
peningkatan beban kerja suatu sel. Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi meningkat,
menyebabkan pertumbuhan sebagian besar struktur dalam sel.
Contoh hipertrofi yang menguntungkan adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri
atas sel permanen misalnya otot skelet pada binaragawan. Hipertrofi yang bersifat
patologis contohnya adalah jantung yang dipotong melintang, kapasitas jadi lebih kecil
dan kerja jantung jadi lebih berat.

B. Jenis – jenis Hipertrofi


1. Hipertrofi Otot
1. Otot
Otot adalah suatu jaringan yang melekat pada tulang yang merupakan alat gerak aktif
pada manusia atau hewan yang berfungsi untuk membungkus tulang dan menggerakkan
tulang.
2. Fungsi Otot

1. Otot lurik : melakukan suatu tindakan kerja : jalan, pegang, pukul, lari, panjat.
2. Otot polos : Mengalirkan darah keseluruh tubuh , mengedarkan sari makanan dan
oksigen
3. Otot jantung : Menggerakkan jantung

3. Jenis- Jenis Otot

1. Otot polos

Otot polos yaitu otot yang menggerakkan tubuh manusia yang system kerjanya di
stimulasi oleh sistem saraf otonom yaitu sistem saraf tak sadar pada manusia. Otot
polos ini tersusun atas sel- sel yang berbentuk gelendong yang pada setiap
ujungnya berbentuk runcing dan memiliki satu inti sel.

Ciri- ciri Otot Polos


2
 Periode Waktu saat melakukan kontraksi berkisar 3 sampai 180 detik
 Bentuk nya gelendong seperti perahu dan kedua ujungnya berbentuk runcing.
 Terletak pada otot usus, otot saluran peredaran darah otot saluran kemih, dan
organ dalam lainnya.
 Hanya mempunyai satu inti sel yang terletak ditengah
 Sistem bergerak dari otot polos lambat dan menyebabkan mudah lelah.
 Dipengaruhi oleh system saraf otonom.
 Otot letaknya berada di usus, saluran peredaran darah, dan otot di saluran
kemih.

2. Otot Lurik

Otot lurik atau juga disebut otot rangka karena otot lurik melekat pada rangka
manusia dan memiliki bagian sisi gelap dan terang yang melintang berselang seling
sehingga berbentuk lurik.

Ciri- ciri otot lurik

 Bentuk selindris dengan garis gelap terang tanpa ada cabang


 Otot lurik Melekat pada rangka
 Bekerja dibawah system saraf sadar melalui perintah otak
 Pergerakkannya sangat Cepat namun mudah lelah
 Memiliki banyak inti sel pada bagian tepi dan Bentuknya panjang
 Mempunya pigmen myoglobin

Otot lurik memiliki 2 tipe yaitu :

Pertama Otot merah

Otot merah memiliki sarkoplasma , mitokondria relatif banyak dan mioglobin dengan
jumlah yang banyak bila dibandingkan dengan otot pucat tetapi memiliki myofibril relatif
sedikit. Miofibril membentuk lapang Cohnheim (Cohnheim’s field), berbentuk kelompok
dengan tanda batas yang jelas.

3
Kedua : Otot pucat

Otot pucat memiliki sarkoplasma, mitokondria dan mioglobin relatif sedikit namun
sebalikny dari otot merah yaitu memiliki myofibril banyak . Myofibril tidak membentuk
lapang Cohnheim (Cohnheim’s field) layaknya otot merah.. Otot pucat ini bekerja
dengan sangat cepat dan kuat, namun sangatmudah lelah.

3. Otot jantung

Otot jantung atau myocardium adalah perpaduan otot lurik dan otot polos karena
adanya persamaan yang ada pada otot jantung. Otot jantung bekerja secara terus
menerus tampa istirahat atau berhenti. Fungsinya adalah untuk memompa darah dan
mengalirkannya ke seluruh tubuh. Otot Jantung bekerja dibawah kesadaran manusia
karena dikelola oleh saraf simpatik dan parasimpatik

Ciri-Ciri Otot Jantung

 Otot jantung bentuknya silindris atau bulat pipih.


 Memiliki banyak cabang yaitu sinsitium
 Otot Jantung terletak didalam jantung
 Terdapat satu Inti sel yang letaknya ditengah
 Bekerja dengan dipengaruhi oleh saraf simpatik dan parasimpatik sehingga tanpa
kesadaran manusia.
 Tidak membutuhkan istirahat dalam bekerja.

A. Definisi Hipertrofi Otot


Hipertrofi otot adalah peningkatan ukuran dari sel-sel otot. Ini berbeda dari
hiperplasia otot, yang adalah pembentukan sel-sel otot baru. Hipertrofi adalah pembesaran
atau pertambahan massa total suatu otot. Semua hipertrofi adalah akibat dari peningkatan
jumlah filamen aktin dan miosin dalam setiap serat otot, jadi menyebabkan pembesaran
masing-masing serat otot, yang secara sederhana disebut hipertrofi serat. Peristiwa ini
biasanya terjadi sebagai respon terhadap suatu kontraksi otot yang berlangsung pada
kekuatan maksimal atau hampir maksimal.
Dalam komunitas binaraga dan kebugaran dan bahkan dalam buku-buku akademik
hipertrofi otot kerangka dideskripsikan dalam satu dari dua jenis: sarkoplasma atau
miofibrillar. Mengacu pada teori ini, pada hipertrofi sarkoplasma, volume cairan
4
sarkoplasma dalam sel otot meningkat tanpa diiringi peningkatan pada kekuatan otot,
dimana pada hipertrofi miofibrillar, protein kontraktil aktin dan miosin meningkat dalam
jumlah dan menambah kekuatan otot dan juga peningkatan kecil pada ukuran otot.

