Anda di halaman 1dari 33

KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA INVERSIO UTERI

DOSEN PENGAMPU :
Maliha Amin, SKM, M.Kes

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK II

1. AnnisaNurRahma P (PO7120118011)
2. AuliaSyahrani (PO7120118015)
3. AyuPuspita Sari (PO7120118017)
4. AyuSaputri (PO7120118018)

PRODI DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga penulis berhasil menyelesaikan
makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya.
Makalah ini berisikan tentang“”diharapkan makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua sehingga dan dapat menambah pengetahuan wawasan setiap
orang yang membacanya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

                                                                                               
Palembang, Januari 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Komplikasi kehamilan merupakan penyebab langsung kematian maternal.


Komplikasikehamilan yang sering terjadi yaitu perdarahan, preeklamsia atau
eklamsia, dan infeksi (Abdulla etal, 2010).
Angka kematian ibu di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh timbulnya
penyulit persalinan yang tidak dapat segeradirujuk ke fasilitas pelayanan kesehata
n yang lebih mampu. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang sangat
menentukan dalam merujuk kasusrisiko tinggi. Melakukan pemeriksaan
kehamilan secara teratur meru pakan tindakan yang palingtepat dalam
mengidentifikasi secara dini sesuai dengan risiko yang disandang oleh ibu
hamil(Saifuddin, 2002).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan di seluruh dunia lebih
dari585.000 ibu meninggal tiap tahun saat hamil atau bersalin. Di Indonesia
menurut SurveiDemografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003/2004 Angka
Kematian Ibu (AKI) masihcukup tinggi, yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup
Sedangkan data Dinas Kesehatan ProvinsiJateng menyebutkan pada 2008 AKI
mencapai 114,42/100.000 kelahiran hidup. Berdasarkanlaporan Dinas Kesehatan
Kota Semarang jumlah kematian ibu maternal di Kota Semarang padatahun 2009
sebanyak 22 kasus dengan jumlah kelahiran hidup sebanyak 25.739. Penyebab
AKIterdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung, penyebab langsung dari
AKI disebabkan olehkomplikasi pada masa hamil, bersalin dan nifas atau
kematian yang disebabkan oleh suatutindakan atau 1 berbagai hal yang terjadi
akibat-akibat tindakan tersebut yang dilakukan selamahamil, bersalin dan nifas,
seperti perdarahan, tekanan darah yang tinggi saat hamil (eklamsia),infeksi,
persalinan macet dan komplikasi keguguran. Beberapa komplikasi persalinan
salahsatunya adalah persalinan lama. Sedangkan penyebab tidak langsung
kematian ibu adalah karenakondisi masyarakat, seperti pendidilkan, sosial
ekonomi dan budaya.(Dinkes, 2009)
 
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan inversio uteri?
2. Bagaimana pengertian, penyebab, gejala, penatalaksanaan inversio uteri ?

1.3 Tujuan
1. Memahami tentang inversio uteri
2. Mengetahui pengertian, penyebab, gejala, penatalaksanaan inversio uteri
BAB II
TINJAUAN TEORI
 
2.1 Definisi Inversio Uteri
Inversio uteri adalah terbalik dan melipatnya uterus demikian rupa sehingga
lapisanendometriumnya dapat tampak sampai di luar perinium atau dunia luar.
(Manuaba. 2003)
Pada inversio uteri, uterus terputar balik sehingga fundus uteri terdapat dalam
vaginadengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebut inversio uteri
komplet.Jika hanyafundus menekuk ke dalam dan tidak ke luar ostium uteri,
disebut inversiouteri inkomplet. Jikauterus yang berputar balaik itu keluar dari
vulva, disebut inversio prolaps.Inversio uteri jarangterjadi, tetapi jika terjadi,
dapat menimbulkan syok yang berat. (Sastrawinata,2003)
Inversio Uteri adalah suatu keadaan dimana bagian atas uterus (fundus uteri )
memasukikavum uteri sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam
kavum uteri, bahkan kedalam vagina atau keluar vagina dengan dinding
endometriumnya sebelah luar.(IlmuKandungan,Sarwono Prawiroharjo).

