Laporan Pendahuluan Gea
Laporan Pendahuluan Gea
(Gastroenteritis akut)
A. Devinisi
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta
pada kandungan air dan volume kotoran itu. Para Odha sering mengalami diare. Diare
dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan dapat pulih dalam beberapa hari.
Namun, diare yang berat dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau
masalah gizi yang berat (Mubarok, 2006).
B. Etiologi
Penyebab diare Yaitu (Santoso, 2007)
a. Virus : Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%).
Beberapa jenis virus penyebab diare akut :
Rotavirus serotype 1, 2, 8 dan 9: pada manusia. Serotype 3 dan 4
didapati pada hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati
hanya pada hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne
atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to
person.
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa .
Adenovirus (type 40, 41) .
Small bowel structured virus.
Cytomegalovirus
b. Bakteri :
Enterotoxigenic E.coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang
penting yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat
pada enterosit pada usus halus dan enterotoksin (heat labile (HL) dan
heat stabile (ST) yang menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang
menghasilkan watery diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan
brush border atau menginvasi mukosa.
Enterophatogenic E.coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum
jelas. Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus
menyebabkan kerusakan dari membrane mikro vili yang akan
mengganggu permukaan absorbsi dan aktifitas disakaridase.
Enteroaggregative E.coli (EAggEC). Bakteri ini melekat kuat pada
mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas.
Bagaimana mekanisme timbulnya diare masih belum jelas, tetapi
sitotoksin mungkin memegang peranan.
Enteroinvasive E.coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip
dengan Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan
multiplikasi didalam sel epitel kolon.
Vibrio cholerae 01 dan V.choleare 0139. Air atau makanan yang
terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan
melalui person to person jarang terjadi.
Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus.
Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi
kerusakan mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody
diarrhea
c. Protozoa :
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme
patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi
dan metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-oral route.
Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur, status nutrisi,
endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang
tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten
dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah,
dapat terjadi wabah dalam 5 – 8 hari setelah terpapar dengan
manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan
anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty
stools,nyeri perut dan gembung.
Entamoeba histolytica. Prevalensi Disentri amoeba ini
bervariasi,namun penyebarannya di seluruh dunia. Insiden nya
mningkat dengan bertambahnya umur,dan teranak pada laki-laki
dewasa. Kira-kira 90% infksi asimtomatik yang disebabkan oleh
E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik
dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang
fulminant.
Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 –
15% dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada
bayi dan asimtomatik pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala
klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan
biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim
kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis
merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan
resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
Microsporidium spp.
Isospora belli
Cyclospora cayatanensis
d. Helminths :
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing
dewasa dan larva, menimbulkan diare.
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada
berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi,
termasuk diare dan perdarahan usus..
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama
jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis
watery diarrhea dan nyeri abdomen.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan
appendix. Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri
abdomen.
a. Infeksi :
Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus
Cereus, Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,Camfylobacter,
Aeromonas)
Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
b. Parasit
Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli,
Crypto Sparidium)
Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
Malabsorpsi: karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
Alergi: alergi makanan
a. Manifestasi klinis
Menurut Sudoyo (2006), Manifestasi klinis diare yaitu:
Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
Kram perut
Demam
Mual
Muntah
Kembung
Anoreksia
Lemah
Pucat
Urin output menurun (oliguria, anuria)
Turgor kulit menurun sampai jelek
Ubun-ubun / fontanela cekung
Kelopak mata cekung
Membran mukosa kering
C. Patofisiologi
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup
sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang
tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang
majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa: (Sommers,1994; Noerasid, 1999 cit
Sinthamurniwaty 2006)
Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara
mengunyah dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke
gaster.
Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik,
percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui
selaput lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi
sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
E. Pemeriksaan penunjang
Biopsi Usus Halus
Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak dapat
dijelaskan atau steatore,(b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan
yang mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan
(c) Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap
absorbs kalsium.
Enteroskopi Usus Halus
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi
pada usus halus.
Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa
Pemeriksaan ini dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus
mikroskopik, melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis anthraguinone
laksatif.
Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus
Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala
sesuatu ayng terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi
dalam memeriksa keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat
menjelaskan dalam 6 jam pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube
dimasukkan ke usus halus melewati ligamentum treitz, kemudian diijeksikan
suspensi barium melalui tube dan sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil selulosa
diinjeksikan.
F. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya
cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima
Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit
saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas
yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan
cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang.
Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan
untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
1. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih
Keadaan Umum : baik
Mata : Normal
Rasa haus : Normal, minum biasa
Turgor kulit : kembali cepat
2. Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
1. Diare b.d factor psikologis (tingkat stress dan cemas tinggi), faktor situasional (
keracunan, penyalahgunaan laksatif, pemberian makanan melalui selang efek
samping obat, kontaminasi, traveling), factor fisiologis (inflamasi, malabsorbsi,
proses infeksi, iritas, parasit)
2. Hipertermi b.d peningkatan metabolic, dehidrasi, proses infeksi, medikasi
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan aktif, kegagalan dalam
mekanisme pengaturan.
4. PK : Syok hipovolemik b.d dehidrasi
H. Intervensikeperawatan
4. PK: Syok Setelah dilakukan Kaji dan catat status perfusi perifer.
hipovolemia b.d tindak-an / Laporkan temuan bermakna :
dehidrasi penanganan selama ekstremitas dingin dan pucat, penurunan
1 jam diharapkan amplitude nadi, pengisian kapiler
klien mempunyai lambat.
perfusi yang
2. Pantau tekanan darah pada interval sering ;
adekuat, dengan waspadai pada pembacaan lebih dari 20
criteria : mmHg di bawah rentang normal klien atau
indicator lain dari hipotensi : pusing,
Kriteria hasil : perubahan mental, keluaran urin menurun.
Amplitudo nadi 3. Bila hipotensi terjadi, tempatkan klien
perifer pada posisi telentang untuk meningkatkan
meningkat aliran balik vena. Ingat bahwa tekanan
Pengisian kapiler darah > atau = 80/60 mmHg untuk perfusi
singkat (< 2 koroner dan arteri ginjal yang adekuat.
detik) 4. Pantau CVp (bila jalur dipasang) untuk
Tekanan darah menentukan keadekuatan aliran balik vena
dalam rentang dan volume darah; 5-10 cm H2O biasanya
normal dianggap rentang yang adekuat. Nilai
Membran mendekati 0 menunjukkan hipovolemia,
mukosa lembab khususnya bila terkait dengan keluaran urin
Turgor kulit menurun, vasokonstriksi, dan peningkatan
normal frekuensi jantung yang ditemukan pada
Berat badan stabil hipovolemia.
dan dalam batas 5. Observasi terhadap indicator perfusi
normal serebral menurun : gelisah, konfusi,
penurunan tingkat kesadaran. Bila indicator
Kelopak mata
positif terjadi, lindungi klien dari cidera
tidak cekung
dengan meninggikan pengaman tempat
-
tidur dan menempatkan tempat tidur pada
posisi paling rendah. Reorientasikan klien
sesuai indikasi.
6. Pantau terhadap indicator perfusi arteri
koroner menurun : nyeri dada, frekuensi
jantung tidak teratur.
7. Pantau hasil laboratorium terhadap BUN
(>20 mg/dl) dan kreatinin (>1,5 mg/dl)
meninggi ; laporkan peningkatan.
8. Pantau nilai elektrolit terhadap bukti
ketidak seimbangan , terutama Natrium
(>147 mEq/L) dan Kalium (>5 mEq/L).
Waspadai tanda hiperkalemia : kelemahan
otot, hiporefleksia, frekuensi jantung tidak
teratur. Juga pantau tanda hipernatremia,
retensi cairan dan edema.
9. Berikan cairan sesuai program untuk
meningkatkan volume vaskuler. Jenis dan
jumlah cairan tergantung pada jenis syok
dan situasi klinis klien : RL, Asering
10. Siapkan untuk pemindahan klien ke
ICU/PICU
DAFTAR PUSTAKA
Avikar, Anupkumar, dkk. 2008. Role of Escherichia coli in acute diarrhoea in tribal
preschool children of central India. Journal Compilation Paediatric and Perinatal
Epidemiology, No. 22, 40–46.
Mubarak, W. I., B.A. Santoso., K. Rozikin., and S.Patonah. 2006. Ilmu Keperawatan
komunitas 2: Teori & Aplikasi dalam Praktik dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan Komunitas, Gerontik, dan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.
Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI.
The Ohio State University Medical Center. 2006. Diarrhea. Diakses pada
www.healthinfotranslations.com