Anda di halaman 1dari 9

MS4100 Aspek Lingkungan pada Teknik Mesin

Studi Kasus Pencemaran Air di Desa Karangtengah, Banyumas


akbiat Pembangunan PLTP Baturraden
Hafidz Fitrian Basri / 13114011

BAGIAN I

LATAR BELAKANG

PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) Baturraden adalah salah satu
realisasi dari rancana pembangunan energi 10.000MW pemerintah, yang tertuang
dalam Peraturan Menteri ESDM No 02 Tahun 2010 dan Permen ESDM No 15
Tahun 2010. Proyek PLTP ini sudah dimulai sejak tahun 2009. Proyek
pembangunan ini dipegang oleh PT Sejahtera Alam Energy (SAE), yang
merupakan pemenang tender pembangunan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP)
Panas Bumi Baturraden. PT SAE merupakan gabungan dari STEAG Energy Jerman
dan PT Trienergy Indonesia. WKP Baturraden sendiri merupakan salah satu dari 50
WKP Panas Bumi di Indonesia.
Gambar: Peta Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi Indonesia
(Kementrian ESDM)

Proyek pembangunan PLTP ini penting karena merupakan bagian dari


rencana pembangunan energi nasional. Terlebih target pembangunan energi ini
pada pemerintahan Presiden Joko Widodo diperbesar menjadi 35.000MW pada
tahun 2019. Namun, pada kenyataannya proyek PLTP yang telah dimulai sejak
2009 ini banyak mendapatkan tentangan dari masyarakat sekitar. Penentangan
tersebut dilakukan oleh masyarakat karena dirasa proyek ini akan merusak
lingkungan hidup mereka. Terlebih baru-baru ini banyak kasus lingkungan hidup
terutama pencemaran air yang menyebabkan penentangan dari masyarakat semakin
kuat. Akibatnya, karena permasalahan lingkungan dan sisoal-masyarakat ini,
pembangunan PLTP ini menjadi terhambat. Pembangunan yang ditargetkan bisa
dirasakan listriknya pada tahun 2017 mundur sampai tahun 2022.

Demi percepatan pembangunan energi nasional, maka perlu dilakukan studi


kasus dampak pembangunan PLTP terhadap lingkungan dan masyarakat, maupun
aspek lainnya. Dalam tulisan ini, penulis akan memfokuskan pada dampak
pembangunan PLTP Baturraden terhadap lingkungan hidup sekitarnya dan
membandingkannya dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup.

BAGIAN II
PROSES PEMBANGUNAN PLTP

Pengujian Konstruksi
Kelayakan/ Fasilitas dan Operasi dan
Feasibility Eksplorasi Pengujian Perawatan
Study (EPC)

Pembangunan PLTP memerlukan proses yang panjang. Pembangunan PLTP


ini dimulai dari tahap penyelidikan umum atau pengujian kelayakan (Feasibility
Study). Selanjutnya dilakukan survey lapangan / eksplorasi, yaitu pemetaan secara
geografis dan geologis untuk mencari permukaan yang di dalamnya memiliki
potensi panas bumi. Ahli geologi yang akan meramalkan potensi panas bumi
tersebut. Peramalan tersebut dilakukan berdasarkan fenomena yang muncul di
permukaan seperti kawah, adanya air panas, maupun dari jenis-jenis batuan yang
ada. Pada tahap eksplorasi ini juga kegiatan pemboran awal dilakukan. Setelah itu,
dilakukan pembangunan infrastruktur diantaranya sumur produksi uap, sistem
perpipaan untuk mengalirakan uap, fasilitas pengondisian uap, fasilitas konversi
energi, dan juga tentunya sistem transmisi.