2.2 Klasifikasi
Inversio Uteri dapat diklasifikasikan menurut beberapa kriteria, seperti :
berdasarkan hubungan dengan kehamilan, durasi, dan derajat inversio.3
Pada tahun 1951, Jones mengklasifikasikan inversio uteri menurut hubungan
dengan kehamilan, menjadi :
1. Inversio uteri paska persalinan atau inversio uteri obstetri
Inversio uteri obstetri merupakan inversio uteri yang terjadi setelah persalinan,
keguguran, terminasi kehamilan, atau terjadi dalam 6 minggu setelah persalinan
maupun keguguran.14 Inversio uteri obstetri dapat terjadi paska persalinan
pervaginam maupun paska seksio sesaria.6 Kejadian inversio uteri paska seksio
sangat jarang, kurang dari 10 kasus yang telah dilaporkan di literatur, walaupun
mungkin banyak kasus yang tidak dilaporkan. Dari sekian kasus yang dilaporkan,
ada 2 kasus yang disertai henti jantung.15
Menurut durasi, inversio uteri paska persalinan diklasifikasikan menjadi :
1) Inversio uteri akut
Inversio uteri akut merupakan inversio uteri yang terdiagnosa dalam 24
jam setelah persalinan, dapat dengan atau tanpa penyempitan serviks.
2) Inversio uteri subakut
Inversio uteri subakut merupakan inversio uteri yang terdiagnosa lebih
dari 24 jam namun kurang dari 4 minggu setelah persalinan; selalu disertai
dengan penyempitan serviks.
3) Inversio uteri kronis
Inversio uteri kronis merupakan inversio uteri yang telah terjadi selama 4
minggu atau lebih.
2. Inversio uteri bukan paska persalinan atau inversio uteri ginekologi
Merupakan inversio yang terjadi pada uterus non-gravid. Pada umumnya
terjadi akibat proses primer di uterus, seperti fibroid (sering akibat mioma
submukosa) sarkoma6, dan kanker endometrium namun bisa juga idiopatik.
Menurut onset dan evolusinya, inversio uteri ginekologi dibedakan menjadi :
Berdasarkan Onset :
a) Inversio uteri akut.
Tanda dan gejala klinis inversio uteri akut lebih jelas, yaitu berupa nyeri berat
dan perdarahan
b) Inversio uteri kronis
Inversio uteri kronis ditandai dengan rasa tidak nyaman di pelvis, leukorea,
perdarahan pervaginam, anemia23 dan nekrosis pada jaringan uterus.
Berdasarkan Evolusi :
1. Inversio uteri derajat I (inkomplit)
Inversio uteri derajat I merupakan inversi uterus dimana korpus terbalik ke
arah serviks, namun belum mencapai cincin serviks
2. Inversio uteri derajat II (inkomplit)
Inversio uteri derajat II merupakan inversi uterus melewati cincin serviks,
namun belum mencapai perineum
3. Inversio uteri derajat III (komplit)
Inversio uteri derajat III merupakan inversio uterus komplit, dimana inversi
fundus uteri mencapai perineum.
4. Inversio uteri derajat IV (total)
Inversio uteri derajat IV merupakan inversi uterus disertai dengan inversi
vagina Menurut derajat inversio, beberapa peneliti membagi menjadi 3
kelompok, sementara peneliti yang lain membedakan menjadi 4 kelompok
sebagai berikut:

2.3 Etiologi
 Faktor yang memudahkan terjadinya inversion uteri adalah
a) Uterus yang lembek
b) Lemah
c) Tipis dindingnya.
d) Adanya kekuatan yang menarik fundus kebawah
 Penyebab inversio uteri adalah:
1. Secara spontan:
1) Grandemultipara
2) atonia uteri
3) kelemahan alat kandungan (tonus otot rahim yang lemah, kanalis
servikalis yang longgar)
4) tekanan intra abdominal yang tinggi (misalnya mengejan dan batuk)
2. Karena tindakan:
1) perasat Crede yang berlebihan
2) tarikan tali pusat
3) manual plasenta yang dipaksakan, apalagi bila ada perlekatan
plasenta pada dinding rahim. atau Karna tindakan atraksi pada tali
pusat yang berlebihan yang belum lepas dari dinding  rahim.
Berbagai faktor etiologi telah dikaitkan dengan inversi uterus, walaupun
mungkin tidak ada penyebab yang jelas. Di identifikasi faktor etiologi meliputi:
a. Tali pusat yang pendek
b. Traksi yang berlebihan pada tali pusat
c. Tekanan pada fundus yang berlebihan
d. Sisa plasenta dan abnormal perlekatan plasenta (inkreta, perkreta, akreta)
e. Menarik terlalu keras pada tali pusar untuk mempercepat pelepasan
plasenta, terutama jika      plasenta melekat pada fundus.
f. Endometritis kronis
g. Kelahiran setelah sebelumnya operasi caesar
h. Cepat atau tenaga His yang panjang
i. Sebelumnya rahim inversi
j. Obat tertentu seperti magnesium sulfat (sebagai relaksan otot selama
persalinan)
k. Unicornuate rahim
l.   Kelainan bawaan atau kelemahan rahim.

2.4 Patofisiologi

Ada 3 hal yang menjadi dasar terjadinya inversio uteri akut, yaitu :11
1. Suatu bagian dinding uterus prolaps melalui serviks yang terbuka, atau melipat
ke depan