B. Rangsangan Hipertrofi Otot


Segolongan rangsangan bisa meningkatkan volume sel-sel otot. Perubahan ini terjadi
sebagai respon adapatif yang berfungsi meningkatkan kemampuan untuk membangkitkan
tenaga atau menahan kelelahan dalam kondisi anaerobik. Peristiwa ini biasanya terjadi
sebagai respon terhadap suatu kontraksi otot yang berlangsung pada kekuatan maksimal
atau hampir maksimal Bagaimana kontraksi otot yang sangat kuat dapat menimbulkan
hipertrofi? Telah diketahui bahwa selama terjadi hipertrofi, sintesis protein kontraktil otot
berlangsung jauh lebih cepat daripada kecepatan penghancurnya, sehingga menghasilkan
jumlah filamen aktin dan miosin yang bertambah banyak secara progesif di dalam
miofibril. Kemudian miofibril itu sendiri akan memecah di dalam setiap serat otot untuk
membentuk miofibril yang baru.
Jadi, peningkatan jumlah miofibril tambahan inilah yang terutama menyebabkan serat
otot menjadi hipertrofi. Secara fisiologis, latihan tidak boleh terjadi hipertrofi. Hal ini
dikarenakan bahwa jika terjadi hipertrofi maka energi yang dibutuhkan semakin besar dan
dapat mengakibatkan kelelahan otot (terjadi penumpukan asam laktat). Semakin banyak
asam laktat, konsentrasi H+ meningkat , dan pH menurun. Peningkatan konsentrasi ion H+
akan menghambat kegiatan fosfofruktoksinase, enzim yang terlibat dalam glikolisis
sehingga mengurangi penyediaan ATP untuk energi.

C. Faktor yang dapat mempengaruhi Hipertrofi


Beberapa faktor biologis seperti umur dan nutrisi bisa mempengaruhi hipertrofi otot.
Selama lelaki dalam pubertas, hipertrofi terjadi pada kecepatan yang meningkat. Hipertrofi
alami normalnya berhenti pada pertumbuhan maksimal pada remaja akhir. Hipertrofi otot
bisa ditingkatkan melalui latihan kekuatan dan latihan anaerobik yang berintensitas tinggi
serta berdurasi pendek lainnya. Latihan anaerobik yang berdurasi panjang, berintensitas
rendah secara umum tidak menghasilkan hipertrofi jaringan yang efektif; malah, atlet daya
tahan meningkatkan penyimpanan lemak dan karbohidrat dalam otot, seperti
neovaskularisasi. Pada dasarnya perlu suplai asam amino yang cukup untuk menghasilkan
hipertrofi otot.

5
D. Perbedaan antara Hipertrofi miofibrillar dengan Hipertrofi sarkoplasma
Hipertrofi sarkoplasma adalah karakteristik dari otot-otot binaragawan khusus
sementara hipertrofi miofibrillar adalah karakteristik dari altet angkat besi Olimpic. Dua
bentuk adaptasi ini jarang terjadi dengan bergantung sepenuhnya satu sama lain.
Seseorang bisa mengalami peningkatan besar-besaran pada cairan diiringi peningkatan
sedikit pada protein, peningkatan besar-besaran pada protein diiringi peningkatan kecil
pada cairan, atau kombinasi keduanya yang relatif seimbang. Berbeda dengan teori ini
perlu dicatat bahwa ketika dilihat dalam mikroskop, otot-otot diisi sepenuhnya dengan
miofibrils, tidak peduli apakah otot dari binaraga atau pengangkat besi yang digunakan.
Juga, sebenarnya sangat sedikit bukti aktual yang mendukung bahwa bagian non-
miofibrillar dari sarkoplasma pernah berkembang. Lawan dari teori ini menasehatkan
bahwa penyebab dari dugaan popular ini adalah dua: Pertama, ini diperoleh dari
pemecahan pada penggunaan otot ketika mengukur sintesis protein. Ini adalah teknik
dimana protein otot dipisahkan secara biokimia ke dalam pecahan miofibrillar,
sarkoplasmic, membrane dan mitokondria untuk sintesis protein. Validitas dari pemisahan
ini dengan kurang baik divalidasi dan juga, hasil dari pemecahan ini dan pengukuran
sintesis protein isotop stabil sesudahnya yang biasa tidak menunjukan apa-apa tentang
kelebihan relatif dari pemecahan protein-protein ini (seperti perubahan pada sintesis
protein yang secara definisi relatif (cth. perubahan 50% pada sebuah zat yang terdapat 1%
otot masih tidak berarti dalam konteks fisiologi)). Ke-dua, pendukung
sarkoplasmic/miofibrillar menggunakan teorinya untuk menjelaskan mengapa bianraga
memiliki kekuatan yang relatif tak sebanyak strongman. Tapi teori ini tidak perlu
menjelaskan perbedaan ini. Perubahan fisiologi yang berhubungan dengan latihan dengan
volume yang sangat tinggi dan kadar kelelahan otot menghasilkan adaptasi neuromuskular
yang berbeda dari yang dialami pada latihan kekuatan dengan beban mekanik yang sangat
tinggi dan sedikit kelelahan otot

2. Hipertrofi Ventrikel Kiri


A. Definisi Hipertrofi Ventrikel Kiri
Hipertrofi ventrikel kiri adalah kondisi ketika dinding bilik kiri jantung (sebuah ruang
utama di dalam jantung yang bertugas memompa darah ke seluruh tubuh) mengalami
pembesaran dan penebalan. Kondisi ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah

6
satunya adalah tekanan darah tinggi (hipertensi) yang membuat jantung harus bekerja
lebih keras. Dengan beban kerja jantung yang berat, jaringan otot di dinding jantung
menebal dan ukurannya pun bertambah besar. Akibatnya, elastisitas otot jantung semakin
berkurang, hingga akhirnya tidak dapat memompa darah. Hipertrofi ventrikel kiri dapat
meningkatkan risiko penderitanya terkena serangan jantung dan stroke.
B. Gejala Hipertrofi Ventrikel Kiri
Gejala hipertrofi ventrikel kiri biasanya berkembang secara bertahap seiring waktu.
Gejalanya antara lain:
 Tubuh terasa lelah.
 Nyeri di dada, terutama setelah berolahraga.
 Pusing, kepala terasa ringan.
 Napas menjadi pendek.
 Detak jantung terasa cepat dan berdebar-debar.

Berikut gejala yang harus diwaspadai, dan membutuhkan penanganan medis bila terjadi:
 Nyeri dada lebih dari beberapa menit.
 Sensasi melayang seperti akan pingsan, atau sampai pingsan.
 Sulit sekali bernapas.