Setelah keseluruhan infrastruktur selesai dibangun, PLTP ini masih belum


bisa langsung digunakan untuk menghasilkan listrik. Perlu dilakukan tahap
pengujian keseluruhan atau disebut Commisioning. Tahap ini juga sebenarnya
membutuhkan waktu yang tidak singkat. Karena seringkali atau malah dapat
dipastikan ada ketaknormalkan pada suatu sub-sistem tertentu, sehingga harus
diperbaiki. Commisioning dilakukan sampai seluruh sub-sistem berjalanan
sebagaimana fungsinya sehingga secara keseluruhan target dari kapasitas
pembangkitan listrik dari PLTP ini tercapai. Setelah commisioning selesai, kegiatan
atau operasi pembangkitan listrik PLTP dapat dijalankan.

PLTP Baturraden akan dibangun di lereng Gunung Slamet yang merupakan


daerah hutan lindung yang merpakan wilayah dari 5 kabupaten. Menurut data dari
Dinas ESDM Kabuapten Banyumas, WKP Panas Bumi Baturraden total seluas
24.660 hektar, meliputi wilayah Kabupaten Banyumas (seluas 15.490 ha), Brebes
(3.052 ha), Tegal (874 ha), Pemalang (2.345 ha), dan Purbalinga (2.900 ha). Dari
jumlah itu, hampir 90 persen lahan adalah kawasan hutang lindung.
Sampai saat ini, baru satu sumur yang sedang dalam proses pembangunan
yaitu di wilayah kabupaten Banyumas. Dikutip dari Media Indonesia, Direktur PT
Sumber Alam Energy (SAE) Bregas Rohadi mengatakan bahwa proses saat
sekarang baru masuk dalam eskplorasi. Satu sumur yang sekarang dieksplorasi
berada di atas desa Gununglurah, kecamatan Cilongok, kabupaten Banyumas.

Gambar: Pekerja memeriksa lokasi pengeboran yang akan digunakan pada proyek
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), area Wellpad H di Wilayah
Sambirata, Cilongok, Banyumas (ANTARANEWS)

Progres pembangunan PLTP ini terus mengalami kemunduran. Rencana


pembangunan pada tahun 2012 berbeda dengan yang disampaikan baru-baru ini.
Informasi dari website pemda kabupaten Banyumas tahun 2012 lalu, pembangunan
direncanakan selesai dalam tiga tahap. Tahap pertama selesai pada tahun 2017
dengan kapasitas 110MW, tahap kedua (ditargetkan selesai 2019) dengan kapasitas
77MW, dan tahap ketiga (2021) dengan kapasitas 44MW. Sedangkan menurut
informasi terbaru, dikutip dari Media Indonesia, Project Committee PT Sejahtera
Alam Energy (SAE) Paulus Suparmo mengatakan bahwa pengeboran dan
pembangunan infrastruktur baru selesai pada tahun 2018 dan produksi listrik
ditargetkan baru dimulai tahun 2022. Dari kedua informasi tersebut, dapat diketahui
bahwa proyek pembangunan PLTP mundur sampai 5 tahun.
BAGIAN III

KASUS PENCEMARAN AIR

Dikutip dari Mongabay Indonesia, Januari 2017 lalu, masyarakat di Desa


Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) terkejut.
Air di Sungai Prukut yang melintasi desa setempat keruh. Tak hanya itu, Curug
Cipendok yang merupakah tempat wisata air terjun tersohor di Banyumas juga
terkena dampaknya. Air yang biasanya jernih berubah menjadi coklat. Kolam-
kolam ikan milik warga terpengaruh akibat keruhnya air tersebut.

Gambar: Warga Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas,


Jateng membuat patung ikan dan memasang poster sebagai bentuk protes
keruhnya air Sungai Prukut (Mongabay Indonesia)

Menurut riset yang dilakukan oleh Lingkar Kajian Banyumas (LKB). Dalam
acara diskusi yang dihelat di Fisipol Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)
Purwokerto pada akhir Februari 2017 silam, keruhnya Sungai Prukut akibat
material eksplorasi geothermal masuk ke aliran sungai. Material tersebut awalnya
masuk ke Sungai Citepus kemudian mengalir ke Curug Cipendok. Sementara Curug
Cipendok merupakan hulu Sungai Prukut. Ini menjadi masalah karena, sungai yang
mengaliri sejumlah desa tersebut dimanfaatkan oleh warga. Ada yang untuk
memenuhi kebutuhan sumber air warga maupun kolam.
Menurut UU No 32 32 Tahun 2009, setiap orang yang melalakukan
pencemaran lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan
lingkungan hidup. Hal ini diatur dalam Pasal 53 (tentang penanggulangan) dan
Pasal 54 dan 55(tentang pemulihan).