2. Relaksasi sebagian dinding uterus

3. Tarikan simultan ke arah bawah dari fundus uteri


Secara klinis, faktor penting yang mempermudah terjadinya inversio uteri
adalah implantasi plasenta di fundus, kelemahan miometrium di sekitar tempat
implantasi dan adanya serviks postpartum yang terbuka.5,35 Pada kasus tertentu,
tali pusat yang pendek atau kesalahan penanganan kala III dengan penarikan tali
pusat tidak terkendali mempermudah terjadinya inversio uteri. Bahkan inversio
uteri pada seksio sesarea dapat terjadi setelah pemberian tokolitik kuat, seperti
nitroglycerin.34 Pada sebagian besar kasus adanya kelemahan miometrium bagian
fundus uteri merupakan faktor penting. Jika uterus tetap lembek, segera setelah
persalinan ditambah dengan implantasi plasenta di fundus, terjadinya lekukan
fundus mudah terjadi. Dengan mekanisme yang unik, kelemahan miometrium ini
(ditambah dengan penarikan tali pusat tidak terkendali) menyebabkan fundus
melekuk dengan atau tanpa adanya plasenta yang masih melekat. Hal ini
menyebabkan terjadinya inversio uteri.
Untuk terjadinya inversio uteri, uterus harus terus berkontraksi pada saat yang
sama untuk mendorong fudus yang terinversi sebelumnya atau massa fundus-
plasenta ke arah bawah, sehingga makin masuk ke arah segmen bawah uterus.
Jika serviks terbuka dan kontraksi cukup kuat, massa myometrium-plasenta dapat
terperas ke dalam serviks, menyebabkan terjadinya inversio komplit (inversio
uteri derajat III). Pada keadaan yang lebih ringan, dinding fundus uteri yang
melekuk kedalam terperangkap secara spontan ke dalam kavum uteri,
menyebabkan terjadinya inversio inkomplit. Pada inversio komplit, setelah fundus
melewati serviks, jaringan serviks berfungsi sebagai lingkaran konstriksi dan
segera terjadi edema. Massa prolaps kemudian membesar secara progresif dan
menyumbat vena dan akhirnya aliran darah arteri, menyebabkan terjadinya edema.
Sehingga reposisi uterus menjadi lebih sulit bila inversio terjadi makin lama. Pada
kasus kronis, dapat terjadi nekrosis.

2.5 Komplikasi
Komplikasi jangka pendek inversio uteri adalah berupa perdarahan
postpartum, namun, endomiometritis sering menyertai inversio uteri. Usus dan
jaringan sekitar uterus dapat terluka akibat terperangkap dalam fundus yang
terinversi. Bahkan dapat terjadi kematian akibat inversio uteri. Namun dengan
deteksi dini, terapi definitif dan resusitasi yang adekuat, angka kematian menjadi
cukup rendah.

2.6 Penatalaksanaan
1. Pencegahan : hati-hati dalam memimpin persalinan, jangan terlalu mendorong
rahim atau melakukan perasat Crede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam
menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran plasenta dengan tajam.
2. Bila telah terjadi maka terapinya 90% kasus inversio uteri disertai dengan
perdarahan yang masif dan “life-threatening”. Bila terjadi syok atau
perdarahan, gejala ini diatasi dulu dengan infus intravena cairan elektrolit dan
tranfusi darah. Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya renjatan vasovagal
dan perdarahan maka harus segera dilakukan tindakan reposisi secepat
mungkin. Segera lakukan tindakan resusitasi. Bila plasenta masih melekat,
jangan dilepas oleh karena tindakan ini akan memicu perdarahan hebat .
Lakukan tindakan resusitasi dengan cara :
Ø  Tangan seluruhnya dimasukkan ke vagina sedang jari tengah dimasukkan ke dalam
cavum uteri melalui serviks uteri yang mungkin sudah mulai menciut, telapak
tangan menekan korpus perlahan-lahan tapi terus menerus kearah atas agak
kedepan sampai korpus uteri melewati serviks dan inversion.  Salah satu tehnik
reposisi lain yaitu dengan menempatkan jari tangan pada fornix posterior, dorong
uterus kembali kedalam vagina, dorong fundus kearah umbilikus dan
memungkinkan ligamentum uterus menarik uterus kembali ke posisi semula .
Rangkaian tindakan ini dapat dilihat pada gambar 1 diatas.
Ø  Sebagai tehnik alternatif : dengan menggunakan 3 – 4 jari yang diletakkan pada
bagian tengah fundus dilakukan dorongan kearah umbilikus sampai uterus
kembali keposisi normal.
Ø  Setelah reposisi berhasil, tangan dalam harus tetap didalam dan menekan fundus
uteri. Berikan oksitosin atau Suntikkan intravena 0,2 mg ergomitrin kemudian dan
jika dianggap masih perlu, dilakukan tamponade uterovaginal dan setelah terjadi
kontraksi, tangan dalam boleh dikeluarkan perlahan agar inversio uteri tidak
berulang.
Ø  Bila reposisi per vaginam gagal, maka dilakukan reposisi melalui laparotomi.
Ø  Setelah reposisi berhasil, tangan dalam harus tetap didalam dan menekan fundus
uteri. Berikan oksitosin dan setelah terjadi kontraksi, tangan dalam boleh
dikeluarkan perlahan agar inversio uteri tidak berulang.

2.7 Prinsip Umum Penanganan Inversio Uteri


Pada prinsipnya ada dua tujuan penanganan inversio uteri akut, yaitu reposisi
uterus dan penanganan syok yang terjadi. Kunci keberhasilan penanganan adalah
kerjasama team sebab keduanya harus dilakukan secara berkesinambungan. dan
kadang syok tidak akan teratasi sebelum reposisi uterus.
Keberhasilan reposisi inversio uteri sangat tergantung pada kecepatan deteksi dini.
Semakin lama uterus terinversi akan semakin sulit melakukan reposisi. Penanganan
hipovolemia dilakukan dengan pemasangan jalur intravena dengan jarum besar
(ukuran 18 gauge atau yang lebih besar) dan penggantian cairan3, sedangkan cara
untuk menangani syok neurogenik adalah dengan reposisi uterus 11. Penggantian
volume darah dilakukan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali jumlah perdarahan.
Bila diperlukan dapat dipasang jalur intravena tambahan. Personil yang kompeten
juga diperlukan dalam penanganan inversio uteri, seperti dokter anesthesia, personil
ruang operasi dan asisten pembedahan. Lebih baik waspada untuk bertindak lebih
awal daripada terlambat bertindak. Pemeriksaan darah lengkap dan waktu pembekuan
harus dilakukan dan persediaan darah untuk transfusi harus ada. Tanda vital pasien
harus dipantau secara ketat dan kateter urin harus terpasang untuk memonitor
produksi urin. Pemberian oksitosin ditunda dan usaha reposisi uterus melalui vagina
harus segera dilakukan. Para peneliti menganjurkan dilakukan dahulu reposisi uterus
secara manual, sebelum dilakukan usaha untuk melepaskan plasenta dan reposisi
secara operatif. Jika plasenta dilepaskan sebelum reposisi uterus, risiko penderita
untuk kehilangan darah dan syok akan sangat tinggi. Setelah reposisi, biasanya
plasenta akan dengan mudah terlepas.