C. Penyebab Hipertrofi Ventrikel Kiri


Hipertrofi ventrikel kiri terjadi saat jantung bekerja memompa darah ke seluruh tubuh
lebih keras dari biasanya. Selain dipicu oleh hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri juga dapat
terjadi akibat faktor lainnya, seperti melakukan olahraga yang terlalu keras, penyakit
stenosis katup aorta, dan penyakit hipertrofi kardiomiopati.
Olahraga yang terlalu keras atau lama dapat membuat beban kerja jantung menjadi
lebih berat sehingga dapat memicu hipertrofi ventrikel kiri. Begitu pun pada kasus stenosis
katup aorta dimana katup aorta menyempit sehingga ventrikel kiri harus
menyeimbangkannya dengan upaya memompa darah lebih keras ke aorta. Sedangkan pada
kasus hipertrofi kardiomiopati, otot jantung menjadi tebal secara abnormal sehingga
jantung kesulitan memompa darah ke seluruh tubuh.
Risiko hipertrofi ventrikel kiri juga dapat meningkat seiring perkembangan tubuh dan
pada orang-orang yang memiliki berat badan berlebih, diabetes, atau riwayat keluarga
dengan masalah genetik tertentu.
D. Diagnosis Hipertrofi Ventrikel Kiri

7
Diagnosis awal dibuat berdasarkan riwayat kesehatan penderita dan keluarganya, serta
pemeriksaan fisik yang meliputi pemeriksaan tekanan darah dan fungsi jantung. Setelah
itu, diagnosis perlu ditetapkan dengan bantuan sejumlah tes lanjutan. Tes pertama yang
dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG), yaitu perekaman sinyal elektrik di dalam
jantung untuk mendeteksi gangguan fungsi jantung dan penebalan jaringan ventrikel kiri.
Tes ini dapat dipadukan dengan hasil pemindaian MRI yang menampilkan gambaran
jantung.
Guna melengkapi hasil dari kedua tes lanjutan di atas, dokter juga dapat menyarankan
dilakukannya ekokardiogram yang akan menampilkan gambaran jantung dengan bantuan
gelombang suara. Tes ini dapat mengukur ketebalan dinding ventrikel kiri. Ventrikel kiri
dinyatakan sudah membesar jika ketebatalannya melebihi 1,5 sentimeter.

E. Pengobatan Hipertrofi Ventrikel Kiri


Pengobatan hipertrofi ventrikel kiri dapat dilakukan sesuai dengan faktor
penyebabnya. Pada kasus hipertrofi ventrikel kiri akibat tekanan darah tinggi,
penangannya dilakukan dengan perubahan gaya hidup, seperti diet rendah lemak dan
garam, olahraga secara teratur, dan menghentikan kebiasaan merokok. Selain itu, perlu
ditambahkan pengobatan untuk mengatasi tekanan darah tinggi. Obat-obatan tersebut
meliputi obat penghambat enzim pengubah angiotensin (captopril, enalapril, lisinopril),
obat penghambat reseptor angiotensin II (losartan), obat penghambat kanal kalsium
(amilodipine dan diltiazem), obat diuretik (chlorthalidone dan hydrochlorothiazide), serta
obat penghambat beta (atenonol).
Pada kasus hipertrofi ventrikel kiri akibat stenosis katup aorta, penanganan dilakukan
melalui perbaikan katup yang sempit atau penggantian katup aorta dengan katup buatan
melalui tindakan operasi.
Pada kasus hipertrofi ventrikel kiri akibat kegiatan olahraga yang berlebih, dokter
biasanya akan menyarankan pasien untuk menghentikan olahraga selama 3 hingga 6
bulan. Setelah itu, ekokardiogram kembali dilakukan untuk mengukur ketebalan dinding
ventrikel.
Sedangkan pada kasus hipertrofi kardiomiopati, penanganan dilakukan melalui
perawatan khusus atau tindakan operasi

8
F. Komplikasi Hipertrofi Ventrikel Kiri
Komplikasi yang bisa muncul karena hipertrofi ventrikel kiri adalah:
 Stroke.
 Penyakit jantung iskemik karena kekurangan pasokan oksigen ke jantung.
 Henti jantung mendadak.
 Gagal jantung.
 Gangguan irama jantung (aritmia jantung).
 Fibrilasi atrium, yaitu denyut pada atrium jantung yang sangat cepat namun tidak
adekuat, sehingga aliran darah ke seluruh tubuh berkurang.

G. Pencegahan Hipertrofi Ventrikel Kiri


Hipertrofi ventrikel kiri bisa dicegah dengan cara meluangkan waktu untuk
berolahraga, menghentikan kebiasaan merokok, dan menerapkan pola makan sehat,
termasuk menghindari makanan berlemak dan makanan berkadar garam tinggi, serta
menghindari alkohol. Bagi penderita hipertensi, menjaga tekanan darah dengan rutin dan
mengonsumsi obat-obatan hipertensi sesuai petunjuk dokter, dapat menurunkan risiko
terjadinya hipertrofi ventrikel kiri.

3. Hipertrofi Adenoid
A. Definisi Hipertrofi Adenoid
Hipertrofi adenoid atau pembesaran adenoid merupakan pembesaran jaringan lunak
yang terjadi di belakang rongga hidung tersebut dapat berlangsung tahunan, bahkan
hingga penderitanya menginjak dewasa. Padahal adenoid seharusnya mengecil seiring
bertambahnya usia dan hilang saat mereka menginjak usia 7 hingga 16 tahun.
Penyebabnya sama seperti peradangan adenoid atau adenoiditis, yakni terjadinya infeksi
serius karena virus ataupun bakteri.
Adenoid terletak di belakang rongga hidung menempel pada bagian atas pharyngeal
tonsil. Tonsil merupakan istilah medis untuk kelenjar getah bening yang ada di saluran
pernapasan dan saluran pencernaan. Fungsi dari kelenjar getah bening ialah
mempertahankan tubuh dari serangan zat asing termasuk keberadaan virus atau bakteri.
Karena adenoid atau pharyngeal tonsil merupakan bagian dari kelenjar getah bening,
maka fungsinya dalam melawan partikel asing juga sama.
Keberadaan bakteri maupun virus yang bertahan di adenoid akan menimbulkan
terjadinya infeksi dan mengakibatkan penyakit hipertrofi adenoid. Ingatlah bahwa kondisi
9
hipertrofi adenoid disebut demikian untuk menunjukkan posisi dari jaringan yang
mengalami serangan.
Hipertrofi Adenoid tidak sama dengan gondok. Gondok merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan pembengkakan kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid berada di
bawah jakun dan tampak seperti dasi kupu-kupu. Sedangkan adenoid berada di belakang
rongga hidung.
Hipertrofi adenoid tidak sama dengan gondongan. Gondongan merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan pembengkakan kelenjar parotis. Kelenjar parotis berada
di bawah telinga, disekitar pipi bagian dalam mendekati telinga bawah.

