Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK

1. KONSEP MEDIS
A. PENGERTIAN
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera
serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara mendadak
sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat pecahnya
pembuluh darah otak (Chang, 2010).
Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu pembuluh
darah atau lebih yang mensuplai otak.Stroke menginterupsi atau mengurangi suplai
oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak
(Williams, 2008).
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary
hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) .
Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan
sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh
misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan
arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen ke
otak menurun yang menyebabkan terjadinya infark.
Sedangkan menurut Padila, (2012) Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak
yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus
di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
Transient Ischemic Attack (TIA)

1
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas
dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
1. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu
2. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran
darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam
sampe bbrpa hari
3. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran
darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa
jam sampai bebrapa hari
4. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan
peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik
(Stroke Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di
arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan gejala
sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian berkembang dengan
cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal dalam
beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya
tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu
atau bulan.
2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada
umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak berkembang
sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga disertai emboli
pada organ dan ada kecenderungan untuk membaik dalam beberapa hari, minggu
atau bulan.

2
C. ETIOLOGI
1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke
jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan
radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur
atau bangun tidur.Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral.Tanda dan
gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian
tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
3. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau penyumbatan
pembuluh darah

D. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):

1. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau afasia
(kehilangan berbicara).
3. Gangguan persepsi

3
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan
penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan
sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia
urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak
bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan
kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena:

1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan
penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:

Hemisfer Kiri Hemisfer Kanan

- Mengalami hemiparese - Hemiparese sebelah kiri


kanan tubuh
- Perilaku lambat dan - Penilaian buruk
hati-hati - Mempunyai kerentanan terhadap
- Kelainan lapan pandang sisi kontralateral sehingga
kanan memungkinkan terjatuh ke sisi
- Disfagia global yang berlawanan tersebut
- Afasia
- Mudah frustasi

E. PATOFISIOLOGI
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan
arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi
klinis dengan cara:

4
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan
aterm.
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi
lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:

1. Keadaan pembuluh darah.


2. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke
otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.
3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu
kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah
otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya
embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia
karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosissering/cenderung sebagai faktor
penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah
dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi
turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat
reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi, salah satunya cardiac arrest.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.

5
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
5. Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
6. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
7. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

G. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi
ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.

6
4. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
6. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
Pengobatan Konservatif

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi


maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka


arteri karotis di leher.

7
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

I. PATHWAY

8
2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan
penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan
di dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit
sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya

9
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).

10
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.

4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02
kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan

11
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat.

7) Pengkajian Tingkat Kesadaran


Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar


pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

8) Pengkajian Fungsi Serebral


Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.

10) Fungsi Intelektual


Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.

12
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak
dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya),
seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
h. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus
dan eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

13
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.
i. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi ng berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :

1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d O2 otak menurun


2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
mengabsorpsi nutrient
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d factor risiko : lembap
5. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral bicara

14
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
Perfusi jaringan Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC)
cerebral tidak Gangguan perfusi 1. Peningkatan tekanan
efektif b.d O2 jaringan dapat 1. Pantau TTV tiap jam dan darah sistemik yang
otak menurun tercapai secara catat hasilnya diikuti dengan
optimal 2. Kaji respon motorik penurunan tekanan
terhadap perintah darah diastolik
Kriteria hasil : sederhana merupakan tanda
 Mampu 3. Pantau status neurologis peningkatan TIK.
mempertahank secara teratur Napas tidak teratur
an tingkat 4. Dorong latihan kaki aktif/ menunjukkan adanya
kesadaran pasif peningkatan TIK
 Fungsi sensori 5. Kolaborasi pemberian 2. Mampu mengetahui
dan motorik obat sesuai indikasi tingkat respon
membaik motorik pasien
3. Mencegah/menurunk
an atelektasis
4. Menurunkan statis
vena
5. Menurunkan resiko
terjadinya komplikasi
Ketidakseimban Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) :
gan nutrisi: 1. Status gizi 1. Pengelolaan gangguan
kurang dari 2. Asupan makanan
kebutuhan tubuh makanan 2. Pengelulaan nutrisi
b.d 3. Cairan dan 3. Bantuan menaikkan
ketidakmampuan zat gizi BB
untuk Kritria evaluasi: Aktivitas keperawatan : 1. Motivasi klien
mengabsorpsi 1. Menjelaska 1. Tentukan motivasi klien mempengaruhi
nutrient n untuk mengubah kebiasaan dalam perubahan
komponen makan nutrisi
kedekatan 2. Ketahui makanan kesukaan 2. Makanan kesukaan
diet klien klien untuk
2. Nilai 3. Rujuk kedokter untuk mempermudah
laboratoriu menentukan penyebab pemberian nutrisi
m perubahan nutrisi 3. Merujuk kedokter
(mis,trnsferin,al 4. Bantu makan sesuai untuk mengetahui
bumin,dan dengan kebutuhan klien perubahan klien

15
eletrolit) 5. Ciptakan lingkungan yang serta untuk proses
3. Melaporkan menyenangkan untuk penyembuhan
keadekuata makan 4. Membantu makan
n tingkat untuk mengetahui
giji perubahan nutrisi
4. Nilai serta untuk
laboratorium pengkajian
(mis:trasferin,al 5. Menciptakan
bomen dan lingkungan untuk
eletrolit kenyamananistirah
5. Toleransi at klien serta utk
terhadap ketenangan dalam
gizi yang ruangan/kamar.
dianjurkan.