2.8 Penanganan Inversio Uteri Non-Bedah


2.8.1 Manuver Johnson atau reposisi manual
Setelah diperkenalkan pertama kali pada tahun 1949, manuver ini menjadi
sangat populer untuk reposisi inversio uteri secara manual. Prinsip manuver ini adalah
uterus didorong ke dalam cavum abdomen hingga di atas umbilikus agar terjadi
reposisi. Diperkirakan bahwa aktivitas pasif dari ligamentum uterus akan mereposisi
uterus. Kemungkinan reduksi spontan adalah 43-88%.
Menurut Johnson, manuver ini dilakukan dengan memasukkan seluruh tangan
hingga dua per tiga lengan bawah ke dalam vagina. Bagian uterus yang keluar
terakhir, harus terlebih dulu dimasukkan. Dengan memegang fundus uteri dengan
telapak tangan dan ujung-ujung jari diletakkan pada utero-servikal junction, fundus
uteri didorong hingga di atas umbilikus. Diperlukan tekanan jari-jari secara konstan
selama beberapa menit (minimal 5 menit).6 Hal ini akan menegangkan ligamentum
uterus, dan akibatnya cincin servikalis akan relaks dan melebar, sehingga
mempermudah pergerakan fundus melalui cincin tersebut. Sehingga inversio uteri
terkoreksi. Jika reposisi dilakukan sebelum terbentuknya cincin servikalis, prosedur
ini relatif mudah dilakukan Metode ini mengurangi jumlah lapisan uterus yang harus
melalui serviks pada saat yang sama. Setelah uterus direposisi, tangan operator tetap
berada di dalam cavum uteri hingga terjadi kontraksi dan hingga diberikan oksitosin
intravena. Masalah utama penerapan manuver Johnson adalah karena kasus inversio
uteri akut sangat jarang, sulit bagi penolong persalinan untuk mendapatkan
kompetensi dalam melakukan prosedur ini. Oleh karena itu, perlu diadakan pelatihan
simulasi.
2.8.2 Manuver Henderson dan Alles.
Manuver ini dilakukan dengan cara memegang cincin serviks dengan ring
forseps, kemudian fundus uterus didorong ke arah atas atau anterior. Manuver ini
dilakukan bila dengan cara manual, reposisi belum berhasil.

2.9 Penanganan Inversio Uteri Melalui Pembedahan


Prosedur pembedahan untuk reposisi inversio uteri dapat dilakukan melalui
vagina maupun abdominal, dari cara laparotomi hingga penggunaan laparoskopi.
Namun yang direkomendasikan saat ini adalah prosedur pembedahan melalui
abdominal, yaitu Prosedur Huntington, dengan laparotomi-reposisi melalui abdominal
dan Prosedur Haultain, dengan laparotomi- insisi cincin servikalis-reposisi melalui
abdominal. Prosedur reposisi melalui vagina tidak direkomendasikan, karena
tingginya risiko perluasan insisi hingga ke vesika urinaria, ureter dan pembuluh darah
besar di sekitarnya. Selain itu, pasien ini berisiko mengalami inkompetensi serviks
pada kehamilan berikutnya. Dalam prosedur ini, cavum abdomen dibuka melalui
kolpotomi anterior (Prosedur Spinelli) maupun kolpotomi posterior (Prosedur
Kustner).

2.10 Pathway
2.11 Konsep Dasar Keperawatan

2.11.1 Pengkajian
Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data
dasar  tentang klien dan membuat catatan tentang respon kesehatan klien
( Hidayat, 2000 ).
1. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register, dan diagnosa keperawatan.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartus didapatkan cairan ketuban yang
keluar pervagina secara spontan kemudian tidak diikuti tanda-tanda
persalinan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM,
HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit
tersebut diturunkan kepada klien
d. Riwayat psikososial
Riwayat klien nifas  biasanya cemas bagaimana cara merawat
bayinya, berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga
diri rendah.
( Depkes RI, 1993:66)
3. Pola-pola fungsi kesehatan
a. pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini,
dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
c. Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
d. Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya
odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga
sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan
BAB.
e. Pola istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
f. Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
g. Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
h. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya
i. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi 
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
j. Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah persalinan
klien akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus bedres total
setelah  partus sehingga aktifitas klien dibantu oleh keluarganya.
( Sharon J. Reeder, 1997:285)
1. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tiroid, karena
adanya proses menerang yang salah.
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning.
d. Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi
areola mamae dan papila mamae.
g. Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
h. Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur.
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
k. Muskulis skeleta
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena
adanya luka episiotomi.
l. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