B. Penyebab Hipertrofi Adenoid


Sama seperti semua kasus pembesaran kelenjar getah bening yang akan membesar
karena terjadinya infeksi bakteri atau virus yang bertahan di sekitar organ.
Sehubungan dengan bakteri penyebab penyakit hipertrofi adenoid, ini sebenarnya
sama dengan peradangan adenoid atau adenoiditis. Bakteri yang dimaksud ialah
Streptococcus – bakteri yang sering tinggal di dalam rongga mulut. Virus yang
menyebabkan peradangan adenoid juga dapat menjadi pemicu terjadinya hipertrofi
adenoid, yakni adenovirus.
Pada orang dewasa, hal ini jarang terjadi mengingat adenoid seharusnya sudah
menyusut. Namun pada kemungkinan yang langka, hal ini bisa terjadi karena beberapa
hal. Misalnya; sumbatan hidung karena infeksi serius ataupun reaksi alergi rhinitis.
Faktor yang turut memperparah kondisi ini, ialah polusi udara dan kebiasan merokok.
Kasus lainnya terkait dengan keberadaan penyakit sinonasal ganas, limfoma, hingga
infeksi HIV. Hal ini dapat dialami pada rentang usia 16 hingga 25 tahun. Mengapa
penyakit ini perlu diwaspadai? Sekalipun penyakit ini lebih sering menimpa anak-anak.
Pada kasus yang langka, sekalipun adenoid telah hilang dari tubuh orang dewasa –
mereka masih dapat mengalami gejala pembesaran adenoid demikian. Hal ini
dimungkinkan karena keberadaan virus dan bakteri yang berbahaya jika dibiarkan.
Sehubungan dengan virus adenovirus sendiri memiliki beragam dampak yang sangat
bervariasi.
C. Pengobatan Hipertrofi Adenoid
Sebelum menjalani pengobatan, maka penderita harus melewati pemeriksaan yang
dilakukan oleh dokter spesialis telinga-hidung-tenggorokan (THT). Hal ini penting

10
terlebih jika penderitanya perlu melakukan pengangkatan adenoid yang disebut
adenoidektomi ataupun tonsilektomi.
Hal ini dilakukan untuk memastikan seberapa besar risiko atau kemungkinan
terjadinya dampak lain berupa “hypernasal” setelah menjalani tindakan pembedahan.
Hypernasal merupakan kondisi manakala suara penderita berubah dan terdengar seperti
berbicara lewat hidung atau “bindeng” (sengau).
Tindakan pembedahan yang dilakukan hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit
yang dilakukan dibawah pengaruh anestesi umum serta prosedur kauterisasi. Prosedur ini
dilakukan guna mengurangi kemungkinan pendarahan saat operasi dilakukan dengan
bantuan panas dan pengisapan.
Tindakan medis ini tergolong dalam rawat jalan, saat manakala penderita tidak perlu
menginap dirumah sakit setelah operasi terjadi. Pemulihan dapat dilakukan dirumah dan
terus dipantau perkembangannya dengan melakukan pemeriksaan rutin hingga penderita
pulih kembali.

4. Hipertrofi Konka
A. Definisi Hipertrofi Konka
Hipertrofi konka merupakan salah satu mekanisme mendasar yangsering terjadi.
Hipertrofi konka dapat bilateral atau unilateral. Hipertrofikonka bilateral disebabkan
peradangan hidung sebagai akibat dari alergi dannon alergi, pemicu lainnya adalah
lingkungan seperti debu dan tembakau.Hipertrofi konka unilateral berhubungan dengan
deviasi congenital ataudeviasi septum kontralateral. Hipertrofi adalah pembesaran dari
organ ataujaringan karena ukuran selnya yang meningkat.
Konka hipertrofi adalah pembesaran konka nasal terutama konka nasal inferior yang
menyebabkan sumbatan hidung. Konka hipertrofi berbedadengan konka hyperplasia. Pada
hipertrofi terjadi pembesaran jaringankarena ukurannya meningkat sedangkan pada
hyperplasia dijumpaipertambahan jumlah sel.

B. Faktor yang Mempengaruhi Hipertrofi Konka


Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi sistem pada hipertrofi konka
antara lain suhu udara, kelembaban dan polusi akanmerangsang kelenjar di hidung
menjadi hiperaktif. Hal ini juga dapatditimbulkan oleh rangsangan akibat asap rokok,
parfum, bau-bauan yang mengiritasi dan gangguan vasomotor. Akibat rangsangan yang

11
berlangsung lama dan berulang, mukosa konka akan menebal dan terjadi pelebaran
pembuluh darah darah mukosa terutama pleksus kavernosus konka. Lama kelamaan epitel
akan kehilangan silia dan berubah bentuk menjadi epitel kuboid bertingkat serta
bertambahnya sel goblet. Pada submukosa terjadi edema, infiltrasi sel bulat dan sel plasma
serta fibroblast. Rongga pleksus kavernosus makin melebar sementara otot polosnya
mengalami atrofi. Periosteum menebal dan terbentuk tulang baru di bawahnya akibat
aktivitas osteoblas. Bentuk papiler akan tampak pada ujung posterior bagian bawah konka
inferior dan mediae seperti buah murbei yang terbentuk akibat lekukan penebalan mukosa
oleh duktus kelenjar dan infiltrasi sel sekitar kelenjar.