Pasal 53 Ayat 1 berbunyi, “Setiap orang yang melakukan pencemaran


dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.”. Oleh karena itu, dalam hal ini
PT SAE sebagai pelaku pencemaran memiliki kewajiban penanggulangan
pencemaran. Sebagaimana diuraikan pada Pasal 53 Ayat 2, penanggulangan
pencemaran ini harus meliputi (1) pemberian informasi pencemaran kepada
masyarakat, (2) pengisolasian pencemaran, (3) penghentian sumber pencemaran,
dan (4) cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Dalam hal pemulihan, PT SAE juga menanggung kewajiban yang diatur pada
pasal 54 dan 55. Kewajiban tersebut diantaranya:

1. PT SAE wajib melakukan pemulihan


2. Pemulihan pada poin 1 diantaranya: pengentian sumber pencemar dan
pembersihan unsur pencemar, remediasi, rehabilitasi, restorasi, dan cara
lain sesuai kemajuan teknologi.
3. Menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup

Menurut informasi dari Mongabay Indonesia, setelah kejadian, PT SAE


kemudian membantu warga memenuhi kebutuhan air bersih yang melakukan
penanganan hingga kini air sudah jernih kembali. Dari informasi Dunia Energi juga
menyatakan bahwa pembangunan PLTP sempat berhenti selama 3 bulan karena
pengelolaan disposal yang mempengaruhi sungai Prukut. Dari kedua informasi ini,
menunjukan bahwa PT SAE telah melakukan kewajibannya sesuai prosedur.

Ada kejanggalan dalam kasus ini. Karena PT SAE berasalasan bahwa


disposal material pengeboran telah mendapatkan izin dari pemerintah. Padahal
sangat jelas bahwa dalam proses pengeboran, dibutuhkan lumpur untuk membuang
material hasil pengeboran dari dalam, diperlukan lumpur untuk memompanya
keluar. Lumpur yang digunakan tidak sembarangan sehingga ada proses
treatmentnya. Lumpur yang tidak bisa digunakan lagi atau telah selesai digunakan
perlu dipikirkan untuk pembuangannya. Kesalahan disposal lumpur ini adalah suatu
kegagalan perencanaan. Dan pemerintah sebagai pemberi izin kurang kritis dalam
menanggapi masalah ini dari jauh-jauh hari, yaitu pada saat pemberian izin.

Selain itu juga muncul pertanyaan. Mengapa lumpur tersebut langsung


dibuang. Karena seharusnya lumpur tersebut bisa diolah terlebih dahulu sebelum
di-dispose ke lingkungan. Misalnya dikeringkan terlebih dahulu sehingga menyatu
dengan tanah. Atau dimanfaatkan untuk perkebunan menjadi tanah yang homogen.

Gambar: Demo menolak pembangunan pembangkit listrik tenaga panas


bumi (PLTP) oleh Aliansi Selamatkan Slamet yang berlangsung di kompleks
Pendopo Si Panji, Purwokerto, Banyumas, Jateng, pada Selasa (18/7/2017)
(Mangobay Indonesia)

Sampai saat ini, masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan


Selamet masih menentang pembangunan PLTP dan meminta izin pembangunannya
dicabut. Kasus seperti ini sebeneranya adalah masalah klasik, sama seperti Pabrik