 (Ibrahim christina, 1993: 50)

2.11.2 Diagnosa keperawatan

1. Risiko infeksi berhubungan dengan perubahan akibat inversio uteri.


2. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut berhubungan dengan inversio uteri.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
pervaginam
4. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau
ancaman kematian
2.11.3 Intervensi

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Risiko infeksi Setelah dilakukan 1) Kaji tanda- 1) Untuk
berhubungan tindakan keperawatan tanda infeksi mengetahui
dengan selama 3×24 jam  2) Pantau tanda-tanda
perubahan diharapkan pasien tidak keadaan umum infeksi yang
akibat inversio menunjukan tanda-tanda pasien muncul
uteri infeksi dengan kriteria 3) Bina 2) Untuk melihat
hasil : hubungan saling perkembangan
percaya melalui kesehatan pasien
- Tanda-tanda infeksi
komunikasi 3) Untuk
tidak tidak ada.
terapeutik memudahkan
- DJJ normal
4) Berikan perawat
- Leukosit kembali
lingkungan yang melakukan
normal
nyaman untuk tindakan
- Suhu tubuh normal
pasien 4) Agar istirahat
(36,5-37,5ºC)
5) Kolaborasi pasien terpenuhi
dengan dokter 5) Untuk proses
untuk penyembuhan
memberikan pasien
obat antiseptik
sesuai terapi
2. Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Kali tanda- 1) Untuk
nyaman: nyeri tindakan keperawatan tanda Vital mengetahui
akut selama 3×24 jam  di pasien keadaan umum
berhubungan harapkan  nyeri berkurang 2. Kaji skala pasien
dengan atau nyeri hilang dengan nyeri (1-10) 2) Untuk
inversio uteri kriteria hasil : 3. Ajarkan mengetahui
pasien teknik derajat nyeri
- Tanda-tanda vital
relaksasi pasien dan
dalam batas normal.
4. Atur posisi menentukan
TD:120/80 mm Hg
N: 60-120 X/ menit. pasien tindakan yang
- Pasien tampak tenang 5. Berikan akan dilakukan
dan rileks lingkungan 3) Untuk
- Pasien mengatakan yang nyaman mengurangi  nyeri
nyeri pada perut dan batasi yang dirasakan
berkurang pengunjung pasien
4) Untuk
memberikan rasa
nyaman
5) Untuk
mengurangi
tingkat stress
pasien dan pasien
dapat beristirahat

3. Kekurangan Setelah dilakukan 1. Kaji intake 1. Pengkajian


volume cairan tindakan keperawatan dan output tersebut menjadi
berhubungan selama 3×24 jam  di cairan dsasar rencana
dengan harapkan pasien dapat 2. Timbang askep dan
perdarahan memenuhi kebutuhan BB setiap hari evaluasi
pervaginam cairan tubuh dan 3. Beri cairan 2. Penurunan BB
oerdarahan dapat tteratasi intravena yang dapat terjadi
dengan criteria hasil : terdiri dari karena mual dan
glukosa, muntah
1. Kebutuhan cairan tubuh
elektrolit dan 3. Mencegah
klien terpenuhi
vitamin kekurangan cairan
2. Klien tidak mengalami
4. Anjurkan dan memperbaiki
perdarahan
klien untuk keseimbangan
mengonsumsi asam dan basa
cairan peroral 4. Pemberian cairan
dengan perlahan sesuai dengan
5. Transfusi toleransi
darah
5. Mengganti darah
yang hilang
akibat proses
penyakit

4. Ansietas Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Mengetahui


berhubungan tindakan keperawatan tingkat tingkatan
dengan selama 3×24 jam  di kecemasan kecemasan yang
persalinan harapkan ansietas pasien pasien dialami pasien
premature dan teratasi dengan kriteria 2. Dorong 2. Untuk
neonatus hasil : pasien untuk mempercepat 
berpotensi istirahat total proses
1. Pasien tidak cemas lagi
lahir 3. Berikan penyembuhan
2. Pasien sudah
premature suasana yang 3. Untuk
mengetahui tentang
tenang dan memberikan rasa
penyakit
ajarkan nyaman dan
keluarga untuk menurunkan
memberikan kecemasan pasien
dukungan
emosional
pasien.
 

2.11.4 Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan.


Tujuan implementasi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia.
Setelah rencana keperawatan disusun, maka rencana tersebut diharapkan dalam
tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang diharapkan, tindakan tersebut harus
terperinci sehingga dapat diharapkan tenaga pelaksanaan keperawatan dengan
baik dan sesuai dengan waktu yang ditentukan Implementasi ini juga dilakukan
oleh perawatdan harus menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia
yang unik (Hidayat, 2002).
2.11.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria
hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan(Hidayat, 2002).
Menurut Rohman dan Walid (2009), evaluasi keperawatan ada 2 yaitu:
1. Evaluasi proses (formatif) yaitu valuasi yang dilakukan setiap selesai
tindakan. Berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus-menerus
sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
2. Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan
keperawatan secara paripurna. Berorientasi pada masalah keperawatan dan
menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan. Rekapitulasi dan
kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang
ditetapkan.
BAB III
LAPORAN KASUS