C. Macam-macam Gangguan Pada Hipertrofi Konka


Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada hipertrofi konka yaitu nyeri dan
sumbatan hidung. Secret hidung biasanya banyak, kental dan mukopurulen. Secret
mukopurulen yang banyak biasanya ditemukan diantara konka inferior dan septum dan di
dasar rongga hidung. Beberapa penderita mengeluhkan sakit kepala, rasa berat di kepala,
dan gangguan penghidu. Pada stadium awal dari pemeriksaan tampak membrane mukosa
membengkak dan merah kemudian terjadi konka hipertrofi. Mukosa konka lebih tebal dan
tidak melekuk bila ditekan. Hipertrofi dapat terjadi pada seluruh ataupun sebagian konka
inferior dan dapat pula terjadi pada konka media walaupun jarang.

5. Hipertrofi Prostat (Benign Prostatic Hyperplasia (BPH))


A. Definisi Hipertrofi Prostat (Benign Prostatic Hyperplasia (BPH))
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah kondisi
ketika kelenjar prostat mengalami pembengkakan, namun tidak bersifat kanker. Kelenjar
prostat merupakan sebuah kelenjar berukuran kecil yang terletak pada rongga pinggul
antara kandung kemih dan penis.
Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang berfungsi untuk menyuburkan dan
melindungi sel-sel sperma. Pada saat terjadi ejakulasi, prostat akan berkontraksi sehingga
cairan tersebut akan dikeluarkan bersamaan dengan sperma, hingga menghasilkan cairan
semen.
Karena kelenjar prostat hanya dimiliki oleh pria, maka tentu saja seluruh penderita
BPH adalah pria. Umumnya pria yang terkena kondisi ini berusia di atas 50 tahun. Banyak
penderita yang berpikiran bahwa menderita BPH berarti memiliki risiko yang lebih tinggi

12
untuk menderita kanker prostat. Ternyata anggapan ini tidak benar, karena hingga saat ini
masih belum ditemukan keterkaitan antara BPH terhadap peningkatan risiko kanker
prostat.

B. Gejala Hipertrofi Prostat (Benign Prostatic Hyperplasia (BPH))


Berikut ini gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat
jinak (BPH):
1. Selalu ingin berkemih, terutama pada malam hari.
2. Nyeri saat buang air kecil.
3. Inkontinensia urine atau beser.
4. Sulit mengeluarkan urine.
5. Mengejan pada waktu berkemih.
6. Aliran urine tersendat-sendat.
7. Mengeluarkan urine yang disertai darah.
8. Merasa tidak tuntas setelah berkemih.

Munculnya gejala-gejala tersebut disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih dan
uretra ketika kelenjar prostat mengalami pembesaran.
Konsultasi pada dokter disarankan jika seseorang merasakan gejala BPH, meski
ringan. Pemeriksaan sangat diperlukan mengingat ada beberapa kondisi lain yang
gejalanya sama dengan BPH, di antaranya:
1. Prostatitis atau radang prostat.
2. Infeksi saluran kemih.
3. Penyempitan uretra.
4. Penyakit batu ginjal dan batu kandung kemih.
5. Bekas luka operasi pada leher kandung kemih.
6. Kanker kandung kemih.
7. Kanker prostat.
8. Gangguan pada saraf yang mengatur aktivitas kandung kemih.

C. PenyebabHipertrofi Prostat (Benign Prostatic Hyperplasia (BPH))


Sebenarnya penyebab persis pembesaran prostat jinak (BPH) masih belum diketahui.
Namun kondisi ini diperkirakan terjadi karena adanya perubahan pada kadar hormon
seksual akibat proses penuaan.

13
Secara umum, prostat akan terus tumbuh seumur hidup. Pada beberapa kasus, prostat
akan terus berkembang dan mencapai ukuran yang cukup besar sehingga secara bertahap
akan menghimpit uretra. Uretra yang terjepit ini menyebabkan urine susah keluar,
sehingga terjadilah gejala-gejala BPH seperti yang telah disebutkan di atas.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena BPH adalah:
1. Kurang berolahraga dan obesitas.
2. Faktor penuaan.
3. Menderita penyakit jantung atau diabetes.
4. Efek samping obat-obatan penghambat beta (beta blockers).
5. Keturunan.

D. DiagnosisHipertrofi Prostat (Benign Prostatic Hyperplasia (BPH))


Dalam mendiagnosis pembengkakan prostat jinak (BPH), dokter akan menanyakan
gejala yang dirasakan oleh pasien terlebih dahulu, misalnya:
1. Apakah aliran urine sering lemah atau tersendat-sendat?
2. Seberapa sering pasien merasa berkemih tidak sepenuhnya tuntas?
3. Seberapa sering pasien terbangun di malam hari untuk berkemih?
4. Seberapa sering pasien mengejan untuk mulai berkemih?
5. Apakah pasien sering sulit menahan keinginan untuk berkemih?
6. Apakah pasien berkemih lebih dari satu kali dalam kurun waktu dua jam?

Guna mengetahui ukuran kelenjar prostat secara fisik, dokter akan melakukan
pemeriksaan colok dubur. Ada beberapa jenis tes lanjutan yang bisa dilakukan untuk
mendiagnosis BPH, antara lain:
1. Tes urine. Tes ini dilakukan jika dokter mencurigai gejala yang dirasakan oleh pasien
bukan disebabkan oleh BPH, melainkan oleh kondisi lainnya, seperti infeksi saluran
kemih atau batu ginjal.Biopsi prostat. Dokter akan mengambil sampel jaringan prostat
pasien untuk diperiksa secara seksama di laboratorium.
2. Tes darah. Komponen yang diperiksa dalam tes ini adalah protein prostat spesifik
antigen (PSA), yaitu suatu protein yang dihasilkan Jika kadar PSA pasien tinggi,
maka kemungkinan pasien menderita BPH juga akan besar. Jika kenaikan tersebut
terjadi secara signifikan, maka risiko pasien untuk terkena kanker prostat juga ada.
3. Tes kelancaran aliran urine. Dalam pemeriksaan ini, dokter akan memasukkan kateter
yang dilengkapi kamera ke dalam saluran kemih pasien. Melalui monitor, dokter akan