Hambatan Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :


mobilitas fisik Klien diminta
b.d penurunan menunjukkan  Terapi aktivitas, ambulasi
kekuatan otot tingkat mobilitas,  Terapi aktivitas, mobilitas
ditandai dengan sendi.
indikator berikut  Perubahan posisi
(sebutkan nilainya
1 - 5 : Aktivitas Keperawatan : 1. Mengajarkan klien
ketergantungan tentang dan pantau
(tidak 1. Ajarkan klien tentang dan penggunaan alat bantu
berpartisipasi) pantau penggunaan alat mobilitas klien lebih
membutuhkan bantu mobilitas. mudah.
bantuan orang lain 2. Ajarkan dan bantu klien 2. Membantu klien dalam
atau alat dalam proses perpindahan. proses perpindahan akan
membutuhkan 3. Berikan penguatan positif membantu klien latihan
bantuan orang lain, selama beraktivitas. dengan cara tersebut.
mandiri dengan 4. Dukung teknik latihan ROM 3. Pemberian penguatan
pertolongan alat 5. Kolaborasi dengan tim positif selama aktivitas
bantu atau mandiri medis tentang mobilitas akan mem-bantu klien
penuh). klien semangat dalam latihan.
Kriteria Evaluasi 4. Mempercepat klien
: dalam mobilisasi dan
mengkendorkan otot-
1. Menunjukkan otot
penggunaan alat 5. Mengetahui

16
bantu secara perkembngan mobilisasi
benar dengan klien sesudah latihan
pengawasan. ROM
2. Meminta bantuan
untuk
beraktivitas
mobilisasi jika
diperlukan.
3. Menyangga BAB
4. Menggunakan
kursi roda secara
efektif.

Risiko kerusakan Tujuan (NOC) : 1) Anjurkan pasien untuk 1. Kulit bisa lembap
integritas kulit b.d Tissue Integrity : menggunakan pakaian dan mungkin
factor risiko : Skin and Mucous yang longgar merasa tidak dapat
lembap Membranes 2) Hindari kerutan pada beristirahat atau
Kriteria Hasil : tempat tidur perlu untuk
 Integritas 3) Jaga kebersihan kulit bergerak
kulit yang agar tetap bersih dan 2. Menurunkan
baik bisa kering terjadinya risiko
dipertahank 4) Mobilisasi pasien (ubah infeksi pada bagian
an (sensasi, posisi pasien) setiap kulit
elastisitas, dua jam sekali 3. Cara pertama untuk
temperatur, 5) Monitor kulit akan mencegah
hidrasi, adanya kemerahan terjadinya infeksi
pigmentasi) 6) Oleskan lotion atau 4. Mencegah
 Tidak ada minyak/baby oil pada terjadinya
luka/lesi derah yang tertekan komplikasi
pada kulit 7) Kolaborasi pemberian selanjutnya
 Menunjukk antibiotic sesuai 5. Mengetahui
an indikasi perkembangan
pemahaman terhadap terjadinya
dalam infeksi kulit
proses 6. Menurunkan
perbaikan pemajanan
kulit dan terhadap kuman
mencegah infeksi pada kulit
terjadinya 7. Menurunkan risiko
sedera terjadinya infeksi

17
berulang
 Mampu
melindungi
kulit dan
mempertaha
nkan
kelembaban
kulit dan
perawatan
alami
Gangguan Tujuan (NOC): Intervensi (NIC) :
komunikasi 1. Lakukan komunikasi 1. Mencek
verbal b.d. Komunikasi dapat dengan wajar, bahasa komunikasi klien
kerusakan berjalan dengan jelas, sederhana dan apakah benar-benar
neuromuscular, baik bila perlu diulang tidak bisa
kerusakan 2. Dengarkan dengan melakukan
sentral bicara Kriteria hasil : tekun jika pasien mulai komunikasi
berbicara 2. Mengetahui
a. Klien dapat bagaimana
mengekspresikan 3. Berdiri di dalam lapang kemampuan
perasaan pandang pasien pada komunikasi klien
saat bicara tsb
b. Memahami
4. Latih otot bicara secara 3. Mengetahui derajat
maksud dan
optimal /tingkatan
pembicaraan
5. Libatkan keluarga kemampuan
orang lain
dalam melatih berkomunikasi
komunikasi verbal pada klien
c. Pembicaraan
pasien 4. Menurunkan
pasien dapat
6. Kolaborasi dengan ahli terjadinya
dipahami
terapi wicara komplikasi
lanjutan
5. Keluarga
mengetahui &
mampu
mendemonstrasika
n cara melatih
komunikasi
verbalpd klien
tanpa bantuan
perawat

18
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Penerbit Buku


Kedokteran (EGC). Jakarta
Herdman, T.Heather (2011).NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta
Chang, Ester .2010 .Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J .2009 .Buku Saku Patofisiologi . Jakarta: E G C.
Doengoes, Marilyn dkk .2012 .Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: E G C
Muttaqin, Arif. 2008 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Price, SA dan Wilson, 2006.Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit ed. 6
vol.1. Jakarta: EGC.
Tarwoto, 2007.Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Sistem Persyarafan . Jakarta:
Sagung Seto.
William, Lippicont .2008 .Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit . Jakarta:
Indeks.
Wilkinson, Judith .2013 .Diagnosis NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Jakarta:
EGC .

19

Anda mungkin juga menyukai