Ny.K datang ke RS pada tanggal 17 oktober jam 15.00, Ny. K datang ke RS pada
tanggal 17 oktober 2014 jam 15.00, NY.K melahirkan anak ke 5 pada jam 19.00
dengan jenis kelamin laki-laki, plasenta belum keluar  selama 30 menit,  NY.
Mengatakan Nyeri di bagian perut, Kontraksi lemah, fundus uteri sama sekali tidak
teraba, TD: 130/80 mmHg, Nadi 102x/menit, suhu: 38,6oC, RR: 25x/menit, TB : 155
cm, BB sebelum hamil :50 kg, BB sekarang : 65 kg, LLA: 24 cm.
3.I Pengkajian
3.1.1. Identitas pasien
Nama                   : Ny.K
Umur                   : 35 Tahun
Agama                 : Islam
Pendidikan          : SMP
Pekerjaan             : Ibu rumah tangga
Alamat                 : Jomblang Tengah
No.RM                : 292984
Tanggal MRS      : 17 oktober 2014 jam 15.00
Tanggal Pengkajian     : 17 oktober 2014 jam 15.15
3.1.2 Identitas penanggung jawab
Nama                   : Tn.M
Umur                   : 40 tahun
Agama                 : Islam
Pendidikan          : SMA
Pekerjaan             : Karyawan Swasta
Alamat                 : jomblang Tengah
3.1.3 Status kesehatan
1.      Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri dibagian perut setelah bayi lahir skala nyeri 8, plasenta
belum keluar selama 30 menit, ekspresi wajah tampak meringis, klien merasa
sakit.
2.      Riwayat Haid
Menarche umur 12tahun, siklus 28 hari, lama 7 hari, banyak rata-rata ganti
pembalut 3x sehari, HPHT tanggal 13 januari 2013, HPL tanggal 20 oktober
2014.
3.      Riwayat kehamilan ini
ANC teratur, frekuensi 14x, di BPS
Keluhan atau komplikasi saat kehamilan
Trimester I           : Mual muntah ringan
Trimester II         : tidak ada
Trimester III        : tidak ada
Imunisasi
Imunisasi TT1      : caten
Imunisasi TT2      : 1 bulan caten
4.      Pergerakan janian dalam 24 jam terkahir : ibu mengatakan sering >20 kali
5.      Riwayat obstertik
G4 P5 A0
Tgl Jenis Penolon BBl Nifas
No UK
Lahir persalinan g BB JK Menyusui Masalah
1. 1997 Aterm Spontan Bidan 3000 ♀ Ya Tidak ada
2. 2001 Aterm Spontan Bidan 3400 ♂ Ya Tidak ada
3. 2004 Aterm Spontan Bidan 3010 ♂ Ya Tidak ada
4. 2009 Aterm Spontan Bidan 3050 ♂ Ya Tidak ada
5. 2014 Aterm Sontan Bidan 3040 ♂ Ya Ada
6.      Apgar Skor
Karakteristik Menit
No Tgl/Jam Menit 1 Menit 5
Penilaian 10
1. 17-10-14 Denyut jantung 2 2 2
2. 19.00 WIB Pernapasan 2 2 2
3. Refleks 1 1 2
4. Tonus otot 1 2 2
5. Warna kulit 1 2 2
Total 7 9 10
Kesimpulan: Bayi normal tidak mengalami asfiksia.
7.      Riwayat Keluarga Berencana
Ibu mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi
8.      Riwayat persalinan ini
a.       Kontraksi uterus    : ada sebelum janin lahir dan mengalami kelemahan
kontraksi uterus selebelum plasenta keluar.
b.      Pengeluaran pravaginam   : lendir darah positif, air ketuban positif.
c.       TFU: fundus uteri tidak teraba pasaca janin lahir
Leopold 1 : Teraba bagian bulat, lunak, tidak melenting, berbatas tidak tegas
Leopold 2: perut kana ibu teraba, benjol-benjolan, tahanan lemah
Leopold 3: teraba bulat, melenting, keras, tidak dapat digoyangkan
Leopold 4: Divergen
TBJ : (30-11)x155 = 2945
Auskultasi DDJ : punctum maksimum dibawah pusat sebelah kiri
Frekuensi : 144x/menit
HIS:
a.       Frekuansi : ada
b.      Durasi : 2x dalam 10 menit durasi 30 detik
c.       Kekuatan : sedang
d.      Palpasi suprapubik: penurunan kepala 3/5, kandung kemih kosong
9.      Riwayat Kesehatan
Ibu mengatakan bahwa ia tidak pernah mengalami penyakit seperti:jantung, TBC ,
Ginjal, Asma dan penyakit berbahaya lainnya
10.  Riwayat Nutrisi dan Eliminasi
a.       Makan terakhir tanggal 17 oktober 2014 jam 12.00 jenis makanan : nasi, lauk,
sayur
b.      Minum terkahir tanggal 17 oktober 2014 jam 14.30 jenis minuman: air putih
c.       BAK terkhir tanggal 17 oktober 2014 jam 12.00
d.      BAB tekhir tanggal 17 oktober 2014 jam 05.00
11.  Keadaan psikologis
a.       Pengetahuan ibu tentang tanda-tanda persalina dan proses persalinan
ibu mnegatakan sudah mengetahui tanda persalinan berupa kencang-kencang
teratur, keluar lendir darah, dan air ketuban dari jalan lahir
b.      Persiapan persalinan yang telah disiapkan
Ibu mengatakan sudah menyiapkan perlengkapan persalinan, perlengkapan bayi
dan sudah menyiapkan biaya persalinan, ibu mnegatakan ingin didampingi oleh
suaminya
3.1.4 Pemeriksaan Fisik
1.      Keadaan umum   : Cukup
2.      Kesadaran           : Composmentis
3.      Status Emosional : Stabil
4.      TTV:
TD: 130/80 mmHg, Nadi 102x/menit, suhu: 38,6oC, RR: 24x/menit
5.      TB : 155 cm
BB sebelum hamil :50 kg
BB sekarang : 65 kg
LLA: 24 cm
6.      Kepala
Edema wajah : tidak ada
Cloasma gavigandrum : tidak ada
Mata : Simatris, konjungtiva merah muda, sklera putih
Mulut : bibir lembab, stomatitis tidak ada, caries tidak ada
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, Vena jugularis dan kelenjar getah
bening
Payudara :
a.       Bentuk : simetris, membesar, tidak ada benjolan
b.      Puting susu: ukuran sedang, menonjol, bersih
c.       Colostrum : sudah keluar
Abdomen:
Palpasi:
Fundus uteri sama sekali tidak teraba dibawah pusat atau teraba tekukan pada
fundus, tonus otot rahim yang lemah
7.      Punggung dan pinggang
Punggung            : tidak ada kelainan postur
Pinggang             : Nyeri
8.      Ekstermitas
Bentuk                 : simetris
Kekuatan otot     :
4 4
4 4
Edema                 : tidak ada
Varices                : tidak ada
Kuku                   : bersih, pendek
9.      Genetalia Luar     : produksi urin sedikit, perdarahan berkumpal,
Varices                : tidak ada
Bekas luka           : tidak ada
Kelnjar bortilini   : tidak ada pembengkakan
10.  Anus                    : tidak ada hemoroid
11.  Pemeriksaan dalam:
Tanggal                : 17 oktober 2014 jam 19.30 oleh bidan
Indikasi               : tidak adanya kontraksi yang mengakibatkan plasenta tidak
keluar
Tujuan                 : mengetahui untuk pengeluaran plasenta
Hasil                    : inkomplit, pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri
cekung ke dalam, perdarahan bergumpal.