14
dapat melihat besarnya tekanan di dalam kandung kemih dan seberapa baik kinerja
organ tersebut saat pasien berkemih.
4. Tes neurologi. Dokter akan memeriksa secara singkat kesehatan mental serta sistem
saraf pasien untuk membantu mendiagnosis adanya gangguan buang air kecil karena
penyebab lain selain pembesaran prostat.
5. CT urogram. Metode pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui keadaan saluran
kemih pasien, misalnya apakah ada kerusakan pada saluran tersebut atau apakah ada
penyumbatan yang disebabkan kondisi selain BPH, seperti penyakit batu kandung
kemih atau batu ginjal.
6. Pielografi intravena. Pada prosedur ini, dokter menyuntikkan bahan kontras melalui
pembuluh darah lalu mengambil gambaran ginjal dengan foto Rontgen, untuk
memeriksa fungsi ginjal dan aliran urine dari ginjal menuju kandung kemih.
7. USG transrektal atau USG melalui dubur. Melalui pemeriksaan dengan menggunakan
gelombang suara ini, dokter akan mendapatkan gambar kelenjar prostat dan bagian di
sekelilingnya secara lebih rinci guna mengetahui apakah pasien menderita BPH atau
kondisi lainnya seperti kanker.
8. Sistoskopi. Dokter akan memasukkan sistoskop untuk memeriksa keadaan uretra dan
kandung kemih dari dalam.

Selain untuk memastikan bahwa gejala yang dirasakan oleh pasien adalah akibat BPH
dan bukan disebabkan oleh kondisi-kondisi lainnya, tes-tes lebih lanjut juga dapat
membantu dokter memberikan pengobatan yang tepat.
E. Pengobatan Hipertrofi Prostat (Benign Prostatic Hyperplasia (BPH))
Penanganan BPH berbeda-beda pada setiap penderitanya. Dokter akan memilih jenis
penanganan yang paling sesuai berdasarkan beberapa faktor seperti:
 Kondisi kesehatan penderita secara umum.
 Tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan oleh penderita.
 Usia penderita.
 Ukuran prostat.

Penanganan pembesaran prostat jinak (BPH) sendiri dapat dikelompokkan menjadi


dua, yaitu penanganan BPH dengan gejala ringan dan penanganan BPH dengan gejala
sedang hingga parah.

15
BPH ringan biasanya cukup ditangani dengan obat-obatan, terapi menahan berkemih,
dan perubahan gaya hidup.
 Pengobatan BPH Ringan
1. Obat BPH yang sering digunakan adalah dutasteride dan finasteride. Obat yang
mampu menurunkan ukuran prostat dan meredakan gejala BPH ini bekerja dengan
cara menghambat efek dari hormon dihidrotestosteron. Namun penggunaan kedua
obat ini tidak boleh sembarangan dan harus melalui petunjuk dari dokter karena
memiliki efek samping yang cukup serius. Beberapa efek samping dari dutasteride
dan finasteride adalah turunnya kuantitas sperma, impotensi, dan risiko cacat bayi jika
penderita menghamili perempuan saat sedang menjalani pengobatan dengan kedua
obat ini.
Selain dutasteride dan finasteride, obat BPH lainnya yang juga sering digunakan
adalah golongan penghambat alfa, seperti alfuzosin dan tamsulosin. Obat penghambat
alfa ini biasanya dikombinasikan dengan finasteride. Obat ini mampu memperlancar
laju urine dengan cara melemaskan otot-otot kandung kemih. Efek samping yang
mungkin terjadi setelah mengonsumsi alfuzosin dan tamsulosin adalah badan lemas,
sakit kepala, dan turunnya kuantitas sperma. Sedangkan efek samping yang lebih
serius dari kedua obat ini adalah berupa risiko terjadinya hipotensi (tekanan darah
rendah) atau bahkan pingsan.

2. Terapi menahan kemih


Terapi ini dilakukan di bawah bimbingan medis. Di dalam terapi ini pasien
akan diajarkan bagaimana cara menahan keinginan berkemih setidaknya dalam jeda
waktu dua jam antara tiap berkemih, termasuk diajarkan bagaimana cara mengatur
pernapasan, mengalihkan pikiran ingin berkemih, serta relaksasi otot.
3. Perubahan gaya hidup
Perubahan gaya hidup yang dimaksud adalah dengan:
 Mulai berolahraga secara teratur, misalnya berjalan kaki tiap hari selama setengah
hingga satu jam.
 Mulai mengurangi atau berhenti mengonsumsi kafein dan minuman keras.
 Mencari jadwal minum obat yang tepat agar terhindari dari nokturia (meningkatnya
frekuensi buang air kecil sepanjang malam).