Semen dan industri lainnya yang dirasa masyarakat akan menimbulkan


masalah. Padahal sebernarnya PLTP tidak bisa dibandingkan dengan pabrik semen,
yang memang menyebabkan polusi pada pengoperasiannya. Hanya satu yang
menjadi masalah lingkungan pada PLTP, yaitu pada tahap eksplorasi dan
pembangunan fasilitas. Sehingga pada tahap ini perlu benar benar dikaji
AMDALnya. Amdal tersebut diantaranya:

1. Pengelolaan lumpur hasil pengeboran


2. Pengaruh terhadap sumber air bersih
3. Pengaruh terhadap habitat hewan-hewan liar

Berbeda dengan pabrik semen, PLTP hampir tidak menyebabkan


pencemaran lingkungan pada saat operasi. Karena fluida kerja yang digunakan
adalah air dalam bentuk uap. Kondensat uapnya pun tidak dibuang, karena akan
disuntikkan kembali ke perut bumi. Sehingga proses ini membentuk suatu siklus.
Jadi bisa dikatakan energi PLTP adalah energi yang terbarukan.

Sesuai dengan UU No 32 Tahun 2009 pasal 22, pembangunan PLTP adalah


salah satu kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup (karena
mengubah bentuk alam/lahan dan mengeksploitasi sda) sehingga wajib hukumnya
memiliki amdal. Namun Amdal yang detail saja tidak cukup untuk menjamin
keamanan lingkungan. Perlu dilakukan komunikasi kepada masyarakat tentang
amdal tersebut. Ini perlu dilakukan untuk meyakinkan dan menjamin masyarakat
bahwa pada pembangunan PLTP lingkungan hidup di sekitarnya tetap aman. Ini
juga diamanatkan pada UU No 32 Tahun 2009 Pasal 26, yaitu amdal harus
melibatkan masyarakat dan pelibatan masyarakat ini harus berdasarkan prinsip
pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta harus diberitahukan
sebelum kegiatan dilaksanakan.

Pelibatan masyarakat yang kurang ini adalah penyebab terjadinya


penolakan-penolakan masyarakat sejak awal PLTP ini akan dibangun dan sampai
sekarang . Ini harus diperbaiki. PT PGE perlu melakukan komunikasi untuk
menjamin lingkungan hidup masyarakat dan ini juga seharusnya menjadi catatan
penting bagi pembangunan PLTP selanjutnya.
REFERENSI

1. Banyumas, Pemda Kabupaten. 2012. 2017, PLTP Baturraden Beroperasi.


Diakses dari http://www.banyumaskab.go.id/read/15321/2017-pltp-
baturraden-beroperasi pada 30 Agustus 2017

2. Media Indonesia. 2016. Tiga Sumur untuk PLTP Baturraden Siap Dibor.
Diakses dari http://mediaindonesia.com/index.php/news/read/66976/tiga-
sumur-untuk-pltp-baturraden-siap-dibor/2016-09-15 pada 30 Agustus 2017

3. Media Indonesia. 2017. Meski Ada Penolakan, Pembangunan PLTP


Baturraden Jalan Terus. Diaskes dari
http://mediaindonesia.com/news/read/114365/meski-ada-penolakan-
pembangunan-pltp-baturraden-jalan-terus/2017-07-24 pada 30 Agustus 2017.

4. ANTARANEWS. 2017. Pembangunan PLTP Baturraden. Diaskes dari


http://www.antaranews.com/foto/110988/pembangunan-pltp-baturraden pada
30 Agustus 2017.

5. Dunia Energi. 2017. Pemerintah Kawal Proyek Pembangunan PLTP


Baturaden. Diakses dari http://www.dunia-energi.com/pemerintah-kawal-
proyek-pembangunan-pltp-baturaden/ pada 30 Agustus 2017.

6. Mongabay Indonesia. 2017. Masih Terjadi Pro dan Kontra Pembangkitan


PLTP Baturraden, Adakah Solusi?. Diakses dari
http://www.mongabay.co.id/2017/07/31/masih-terjadi-pro-dan-kontra-
pembangkitan-pltp-baturraden-adakah-solusi/ pada 30 Agustus 2017.

Anda mungkin juga menyukai