3.2 Analisa Data


No Data Problem Etiologi
.
1. Ds: pasien mengatakan merasa Risiko infeksi Inversio Uteri
sakit pada bagian perut berhubungan dengan
Do: klien terlihat kesakitan perubahan akibat Perdarahan
inversio uteri. Pervaginam
2. Ds: pasien mengatakan Nyeri, Gangguan rasa Fundus masuk ke
P: pasien mengatakan kontraksi nyaman: nyeri akut dalam uteri
lemah berhubungan dengan (Vagina)
Q: pasien mengatakan nyeri inversio uteri.
seperti diremas-remas
R: pasien mengatakan nyeri
dibagian perut bawah
S: pasien mengatakan skala
nyeri 8
T: pasien mengatakan nyeri terus
menerus
Do: pasien terlihat cemas dan
tampak shok. TD: 130/80
mmHg, Nadi 102x/menit, suhu:
38,6oC, RR: 24x/menit
3. Ds: pasien mengatakan sangat Kekurangan volume Inversio uteri
lemas cairan berhubungan
Do: Anemia akibat perdarahan, dengan perdarahan Perdarahan
membran mukosa kering, wajah pervaginam pervaginam
tampak pucat
Kehilangan
vascular yang
berlebihan

Kehilangan
volume caira aktif

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Risiko infeksi berhubungan dengan perubahan akibat inversio uteri.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut berhubungan dengan inversio uteri.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam.

3.4 Intervensi Keperawatan


No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda- 1. Untuk mengetahui
berhubungan tindakan keperawatan tanda infeksi tanda-tanda infeksi
dengan selama 3×24 jam  2. Pantau keadaan yang muncul
perubahan diharapkan pasien tidak umum pasien
2. Untuk melihat
akibat inversio menunjukan tanda-tanda 3. Bina hubungan
perkembangan
uteri infeksi dengan kriteria saling percaya
kesehatan pasien
hasil : melalui
komunikasi 3. Untuk
- Tanda-tanda infeksi
terapeutik memudahkan
tidak tidak ada.
4. Berikan perawat melakukan
- DJJ normal
lingkungan yang tindakan
- Leukosit kembali
nyaman untuk
normal 4. Agar istirahat
pasien
- Suhu tubuh normal pasien terpenuhi
5. Kolaborasi
(36,5-37,5ºC)
dengan dokter 5. Untuk proses
untuk penyembuhan pasien
memberikan obat
antiseptik sesuai
terapi