16
 Mulai membiasakan diri untuk tidak minum apa pun dua jam sebelum waktu tidur
agar terhindar dari nokturia.

 Pengobatan BPH Parah

Sedangkan cara untuk menangani BPH dengan tingkat keparahan gejala sedang
hingga parah adalah melalui operasi, yaitu:
1. Reseksi prostat transuretral (TURP). Prosedur yang dilakukan dengan bantuan alat
yang disebut resektoskop ini bertujuan untuk menurunkan tekanan pada kandung
kemih dengan cara menghilangkan kelebihan jaringan prostat. Efek samping operasi
TURP adalah pembengkakan uretra. Karena itu pasien yang menjalani TURP
biasanya tidak akan bisa berkemih secara normal selama dua hari dan harus dibantu
dengan menggunakan kateter. Alat ini akan dilepas dokter setelah kondisi uretra pulih
kembali. Selain efek samping, operasi TURP juga dapat menimbulkan komplikasi
berupa ejakulasi retrograde, yaitu sperma tidak akan mengalir melalui penis
melainkan masuk ke dalam kandung kemih.
2. Vaporisasi prostat transuretral (TUVP). Tujuan prosedur ini hampir sama dengan
TURP. Namun dalam TUVP, bagian prostat yang ditangani akan dihancurkan dan
tidak dipotong. Jika penghancuran jaringan prostat dalam prosedur TUVP dibantu
dengan sinar laser, maka metode tersebut dinamakan photovaporization (PVP).
3. Transurethral microwave thermotherapy (TUMT). Dokter akan memasukkan alat
yang dapat memancarkan gelombang mikro ke area prostat melalui uretra. Energi
gelombang mikro dari alat tersebut akan menghancurkan bagian dalam dari kelenjar
prostat yang membesar, sehingga mengecilkan ukuran prostat serta memperlancar
aliran urine. Prosedur ini umumnya hanya dilakukan untuk BPH yang ukurannya
tidak terlalu besar dan sifatnya hanya sementara, sehingga seringkali dibutuhkan
TUMT ulangan.
4. Transurethral needle ablation (TUNA). Dokter akan menancapkan jarum-jarum pada
kelenjar prostat pasien, kemudian gelombang radio akan dialirkan pada jarum-jarum
tersebut. Efeknya, jaringan prostat yang menghalangi aliran urine akan memanas dan
hancur. Sama seperti TUMT, tindakan ini hanya bersifat sementara sehingga
dibutuhkan terapi ulangan.
5. Insisi prostat transuretral (TUIP). Prosedur ini menggunakan alat yang sama dengan
TURP, yaitu resektoskop. Namun pada TUIP, dokter akan memperluas saluran uretra
17
agar urine bisa mengalir secara lancar dengan cara membuat irisan pada otot
persimpangan antara kandung kemih dan prostat. Efek samping prosedur ini sama
dengan TURP, yaitu pasien tidak akan bisa berkemih secara normal selama waktu
tertentu dan harus dibantu dengan menggunakan kateter. Prosedur ini berisiko lebih
rendah dalam menyebabkan ejakulasi retrograde.
6. Prostatektomi terbuka. Di dalam prosedur ini, dokter akan mengangkat prostat secara
langsung melalui irisan yang dibuat pada perut. Prosedur ini awalnya dianggap
sebagai prosedur paling efektif untuk mengobati kasus BPH parah. Namun seiring
munculnya metode lain, seperti operasi prostat transuretral, prostatektomi terbuka
jarang lagi digunakan pada saat ini.
7. Holmium laser enucleation of the prostate (HoLEP). Tujuan prosedur ini sama seperti
TURP, yaitu untuk menurunkan tekanan pada kandung kemih dengan cara
menghilangkan kelebihan jaringan prostat. Di dalam HoLEP, jaringan prostat berlebih
akan dihilangkan dengan sinar laser dari sebuah alat khusus yang dimasukkan melalui
uretra.
8. Prostatic urethral lift implants. Tujuan dilakukannya prosedur ini adalah untuk
meredakan gejala-gejala gangguan berkemih dengan cara mengganjal pembesaran
prostat agar tidak menyumbat saluran uretra menggunakan sebuah implan kecil.
Dibandingkan dengan TURP atau TUIP, risiko terjadinya efek samping berupa
gangguan fungsi seksual dan kerusakan jaringan dalam prosedur prostatic urethral lift
implants terbilang lebih kecil.

6. Kardiomiopati Hipertrofi
A. Definisi

Hipertrofi Kardiomiopati merupakan kondisi menebalnya otot jantung. Penebalan


pada salah satu bagian jantung ini bisa mempersulit darah meninggalkan jantung akibatnya
jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah. padahal, seharusnya jantung bisa lebih
relaks saat memompa darah menuju jantung.

Kardiomiopati hipertrofi (KMH) adalah penyakit jantung yang ditandai dengan


penebalan otot jantung (miokardium). Ini adalah penyakit genetik atau turunan.
Artinya, ini diwariskan melalui gen orang tua. Seorang anak memiliki kemungkinan
50% mewarisi penyakit ini jika salah satu orang tuanya mempunyai gen tersebut.

18
KMH menyerang satu dari 500 orang. Namun, ini tidak selalu menjadi
penyebab kekhawatiran. Banyak orang yang memiliki gen ini, namun tidak
menunjukkan gejala apa pun, bahkan dapat hidup normal dan aktif. Namun, sekitar
10% di antaranya menderita penyakit yang parah dan berisiko tinggi akan
mengalamikomplikasi serius. Ini termasuk kondisi yang mengancam nyawa,
yaitu aritmia (detak jantung tidak normal) dan kematian jantung mendadak.

KMH dapat menghambat jantung dalam memompa darah dengan baik. Karena
hal ini, jumlah darah yang beredar di dalam tubuh pun akan berkurang. Saat ini
terjadi, organ vital, seperti otak dan paru-paru, tidak mendapat pasokan oksigen dan
nutrien yang cukup untuk berfungsi seperti biasa.

KMH dapat bersifat obstruktif dan non-obstruktif. Pada sebagian orang, penyakit
ini membuat septum (dinding yang memisahkan ventrikel jantung) membengkak. Ini
membuat jantung sulit untuk mendorong darah ke paru-paru (obstruktif). Pada kasus
yang lain, penyakit ini menyerang ventrikel kanan sehingga ia hanya dapat menampung
sedikit darah. Oleh sebab itu, bahkan saat tidak terjadi obstruksi, jumlah darah yang
mencapai organ-organ vital akan tetap berkurang.

B. Penyebab

Hipertrofi Kardiomiopati ini merupakan penyakit keturunan yang dibawa sejak


lahir. Kecacatan gen pada penderitanya berpran penting dalam mengontrol pertumbuhan
otot jantung. Selain itu, penyebab lainnya adalah penyempitan katup stenosis atau kondisi
lain yang mengakibatkan tahanan aliran darah dari jantung meningkat. Pada penderita
yang masih muda biasanya akan menunjukkan gejala yang lebih parah, tapi kondisi ini
juga bisa terjadi pada semua orang dari berbagai usia.

KMH sering kali merupakan penyakit turunan. Ini dapat berkembang pada
siapa pun, jika salah satu atau kedua orang tuanya memiliki mutasi gen yang
menyebabkan otot jantung menebal. Orang yang memiliki kerabat dekat, seperti orang
tua atau saudara kandung, dengan penyakit iniperlu mempertimbangkan pemeriksaan
kardiomiopati hipertrofi. Jika terdiagnosis sejak awal, penyakit ini dapat segera
diobati sebelum menyebabkan komplikasi atau gejala berat. Hal ini pun membuat
pasien lebih memahami penyakit tersebut dan mengetahui aktivitas yang perlu

19
dihindari, seperti olahraga yang kompetitif. Tujuannya adalah mencegah penyakit
agar tidak makin memburuk.

Dengan pengobatan yang tepat dan sedikit perubahan gaya hidup, sebagian besar
pasien dapat hidup normal dan mengendalikan gejala dari penyakit mereka.

C. Gejala

Gejala umum yang terjadi pada penderita penyakit ini adalah pingsan, pusing,
nyeri pada bagian dada terutama saat melakukan aktivitas berat, denyut jantung yang tidak
beraturan, bahkan berujung pada gagal jantung yang disertai sesak nafas berat terutama
saat berolahraga atau aktivitas berat.

Kardiomiopati hipertrofi tidak selalu menampakkan gejala. Jika sifatnya


ringan, pasien dapat terus menjalani hidup, bahkan tanpa mengetahui bahwa mereka
mengidap penyakit ini. Namun, pada beberapa pasien, penyakit ini menyebabkan
napas menjadi pendek dan nyeri dada. Gejala ini menjadi lebih jelas selama pasien
melakukan olahraga berat dan kompetitif. Gejala lainnya termasuk pingsan dan
pusing.

Jika tidak diobati, penyakit ini dapat memicu sejumlah komplikasi. Di antaranya:

1. Gagal jantung , Penebalan otot jantung dapat menghambat jantung untuk memompa
darah dengan baik. Kondisi ini dapat menyebabkan keadaan fatal, kecuali bila
diobati dengan cara yang tepat.

2. Detak jantung tidak tetap , Detak jantung normal pada orang dewasa berkisar
antara 60 dan 100 detak per menit. Kardiomiopati hipertrofi dapat membuat jantung
berdetak terlalu cepat atau lambat (aritmia). Ini dapat menyebabkan pasien merasa
jantungnya berdebar. Beberapa jenis aritmia tidak menimbulkan kekhawatiran.
Sedangkan beberapa jenis lainnya dapat meningkatkan risiko penggumpalan darah.
Jika gumpalan darah terlepas dan mencapai arteri otak, pasien kemungkinan akan
menderita stroke. Jenis aritmia tertentu juga dapat menyebabkan kematian jantung
mendadak.

20
3. Regurgitasi katup mitral , Pada kondisi normal, darah mengalir satu arahsaat
memasuki pembuluh darah mana pun. Namun, kardiomiopati hipertrofi dapat
membuat katup mitraluntuk menutup dengan baik. Ini membuat darah mengalir ke
arah sebaliknya. Saat ini terjadi, gejala pasien biasanya akan memburuk.

D. Diagnosis

Seperti penyakit lainnya, diagnosa harus dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan


fisik menggunakan stetoskopuntuk mendengar ada tidaknya ketidakwajaran denyut
jantung saat diperiksa. Dapat pula di akukan pengecekan ketebalan jantung atau apabila
ditemukan adanya katup yang bocor. Diagnosis ini bisa diperkuat dengan pemeriksaan
EKG,ekokardiogram atau rontgen dada. Penyakit ini didiagnosis dengan tes-tes sebagai
berikut:

1. Ekokardiogram - Disebut juga sebuah gema, ini adalah tes USG yang
memanfaatkan gelombang suara untuk menciptakan gambar jantung, serta katup,
dinding, bilik, dan pembuluh darahnya. Ini bukan prosedur invasif dan tidak
memerlukan pembiusan. Ekokardiogram menggunakan sebuah satelit (transduser)
yang melintasi dada. Jika ditemukan abnormalitas, tes ini akan diikuti dengan
MRI (pencitraan resonansi magnetik) jantung, yang juga akan menciptakan
gambar jantung. Ini memberikan informasi yang lebih detail. Tujuannya untuk
membantu dokter membuat diagnosis yang lebih akurat.

2. Elektrokardiogram - Umumnya disebut ECG, tes ini bertujuan untuk mengukur


impuls listrik jantung. Ini sering kali dilakukan dengan tes stress treadmill.

E. Pengobatan

Tujuan utama pengobatan penyakit ini adalah untuk mengurangi tahanan jantung.
Jenis pengobatan yang biasa diberikan adalah beta blocker yang berfungsi menghambat
saluran kalsium. Jika sudah parah maka pengobatan yang harus dilakukan adalah dengan
pembedahan untuk mengangkat sebagian otot jantung yang rusak.

Saat mengobati kardiomiopati jantung, dokter berfokus untuk meningkatkan


fungsi jantung dengan membuat irama jantung kembali normal (pada kasus aritmia)

21
menggunakan obat-obatan atau alat pacu jantung. Ini dapat meredakan gejala, serta
mencegah komplikasi yang mengancam nyawa, seperti gagal jantung dan kematian
jantung mendadak.

Prosedur yang disebut ablasi septum kemungkinan juga diperlukan. Ini akan
dianjurkan jika otot jantung yang menebal harus diangkat, agar gejala mereda. Di sisi
lain, operasi jantung terbuka juga diperlukan bila pengangkatan septum yang menebal
dapat melancarkan peredaran darah. Ini pun dapat mencegah darah agar tidak
mengalir kembali ke arah katup mitral.

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipertrofi adalah pertambahan besar organ akibat adanya pertambahan ukuran sel
pada organ. Hipertrofi adalah suatu respons adaptif yang terjadi apabila terdapat
peningkatan beban kerja suatu sel. Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi meningkat,
menyebabkan pertumbuhan sebagian besar struktur dalam sel. Adapun jenis-jenis dari
hipertrofi yaitu hipertrofi otot, hipertrofi ventrikel kiri, hipertrofi adenoid, hipertrofi
konka, dan hipertrofi prostat (BPH).

B. Saran

Setelah mengetahui dan memahami segala sesuatu hal yang berhubungan dengan
hipertrofi, sangat diharapkan bagi mahasiswa keperawatan untuk mengenali dan
mengetahui hipertrofi, agar kita dapat mengenali jenis-jenis hipertrofi tersebut.

23
DAFTAR PUSTAKA

https://dokumen.tips/documents/makalah-hipertrofi-otot.html

https://www.alodokter.com/hipertrofi-ventrikel-kiri

https://www.deherba.com/hipertrofi-adenoid.html

https://www.scribd.com/document/372490821/HIPERTROFI-KONKA

https://www.alodokter.com/bph-benign-prostatic-hyperplasia

https://www.kompasiana.com/evaprasetyamaulinafikui2011/550e976a813311c32cbc64
5/adaptasi-jejas-dan-kematian-sel

24
25

Anda mungkin juga menyukai