2. Gangguan rasa Setelah dilakukan 1. Kali tanda- 1. Untuk mengetahui


nyaman: nyeri tindakan keperawatan tanda Vital pasien keadaan umum
akut selama 3×24 jam  di 2. Kaji skala nyeri pasien
berhubungan harapkan  nyeri berkurang (1-10)
2. Untuk mengetahui
dengan atau nyeri hilang dengan 3. Ajarkan pasien
derajat nyeri pasien
inversio uteri kriteria hasil : teknik relaksasi
dan menentukan
4. Atur posisi
- Tanda-tanda vital tindakan yang akan
pasien
dalam batas normal. dilakukan
5. Berikan
TD:120/80 mm Hg
lingkungan yang 3. Untuk
N: 60-120 X/ menit.
nyaman dan batasi mengurangi  nyeri
- Pasien tampak tenang
pengunjung yang dirasakan
dan rileks
- Pasien mengatakan pasien
nyeri pada perut
4. Untuk
berkurang
memberikan rasa
nyaman

5. Untuk mengurangi
tingkat stress pasien
dan pasien dapat
beristirahat

3. Kekurangan Setelah dilakukan 1. Kaji intake dan 1. Pengkajian


volume cairan tindakan keperawatan output cairan tersebut menjadi
berhubungan selama 3×24 jam  di 2. Timbang BB dsasar rencana askep
dengan harapkan pasien dapat setiap hari dan evaluasi
perdarahan memenuhi kebutuhan 3. Beri cairan
2.Penurunan BB
pervaginam cairan tubuh dan intravena yang
dapat terjadi karena
oerdarahan dapat tteratasi terdiri dari
mual dan muntah
dengan criteria hasil : glukosa, elektrolit
dan vitamin 3. Mencegah
3. Kebutuhan cairan tubuh
4. Anjurkan klien kekurangan cairan
klien terpenuhi
untuk dan memperbaiki
4. Klien tidak mengalami
mengonsumsi keseimbangan asam
perdarahan
cairan peroral dan basa
dengan perlahan
4. Pemberian cairan
5. Transfusi darah
sesuai dengan
toleransi

5. Mengganti darah
yang hilang akibat
proses penyakit

3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


No. Dx Implementasi Evaluasi Paraf
1. 1. Mengkaji tanda-tanda infeksi S:-
2. Memantau keadaan umum O : cairan
pasien pervaginam masih
3. Membina hubungan saling keluar, perdarahan
percaya melalui komunikasi bergumpal
terapeutik A : masalah belum
4. Memberikan lingkungan yang teratasi
nyaman untuk pasien P : intervensi
dilanjutkan
5. Kolaborasi dengan dokter
untuk memberikan obat antiseptik
sesuai terapi
2. 1. Mengkaji tanda tanda Vital pasien S : klien mengatakan
2. Mengkaji skala nyeri (1-10) nyeri pada bagian
3. Mengajarkan pasien teknik relaksasi perut
4. Mengatur posisi pasien O : ekspresi wajah
5. Memberikan lingkungan yang tampak meringis,
nyaman dan batasi pengunjung klien merasa sakit,
keadaan umum
lemah, skala nyeri 8
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
3. 1. Mengkaji intake dan output S: klien mengatakan
pusing
perdarahan pervaginam
O: membran mukosa
2. Mengkaji tanda-tanda vital kering dan wajah
tampak pucat
3. Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi
A: masalah belum
perdarahan, timbang dan hitung teratasi
P: intervensi
pembalut
dilanjutkan
4. Berikan lingkungan yang tenang dan
dukungan psikologis
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk, ini adalah merupakan komplikasi kala III persalinan yang
sangat ekstrem. Inversio Uteri terjadi dalam beberapa tingkatan, mulai dari bentuk
ekstrem berupa terbaliknya uterus sehingga bagian dalam fundus uteri keluar
melalui servik dan berada diluar seluruhnya ke dalam kavum uteri. Oleh karena
servik mendapatkan pasokan darah yang sangat banyak maka inversio uteri yang
total dapat menyebabkan renjatan vasovagal dan memicu terjadinya perdarahan
pasca persalinan. Inversion uteri ada 3 macam yaitum Inversio uteri
ringan, Inversio uteri sedang, dan Inversio uteri berat. Faktor yang mempermudah
terjadinya inversio uteri yaitu, Tonus otot rahim yang lemah, Tekanan atau tarikan
pada fundus, dan Canalis servikalis yang longgar.

4.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, dapat menjadi sumber referensi kepada
kita semua khususnya dalam memberikan asuhan kebidanan yang tepat. Sebagai
seorang tenaga kesehatan kita harus memberikan rasa aman dan  semangat serta
memberikan kenyamanan pada ibu yang akan melahirkan.Dukungan dan
perhatian akan mengurangi rasa tegang, membantu kelancaran proses persalinan
dan kelahiranbayi.Perubahan-perubahan fisiologis dan psikologis ibu bersalin,
bidan harus mampu menolong dan memberikan rasa aman dan percaya terhadap
ibu bersalin.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson DM, Dorland WAN. Dorland's Illustrated Medical Dictionary. 28th ed. USA:
Elsevier Health Sciences;1994.
Tuckett JD, Yeung A, Timmons G, Hughes T. Non-puerperal Uterine Inversion
Secondary to Uterine Sarcoma And Ascites Demonstrated on CT and MRI. European
Journal Of Radiology Extra 2010;75:e119-23.
Kochenour NK. Diagnosis and Management Of Uterine Inversion. In: Gilstrap LC,
Cunningham FG, Vandorsten JP, editors. Operative Obstetrics. 2nd ed. USA:
McGraw-Hill Companies;2002.
Boyle, Manureen. 2007. Kedaruratan dalam Persalinan. Jakarta : TM
Devi Yulianti. 2005. Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai